• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KEBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI MODAL FISIK DAN MODAL MANUSIA. Fakultas Ekonomi Universitas Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KEBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI MODAL FISIK DAN MODAL MANUSIA. Fakultas Ekonomi Universitas Semarang"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

1 POLA KEBERDAYAAN MASYARAKAT

MELALUI MODAL FISIK DAN MODAL MANUSIA Fakultas Ekonomi Universitas Semarang

Kesi Widjajanti

kesi_widjajanti@yahoo.com

ABSTRACT

The research problem is how to improve society ability through process human and physical capital. The study purposes to develop a model illustrated the supporting concept into theoritical development. Point of view “process” as key successful to increase ability society. The relation between capital and ability improvement will be examined in this research by placing process empowerment as mediating variable to explain the activities involved. The data use in this research include secondary and primary. The primary data was collected using survey method technique through questionnaire. Furthermore statistical analysis was used Structural Equation Modeling (SEM) of Smart Partial Least Square . This research has found two ways as path patterns directed to the increasing of society ability, which are (1) parttern consist of “two creating stage” to society ability, and (2) These parttern show that to improve society ability need “three stage” of process activity. The correlation are while the empowerment process increase higher, it will impulse the creating of society ability. The implementation of this research’s result,stated that if the empowerment wants to develop human capital, it will be better if the empowerment is supported by apply the developing ability of subject empowerment.

Key word : ability, empowerment, capital,society ,human ABSTRAK

Masalah penelitian adalah bagaimana meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui proses modal manusia dan modal fisik. Tujuan penelitian untuk mengembangkan model yang didukung oleh konsep pengembangan teoritik. Penelitian ini menfokuskan “proses” sebagai kunci keberhasilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hubungan antara modal dan perbaikan keberdayaan akan diuji pada penelitian ini dengan meletakkan proses pemberdayaan sebagai variable mediasi untuk menjelaskan aktivitas aktivitas yang terkait. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik metode survey melalui kuesioner. Selanjutnya statistic yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) dari software Smart Partial Least Square. Temuan penelitian menunjukkan ada dua pola cara yang mengarah pada peningkatan keberdayaan masyarakat, dimana (1) pola yang terdiri dari dua tahapan untuk keberdayaan, dank e (2) pola yang menunjukkan bahwa untuk meningkatkan keberdayaan diberlukan tiga tahapan proses aktivitas. Terdapat korelasi dimana semakin tinggi proses pemberdayaan akan dapat menciptakan keberdayaan masyarakat. Implementasi dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemberdayaan menginginkan pengembangan modal manusia, dan akan lebih baik lagi jika pemberdayaan didukung oleh pengembangan kemampuan pelaku pemberdayaan

(2)

2 PENDAHULUAN

Keberdayaan masyarakat di Indonesia diupayakan diantaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan di bidang ekonomi. Berkaitan dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat.

Beberapa peneliti menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat berhubungan dengan partisipatif aktif dan kekuatan yang dimiliki masyarakat. Pemberdayaan ditandai adanya keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Kartasasmita, 1995;Sumodiningrat Pranarka & Vidhyandika, 1996;Slamet,2003 ;Hikmat, 2004; Sulistiyani ,2004) .Sementara peneliti lain menunjukkan bahwa modal sosial (social

capital) merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial

yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dimasa lalu dipandang sebagai faktor yang dapat meningkatkan dan jika digunakan secara tepat.

Modal sosial adalah suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja yang positif, terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antara sesama dalam rangka tercapainya tujuan bersama. Sedangkan modal manusia merupakan refleksi dari pendidikan, pengalaman, intuisi dan keahlian sebagai akumulasi dari bakat dan pengetahuan individu yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman (Fukuyama, 1995;Suharto dan Yuliani, 2005).

Perbaikan keberdayaan masyarakat akan tercapai setelah melakukan proses pemberdayaan. Untuk mengukur keberhasilan keberdayaan, umumnya menggunakan kekuatan atau kemampuan yang ada di masyarakat. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik , material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, dan kekuatan intelektual. Perbaikan keberdayan merupakan salah satu motivasi masyarakat melakukan kemandirian berpikir dan bertindak. Keberdayaan diukur dengan menggunakan indikator kemampuan dalam mengambil keputusan, kemandirian dan kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan. Terkait dengan hal ini bahwa yang menjadi pilar pemberdayan adalah modal sosial (social capital) , modal manusia (human

capital), dan modal fisik (physical capital).

Penelitian yang terdahulu sudah banyak yang membahas tentang pemberdayaan masyarakat, namun sebagaian besar hanya mengkaji secara empirik dan masih kurang perhatiannya pada ”proses ” tercapainya keberdayaan. Oleh karena itu penelitian ini akan menfokuskan pada aspek proses sebagai kunci keberhasilan. Selain itu juga mengembangkan model teoritikal sebagai acuan pola untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat serta mengkaji beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan warga masyarakat.

Bertitik tolak pada latar belakang, dan hasil penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa masih relatif sedikit penelitian yang mengkaji keberdayaan masyarakat yang berkaitan proses pemberdayaan maka permasalahan keberdayaan menarik untuk dianalisis. Rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah”Bagaimana meningkatkan keberdayaan warga masyarakat, melalui proses pemberdayaan yang terwujud dari modal sosial, modal manusia, modal phisik dan kemampuan pelaku ? Adapun tujuan penelitian adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

(3)

3 modal sosial (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan m (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberdayaan masyarakat (4) merumuskan model pemberdayaan masyarakat

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat penelitian prediksi dan deskriptif yang melibatkan beberapa konsep. Analisi secara deskriptif, diharapkan dapat memberikan penjelasan fenomena proses pemberdayaan masyarakat Limbangan, yang menggambarkan karakteristik masyarakat tersebut. Penelitian deskriptif penting dilakukan untuk mengarahkan berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan aspek perilaku pelaku pemberdayaan dan aspek proses pemberdayaannya.

Penggambaran variabel dalam model persamaan struktural, variabel kunci yang menjadi perhatian adalah variabel laten atau latent construct yaitu konsep abstrak modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku, proses pemberdayaan masyarakat dan keberdayaan warga masyarakat. Model struktural meliputi hubungan konstruk laten dan pengukurannya menggunakan indikator. Penelitian ini menggunakan konsep dan indikator beberapa peneliti terdahulu Pranarka & Vidhyandika (1996), Kartasasmita (1995),Slamet (2003) dan Jamasy (2004)

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi Variabel Indikator dan Cara Pengukuran Modal fisik:

Fasilitas atau aset yang digunakan sebagai alat dan

pendukung utama

terselenggaranya suatu proses usaha atau aktivitas

Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10

1. Sarana produksi pertanian 2. Sarana & prasarana pendidikan 3. Sarana &prasarana kesehatan 4. Sarana & prasarana ekonomi 5. Sarana & prasarana komunikasi 6. Sarana & prasarana transportasi Modal Manusia :

Aset yang berkaitan dengan

kemampuan untuk

melakukan suatu aktivitas

Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10

1. Tingkat pendidikan 2. Tingkat kesehatan

(4)

4 Modal Sosial :

Suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja dalam rangka tercapainya tujuan bersama untuk menciptakan nilai.

Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10

1. Jaringan sosial/kerja 2. Kepercayaan Antar Sesama 3. Ketaatan terhadap norma 4. Kepedulian terhadap sesama

5. Keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial

Kemampuan pelaku

pemberdayaan :

Kemampuan yang dimiliki oleh pelaku pemberdayaan yang diharapkan dapat memberdayakan

masyarakat.

Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10

1. Pengetahuan (kognitif) 2. Sikap (afektif)

3. Ketrampilan (physikomotorik)

Proses pemberdayaan : Suatu proses yang melibatkan masyarakat untuk bekerjasama dalam kolompok formal maupun non formal untuk melaksanakan program

Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10

1. Analisis masalah 2. Perencanaan 3. Pelaksanaan 4. Evaluasi Keberdayaan masyarakat : Dimilikinya daya, kekuatan atau kemampuan oleh masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dan masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri.

Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10

1. Pengambilan keputusan 2. Mandiri

3. Memanfaatkan usaha untuk masa depan

Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah masyarakat yang dipilih yang dianggap berpatisipasi aktif dalam proses pemberdayaan dari sejumlah populasi masyarakat Desa Sumber Rahayu Kecamatan Limbangan di Kendal Jawa Tengah. Jumlah sampel dalam penelitian ini bejumlah 104 orang.

