• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah UU no 24 tahun 2009 pasal 38

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah UU no 24 tahun 2009 pasal 38"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Singkatnya, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Selain digunakan untuk sarana berinteraksi antar sesama, bahasa juga merupakan identitas suatu bangsa. Maksud dari kalimat diatas yaitu bahwa setiap negara memiliki bahasa yang berbeda dari negara lainnya.

Contohnya, di Indonesia bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Malaysia menggunakan bahasa Melayu, Jepang menggunakan bahasa Jepang, dan masih banyak lagi. Dari banyak bahasa-bahasa yang digunakan di tiap negara kita akan menemukan satu bahasa yang digunakan di beberapa negara. Contohnya yaitu, Amerika dan Inggris. Negara Amerika dan Inggris adalah negara yang sama-sama menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya. Namun, bahasa Inggris yang digunakan di Amerika dengan bahasa Inggris yang digunakan di Inggris berbeda. Jika di Inggris kita menggunakan bahasa Inggris Britania (British english) dan di Amerika kita menggunakan bahasa Inggris Amerika (American english).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa setiap negara didunia memiliki bahasa yang berbeda-beda. Indonesia adalah negara yang memiliki bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar sesama warga negara Indonesia. Menindak lanjuti atas kewajiban berbahasa Indonesia maka dibuatlah UU No.24 tahun 2009 yang membahas tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Salah satu pasalnya adalah pasal 38 yang berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia pada rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. Dari pasal ini diharapkan bahasa Indonesia dapat diterapkan di tempat-tempat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Adakah landasan hukum yang mewajibkan warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia ?

(2)

2. Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia pada fasilitas umum ?

3. Apakah ada sanksi hukum jika warga melanggar landasan hukum tersebut ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat dibuatnya makalah ini, yaitu;

1. Mengetahui bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang wajib digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengetahui landasan hukum tentang penggunaan bahasa Indonesia. 3. Mengetahui cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 4. Mengetahui isi dan maksud dari UU no 24 tahun 2009 pasal 38. 5. Menganalisis permasalahan dalam UU no 24 tahun 2009 pasal 38.

6. Membuat solusi dalam permasalahan yang ada pada UU no 24 tahun 2009 pasal 38.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

1) Studi Pustaka 2) Browsing Internet 3) Peninggalan Historis 4) Observasi

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini dibagi dalam 5 bab, ditambah pada bagian awal terdiri dari lembar judul, kata pengantar dan daftar isi. Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan ; Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat pembuatan makalah ini, dan sistematika penulisan makalah.

Bab 2 : Teori Penunjang ; Bab ini berisi tentang pengertian bahasa Indonesia, sejarah bahasa Indonesia, fungsi bahasa Indonesia, kedudukan bahasa Indonesia, dan undang-undang tentang bahasa Indonesia.

BAB 3 : Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 38 ; Bab ini berisi tentang pengertian UU No.24 tahun 2009 pasal 38, tujuan UU No.24 tahun 2009, penggunaan bahasa Indonesia pada layanan umum dan implementasi UU tersebut.

BAB 4 : Analisis dan Solusi ; Bab ini memuat analisis dari permasalahan dalam UU no 24 tahun 2009 pasal 38 serta memuat solusi dalam permasalahan yang ada pada UU no 24 tahun 2009 pasal 38.

BAB 5 Penutup : Bab ini memuat rangkuman dari makalah ini dengan menarik kesimpulan yang berdasarkan dari hal-hal yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya serta dengan memberikan saran-saran kepada pemerintah serta kepada masyarakat Indonesia.

(3)

BAB II

TEORI PENUNJANG

2.1 Bahasa Indonesia

2.1.1 Pengertian Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara Indonesia. Bahasa ini sudah menjadi bahasa pemersatu dan bahkan sudah tertuang dalam sebuah sumpah, yaitu salah satu bait dari sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia adalah harta bangsa, yang akan selalu dijaga keberadaannya.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan Republik Indonesia.

(4)

kemerdekaan Indonesia tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya, Bahasa Indonesia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

2.1.2 Sejarah Bahasa Indonesia

Berdasarkan kajian sejarah, bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa Bahasa Melayu telah digunakan di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Hal itu

(5)

dapat digunakannya Bahasa Melayu Kuna dalam prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuwo (684 M), Kota Kapur (686 M), dan Karang Brahi berangka tahun (688 M). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Semua prasasti tersebut berasal dari kerajaan Sriwijaya yang saat itu menjadi penguasa di daerah sekitar Selat Malaka.

Pengaruh Bahasa Melayu Kuno di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari perkembangan Kerajaan Sriwijaya. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya berhasil meluaskan pengaruh politik dan perdagangannya ke seluruh Asia Tenggara. Maka, seiring dengan itulah Bahasa Melayu Kuna mulai digunakan sebagai bahasa penghubung antara bangsa di Asia tenggara. Salah satu bukti penggunaan bahasa Melayu di luar Sumatera adalah dengan prasasti Gandasuli (832 M) di Jawa Tengah dan beberapa prasasti di Bogor yang berasal dari abad ke-10.

