81
PENGARUH VARIASI KETEBALAN DAN LEBAR BAHAN
KONDUKTIF FILAMEN 3D
TERHADAP KECEPATAN RESPON
ANTI-THEFT WINDOW SYSTEM
KACA MOBIL
Idiar Eko Pradito1, Nurhadi2
1,2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang 1 [email protected], 2 [email protected]
Abstrak
Kasus pencurian barang di dalam mobil kian marak terjadi di Indonesia. Meskipun sistem pengaman pada mobil sudah banyak berkembang namun masih belum maksimal untuk menangani kasus pencurian ini. Berkembangnya teknologi 3D printing rupanya dapat dimanfaatkan dalam banyak aplikasi salah satunya sebagai sensor. Sensor 3D printing ini terbuat dari bahan konduktif filamen yang memiliki resistivitas sehingga dapat menghantarkan listrik. Sensor ini akan dijadikan sebagai input dari ATWS (Anti–Theft Window System). Metode analisis yang dilakukan adalah regresi. Data yang dianalisis yaitu waktu respon yang diberikan sirine. Penggunaan metode ini dipilih untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Pada hasil uji capability process didapatkan nilai 0.99 yang berarti artinya alat dengan sensor konduktif filamen yang digunakan masih belum mempunyai konsistensi kecepatan respon sehingga perlu dilakukan perbaikan proses. Pada hasil analisis regresi didapatkan nilai P value > alpha sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya ketebalan dan lebar konduktif filamen tidak berpengaruh terhadap kecepatan respon ATWS.
Kata kunci : anti-theft window system, kaca mobil, kecepatan respon, konduktif filamen, 3D print
I. PENDAHULUAN
Berkembangnya sistem pengamanan pada kendaraan ini khususnya pada bagian central lock ternyata masih belum maksimal. Alasannya adalah karena masih maraknya kasus pencurian dengan pemecahan kaca mobil bagian samping. Salah satu kasusnya seperti yang terjadi di daerah Palangkaraya, sebuah mobil toyota yaris dibobol pencuri dengan cara memecahkan kaca dan mengambil uang tunai sebesar Rp. 20 juta [1].
Fitur keamanan pada kendaraan yang sudah berkembang saat ini ternyata masih dirasa kurang. Mengingat masih banyak terjadi kasus-kasus pencurian barang berharga di dalam kendaraan. Justru pencuri memanfaatkan kelemahan kendaraan di mana minim keamanan yaitu pada bagian kaca mobil. Pada bagian kaca sisi kanan, kiri, dan belakang ini memang terbuat dari tempered glass yang kuat namun memang di desain agar dapat dipecahkan saat terjadi hal bahaya seperti kecelakaan [2]. Sehingga kaca mobil yang didesain agar dapat dipecahkan ini menjadi alternatif pencuri untuk masuk dan mengambil barang berharga di dalam mobil.
Perkembangan pada teknologi bahan terutama pada 3D printing sudah menghadirkan berbagai macam jenis filamen, salah satunya conductive filament. Filamen ini mempunyai kemampuan untuk menghantarkan listrik sehingga dapat dijadikan sebagai pengganti kabel. Selain itu, filamen ini juga dapat dijadikan sebagai sensor salah satunya sensor pada kaca mobil yang digunakan pada penelitian ini.
Makalah ini sendiri menjelaskan pembuatan pengaman pada kaca mobil. Selain itu, makalah ini juga menjelaskan pengaruh variasi ketebalan dan lebar sensor yang dibuat terhadap kecepatan respon sistem yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konduktif Filamen
Filamen dalam 3D printing merupakan bahan baku yang digunakan sebagai material untuk pencetakan dalam 3D printing. Filamen ini biasanya digunakan pada sistem 3D printer jenis FDM (Fused Deposition Modeling). Sistem kerja dari printer jenis ini yaitu dengan menarik gulungan filamen ke dalam kepala printer (extruder head).
Konduktif filamen yang tersedia di pasaran saat ini merupakan campuran dari karbon dan plastik 3D standar. Konduktif filamen merupakan bahan yang unik karena sesuai dengan namanya bahan ini dapat menghantarkan listrik. konduktif filamen dapat menghantarkan listrik karena karbon yang terkandung dalam bahan ini di grafitisasi. Sifat atom karbon yang meninggalkan satu elektron bebas di setiap atomnya sehingga bahan ini bisa menghantasrkan arus listrik lewat elektron bebas ini meskipun lebih kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan tembaga dan besi [3]. Gambaran proses printing dapat dilihat pada Gambar 1.