(5)

5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan dengan model persamaan struktural dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) dan SPSS dengan persamaan :

Modal Manusia = β1 Mdl Fsk + ℓ1

Modal Sosial = β1 Mdl Fsk + β2 Mdl Ma + ℓ2

Pemberdayaan = β1 Mdl Sos+ β2 Mdl Fsk+ β3Mdl Man + β4 Kemp plku p+ ℓ3

Keberdayaan = β1 Pembdy +β2 Mdl sos+ β3Mdl Man + β4Mdl Fsk + β5Kemp Plk p+ ℓ4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik analisis yang digunakan dalam pengujian empirik adalah model persamaan struktural menggunakan software Partial Least Square. Pengujian validitas dan reliabilitas data dilakukan dengan convergent dan discriminant validity. Convergent

validity dapat dinilai dengan melihat reliabilitas indikator, composite reliability, dan

average variance extracted. Sedangkan discriminant validity dengan cara

membandingkan nilai akar dari Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya.

Konstruk dinyatakan valid jika nilai akar dari average variance extract lebih besar dari korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa semua konstruk dalam penelitian ini yaitu modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat mempunyai nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk, yang berarti bahwa semua konstruk dalam model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity.

Jumlah indikator atau item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner sebanyak 24 pertanyaan. Secara lebih rinci, loading factor untuk masing-masing indikator dari konstruk modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan, dan keberdayaan masyarakat dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini

(6)

6 Gambar 1

Model Penelitian Pola Untuk Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Tahap Satu MF A MF B MF C MS A MS B MS C MF MS MM A MM B MM C KM A KM B KM C MM PP MF D MF E MS D MS E KPP C KPP KM KPP B KPP A PP A PP B PP C PP D 0,508 0,890 0,420 0,667 0,217 0,795 0,869 0,871 0,920 0,953 0,771 0,953 0,796 H1 0,530 0,615 0,728 0,485 0 ,2 9 9 H2 H6 0,265 H4 H7 H5 H3 0,538 H8 H11 H9 H10 H12 0,844 0,582 0,789 0,722 0,505 0,656

(7)

7 Gambar diatas menunjukkan model structural penelitian sebelum dilakukan pengujian masing masing konstruk (outer model) dan hubungan antar konstruk (inner

model). Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model)

mendifinisikan bagaimana setiap blok indicator berhubungan dengan konstruknya.Inner model dievaluasi dengan menggunakan R-square, uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur structural.

Outer Model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite realiabitynya untuk block indicator.

Menurut Chin (1998) suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika nilainya lebih besar dari 0.70. Sedangkan loading factor 0,50 sampai 0,60 masih dapat dipertahankan untuk model yang masih dalam tahap pengembangan.

Pada penelitian ini menggunakan criteria Chin dengan nilai batas loading factor yang digunakan 0,60. Pertimbangan menggunakan batas loading factor diatas 0.60 dengan harapan dengan pengujian hipotesis analisis SEM dengan PLS akan dapat menghasilkan model yang lebih fit.

Sehubungan dengan itu, indikator-indikator yang mempunyai loading factor lebih kecil dari 0,60 dan tidak signifikan dikeluarkan dari analisis. Jumlah indikator awal yang diajukan dalam penelitian ini sebanyak 24 indikator. Namun, setelah dilakukan pengujian convergent validity I, terdapat 16 indikator yang representatif dan delapan indikator yang tidak representatif. Selanjutnya, model di re-estimasi kembali dengan mengeluarkan delapan indikator yang tidak representatif, hasil pengujian convergent

validity II menunjukkan bahwa masih ada 1 indikator yang laoding-nya di bawah 0.60

dan terdapat 15 indikator yang di atas 0.60 .

Dengan menggunakan 15 indikator yang representatif pada pengujian convergent

validity II dilakukan re-estimasi kembali, didapat hasil convergent validity III yang

menunjukkan bahwa 15 indikator tersebut valid, karena semua mempunyai nilai t statistik yang signifikan pada p<0.05 dengan laoding factor di atas 0.60.

Setelah pengujian convergent validity pertama, kedua dan ketiga dilakukan, hasil pengujian menunjukkan tidak adanya nilai loading factor yang lebih kecil dari 0,60, seperti pada gambar 2 dibawah ini :

(8)

8 Gambar 2

Model Penelitian Pola Untuk Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Setelah dilakukan pergujian Convergent Validity Tahap Ketiga

Modal Fisik

Nilai original sample estimate atau loading factor untuk konstruk transformasi organisasional disajikan pada tabel berikut ini: Indikator untuk konstruk modal fisik yang mempunyai nilai nilai t statistik lebih besar 1.96 dan loading faktor di atas 0.60

Dari pengujian convergent validity 1 sampai dengan 3, dapat disimpulkan bahwa pada intinya indikator untuk masing-masing konstruk pada convergent validity yang ketiga semua signifikan, karena mempunyai nilai t statistik lebih besar 1.96 dan loading

MF B MS A MS C MF MS MM A M M K M K M K M MM PP MS D KPP C KPP KM KPP A PP A PP B PP C PP D 1,00 0,793 0,869 0,872 0,921 0,953 0,951 0,775 0,879 0,938 0,798 0,637 0,434 0,295 0,070 0,506 -0,053 0,503 0,803 0,148 0,188 0,007 0,262 0,345 0,817 0,653 0,779

(9)

9

fator lebih besar dari 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk modal fisik, modal

manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat adalah valid. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat sekitar hutan desa Sumber Rahayu dapat dicapai melalui langkah langkah yang bermula dari :

1. Modal Fisik

Variabel Modal Fisik dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk indikator: sarana produksi pertanian, sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana dan prasarana ekonomi, sarana dan prasarana komunikasi dan sarana dan prasarana transportasi. Hasil pengujian analisis faktor Confirmatory menunjukkan bahwa hanya ada satu indikator yang signifikan dan mempunyai loading factor lebih dari 0.60, yaitu indikator sarana dan prasarana pendidikan (MFB). Sementara indikator lainnya mempunyai loading factor di bawah 0.60 .

Confirmatory Analysis terhadap modal fisik menunjukkan bahwa sarana dan

prasarana pendidikan merupakan pengukur yang representatif modal fisik. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan memandang bahwa sarana dan prasarana pendidikan dimana tingkat pendidikan yang cenderung mempunyai wawasan yang lebih besar dengan kemandirian untuk mengambil keputusan dapat mendukung keberdayaan masyarakat.

Sarana dan prasarana pendidikan suatu desa dapat merubah tingkat keberanian dalam mengambil keputusan. Perubahan ini akan berdampak juga pada perubahan keberdayaan masyarakat di desa Sumber Rahayu. Untuk dapat mingkatkan keberdayaannya, perlu proses pemberdayaan yang didukung oleh modal manusia selain modal fisik. Melalui proses pemberdayaan dapat dikembangkan pelatihan untuk mandiri. Berdasarkan perubahan tersebut , masyarakat akan melakukan perubahan dalam mengubah budaya ke arah orientasi yang lebih maju. Perubahan ini tidak membatasi cakupan aktivitas dalam pengambilan keputusan saja, tapi juga meliputi aktivitas yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberdayaan masyarakat yang didukung modal fisik dicerminkan dengan derajat peningkatan sarana dan prasarana pendidikannnya secara merata. Dukungan pemerintah pada peningkatan sarana dan prasarana pendidikan memungkinkan bertambah jika keberdayaan masyarakat suatu desa meningkat. Untuk memudahkan proses pemberdayaan yang lebih cepat dengan cara meningkatkan modal fisik dan modal manusia. Hal ini diharapkan akan memudahkan komunikasi antara masyarakat sehingga akan memudahkan aliran informasi yang dapat membukakan perubahan kearah yang lebih maju.

Berdasarkan hasil pengujian indikator ditunjukkan bahwa modal fisik sarana produksi pertanian (MFA) tidak digunakan sebagai indikator modal fisik. Hal ini dapat dijelaskan karena sarana produksi pertanian belum sepenuhnya dapat memotivasi masyarakat agar bekerja lebih produktif sesuai dengan pencapaian tujuan masyarakat desa Sumber Rahayu. Sarana dan prasrana kesehatan masih rendah . Sementara sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi juga tidak representatif sebagai indikator

(10)

10 modal fisik karena masyarakat hanya melakukan komunikasi berbasis pada tular menular informasi. Sedangkan komunikasi berbasis teknologi kurang banyak dilakukan. Komunikasi antara masyarakat belum sepenuhnya dapat mendorong komitmen masyarakat pada desa untuk lebih berdaya.

