• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN SIFAT MAGNETIK KOMPLEKS POLIMER OKSALAT [N(C 4 H 9 ) 4 ][MnCr(C 2 O 4 ) 3 ] DENGAN MENGGUNAKAN KATION ORGANIK TETRABUTIL AMONIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN SIFAT MAGNETIK KOMPLEKS POLIMER OKSALAT [N(C 4 H 9 ) 4 ][MnCr(C 2 O 4 ) 3 ] DENGAN MENGGUNAKAN KATION ORGANIK TETRABUTIL AMONIUM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Kimia FMIPA

SK SK-091304

PENINGKATAN SIFAT MAGNETIK KOMPLEKS POLIMER OKSALAT

[N(C

4

H

9

)

4

][MnCr(C

2

O

4

)

3

] DENGAN MENGGUNAKAN KATION ORGANIK

TETRABUTIL AMONIUM

Izza Elmila*, Fahimah Martak1

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak

Reaksi antara K3[Cr(C2O4)3]·3H2O, MnCl2·4H2O, dan [N(C4H9)4]Cl dengan rasio molar 1 : 1 : 1 dalam akuades pada temperatur ruang menghasilkan kristal senyawa kompleks polimer oksalat dengan formula [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]. Ligan oksalat bertindak sebagai mediator interaksi magnetik antara logam Mn dan Cr. Senyawa kompleks polimer ini bersifat paramagnetik dengan nilai momen magnetik sebesar 7,51 BM. Sampel dikarakterisasi dengan AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometry) dan analisis C, H, N untuk penentuan rumus kimia senyawa kompleks polimer yang

terbentuk. Sampel juga dikarakterisasi dengan teknik XRD (X-Ray Difraction) serbuk dan FTIR (Fourier Transform Infra

Red) untuk penentuan struktur senyawa kompleks polimer yang terbentuk.

Kata Kunci : Kompleks oksalat, tetrabutil amonium, paramagnetik

Abstract

Reaction between K3[Cr(C2O4)3]·3H2O, MnCl2·4H2O, and [N(C4H9)4]Cl in the molar ratio 1 : 1 : 1 to the aquadest at room temperature produce oxalate polymer complex with formula [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]. Oxalate ligand play role as magnetic interaction bridge between Mn and Cr. This polymer complex have paramagnetic properties with magnetic moment value is 7,51 BM. Sample characterized by AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) and C, H, N analysis to determine the chemical formula of polymer complex. It also characterized by XRD (X-Ray Difraction) powder technique and FTIR (Fourier Transform Infra Red) to determine the structure of polymer complex.

Keyword: Oxalate complex, tetrabutyl ammonium, paramagnetic

1. Pendahuluan

Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang sarat akan pengembangan teknologi. Salah satu yang banyak dikembangkan adalah dalam teknologi elektronik. Hampir dua pertiga kegiatan penduduk Indonesia memanfaatkan teknologi ini dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga permintaan penduduk akan kebutuhan material elektronik juga semakin meningkat setiap tahun. Beberapa material elektronik yang banyak digunakan adalah display, memory, dan saklar molekular. Material ini merupakan salah satu aplikasi dari senyawa kompleks.

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan koordinasi merupakan ikatan kovalen dimana ligan memberikan sepasang elektronnya pada ion logam untuk berikatan. Ikatan ini terjadi ketika ion logam menyediakan orbital kosong bagi pasangan elektron ligan untuk berkoordinasi.

Sejauh ini penelitian fenomena sifat magnetik menjadi fenomena yang menarik dan banyak dikembangkan tidak hanya pada senyawa kompleks berinti tunggal (mononuklir),

tetapi juga pada senyawa kompleks berinti ganda (binuklir). Pembentukan senyawa kompleks binuklir lazim menggunakan ligan jembatan sebagai mediator interaksi magnetik diantara ion logam transisi pusat dengan ion logam transisi yang lainnya. Ion oksalat (C2O42-) merupakan salah satu ligan jembatan yang banyak digunakan dalam penelitian. Hal ini disebabkan oleh keunikan ion oksalat yang dapat menghasilkan senyawa kompleks multidimensi. Kompleks oksalat dengan dua ion logam transisi dikenal sebagai kompleks bimetalik oksalat.

Telah dilaporkan oleh Sieber senyawa kompleks bimetalik oksalat dengan senyawa {[Co(bpy)3][LiICrIII(C2O4)3]}. Pada kompleks ini terjadi interaksi diantara ion – ion logam pusat. Kompleks ini mempunyai sifat yang lebih unggul yaitu mempunyai karakter spin tinggi ( Sieber, 2000 ).