Pada masa Islam, perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu semakin pesat, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Penyebaran bahasa Melayu pun semakin pesat seiring dengan proses penyebaran agama Islam ke seluruh Nusantara. Dalam hal ini Bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar dalam dakwah menyebarkan agama Islam. Selain itu penyebaran Bahasa Melayu yang pesat disebabkan karena Bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur sehingga dengan cepat dapat diterima oleh semua golongan dalam masyarakat.

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :

1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.

2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).

(6)

3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional

4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

Pada masa penjajahan asing, bahasa Melayu berkembang menjadi alat pemersatu seluruh rakyat Indonesia. Perasaan senasib mendorong bangsa Indonesia mencari identitas bersama untuk melawan penjajahan, dan bahasa Melayu yang telah berkembang hampir si seluruh Indonesia merupakan salah satu bentuk identitas bersama tersebut. Perwujudan dari keinginan akan identitas-identitas kebangsaan itu mencapai puncaknya pada Kongres Pemuda II di Jakarta tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda itulah yang ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Legitimasi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dikukuhkan dalam konstitusi Negara Kesatuan Republic Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Bab XV pasal 36 dinyatakan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.

2.1.3 Fungsi Bahasa Indonesia

Berikut merupakan fungsi – fungsi dari Bahasa : 1. Bahasa sebagai sarana komunikasi

Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial, dan komunikasi budaya.

2. Bahasa sebagai sarana integrasi dan adaptasi

Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan. Misalnya integritas kerja dalam sebuah institusi, integritas

(7)

karyawan dalam sebuah departemen, integritas keluarga, integritas kerja sama dalam bidang bisnis, integritas berbangsa dan bernegara.

3. Bahasa sebagai sarana kontrol sosial

Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agar orang yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Masing – masing mengamati ucapan, perilaku, dan simbol– simbol lain yang menunjukan arah komunikasi. Bahasa kontrol ini dapat diwujudkan dalam bentuk aturan, anggaran dasar, undang– undang dan lain – lain.

4. Bahasa sebagai sarana memahami diri

Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan mengidentifikasi kondisi dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat menyebutkan potensi dirinya, kelemahan dirinya, kekuatan dirinya, bakat, kecerdasan, kemampuan intelektualnya, kemauannya, tempramennya, dan sebagainya. Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi, inteligensi, kecerdasan, psikis, karakternya, psikososial, dan lain – lain. Dari pemahaman yang cermat atas dirinya, seseorang akan mampu membangun karakternya dan mengorbitkan-nya ke arah pengembangan potensi dan kemampuannya menciptakan suatu kreativitas baru.

5. Bahasa sebagai sarana ekspresi diri

Bahasa sebagai ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai yang paling kompleks atau tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Ekspresi sederhana, misalnya, untuk menyatakan cinta (saya akan senatiasa setia, bangga dan prihatin kepadamu), lapar (sudah saatnya kita makan siang).

6. Bahasa sebagai sarana memahami orang lain

Untuk menjamin efektifitas komunikasi, seseorang perlu memahami orang lain, seperti dalam memahami dirinya. Dengan

(8)

pemahaman terhadap seseorang, pemakaian bahasa dapat mengenali berbagai hal mencakup kondisi pribadinya: potensi biologis, intelektual, emosional, kecerdasan, karakter, paradigma, yang melandasi pemikirannya, tipologi dasar tempramennya (sanguines, melankolis, kholeris, flagmatis), bakatnya, kemampuan kreativitasnya, kemempuan inovasinya, motifasi pengembangan dirinya, dan lain – lain.

7. Bahasa sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar

Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut harus diupayakan kepastian konsep, kepastian makna, dan kepastian proses berfikir sehingga dapat mengekspresikan hasil pengamatan tersebut secara pasti. Misalnya apa yang melatar belakangi pengamatan, bagaimana pemecahan masalahnya, mengidentifikasi objek yang diamati, menjelaskan bagaimana cara (metode) mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil pengamatan,. dan apa kesimpulan.

8. Bahasa sebagai sarana berfikir logis

Kemampuan berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir logis induktif, deduktif, sebab – akibat, atau kronologis sehingga dapat menyusun konsep atau pemikiran secara jelas, utuh dan konseptual. Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat yang harus dilakukan. Proses berfikir logis merupakn hal yang abstrak. Untuk itu, diperlukan bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan makna sehingga mampu melambangkan konsep yang abstrak tersebut menjadi konkret.

9. Bahasa membangun kecerdasan

Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan sistem dan fungsi bahasa dalam mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi, analisis atau pemaparan, dan kemampuan mengunakan ragam bahasa secara tepat sehingga menghasilkan kreativitas yang baru dalam berbagai bentuk dan fungsi kebahasaan.

(9)

10. Bahasa mengembangkan kecerdasan ganda

Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki beberapa kecerdasan sekaligus. Kecerdasan – kecerdasan tersebut dapat berkembang secara bersamaan. Selain memiliki kecerdasan berbahasa, orang yang tekun dan mendalami bidang studinya secara serius dimungkinkan memiliki kecerdasan yang produktif. Misalnya, seorang ahli program yang mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, atau membuat mesin penerjemah yang lebih akurat dibandingkan yang sudah ada.

11. Bahasa membangun karakter

Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya lebih baik. Dengan kecerdasan bahasanya, seseorang dapat mengidentifikasi kemampuan diri dan potensi diri. Dalam bentuk sederhana misalnya : rasa lapar, rasa cinta. Pada tingkat yang lebih kompleks , misalnya : membuat proposal yang menyatakan dirinya akan menbuat suatu proyek, kemampuan untuk menulis suatu laporan.

