• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI WILAYAH STUDI

1. Kondisi DAS Citarum

Propinsi Jawa Barat mempunyai beberapa sungai besar, antara lain Sungai Cisadane, Sungai Cimanuk, Sungai Citanduy, Sungai Cimandiri, dan Sungai Citarum termasuk diantaranya. Citarum adalah sungai terbesar dan terpanjang di daerah Jawa Barat (± 270 kilometer). Berhulu di Cisanti, lereng Gunung Wayang – salah satu anak Gunung Malabar – daerah Bandung Selatan. Alur sungai melalui cekungan Bandung ke arah utara, melewati daerah kabupaten-kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Karawang, bermuara di Laut Jawa, tepatnya di daerah Ujung Karawang.

Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS penting di Indonesia dan merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, di dalamnya terdapat 3 Waduk yang sangat penting : Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling. Ke 3 (tiga) waduk tersebut berfungsi sebagai pemasok air dan pembangkit tenaga listrik yang sangat penting bukan hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, tapi juga masyarakat Pulau Jawa dan Madura.

DAS Citarum terbagi 3 : DAS Ciatrum Bagian Hulu, Tengah dan Hilir. DAS Citarum Hulu merupakan wilayah Cekungan Bandung. Luas DAS Citarum terbesar 6.614 Km², berasal dari Mata Air Gunung Wayang melalui 1). Kabupaten Bandung, 2) Kota Bandung, 3) Kota Cimahi, 4) Kab. Sumedang, 5). Kab.Cianjur, 6) Kab. Purwakarta, 7). Kab. Bogor dan 8). Kab. Karawang muara sungai Citarum.

2. Kondisi Tiga Buah Waduk di DAS Citarum

DAS Citarum memiliki daerah tangkapan hujan dari 3 buah waduk dengan total luas area 4.543,40 km2. Waduk ini merupakan sumber untuk pembangkit tenaga listrik (PLTA) untuk daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Selain itu waduk juga merupakan reservior air pertanian daerah Pantura, sumber air bersih Jakarta, dimanfatkan penduduk untuk budidaya ikan dengan teknik jala terapung (japung) di waduk. Ekosistem waduk juga menarik untuk kegiatan wisata.

(2)

a. Waduk Saguling

Sumber: Perum Jasa Tirta II

Gambar 2. Waduk Saguling

Waduk Saguling yang berada di Kabupaten Bandung merupakan satu dari tiga waduk yang dibangun untuk memanfaatkan air Sungai Citarum. Luas Waduk ini adalah 48 km2. Meski dibangun belakangan, Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang dua waduk lainnya di Sungai Citarum, yaitu Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran “disaring” untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur. Matinya ribuan hingga jutaan ekor ikan yang diusahakan dengan sistem jaring apung di kawasan Waduk Saguling sudah menjadi hal yang biasa dan kecenderungannya semakin parah. Penyebab matinya ikan itu antara lain karena kekurangan oksigen dalam air, yang salah satunya dikarenakan sudah tingginya kandungan limbah di sekitar Waduk Saguling. Pada saat-saat tertentu, ketika pasokan air dari Citarum sangat besar, limbah yang semula mengendap di dasar itu bisa terangkat naik sehingga “meracuni” ikan-ikan yang berada di waduk itu.

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Waduk Saguling yang dilaksanakan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran Bandung, , kualitas air Waduk Saguling sudah mengalami penurunan. Meningkatnya pencemaran di Waduk

(3)

sedap yang disebabkan menguapnya H2S (asam belerang). Penurunan kualitas air itu jelas membawa dampak pada operasional PLTA Saguling. Penurunan kualitas air antara lain disebabkan meningkatnya kandungan H2S yang mengakibatkan kerusakan PLTA. Permasalahan utama kualitas air ini sesungguhnya dipicu oleh rendahnya komitmen pelaksanaan pengelolaan lingkungan dari industri-industri yang mengeluarkan limbah di sepanjang aliran Citarum.

b. Waduk Cirata

Sumber: Perum Jasa Tirta II

Gambar 3. Waduk Cirata

Waduk ini terdapat di kabupaten Purwakarta dengan luas waduk 62 km2. Waduk ini sangat penting manfaatnya karena menghasilkan produksi listrik paling besar diantara 2 waduk lain yang mengalir di sepanjang sungai Citarum. Di Waduk Cirata, saat ini terdapat sekitar 39.000 petak jaring apung. Padahal berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian, dan Kawasan Waduk Cirata disebutkan bahwa jumlah jaring apung dibatasi hanya 12.000 petak saja dan harus seizin instansi terkait. Berbeda dengan Cirata, di Waduk Saguling jaring apung penduduk jumlahnya tidak banyak karena mutu air Saguling sudah tidak memungkinkan ikan jenis tertentu, seperti ikan emas, hidup. Hal ini tentu saja menambah jumlah polutan yang masuk ke dalam waduk, terutama disebabkan oleh pakan ikan yang digunakan. Kondisi seperti ini apabila didiamkan

(4)

terus-menerus, maka kualitas Waduk Cirata maupun Sungai Citarum yang berhubungan langsung dengan waduk akan semakin menurun.

c. Waduk Jatiluhur

Sumber: Perum Jasa Tirta II

Gambar 4. Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur dibangun pada sungai Citarum di daerah Kab. Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 1957. Bendungan ini mulai dioperasikan tahun 1967. Pemanfaatan utama mula-mula untuk pembangkit tenaga listrik, namun kemudian konsep pembangunannya diintegrasikan untuk pemanfaatan segala keperluan sektor-sektor yang menyangkut air. Luas Waduk Jatiluhur adalah 83 km2. Saat ini kondisi waduk terus mengalami penurunan. Secara kuantitas, muka air waduk sudah mulai mengkhawatirkan. Pengukuran pada tanggal 15 September 2003 tinggi muka air waduk adalah 77,34 meter. Artinya, apabila muka air waduk menurun 2,34 meter lagi sehingga mencapai 75 meter, dipastikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur tidak dapat beroperasi dan harus dipasok oleh pembangkit listrik interkoneksi Pembangkit JawaBali untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti tenaga untuk pompa listrik Saluran Tarum Timur pemasok air ke daerah irigasi, domestik, dan industri dari Subang sampai dengan Indramayu. Bahkan, Jakarta sebagai ibu kota negara akan terkena dampak

(5)

biaya ekonomi, sosial, dan politiknya sangat luar biasa.

