• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Karawang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Karawang)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan

Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Karawang)

Evaporation Estimation Based on Energy Balance Concepts Using Landsat 8

Satellite Imagery (Case Study: Karawang District)

Aryo Adhi Condro1*)

1Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor

*)E-mail: aacondro@gmail.com

ABSTRAK - Evaporasi merupakan proses penguapan air dari permukaan bumi menuju atmosfer. Evaporasi menjadi

potensial ketika faktor pembatasnya hanya berasal dari faktor cuaca dan iklim saja tanpa mempertimbangkan jumlah air yang tersedia di permukaan. Berdasarkan konsep neraca air, evaporasi merupakan nilai kehilangan air permukaan sehingga parameter ini berperan penting dalam menduga kebutuhan air tanaman, penentuan cekaman air suatu tanaman, dan analisis kekeringan. Lisimeter digunakan untuk mengukur nilai evaporasi secara observatif. Namun, biaya operasional yang mahal dan hanya menghasilkan data titik menjadi masalah dalam analisis data evaporasi. Oleh karena itu, pemanfaatan data penginderaan jauh dilakukan dalam menduga nilai evaporasi sehingga pengukuran lebih efisien. Karakteristik evaporasi terhadap tutupan lahan tertentu pun dapat dianalisis apabila pendugaan dilakukan menggunakan citra satelit. Citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS digunakan dalam menduga nilai evaporasi. Kombinasi antara neraca radiasi dengan neraca energi digunakan dalam memperoleh nilai panas laten yang selanjutnya akan dikonversi menjadi nilai evaporasi. Karawang digunakan sebagai wilayah kajian karena daerah ini merupakan salah satu daerah penghasil padi yang berpengaruh di Jawa Barat sehingga informasi kebutuhan air sangat penting bagi wilayah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan nilai evaporasi minimum sebesar 1.2 mm hari-1 dan nilai evaporasi maksimum sebesar 15.4 mm hari-1 di

wilayah Kabupaten Karawang secara umum pada tanggal 15 Agustus 2015. Nilai evaporasi pada tutupan lahan badan air berkisar antara 6.2 mm hari-1 hingga 15.4 mm hari-1, lahan terbangun berkisar antara 1.2 mm hari-1 hingga 3.1 mm hari-1,

dan vegetasi berkisar antara 6.4 mm hari-1 hingga 10.4 mm hari-1. Hal ini berkaitan erat dengan karakteristik permukaan

dalam menghambat evaporasi.

Kata kunci: evaporasi, Landsat-8 OLI/TIRS, neraca energi, neraca radiasi, pendugaan cepat

ABSTRACT - Evaporation is a physical process – through which, water from the earth surface is vapoured and transmitted to the atmosphere. Evaporation is termed as β€˜potential’, if it only considers weather and climate as the limiting factors – without taking water quantity, available on the earth surface, into account. In a water balance model, evaporation is considered as the water loss from the earth surface – thus, estimating the amount of water loss due to evaporation is therefore very crucial, in order to further assess: (1) crops’ water demand; (2) crops’ water stress; and (3) other impacts of drought. Lysimeter is conventionally used for measuring evaporation on the field – however, since one lysimeter can only measure evaporation at one particular point of location; thus, in order to obtain and analyse evaporation data of a relatively large area – using lysimeter is therefore cost-inefficient. Hence, estimating evaporation on a large area using remotely sensed data should offer a more efficient approach. In addition, remote sensing also offers a rapid method for assessing evaporation from various types of land cover. Landsat 8 satellite image OLI/TIRS used in predicting the value of evaporation. The combination between the radiation balance and the energy balance used to obtain the value of the latent heat which would then be converted into evaporation. Karawang used as a study area because this area is one of the influential producer of rice in West Java, so the information of the water needs for crop is very important for this region. Findings of the study indicated daily evaporation in Karawang as observed on 15 August 2015 was ranging from 1.2 mm day-1 to 15.4 mm day-1 – which varied among various types of land cover – i.e.: water

body, built-up area, and vegetation – of about 6.2-15.4 mm day-1, 1.2-3.1 mm day-1, and 6.4-10.4 mm day-1 respectively.

It suggests that each land cover type has different surficial properties – functioning as constraining factors to evaporation.