12. Bahasa Mengembangkan profesi

Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran dilanjutkan dengan pengembangan diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh selama proses pembelajaran, tetapi bertumpu pada pengalaman barunya. Proses berlanjut menuju pendakian puncak karier atau profesi. Puncak pendakian karier tidak akan tercapai tanpa komunikasi atau interaksi dengan mitra, pesaing dan sumber pegangan ilmunya. Untuk itu semua kaum profesional memerlukan ketajaman, kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa sehingga mempu menciptakan kreatifitas baru dalam profesinya.

(10)

Bahasa sebagai sarana berekspresi dan komunikasi berkembang menjadi suatu pemikiran yang logis dimungkinkan untuk mengembangkan segala potensinya. Perkembangan itu sejalan dengan potensi akademik yang dikembangkannya. Melalui pendidikan yang kemudian berkembang menjadi suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini dapat berkembang spontan menghasilkan suatu kretifitas yang baru.

2.2 Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang berkembang dan digunakan masyarakat Indonesia mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu disebabkan karena Bahasa Indonesia muncul sebagai salah satu identitas bangsa dan alat perjuangan dalam melawan penjajahan. Oleh karena itu, Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Dalam Seminar Politik Bahasa Nasional, 25-28 Februari 1975 di Jakarta, ditegaskan bahwa kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional, yang berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) pemersatu berbagai rimasyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya bahasa, dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975:5).

Fungsi politik Bahasa Indonesia di atas menambah fungsi alamiah bahasa Indonesia itu sendiri yaitu sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Sehingga kedudukan Bahasa Indonesia dalam masyarakat Indonesia sangat penting sebagai wujud dan symbol persatuan dan persaudaraan. Dalam hal ini, fungsi Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu 1) fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan 2) Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi atau Negara.

2.2.1 Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Kedudukan pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.Hal ini tercantum dalam Sumpah pemuda (28-10-1928). Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional. Dalam

(11)

kedudukannya sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi yaitu :

a. Lambang kebanggaan kebangsaan

Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai luhur yang mendasari perilaku bangsa Indonesia.

b. Lambang Identitas Nasional

Bahasa Indonesia mewakili jatidiri bangsa Indonesia, selain Bahasa Indonesia terdapat pula lambang identitas nasional yang lain yaitu bendera Merah-Putih dan lambang negara Garuda Pancasila.

c. Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku dengan bahasa yang berbeda-beda, maka kan sangat sulit berkomunikasi kecuali ada satu bahasa pokok yang digunakan. Maka dari itu digunakanlah Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan perhubungan nasional.

d. Alat pemersatu bangsa

Mengacu pada keragaman yang ada pada Indonesia dari suku, agama, ras, dan budaya, bahasa Indonesia dijadikan sebagai media yang dapat membuat kesemua elemen masyarakat yang beragam tersebut kedalam sebuah persatuan.

2.2.2 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Bahasa negara sama saja dengan bahasa nasional atau bahasa persatuan artinya bahasa negara merupakan bahasa primer dam baku yang digunakan pada kesempatan yang formal. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara yaitu :

a. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.

Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

(12)

Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). c. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.

Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

d. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.

Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum tentu akan mengerti.

2.2.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah

Bahasa yang berkembang di dalam wilayah Indonesia sangatlah banyak. Hampir setiap daerah memiliki bahasa sendiri-sendiri seperti jawa, sunda, Madura, bali, bugis, makasar, batak, papua, dll. Setelah ditentukanya bahasa Indonesia yang dahulunya adalah bahasa Melayu

(13)

sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara bahasa daerah yang lain seperti jawa, sunda, bali, batak, papua dan lain sebagainya ditempatkan dalam kedudukan sebagai bahasa daerah. Dalam kaitanya dengan bahasa Indonesia bahasa daerah memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi nyata bahasa daerah dapat kita lihat dari banyaknya kata dalam bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa daerah. Itu menunjukan bahwa bahasa daerah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam perkembangan bahasa Indonesia.

2.3 Undang-Undang

2.3.1 Pengertian Undang-Undang

Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.

Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.

Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.

2.3.2 Pembentukan Undang-Undang

Proses atau tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang . Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang no 10 tahun 2004 tentang Pembentukan

(14)

Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa,” Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan-perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.” Secara ringkas, pembentukan Undang-undang dapat dijabarkan menjadi beberapa tahap di bawah ini.

a. Tahap Perencanaan

Proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan Program Legislasi Nasional yang merupakan perencanaan penyusunan Undang-undang yang disusun secara terpadu antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Penyusunan Prolegnas dikorrdinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang menangani legislasi (Badan Legislasi) dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi peraturan perundag-undangan (Menhukham). Tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas selanjutnya diatur dalam Perpres no 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.

b. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini, Rancangan Undang-undang (RUU) disusun oleh pihak yang mengajukan. RUU dapat diajukan oleh DPR, Presiden, maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang disusun berdasarkan Prolegnas. Khusus untuk DPD hanya dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan antara pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah . Penyusunan RUU yang berada dalam Prolegnas, diatur dalam Perpres no 68 tahun 2005. Penyusunan RUU yang didasarkan pada Prolegnas tidak memerlukan izin prakarsa dari Presiden. Sedangkan dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah

