Kode Etik dan Standar Audit Intern
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Kode Etik dan Standar Audit Intern
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Fungsional Auditor – Pembentukan Auditor Terampil dan Ahli Edisi Pertama : Tahun 2014 Penyusun : R. Mauro Nugroho Putro, Ak., M.A. Narasumber : John Elim, Ak., M.B.A. Pereviu : Dr. Trisacti Wahyuni, Ak., M.Ak. Penyunting : F. Titik Oktiarti, Ak. Penata Letak : Didik Hartadi, S.E. Pusdiklatwas BPKP Jl. Beringin II, Pandansari, Ciawi, Bogor 16720 Telp. (0251) 8249001 ‐ 8249003 Fax. (0251) 8248986 ‐ 8248987 Email : pusdiklat@bpkp.go.id Website : http://pusdiklatwas.bpkp.go.id e‐Learning : http://lms.bpkp.go.id Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKPKata Pengantar
Peran dan fungsi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam rangka membantu manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dilaksanakan melalui pemberian jaminan (assurance activities) dan layanan konsultansi (consulting activities) sesuai standar, sehingga memberikan perbaikan efisiensi dan efektivitas atas tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern organisasi. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mengatur bahwa pelaksanaan audit intern di lingkungan instansi pemerintah dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Hal tersebut selaras dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme pada berbagai aspek pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dituangkan dalam Undang‐ Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Untuk menjaga tingkat profesionalisme aparat pengawasan, salah satu medianya adalah pendidikan dan pelatihan (diklat) sertifikasi auditor yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap/perilaku auditor pada tingkat kompetensi tertentu sesuai dengan perannya sesuai dengan keputusan bersama Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP‐82/JF/1/2014 dan Nomor KEP‐ 168/DL/2/2014 tentang Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Auditor.
Guna mencapai tujuan di atas, sarana diklat berupa modul dan bahan ajar perlu disajikan dengan sebaik mungkin. Evaluasi terhadap modul perlu dilakukan secara terus menerus untuk menilai relevansi substansi modul terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Modul ini ditujukan untuk memutakhirkan substansi modul agar sesuai dengan perkembangan profesi auditor, dan dapat menjadi referensi yang lebih berguna bagi para peserta diklat sertifikasi auditor.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi atas terwujudnya modul ini. Ciawi, 30 April 2014 Kepala Pusdiklat Pengawasan BPKP Nurdin, Ak., M.B.A.
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i Daftar Isi... iii Daftar Gambar ... iv Bab I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan ... 2 C. Sistematika Modul ... 2 D. Metodologi Pembelajaran ... 3 Bab II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN JAMINAN MUTU ... 5 A. Pengertian Profesi ... 5 B. Pengertian dan Tujuan Kode Etik ... 6 C. Pengertian dan Tujuan Standar Audit ... 10 D. Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Mutu ... 11 E. Kode Etik dan Standar Audit APIP ... 12 F. Latihan Soal ... 12 Bab III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH ... 15 A. Landasan Hukum ... 15 B. Kode Etik APIP ... 16 C. Pelanggaran ... 22 D. Sanksi atas Pelanggaran ... 23 E. Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal ... 23 F. Kode Etik Akuntan Indonesia ... 25 G. Latihan Soal ... 26 H. Bahan Diskusi ... 27 Bab IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH ... 33 A. Pendahuluan ... 33 B. Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI) ... 33 C. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) ... 72 D. Standar Profesi Audit Internal (SPAI) ... 76 E. Latihan Soal ... 86 Bab V PENUTUP ... 89 Daftar Pustaka ... 91Daftar Gambar
Bab I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata ”kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah. Untuk membangun kepercayaan tersebut, perilaku dan kualitas hasil pekerjaan para pelaku profesi perlu diatur agar dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi ini menuntut penetapan standar tertentu sebagai alat bagi masyarakat untuk dapat meyakini kualitas pekerjaan seorang profesional.
Pekerjaan audit adalah pekerjaan profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik, selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil, juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bagaimana seharusnya perilaku seorang auditor pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar hasil kerjanya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah.