2. Modal Manusia

Variabel Modal Manusia dalam penelitian ini semula diukur dengan tiga indikator, yaitu tingkat pendidikan (MMA), tingkat kesehatan (MMB), dan kemampuan berinteraksi antar sesama (MMC). Varibel indikator ini mengacu pada teori yang menjelaskan bahwa modal manusia dapat ditingkatkan melalui tingkat pendidikan, kesehatan dan kemampuan interaksi.

Hasil pengujian analisis faktor confirmatory menunjukkan bahwa dua indikator signifikan pada p<0.005, tetapi ada satu indikator yang mempunyai loading faktor kurang dari 0.60 yaitu indikator tingkat kesehatan (MMB). Sedangkan indikator yang mempunyai loading factor diatas 0.60 ada dua indikator, yaitu tingkat pendidikan (MMA) dan kemampuan berinteraksi antar sesama (MMC).

Indikator tingkat pendidikan dan kemampuan berinteraksi antar ssesama merupakan pengukur yang valid untuk modal manusia. Masyarakat memandang penting upaya upaya dalam melaksanakan kemampuan berinteraksi yang menghasilkan aktivitas yang dapat mendukung proses pemberdayaan yang akan dikembangkan kearah keberdayaan masyarakat.

Hasil pengujian indikator ini mendukung pendapat Romer (1990) yang menyatakan bahwa proses modal manusia dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman dalam share interpretasi. Sebagaimana pendapat Tobing (2005) bahwa modal manusia dapat diperoleh dengan melakukan akumulasi pada stok pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain.

Hasil pengujian confirmatory analisis menunjukkan indikator tingkat kesehatan tidak representatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kecenderungan dukungan kesehatan yang ada di masyarakat kurang di perhatikan. Selain itu, tingkat kesehatan masyarakat belum sepenuhnya melibatkan semua aspek yang berkaitan dengan kualitas hidup layak sehat dan bersih.

3. Modal Sosial

Variabel modal sosial dalam penelitian ini semula diukur dengan 5 indikator, yaitu tingkat jaringan sosial/kerja, kepercayaan antar sesama, ketaatan terhadap norma, kepedulian terhadap sesama dan keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial. Variabel indikator ini mengacu pada peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa modal sosial meliputi trust,eksistensi jaringan (network), kemudahan bekerja sama dan juga termasuk dan kemauan baik (Syabra,2003).

Setelah dilakukan pengujian analisis faktor confirmatory semua indikator signifikan pada p<0.005 dan menunjukkan ada 2 indikator yang mempunyai loading

(11)

11

factor kurang dari 0.60 yaitu indikator proaktif (MSB) dan penciptaan bisnis baru (MSE).

Sedangkan yang mempunyai loading factor diatas 0.60 ada 3 indikator yaitu jaringan sosial/kerja (MSA), ketaatan terhadap norma (MSC) dan kepedulian terhadap sesama (MSD). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di desa Sumber Rahayu telah mempunyai jaringan sosial/kerja dan dalam aktifitas aktifitasnya sangat memperhatikan ketaan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama. Ketika tingkat kepedulian terhadap sesama yang ada dalam masyarakat meningkat memungkinkan memperkuat budaya dalam meningkatkan keinginan untuk menambah tali perdaudaraan yang mengarah pada tujuan bersama untuk kesejahteraan.

Confirmatory analysis konstruk modal sosial menyatakan bahwa jaringan

sosial/kerja, ketaatan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama merupakan indikator-indikator yang representatif untuk mengukur modal sosial. Hal ini mendukung konsep Fukuyama (1985) yang menyatakan bahwa modal sosial berkaitan dengan serangkaian nilai da norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Peneliti lain yang mendukung adalah Suharto dan Yuliani (2000) yang menyatakan bahwa modal sosial akan tercermin pada karakteristik yang melekat pada individu seperti misalnya norma norma, saling percaya, saling pengertian dan kepedulian. Modal sosial merupakan faktor isu yang penting yang berkaitan dengan proses pemberdayaan (Jamasy, 2004).

Sementara tingkat kepercayaan antar sesama dan keterlibatan dalam aktifitas organisasi sosial tidak representatif sebagai pengukur modal sosia, karena masyarakat dalam menggembangkan modal sosial dimulai dari perilaku ketaatan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama.

4. Kemampuan Pelaku Pemberdayaan

Variabel indikator yang mengukur kemampuan pelaku pemberdayaan semula diajukan tiga indikator yaitu tingkat pengetahuan/kognitif, sikap/efektif, dan tingkat ketrampilan/physikomotorik. Pengukuran kemampuan pelaku pemberdayaan tersebut mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tjokrowinoto (2001) yang menekankan pada kemampuan yang dianggap relevan dengan kualitas pelaku pemberdayaan.. Keterpaduan kemampuan pelaku pemberdayaan dalam meningkatkan keberhasilan pembangunan harus sisertai dengan komitmen yang kuat. Keberhasilam pelaku pemberdayaan dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat.

Hasil pengujian analisis faktor confirmatory menunjukkan bahwa ada tiga indikator yang mempunyai loading factor kurang dari 0.60, yaitu indikator akses new

brand (CAA), pelayanan superior pada pelanggan (TOB) dan reputasi perusahaan (TOC).

Sedangkan indikator yang mempunyai loading factor diatas 0,60 ada tiga indikator. Indikator tersebut adalah cost reduction (CAD), Akses financial (CAE), dan kapabilitas

network dalam meningkatkan bisnis (CAF).

Confirmatory analysis konstruk kemampuan pelaku pemberdayaan menyatakan

bahwa peningkatan pengetahuan/kognitif dan kemampuan ketrampilan/physikomotorik merupakan indikator-indikator yang representatif untuk mengukur kemampuan pelaku pemberdayaan. Hal ini bermakna bahwa upaya kemampuan pelaku untuk dapat menciptakan pemberdayaan dapat tercapai, jika masyarakat dapat meningkatkan tingkat pengetahuannya sehingga dapat meemperkuat kemampuannya untuk melakukan

(12)

12 pengembangan dalam memperluas jaringan sosial/kerja yang dapat menghasilkan keberdayaan masyarakat.. Hasil ini sesuai untuk era reformasi dan desentralisasi saat ini bahwa untuk mendukung pemberdayaan masyarakat diperlukan pelaku pemberdayaan yang kaya akan “pengetahuan dan ketrampilan” yang dapat menunjang perwujudan program pemberdayaan. Disamping itu, penelitian ini juga memberi dukungan konsep Sumodiningkrat (2000) bahwa kemampuan pelaku pemberdayaan merupakan faktor penting dalam kesuksesan pemberdayaan. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan berpikir/pengetahuan dan peningkatan kecakapan ketrampilan merupakan kemampuan sebagai sumber keberhasilan pemberdayaan.

Sementara indikator sikap/afektif tidak representatif sebagai pengukur kemampuan pelaku pemberdayaan. Hal ini dapat dijelaskan bawa sikap disini bersifat lebih komplek dalam kaitannya dengan kemampuan pelaku utuk keberhasilan pemberdayaan. Sesuai dengan pendapat Sulistiyani (2004) yang mengemukakan bahwa sikap /afektif lebih bersifat komplek, dan pada tahap awal lebih sulit dirubah dan dipindahkan dibandingkan pengetahuan dan ketrampilan.

5. Proses Pemberdayaan

Variabel indikator yang mengukur proses pemberdayaan ada empat yaitu analisis masalah (PPA), perencanaan (PPB), pelaksanaan (PPC) dan evaluasi (PPD).

Hasil pengujian analisis faktor confirmatory menunjukkan bahws semua indikator mempunyai nilai statistik signifikan dan mempunyai loading factor lebih dari 0.60. Variabel indikator yang memberi sumbangan terbesar dalam menjelaskan proses pemberdayaan adalah indikator evaluasi. Variabel indikator yang memberi sumbangan kedua dalam menjelaskan proses pemberdayaan adalah variabel indikator pelaksanaan. Sedangkan variabel indikator yang memberikan sumbangan peringkat terakhir adalah variabel analisis masalah.