(2)

2

1. PENDAHULUAN

Evaporasi merupakan proses fisik yang terjadi di atas permukaan dimana air diubah menjadi uap air dan dipindahkan ke atmosfer dengan laju yang ditentukan oleh faktor-faktor cuaca. Proses fisik serupa terjadi pada vegetasi yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor fisiologis vegetasi tersebut. Dalam analisis neraca air, kedua parameter tersebut seringkali dikombinasikan dan disebut evapotranspirasi. Ketika nilai leaf area index (LAI) suatu wilayah rendah, proses evaporasi mengambil proporsi lebih banyak dibandingkan dengan transpirasi. Sebaliknya, ketika nilai LAI tinggi, proses transpirasi akan mengambil peran dominan terhadap kehilangan air dari permukaan suatu wilayah tersebut (Allen et al., 1998). Pendugaan nilai evaporasi dalam aplikasi neraca air menjadi sangat penting dalam melakukan kajian irigasi tanaman, pembangunan model kekeringan, analisis cekaman air terhadap suatu tanaman, serta kajian-kajian lainnya yang berhubungan dengan neraca air.

Pengukuran evaporasi secara observatif dapat dilakukan menggunakan panci kelas A standar, atmometer, dan lisimeter. Lisimeter merupakan alat yang standar dalam pengukuran evaporasi karena proses transpirasi berdasarkan tanaman acuan dimasukkan ke dalam pengukuran. Namun, banyak ditemukan kesulitan dalam operasional lisimeter tersebut. Beberapa hambatan dalam pengukuran lisimeter secara observatif diantaranya: biaya perawatan dan operasional alat cukup mahal, sampel tanah pada lisimeter mudah terganggu sehingga pengisian air pada tanah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghasilkan nilai evaporasi yang representatif dengan lingkungan, lisimeter dapat rusak akibat tutupan salju dan es pada musim dingin di wilayah subtropis, dan pengukuran nilai evaporasi potensial pada musim kering dan panas dapat menghasilkan data yang overestimate (Shaw, 2011). Pendekatan empiris dalam menduga nilai evaporasi digunakan untuk menghindari kesulitan yang dihadapi dalam melakukan observasi sehingga pendugaan evaporasi menjadi lebih efisien. Beberapa pendekatan empiris yang dapat digunakan antara lain: pendekatan neraca air, metode Penman atau metode kombinasi, transfer massa, korelasi eddy, dan neraca energi (Dingman, 2015). Penelitian ini menggunakan metode neraca energi dalam menduga nilai evaporasi dengan pendekatan penginderaan jauh.

Absorpsi radiasi matahari dan pancaran radiasi gelombang panjang dari permukaan bumi merupakan faktor penggerak dinamika atmosfer sehingga akan mempengaruhi karakteristik dan proporsi energi di bumi. Satelit pasif seperti Landsat 8 dapat menangkap pancaran objek-objek dari permukaan bumi dalam bentuk reflektansi. Nilai reflektansi tersebut dapat dikonversi ke dalam parameter-parameter radiasi dan energi dengan metode-metode tertentu. Energi input ke dalam bumi (radiasi netto) terdistribusi dalam bentuk panas terasa, panas laten, panas tanah, dan sebagian kecil digunakan untuk proses fotosintesis. Panas laten merupakan energi yang dapat dikonversi menjadi nilai evaporasi sehingga citra satelit Landsat 8 dapat digunakan untuk mengestimasi nilai evaporasi di wilayah tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai evaporasi di wilayah kajian berdasarkan konsep neraca energi menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS serta membandingkan distribusi nilai evaporasi di tutupan lahan tertentu di Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional rata-rata setiap tahunnya mencapai 865000 ton/tahun berdasarkan data RPJMD Kabupaten Karawang tahun 2011-2015. Pengaruh ketersediaan air bagi tanaman padi di wilayah kajian perlu diperhatikan sehingga pendugaan parameter neraca air menggunakan penginderaan jauh diharapkan mampu memberikan data secara efisien untuk pembangunan model neraca air.

2. METODE

2.1 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra satelit Landsat 8 sensor OLI/TIRS dengan level koreksi L1T yang dapat diunduh secara dari laman (earthexplorer.usgs.gov). Path/Row wilayah kajian adalah 122/64 yang diakuisisi pada tanggal 15 Agustus 2015. Hanya citra satelit yang berasal dari kanal 2, 3, 4, 5, 6, 10, dan 11 yang digunakan dalam pengolahan data. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer, perangkat lunak Ms. Office 2016, ERDAS Imagine 9.1, serta ArcMap 10.3.