Modul Kode Etik dan Standar Audit Intern ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai aparatur pengawasan intern pemerintah, khususnya yang terkait dengan kode etik dan standar audit. Modul ini disusun berdasarkan Kode Etik dan Standar Audit yang disusun oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), walaupun pada saat revisi, kedua dokumen ini belum disahkan. Tindakan merevisi berdasarkan dokumen terbaru dari AAIPI dimaksudkan untuk mengantisipasi pemberlakuan aturan baru tersebut mengingat PP Nomor 60 Tahun 2008 pasal 53 mengamanatkan kepada Asosiasi Profesi Auditor untuk menetapkan standar yang berlaku untuk Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu menerapkan Kode Etik dan Standar Audit dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku auditor pemerintah. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu: 1. menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat; 2. menerapkan Kode Etik APIP; 3. menerapkan Standar Audit APIP; dan 4. menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor. C. SISTEMATIKA MODUL BAB I Pendahuluan Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sistematika modul, dan metodologi pembelajaran. BAB II Etika Profesi, Standar Audit, dan Kendali Mutu
Dalam bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan kode etik, pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara kode etik, standar audit dan kendali mutu. Dalam bab ini juga disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode etik dan standar audit bagi APIP dan pada akhir bab diberikan soal‐soal latihan.
BAB III Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan APIP yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). Sebagai bahan perbandingan, pada bab ini juga akan diuraikan Kode Etik bagi auditor internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Selain itu, Kode Etik Akuntan
Indonesia juga diuraikan dan menjadi lampiran 2. Di akhir bab juga diberikan soal‐ soal latihan/bahan diskusi.
BAB IV Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku bagi APIP yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) beserta penjelasannya. Sebagai tambahan bahan perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan secara ringkas Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan latihan soal/bahan diskusi.
BAB V Penutup
Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral agar para auditor APIP umumnya dan peserta diklat khususnya senantiasa mematuhi aturan perilaku atau kode etik yang berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari dalam diklat yang bersangkutan.
D. METODOLOGI PEMBELAJARAN
Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan metode ceramah, diskusi, simulasi, dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pelatihan tentang kode etik dan standar audit, sedangkan diskusi dan pembahasan kasus dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan penerapan kode etik dan standar audit bagi peserta pelatihan. Simulasi dilakukan untuk memberi contoh tentang konsistensi dalam bertindak sehingga terdapat satu kesatuan antara kata dan perbuatan serta untuk menumbuhkan keinginan yang kuat bagi APIP dalam mengembangkan kompetensinya melalui pengembangan profesional berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan para peserta dapat lebih memahami materi ini, yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam pelaksanaan tugas audit secara baik.
Bab II
ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN
JAMINAN MUTU
Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat. A. PENGERTIAN PROFESI Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu, sedangkan profesional menurut KBBI adalah: 1. bersangkutan dengan profesi; 2. pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; 3. mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).Definisi tersebut memberi implikasi bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah
tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dengan demikian, setiap orang yang mau bergabung dalam suatu profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para anggota profesi dituntut untuk memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan karena adanya kompensasi berupa pembayaran untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan. Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu pekerjaan profesi jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku Sawyers Internal Auditanng menyebutkan tujuh syarat agar suatu pekerjaan disebut sebagai pekerjaan profesi, yaitu:
1. pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum);
2. bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud harus melalui pelatihan yang cukup dan
3. adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut;
4. menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut;
5. mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan anggotanya;
6. kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota;
7. adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengeluarkan sertifikat.
Dikaitkan dengan tugas auditor internal pemerintah yang terhimpun dalam APIP, timbul pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof. Welenski, pekerjaan audit yang dilakukan auditor APIP dapat digolongkan ke dalam pekerjaan profesi/profesional. Karena tergolong sebagai pekerjaan profesi, pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah memerlukan suatu standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh organisasi.
B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK 1. Pengertian Etik dan Kode Etik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for
Accountants, edisi kelima, 1979 – ethic adalah a system of moral principles and their application to particular problems of conduct; specially, the rules of conduct of a profession imposed by a professional body governing the behavior of its member.
Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah Assegaf, cetakan I tahun 1991, adalah disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih daripada apa yang sekedar ditentukan oleh undang‐undang.
Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip‐prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya.
2. Dilema Etika dan Solusinya
Dalam hidup bermasyarakat perilaku etis sangat penting, karena interaksi antar dan di dalam masyarakat itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai‐nilai etika. Kesadaran semua anggota masyarakat untuk berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya,
seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman‐temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri.
Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut.
a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b. Jika suatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak
melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar‐benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi
yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk mengoreksinya. Sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberi tahu.