Confirmatory analysis konstruk proses pemberdayaan menyatakan keempat

indikator tersebut merupakan indikator yang representatif untuk mengukur proses pemberdayaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan untuk dapat meningkatkan proses pemberdayaan tidak hanya dituntut bisa meningkatkan evaluasi suatu aktifitas saja namun juga harus dapat meningkatkan perencanaan yang bisa mengarahkan pelaksanaan keberhasilan penyelesaian suatu masalah yang ada di masyarakat.

Hasil ini mendukung konsep penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prijono dan Pranarka (1996) dan Simon (1993) bahwa determinan untuk proses pemberdayaan n diukur oleh aktivitas aktivitas yang mengarah pada perencanaan untuk mengarahkan aktivitas yang dicerminkan pada pelaksanaan dalam mengatasi masalah yang ada. Selain dicerminkan dengan tingkat pelaksanaan suatu aktivitas, penelitian ini juga mendukung Kartasasmita (1995) yang lebih memfokuskan bahwa proses pemberdayaan tidak hanya didasarkan pada evaluasi namun lebih fokus pada tingkat pengembangan potensi masyarakat (enabling).

6. Keberdayaan Masyarakat

Variabel keberdayaan masyarakat dalam penelitian ini semula diukur dengan tiga indikator, yaitu tingkat keputusan masyarakat, tingkat kemandirian dan kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan. Variabel indikator ini mengacu pada peneliti

(13)

13 terdahulu yang menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat meliputi kemandirian (Sulistiyani, 2004 ), dan masyarakat mampu mengambil keputusan dan mampu menangkap informasi untuk memanfaatkan usaha di masa depan (Slamet,2003).

Setelah dilakukan pengujian analisis faktor confirmatory semua indikator signifikan pada p<0.005 dan menunjukkan bahwa semua indikator mempunyai loading

factor diatas 0.60. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di desa Sumber Rahayu

telah mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mengarah pada kemandirian masyarakat yang dapat memanfaatkan usaha untuk masa depan Ketika tingkat kemandirian masyarakat meningkat memungkinkan memperkuat budaya dalam meningkatkan keinginan untuk menambah kesempatan memanfaatkan peluang yang mengarah pada pengoptimalan partisipasi masyarakat untuk tujuan pembangunan bersama mencapai kesejahteraan.

Confirmatory analysis konstruk keberdayaan masyarakat menyatakan

kemampuan mengambil keputusan, kemandirian, dan kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan merupakan indikator-indikator yang representatif untuk mengukur keberdayaan masyarakat. Hal ini mendukung konsep Pranarka dan Vidhyandika (1996) yang menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat berkaitan dengan kemandirian masyarakat.

Hasil pengujian hipótesis dengan Partial Least Square pada model penelitian yang merupakan persamaan struktural hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 12 dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel. 1

Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Path Cooef t-value Keterangan

Modal Fisik

Modal Manusia 0,345 2.574 *Diterima

Modal Sosial Modal Fisik Modal manusia 0.262 0.434 2.078 3.273 *Diterima *Diterima Proses Pemberdayaan Modal Fisik Modal Manusia Modal Sosial

Kemampuan Pelaku Pemberdayaan

0.007 0.295 0.148 0.506 0.064 2.258 1.163 4.458 Tidak Diterima *Diterima Tidak Diterima *Diterima Keberdayaan Masyarakat Modal Fisikl Modal Manusia Modal Sosial Proses Pemberdayaan

Kemampuan Pelaku Pemberdayaan

0.188 0.070 0.083 0.503 -0.053 1.326 0.484 0.669 3.044 0.258 Tidak Diterima Tidak Diterima Tidak Diterima * Diterima Tidak Diterima Dari hasil pengujian hipotesis yang diuji dengan tingkat kesalahan Alpha 0.05,

(14)

14 menunjukkan terdapat 6 hipotesis yang diterima dan 6 hipotesis yang tidak diterima (Tabel 1). Hipotesis 1, 2, 3,4,5 dan 6 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian 1 yaitu apakah kondisi modal fisik, manusia dan sosial mampu mendukung proses pemberdayaan?. Sedangkan hipotesi 7 untuk menjawab pertanyaan penelitian : apakah pelaku pemberdayaan berpengaruh terhadap proses pemberdayaan? Dan hipotesis 8,9,10,11, dan 12 menjawab pertanyaan penelitian apakah peningkatan keberdayaan dapat dicapai secara langsung atau tidak langsung melalui pengembangan modal fisik, modal manusia, dan modal sosial? .

Hasil tersebut bermakna bahwa terdapat langkah-langkah utama yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat:

(1) Pertama adalah modal fisik. Untuk dapat meningkatkan pemberdayaan, pengembangan modal fisik harus dilakukan. Peran modal fisik diharapkan bisa mengubah kualitas manusia menjadi lebih berpendidikan dalam meningkatkan kemampuannya berinteraksi antar sesama. Masyarakat akan dapat memanfaatkan usaha di masa depan apabila melakukan analisis yang berkaitan dengan menangkap peluang usaha dengan menitikberatkan pentingnya peluasan jaringan sosial/kerja

(2) Kedua adalah pengembangan modal manusia. Peran modal manusia menjadi landasan mengembangkan pemberdayaan dan menjadi mediasi peningkatkan keberdayaan masyarakat dari modal fisik. Oleh karena itu, sharing pengetahuan merupakan syarat untuk dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi. Masyarakat akan lebih optimal dalam pengembangan pemberdayaan p apabila didukung proses peningkatan kualitas manusianya. Peran pelaku pemberdayaan akan meningkatkan kompetensi baik pengetahuan maupun keahliannya untuk dapat menjadi penentu pelaksanaan kegiatan dalam menciptakan masyarakat yang berdaya saing.

(3) Ketiga adalah pengembangan pemberdayaan. Untuk menciptakan masyarakat yang berdaya, selain yang paling menentukan adalah kemampuan melakukan evaluasi, dan perencanaan, juga ditentukan oleh kemampuan berinteraksi antar sesama. Keterbukaan antar masyarakat akan memudahkan akses informasi yang penting dalam melakukan inovasi yang berbeda dengan yang lain, sehingga dapat menciptakan keunggulan .Perlunya menghargai inovasi dan ide-ide baru dalam masyarakat sebagai faktor pendorong untuk berani mengambil resiko yang bertujuan untuk peningkatan keunggulan di bidang usaha .

Untuk menilai inner model atau model structuralnya, yaitu ingin melihat hubungan antar konstruk, salah satu indikator kekuatan prediktif model jalur adalah menguji nilai R-square untuk konstruk endogen. R-square digunakan untuk menilai konstruk dependen dalam model structural. R-square diinterpretasikan sama seperti analisis

regresi berganda yang mengindikasikan jumlah variance dalam konstruk yang dijelaskan oleh model jalur (Chin,1996). Hasil evaluasi model struktural dengan

(15)

15 Tabel 2 Nilai R- Square Variabel R-square Modal Fisik Modal Manusia 0.089 Modal Sosial 0.444 Kemampuan Pelaku Pemberdayaan Proses Pemberdayaan 0.610 Keberdayaan Masyarakat 0.424

Hasil empirik penelitian menunjukkan bahwa nila R-square yang tertinggi adalah proses pemberdayaan sebesar 61.0%. Nilai ini mengindikasikan bahwa modal fisik, modal manusia, modal sosial dan kemampuan pelaku mampu memberikan kontribusi penjelasan proses pemberdayaan sebesar 61.1%, sedangkan 38.9 % dipengaruhi oleh variabel lain. Sementara R-square pada variabel Keberdayaan masyarakat lebih rendah dari R-square proses pemberdayaan , yaitu hanya sebesar 42.4% . Hal ini menunjukkan bahwa lima variabel yaitu modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses pemberdayaan belum cukup menjelaskan keberdayaan masyarakat.