Dilihat dari kualitasnya, Waduk Jatiluhur juga tidak jauh berbeda dengan kedua waduk lain yang berada di aliran Citarum. Limbah yang masuk ke dalam waduk sudah sangat banyak, melebihi kemampuan waduk dalam mendegradasi sehingga kualitasnya selalu menurun dari waktu ke waktu.

3. Kondisi Hidrologi

Berdasarkan informasi dari Perum Jasa Tirta II Jatiluhur), diketahui bahwa selama periode 1994-2005, curah hujan (CH) tahunan rata-rata di wilayah hulu sebesar 2.362 mm (rata-rata dari 5 pos penakar hujan), di wilayah tengah sebesar 2.086 mm (rata-rata dari 6 pos penakar hujan), dan di wilayah hilir sebesar 1.227 mm (rata-rata dari 11 pos penakar hujan). Sebaran curah hujan bulanan rata-rata tahun 2008 yang diambil pada pos di titik inlet Jatiluhur disajikan pada Gambar 5.

Sumber: Perum Jasa Tirta II

Gambar 5. Curah Hujan Bulanan Rata-rata Tahun 2008

Berdasarkan data sebaran curah hujan bulanan rata-rata (Gambar 5), terlihat bahwa bulan-bulan basah (CH > 100 mm/bulan) terjadi pada bulan Oktober sampai April; sedangkan bulan yang lain (Juni sampai September) termasuk bulan kering (CH < 100 mm/bulan). Potensi curah hujan yang cukup tinggi terutama dari hulu DAS akan berdampak pada tingginya potensi debit air sungai yang dihasilkan. Kondisi debit air yang cukup tinggi akan berpotensi

0 100 200 300 400 500 600 700

jan feb mar apr mei jun jul agust sep okt nop des

(6)

membawa/mengangkut polutan air dari limbah praktek pertanian dan limbah industri maupun domestik ke dalam badan air sungai yang kemudian terakumulasi dan terendapakan dalam waduk. Debit aliran Citarum yang diambil pada titik inlet Waduk Jatiluhur disajikan pada Gambar 6.

Sumber: Perum Jasa Tirta II

Gambar 6. Debit Aliran Citarum Tahun 2008

Berdasarkan data hasil pemantauan aliran Sungai Citarum yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta (PJT) II di stasiun pengambilan data debit yang terdapat di inlet Jatiluhur, diperoleh data debit harian rata-rata tiap bulan pada tahun 2008 yang ditampilkan pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa debit rata-rata harian tertinggi terdapat pada bulan Maret-April dan November- Desember yang pada bulan tersebut curah hujannya tinggi atau mengalami musim hujan. Sedangkan debit rata-rata harian terendah terjadi pada bulan Agustus-September yang pada bulan tersebut curah hujannya sedikit atau mengalami musim kemarau.

Jadi terdapat hubungan antara curah hujan dan debit yaitu semakin tinggi curah hujan maka debit aliran sungai semakin meningkat karena banyaknya air yang masuk ke sungai.

0 50 100 150 200 250 300 350 400

jan feb mar apr mei jun jul agust sep okt nop des

m

3/d

e

(7)

4. Topografi dan Bentuk Wilayah

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama dari topografi yang dapat mempengaruhi erosi, dengan makin curam dan makin panjang lereng maka makin besar kecepatan run-off dan bahaya erosi yang akan mempengaruhi sedimentasi yang masuk ke DAS Citarum.

a. Kelerengan Wilayah DAS

Identifikasi lebih lanjut terhadap kelerengan lahan DAS Citarum adalah mengelompokkan seluruh Sub DAS dalam DAS Citarum dengan melihat lerengan mana yang dominan. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah kelerengan datar-landai (0-15%) dan kelerengan Curam-sangat Curam (>25%),dengan kriteria sebagai berikut:

Sub DAS yang >50% luas lahannya berlereng >25% dikategorikan dalam tipe morfologi lereng berat;

Sub DAS yang luas lahannya 35-50% berlereng >25% dikategorikan dalam tipe morfologi lereng sedang; dan

Sub DAS yang luas lahannya 35-50% berlereng <25% dikategorikan dalam tipe morfologi lereng landai.

Identifikasi menghasilkan pengelompokan Sub DAS dalam DAS Citarum sebagai berikut, dan disajikan pada Tabel 3.

Sub DAS Cikaso, Cimeta, Ciminyak dan Ciwidey: tipe morfologi lereng berat;

Sub DAS Cibeet, Cicalengka, Cikundul, Cirasea, Cisangkuy, Ciosokan, Citarik dan Citarum Hulu: tipe morfologi lereng sedang; dan

Sub DAS Cikapundung dan Citarum Hilir: tipe morfologi lereng landai. Secara keseluruhan DAS Citarum bertipe morfologi lereng Sedang, seluas 33,28 % dari luas lahannya kelerengannya kurang dari 25% dan 39,49% dari luas lahannya kelerengan diatas 25%.