Kenyataan ini menimbulkan dilema etika. Muncul pertanyaan tentang bagaimana seseorang seharusnya menyikapi suatu keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930‐an, organisasi pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk kalangannya. Dalam menetapkan apakah suatu tindakan digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut menggunakan empat pertanyaan yang biasa dikenal dengan the four‐way test, yakni: a. Apakah tindakan tersebut benar? b. Apakah tindakan tersebut adil untuk semua pihak? c. Apakah tindakan tersebut dapat membangun kesan baik dan pertemanan yang lebih baik? d. Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak?
Saat ini, telah dikembangkan rerangka pemikiran untuk membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Rerangka pemikiran tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai pribadi yang dimilikinya. Rerangka tersebut dikenal sebagai the six‐step approach, yang meliputi langkah‐langkah sebagai berikut.
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang
akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian tersebut.
d. Identifikasikan alternatif‐alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait
dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan konsekuensi dari tiap‐tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai‐nilai etika
yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Enam langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing‐masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.
3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda‐beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan mana yang buruk menurut kepentingannya masing‐masing, atau bila menipu dan
berkendaraan di sebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu, nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.
Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi, serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat menghancurkan citra profesi auditor secara keseluruhan. Oleh karena itu, organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dan auditan, antara auditor dan auditor, serta antara auditor dan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat. C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain diperlukan sebagai: 1. ukuran mutu; 2. pedoman kerja; 3. batas tanggung jawab; 4. alat pemberi perintah; 5. alat pengawasan; 6. kemudahan bagi umum.
Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri: 1. menyangkut kepentingan orang banyak; 2. mutu hasilnya ditentukan; 3. banyak orang (pekerja) terlibat; 4. sifat dan mutu pekerjaan sama; 5. ada organisasi yang mengatur.
Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus dicapai. Berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku.
D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT, DAN PROGRAM JAMINAN MUTU
Dasar pemikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan standar setiap profesi adalah kebutuhan dari profesi untuk dipercaya oleh masyarakat dalam hal mutu jasa yang diberikan oleh profesi. Terkait dengan profesi auditor, pada umumnya tidak semua pengguna jasa audit
memahami hal‐hal yang berkaitan dengan auditanng. Mereka yang memahami auditanng
adalah kalangan profesi itu sendiri. Oleh karena itu, profesi tersebut perlu mengatur dan
menetapkan ukuran mutu yang harus dicapai oleh para auditornya. Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangkut aturan perilaku, yang disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktik.
Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa profesi juga harus dijaga. Karena itu setiap profesi
harus membangun dan melaksanakan program jaminan mutu. Program ini harus dilakukan dalam upaya pemenuhan standar audit yang mengharuskan auditor menggunakan keahlian profesional dengan cermat dan saksama. Program jaminan mutu harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit. Program jaminan mutu untuk masing‐masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan. Sebagai contoh, langkah‐langkah pengendalian mutu dalam penugasan audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan mutu, dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM‐1 s.d. KM‐12) sebagaimana ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE‐448/K/1990 tanggal 11 September 1990. Contoh lain ialah Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat menurut ketentuan Ikatan
E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit. Karena itu, auditor pemerintah dapat diibaratkan sebagai seseorang yang kaki kanannya terikat pada ketentuan‐ketentuan sebagai pegawai negeri sedangkan kaki kirinya terikat pada ketentuan‐ketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor posisinya sebagai pegawai negeri adalah lebih utama dari tugas profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain.
Auditor APIP ‐ yang meliputi auditor di lingkungan BPKP, inspektorat jendral kementerian, unit
pengawasan LPNK, dan inspektorat provinsi, kabupaten, dan kota ‐ dalam menjalankan tugas auditnya wajib menaati Kode Etik APIP yang berkaitan dengan statusnya sebagai pegawai negeri dan Standar Audit APIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Dengan terbentuknya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), Kode Etik dan Standar Audit APIP yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugas audit intern ialah Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) dan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SA‐IPI).
Di sisi lain, terdapat pula auditor pemerintah, khususnya auditor BPKP, adalah akuntan, anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip‐prinsip akuntansi yang berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu, auditor pemerintah tersebut wajib pula mengetahui dan menaati Kode Etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik ini dimuat dalam Lampiran 2.
F. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan pengertian profesional!
2. Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk pekerjaan profesional?
Jelaskan alasan Saudara!
4. Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat auditor APIP lainnya dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang diatur oleh organisasi profesinya?