KESIMPULAN

Penelitian ini memberi kesimpulan terhadap masalah penelitian yang telah diajukan sebelumnya, yaitu: bagaimana proses meningkatkan keberdayaan warga masyarakat melalui proses pemberdayaan yang terwujud dari modal sosial, modal manusia, modal fisik dan kemampuan pelaku.Hal ini akan dapat memberikan solusi yang lebih baik karena dapat menambah penjelasan bahwa proses pemberdayaan masyarakat mutlak diperlukan utuk mencapai keberdayaan masyarakat. Ada ”dua pola” untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat: Pola pertama, adalah ada dua konstruk sebagai antesedennya, seperti pada gambar 3 berikut :

Kemampuan Pelaku Pemberdayaan Keberdayaan Masyarakat Proses Pemberdayaan Gambar 3

(16)

16 Temuan ini memberikan solusi bahwa peran kemampuan pelaku pemberdayaan akan efektif dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat jika masyarakat sebelumnya meningkatkan pemberdayaannya. Pelaku pemberdayaan tidak dapat langsung berpengaruh terhadap keberdayaan masyarakat, tetapi harus dimediasi dengan proses yang mengiringi pemberdayaan. Peningkatan pemberdayaan sebagai penentu keberhasilan pelaku dalam upaya peningkatan keberdayaan masyarakat.

Proses pemberdayaan di desa Sumber Rahayu berpengaruh secara signifikan terhadap keberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan ini ditandai adanya kemampuan masyarakat dalam membuat analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi suatu program pemberdayaan. Peran pelaku perlu memperbaiki pengetahuan dan ketrampilannya yang lebih lebih baik agar dapat memberi dukungan dalam memperlancar keberhasilan pemberdayaan, sehingga dapat meningkatkan kemandirian masyarakat yang berkelanjutan.

Pola kedua, adalah pola jalur bertahap yang dapat dilalui untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. Peningkatan keberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui proses pemberdayaan karena adanya peran modal manusia dan modal fisik.

Temuan ini memberikan solusi bahwa modal usaha yang meliputi modak fisik dan modal manusia tidak secara otomatis menghasilkan keberdayaan masyarakat. Pengembangan modal fisik akan menstimulasi pengembangan modal manusia yang akan mendukung proses pemberdayaan yang pada akhirnya akan meningkatkan keberdayaan masyarakat seperti pada gambar 4

M

Untuk dapat meningkatkan keberdayaannya, masyarakat tidak hanya cukup melakukan pengembangan modal fisik saja, tetapi juga harus meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya sebagai syarat kesuksesan dalam melakukan pemberdayaan. Dalam era reformasi ini, masyarakat harus mampu dan berani mengambil keputusan untuk melakukan usaha baru untuk masa depan.

Penelitian ini membuktikan bahwa modal manusia berperan memainkan perubahan sumber daya masyarakat untuk meraih kesuksesan proses pemberdayaan.

Modal manusia ditandai adanya tingkat pendidikan yang memadai yang

diperoleh dari dukungan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan sehingga dapat mengembangkan pemberdayaannya dan akan berdampak secara signifikan pada kemandirian masyarakat.

Penelitian ini menandaskan bahwa masyarakat dalam meningkatkan

MODAL FISIK PROSES PEMBERDAYAAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT MODAL MANUSIA Gambar 4

(17)

17 pemberdayaannya didasari atas pertimbangan ”sumber daya” yang ada. Untuk dapat menyesuaikan di era reformasi ini, masyarakat harus dapat melakukan perubahan yang lebih kompetitif dengan melakukan peningkatan pendidikan dan ketrampilannya untuk menjadi masyarakat yang tajam dalam menangkap peluang yang berorientasi pada masa depan. Temuan ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fukuyama (1995) tentang hubungan kemampuan masyarakat dengan modal manusia (human capital) dan berimplikasi pada teori yang terkait dengan konsep yang dikembangkan Romer dimana

human capital sebagai anteseden proses pemberdayaan .

Pingkatan keberdayaan masyarakat memerlukan satu paket secara koheren dari perubahan modal fisik yang dibangun berdasarkan kekuatan sarana dan prasarana pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia dan kemampuan pelaku pemberdayaan dalam mengembangkan pemberdayaan masyarakat. Hasil ini merupakan kontribusi terhadap aplikasi empirik dari konsep yang dikembangkan oleh Fukuyama (1995) tentang hubungan human capital dan keberdayaan masyarakat. Dan juga mendukung penelitian Sumodiningkrat, (2000) bahwa keterlibatan fasilitator sebagai pelaku pemberdayaan dalam mengawal proses pemberdayaan merupakan sumber penting sebagai jalur untuk meraih keberdayaan masyarakat.Untuk dapat meningkatkan R square keberdayaan masyarakat penelitian yang akan datang hendaknya mempertimbangkan variabel lain selain modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses pemberdayaan

sebagai faktor penentu keberhasilan keberdayaan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, I.R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas.

Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Alchian, A. and Demsetz, H. 1973, The property rights paradigm, Journal of Economics

History, 33, pp. 16-27.

Bandura, A. 1997. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Chin,W.W, Marcolin,B.L dan Newsted,P.R. 1996. A Partial Least Squares Latent Variable Modeling Approach for Measuring Interaction Effects: Result from a Monte Carlo Simulation Study and Voice Mail Emotion/Adoption Study. Proceeding of the Seventeenth International Conference on Information System.16_18 December. Cleveland.Ohio

Coolis, D. J. 1991. A resource-based analysis of global competition: The case of the bearing industry. Strategic Management Journal. 12. 49-68.

DeLong, D.W. and Fahey, L. 2000. Diagnosing Cultural Barriers to Knowledge Management. The academy of management Executive.

(18)

18 Drucker, P. 1969, The age of discontinuity: guidelines to our changing society, London:

Heinemann.

Eisenhardt, K. M., and Martin, J. A. 2000. ‘Dynamic capabilities: What are they?’

Strategic Management Journal, 32, 543-76.

Fahey, L., and Narayanan, V. K. 1986. Macroenvironmental Analysis for Strategic

Management. West Publishing Company: St. Paul, MN.

Friedman.J. 1992. Empowerment, The Politics of Alternative Development Cambrige Blacwell

Fukuyama, 1995. Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity. Free Press, ISBN 0-02-910976_0

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Program Magister akuntansi, Program Magister Manajemen Undip.

Ghozali, I. 2006. Structural Equation Modelling , Metode alternatif Dengan Partial Least Square PLS, Badan Penerbit Undip. Indonesia

Gold, Michael, 1991 : Strategic Control in the Decentralized Firm, Sloan Management Review, Winer

Hikmat, H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora: Bandung.

Huseini, M. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi: Menata Ulang Strategi Pemasaran

Internasional Indonesia Melalui Pendekatan Resource-Based. Depok: Fisip Universitas Indonesia.

Hitt, M. A., Ireland. R. D., & Hoskisson, R. E. 1999a. Strategic Management:

Competitiveness and Globalization (3rd ed.). Cincinati: South-Western Publishing. Hunt, S. D. 1997. Resource advantage theory: An evolutionary theory of competitive firm

behavior. Journal of Economic Issues, Vol. 31(1), 59-75.

Jamasy, O. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta Selatan: Blantika.

Kartasasmita, G. 1995, Ekonomi Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan; Jakarta: CIDES

Kartasasmita, G. 1996. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal Konsep

Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan

(19)

19 Lyles, MA and Salk, JE. 1996, “Knowledge Acqusition From Foreign Parents in International Joint Ventures : An Empirical Examination in The Hungarian Context. Journal of International Business Studies, 27, 5, 877-903.

Minttzberg, H. 1979.The Structure of organizaions, prentice-hall, New Yrok, NY Pranarka dan Vidhyandika, 1996, Pemberdayaan dalam Onny S.P dan AMW,

Pranarka (ed). 1996,Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta:

Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Romer Paul,Endogenous Technological Change dalam Journal of Political Economy Shachs, J & Lipton, D. 1990. Polland’s economic reform, |Foregn Affairs, 69(3): 47-66 Simon, BL, 1990. Rethingking Empowerment, Journal of Progressive Human Service.

Pirst Editor

Simon, H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran. Problematika dan Strategi Pemecahannya.

Yogyakarta: Aditya Media.

Slamet, M. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Membetuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Press.

Smith Adam,1976 An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth of Nations ; New York: Modern Library

Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis

Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Rafika

Aditama.

Suharto, E. & Yuliani. 2005. “Analisis Jaringan Sosial: Menerapkan Metode Asesmen Cepat dan Partisipatif (MACPA) Pada Lembaga Sosial Lokal di Subang, Jawa Barat”. (Article on-line). Didapat dari http://www. policy.hu/suharto/mak-Indo4.html. Internet; Diakses pada 28 Juli 2005. Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gaya

Media. Sumardjo. 1999. ”Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani: Kasus di Propinsi Jawa Barat”. Disertasi Doktor. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sumodiningkrat, G, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial,

Gramedia Jakarta

Sumodiningrat, G. 2000. Visi dan Misi Pembangunan Pertanian Berbasis Pemberdayaan.