(8)

Tabel 3. Kelerengan Lahan DAS Citarum No Sub DAS % Luas Lereng Datar-Landai % Luas Lereng Curam-Sangat Curam Luas Sub DAS (ha) Tipe Morfologi DAS 1 Cibeet 29,97 41,74 106.372,31 Sedang 2 Cikapundung 20,28 33,48 40.491,79 Landai 3 Cikaso 18,47 57,42 51,531,83 Berat 4 Cikundul 22,50 58,52 26.325,38 Sedang 5 Cimeta 14,22 53,02 37.951,56 Berat 6 Ciminyak 17,04 78,37 32.459,65 Berat 7 Cirasea 15,19 48,25 38.004,43 Sedang 8 Cisangkuy 13,81 46,64 31.009,94 Sedang 9 Cisokan 22,06 49,71 118.160,61 Sedang 10 Citarik 33,38 36,84 46.793,67 Sedang

11 Citarum Hilir 77,72 7,34 161.704,71 Landai

12 Ciwidey 16,88 56,01 27.462,65 Berat

Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung

b. Karakteristik Sungai

Hasil analisa spatial terhadap sungai di DAS Citarum yang dilakukan BPDAS Citarum-Ciliwung disajikan dalam tabel berikut

Tabel 4. Panjang Sungai dan Kepadatan Aliran Tiap Wilayah DAS/Sub Dalam DAS Citarum

No Sub DAS Panjang Sungai

(km) Luas DAS (km2) Kerapatan Sungai (km/km2) 1 Cibeet 1.044,27 1.063,72 0,98 2 Cikapundung 975,49 404,91 2,41 3 Cikaso 2.600,19 515,32 5,05 4 Cikundul 652,81 263,25 2,48 5 Cimeta 796,94 379,51 2,10 6 Ciminyak 957,18 324,60 2,95 7 Cirasea 682,38 380,04 1,80 8 Cisangkuy 313,49 310,10 1,01 9 Cisokan 1.823,75 1.181,60 1,54 10 Citarik 93,27 467,93 0,20 11 Citarum Hilir 2.974,49 1.617,04 1,84 12 Ciwidey 329,30 274,63 1,20 JUMLAH 13.243,56 7.182,68 1,84

(9)

5. Penggunaan Lahan

Data penggunaan lahan diperoleh dari proses digitasi Peta Citra Landsat dan Peta Thematic DAS Citarum. Atribut data yang digunakan sebagaimana penggabungan kedua peta tersebut.

Tabel 5. Penggunaan Lahan DAS Citarum

Penutupan Lahan Luas (ha) % Thd Luas

DAS

1. Hutan Lahan Kering Sekunder 62.427,77 8,69

2. Hutan Tanaman 23.493,03 3,27

3. Ladang 184,16 0,03

4. Pemukiman 74.237,27 10,34

5. Pertanian Lahan Kerig 220.157,92 30,65

6. Pertanian Lahan Kering Campuran 192.793,94 26,84

7. Sawah 92.693,50 12,91

8. Semak/ Belukar 3.882,06 0,54

9. Tanah Terbuka 7.427,14 1,03

10.Tubuh Air 16,19 0,00

11.Hutan Lahan Kering Primer 10.430,63 1,45

12.Perkebunan 1.552,09 0,22

13.Tambak 28.972,83

JUMLAH 718.268,53 100,00

Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung 6. Sosial Ekonomi Penduduk

a. Kependudukan

Jumlah penduduk di DAS Citarum dalam tahun 2005 adalah 12.340.524 dengan kepadatan penduduk 171.185 jiwa/ km2. Sebaran penduduk di dalam kabupaten/ kota di wilayah DAS Citarum disajikan pada Tabel 6.

Laju pertumbuhan penduduk rata-rata diseluruh DAS Citarum diperkirakan sebesar 1,4 % s/d 2,4 % pertahun (Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Citarum). Tekanan penduduk antara 1,61 s/d 2,44 %. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk mengikuti model exponential, dengan laju pertumbuhan penduduk dan tekanan penduduk yang paling tinggi berada di wilayah Citarum Hulu.

(10)

b. Mata Pencaharian

Perekonomian utama penduduk di DAS Citarum adalah petani. Mata pencaharian lainnya yaitu pedagang, PNS/ TNI, buruh/ swasta, pengrajin, dan lain-lain.

Pendapatan tahunan rata-rata penduduk di DAS Citarum adalah sebesar Rp. 245.691,- perkapita pertahun.

Tabel 6. Kepadatan Penduduk Tiap Kabupaten/ Kota di DAS Citarum

No Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah KK Luas Wilayah (km2) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1 Bandung 2.788.342 728.194 3.245,94 1.035 2 Kota Bandung 1.445.637 398.452 81,57 18.811 3 Kota Cimahi 1.324.521 342.552 9,97 132.850 4 Subang 26.119 8.706 9.185,81 3 5 Purwakarta 767.071 203.799 971,72 789 6 Karawang 1.934.272 475.251 1.753,27 1.103 7 Cianjur 2.058.134 686.044 3.501,47 587,87 8 Bogor 46.219 15.406 7.245,00 7 9 Bekasi 1.950.209 477.883 1.273,88 16.000 JUMLAH 12.340.524 3.336.288 171.185

(11)

B. KUALITAS AIR DAS CITARUM

Kualitas Air DAS Citarum ditentukan dari parameter-parameter yang menentukan kualitas tersebut. Parameter-parameter tersebut sudah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Dalam Penelitian ini kualitas air diperoleh dari data sekunder dari Perum Jasa Tirta II. Perum Jasa Tirta II sudah melakukan pengukuran kualitas air dengan emngambil sampel air di tiap titik pantau. Perum Jasa Tirta II memiliki 34 titik pantau yang tersebar di sepanjan galiran Citarum dari hulu di Mata Air Wangisagara sampai ke hilir di Muara Gembong.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kualitas air Sungai Citarum dan kemudian akan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor82 Tahun 2001. Data yang sudah dibandingkan kemudian dibuat pola perubahannya atau trendline untuk mengetahui dititik mana saja terjadi perubahan kualitas air. Pola perubahan kualitas air ini dibuat dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Pola perubahan ini dibuat dengan menggunakan grafik regresi nonlinier dengan jarak sebagai variabel x dan adalah parameter kualitas air sebagai variabel y. Dari pola ini bisa dibuat Model Persamaan Kualitas air yang bisa digunakan untuk menentukan kualitas air pada titik yang tidak diketahui jaraknya.