(15)

terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden . Keadaan tertentu untuk mengajukan RUU yang dimaksud adalah:

1.Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang menjadi Undang-undang

2. Meratifikasi konvensi atau perjanjian Internasional 3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi

4. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam 5. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional

atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Baleg DPR dan Menteri

Dalam menyusun RUU, pemrakarsa dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang, yang merumuskan antara lain tentang dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok, dan lingkup materi yang diatur. Penyusunan tersebut dapat dilakukan bersama-sama dengan departemen yang ruang lingkupnya dalam peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang memiliki keahlian untuk itu . Setelah selesai disusun, RUU diserahkan kepada DPR untuk dilakukan pembahasan bersama.

c. Tahap Pembahasan di DPR

Dalam tingkat pembahasan di DPR, setiap RUU, baik yang berasal dari Pemerintah, DPR, maupun DPD dibahas dengan cara yang ditentukan dalam Keputusan DPR RI no 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya pasal 136,137, dan 138. Dalam pasal 136 dijelaskan bahwa pembahasan RUU diakukan melalui 2 tingkat pembicaraan yaitu :

1. Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus

2. Pembicaraan Tingkat II, dilakukan dalam Rapat Paripurna Sebelum dilakukan pembicaraan Tingkat I dan Tingkat II, diadakan rapat fraksi. Fraksi-fraksi juga dapat mengadakan rapat dengar pendapat

(16)

dengan pakar-pakar atau kelompok masyarakat yang berkepentingan untuk mencari masukan dalam membawakan aspirasi rakyat atau fraksinya.

Setelah pembicaraan dalam tingkat II selesai, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden akan dikirimkan kepada Presiden untuk dimintakan pengesahan. Sedangkan apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

d. Tahap Pengesahan

RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, diserahkan pada Presiden paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dilakukan dengan pembubuhnan tanda tangan Presiden paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama. Setelah Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui besama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, maka UU tersebut diundangkan oleh Menteri yang tugasnya meliputi peraturan perundangan agar ketentuan tersebut dapat berlaku dan mengikat untuk umum. Dalam hal RUU tersebut tidak ditandatangani Presiden dalam jangka waktu 30 hari, maka RUU tersebut menjadi sah dan wajib diundangkan dengan rumusan kalimat yang berbunyi, “ Undang-undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (5) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

e. Tahap Pengundangan

Pengundangan dilakukan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, undang-undang mulai berlaku untuk umum dan memiliki kekuatan mengikat sejak pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang yang bersangkutan. Pengundangan dilakukan dengan memuat undang-undang yang bersangkutan dalam lembaran negara.

(17)

Dengan demikian, maka setiap orang dianggap telah mengetahui undang-undang tersebut.

2.3.3 UU no 24 tahun 2009

UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan pada 9 Juli 2009. UU 24/2009 ini secara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan berikut ketentuan – ketentuan pidananya. Tujuan dari dibentuknya UU No 24 Tahun 2009 ini yaitu :

a. Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Menciptakan ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Undang-Undang ini diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan dan mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.

Bahasa merupakan salah satu bahasan pada UU ini, karena era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Pada aspek kebahasaan terdapat dampak negatif dari era globalisasi ini ditandai dengan lunturnya kecintaan dan kebanggaan bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan kurangnya perhatian terhadap pengembangan, pembinaan dan pelindungan bahasa Indonesia. Lunturnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia membuat masyarakat Indonesia lebih menghargai bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia.

(18)

BAB III

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 PASAL 38

3.1 Isi UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38

Undang-undang ini berisi tentang penggunaan Bahasa Indonesia dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. Berikut merupakan isi dari UU no 24 tahun 2009 pasal 38 :

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

(2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing.

Pada ayat pertama pasal 38 dipaparkan bahwa “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat

(19)

informasi lain yang merupakan pelayanan umum”. Dalam ayat ini tertulis jelas penggunaan Bahasa Indonesia dalam pemberian informasi kepada masyarakat umum. Dalam ayat ini tertulis jelas bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

Pada ayat ke dua (2) yang berbunyi ”Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/ atau bahsa asing”. Pada ayat ini dijelaskan terdapat pengecualian yaitu diperbolehkan menyertakan bahasa daerah dan/ atau bahasa asing. Pada kata “disertai” berarti bahasa daerah dan/ atau bahsa asing digunakan sebagai penunjang Bahasa Indonesia.

3.2 Tujuan UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38

TujuanUU RI Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 38 yaitu :

1. Mengatur penggunaan Bahasa Indonesia dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

2. Mengatur penyertaan bahasa asing dan atau bahasa daerah dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

3.3 UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38 Ayat 1

Pada ayat pertama pasal 38 dipaparkan bahwa “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum”. Dalam ayat ini tertulis jelas penggunaan Bahasa Indonesia dalam pemberian informasi kepada masyarakat umum. Dalam ayat ini tertulis jelas bahwa Bahsa indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

(20)

Penggunaan bahasa indonesia pada rambu umum disini mencakup semua rambu rambu yang terdapat pada fasilitas umum tanpa kecuali. Penggunaan Bahasa Indonesia pada semua jenis rambu penunjuk jalan , maksud dari rambu penunjuk jalan disini mulai dari rambu yang memuat huruf (inisial), kata, kalimat dan perpaduan diantara ketiganya yang bertujuan untuk membantu mengarahkan pengguna jalan. Beragam spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum dipasang di ruang-ruang publik yang bertujuan memberikan informasi atau yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk.