(20)

20 Syabra, R. 2003. ”Modal Sosial: Konsep dan aplikasi”. Jurnal Masyarakat dan Budaya.

Vol.V. N0.1:1-5.

Timmons, JA. 1994. new centure Creation. Burr Ridge, Il : Irwin.

Tobing, E. 2005. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi. (Article on-line). Didapat dari http://www-theindone-sian-institute.org/janeducfile.htm. Internet. Todaro Michael P, 1985. Economic Development Report in the Third World ; New York:

Oxford University Press, 1985

Tjokrowinoto, M. 2001. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Vitalaya, A., Prabowo T. dan Wahyudi R. 1995. Penyuluhan Pembangunan Indonesia:

Menyosong Abad XXI. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya

Nusantara.

Woodward, J. 1965. Industrial Organization: Theory and Practice, Oxford University Press, Oxford

(21)

1 MODEL PENGEMBANGAN KINERJA BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD)

Kesi Widjajanti kesi_widjajanti@yahoo.com Fakultas Ekonomi Universitas Semarang

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengkonstruksi model pengembangan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan menguji hubungan veriabel independent terhadap variabel dependent.Obyek penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia. Unit analisis adalah perusahaan dengan responden yang diwakili oleh manajer tingkat atas. Pengujian hipotesis menggunakan Structural Equation Model dengan Partial Least Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan Kinerja Perusahaan yang paling menentukan adalah Keunggulan Bersaing perusahaan.Peran Transformasi organisasional sangat penting dalam memfasilitasi proses penciptaan Keunggulan Bersaing . Keunggulan bersaing terbukti mampu memediasi hubungan Transformasi Organisasional terhadap Kinerja Perusahaan. Implikasi penelitian ini adalah bahwa semakin BUMD mampu melakukan penciptaan daya saing, maka transformasi yang dilakukan tersebut semakin efektif untuk menumbuhkan penjualan dalam meningkatkan laba. Sebagaimana mendukung pernyataan Prahalad dan Hamel (1990) bahwa untuk mencapai keunggulan kompetitif diperlukan transformasi organisasional terkait dengan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara stratejik.

Kata kunci : Keunggulan Bersaing, Kinerja, Badan Usaha Milik Daerah

ABSTRACT

The research objective is to construct a model of development of the Regional Owned Enterprises performance (enterprises) to examine the relationship veriabel independent of the dependent variable Object of this study is the regional owned enterprises in Indonesia. The represented by top-level managers. Testing hypotheses using Structural Equation Models with Partial Least Square.The results showed that the company to enhance the performance of the most decisive is competitive advantage. The role of organizational transformation is very important in facilitating the process of creation of competitive advantage. Competitive advantage proved able to mediate the relationship organizational transformation of corporate performance. The implications of this research is that the enterprises are able to do the creation of competitiveness, then the transformation is done is more effective to grow sales in

(22)

2 increasing profit. As Prahalad and hamel supporting statement (1990) that the competitive advantage necessary to achieve organizational transformation associated with the structures, systems and culture that is more flexible in strategic.

Key word: Competitive Advantage, Performance, The Regional Owned Enterprises

PENDAHULUAN

Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Tolak ukur keberhasilan perusahaan dapat dicerminkan dari kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja operasional. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia sebagai perusahaan milik daerah , sangat diharapkan dapat memberikan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan beberapa kajian penelitian menyebutkan bahwa pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya fenomena yang ada, bahwa dari sekian banyak badan usaha milik daerah (BUMD) di Indonesia, yang mampu memberi kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) hanya beberapa saja. Itu pun besarannya tidak terlalu signifikan ( Sukirman ,2011).Sementara itu, menurut FX Sugiyanto (2011), mengatakan bahwa untuk memperbaiki kinerja, perlu dilakukan perubahan pengelolaan.

Perubahan pengelolaan mutlak diperlukan untuk memperbaiki kinerja BUMD. Banyak penelitian yang membahas kinerja BUMD namun sebatas hanya kinerja keuangannya saja tanpa membahas hubungan dengan faktor penyebabnya. Penelitian ini akan mengkonstruksi model dengan mengkaitkan kinerja proses dan kinerja akhir. Permasalahan penelitian adalah :Bagaimana cara meningkatkan kinerja perusahaan BUMD?

Tujuan penelitiannya adalah (1) membangun model meningkatkan kinerja BUMD (2) Menguji hubungan variabel independent dan variabel dependent

(23)

3 Pengembangan Proposisi

Untuk dapat beradaptasi pada perubahan pasar, perusahaan harus menciptakan kompetensi dengan cara melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan transformasi operational, transformasi corporate self-reneval, dan transformasi strategic (Blumenthal dan Haspeslagh ,1994).

Secara umum, BUMD sebagai perusahaan negara yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini sistem perencanaannya, dilakukan secara terpusat (sentralistik). Agar dapat bertahan menghadapi kompetisi yang semakin tinggi, perusahaan harus dapat menyesuaikan kondisi pasar yang baru, dimana perusahaan dipaksa untuk merubah dan memahami dampak dari perubahan yang terjadi di perusahaan (Andre, 1980; Keats dan Hitts, 1988).

Kompetisi yang semakin tinggi sangat berhubungan dengan posisi daya saing perusahaan. Keunggulan bersaing dapat diartikan beraneka ragam tergantung dari pendekatan dari sudut pandang mana yang digunakan. Secara konseptual keunggulan daya saing adalah merupakan kemampuan suatu bisnis dalam memperoleh keuntungan abnormal dalam industri kompetitif berdasarkan strategi penciptaan nilai. Dengan kata lain, keunggulan daya saing merupakan pelaksanaan yang lebih unggul dari strategi yang dipakai oleh pesaing. Keunggulan daya saing akan sustainable jika keunggulannya dapat dipertahankan dari peniruan atau duplikasi tindakan pesaing (Porter, 1985; Barney, 1991).

Implementasi dari strategi perusahaan sebagai hasil dari keunggulan daya saing jangka panjang, dimana keunggulan daya saing tersebut tidak dapat ditiru oeh pesaing. Keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat diperoleh dengan menciptakan temporary advantage melalui proses invention.Inovasi merupakan jumlah dari invention ditambah invention yang sudah dikomersialkan. Inovasi dihasilkan dari pengembangan perusahaan secara efektif dalam menggunakan teknologi baru dan pengetahuan baru tentang peluang-peluang pasar. (Hitt, ireland dan Hoskissob, 2001).

Sebagian besar para manajer BUMD mempunyai keterbatasan kebijakan dalam melakukan implementasi perubahan strategi. Sehubungan dengan itu, untuk dapat meningkatkan daya saing perusahaan perlu di dorong agar para manajer dapat menerapkan strategi yang dapat meningkatkan profitabilitas (Zahra,2000). Menurut Zahra, bahwa manajer mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan dan melakukan implementasi strategi-strategi yang berorientasi pasar.

(24)

4 Ukuran keberhasilan organisasi mencakup profitabilitas, pertumbuhan penjualan, ukuran competitiveness dan market share (Jacobson, 1996). Rasio-rasio akuntansi dan ukuran kinerja pemasaran merupakan dua indikator besar dalam mengukur kinerja perusahaan. Namun demikian, indikator –indikator itu telah dikritik karena tidak mampu menjelaskan dengan cukuup semua ”intangibles” yang ada dalam perusahaan dan indikator tersebut tidak mudah digunakan untuk menjelaskan sumber dari keunggulan kompetitif (Bharadwaj, Varadarajan dan Fay, 1993). Sebagaimana indikator kinerja yang digunakan Slater & Olson (2001) mencakup : (1) profitabilitas dibandingkan dengan rata-rata industri; (2) tingkat market share dibandingkan dengan rata-rata industri; (3)) efisiensi organissai dibandingkan dengan rata-rata industri. Wiklund (1994) lebih menekankan ukuran pertumbuhan sebagai indikaktor kinerja. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian terdahulu maka diajukan proposisi sebagai berikut :

Kinerja Perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang terkait dengan efisiensi, pengembangan pasar dan produk serta pertumbuhan. Hubungan antara transformasi organisional dan kinerja dapat terjadi secara langsung atau dimediasi dengan keunggulan bersaing

Pengembangan Hipotesis

Hipotesis 1 :

Untuk mencapai keunggulan kompetitif diperlukan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara stratejik (Prahalad dan Hamel ,1990). Keunggulan kompetitif perusahaan bergantung kepada organizational capital atau ”socially complex resources” (Barney,1991). Dikemukakan bahwa capital yang dimanifestasikan melalui budaya organisasional dapat memberikan sumber keunggulan kompetitif. Bagaimana kompetensi ini mampu meningkatkan keungulan kompetitif, dalam studi ini lebih ditekankan dengan menggunakan konsep kapital ”organisasional”. Terdapat bukti empirik hubungan transformasi insentif mempengaruhi keunggulan daya saing perusahaan. Peningkatan kebijakan kompensasi dapat meningkatkan keingingan manajer dalam mengambil risiko untuk memperluas akses pendanaan dan mengembangkan jaringan pasar dalam rangka upaya pengurangan biaya .