Pembagian wilayah hulu, tengah dan hilir dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 wilayah, antara lain:

Bagian hulu : mata air wangisagara - inlet saguling Bagian tengah : outlet saguling - inlet jatiluhur Bagian hilir : outlet jatiluhur - muara gembong

Titik pengukuran yang dilakukan PJT II adalah sebanyak 34 titik yang tersebar dari hulu mata air sungai Citarum di Gunung Wayang sampai ke muara laut di Muara Gembong. Dalam skripsi ini titik pemantauan yang diambil sebanyak 10 titik Titik-titik tersebut diambil karena ingin mengetahui pola perubahan kualitas air dan hubungannya terhadap jarak dari garis pantai. Penentuan titik-titik tersebut juga dibuat karena ingin melihat fenomena yang terjadi karena perubahan alam atau karena keadaan alam disekitar DAS Citarum seperti adanya waduk apakah mempengaruhi kualitas air. Jarak titik-titik

(12)

pemantauan ditentukan menggunakan software Map info 7.5 berdasarkan jarak dari garis pantai, antara lain:

1. Mata air Wangisagara : 286,013 km dari garis pantai 2. Inlet Saguling : 225,793 km dari garis pantai 3. Outlet Saguling : 204,553 km dari garis pantai 4. Inlet Cirat : 185,923 km dari garis pantai 5. Outlet Cirata : 169,623 km dari garis pantai 6. Inlet Jatiluhur : 161,921 km dari garis pantai 7. Outlet Jatiluhur : 134,511 km dari garis pantai 8. Bendung Curug : 127,361 km dari garis pantai 9. Rengasdengklok : 66,231 km dari garis pantai 10.Muara Gembong : 8,811 km dari garis pantai

Parameter yang digunakan untuk pembuatan model adalah parameter BOD, COD dan TSS. Parameter BOD dan COD dipilih karena merupakan parameter kunci untuk menentukan tingkat pencemaran air dilihat dari banyaknya jumlah oksigen yang digunakan bahan organik untuk metabolisme kehidupannya. Nilai BOD dan COD berbanding terbalik dengan jumlah oksigen dalam air. Semakin tinggi jumlah BOD dan COD maka semakin buruk kualitas air karena jumlah oksigen yang terkandung dalam air semakin sedikit.

Total Suspended Solid atau TSS dipilih karena nilai TSS dapat mengetahui seberapa total zat padat yang tidak terlarut dalam air. TSS dapat menentukan tingkat sedimentasi suati perairan. Semakin tinggi TSS maka semakin tinggi juga sedimentasi yang terdapat di perairan tersebut. Sedimentasi yang ada di air bisa berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat di sepanjang aliran sungai. Erosi juga mempengaruhi tingkat sedimentasi. Berikut adalah pola perubahan kualitas air DAS Citarum tiap bulan pada tahun 2008 yang disajikan dalam grafik regresi non linear.

(13)

1. BOD dan COD di DAS Citarum

a.

Januari

Gambar 7. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Januari 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Januari 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 7E-14x3 - 1E-08x2 + 0,000x + 13,53 dengan R2 = 0,836

2. Parameter COD adalah y = 3E-14x3 - 5E-09x2 + 0,000x + 5,332 dengan R2 = 0,838

Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9 (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:

1 2 3 4 5 7 8 9 10 1 2 3 4 5 7 8 9 10 R² COD = 0,836 R² BOD = 0,838 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(14)

Tabel 7. Kelas Air Bulan Januari 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Januari

hulu 2,39-5,55 II, III 5,08-14,22 I,II

tengah 3,76-10,58 II, III, IV 9,14-28,45 I,II,III

hilir 3,79-10,26 II, III, IV 9,14-27,43 I,II,III

b.

Februari

Gambar 8. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Februari 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Februari 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x2 + 0,000x + 8,457 dengan R2 = 0,819

2. Parameter COD adalah y = - 2E-09x2 + 0,000x + 3,436 dengan R2 = 0,813 Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi dan kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi

1 2 3 4 5 6 7 9 10 1 2 3 4 5 6 7 9 10 R² COD = 0,819 R² BOD = 0,813 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(15)

Tabel 8. Kelas Air Bulan Februari 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Februari

hulu 3,77-4,47 III 9,07-11,09 I,II

tengah 1,39-3,08 I,II,III 5-6,05 I

hilir 1,28-7,74 I,II,III,IV 5-20,16 I,II

c.

Maret

Gambar 9. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Maret 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Maret 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 5E-14x3 - 9E-09x2 + 0,000x + 5,902 dengan R2 = 0,892

2. Parameter COD adalah y y = 2E-14x3 - 4E-09x2 + 0,000x + 2,433 dengan R2 = 0,854

Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9 (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada

1 2 3 4 7 8 9 10 1 2 3 4 7 8 9 10 R² COD = 0,892 R² BOD = 0,854 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(16)

bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:

Tabel 9. Kelas Air Bulan Maret 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Maret

hulu 3,77 -4,47 III 5-12,9 I,II

tengah 2,36 - 6,28 II,III,IV 5,04-16,13 I,II

hilir 3,09-5,58 III 7,06-12,11 I,II

d.