Penggunaan senyawa organik dalam pembentukan kompleks polimer juga telah dilaporkan (Decurtins, et al, 1994). Senyawa organik yang digunakan adalah [P(Ph)4]Cl dimana Ph adalah fenil. Penggabungan senyawa organik tersebut dengan kompleks polimer oksalat diperoleh senyawa dengan formula {[P(Ph)4][MnCr(C2O4)3]}. Hasil analisis Kristal tunggal senyawa menunjukkan bahwa kompleks {[P(Ph)4][MnCr(C2O4)3]} berstruktur dua dimensi (2D) yang dibangun oleh Mn(II)-oks-Cr(III) dengan oksalat sebagai jembatan antara dua logam tersebut. Kompleks ini memiliki kelompok ruang R3c dan memiliki Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011

* Corresponding author Phone : +628123495835, e-mail:izza@chem.its.ac.id

1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

(2)

Prosiding Kimia FMIPA

suseptibilitas yang positif yaitu pada temperatur 10,5K. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa kompleks ini bersifat feromagnetik .

Selain itu, kompleks bimetalik oksalat lain yang juga telah dilaporkan adalah Kompleks bimetalik oksalat [A][MIIMIII(C2O4)3] dengan A = tetrabutil fosfin (P(C4H9)4), M

II

= Mn2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, dan Cu2+, sedangkan MIII = Cr3+ dan Fe3+. Pada kompleks oksalat ini ion logam M(II) maupun Cr(III) dikelilingi oleh tiga ligan oksalat dan membentuk jaringan polimer dengan posisi ion logam berselang-seling. Jaringan ionik ini membentuk lorong yang ditempati oleh kation organik penyeimbang tertrabutil fosfin [P(C4H9)4]

+ . Lima kompleks polimer yang terbentuk menunjukkan adanya interaksi feromagnetik. Ini ditunjukkan nilai konstanta Weiss yang positif (TCW). Nilai TCW pada masing-masing senyawa yang semakin menurun ini disebabkan terjadi penurunan interaksi magnetik antara ion-ion logam dalam senyawa tersebut (Martak, 2009).

Upaya untuk menaikkan sifat magnetik senyawa kompleks bimetalik oksalat maka pada penelitian ini akan disintesis kompleks bimetalik Mangan (II) – Kromium (III) oksalat dengan mengganti kation organik [P(Ph)4] + dengan N(C4H9)4 + . 2. Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat-alat gelas, hot plate magnetic

stirrer, pH meter, dan neraca analitik. Instrumen

karakterisasi yang digunakan adalah Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) untuk menentukan kandungan ion logam, Spektroskopi Infra Merah (FTIR) SHIMADZU untuk penentuan gugus fungsi , Analisis Mikrounsur C, H, N, S digunakan untuk menentukan komposisi unsur, Difraktometer Sinar-X Phillips Expert digunakan untuk analisis kristalografi kristal tunggal, magnetometer untuk mendapatkan data sifat ferromagnetik bahan.

2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: MnCl2.4H2O, K2Cr2O7, H2C2O4.2H2O, K2C2O4.H2O, akuades, akua DM , tetrabutil amonium klorida, dan metanol. Semua bahan tersebut memiliki kualitas p.a.

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Sintesis K3[Cr(C2O4)3].3H2O

Ke dalam gelas kimia 300 mL yang berisi 5.55 gram H2C2O4.2H2O ditambahkan 10 mL akuades dingin sambil diaduk selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 1.81 gram K2Cr2O7 sambil diaduk secara kuat hingga terbentuk gelembung – gelembung gas seperti mendidih. Selanjutnya, ke dalam larutan ditambahkan 2.12 gram K2C2O4.H2O sambil diaduk dan dipanaskan hingga semua padatan larut. Selanjutnya gelas kimia yang berisi larutan tersebut didinginkan dalam wadah berisi es dan kedalamnya ditambahkan 5 mL metanol absolut sambil diaduk hingga terbentuk endapan. Setelah didiamkan selama 30 menit, endapan yang terbentuk disaring dengan menggunakan corong Buchner dan dicuci dengan 5 ml campuran metanol dan H2O (1 : 1). Selanjutnya endapan dikeringkan di udara terbuka dan ditimbang.

Untuk mendapatkan senyawa K3[Cr(C2O4)3].3H2O dengan tingkat kemurnian yang tinggi, maka endapan hasil sintesis selanjutnya

direkristalisasi dengan prosedur sebagai berikut : 1,8 g padatan K3[Cr(C2O4)3].3H2O hasil sintesis dilarutkan dalam 2 mL akuades di dalam gelas kimia 80 mL. Kemudian ke dalam larutan ditambahkan 10 mL metanol absolute tetes demi tetes melalui dinding gelas kimia. Kemudian gelas kimia ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya Kristal dikeringkan di udara terbuka dan ditimbang.

2.2.2 Sintesis [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]

Sintesis senyawa [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : sebanyak 2.44 gram K3[Cr(C2O4)3].3H2O dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 mL kemudian dilarutkan dengan 10 mL air. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0.99 gram MnCl2.4H2O yang telah dilarutkan dengan 4 mL air sambil diaduk. Setelah itu pada larutan tersebut ditambahkan larutan 1.39 gram [N(C4H9)4]Cl dalam 6 mL air sambil diaduk. Endapan yang terbentuk disaring dengan corong buchner kemudian dikeringkan dalam udara terbuka dan ditimbang.