2.2 Lokasi Penelitian

Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1753.27 km2atau

174327 ha yang secara geografis terletak antara 107o02’ – 107o40’ BT dan 5o56’ – 6o34’ LS. Wilayah ini

(3)

3

2.3 Alur Penelitian

2.3.1 Klasifikasi tak terbimbing dan cloud removal

Klasifikasi tak terbimbing merupakan metode pengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa cluster tutupan lahan yang memiliki karakteristik piksel yang mirip tanpa harus mengambil sampel training area. Algoritma yang biasa digunakan dalam melakukan klasifikasi tak terbimbing disebut iterative self-organizing

data analysis atau ISODATA (Lillesand, 2004). Citra komposit kanal 654 digunakan dalam melakukan

klasifikasi ke dalam tiga kelas berbeda. Hal ini didasari oleh karakteristik permukaan terhadap respon energi yang diterima. Kelas tutupan lahan terdiri dari badan air, vegetasi, dan lahan terbangun. Selain proses klasifikasi, cloud removal pada citra dilakukan sehingga piksel awan dihilangkan dari data raster.

2.3.2 Perhitungan suhu permukaan

Suhu permukaan berguna untuk menentukan radiasi gelombang panjang yang keluar dari permukaan bumi. Kanal termal Landsat 8 dari sensor TIRS (kanal 10 dan kanal 11) digunakan dalam perhitungan suhu permukaan. Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan nilai suhu permukaan.

Nilai spektral radians diperoleh dari persamaan konversi yang terdapat dalam Landsat 8 Data users

handbook. Berikut adalah persamaan spektral radians yang digunakan.

πΏπœ† = 𝑀𝐿 π‘₯ π‘„π‘π‘Žπ‘™ + 𝐴𝐿……….(1) dimana LΞ» merupakan nilai spektral radians (W m-2 sr-1 ΞΌm-1), ML merupakan radiance multiplicative scaling

factor kanal tertentu, Qcal merupakan nilai digital number kanal tertentu, dan AL merupakan radiance additive

scaling factor kanal tertentu. Selanjutnya, suhu kecerahan dihitung berdasarkan persamaan berikut.

𝑇𝑏 = 𝐾2 ln(𝐾1

πΏπœ†+1)

βˆ’ 273.15………...(2) dimana Tb merupakan suhu kecerahan (oC) yang merupakan suhu efektif yang ditangkap oleh satelit dengan

asumsi emisivitas yang seragam di setiap permukaan, K1 dan K2 merupakan konstanta konversi termal untuk kanal tertentu, dan LΞ» merupakan nilai spektral radians (W m-2 sr-1 ΞΌm-1). Suhu permukaan diperoleh dengan

mengoreksi suhu kecerahan dengan nilai emisivitas yang berbeda pada setiap tutupan lahan. Berikut adalah persamaan suhu permukaan (Weng, 2001).

𝑇𝑠 = 𝑇𝑏 1+(πœ†π‘‡π‘

βˆ‚ ) ln πœ€

………..……...(3) dimana Ts merupakan suhu permukaan (oC), Tb merupakan suhu kecerahan (oC), Ξ» merupakan panjang

gelombang yang diemisikan (11.5 ΞΌm), βˆ‚ merupakan β„Žπ‘

𝜎 yang bernilai 1.438x10

-2 mK, dan Ξ΅ merupakan nilai

emisivitas permukaan. Badan air memiliki nilai Ξ΅ sebesar 0.98, untuk vegetasi sebesar 0.95, dan non-vegetasi (lahan terbangun) sebesar 0.92 (Weng, 2001).

2.3.3 Perhitungan komponen neraca radiasi

Pendugaan nilai radiasi netto merupakan tujuan utama dalam perhitungan komponen neraca energi. Berikut ini merupakan persamaan neraca radiasi.

𝑄𝑛 = (𝑅𝑆𝑖𝑛 + 𝑅𝐿𝑖𝑛) βˆ’ (π‘…π‘†π‘œπ‘’π‘‘ + π‘…πΏπ‘œπ‘’π‘‘)……….…….(4) dimana Qn merupakan radiasi netto (W m-2), RSin merupakan radiasi gelombang pendek yang masuk menuju

bumi (W m-2), RLin merupakan radiasi gelombang panjang yang masuk ke dalam bumi (W m-2), RSout

merupakan radiasi gelombang pendek yang keluar dari bumi (W m-2), dan RLout merupakan radiasi gelombang

panjang yang keluar dari permukaan bumi (W m-2). Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan

(4)

4

Radiasi gelombang pendek yang keluar menuju atmosfer dan albedo dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut menggunakan citra kanal 4, kanal 3, dan kanal 2 (USGS, 2013).