April

Gambar 10. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan April 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan April 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 2E-14x3 - 3E-09x2 + 9E-05x + 10,52 dengan R2 = 0,579

2. Parameter COD adalah y = - 1E-09x2 + 4E-05x + 4,207 dengan R2 = 0,717 Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik dengan drastis, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi secara

perlahan-1 2 3 4 5 7 8 9 10 1 2 3 4 5 7 9 9 10 R² COD = 0,579 R² BOD= 0,717 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(17)

sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya. Tabel 10. Kelas Air Bulan April 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

April

hulu 3,05- 6,59 III,IV 7,06 -16,26 I,II

tengah 2,36- 9,15 II,III,IV 5,04- 24,19 I,II

hilir 3,42 -4,52 III 8,06- 11,18 I,II

e.

Mei

Gambar 11. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Mei 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Mei 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 5E-14x3 - 8E-09x2 + 0,000x + 1,089 dengan R2 = 0,854

2. Parameter COD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x2 + 0,000x - 0,431 dengan R2 = 0,837

Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi dan kemudian turun sampai

1 2 3 4 5 6 7 9 10 1 2 3 4 5 6 7 9 10 R² COD= 0,854 R² BOD= 0,837 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(18)

titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya.

Tabel 11. Kelas Air Bulan Mei 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Mei

hulu 3,71 -6,64 III,IV 9,14 -17,27 I,II

tengah 1,11 -3,91 I,II,III 5-9,14 I

hilir 1,41 -7,62 I,II,III,IV 5 -20,32 I,II

f.

Juni

Gambar 12. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juni 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Juni 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 2E-09x2 - 0,000x + 9,801 dengan R2 = 0,213 2. Parameter COD adalah y = 1E-09x2 - 6E-05x + 4,138 dengan R2 = 0,784

Pada bulan Juni berbeda dengan bulan-bulan lain. Di titik mata air 1 2 3 5 6 7 8 9 10 1 2 3 5 6 7 8 9 10 R² COD= 0,213 R² BOD = 0,784 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(19)

(Inlet Saguling). Pada bagian tengah naik dan pada bagian hilir turun. Perbedaan ini bisa diakibatkan berbagai macam penyebab, salah satunya mungkin kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya.

Tabel 12. Kelas Air Bulan Juni 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Juni

hulu 4,13-7,74 III,IV 10,04 -10,08 II

tengah 1,11 -3,41 I,II,III 5 -13,21 I,II

hilir 3,03- 4,51 III 7,03- 11,04 I,II

g.

Juli

Gambar 13. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juli 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Juli 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 1E-09x2 - 0,000x + 26,50 dengan R2 = 0,673 2. Parameter COD adalah y = 7E-11x2 - 0,000x + 10,14 dengan R2 = 0,693

Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 R² COD= 0,673 R² BOD= 0,693 0 5 10 15 20 25 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(20)

(Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya

Tabel 13. Kelas Air Bulan Juli 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Juli

hulu 1,33- 7,74 I,II,III,IV 5- 20,08 I,II

tengah 3,37 -7,68 III,IV 8,03 -19,53 I,II

hilir 1,29 -9,16 I,II,III,IV 5 -23,64 I,II

h.

Agustus

Gambar 14. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Agustus 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Agustus 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = 2E-14x3 - 6E-09x2 + 0,000x + 15,39 dengan R2 = 0,758

2. Parameter COD adalah y = - 2E-09x2 + 0,000x + 6,417 dengan R2 = 0,782 1 2 4 5 6 7 8 9 10 1 2 4 5 6 7 8 9 10 R² COD = 0,758 R² BOD= 0,782 0 5 10 15 20 25 30 35 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(21)

Pada bulan Agustus juga berbeda dengan bulan lain. Pada bulan ini di titik hulu tidak terjadi kenaikan nilai BOD dan COD. Pada bagian tengah malah terjadi kenaikan nilai BOD dan COD sampai ke bagian hilir di Rengasdengklok.. Kemudian turun setelah melewati titik Rengasdengklok. Setelah melewati Rengasdengklok terjadi penurunan nilai parameter, hal ini mungkin diakibatkan semakin berkurangnya debit air. Tapi kemungkinan ini perlu ditinjau lagi dengan penelitian yang lebih mendalam. Perbedaan pola ini dengan pola pada bulan lain mengkin diakibatkan kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:

Tabel 14. Kelas Air Bulan Agustus 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Agustus

hulu 1,22 -1,36 I 5 I

tengah 3,07- 9,11 III,IV 7,2 -23,64 I,II

hilir 5,23 -12,39 III-diluar kelas 5 -20,56 I,II

i.

September

Gambar 15. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan September 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan September 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 R² COD= 0,526 R² BOD= 0,639 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(22)

1. Parameter BOD adalah y = - 3E-09x2 + 0,000x + 2,803 dengan R2 = 0,526 2. Parameter COD adalah y = - 3E-09x2 + 0,000x - 0,965 dengan R2 = 0,639 Sama seperti bulan Agustus, pada bulan September berbeda dengan bulan-bulan lain. Pada bulan ini di titik hulu malah terjadi penurunan nilai BOD dan COD. Pada bagian tengah terjadi kenaikan nilai BOD dan COD sampai ke bagian hilir di Rengasdengklok.. Kemudian turun setelah melewati titik Rengasdengklok. Setelah melewati Rengasdengklok terjadi penurunan nilai parameter, hal ini mungkin diakibatkan semakin berkurangnya debit air Perbedaan ini mengkin diakibatkan kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:

Tabel 15. Kelas Air Bulan September 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

sep

hulu 2,67- 3,93 II,III,IV 6,17 -9,14 I

tengah 2,61 -6,65 II,III,IV 6,1 -17,14 I,II

hilir 1,21- 8,04 I,II,III,IV 5 -20,56 I,II

j.