(25)

5 Berdasarkan uraian diatas diajukan hipotesis 1 sebagai berikut : Transformasi Organisasional berpengaruh positif terhadap Keunggulan Bersaing

Hipotesis 2

Kinerja dapat ditingkatkan melalui kesempatan perusahaan yang akan melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan struktur, insentif, pengambilan keputusan dan sistem pengendalian (Lant, et.al, 1992; Zajac & Kratz, 1993; Web & Dowson, 1991). Pendapat yang sama oleh Rindova dan Kotha (2001) dan Romaneli Tushman (1994) mengemukakan bahwa perubahan internal seperti perubahan struktur dan budaya akan meningkatkan kinerja sebagai akibat dari proses transformasi organisasional. Peningkatan kualitas pelayanan dapat meningkatkan komitmen karyawan untuk lebih pruduktif dan inovatif (Kanter, 1989) yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Zarha, 2000). Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis 2 : Transformasi Organisasional berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan

Hipotesis 3

Aset-aset stratejik, sumber daya stratejik, kapabilitas statejik dan ketrampilan stratejik adalah terminologi utama yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor faktor yang dapat menghasilkan sebuah kinerja jangka panjang. Aaker (1989) menulis bahwa menglola sumberdaya dan ketrampilan kompetensi adalah kunci bagi pencapaian sebuah keunggulan bersaing berkelanjutan. Fahy (2000) dengan menggunakan ukuran secara operasional dalam tiga konstruk utama yaitu : sumberdaya, kapabilitas pemasaran stratejik dan kinerja perusahaan, telah menemukan bahwa setelah privatisasi, perusahaan akan memperoleh akses sumberdaya finansial yang lebih besar, dalam memperbaiki kinerja perusahaan. Ditemukan bahwa melalui kolaborasi partner sebagai sumber keunggulan daya saing akan memberi manfaat bagi perusahaan untuk dapat lebih cepat masuk dalam bisnis baru yang dapat menggali sumber keuntungan baru bagi perusahaan (Jonathan P. Doh,2000). Untuk menguji bagaimana hubungan keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan, diajukan hipotetisis 3 : Keunggulan Bersaing berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan

(26)

6 METODE PENELITIAN

Penelitian ini memfokuskan pada integrasi dan identifikasi variabel yang diperlukan untuk pengembangan model Kinerja BUMD .Variabel yang diidentifikasi meliputi transformasi organisasional, keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan, yang mengacu pada konsep dan penelitian terdahulu yakni Zahra, Ireland, Gutierrez dan Hitt (2002) dan Fahy (2000). Penelitian ini menguji pengaruh transformasi organisasional terhadap keunggulan daya saing dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk mengembangkan model kinerja BUMD studi ini menekankan kontribusi dari peranan stratejik manajer level atas .

Populasi pada penelitian ini meliputi seluruh BUMD di Indonesia. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah accidance sampling, dengan jumlah sampel 20 BUMD. Data sekunder bersumber dari laporan keuangan perusahaan, profil dan prospektus perusahaaan serta data pendukung dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Semarang dan Pemerintah Daerah. Data primer dikumpulkan dengan metode survei dengan cara wawancara dan kuesioner . Model disusun dan diuji dengan Strucural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan Partian Least Square.

Hasil dan Pembahasan

Hipotesis 1 dugaan adanya pengaruh Transformasi Organisasional terhadap Keunggulan Bersaing terbukti atau dapat diterima. Komitmen untuk mencapai keunggulan daya saing akan mempercepat transformasi struktur organisasi di BUMD . Bentuk organisasi yang sangat pro pasar banyak diterapkan oleh perusahaan, terutama transformasi tentang product centric organization ke customer centric organization. Otonomi organisasional yang paling mendasar terlihat dari kebebasan peusahaan dalam menentukan strategi bisnis perusahaan dan pengelolaan bisnis sehari hari. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang menunjukkan bahwa seluruh perusahaan menempatkan strategi bisnis perusahaan dan pengelolaan bisnis sehari hari sebagai hasil dari pengambilan keputusan secara partisipatif. Sistem pengambilan keputusan secara partisipatif merupakan dimensi transformasi organisasional yang dapat mendorong pengembangan produk dan pasar.

Hipotesis 2 dugaan adanya pengaruh positif antara Transformasi Organisasional terhadap Kinerja Perusahaan terbukti atau dapat diterima. BUMD dengan intensitas tingkat persaingan rendah, dan masih menerapkan servis yang standar yang mampu melakukan

(27)

7 transformasi akses finansial merupakan dimensi penting untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Program kerja sama lebih ditekankan untuk memperluas akses modal untuk kebutuhan investasi, yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah perusahaan. Untuk membangun kemampuan pendanaan, BUMD inovatif mencari pola pembiayaan yang paling sesuai dengan usahanya, termasuk sumber sumber dana yang lain diantaranya berkolaborasi dengan partnership. Perusahaan selain mendapat akses pendanaan dari perbankan juga mendapat akses modal dari luar. Kemampuan pendanaan perusahaan akan bertambah, yang berarti akan menambah perluasan bisnis yang akan mendatangkan keuntungan perusahaan.Semakin kuat permodalan BUMD maka akan semakin efektif menggarap pasar dan semakin efisien dalam menjalankan operasinya. Alasan inilah yang membuat BUMD berkeinginan kuat untuk memupuk modalnya secara cepat dengan merger dan akuisisi. Peningkataan modal dan perluasan skala usaha akan meningkatkan posisi di pasar.Keberhasilan BUMD dapat ditentukan melalui usahanya dalam mencapai keunggulan bersaing melalui perluasan jaringan bisnisnya yang sulit di tiru pesaing.

Hipotesis 3 dugaan adanya pengaruh positif antara Keunggulan Bersaing terhadap Kinerja Perusahaan terbukti atau dapat diterima. Penelitian ini mendukung Porter (1991) bahwa adanya hubungan antara keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan. Keunggulan biaya merupakan satu dari dua jenis keunggulan bersaing yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang mempunyai daya saing di bidang sumberdaya manusia dan daya saing organisasional akan dapat meningkatkan kinerjanya. BUMD selain menerapkan strategi biaya rendah sebagai sumber kompetitifnya, juga berusaha meningkatkan kualitas dan fleksibilitasnya, agar dapat menyesuaikan keinginan pasar yang ada, yang pada akhirnya dapat memperoleh return diatas normal. Hal ini dapat dilihat dari data hasil jawaban responden dan hasil wawancara bahwa dalam rangka meningkatkan posisi tawar menawarnya BUMD berusaha melakukan perubahan fundamental dalam cara berpikir untuk tetap dapat bersaing

Dari tiga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini semuanya diterima karena parameter estimasinya menunjukkan hasil yang siknifikan. Secara hipotesis menunjukkan bahwa dengan meningkatnya transformasi organisasional akan mendorong terciptanya keunggulan bersaing perusahaan. Sehubungan semakin tingginya keunggulan bersaing akhirnya semakin meningkatkan kinerja perusahaan.

(28)

8 Simpulan

Peningkatan kinerja perusahaan berkelanjutan dipengaruhi secara kuat oleh keunggulan daya saing. Pada perusahaan BUMD, keunggulan daya saingnya masih tergolong sedang sehingga berimplikasi pada kinerja perusahaan yang juga tergolong sedang. Upaya peningkatan efisiensi dapat tercapai dengan mengurangi biaya, namun tetap mempertimbangkan kualitas pelayanan pelanggan. Peningkatan kinerja perusahaan diindikasikan dengan adanya keberhasilan pengembangan pasar sehingga meningkatkan pertumbuhan penjualan.