2.2.3 Karakterisasi Padatan 2.2.3.1 Difraksi Sinar-X Serbuk

Dua puluh mg sampel ditempatkan dengan merata dan termampatkan secara baik pada tempat sampel kemudian diletakkan pada sel (sample holder) dalam alat difraktometer sinar X. Sampel disinari dengan sinar X yang dihasilkan dari logam Cu Kα (λ = 1.54Ǻ). Selama penyinaran sampel dirotasi dengan kecepatan 60 rpm. Data difraksi sinar X sampel diambil pada rentang sudut difraksi (2θ) 5 – 600 dengan interval 0.020/step dan waktu tiap step dua detik. Difraktogram yang diperoleh berupa grafik intensitas (counts) versus sudut difraksi (2θ).

2.2.3.2 Spektroskopi Infra Merah (FTIR)

Pengukuran spektroskopi inframerah dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer inframerah merek Shimadzu FTIR-8400. Pengukuran diawali dengan pembuatan pellet sampel ditambah senyawa KBr, yakni 3 mg sampel digabungkan dengan sekitar 30 mg KBr digerus sedemikian rupa hingga kedua padatan bercampur secara sempurna. Kemudian dimasukkan ke dalam press holder, divakumkan, dan ditekan beberapa saat hingga terbentuk pellet. Selanjutnya pellet tersebut diukur spektranya pada daerah bilangan gelombang 400 – 4000 cm-1

.

2.2.3.3 Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Penyiapan Larutan Standar

Larutan standar Kromium 100 ppm dibuat dengan cara sebagai berikut : sebanyak 0.0513 gram CrCl3·6H2O dilarutkan dalam akua DM di dalam labu takar 100 mL hingga tanda batas. Kemudian dibuat larutan standar Kromuim 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm, dengan cara pengenceran berturut – turut 2, 4, 6, 8, dan 10mL larutan standar 100 ppm di dalam masing- masing labu takar 100 mL hingga tanda batas.

Larutan standar Mangan 100 ppm dibuat dari senyawa MnCl2·4H2O sebanyak 0.036 gram dengan cara yang sama seperti pembuatan larutan standar Kromium 100 ppm. Kemudian dibuat larutan standar Mangan 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm, dengan cara pengenceran berturut – turut 2, 4, 6, 8, dan 10mL larutan standar 100 ppm di dalam masing- masing labu takar 100 mL hingga tanda batas.

(3)

Prosiding Kimia FMIPA

Penyiapan Larutan Sampel

Sebanyak 0.0056 gram sampel senyawa K3[Cr(C2O4)3]·3H2O dilarutkan dalam akua DM di dalam labu takar 100 mL. KemudianSebanyak 0.0067 gram sampel senyawa [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] dilarutkan dalam akua DM di dalam labu takar 100 mL.

2.2.3.4 Pengukuran Suseptibilitas Magnetik Pada Temperatur Ruang

Pengukuran momen magnetik pada temperatur ruang dilakukan dengan menggunakan alat MSB. Alat MSB ditempatkan di atas permukaan datar dan diatur sedemikian rupa sehingga petunjuk permukaan (water-pass) berada tepat ditengah lingkaran penunjuk. Kemudian alat dihidupkan dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya alat dikondisikan sedemikian rupa sehingga penunjuk nilai R menampilakan nilai 0. Tabung MSB kosong ditimbang, beratnya dinyatakan sebagai mo dalam satuan gram. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam tempat khusus dalam alat MSB dan harga pada penunjuk nilai R dicatat sebagai Ro. Selanjutnya tabung MSB diisi 0.15 gram sampel dan ditimbang kembali, beratnya dinyatakan sebagai m1. Ketinggian sampel dalam tabung diukur dan dicatat sebagai l biasanya 2,2 cm. Tabung berisi sampel dimasukkan ke dalam alat MSB dan harga pembacaannya dicatat sebagai R1. Temperatur saat pengukuran dicatat dan dokonversi kedalam satuan Kelvin. Dari data ini kemudian dilakukan perhitungan momen magnetik senyawa kompleks pada temperatur ruang.

2.2.3.5 Penentuan Kandungan C, H, dan N dalam Senyawa

Alat untuk analisis mikrounsur C, H, N, S distandarisasi dengan L-Cistina Standard (C6H12N2O4S2, C=29,99%, H=5,03%, N=11,66%, S=26,69% dan O=26,63%) sebelum digunakan. Sebanyak 2,83 mg sampel ditempatkan dalam aluminium foil, kemudian ditambahkan Vanadium(V) oksida untuk menyempurnakan reaksi oksidasi. Sampel tersebut dimasukkan dalam pelat berlubang untuk dilakukan pembakaran dengan gas oksigen. Selanjutnya alat mikrounsur dijalankan dan komposisi C, H, N, dan S yang terkandung pada senyawa terbaca pada layar monitor komputer.