Oktober

Gambar 16. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Oktober 2008 1 2 3 4 5 7 8 9 10 1 2 3 4 5 7 8 9 10 R² = 0,137 R² = 0,586 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(23)

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Oktober 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

1. Parameter BOD adalah y = - 6E-10x2 + 3E-05x + 8,132 dengan R2 = 0,137 2. Parameter COD adalah y = - 7E-10x2 + 4E-05x + 3,203 dengan R2 = 0,541

Bulan Oktober pola perubahan kualitas airnya relatif konstan. Perubahan yang terjadi tidak terlalu drastis seperti bulan-bulan lain. Pada bulan ini dibagian hulu nilai parameter naik, pada bagian tengah nilai parameter turun dan pada bagian hilir nilai parameter naik lagi. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya

Tabel 16. Kelas Air Bulan Oktober 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Oktober

hulu 2,11- 3,08 II,III 6,24 -7,46 I

tengah 1,74- 4,86 I,II,III 5 -12,1 I,II

hilir 1,28 -3,71 I,II,III 5- 9,14 I

k.

November

Gambar 17. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan November 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan November 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut: 1 2 3 4 6 7 8 9 10 1 2 3 4 6 7 8 9 10 R² COD= 0,477 R² BOD = 0,479 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(24)

1. Parameter BOD adalah y = 7E-14x3 - 1E-08x2 + 0,000x + 3,108 dengan R2 = 0,477

2. Parameter COD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x2 + 0,000x + 1,598 dengan R2 = 0,479

Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9 (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya

Tabel 17. Kelas Air Bulan November 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

November

hulu 5,93 -7,02 III,IV 15,18 -18,22 II

tengah 3,37 -10,95 III,IV 8,1- 29,35 I,II,III

hilir 3,74 -7,36 III,IV 9,11 -19,23 I,II

l.

Desember

Gambar 18. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Desember 2008

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Desember 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 R² COD = 0,925 R² BOD= 0,932 0 5 10 15 20 25 30 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 (m g/ l) Jarak (m)

(25)

1. Parameter BOD adalah y = - 2E-13x3 + 1E-08x2 + 6E-05x + 4,743 dengan R2 = 0,925

2. Parameter COD adalah y = -7E-14x3 + 5E-09x2 + 4E-06x + 2,315 dengan R2 = 0,932

Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9 (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya

Tabel 18. Kelas Air Bulan Desember 2008

Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas

Desember

hulu 1,19- 7,73 I,II,III,IV 5 -20,24 I,II

tengah 2,98- 5,56 II,III 7,08 -14,17 I,II

hilir 2,68 -9,53 II,III,IV 6,07- 25,3 I,II

Pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi (>100mm) menurut klasifikasi Schmidth-Ferguson, yaitu dari November-Mei terlihat bahwa pola perubahannya hampir sama yaitu pada bagian hulu naik, pada bagian tengah turun dan pada bagian hilir naik lagi. Sedangkan pada bulan-bulan dengan curah hujan sedikit (<100mm) yaitu dari Juni-Oktober terjadi perbedaaan dengan bulan basah. Fenomena ini terjadi karena perubahan debit yang mengalir di sungai tersebut. Debit ini dapat mempengaruhi perubahan parameter kualitas air karena limbah yang masuk ke sungai akan tercampur dengan air sehingga limbah tersebut terjadi pengenceran.

Nilai COD yang terjadi pada perubahan kualitas air nilainya lebih tinggi dari nilai BOD karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat teroksidasi dalam uji COD. Misalnya, selulosa sering tidak terukur dalam uji BOD karena sulit dioksidasi/ diuraikan, tetapi dapat dioksidasi melalui uji COD. Umumnya, besar nilai COD kira-kira dua kali lipat nilai BOD karena senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis.

(26)

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam maupun dari aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan industri makanan. Makin besar nilai BOD atau COD, makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan da pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L

Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak dari garis pantai pada tahun 2008 dari bulan Januari-Desember terlihat bahwa pola penyebarannya fluktiatif dan tidak terpengaruh terhadap jarak. Perubahan kualitas air ternyata sangat berpengaruh terhadap sumber pencemar. Sumber pencemar bisa berasal dari limbah industri maupun domestik. Perubahan kualitas air juga berpengaruh terhadap perubahan curah hujan dan debit karena akan terjadi pengenceran limbah dengan air yang mengalir di sungai. Hal ini dibuktikan dengan grafik perubahan kualitas air pada bulan kering (Juni-Oktober). Pada bulan ini pola perubahan kualitas airnya berbeda dengan bulan basah (September-Mei).

Pada bagian tengah nilai BOD dan COD cenderung menurun karena pada daerah tersebut terdapat waduk-waduk dimana waduk tersebut bisa menurunkan polutan limbah yang masuk ke waduk. Sehingga pada waduk Saguling yang merupakan pintu masuk ke bagian tengah kondisinya sangat parah. Ini membuktikan bahwa waduk memiliki fungsi self purification yaitu fungsi waduk yang dapat memperbaiki sendiri kualitas air yang masuk karena bisa mengendap ke dasar waduk. Sehingga air yang keluar dari waduk kandungan bahan polutannya mangalami penurunan.

Pada bagian hilir dari outlet Jatiluhur sampai ke Muara Gembong rata-rata nilai BOD dan COD mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena setelah keluar dari outlet Jatiluhur sungai Citarum melewati daerah masyarakat dan daerah industri sehingga kualitas airnya kembali menurun. Ini terlihat dari meningkatnya nilai BOD dan COD yang terdapat pada titik tersebut.