82
Penggunaan dari konduktif filamen ini cukup beragam. Knduktif filamen ini dapat digunakan sebagai pengembangan sirkuit listrik yang ringan, tahan lama dan fleksibel [3]. Selain itu, konduktif filamen ini juga dapat digunakan untuk sensor sentuh seperti yang biasa terdapat pada trackpad laptop dan secara efektif dapat dijadikan sebagai pelindung dari frekuensi elektromagnetik dan radio. Pada pengembangan lebih lanjut, konduktif filamen ini dapat digunakan sebagai sensor untuk mendeteksi ketinggian air [4].Selain penggunaannya yang cukup beragam, konduktif filamen ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari konduktif filamen ini sifat konduktifnya tidak sebaik logam sehingga konduksi melalui grafit ini lebih lambat [3]. Bahan konduktif filamen juga lebih rapuh daripada bahan plastik standar sehingga diperlukan penanganan khusus. Konduktif filamen ini juga memiliki sifat abrasif karena kandungan serat karbonnya sehingga dapat mengikis nozzle. Selain itu, harga dari konduktif filamen ini juga lebih mahal dibandingkan dengan harga standar dari bahan ABS atau PLA.
B. Kelemahan Sistem Alarm Mobil
Alarm mobil aftermarket di pasaran terdapat dua jenis, yaitu alarm khusus dan alarm universal [5]. Alarm khusus adalah alarm yang dibuat secara khusus unuk merk mobil tertentu seperti Honda atau Toyota. Sedangkan untuk alarm universal yaitu alarm yang bisa diaplikasikan ke semua merk mobil. Semua alarm ini memiliki harga dan fitur yang bervariasi.
Meskipun banyak alarm dengan berbagai fitur di pasaran, namun kasus pemecahan kaca menggunakan keramik busi masih terus terjadi. Pemecahan kaca menggunakan keramik busi ini menjadi cara praktis bagi pelaku kejahatan karena cenderung tidak memicu alarm untuk aktif (menyala) [6]. Esensi alarm mobil adalah agar mobil tidak dicuri, bukan melindungi barang yang ada di dalam mobil seperti yang terjadi dalam kasus pemecahan kaca [7].
Pembobolan kaca menggunakan keramik busi atau oxide ceramic sendiri memang minim getaran. Ditambah lagi dengan fitur alarm yang belum maksimal, bahkan ada yang menurunkan tingkat keamanan alarm karena dianggap mengganggu. Hal-hal inilah yang membuat mobil tidak merespon dengan alarm apabila terjadi kasus pencurian dengan modus pemecahan kaca mobil.
C. ATWS (Anti Theft Window System)
ATWS (Anti Theft Window System) merupakan sebuah sistem pengaman yang terdapat pada kaca mobil. Sistem ini merupakan jawaban untuk kasus pencurian barang dengan modus pemecahan kaca mobil. Sebagai sistem keamanan, komponen utama yang digunakan pada ATWS ini adalah sensor yang terbuat dari bahan konduktif filamen 3D print. Sebagai sensor, konduktif filamen ini diletakkan pada kaca pintu mobil. Pada pemasangannya, sensor ini dipasang terlebih dahulu kemudian baru dilapisi oleh kaca film agar dapat merekat. Ketika terjadi pemecahan kaca dan kemudian kaca mendapatkan dorongan, konduktif filamen yang menempel di kaca akan terputus. Pada saat terputus, otomatis kondisi ini akan dibaca oleh mikrokontroler sehingga mikrokontroler akan membunyikan sirine dan juga mengirimkan SMS sebagai peringatan bahaya kepada pemilik mobil.
D. Karakteristik Sensor
Sensor yaitu alat yang berfungsi untuk membaca gejala- gejala mekanik, elektrik, dan kimia yang kemudian merubahnya menjadi suatu keluaran elektrik berupa tegangan. Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya [8]. Pemilihan sensor perlu memerhatikan beberapa persyaratan, yaitu linearitas, sensitivitas, dan tanggapan waktu (respon time) sensor [8].