5. Apa perlunya standar audit? Apa yang dimaksud dengan pengendalian mutu dalam
kaitannya dengan penugasan audit?
6. Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan prosedur pengendalian
mutu audit?
7. Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit? Jelaskan hubungan keduanya!
8. Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit, dan pengendalian mutu audit!
9. Pada umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman,
maka supervisi secara langsung terhadap personil tersebut semakin tidak diperlukan. Demikian salah satu pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik. Tanpa memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar Saudara mengenai pernyataan tersebut?
10. Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang pandai pasti bermutu? Jelaskan jawaban Saudara!
11. Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit menurut Ikatan Akuntan Indonesia?
Bab III
KODE ETIK
APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menerapkan Kode Etik APIP.Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para pejabat dan auditor APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat memberikan citra APIP yang baik serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap APIP. Sebagai bahan perbandingan, modul ini akan menguraikan secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD). A. LANDASAN HUKUM Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), yang dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut. 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2010.
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) AAIPI pasal 8 bahwa Komite
B. KODE ETIK APIP
Kode etik AIPI diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. Kode etik AIPI terdiri dari dua komponen, yaitu prinsip‐prinsip etika yang merupakan pokok‐pokok yang melandasi perilaku auditor dan aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip‐prinsip perilaku auditor.
1. Prinsip Etika
Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandasi oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi, akuntabel, dan perilaku profesional. Dibandingkan dengan Permenpan Nomor PER/04/M.PAN/03/2008, AAIPI menambahkan prinsip akuntabel dan perilaku profesional dalam KE‐AIPI.
a. Integritas
Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Integritas auditor intern pemerintah membangun kepercayaan, dan dengan demikian memberikan dasar untuk kepercayaan dalam pertimbangannya. Integritas tidak hanya menyatakan kejujuran, namun juga hubungan wajar dan keadaan yang sebenarnya.
b. Objektivitas
Objektivitas adalah sikap jujur yang tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil putusan atau tindakan.
Auditor intern pemerintah menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengomunikasikan informasi tentang kegiatan atau proses yang sedang diaudit. Auditor intern pemerintah membuat penilaian berimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan‐kepentingannya sendiri ataupun orang lain dalam membuat penilaian.
Prinsip objektivitas menentukan kewajiban bagi auditor intern pemerintah untuk berterus terang, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan.
c. Kerahasiaan
Kerahasiaan adalah sifat sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya.
Auditor intern pemerintah menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang diterima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa kewenangan yang tepat, kecuali ada ketentuan perundang‐undangan atau kewajiban profesional untuk melakukannya.
d. Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Auditor intern pemerintah menerapkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan pengawasan intern.
e. Akuntabel
Akuntabel adalah kemampuan untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Auditor intern pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas kinerja dan tindakannya kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
f. Perilaku Profesional
Perilaku profesional adalah tindak tanduk yang merupakan ciri, mutu, dan kualitas suatu profesi atau orang yang profesional yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.
Auditor intern pemerintah sebaiknya bertindak dalam sikap konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menahan diri dari segala perilaku yang mungkin menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau organisasi.
2. Aturan Perilaku
Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan prinsip‐prinsip perilaku auditor. Kode Etik AIPI menetapkan aturan perilaku untuk empat area perilaku auditor, yaitu aturan perilaku individu auditor intern, aturan perilaku dalam organisasi, aturan perilaku menyangkut hubungan sesama auditor, serta aturan perilaku untuk hubungan antara auditor dan auditan. Aturan Perilaku untuk Individu Auditor Intern a. Integritas Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib: 1) melakukan pekerjaan dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab; 2) menaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundang‐undangan dan profesi; 3) menghormati dan berkontribusi pada tujuan organisasi yang sah dan etis;
4) tidak menerima gratifikasi terkait dengan jabatan dalam bentuk apapun. Bila
gratifikasi tidak bisa dihindari, auditor intern pemerintah wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah gratifikasi diterima atau sesuai ketentuan pelaporan gratifikasi.
b. Objektivitas
Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:
1) tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan organisasinya, atau yang dapat menimbulkan prasangka, atau yang meragukan kemampuannya untuk dapat
melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif;
2) tidak menerima sesuatu dalam bentuk apapun yang dapat mengganggu atau
patut diduga mengganggu pertimbangan profesionalnya;
3) mengungkapkan semua fakta material yang diketahui, yaitu fakta yang jika
tidak diungkapkan dapat mengubah atau memengaruhi pengambilan keputusan atau menutupi adanya praktik‐praktik yang melanggar hukum.