π‘…π‘†π‘œπ‘’π‘‘ = πœ‹π‘₯ πΏπœ† π‘₯ 𝑑2 π‘₯ πœ†β€¦β€¦β€¦.………..(5) 𝛼 = πœ‹.𝐿.πœ†.𝑑2

𝐸𝑠𝑒𝑛.cos (πœƒπ‘ )………..………..(6)

dimana d merupakan jarak bumi-matahari pada julian date tertentu, Esun merupakan exoatmospheric solar

irradiance kanal tertentu (Wm-2ΞΌm-1), dan ΞΈs merupakan sudut zenith matahari. Albedo dan radiasi gelombang

pendek yang keluar tersebut digunakan untuk menghitung radiasi gelombang pendek yang masuk ke permukaan bumi. Berikut adalah persamaan radiasi gelombang pendek yang masuk.

𝑅𝑆𝑖𝑛 =π‘…π‘†π‘œπ‘’π‘‘

𝛼 ……….………(7)

RLin memiliki nilai yang sangat kecil sehingga pada perhitungan neraca radiasi nilai radiasi gelombang

panjang yang masuk ke bumi dapat diasumsikan bernilai nol. Selanjutnya, radiasi gelombang panjang yang keluar dari permukaan bumi dihitung berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann.

π‘…πΏπ‘œπ‘’π‘‘ = πœ€ π‘₯ 𝜎π‘₯ 𝑇𝑠4……….(8) dimana Οƒ merupakan konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai sebesar 5.67x10-8 W m-2 K-4, dan Ts merupakan

suhu permukaan (K).

2.3.4 Pendugaan komponen neraca energi

Neraca energi merupakan distribusi radiasi netto ke dalam bentuk energi lain yang berperan dalam proses kehidupan (Arya, 2001). Berikut ini merupakan persamaan umum dari neraca energi.

𝑄𝑛 = 𝐻 + 𝐺 + 𝐿𝐸 + 𝑃………(9) dimana H merupakan panas terasa (W m-2), G merupakan panas tanah (W m-2), P merupakan energi yang

digunakan untuk fotosintesis (W m-2), dan LE merupakan panas laten (W m-2).

Energi yang digunakan untuk fotosintesis sangat rendah sehingga dalam persamaan neraca energi dapat diasumsikan bernilai nol. Panas tanah diperoleh dari nilai radiasi netto, suhu permukaan, albedo, dan NDVI. Berikut adalah persamaan panas tanah yang digunakan (Allen et al., 2001).

𝐺 𝑄𝑛=

𝑇𝑠

𝛼(0.0038𝛼 + 0.0074𝛼

2)(1 βˆ’ 𝑁𝐷𝑉𝐼4)………..(10) Panas terasa dan panas laten dapat diperoleh dengan menggunakan metode Bowen Ratio. Berikut adalah persamaan perhitungan panas terasa dan panas laten.

𝐻 =𝛽(π‘„π‘›βˆ’πΊ)𝛽+1 ………(11)

𝐿𝐸 =(π‘„π‘›βˆ’πΊ)

𝛽+1 atau 𝐿𝐸 = 𝑄𝑛 βˆ’ 𝐺 βˆ’ 𝐻………...(12) Bowen ratio merupakan rasio antara panas terasa dengan panas laten. Rasio tersebut relatif konstan pada setiap tutupan lahan tertentu sehingga nilai Ξ² untuk badan air sebesar 0.1, nilai Ξ² untuk vegetasi sebesar 0.5, dan untuk lahan terbangun sebesar 4.

2.3.5 Pendugaan nilai evaporasi

Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan satu kilogram air (L) digunakan dalam mengonversi nilai panas laten menjadi nilai evaporasi harian. Berikut ini merupakan persamaan latent heat vaporization.

(5)

5

𝐿 = 2.5π‘₯106βˆ’ 2400π‘₯𝑇𝑠……….(13) Selanjutnya, nilai evaporasi harian dapat diestimasi menggunakan persamaan berikut.