III. METODE PENELITIAN A. Blok Diagram
Input dalam ATWS ini merupakan tegangan yang dihasilkan sensor. Proses dalam ATWS ini dilakukan oleh mikrokontroler berupa Arduino UNO. Sedangkan output pada ATWS ini berupa suara yang dihasilkan oleh sirine dan juga notifikasi yang dihasilkan pada handphone. Cara kerja sistem ATWS yaitu mikrokontroler mendapatkan sumber listrik dari aki mobil yang tentunya akan diturunkan voltasenya menjadi 5V. Kemudian sensor diletakkan pada kaca sebagai simulasi dan asumsi bahwa kaca tersebut merupakan jendela mobil. Setelah itu kaca dipecahkan maka hal tersebut akan memutus sensor yang juga terdapat pada kaca. Karena sensor ini putus maka mikrokontroler membaca gejala tersebut. Akibatnya, mikrokontroler akan menyalakan sirine dan mengirimkan pesan tanda bahaya kepada user lewat GSM modul dengan cara SMS atau telfon. Adapun gambaran blok diagram ATWS dapat dilihat pada Gambar 2.
B. Perancangan Kaca Uji
Desain kaca untuk ATWS ini didesain dengan ukuran 400 × 400 mm dan memiliki ketebalan 4 mm. Alasan penyusun menggunakan ukuran tersebut adalah untuk keefektifan penggunaan dana. Selain itu, ketebalan 4 mm merupakan ketebalan kaca mobil yang umum digunakan pada mobil keluarga sehingga kaca dalam pengujian ini merepresentasikan ukuran kaca mobil yang sebenarnya. Adapun gambar desain kaca ini dapat dilihat pada Gambar 3.
83
Gambar 3 Desain kaca untuk pengujianC. Perancangan Bentuk Sensor
Dalam pembuatan sensor ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi desain sensor seperti desain kaca, frame, luas bed printer 3D, hingga kemampuan printer 3D dapat mempengaruhi bentuk sensor yang dibuat. Pembuatan desain sensor ini dilakukan di laptop menggunakan aplikasi SketchUp kemudian hasil desain dipindah ke aplikasi Fusion360. Pada aplikasi Fusion360 ini desain tadi bisa langsung di convert menjadi desain unuk 3D printer. Hasil convert ke 3D printer ini masuk ke aplikasi RepetierHost dengan ekstensi stereolithography (STL) agar siap di print. Adapun desain sensor dapat dilihat pada Gambar 4.
D. Perancangan Program Arduino
Pada perancangan program untuk Arduino UNO hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat flowchart dari ATWS. Flowchart dari ATWS ini berisi konsep kerja dari ATWS itu sendiri sesuai dengan apa yang diharapkan pada penelitian. Adapun flowchart ATWS dapat dilihat pada Gambar 5. E. Perancangan Program Android
Sama seperti halnya perancangan program pada Arduino UNO, untuk merancang program pada android hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat flowchart programnya terlebih dahulu. Tujuan dari pembuatan program ini adalah untuk mendukung kinerja dari ATWS. Flowchart dari aplikasi Android dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 4 Desain Sensor
Gambar 5 Flowchart program arduino
Gambar 6 Flowchart program android
F. Perancangan Rangkaian Elektronik
Perancangan untuk rangkaian elektronik yaitu membuat desain schematic rangkaian. Pada desain schematic semua komponen utama elektronik terdapat dalam desain tersebut. Adapun gambar schematic rangkaian dapat dilihat pada Gambar 7. Mulai Cek Sensor Kondisi Terpasang atau Logika = 1 Kondisi Sensor? Kondisi Terputus atau Logika = 0
Nyalakan Sirine dan Kirim SMS
Selesai
Mulai
Input Nomor Handphone
Simpan? Tidak
Ya
Terima SMS dan Parsing
Sesuai dengan Nomor Handphone yang
disimpan?
Tidak
Ya
Load and play audio
84
Gambar 7 Schematic rangkaian ATWSG. Pengujian Alat
Pengujian alat dilakukan dengan memecahkan kaca dengan melemparkan serpihan keramik busi. Kaca kemudian didorong agar jatuh. Pada proses mendorong kaca ini sensor akan putus dan akan direspon oleh sistem sehingga alarm berbunyi serta mengirimkan SMS ke handphone pengguna.