Realita yang terjadi meskipun sudah ada undang-undang yang mengatur tentang penggunaan bahasa Indonesia, masih banyak masyarakat yang tidak peduli dan mengabaikannya begitu saja. Beragam spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum dipasang di ruang-ruang publik cenderung menggunakan bahasa asing karena dirasa produk tersebut akan lebih laku jika dipromosikan dengan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Ungkapan serapah makin banyak memasuki ruang-ruang publik, mulai dari bahasa-bahasa di papan iklan, hingga di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Fenomena perusakan kebahasaan seperti ini perlu diperbaiki untuk mempertahankan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional yang melambangkan jati diri bangsa. Perlunya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan terhadap bahasa Indonesia. Implementasi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 adalah upaya dalam mewujudkannya, agar bahasa Indonesia mampu bertahan dan bersaing di tengah derasnya arus globalisasi menyerbu bangsa Indonesia. Cakupan lainnya meliputi nama bangunan, kawasan pemukiman, informasi petunjuk produk, iklan, papan petunjuk, slogan, dan petunjuk lalu lintas. Persoalannya adalah pengguna fasilitas umum bukan hanya warga negara Indonesia. Persoalan ini biasanya muncul pada lokasi yang banyak terdapat warga negara asing, contohnya pada lokasi wisata. Permasalahan lain yang muncul adalah penamaan suatu tempat yang menggunakan istilah bahasa asing, dalam lingkup pendidikan hal ini juga sering terjadi , biasanya untuk menamai sebuah gedung menggunakan istilah asing.

3.4 UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38 Ayat 2

Pertanyaan tentang bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia pada rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum dijawab pada ayat kedua pasal 38 yang berbunyi

(21)

”Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/ atau bahsa asing”. Pada ayat ini dijelaskan terdapat pengecualian yaitu diperbolehkan menyertakan bahasa daerah dan/ atau bahasa asing. Pada kata “disertai” berarti bahasa daerah dan/ atau bahsa asing digunakan sebagai penunjang Bahasa Indonesia.Penggunaan bahasa daerah dan/ atau bahsa asing biasa nya terdapat pada fasilitas umum atau tempat wisata, contoh nya pada Bandara Internasional, Rumah Sakit, Tempat Wisata dan spanduk yang berisikan kegiatan internasional atau kegiatan daerah. Hal ini bertujuan untuk membantu warga negara asing atau warga pribumi untuk lebih mudah memahami alat informasi yang merupakan pelayanan umum.

Realita yang terjadi meskipun sudah ada undang-undang yang mengatur tentang penggunaan bahasa daerah dan/ atau bahsa asing, masih banyak masyarakat yang tidak peduli dan mengabaikannya begitu saja. Mereka lebih memilih hanya menggunakan bahasa daerah dan bahsa asing tanpa menggunakan Bahasa Indonesia. Hal ini diperparah dengan instansi negara dan instansi pendidikan yang menggunakan istilah asing pada rambu umum di lingkungan gedung instansi tersebut. Bangga berbahasa Indonesia adalah suatu sikap positif berbahasa yang menganggap bahwa tiada cela berbahasa Indonesia, merasa berbesar hati dan gagah dengan lebih mengutamakan bahasa Indonesia daripada bahasa lainnya, menjunjung bahasa persatuan ialah bahasa Indonesia, dan menggunakan bahasa Indonesia penuh kebangaan dan kesadaran sebagai jatidiri bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Di Indonesia terdapat 3 macam bahasa: a. Bahasa Indonesia,

b. Bahasa Daerah, dan c. Bahasa Asing.

Ketiga bahasa tersebut harus diperankan pada perannya masing masing. Untuk Bahasa Indonesia harus diutamakan, dimartabatkan, diadabkan, dijunjung setinggi-tingginya, dan menjadi tuan di negeri sendiri. Bahasa Daerah harus dilestarikan, dijaga, dilindungi dari kepunahan, dan difungsikan sebagai pilar kebudayaan nasional. Yang terakhir adalah Bahasa asing, Bahasa Asing dipergunakan sebagai bahasa pergaulan dunia atau percaturan internasional.

Eef Saifullah Fatah dalam pembicaraannya mengenai Generasi Muda dan Ketahanan Nasional dalam acara Pemilihan Duta Bahasa Nasional di Badan Bahasa

(22)

24 Oktober 2011 lalu menjelaskan bahwa terdapatnya kelemahan dalam pengimplementasian undang-undang termasuk undang-undang bahasa. Adapun kelemahan tersebut adalah aturan perundangan yang tidak selesai, undang-undang yang tidak dilengkapi dengan perangkat penegak yang kuat, dan terjadinya “pembiaran” pada pelanggaran sehingga pelanggaran tersebut menjadi sebuah kelaziman.