𝐸 =𝐿𝐸

𝜌 𝐿π‘₯1000π‘₯86400………...……….……….(14)

dimana E merupakan evaporasi harian (mm hari-1), ρ merupakan kerapatan air sebesar 1000 kgm-3, dan L

merupakan latent heat vaporization (J kg-1).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi tutupan lahan secara tak terbimbing dilakukan pada penelitian ini dengan iterasi sebanyak seratus kali. Recoding data hasil klasifikasi dilakukan untuk menggabungkan cluster ke dalam klasifikasi yang sama. Hasil klasifikasi tersebut tidak dapat merepresentasikan penggunaan lahan. Berikut adalah klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Karawang pada tanggal 15 Agustus 2015.

Gambar 1. Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang

Berdasarkan Gambar 1, tutupan lahan di Kabupaten Karawang dibagi menjadi tiga: badan air, lahan terbangun, serta vegetasi. Kelas yang dibangun merupakan generalisasi dari tutupan lahan tertentu karena hanya diperlukan tutupan lahan dengan perbedaan karakteristik dan sifat permukaan yang signifikan. Wilayah utara Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air. Lahan terbangun mendominasi wilayah selatan Kabupaten Karawang. Penggunaan lahan sawah bera dan lahan terbuka memiliki karakteristik yang relatif sama dengan lahan terbangun sehingga sawah bera dan lahan terbuka diklasifikasikan ke dalam lahan terbangun.

Tabel 1. Luasan Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang

Tutupan Lahan Luas (%) Luas (ha)

Badan air 39.2 68359

Lahan terbangun 38.2 66590

Vegetasi 22.6 39378

(6)

6

Tutupan lahan di Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air sebesar 39.2 % dari total wilayah Kabupaten Karawang. Lahan tambak dan sawah tergenang digolongkan ke dalam kelas badan air sehingga tutupan lahan badan air memiliki luasan yang cukup besar. Lahan terbangun memiliki luasan sebesar 38.2 % dari total wilayah, sedangkan vegetasi memiliki luas sebesar 22.6 % dari total wilayah.

Perhitungan komponen neraca radiasi dilakukan untuk menghasilkan nilai radiasi netto sehingga nilai panas laten dan komponen energi lainnya dapat diketahui. Berikut ini adalah data komponen neraca radiasi, neraca energi, dan evaporasi harian di setiap tutupan lahan pada tanggal 15 Agustus 2015 di Kabupaten Karawang.

Tabel 2. Komponen Neraca Radiasi di Kabupaten Karawang

Tutupan Lahan

Ts (ΒΊC) Albedo RSout (W m-2) RSin (W m-2) RLout (W m-2) Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Badan air 22.6 0.8 0.119 0.02 107.1 12.8 901.8 17.5 425.1 4.7 Lahan terbangun 24.6 1.4 0.122 0.02 109.6 17.7 897.0 14.4 409.8 7.6 Vegetasi 22.2 0.9 0.098 0.01 89.2 7.0 912.9 12.0 410.1 4.8

Tabel 3. Komponen Neraca Energi dan Evaporasi Harian di Kabupaten Karawang

Tutupan Lahan Qn (W m-2) G (W m-2) H (W m-2) LE (W m-2) E (mm hari-1) Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Badan air 369.6 28.7 39.0 2.3 30.1 2.4 300.6 24.4 10.6 0.9 Lahan terbangun 377.7 31.6 43.3 2.5 267.5 24.0 66.9 6.0 2.4 0.2 Vegetasi 413.5 18.2 40.8 1.8 124.3 5.9 248.5 11.8 8.8 0.4

Kelas tutupan lahan vegetasi memiliki nilai radiasi netto rata-rata yang paling tinggi dari tutupan lahan lainnya, yaitu sebesar 413.5 W m-2. Lahan terbangun memiliki radiasi netto rata-rata sebesar 377.7 W m-2

sedangkan badan air memiliki radiasi netto rata-rata sebesar 369.6 W m-2. Berdasarkan konsep neraca radiasi,

nilai radiasi netto yang tinggi merepresentasikan lebih banyak radiasi yang diterima permukaan bumi dibandingkan dengan radiasi yang keluar dari bumi. Vegetasi memiliki albedo rata-rata terendah dari tutupan lahan lainnya sehingga radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam vegetasi sangat tinggi, yaitu mencapai 912.9 W m-2. Berbeda dengan lahan terbangun, albedo rata-rata dari lahan terbangun memiliki nilai yang paling