3.Hasil dan Pembahasan

3.1 Sintesis dan Karakterisasi Kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O

Kompleks binuklir tris(oksalat)-Cr(III) dengan ligan oksalat (C2O42-) disintesis dari reaksi asam oksalat dengan kalium dikromat kemudian direaksikan dengan kalium oksalat dengan rasio mol 7 : 1 : 2 dalam pelarut akuades. Kristal putih asam oksalat dilarutkan dalam akuades dingin. Penggunaan akuades dingin ini dikarenakan kelarutan asam oksalat dalam akuades dingin lebih kecil dibandingkan dalam akuades tanpa pendinginan, sehingga diharapkan dapat terbentuk suspensi asam oksalat. Kristal oranye kalium dikromat ditambahkan dalam suspensi dingin asam oksalat secara serentak yang disertai dengan pengadukan secara kontinu sehingga terjadi reaksi eksotermis yang ditandai dengan meningkatnya temperatur campuran dalam campuran tersebut yang disertai dengan munculnya gelembung-gelembung gas seperti air mendidih. Reaksi eksotermis ini terjadi secara spontan dengan munculnya panas akibat

reaksi tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa energi bebas dari sistem ini bernilai negatif. Pengadukan yang dilakukan pada proses ini bertujuan untuk mempercepat tercapainya reaksi yang sempurna antara suspensi asam oksalat dan kalium dikromat. Ketika reaksi eksotermis ini sedang berjalan, maka dilakukan penambahan kristal putih kalium oksalat yang disertai dengan pengadukan yang kontinu serta pemanasan pada temperatur 50°C sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau kehitaman.

Selama reaksi ini berjalan, terjadi perubahan warna yang signifikan, yaitu dari warna ungu kehitaman pada saat reaksi eksoterm itu terjadi menjadi hijau kehitaman. Adanya perubahan warna ungu kehitaman ini menunjukkan berlangsungnya reaksi antara asam oksalat dengan kalium dikromat, sedangkan warna hijau kehitamaan mengindikasikan telah terbentuknya kompleks kromium(III) oksalat. Pada saat terjadi perubahan warna menjadi hijau kehitaman, larutan didinginkan. Perlakuan ini dimaksudkan untuk proses kristalisasi. Kristalisasi ini dilakukan dengan menambahkan secara perlahan metanol kedalam larutan tersebut sambil diaduk selama 25 menit. Pengadukan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penggumpalan. Kristalisasi merupakan suatu proses pembentukan kristal dari larutan, lelehan, atau dari gas dengan mengkondisikan zat pada temperatur yang fluktuatif (panas - dingin). Sedangkan tujuan pemanasan pada temperatur 50°C adalah untuk memercepat reaksi serta mencegah oksalat terdekomposisi menjadi karbon dioksida akibat pemanasan yang terlalu tinggi. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan buchner sehingga didapatkan endapan berwarna hijau kehitaman. Penyaringan yang dilakukan dengan vakum buchner dimaksudkan untuk mengurangi pengotor yang mungkin masih terdapat dalam endapan.

Endapan hijau kehitaman kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O ditetesi dengan campuran metanol dan H2O (1 : 1). Penambahan ini bertujuan untuk mengangkat pengotor yang bersifat polar sehingga didapatkan kristal kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O yang murni. Selanjutnya endapan dikeringkan di udara. Reaksi pada pembentukan kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O dapat dituliskan sebagai berikut,

7H2C2O4·2H2O + K2Cr2O7 + 2K2C2O4·H2O  2K3[Cr(C2O4)3]·3H2O + 6CO2 + 7H2O Untuk mendapatkan senyawa K3[Cr(C2O4)3]·3H2O dengan tingkat kemurnian yang tinggi, maka endapan hijau kehitaman hasil sintesis direkristalisasi dengan melarutkan endapan tersebut dalam akuades sampai homogen. Kemudian ditambahkan metanol sedikit demi sedikit melalui dinding gelas beaker kemudian didiamkan selama 20 jam. Kristal yang terbentuk disaring dan dikeringkan di udara terbuka selama sehari 48 jam ditunjukkan oleh gambar 3.1. Rekristalisasi merupakan suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan titik leleh antara komponen yang ada dalam campuran tersebut.

(4)

Prosiding Kimia FMIPA

Senyawa kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O telah berhasil disintesis serta diperoleh kristal tunggalnya. Kandungan ion kromium dalam kristal tersebut dengan menggunakan AAS sebesar 10,95%. Dari hasil itu menunjukkan bahwa kristal tersebut mengandung molekul air. Ini dibuktikan dari kandungan ion kromium secara teoritis jika tidak mengandung 3 molekul H2O seharusnya 12%. Perhitungan kandungan kromium dalam kompleks dapat dilihat pada lampiran F.