DAFTAR PUSTAKA

Amit, R., and Schoemaker, P. J. H. 1993. ‘Strategic assets and organizational rent’. Strategic Management Journal, 14,1, 33-46.

Andrews, K. R. 1980. The Concept of Corporate Strategy (rev. ed.). Homewood, III.: D. Irwin.

Augusty Tae Ferdinand. 1999. Strategic Pathways Toward Sustainable Competitive Advantage. Thesis, Submitted to the Graduate College of Management, Southern Cross University, Australia, in partial fulfillment of the requirement for the degree of Doctor of Business Administration (tidak dipublikasikan).

Augusty Tae Ferdinand. 2002. Structural Equation Modeling Dalam penelitian Manajemen, BP UNDIP ISBN 979-9156-79-0

Barney. 1991. “Firm resources and sustained competitive advantage”. Journal of management

Barney, J. 2001. Gaining and Sustaining Competitive Advantage.2nd Ed. Prentice Hall

Bharadwaj, S. G., Varadarajan, P. R., and Fahy, J. 1997. ”Sustainable Competitive Advantage in Service Industries: A Conceptual Model and Research Proportions. Journal of Marketing, Vol. 57, 83-99

David J.Lemak & Pamela W. Henderson. 2004. “A New Look At Organizational Transformation Using Systems Theory”. An Application To Federal Contractors, Journal of Business and Management-Winter

Doh. Jonathan P. 2000. “Entrepreneurial Privatization Strategies : Order of entry and Local partner collaboration as sources of competitive advantage”. The Academy of Management Review. Mississipi State

(29)

9 Fahy J,Hooley G, Beracs J, Fonfara K, & Gabrijan V. 2003. “Privatisation and Sustainable Competitive Advantage in the Emerging Economies of Central Europe”. Management International Review.

Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modeling Metode Alaternatif Dengan Partial Least Square PLS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Indonesia.

Grant, R. M. 1991. The Resource Based Theory of Competitive Advantage: Implications for Strategy Formulation. California Management Review.(Spring). 114-133.

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=149667 Nasib Separuh BUMD Jateng di

Ujung Tanduk

Laporan tahunan Annual Report Bank Jateng PT Bank Pembangunan Daerah jawa Tengah 2006

Lemak, D. J., and Henderson, P. W. 2004. Look at the organizational transformation using systems theory: An application to federal contractors. Journal of Business and Management, Vol. 9 No. 4.

Meyer, K. E. 1998b. ‘Entreprises transformation and foreign investment in Eastern Europe’. Journal of East-West Business, 4, 7-27.

Mintzberg, H. 1979. The Structure of Organizations, Prentice-Hall, New York, NY.

Newman ,K.L. 2000. “Organizational Transformation During Institutional Upheaval”. Academy of Management Review, Vol.25 No.3,602-619

Prahalad, C. K., and Hamel, G. 1990. ‘The core competence of the corporation’. Harvard Business Review, 68, 3, 79-91.

Uhlenbruck, K., Meyer; K. E., and Hitt, M. A. 2000. “Organizational Transformation in Transition Economies : Resource-Based And Organizational Learning Perspectives” Journal of Management Studies

Wiklund, J. 1999, The Sustainableof the entrepreneurial orientation-performance relationship”, paper presented at the 1999 Babson College_ Kauffman Foundation Research Conference, Columbia, NC.

Zahra, Shaker A. 1991. “Predictors and financial outcomes of corporate entrepreneurship: an exploratory study”, Journal of Business Venturing, Vol. 6 No. 4, pp. 259-85.

Zahra, Shaker A; Duane Ireland R Duane ; Gutierrez Isabel; Hitt Michael A. 2000. “Introduction To Special Topic Forum Privatization And Entrepreneurial Transformation : Emerging Issues And A Future Research Agenda” Academy of Management Review.

Zahra, Shaker A dan Hansen, Carol Dianne, 2007 Privatization, Entrepreneurship, and Global Competitiveness in the 21 century,EBSCOhost Research Database :

(30)

10 http:/web.ebscohost.com/ehost/setail?vid=22&hid=12&sid=402a27ac-abb2-47el-8e12-63..2/7/2007

Zahra, Shaker, A., Ireland, R. D., and Hitt, M. A. 2000. International expansion by new firms: International diversity, mode of market entry,technological learning and performance. Academy of Management Journal, 43: 925-950.

Zahra, Shaker A., and Covin, J. G. 1995. “Contextual influences on the corporate entrepreneurship-performance reelationship: a longitudinal analysis”, Journal of Business Venturing, Vol. 10 No. 1, pp. 43-58.

Identitas Penulis :

1. Nama lengkap dan gelar : Dr. Ir. Kesi Widjajanti, SE. MM 2. Fakutas/Jurusan : Ekonomi / Manajemen

3. Perguruan Tinggi : Universitas Semarang

4. Alamat : Jl. Sukarno Hatta Tlogosari Kampus Universitas Semarang Telp. (024) 6702757 Fax (024) 6702272

(31)

iii INTISARI

TRANSFORMASI ENTREPRENEURSHIP

MENUJU KEUNGGULAN DAYA SAING DAN KINERJA Kesi Widjajanti

Program Doktor Ekonomi (Manajemen Stratejik) Universitas Diponegoro

Pada saat ini privatisasi telah menjadi strategi populer untuk meningkatkan ekonomi baik di negara maju maupun berkembang. Walaupun isu privatisasi sudah populer, namun masih sedikit perhatian yang mempertimbangkan perilaku

entrepreneurship di organisasi. Kebanyakan penelitian terdahulu menggunakan kinerja

perusahaan sebagai konstruk akhir untuk mengukur keberhasilan privatisasi, dan masih mengabaikan aktivitas aktivitas yang menyertainya. Konsep corporate entrepreneurship sudah dikembangkan oleh Antoncic (2004) dan Zahra (2000), tetapi secara empirik kaitannya dengan keunggulan daya saing dan faktor faktor yang menstimulasi corporate

entreprenurship belum dikaji secara jelas.

Adanya gap dari penelitian terdahulu dan fenomena yang ada, penelitian ini lebih memfokuskan pada proses yang mengiringi untuk menghasilkan kinerja perusahaan. Penekanan intermediate outcome yang berbasis kegiatan dipandang sebagai proses yang mendahuluinya yang akan menjadi instrument stratejik untuk menghasilkan final

outcome. Dalam penelitian ini, corporate entrepreneurship dipandang sebagai kunci

keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan nilai kompetitif. Untuk mengilustrasikan keterkaitan variabel kegiatan yang dilakukan, penelitian ini menggunakan perspektif stratejik berdasar Resource Based View dan teori Organizational Learning.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari “Penguna Line di Indonesia Duduki Peringkat 2 Terbanyak di Dunia” (2014, Para 1 dan 2), pada tanggal 12 September 2014 lalu, telah terjadi peningkatan pengguna

Kawasan kajian merupakan kawasan yang kaya dengan sumber alam semulajadi yang menarik, unik dan berpotensi yang perlu dipelihara dan dilindungi dari sebarang

Silloin, kun opiskelija lähtee ihan uutta juttua tekemään, niin heidän päässään pyörii paljon asioita, että hän vois oppia just sen jutun, että olisi hyvä, että juuri siihen

Daerah aliran sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha, sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang

Berdasarkan hasil uji f diperoleh f hitung &gt;f tabel ,yakni 5,405&gt;3,200sehingga hipotesis yang diajukan bahwa struktur modal dan profitabilitas secara simultan

Fase 2 dan Fase 3 (+ 40 menit) guru menyampaikan informasi tentang pengaruh cuaca terhadap masyarakat dan Guru menyiapkan siswa untuk membaca materi yang

Seperti halnya di kantor Berita Pagi yang menerapkan sistem penyimpann desentralisasi, disetiap masing-masing unit kerja menyimpan arsipnya sendiri, misalnya

Pada bagian ini akan diperlihatkan bagaimana penerapan Demand Side Management (DSM) menggunakan strategi peak clipping (sub. bagian c) pada beban harian IPA PDAM Mulia Baru seperti