(27)

2. TSS di DAS Citarum

TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat (mg/l) kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

Total Suspended Solid atau TSS dipilih karena nilai TSS dapat mengetahui seberapa total zat padat yang tidak terlarut dalam air. TSS dapat menentukan tingkat sedimentasi suati perairan. Semakin tinggi TSS maka semakin tinggi juga sedimentasi yang terdapat di perairan tersebut. Sedimentasi yang ada di air bisa berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat di sepanjang aliran sungai. Erosi juga mempengaruhi tingkat sedimentasi. Berikut adalah pola perubahan kualitas air DAS Citarum tiap bulan pada tahun 2008 yang disajikan dalam grafik regresi non linear.

a. Januari

Gambar 19. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis PantaiBulan Januari 2008

Dari grafik diatas terlihat bahwa pada bagian hulu di mata air Wangisagara nilai TSS sudah tinggi, kemudian menurun sampai ke titik inlet Saguling. Pada bagian tengah nilai TSS meningkat. Pada bagia hilir nilai TSS menurundari outlet Jatiluhur sampai ke titik Bendung Curug, kemudian meningkat kembali sampai Muara Gembong. 1 2 3 4 5 7 8 9 10 y = - 4E-13x3+ 8E-08x2- 0.005x + 326.5 R² = 0.666 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m)

(28)

b. Februari

Gambar 20. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Februari 2008

Sama seperti bulan Januari, pada bulan Februari pola perubahan kualitas airnya hampir sama hanya saja pada bahian hilir nilai TSS menurun. Pada bagian hulu niali TSS sudah tinggi, hal ini dikarenakan pada mata air Wangisagara keadaan lahan disana sudah sedikit pohon dan tanahnya kritis sehingga dimungkinkan terjadi erosi yang dapat menambah bahat yang tidak terlarut dalam air (TSS) menjadi meningkat.

c. Maret

Gambar 21. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Maret 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = - 3E-13x3+ 4E-08x2- 0.001x + 154.4 R² = 0.732 0 50 100 150 200 250 300 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m) 1 2 3 4 7 8 9 10 y = 1E-13x3- 3E-08x2+ 0.001x + 238.5 R² = 0.884 0 50 100 150 200 250 300 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m)

(29)

Pada Bulan Maret nilai TSS bagian hulu cenderung menurun sampai ke bagian tengah di titik inlet Cirata. Pada bagian tengah kemudian meningkat sampai ke bagian hilir di Muara Gembong.

d. April

Gambar 22. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan April 2008

Pada bulan April nilai TSS bagian hulu menurun sampai ke bagian tengah di titik outlet Jattiluhur kemudian meningkat lagi sampai di outlet Jatiluhur. Pada bagian hilir di titik Bendung Curug nilai TSS menurun sampai di Rengasdengklok, kemudian meningkat lagi di Muara Gembong.

e. Mei

Gambar 23. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Mei 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = - 1E-12x3+ 2E-07x2- 0.011x + 260.2 R² = 0.641 0 50 100 150 200 250 300 350 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m) 1 2 3 5 6 7 8 9 10 y = 1E-13x3- 5E-09x2- 0.003x + 418.5 R² = 0.817 0 100 200 300 400 500 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m)

(30)

Pada bulan Mei nilai TSS bagian hulu meningkat sampai di titik inlet Saguling. Kemudian pada bagian tengah menurun dan pada bagian hilir meningkat lagi secara drastis sampai ke Muara Gembong.

f. Juni

Gambar 24. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juni 2008

Pada bula Juni sama seperti bulan Mei, pada bagian hulu nilai TSS meningkat kemudian menurun pada bagian tengah dan meningkat lagi secara dratis sampai ke Muara Gembong

g. Juli

Gambar 25. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juli 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = 9E-14x3+ 4E-09x2- 0.003x + 387.1 R² = 0.778 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 100000 200000 300000 400000 TS S ( m g/ l) Jarak (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = 3E-13x3- 5E-08x2+ 0.002x + 190.4 R² = 0.963 0 50 100 150 200 250 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m)

(31)

Bulan Juli sama seperti bulan Mei dan Juni, pada bagian hulu nilai TSS meningkat kemudian menurun pada bagian tengah dan meningkat lagi secara dratis sampai ke Muara Gembong.

h. Agustus

Gambar 26. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Agustus 2008

Pada bulan Agustus merupakan bulan kering dimana curah hujan sedikit dan debit kecil memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai TSS yang dilihat pada bagian hulu dimana pada titik inlet Saguling nilai TSS meningkat drastis sampai melebihi baku mutu dan tidak masuk dikelas manapun. Setelah masuk ke waduk pada bagian tengah nilai TSS menurun kemudian pada bagian hilir meningkat lagi sampai ke Muara Gembong

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = -9E-14x3+ 4E-08x2- 0,006x + 419,1 R² = 0,343 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m)

(32)

i. September

Gambar 27. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan September 2008

Pada bulan September pola perubahannya sama sepertu bulan Agustus, tetapi pada bulan ini tidak terjadi kenaikan nilai TSS yang drastis di titik inlet Saguling. Setelah masuk ke waduk pada bagian tengah nilai TSS menurun kemudian pada bagian hilir meningkat lagi sampai ke Muara Gembong

j. Oktober

Gambar 28. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Oktober 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = - 2E-14x3+ 2E-08x2- 0.004x + 444.1 R² = 0.907 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ ) Jarak (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = 2E-13x3- 5E-08x2+ 0.002x + 181.4 R² = 0.897 0 50 100 150 200 250 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m)

(33)

Pada bulan Oktober nilai TSS bagian hulu sama sampai di titik inlet Saguling. Kemudian pada bagian tengah menurun dan pada bagian hilir meningkat lagi secara drastis sampai ke Muara Gembong.

k. November

Gambar 29. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan November 2008

Pada bulan November nilai TSS pada bagian hulu menurun sampai di titik inlet Cirata kemudian pada bagian tengah naik lagi sampai ke titik outlet Jatiluhur. Pada bagian hilir menurun sampai di Rengasdengklok kemudian meningkat lagi sampai di Muara Gembong

l. Desember

Gambar 30. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Desember 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 y = - 5E-13x3+ 8E-08x2- 0.004x + 227.4 R² = 0.530 0 50 100 150 200 250 300 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TS S ( m g/ l) Jarak (m) 1 2 3 4 5 6 8 9 10 y = - 9E-14x3+ 2E-08x2- 0.001x + 129.0 R² = 0.696 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 TSS (m g/ l) Jarak (m)

(34)

Pada bulan Desember polah perubahan nilai TSS adalah; pada bagian hulu meningkat sampai di inlet Saguling, kemudian pada bagian tengah dan hilir terus menurun sampai ke Muara Gembong

Berikut adalah data parameter TSS yang menentukan kualitas air sungai Citarum akan disajikan pada tabel 19.