Analisis FTIR digunakan untuk menentukan gugus fungsi senyawa kompleks yang terbentuk sehingga membantu memberikan informasi dalam memperkirakan struktur molekul. Sampel yang digunakan biasanya berupa material dalam keadaan padat, cair, atau gas (Sibilia, 1996). Keberadaan oksalat sebagai ligan ditandai oleh munculnya pita serapan inframerah pada daerah pita serapan 1600-1700 cm-1 dan 1200-1300 cm-1 yang merupakan serapan khas υas(CO) bebas dan υs(CO) (Pavia, 2001). Pita serapan yang muncul pada 500 – 400 cm-1 yang menandai ikatan kromium(III) dengan oksigen dari ligan oksalat υ(Cr – O) (Nakamoto, 1997). Spektrum inframerah senyawa ini ditunjukkan pada gambar 3.2,

Gambar 3.2 Spektrum Inframerah Senyawa K3[Cr(C2O4)3]·3H2O

Berdasarkan gambar spektrum inframerah kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O dapat diketahui terdapat pita serapan 1654,98 – 1778,43 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari υas(CO) bebas dan pita serapan pada 1288,49 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari υs(CO). Sedangkan pita serapan yang muncul pada 574,81 cm-1 menunjukkan vibrasi υ(Cr – O).

Analisis cuplikan dengan metode XRD didasarkan atas terdapatnya kristal dalam senyawa tersebut. Suatu kristal memiliki bidang yang dibentuk oleh atom-atom yang tertata secara teratur. Difraksi sinar-X yang disebabkan oleh suatu bidang kristal tertentu ditandai dengan sudut difraksi yang khas. Setiap senyawa atau unsur yang berstruktur kristal tertentu akan memiliki pola difraksi tertentu juga, sehingga struktur suatu zat dapat diperkirakan berdasarkan pola difraksinya (Sibilia, 1996).

Untuk membuktikan bahwa kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O, dilakukan uji difraksi sinar-X sampel K3[Cr(C2O4)3]·3H2O dengan sudut 2θ antara 5o -60o. Hasil uji difraksi sinar-X menunjukkan bahwa serbuk senyawa K3[Cr(C2O4)3]·3H2O telah terbentuk. Ini tercermin dari tajamnya puncak – puncak difraksi yang muncul pada difraktogramnya yaitu pada 2θ = 12o, 13o, 18o, 33°, dan 37°dengan intensitas sedang, 20o dan 45° dengan intensitas rendah 25o dan 29°dengan intensitas sedang, 26o – 28o dengan intensitas rendah, dan 42° dan 50o dengan intensitas yang sangat tinggi (Jahro, 2007).

Profil difraksi sinar-X serbuk senyawa ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Profil Difraksi Senyawa K3[Cr(C2O4)3]·3H2O Berdasarkan profil difraksi sinar-X serbuk, senyawa kompleks K3[Cr(C2O4)3].3H2O diatas maka dapat diketahui bahwa prekursor telah terbentuk. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya puncak-puncak yang tajam pada 2θ = 12,852o sebesar 23,58%; 13,368o sebesar 11,83%; dan 17,947o sebesar 21,68%(intensitas sedang), tetapi pada 20,132o yang seharusnya dengan intensitas rendah tetapi muncul dengan intensitas sedang yaitu sebesar 32,41%; 25o yang seharusnya muncul dengan intensitas sedang muncul dengan intensitas yang rendah yaitu hanya sebesar 4% ,dan 29,179o dengan intensitas yang tinggi sebesar 37,78%. Untuk intensitas tertinggi tercapai pada 2θ = 41, 457odan 49, 598° yaitu masing – masing sebesar 60, 4% dan 100%. Struktur kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O ditunjukkan pada gambar 3.4,

Gambar 3.4 Struktur Kompleks K3[Cr(C2O4)3]·3H2O

3.2 Sintesis Kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]

Kompleks mangan(II) kromium(III) oksalat dengan kation tetrabutilamonium disintesis dari reaksi kompleks tris(oksalat) kromium(III), garam mangan(II)klorida dan senyawa tetrabutilamonium klorida dalam pelarut air dengan rasio mol 1 : 1 : 1. Ketiga senyawa baik K3[Cr(C2O4)3].3H2O, MnCl2.4H2O, dan N(C4H9)4Cl larut dalam akuades. Oleh karena itu, dalam sintesis kompleks polimer digunakan pelarut akuades sehingga dapat mempercepat reaksi yang terjadi karena reaksi – reaksi tersebut dilakukan dalam bentuk larutan. Sehingga dengan demikian energi aktivasi untuk pembentuk kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] lebih rendah. Sintesis ini diawali dengan melarutkan kristal hijau kehitaman K3[Cr(C2O4)3].3H2O dalam akuades. Selanjutnya ditambahkan larutan mangan(II)klorida. Kemudian ditambahkan ke dalam larutan K3[Cr(C2O4)3].3H2O yang berwarna hijau kehitaman sambil diaduk dengan stirer magnetik hingga terbentuk larutan homogen. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan N(C4H9)4Cl yang telah dilarutkan dalam akuades sehingga terbentuk endapan. Endapan dari senyawa kompleks yang berwarna hijau ditunjukkan pada gambar 3.5.