tinggi sehingga nilai radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam lahan terbangun menjadi rendah, yaitu sebesar 897 W m-2. Albedo memiliki hubungan terbalik dengan radiasi gelombang pendek yang masuk ke

permukaan bumi. Berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann, suhu permukaan mempengaruhi besarnya radiasi gelombang panjang yang diemisikan melalui objek di permukaan bumi. Flux panas permukaan tanah (soil heat

flux) memiliki nilai yang berkisar antara 39 – 43 W m-2. Lahan terbangun memiliki rata-rata fluks panas

permukaan tanah tertinggi dan badan air memiliki rata-rata fluks panas permukaan terendah. Nilai fluks panas permukaan tanah relatif konstan sehingga karakteristik radiasi netto dan komponen energi lainnya biasanya dinyatakan dalam rasio per fluks panas permukaan tanah. Rasio tersebut dapat menggambarkan karakteristik energi pada tutupan lahan yang berbeda.

Panas laten merupakan energi yang digunakan untuk proses evaporasi. Badan air memiliki nilai panas laten rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 300.6 W m-2. Kandungan air pada badan air sangat melimpah sehingga

sebagian besar energi atau radiasi netto (Qn) akan diubah menjadi panas laten (LE). Vegetasi memiliki nilai panas laten rata-rata sebesar 248.5 W m-2. Cadangan air yang cukup banyak pada vegetasi serta proses

konduktivitas stomata menyebabkan nilai panas laten di tutupan lahan vegetasi juga cukup tinggi. Tumbuhan memperoleh CO2(g) sebagai reaktan dalam proses fotosintesis dari stomata. Pembukaan stomata akan diikuti

dengan masuknya CO2(g) dan keluarnya H2O dari dalam tumbuhan ke atmosfer sehingga akan terjadi proses

transpirasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh perbedaan nilai tekanan uap antara atmosfer dengan tumbuhan (Jones, 2014). Lahan terbangun memiliki nilai panas laten terendah, yaitu 66.9 W m-2. Potensi penguapan yang

dimiliki tutupan lahan terbangun sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sifat permukaan dan ketersediaan air di lahan tersebut. Berikut ini merupakan persentase alokasi radiasi netto menjadi panas terasa, panas laten, dan panas permukaan tanah.

(7)

7

Gambar 2. Persentase Alokasi Energi. (a) Badan Air, (b) Lahan Terbangun, dan (c) Vegetasi

Pie chart di atas merupakan persentase alokasi energi dari radiasi netto pada tutupan lahan berbeda. Panas

laten memiliki alokasi energi tertinggi di tutupan lahan badan air dan vegetasi. Sedangkan, lahan terbuka memiliki persentase energi panas laten yang lebih rendah dibandingkan dengan kedua tutupan lahan lainnya. Radiasi netto pada lahan terbangun paling tinggi dialokasikan menjadi energi panas terasa sehingga pada tutupan lahan tersebut sering terjadi proses pemanasan lokal atau urban heat island.

Gambar 3. Distribusi Evaporasi di Kabupaten Karawang pada Tanggal 15 Agustus 2015.

Berdasarkan Gambar 3, dapat terlihat distribusi evaporasi di Kabupaten Karawang pada tanggal 15 Agustus 2015. Rentang nilai evaporasi berada di antara 1.2 – 15.4 mm hari-1 dengan variasi pada tutupan lahan yang

berbeda. Nilai evaporasi pada tutupan lahan badan air berkisar antara 6.2 - 15.4 mm hari-1, lahan terbangun

berkisar antara 1.2 - 3.1 mm hari-1, dan vegetasi berkisar antara 6.4 - 10.4 mm hari-1. Evaporasi tinggi di

wilayah utara Kabupaten Karawang dan rendah di bagian selatan dan barat daya Kabupaten Karawang. Berdasarkan kelas tutupan lahan, wilayah utara Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air berupa tambak dan sawah tergenang. Cadangan air di tutupan lahan tersebut relatif berlimpah sehingga potensi evaporasi di wilayah tersebut juga tinggi. Wilayah selatan dan barat daya Kabupaten Karawang didominasi oleh lahan terbangun sehingga memiliki nilai evaporasi yang relatif rendah dari wilayah Kabupaten Karawang lainnya. Karakteristik statistik nilai evaporasi di setiap tutupan lahan dapat dilihat dalam distribusi frekuensi.

(8)

8

Gambar 4. Histogram Nilai Evaporasi pada Setiap Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang.