Tabel 19. Kelas Air TSS Tahun 2008

Bulan Bagian

TSS

(mg/L) Kelas Bulan TSS (mg/L) Kelas

Januari hulu 180- 340 III,IV Juli 70 -120 III,IV

tengah 120- 280 III,IV 100 -130 III,IV

hilir 150 -280 III,IV 120 -210 III,IV

Februari hulu 130-270

III,IV

Agustus 100- 440

III,IV-diluar kelas

tengah 80-220 III,IV 110 -150 III,IV

hilir 150-220 III,IV 130- 330 III,IV

Maret hulu 150-160 III,IV September 120 -150 III,IV

tengah 90-160 III,IV 90 -190 III,IV

hilir 160-250 III,IV 120- 410 III, IV-diluar kelas April hulu 160-170 III,IV Oktober 98- 100 III,IV

tengah 120-270 III,IV 90- 130 III,IV

hilir 60-290 III,IV 90- 210 III,IV

Mei

hulu 110190 III,IV

November

110- 150 III,IV

tengah 40-280 III,IV 60 -110 III,IV

hilir 60-390 III,IV 110 -250 III,IV

Juni

hulu 60 -110 III,IV

Desember

120 -150 III,IV

tengah 90-190 III,IV 130 -170 III,IV

hilir 40 -350 II, III,IV 110 -340 III,IV

Kelas ini sebenarnya bertujuan untuk membagi kualitas air berdasarkan peruntukannya. Tapi apabila air telah memenuhi beberapa parameter fisika, kimi dan biologi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Tapi karena dalam penelitian ini hanya dilihat parameter TSS saja maka data yang telah dibandingkan dengan Baku Mutu PP82 Tahun 2001 maka belum bisa dimasukkan ke dalam kelas-kelas sesuai peraturan menurut peruntukannya.

Pemilihan parameter TSS sebenarnya untuk melihat sejauh mana tingkat sedimentasi dari sungai Citarum. Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai TSS tiap

(35)

kelas III dan IV. Hal ini menunjukkan bahwa sungai Citarum tingkat sedimentasinya tinggi karena bahan yang tidak terlarut dalam airnya juga tinggi. Pada bulan Agustus pada bagian hulu dan bulan September pada bagian hilir nilai TSS melebihi baku mutu sehingga tidak masuk ke kelas manapun. Dari data diatas maka dapat disimpulkan tingkat sedimentasi dari sungai Citarum sudah mengkhawatirkan.

Pola perubahan TSS nilainya fluktuatif dan tidak berpengaruh terhadap perubahan jarak. Nilai TSS berpengaruh terhadap adanya sumber pencemar atau tidak. Sumber pencemar yang mempengaruhi nilai TSS adalah limbah paertanian, perkebunan dan tingkat erosi.

Curah hujan dan debit juga mempengaruhi nilai TSS. Pada bulan-bulan basah yang terjadi pada bulan November-Mei nilai TSS pada titik 5 dan 6 (Outlet Cirata dan Inlet Jatiluhur) terjadi peningkatan. Hal ini terjadi karena pada daerah tersebut merupakan lahan kering yang memungkinkan untuk terjadinya erosi dan sedimentasi sehingga pada daerah tersebut terjadi peningkatan nilai TSS.

Nilai TSS juga berpengaruh pada bulan-bulan kering yang terjadi pada bulan Juni-Oktober dimana curah hujan dan debit menurun. Pada bulan ini di bagian hulu terjadi peningkatan nilai TSS. Hal ini terjadi karena pada bagian hilir debit air semakin kecil, ditambah lagi adanya bahan yang tidak larut dalam air (TSS) sehingga nilai TSS tinggi pada bulan kering.

Gambar

Gambar 2. Waduk Saguling
Gambar 3. Waduk Cirata
Gambar 4. Waduk Jatiluhur
Gambar 6. Debit Aliran Citarum Tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil akhir dari analisis Konjoin adalah berupa konsep produk yang paling diminati oleh responden dengan susunan beberapa level dari tiap atribut yang memiliki nilai

Peran Humas sebagai fasilitator komunikasi untuk memperlancar suatu proses komunikasi, dalam kegiatan ini Humas ICMI Jawa Barat memiliki peran sebagai perantara

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kendali FLC-PI lebih baik dari pada sistem kendali PI linear dengan mampu menghasilkan tanggapan transisi

Kalman Filter bekerja dengan cara memisahkan noise dari data asli dan dari segi teori Kalman Filter lebih baik dalam menangani eror dari output sensor sehingga

dalam sub judul bukunya “Seorang Wakil Harus Bisa Dipercaya; Amanat Tidak Bisa Diperjualbelikan,” bahwa jika seseorang mengangkat orang lain sebagai wakilnya dalam

Berdasarkan uraian tersebut di atas, pertanggungjawaban Anggota Polisi Militer yang melakukan tindak pidana narkotika yaitu tetap dilaksanakan sesuai dengan Bab IV Hukum

Ketika barang dunia yang dikonsumsi adalah barang yang tidak memiliki berkah, maka maslahah yang didapatkan hanya sebatas M1 namun jika barang yang dikonsumsi memiliki nilai

Tidak ada perbedaan dalam kemandirian personal hygiene anak usia prasekolah berdasarkan pola asuh permisif, otoriter dan demokratis di Dusun Turi Sidorejo Ponjong