(5)

Prosiding Kimia FMIPA

Gambar 3.5 Kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] Reaksi pembentukan senyawa [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] adalah sebagai berikut :

K3[Cr(C2O4)3].3H2O(aq) + MnCl2.4H2O(aq)  2KCl(aq) + 4H2O(aq) + K[MnCr(C2O4)3].3H2O(l)

K[MnCr(C2O4)3].3H2O(l) + N(C4H9)4Cl  KCl(aq) + 3H2O(aq) + [N(C4H9)4[MnCr(C2O4)3](s)

Rumus senyawa kompleks ini ditetapkan berdasarkan hasil analisis kadar oksalat, mangan(II), kromium(III), dan unsur C, H, N. Kompleks ini diduga memiliki struktur polimer dengan oksalat sebagai ligan jembatan. Data kadar unsur penyusun kompleks ini disajikan dalam tabel 3.1

Tabel 3.1 Hasil Analisis Elemental Kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] Rumus Molekul C H N [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] (43,07)* 42,32 (5,87) 5,89 (2,28) 2,33 *Nilai dalam kurung menunjukkan perhitungan secara teoritis

Senyawa kompleks polimer [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] telah berhasil disintesis serta diperoleh kristalnya. Kandungan logam Cr dan Mn dalam kristal tersebut dengan menggunakan AAS berturut – turut adalah sebesar 8,47% dan 8,97%. Dari hasil ini menunjukkan bahwa kristal tersebut tidak menggandung air kristal. Hal ini dibuktikan dengan kandungan logam Cr dan Mn secara teoritis masing – masing sebesar 8,48% dan 8,96%. Formula senyawa kompleks juga didukung oleh hasil uji kadar C, H, dan N menunjukkan bahwa formula dari kompleks bimetalik oksalat adalah [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3].

Untuk mendukung formula senyawa kompleks yang telah dihasilkan, dapat dianalisis dengan spektra infra merah sesuai dengan struktur kompleks polimer tersebut. Spektrum infra merah kompleks binuklir oksalat ditunjukkan pada gambar 3.6,

Gambar 3.6 Spektrum Inframerah Senyawa [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]

Menurut penelitian sebelumnya, keberadaan oksalat sebagai ligan jembatan dalam kompleks polimer ditunjukkan oleh pita serapan infra merah pada daerah bilangan gelombang sekitar 1633 – 1611.9 cm-1 (Martak, 2005). Vibrasi ulur dan tekuk C-H alifatik dari tetra butyl pada 2970.2 – 2936.6 cm-1. Pita serapan yang muncul pada 500 – 400 cm-1 yang menandai ikatan Cr(III)-O dan Mn(II)-O (Nakamoto, 1997). Spektra infra merah senyawa kompleks oksalat [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] ditunjukkan selengkapnya pada lampiran A. Berdasarkan spektra infra merah kompleks ini dapat diketahui jenis gugus fungsi serapannya yaitu υ(C-H) butil terdapat pada bilangan gelombang 3147.93 cm-1, sedangkan υ(C-O) oksalat pada bilangan gelombang 1620.26 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 2970.48; 2881.75; 1450.52; 1431.23 cm-1 mengindikasikan vibrasi gugus alifatik –CH, -CH2, -CH3 dari kation [N(C4H9)4]+. Keberadaan kation [N(C4H9)4]+ juga didukung oleh munculnya bilangan gelombang pada daerah 1168.9 – 1037.74 cm-1 yang menandai vibrasi ulur asimetri ikatan C-N-C. Nilai ini hampir mendekati vibrasi ulur asimetri ikatan υ(C-N-C) secara teori yaitu 1190 – 1030 cm-1 (Lambert, et.al., 1998). Pita serapan untuk vibrasi ikatan Mangan(II) dan Kromium(III) dengan atom donor oksigen dari ligan oksalat υ(Mn-O) dan υ(Cr-O) masing – masing yaitu 478.36 cm-1

dan 540.09 cm-1.