Distribusi nilai evaporasi pada setiap tutupan lahan relatif menyebar secara normal. Perbedaan nilai rataan evaporasi pada setiap tutupan lahan terlihat dalam posisi histogram pada sumbu axis. Besarnya frekuensi merepresentasikan luasan tutupan lahan tertentu di Kabupaten Karawang. Badan air memiliki nilai evaporasi yang tinggi dengan luasan wilayah yang tinggi pula sehingga badan air menyumbangkan evaporasi terbesar di Kabupaten Karawang. Lahan terbangun memiliki nilai rataan evaporasi terendah tetapi memiliki luasan wilayah yang cukup tinggi.

4. KESIMPULAN

Evaporasi harian pada tutupan lahan tertentu secara spasial dapat diduga menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS. Rentang nilai evaporasi berada di antara 1.2 – 15.4 mm hari-1 dengan variasi pada tutupan lahan

yang berbeda. Evaporasi rata-rata tertinggi berada di tutupan lahan badan air, yaitu sebesar 10.6 mm hari-1,

evaporasi rata-rata di tutupan lahan vegetasi sebesar 8.8 mm hari-1, dan evaporasi rata-rata terendah berada di

lahan terbangun, yaitu sebesar 2.4 mm hari-1. Perbedaan nilai evaporasi pada tutupan lahan yang berbeda sangat

dipengaruhi oleh karakteristik permukaan seperti emisivitas permukaan, bowen ratio, dan cadangan air yang tersedia di permukaan.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Bapak Idung Risdiyanto, S.Si., M.Sc. dan Bapak Dr. Yudi Setiawan, S.P., M.Sc., Ph.D. atas saran dan bimbingannya, serta rekan-rekan Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB angkatan 50 atas dukungannya selama penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Allen, R. G., Morse, A., Tasumi, M., Bastiaansen, W. and Anderson, H. (2001). Evapotranspiration from Landsat (SEBAL) for water right management and compliance with ulti-state water compact: University of Idaho Kimberly. Allen, R. G., Pereira L. S., Raes, D., and Smith M. (1998). Crop Evapotranspiration Guidelines Computing Crop Water

Requirements, FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56, diunduh 10 Juni 2016 dari

http://kimberly.uidaho.edu/water/fao56/fao56.pdf

Arya, S. P. (2001). Intoduction to Micrometeorology, Second Edition: Academic Press.

Bappeda Karawang. (2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2011-2015. Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bappeda Karawang.

Dingman, S. L. (2015). Physical Hydrology, Third Edition: Waveland Press, Inc.

Dwijayanto, A. (2015). Intensitas Kebakaran Hutan dan Estimasi Heat Production Menggunakan Citra Landsat. (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor.

Jones, H. G. (2014). Plant and Microclimate: A Quantitative Approach to Environmental Plant Physiology, Third Edition: Cambridge University Press.

Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., and Chipman, J. W. (2004). Remote Sensing and Image Interpretation, Fifth Edition: John Wiley & Sons, Inc.

(9)

9

Setiawan, R. (2006). Metode Neraca Energi untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) di Lahan Bervegetasi

Menggunakan Data Citra Satelit. (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor.

Shaw, E. M., Beven, K. J., Chappell, N. A., and Lamb, R. (2011). Hydrology in Practice, Fourth Edition: Spon Press. [USGS] United State Geological Survey. (2013). Landsat 8 (L8) Data User Handbook, diunduh 19 April 2016 dari

http://landsat.usgs.gov/documents/Landsat8DataUsersHandbook.pdf

Weng, Q. (2001). A Remote Sensing: GIS Evaluation of Urban Expansion and Its Impact on Surface Temperature in The Zhujiang Delta, China. Int. J. Remote Sensing, 22(10), 1999-2014.

Yudiansyah, T. R. (2010). Pendugaan Nilai Komponen Neraca Energi di Kanopi Hutan Tanaman Agathis Loranthifolia

dengan Menggunakan Satelit Optik (Studi Kasus Hutan Gunung Walat Sukabumi). (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural

Gambar

Gambar 1. Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang
Tabel 3. Komponen Neraca Energi dan Evaporasi Harian di Kabupaten Karawang
Gambar 2. Persentase Alokasi Energi. (a) Badan Air, (b) Lahan Terbangun, dan (c) Vegetasi
Gambar 4. Histogram Nilai Evaporasi pada Setiap Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang.

Referensi

Dokumen terkait