Semua proses tersebut direkam menggunakan kamera. Tujuan perekaman sendiri untuk memudahkan dalam pengambilan dan pengolahan data.
Selain melakukan perekaman, dalam pengujian alat ini juga dilakukan pengukuran besar resistansi tiap sensor yang digunakan. Tujuan pengukuran resistansi ini untuk mengetahui pengaruh variasi ketebalan dan lebar terhadap nilai resistansi tiap sampel.
H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
• H1 = terdapat pengaruh variasi ketebalan dan lebar konduktif filamen terhadap kecepatan respon ATWS.
• H0 = tidak ada pengaruh variasi ketebalan dan lebar konduktif filamen terhadap kecepatan respon ATWS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Resistansi Sensor
Dari pengukuran resistansi sensor yang digunakan, diperoleh data sebagaimana Gambar 8.
Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa resistansi pada sensor semakin menurun seiring dengan bertambahnya ketebalan. pada ketebalan 0.4 mm memiliki nilai resitivitas 500 kΩ untuk lebar 6 mm sedangkan untuk lebar 4 mm memiliki resistivitas sekitar 700 kΩ. Resistivitas ini terus menurun seiring dengan bertambahnya ketebalan pada bahan konduktif filamen dimana pada ketebalan 1.6 mm untuk filamen dengan lebar 4 dan 6 mm memiliki resistivitas paling kecil sekitar 90 kΩ.
Gambar 8 Grafik ketebalan bahan sensor terhadap resistansi
Ketebalan yang bertambah ini juga menandakan bahwa banyaknya bahan yang digunakan untuk setiap variabelnya berbeda. Sebagai contoh jika dilihat dalam aplikasi Repetier Host, untuk membuat sensor dengan ketebalan 0.4 mm maka dibutuhkan sekitar 314 mm filamen dengan diameter 1.75 mm. Sedangkan untuk membuat sensor dengan ketebalan 1 mm membutuhkan sekitar 1019 mm filamen dengan diameter yang sama. Panjangnya bahan yang dibutuhkan ini juga otomatis akan menambah massa dari sensor yang dihasilkan sehingga mempengaruhi resistansi yang dihasilkan.
B. Kecepatan Respon Sirine
Kecepatan respon sirine ini diukur saat kaca mendapatkan pukulan. Hasil yang diperoleh sebagaimana Gambar 9.
Dari grafik kecepatan respon sirine dapat diketahui bahwa ketebalan bahan konduktif filamen tidak bisa memberikan kecepatan respon yang konsisten sehingga menyebabkan grafik naik turun. Pada ketebalan 0.4 mm untuk konduktif filamen dengan lebar 4 dan 6 mm memiliki kecepatan respon sekitar 4 detik namun pada ketebalan 0.6 mm konduktif filamen dengan lebar 4 dan 6 mm ini memiliki kecepatan respon yang berbeda dimana pada lebar 4 mm memiliki kecepatan respon 4 detik sedangkan pada lebar 6 mm memiliki rentang waktu 6 detik. Perbedaan kecepatan respon ini diakibatkan karena lebar bahan yang berbeda dimana sensor dengan lebar 4 mm memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga saat mendapatkan pukulan sensor yang lebih kecil memungkinkan untuk putus lebih cepat. Kemudian pada ketebalan 0.8 dan 1 mm terdapat perbedaan kecepatan respon yang cukup signifikan terutama untuk sensor
Resistansi Sensor 1000 500 Ketebalan Bahan (mm) Re si st an si ( k Ω )
85
Kecepatan Respon Handphone 30 25 20 15 10 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 Ketebalan Sensor (mm)
Rata-rata Respon Handphone dengan Lebar Sensor 4 mm Rata-rata Respon Handphone dengan Lebar Sensor 6 mm
dengan lebar 4 mm yang memiliki rentang perbedaan sekitar 14 detik. Perbedaaan yang signifikan ini diakibatkan karena kekuatan pukulan yang lebih lemah sehingga pada ketebalan 1 mm membutuhkan waktu lebih lama untuk terputus dibandingkan dengan ketebalan 0.8 mm.
Perbedaan lainnya yang membuat kecepatan respon naik turun adalah ketebalan sensor yang tercetak tidak semuanya memiliki ketebalan yang sesuai dengan yang diharapkan meskipun printer 3D yang digunakan sudah menggunakan probe. Sehingga pada beberapa bagian sensor ada yang lebih tipis dan ada yang lebih tebal. Hal ini menyebabkan putusnya sensor ada yang lebih lama dan ada juga yang lebih cepat. Selain itu kekuatan pukulan yang tidak sama pada tiap pukulannya juga dapat mempengaruhi kecepatan respon yang dihasilkan. C. Kecepatan Respon Handphone
Pengukuran kecepatan respon handphone pada ATWS ini sama dengan pengukuran kecepatan respon sirine. Sehingga tidak heran jika waktu yang dibutuhkan untuk respon handphone ini lebih lama. Adapun hasil pengujian kecepatan respon handphone terhadap ketebalan sensor konduktif filamen dapat dilihat pada Gambar 10.
Grafik kecepatan respon handphone jika diperhatikan bentuknya tidak berbeda jauh dengan grafik kecepatan respon sirine hanya saja respon waktu yang diberikan lebih lama. Hal ini dikarenakan kecepatan respon handphone dengan kecepatan respon sirine memiliki selisih sekitar 8 sampai 10 detik. Sehingga kecepatan respon handphone ini bergantung pada kecepatan respon sirine yang dihasilkan. Apabila respon sirine yang dihasilkan lebih cepat maka lebih cepat pula respon handphone yang dihasilkan dan sebaliknya apabila respon sirine yang dihasilkan lebih lama maka lebih lama juga respon handphone yang diberikan.
D. Capability Process
Hasil analisis pada Minitab16 untuk mengetahui konsistensi alat didapat data berupa grafik seperti Gambar 11.
Dari data yang didapat pada diketahui bahwa hasil Cp yang didapat adalah 0.99 dimana nilai ini masih dibawah 1. Sesuai pada kriteria penilaian Cp apabila nilai Cp < 1.00 maka kapabilitas proses rendah, artinya alat yang digunakan dengan sensor dari bahan konduktif filamen masih belum mempunyai konsistensi kecepatan respon sehingga perlu dilakukan perbaikan proses. Perbaikan proses yang dilakukan bisa dari perbaikan pada bahan sensornya, bentuk sensornya, ataupun dengan menggunakan alat uji yang lebih optimal seperti bandul. E. Regresi
Hasil analisis pada minitab16 untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat didapatkan hasil sebagaimana Gambar 12. Dari hasil analisis ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Uji F
Pada Uji F ini bertujuan untuk melihat apakah variabel bebas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya. Pada hasil analisis regresi dapat dilihat bahwa nilai F hitungnya adalah 1,35 sedangkan pada F tabel untuk dua variabel bebas dan 28 sampel nilainya adalah 4,23. Hal ini berarti F hitung < F tabel sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, ketebalan dan lebar bahan konduktif filamen tidak
memiliki pengaruh terhadap kecepatan respon yang dihasilkan. Atau cara lainnya dengan membaca nilai P pada kolom anova. Dapat disimpulkan terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya apabila nilai P kurang dari batas kritis penelitian atau alpha (0.05) dan disimpulkan tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya apabila nilai P lebih besar dari alpha. Pada nilai P hasil analisis diatas didapatkan nilai sebesar 0,278 dimana P > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Artinya antara ketebalan dan lebar bahan konduktif filamen tidak memiliki pengaruh terhadap kecepatan respon yang dihasilkan (H0 diterima).
2) T Parsial
T parsial ini digunakan untuk melihat apakah variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat dengan memperhatikan keberadaan variabel lain dalam model. Pada T parsial ini dinyatakan ada pengaruh parsial apabila nilai P < 0,05. Pada semua variabel bebas hasil analisis menunjukkan bahwa semua nilai P > 0,05 yang berarti semuanya tidak memiliki pengaruh secara individu terhadap variabel terikat (Y) dengan memperhatikan variabel lain. Artinya berapapun jumlah lebar ataupun ketebalan yang digunakan dalam pengujian tidak memiliki pengaruh secara individu terhadap kecepatan respon yang dihasilkan.