3.5 Implementasi UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38

3.5.1 Penunjuk Jalan Raya dan Rambu-Rambu Lalu Lintas

Penggunaan bahasa Indonesia pada penunjuk jalan, rambu-rambu lalu lintas, rambu-rambu umum, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum sebagian besar sudah mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang benar. Untuk penunjuk jalan, penulisan kata sudah benar, misal nama daerah / wilayah sudah menggunakan huruf kapital yang diikuti dengan tanda. Selain itu, ada juga tulisan yang menunjukkan arah yang mudah dimengerti seperti lurus boleh langsung belok kiri langsung.

Berikut ini adalah contoh penunjuk jalan raya, rambu-rambu lalu lintas yang menggunakan bahasa daerah :

Gambar 3.1 Rambu Umum

Dilihat dari contoh kasus diatas, bahasa yang digunakan untuk menginformasikan himbauan seperti itu dirasa tidak tepat, karena bila dilihat dari pengguna jalan tidak semuanya dapat mengerti bahasa himabauan tersebut. Bahasa himbauan yang digunakan hanya bisa dimengeri oleh masyarakat yang bisa berbahasa jawa, tidak untuk masyarakat umum. Maka oleh sebab itu, dalam kasus diatas, informasi himbauan lebih baik mengacu kepada UU 2009 No 24 pasal 38 yaitu menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar.

(23)

Gambar 3.2 Plang Nama Jalan

Gambar 3.2 menunjukkan plang nama jalan yang terdiri dari dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Hal ini sudah sesuai dengan UU No.24 tahun 2009 pasal 38 yang menyatakan bahwa bahasa asing atau bahasa daerah diperbolehkan untuk disisipkan pada fasilitas umum namun utamanya fasilitas umum tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

3.5.2 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Spanduk

Spanduk adalah suatu kain rentang yang isinya propaganda, slogan ataupun berita yang perlu diketahui oleh umum. Spanduk pada saat ini sangat diminati masyarakat sebagai media promosi yang cukup populer, karena harganya yang cukup murah serta proses pengerjaannya yang sangat cepat. Bahasa yang digunakan pada spanduk biasanya menggunakan bahasa Indonesia, baik yang baku maupun tidak baku. Bahkan banyak pula spanduk yang menggunakan bahasa Indonesia namun mengandung kata dari bahasa asing.

Berikut ini adalah contoh spanduk yang sering kita temui di jalan-jalan raya :

(24)

Gambar 3.4 Spanduk yang Mengandung Bahasa Asing

Gambar 3.5 Spanduk yang Mengandung Bahasa Asing

Gambar 3.6 Spanduk Berbahasa Indonesia

Gambar 3.7 Spanduk Berbahasa Indonesia

Dari gambar-gambar diatas dapat dilihat bahasa yang digunakan pada spanduk. Gambar 3.3 menunjukkan spanduk yang berbahasa Indonesia namun bahasa yang digunakannya masih tidak baku. Gambar 3.4 dan 3.5 menunjukkan spanduk yang berbahasa campuran Indonesia dan asing. Penggunaan bahasa asing dalam spanduk yang digunakan pada gambar 3.4 dan 5 masih belum begitu tepat. Pada gambar 3.5 dituliskan kata-kata dalam bahasa asing namun tidak diberi penjelasan dalam bahasa Indonesia.

(25)

Sehingga orang awam yang membaca spanduk tersebut tidak mengerti apa maksud dari spanduk tersebut.

Pada gambar 3.4 kata-kata asing dalam spanduk tersebut merupakan tema untuk seminar yang menggunakan bahasa asing dalam pemberian judul seminar tersebut. Jika diteliti spanduk tersebut ditujukan untuk mahasiswa dan warga ISID Ponorogo. Sekilas dapat diamati bahwa penggunaan bahasa Inggris disini untuk menarik perhatian mahasiswa agar ikut seminar tersebut, karena biasanya sesuatu yang menggunakan bahasa Inggris itu terlihat bagus dan keren tetapi seharusnya mereka menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang harus dijunjung tinggi keberadaannya.

Sedangkan pada gambar 3.6 dan 3.7 adalah contoh spanduk yang nyaris mendekati ideal. Spanduk ini memakai bahasa Indonesia yang baik dan hannya mengambil 1 kata dari bahasa asing. Dan kata yang diambil dari bahasa asing itu pun maknanya mayoritas dipahami oleh masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan diantara 5 contoh spanduk diatas, spanduk yang masuk kedalam kriteria pasal 38 UU No.24 tahun 2009 yaitu spanduk pada gambar 3.6 dan 3.7.

3.5.3 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Papan Iklan

Papan iklan adalah papan yang berukuran besar ditempatkan di luar ruang (ruang terbuka) dan berfungsi untuk menempatkan iklan. Penggunaan bahasa Indonesia pada papan iklan hanya sebagian kecil mengikuti kaidah. Sebagian besar papan iklan yang diletakkan di luar ruang itu umumnya menggunakan bahasa nonbaku dan bahasa Inggris.