Penentuan struktur untuk kompleks binuklir [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] telah terbentuk, maka dilakukan dengan uji difraksi sinar-X serbuk. Kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] mengkristal dalam sistem rhombohedral dan kelompok ruang R3c dengan parameter sel a = 18,783 (3) Ǻ, b = 18,783 (3) Ǻ, c = 57,283 (24) Ǻ, α = β = 90°, V = 17502 (13) Ǻ3

dan Z = 24. Kompleks ini membentuk jaringan polimer dengan posisi ion logam berselang seling dimana jaringan anionik [MnCr(C2O4)3]

-1

membentuk lorong yang ditempati oleh kation penyeimbang [N(C4H9)4]+ seperti terlihat pada gambar 3.7. Ini tercermin dari tajamnya puncak – puncak difraksi yang muncul pada difraktogramnya. Profil difraksi sinar-X serbuk senyawa ditunjukkan pada gambar 3.8,

Gambar 3.7 Struktur Kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]

Gambar 3.8 Profil Difraksi Senyawa [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3]

(6)

Prosiding Kimia FMIPA

Berdasarkan profil difraksi senyawa kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] diatas maka dapat diketahui bahwa senyawa tersebut telah terbentuk. Adanya puncak-puncak yang tajam pada 2θ = 9.857o sebesar 100%; 19.813o sebesar 86.05% merupakan puncak yang khas dengan intensitas yang tinggi untuk kompleks [P(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] (Martak, 2009). Muncul juga puncak yang tajam pada 2θ = 18.835o sebesar 46.08% dengan intensitas sedang, tetapi muncul juga puncak pada 2θ = 11.307o dan 11.899° dengan intensitas yang rendah, seharusnya puncak ini tidak muncul seperti pada penelitian sebelumnya. Adanya puncak 2θ = 11,899° - 12,7° akibat adanya [Cr(C2O4)3]

-3

yang belum selesai bereaksi dengan ion logam Mn(II) dan kation [N(C4H9)4]

+

. Hal itulah yang juga menyebabkan padatan yang didapatkan tidak berupa kristal tunggal seperti pada (Martak, 2009).

Senyawa kompleks oksalat [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] yang dihasilkan bersifat spin tinggi dengan nilai momen magnetik efektif sebesar 7,51 BM. Kompleks ini bersifat paramagnetik karena momen magnetik ini hanya dipengaruhi oleh spin ion logam yang paling tinggi yaitu ion logam Mn(II). Nilai momen magnetik hasil pengukuran ini kemudian dihubungkan terhadap nilai momen magnetik secara teoritik yaitu sebesar 8.94 BM. Nilai momen magnetik secara teoritik ini ditentukan dari penjumlahan maksimum spin ion – ion logam yang diperoleh dari jumlah elektron tak berpasangan pada kedua ion logam (ST = SCr + SMn) dimana SCr = 3/2 dan SMn = 5/2. Momen magnetik kompleks [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] dengan interaksi feromagnetik secara teoritis ditentukan melalui persamaan µ = g(ST(ST + 1))1/2 dimana g adalah rasio gyromagnetik = 2.00023.

Nilai momen magnetik senyawa kompleks hasil eksperimen lebih rendah dari nilai momen magnetik teoritis. Ini disebabkan pada padatan hasil masih mengandung prekursor senyawa kompleks [Cr(C2O4)3]-3 yang belum selesai bereaksi dengan ion logam Mn(II) dan kation [N(C4H9)4]+. Hal ini dibuktikan dengan difraktogram sinar-X serbuk [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3], tampak puncak pada 2θ = 11,899° – 12,7°.

4. Kesimpulan

Senyawa kompleks polimer oksalat dengan formula [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] telah berhasil disintesis. Sintesis kompleks polimer ini melalui dua tahap yaitu sintesis K3[Cr(C2O4)3].3H2O sebagai prekursor. Kemudian direaksikan dengan ion logam Mn(II) dan kation organik [N(C4H9)4]+. Hasil karakterisasi penentuan rumus kimia pada prekursor membuktikan bahwa prekursor tersebut mengandung tiga air kristal. Sedangkan hasil karakterisasi senyawa kompleks polimer [N(C4H9)4][MnCr(C2O4)3] memiliki kandungan Mn dan Cr berturut-turut sebesar 8,96% dan 8,47% serta kandungan C, H, N masing – masing sebesar 42,32%, 5,89%, 2,33%. Hasil karakterisasi penentuan struktur didapatkan kompleks kristalin dengan sistem rhombohedral dan kelompok ruang R3c. Hasil karakterisasi sifat magnetik diketahui bahwa kompleks ini bersifat paramagnetik yang ditunjukkan dengan nilai µeff = 7,51 BM.

DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharjee, A., Feyerhem, R. dan Steiner, M. (1999) : Magnetic Properties of Oxalate Ligand Based Molecular Materials : [NBu4M(II)][Fe(III)(ox)3], NBu4 = n-(C4H9)4, M = Ni, Fe, Journal of magnetism and

Magnetic Material, 195, 336 – 344.

Browser, J.R. (1993) : Inorganic Chemistry, Brooks Publishing company Pacivic Grove, California Coronado, E. Galan Mascaros, J.R., Gomez Garzia, C.J.

dan Martinez Agudo, J.M. (2001), Layered Molecul – based magnets Formed by decamethylmetallcenium Cations and Two – Dimensional bimetallic Complexes [MIIRuIII(ox)]- (MII = Mn, Fe, Co, Cu, dan Zn; ox = oxalate), Journal of Solid state chemistry,

159, 391 – 402.