c. Kerahasiaan
Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:
1) berhati‐hati dalam penggunaan dan perlindungan informasi yang diperoleh
dalam tugasnya;
2) tidak menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi atau dengan cara
apapun yang akan bertentangan dengan ketentuan perundang‐undangan atau merugikan tujuan organisasi yang sah dan etis.
d. Kompetensi
Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib:
1) memberikan layanan yang dapat diselesaikan sepanjang memiliki
pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan;
2) melakukan pengawasan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia;
3) Terus‐menerus meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas
pelaksanaan tugasnya, baik yang diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, sertifikasi, maupun pengalaman kerja.
e. Akuntabel
Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib menyampaikan
secara sendiri atau kolektif kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
f. Perilaku Profesional
Untuk menerapkan prinsip Perilaku Profesional, auditor intern pemerintah wajib:
1) tidak terlibat dalam segala aktivitas ilegal, atau terlibat dalam tindakan yang
menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau organisasi;
2) tidak mengambil alih peran, tugas, fungsi, dan tanggung jawab manajemen
auditan dalam melaksanakan tugas yang bersifat konsultasi.
Aturan Perilaku dalam Organisasi
Terkait dengan aturan perilaku dalam organisasi, auditor intern pemerintah wajib:
a. menaati semua peraturan perundang‐undangan;
b. mendukung visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi;
c. menunjukkan kesetiaan dalam segala hal berkaitan dengan profesi dan organisasi
dalam melaksanakan tugas;
d. mengikuti perkembangan peraturan perundang‐undangan dan mengungkapkan
semua yang ditentukan oleh peraturan perundang‐undangan serta etika dan standar audit yang berlaku;
e. melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab, dan bersungguh‐
sungguh;
f. tidak menjadi bagian dari kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan‐
tindakan yang mendiskreditkan profesi auditor intern pemerintah atau organisasi;
g. berani dan bertanggung jawab dalam mengungkapkan seluruh fakta yang
h. menghindarkan diri dari kegiatan yang akan membuat kemampuan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab menjadi tidak objektif dan cacat;
i. menanamkan rasa percaya diri yang tinggi yang bertumpu pada prinsip‐prinsip
perilaku pengawasan;
j. bijaksana dalam menggunakan setiap data/informasi yang diperoleh dalam
penugasan;
k. menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara, rahasia pihak yang diperiksa, dan hanya
dapat mengemukakannya atas perintah pejabat yang berwenang;
l. melaksanakan tugas pengawasan sesuai standar audit;
m. terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, efektivitas, dan kualitas
pengawasan. Hubungan Sesama Auditor Dalam hubungan dengan sesama auditor, auditor intern pemerintah wajib: a. menggalang kerjasama yang sehat dan sinergis; b. menumbuhkan dan memelihara rasa kebersamaan dan kekeluargaan; c. saling mengingatkan, membimbing, dan mengoreksi perilaku. Hubungan Auditor dengan Auditan Dalam hubungan dengan auditan, auditor intern pemerintah wajib: a. menjaga penampilan/performance sesuai dengan tugasnya; b. menjalin kerja sama dengan saling menghargai dan mendukung penyelesaian tugas;
c. menghindari setiap tindakan dan perilaku yang memberikan kesan melanggar
C. PELANGGARAN
Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten. KE‐AIPI menetapkan tentang pelanggaran sebagai berikut.
1. Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat mengakibatkan auditor intern pemerintah diberi
peringatan atau diberhentikan dari tugas pengawasan dan/atau organisasi. 2. Tindakan yang tidak sesuai dengan KE‐AIPI tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. 3. Auditor intern pemerintah tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. 4. Pemeriksaan, investigasi, dan pelaporan pelanggaran KE‐AIPI ditangani oleh Komite Kode
Etik. Komite Kode Etik melaporkan hasil pemeriksaan dan investigasi kepada pimpinan APIP. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran KE‐AIPI oleh auditor intern pemerintah kepada pimpinan organisasi.
5. Untuk menegakkan KE‐AIPI, Komite Kode Etik membentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode
Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada auditor intern pemerintah yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik.
6. Keanggotaan Majelis Kode Etik sekurang‐kurangnya 5 (lima) orang, terdiri atas: 1 (satu)
orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota, dan 3 (tiga) orang anggota. Dalam hal anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka harus berjumlah ganjil. Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat auditor yang disangka melanggar kode etik.
7. Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memanggil dan memeriksa auditor yang
disangka melanggar kode etik. Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dari para anggota Majelis Kode Etik.
8. Untuk mendapatkan objektivitas atas sangkaan pelanggaran kode etik, selain dapat memanggil dan memeriksa auditor yang bersangkutan, Majelis Kode Etik juga dapat mendengar keterangan pejabat lain atau pihak lain yang dianggap perlu. Auditor yang bersangkutan juga diberi kesempatan untuk membela diri.
9. Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final, artinya bahwa keputusan Majelis Kode Etik
tidak dapat diajukan keberatan dalam bentuk apapun. Majelis Kode Etik wajib
menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Ketua Komite Kode Etik dan
Pengurus AAIPI untuk diteruskan ke instansi auditor yang bersangkutan sebagai bahan dalam memberikan sanksi kepada auditor yang bersangkutan.
D. SANKSI ATAS PELANGGARAN
Auditor intern pemerintah yang terbukti melanggar KE‐AIPI akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Komite Kode Etik. Bentuk‐bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh Komite Kode Etik, antara lain berupa teguran tertulis, usulan pemberhentian dari tim pengawasan, dan tidak diberi penugasan pengawasan selama jangka waktu tertentu.
Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan. Pelanggaran KE‐AIPI terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran, yaitu:
1. pelanggaran ringan;
2. pelanggaran sedang;
3. pelanggaran berat.
Keputusan pengenaan sanksi untuk auditor intern pemerintah yang disangka melanggar kode etik berupa rekomendasi kepada instansi auditor intern pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
E. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal menyusun kode etik dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan latar belakang organisasi yang berbeda dengan APIP.
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak
yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan‐kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat
mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan‐kegiatan yang dapat menimbulkan
konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan‐kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif. 5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, memengaruhi pertimbangan profesionalnya. 6. Auditor internal hanya melakukan jasa‐jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya. 7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati‐hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi
yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua
fakta‐fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta‐fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik‐praktik yang melanggar hukum.
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
F. KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tahun 1973, kemudian disempurnakan pada tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya, etika tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik Akuntan Indonesia (KEAI).
KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. Rumusan KEAI yang dihasilkan dalam kongres ke‐6 IAI tahun 1994 terdiri atas 8 bab, 11 pasal, dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok‐pokok pernyataan etika profesi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1) 2. Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2) 3. Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3) 4. Iklan bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4) 5. Komunikasi antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5)
6. Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan yang Lain
(Pernyataan Etika Profesi No.6)
Berdasarkan hasil Kongres ke‐7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan pada kerangka kode etik IAI. Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, terdiri atas 8 prinsip, sebagai berikut. 1. Tanggung jawab profesi 2. Kepentingan Umum (publik) 3. Integritas 4. Objektivitas 5. Kompetensi dan kehati‐hatian profesional
6. Kerahasiaan 7. Perilaku profesional 8. Standar teknis Uraian selengkapnya dapat dilihat di lampiran 2 modul ini. G. LATIHAN SOAL 1. Harap Saudara jelaskan pengertian independensi dalam hubungannya dengan penugasan audit! Ada berapa jenis independensi yang Saudara ketahui, jelaskan! 2. Mengapa dalam menjalankan tugasnya auditor harus independen?
3. Misalkan Saudara adalah pimpinan salah satu kantor akuntan publik/kepala perwakilan
BPKP/inspektur jenderal/inspektur wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf, Auditor A yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana pertimbangan Saudara, apakah Saudara akan menugaskan Auditor A untuk memeriksa organisasi B? Apa alasan Saudara!
4. Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A, dan pimpinan Saudara
tidak tahu bahwa Saudara memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi Saudara ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap Saudara? Jelaskan jawaban Saudara.
5. Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit atas pengadaan barang
inventaris dalam partai besar yang spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari anggaran belanja barang kantor Saudara.
Pada saat audit dijumpai hal‐hal berikut:
a. Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat kekurangan barang dengan
nilai Rp500.000.000,00.
b. Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang tersebut menyatakan
bahwa sisa barang sejumlah kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan (penjual).
c. Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan, diperoleh bukti/data bahwa telah terjadi kejanggalan yang menjurus kepada tindakan manipulasi dan kolusi sesama pejabat dan rekanan yang bersangkutan.
d. Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut dengan pejabat yang
bertanggung jawab, Saudara diminta untuk tidak mempermasalahkan
penyimpangan tersebut dan tidak memasukkannya dalam laporan audit. Ia mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut tidak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri saja, tetapi dibagi‐bagi dengan pejabat‐pejabat lainnya.