Contoh papan iklan yang menggunakan kosakata bahasa Inggris :

(26)

Gambar 3.9 Iklan Rokok dalam Bahasa Inggris

Contoh papan iklan kartu selular yang menggunakan kosakata bahasa Indonesia non baku :

Gambar 3.10 Iklan Kartu Selular dengan Bahasa Indonesia Tidak Baku

Gambar 3.11 Iklan Kartu Selular dengan Bahasa Indonesia Tidak Baku Contoh iklan yang menggunakan kosakata bahasa Indonesia baku yang baik dan benar:

(27)

Gambar 3.12 Iklan dalam Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Dari banyak contoh iklan diatas dapat dilihat, pada gambar 3.8 dan 3.9 terdapat banyak sekali kosakata asing. Penggunaan bahasa asing pada gambar 3.8 dan 3.9 dikarenakan iklan tersebut mempromosikan produk yang bukan berasal dari Indonesia. Dan biasanya produk tersebut memiliki slogan seperti pada iklan rokok pada gambar 3.9. Namun kedua contoh iklan tersebut masih belum tepat karena jika kita menjual produk ke negara lain kita harus mengikuti peraturan dinegara tersebut. Jika iklan itu dipasang dan dipromosikan di Indonesia akan lebih baik jika kata-kata tersebut diterjemahkan dalam bahasa Inidonesia. Agar semua warga Indonesia yang membaca dan melihatnya dapat mengerti iklan tersebut.

Gambar 3.10 dan 3.11 menampilkan contoh iklan suatu produk yang menggunakan bahasa Indonesia namun tidak baku. Jika diperhatikan iklan pada gambar 3.10 dan 3.11 ini sudah memenuhi aturan pada pasal 38 UU No.24 tahun 2009 karena menggunakan bahasa Indonesia untuk fasilitas umum. Namun penggunaan kalimat tidak baku disini hanya untuk sekedar meringankan bahasa sehingga mudah dipahami dan tidak bertele-tele karena tujuan utama dari iklan adalah mempromosikan produk/jasa dan sebagainya. Gambar 3.12 merupakan contoh iklan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalimat yang digunakan pun adalah kalimat baku. Alasan dipilihnya kalimat baku karena iklan pada gambar 3.12 merupakan iklan formal yang biasanya dibuat oleh suatu departemen atau lembaga sehingga kata-kata yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan kalimat baku.

(28)

Brosur adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya sering dijadikan satu (antara lain dengan stapler, benang, atau kawat), biasanya memiliki sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras.

Berdasarkan pengamatan dari beberapa brosur yang tersebar, seperti brosur dari rumah sakit, brosur dari perguruan tinggi swasta, kursus, brosur dari penawaran produk (alat rumah tangga dan mobil) sudah menggunakan bahasa Indonesia yang benar namun masih terdapat kesalahan dalam penulisan, penggunaan tanda baca dan penggunaan kosakata asing.

Contoh brosur dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku dan menggunakan kosakata bahasa asing :

(29)

Gambar 3.14 Brosur Penawaran Produk

Gambar 3.13 dan 3.14 merupakan jenis brosur penawaran produk. Kalimat yang digunakan pada brosur tersebut umumnya menggunakan bahasa Indonesia namun terdapat beberapa kosakata asing didalamnya. Dan menggunakan bahasa Indonesia tidak baku agar mudah dimengerti masyarakat dan bersifat ringan (tidak serius).

(30)

BAB IV

ANALISIS DAN SOLUSI

4.1 Analisis UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38

Dari kasus-kasus diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar fasilitas umum yang berada di Indonesia contohnya rambu-rambu, penunjuk jalan, spanduk, brosur, iklan dan sebagainya umumnnya menggunakan bahasa Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan pada pasal 38 UU No. 24 tahun 2009 yang mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam fasilitas umum, namun kita boleh menambahkan dengan kosakata asing / daerah. Dari contoh kasus-kasus diatas juga bisa diamati bahwa kosakata asing selalu ada di setiap fasilitas umum. Hal ini mengandung pro dan kontra. Pro nya, penggunaan bahasa asing dalam fasilitas umum dapat membantu wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia sehingga mereka dapat membaca tanda-tanda atau rambu-rambu yang ada sehingga mereka tidak kesulitan dalam mencari suatu arah atau lokasi. Sedangkan kontra, jika kosakata asing digunakan pada fasilitas umum masyarakat belum tentu mengerti apa maksud dari kalimat tersebut. Sehingga mereka mungkin akan salah menerjemahkan dan salah menangkap maksud dari fasilitas tersebut.

4.2 Pendapat dan Solusi untuk UU no 24 Tahun 2009 Pasal 38

Untuk meminimalisir hal tersebut, agar masyarakat Indonesia dan wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia sama-sama untung alangkah baiknya jikalau fasilitas umum dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan penambahan bahasa asing untuk memperjelas maksud dari fasilitas umum tersebut. Sehingga baik warga negara Indonesia dan wisatawan asing dapat saling memahami apa maksud dari fasilitas umum tersebut. Dan akan lebih baik jika dibuat persentase dalam penggunaan kosakata asing sehingga si pembuat atau perancang fasilitas umum tidak terlalu banyak

(31)

dalam menggunakan kosakata asing dan daerah. Hal itu akan membuat masyarakat senang berbahasa Indonesia dan dapat menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Pada UU No.24 tahun 2009 pasal 38 belum diterbitkan sanksi jikalau ada yang melanggar undang-undang ini. Seharusnya ada sanksi hukum jika ada masyarakat yang melanggar undang-undang ini sehingga UU ini akan lebih efektif.. Karena undang-undang ini kita dapat menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan selalu menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

BAB V

PENUTUP

Setelah mengobservasi mengenai UU no 24 tahun 2009 penulis mendapatkan beberapa hal yang penting sebagai tambahan wawasan. Dan pada uraian ini penyusun mengajak rekan-rekan untuk lebih menvintai lagi Bahasa Indonesia. Sebelum

(32)

mengakhiri penulisan karya tulis ini ada beberapa hal yang perlu penyusun sampaikan diantaranya, yaitu mengenai kesimpulan dan saran-saran dari uraian yang telah dikemukakan diatas.