Cotton, F.A., dan Wilkinson, G. (1972) : Advanced Inorganic Chemistry, John Wiley&Sons, Inc, USA

Daintith, J. (1994) : Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta

Decurtins, S., Schamalle, H.W., and Oswald, H.R. (1994) : A Polymeric Two dimensional Mixed – Metal Network. Crystal Structure and Magnetic Properties of {[P(Ph)4][MnCr(ox)3]}n, Inorg. Chim. Acta,

216, 65 – 73.

Effendy. (2007) : Kimia Koordinasi, Jilid I, Bayu Media Publishing, Malang

Decutins, S., Pellaux R., Antorrena G. dan Palacio, F. (1999) : Multifunctional Coordination Compound : Designed and properties,

Coordination Chemistry Review, 190-192, 841

– 854.

Goodwin, H.A., and Gutlich, P. (2004) : Spin Crossover in Cobalt(II) systems, Spin Crossover in

Transition Metal Compounds II, Springer –

Verlag Berlin heidelberg, 23 – 47.

Jahro, Iis Siti. (2007) : Fenomena Transisi Spin Kompleks Besi(II) Pada Kompleks Mangan(II) – Kromium(III) oksalat. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Juhasz, G., Hayami, S. sato, O. dan Maeda, Y. (2002) : Photo – induced Spin Transition for Iron (III) Compound with π – π interactions, Chemical

Physics Letter, 364, 164 – 170.

Lambert, J.B., Shurvell, H.F., Lightner, D.A. dan Cooks, R.G. (1998) : Organic Structural Spectroscopy, Prentice Hall Inc., New Jersey, 152 – 200. Malezieux, B., Andres, R., Brissard, M. (2001) :

(Ferocenylmethyl) Trialkyl Ammonium as Ttemplate Cations in Optically Active Two Dimensional Oxalate Bridged [Cr – Mn] and [Cr – Ni] Molecule – Based Magnets: Synthesis and Magnetic Properties, Journal of

organometallic Chemistry, 637 – 639, 182 –

190.

Martak, F. (2009) : Studi Struktur Kompleks Ligan Karboksilat, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Nakamoto, K. (1997) : Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compounds, 5th Ed., John Willey and Sons, Inc., New York, 30 – 38 ; 74 – 79.

(7)

Prosiding Kimia FMIPA

Ohba, M., Tamaki, H., Matsumoto, N., dan Okawa H. (1992) : Oxalate – bridge Dinuclear Cr(III) – Mn(II) (M = Cu, Ni, Co, Fe, Mn) Complexes : Synthesis, Structure, and Magnetism, inorganic

Chemistry, 32, 5385 – 5390.

Oxtoby, D.W. (1999) : Prinip – prinsip Kimia Modern, Edisi keempat, Erlangga, Jakarta

Rivai, H. (1995) : Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia, Jakarta

Sibilia, P. (1996) : Guide to Material Characterization and Chemical Analysis, 2nd Edition, John Willey – VCH, New York

Sieber, R., Decurtins, S., Stoeckli – Evans, H., Wilson, C., Yufit, D., Howard, J.A.K., Capelli, S.C., and Hauser, A. (2000) : A Thermal Spin Transition in [Co(bpy)3][LiICrIII(ox)3] (ox = C2O4

2-; bpy = 2,2’-bipyridine), Chem. Eur. J.,

6, 361 – 368.

Slowinski, E.J. (1990) : Qualitative Analysis Properties of Ion Aqueous Solution, Harcourt Brace Jovanovich College publishers, USA

Sugiyarto, K.H., dan Onggo, D. (2001) : Transisi Spin Pada Senyawa Kompleks Besi (II) Dengan Ligan Bidentat Beratom Donor Nitrogen,

Jurnal Pendidikan Matematika dan Sain

Syarifuddin, N. (1994) : Ikatan kimia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Triki, S., Berezovski, F., Pala, J.S., Coronado E., Gomez – Garcia, Clemente, J., Amedee, R. dan Molinie, P. (2000) : Oxalato - Bridged Dinuclear Complexes of Cr(III) and Fe(III) : Synthesis, Structure, and Magnetism of [(C2H5)4N][MM’(ox)(NCS)8] with MM’ = CrCr, FeFe, and CrFe, Inorganic Chemistry,

39, 3771 – 3776.

Verdaguer, M. (2001) : Rational Synthesis of Molecular Magnetic Material : A Tribute to Olivier Khan,

Gambar

Gambar 3.2 Spektrum Inframerah Senyawa  K 3 [Cr(C 2 O 4 ) 3 ]·3H 2 O
Gambar 3.5 Kompleks [N(C 4 H 9 ) 4 ][MnCr(C 2 O 4 ) 3 ]

Referensi

Dokumen terkait