Bagaimana sikap Saudara seharusnya dalam menghadapi masalah tersebut? Berikan komentar secukupnya!
6. Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang tinggi. Apa maksud dari
pengertian integritas di sini? Jelaskan jawaban Saudara!
7. Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian apa saja
yang perlu dimiliki seorang auditor?
H. BAHAN DISKUSI 1. Integritas
Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi di suatu universitas negeri. Ia duduk di ruangan kerjanya sambil berpikir keras karena baru saja melakukan percakapan telepon dengan seorang pengacara yang mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang pengacara meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus laporan keuangan nasabah bank yang berkaitan dengan pemberian kredit.
Kelihatannya bank tersebut telah memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada nasabah tersebut yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman tersebut tidak sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh si nasabah karena terjadi kesulitan keuangan yang berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup perusahaan nasabah tersebut. Laporan keuangan itu telah diaudit dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya dengan baik.
Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit, dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian laporan keuangan dan kondisi perusahaan.
Profesor Sumitro ragu‐ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan publik itu sedang memproses dukungan dana untuk mempromosikan dirinya menjadi ketua jurusan akuntansi.
Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin tidak dapat memberikan kesaksiannya dengan objektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya dan kantor akuntan publik tersebut.
Diskusikan kasus tersebut terkait dengan unsur integritas. Apa yang harus dilakukan oleh Profesor Sumitro?
2. Objektivitas
Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang dijumpai adalah adanya indikasi kerugian negara akibat penebangan ilegal yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang tidak terdeteksi oleh pengawasan Dinas Kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara kelompok oknum tersebut dan orang dalam, sehingga penebangan liar tersebut tidak terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi melalui sistem pengendalian intern Dinas Kehutanan.
Salah seorang pejabat Dinas Kehutanan pernah melakukan pendekatan secara pribadi kepada Aditia, ketika ia sedang menanyakan tentang jenis‐jenis kayu yang hendak ia beli dalam rangka pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat tersebut menjanjikan akan menyediakan kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas terbaik tanpa harus membayar sepeserpun. Walaupun tidak ada permintaan kompensasi dari pejabat tersebut, tetapi
Aditia dapat menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan dengan hasil audit yang ia sampaikan.
Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap objektivitas yang seharusnya dipertahankan oleh Aditia!
3. Kerahasiaan
Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh informasi sedemikian gencar sampai‐sampai informasi yang belum dipublikasikan secara formal pun ternyata telah tersebar di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan hasil‐hasil pengawasan yang dihasilkan oleh aparat pengawasan intern pemerintah selama lebih dari 30 tahun di era orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh aparatur pengawasan intern pemerintah diklasifikasikan sebagai informasi yang rahasia bagi instansi tersebut sehingga tidak patut dipublikasikan kepada masyarakat.
Di lain pihak masyarakat sebagai stakeholders merasa perlu memperoleh berbagai informasi tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntabilitas publik oleh aparatur negara dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum lenyap di ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperluas dengan penjebakan (istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah hotel yang berujung kepada proses pengadilan dan penjatuhan hukuman tiga tahun penjara terhadap terdakwa.
Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip kerahasiaan yang harus dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara apakah yang dilakukan oleh ketua tim auditor BPK itu melanggar etika?
4. Kompetensi
Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan ditempatkan di Inspektorat Jenderal Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang belum pernah melakukan audit.
Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung ditugaskan untuk melakukan audit kinerja pada Direktorat Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali tentang bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan untuk menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya telah ditandatangani.
Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika kompetensi!
5. Akuntabel
Budi melaksanakan tugas audit operasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Budi dibantu oleh dua anggota tim yang masih baru. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan arahan audit program yang di‐copy Budi dari kertas kerja tahun sebelumnya.
Kondisi yang berbeda menghasilkan langkah audit yang tidak relevan untuk dilaksanakan. Tanpa melakukan reviu yang cukup karena keterbatasan waktu dan tenaga, Budi membuat laporan hasil audit sesuai dengan pemahamannya sendiri. Belakangan diketahui terdapat hal material yang tidak terungkap dan merupakan kasus nasional. Budi tidak siap dengan data untuk menjawab mengapa kasus tersebut tidak masuk dalam laporan hasil auditnya.