5.1 Kesimpulan

Dari beberapa uraian yang penyusun sampaikan sebelumnya, maka dapat penyusun ambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. UU no 24 tahun 2009 pasal 38 berisi tentang kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia pada rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

2. Penggunaan bahasa Indonesia pada pelayanan umum mempunyai tujuan utama agar terciptanya kesatuan dan persatuan warga masyarakat.

3. Dengan penggunaan bahasa Indonesia pada pelayanan umum, proses komunikasi di hampir seluruh wilayah Indonesia dapat berjalan dengan baik dan lancar.

4. Tidak dapat disalahkan jika terdapat pelayanan umum di suatu daerah tertentu menggunakan bahasa daerah setempat karena hal tersebut merupakan cara menunjukkan ciri khas setiap daerah tersebut.

5. UU no 24 tahun 2009 pasal 38 tidak mempunyai sanksi yang tegas sehingga pada kenyataan di lapangan, masih terdapat banyak sekali alat informasi yang merupakan pelayanan umum yang masih menggunakan bahasa asing, baik sebagian atau keseluruhan.

6. Walaupun diperbolehkan mengandung bahasa asing, tetapi tidak dijelaskan persentase antara berapa persen Bahasa Indonesia dan berapa persen bahasa asing yang masih diperbolehkan.

5.2 Saran

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada Pemerintah yang berwenang untuk perumusan undang-undang sebagai bahan pertimbangan agar undang-undang ini dapat berlangsung lebih baik lagi dan mencapai sasaran yang diinginkan serta kepada seluruh masyarakat Indonesia.

5.2.1 Saran-saran untuk Pemerintah

1. Agar undang-undang ini efektif maka harus dibuat sanksi yang tegas bagi para pelanggarnya seperti undang-undang lainnya, sehingga masyarakat

(33)

akan berpikir 2 kali dalam penggunaan bahasa asing pada alat informasi yang merupakan pelayanan umum.

2. Agar memperjelas kembali mengenai pernyataan pada ayat 2 bahwa penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing. Setidaknya dibuat persentase berapa persen toleransi dalam penyertaan bahasa asing tersebut.

5.2.2 Saran-saran untuk Masyarakat Indonesia

1. Masyarakat Indonesia harus bangga menggunakan bahasa Indonesia dalam alat informasi yang merupakan pelayanan umum. Dengan menggunakan bahasa Indonesia akan timbul rasa cinta tanah air dalam jiwa masyarakat Indonesia.

2. Jika masyarakat Indonesia hendak membuat alat informasi yang merupakan pelayanan umum dengan menggunakan kosakata dari bahasa asing atau bahasa daerah, sebaiknya kosakata tersebut merupakan kosakata dari terjemahan bahasa Indonesia ke bahasa asing / daerah dan penempatannya terpisah dengan kosakata bahasa Indonesia, misalnya kosakata bahasa Indonesia disimpan diatas dan dibawahnya adalah kosakata bahasa asing / daerah. Sehingga makna dari informasi dalam pelayanan umum tersebut sama.

Gambar

Gambar 3.1 Rambu Umum
Gambar  3.2 menunjukkan  plang nama  jalan yang  terdiri  dari dua bahasa   yaitu   bahasa   Indonesia   dan   bahasa   daerah
Gambar 3.5 Spanduk yang Mengandung Bahasa Asing
Gambar 3.10 Iklan Kartu Selular dengan Bahasa Indonesia Tidak Baku
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nilai saksama aset gadai janji dan aset sewa beli/aset gadai janji Islam dan aset sewa beli Islam diperolehi dengan menggunakan nilai kini aliran tunai masa depan yang

Dalam praktiknya, penambak-pendatang “Selatan” ini lebih banyak mengunakan “jasa penghubung” lokal, yakni melalui orang setempat yang tingkat pengaruhnya terbilang

Kajian ini rnendapati bahawa Bank Muamalat menunjuklcan perturnbuhan yang rnenggalalkan sepanjang lima tahun beroperasi. Nisbah tanggungan risiko Banl; Muamalat pula adalah

1) Mengadakan evaluasi terhadap program pelayana okupasi terapi yang diprogramkan oleh dokter spesialis rehabilitasi medik atau dokter spesialis lainnya yang bekerja di

Pencantuman data kemurnian dan kadar air benih dimaksudkan untuk memberikan informasi mutu fisik benihnya (kemurnian dan kadar air) apakah sudah sesuai kriteria yang berlaku

pembimbing mengenai proses penulisan tugas akhir yang dilakukannya.. Mahasiswa harus menyadari bahwa tugas akhir merupakan tanggung jawab mahasiswa sepenuhnya dari

Subsidi merupakan pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi

Pada bab II ini diuraikan mengenai materi-materi yang digunakan dan juga materi-materi yang mendukung pengerjaan Tugas Akhir, diantaranya adalah distribusi Weibull, fungsi