Gambar 9 Grafik ketebalan bahan sensor terhadap kecepatan respon sirine Kecepatan Respon Handphone
Gambar 10 Grafik ketebalan bahan sensor tehadap kecepatan respon handphone Kecepatan Respon Sirine
20 15 10
Ketebalan Bahan (mm)
Rata-rata Respon Sirine dengan Lebar Sensor 4 mm Rata-rata Respon Sirine dengan Lebar Sensor 6 mm
Wa kt u (s ) Wa kt u (s )
86
Gambar 11 Hasil uji capability processGambar 12 Hasil analisis regresi 3) Standart Error of Estimate
Standart Error of Estimate (SEE) ini digunakan untuk melihat apakah model regresi ini dinyatakan valid sebagai model prediksi atau tidak. Nilai SEE pada hasil analisis ini dapat dilihat pada hasil analisis regresi dinyatakan dengan nilai S yang hasilnya 4,94848. Nilai SEE ini kemudian dibandingkan dengan nilai standar deviasi variabel bebas atau Y. Standar deviasi variabel Y dapat dilihat pada uji deskriptif di Minitab. Model valid sebagai model prediksi apabila nilai SEE < nilai standar deviasi variabel Y. Pada penelitian ini nilai SEE < nilai standar deviasi variabel Y dimana nilai SEE < 5 maka model regresi ini dinyatakan valid sebagai model prediksi. Artinya pengujian dengan metode regresi dapat dijadikan sebagai prediksi perhitungan dengan memasukkan persamaan regresinya yaitu, Y = 4.84 + 3.77 X1 – 0.071 X2.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut.
• ATWS dengan sensor dari bahan konduktif filamen tidak memiliki konsistensi kecepatan respon. Hal ini diketahui dari hasil uji Cp yang mendapatkan nilai 0.99 sehingga hasil kapabilitasnya rendah.
• Ketebalan dan lebar bahan konduktif filamen tidak berpengaruh terhadap kecepatan respon ATWS. Dari
hasil analisis regresi diperoleh nilai P value sebesar 0.295, dimana nilai ini lebih besar dari alpha (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya ketebalan dan lebar sensor tidak berpengaruh terhadap kecepatan respon ATWS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Ibu saya yang sudah memberikan dukungan. Terimakasih juga kepada Bapak Nurhadi yang sudah membimbing saya dalam menyelesaikan penelitian. Saya juga turut berterimakasih kepada semua pihak yang berperan dalam menyelesaikan penelitin dan penulisan makalah ini.
REFERENSI
[1]Fathurahman, “Tribunnews.com,” 30 Juni 2018. [Online]. Available: http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/06/30/pencurian
-pecah-kaca-mobil-nasabah-bank-bikin-resah-warga- palangkaraya. [Diakses 21 November 2018].
[2]Liputan6.com, “Otomotif,” 15 April 2018. [Online]. Available: https://www.liputan6.com/otomotif/read/3454009/alasan-
kaca-mobil-gunakan-jenis-tempered. [Diakses 21
November 2018].
[3]J. Flynt, “The Curious Case of Conductive Filaments,” 25 April
2018. [Online]. Available:
https://3dinsider.com/conductive-filament/. [Diakses 4 Juni 2019].
[4]K. H. H. G. Z. D. T. S. T. M. T. W. W. T. Sen Wai Kwok, “Electrically conductive filament for 3D-printed circuits and sensors,” Applied Materials Today, vol. 9, pp. 167- 175, 2017.
[5]D. Wahyu, “Apa Bedanya Alarm Mobil Jenis Universal Dan Alarm Mobil Jenis Khusus?,” 14 November 2017. [Online]. Available: https://www.gridoto.com/read/221003561/apa-bedanya- alarm-mobil-jenis-universal-dan-alarm-mobil-jenis- khusus. [Diakses 16 Juni 2019].
[6]S. Ravel, “Mengapa Alarm "Bisu" Saat Kaca Pecah?,” 22 Juli
2016. [Online]. Available:
https://otomania.gridoto.com/read/241174762/mengapa- alarm-bisu-saat-kaca-pecah. [Diakses 16 Juni 2019].
[7]D. A. Tyas, “Alarm Mobil Berfungsi Cegah Mobil Dicuri, Bukan Isi Mobil,” 2 Juli 2018. [Online]. Available:
https://www.otosia.com/berita/alarm-mobil-berfungsi-
cegah-mobil-dicuri-bukan-isi-mobil.html. [Diakses 16
Juni 2019].
[8]D. Sharon, Principles of Analysis Chemistry, New York: Harcourt Brace College Publisher, 1982.