Budi menyadari bahwa beberapa langkah audit tidak dilaksanakan terutama langkah audit yang sebenarnya dapat mendeteksi kasus tersebut. Berdalih ketidakcukupan data yang diperoleh dan penugasan audit yang lingkupnya tidak mencakup area tersebut, Budi tidak bersedia memberi keterangan atas kasus yang terjadi.
Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika akuntabel!
6. Perilaku Profesional
Agung melaksanakan asistensi proses pengadaan barang dan jasa di Kementerian Perhubungan. Asistensi ini dilakukan untuk menjamin kesesuaian proses pengadaan dengan ketentuan perundang‐undangan. Pengadaan barang dan jasa tersebut
menyangkut kegiatan yang diikuti oleh rekanan besar. Agung menjadi narasumber untuk setiap keputusan strategis dalam proses tersebut.
Salah satu rekanan mencoba berunding dengan Agung untuk memenangkan proses pengadaan. Rekanan menjanjikan sejumlah kompensasi kepada Agung untuk memenangkannya, melalui sedikit mark‐up pada harga penawaran. Agung hanya perlu memberikan argumentasi yang mendukung jumlah yang ditawarkan sehingga panitia menyetujui penawaran yang diajukan rekanan.
Agung menyetujui dan memberikan arahan barang‐barang apa saja yang dapat di‐mark
up.
Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika perilaku profesional!
Bab IV
STANDAR AUDIT
APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menerapkan Standar Audit APIP. A. PENDAHULUANStandar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI) diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) merupakan kriteria atau ukuran mutu bagi seluruh auditor intern dalam lembaga eksekutif. Standar ini dibentuk untuk membantu pimpinan di lingkungan lembaga eksekutif, baik di tingkat Presiden, menteri, kepala lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) sampai ke tingkat pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Standar audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang dilakukan oleh BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh APIP, misalnya audit keuangan.
Namun demikian, dalam modul ini tetap akan diuraikan secara singkat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai bahan pembanding. B. STANDAR AUDIT AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA (SA‐AIPI) 1. Landasan Hukum Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI), yang diterbitkan oleh AAIPI, didasarkan pada peraturan perundang‐undangan sebagai berikut.
a. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
c. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER‐220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi Asosiasi Auditor
Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).
2. Pengertian Standar Audit AIPI
Standar audit AIPI adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit intern yang wajib dipedomani oleh Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AIPI).
3. Tujuan dan Fungsi Standar Audit AIPI
Tujuan standar audit adalah untuk:
a. menetapkan prinsip‐prinsip dasar untuk merepresentasikan praktik‐praktik audit
yang seharusnya;
b. menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern
yang memiliki nilai tambah; c. menetapkan dasar‐dasar pengukuran kinerja audit intern; d. mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi (APIP); e. menilai, mengarahkan, dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit intern; f. menjadi pedoman dalam pekerjaan audit intern; g. menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit intern. Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan APIP dalam:
a. pelaksanaan tugas dan fungsi yang dapat merepresentasikan praktik‐praktik audit
intern yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar‐dasar pengukuran kinerja audit intern;
c. pelaksanaan perencanaan audit intern oleh pimpinan APIP;
d. penilaian efektivitas tindak lanjut hasil audit intern dan konsistensi penyajian
laporan hasil audit intern.
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh Auditor dikelompokkan sebagai berikut: a. Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) terdiri atas: 1) Audit a) Audit Keuangan (1) Audit Keuangan yang memberikan opini (2) Audit terhadap aspek keuangan tertentu b) Audit Kinerja c) Audit Dengan Tujuan Tertentu 2) Evaluasi 3) Reviu 4) Pemantauan/Monitoring b. Kegiatan pengawasan lainnya yang tidak memberikan penjaminan kualitas (kegiatan consulting), antara lain konsultansi, sosialisasi, dan asistensi.
Standar Audit ini mengatur tentang kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh auditor dan pimpinan APIP sesuai dengan mandat serta kedudukan, tugas, dan fungsi masing‐masing, yang meliputi audit terhadap aspek keuangan tertentu, audit kinerja, audit dengan tujuan tertentu, evaluasi, reviu, pemantauan, serta pemberian jasa konsultansi (consulting activities).
Standar Audit AIPI menyatakan bahwa penugasan audit keuangan (yang memberikan opini atas laporan keuangan) wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara