• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Gerlach s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Gerlach s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 )."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).

Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000).

Kesimpulan penulis berdasarakan beberapa pengertian diatas, tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena bakteri atau virus,prosesnya bisa akut atau kronis.

Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya ( Shelov, 2004 ).

(2)

Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 ) yaitu :

1. Tonsilitis Akut a. Tonsilis viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

b. Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.

(3)

2. Tonsilitis Membranosa a. Tonsilitis difteri

Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.

b. Tonsilitis septik

Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.

c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )

Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.

d. Penyakit kelainan darah

Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

3. Tonsilis Kronik

Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,

(4)

pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

B. Anatomi Fisiologi

Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ring of Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat persediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada pada permukaan dalam sel-sel tonsil.

Gambar 1 Anatomi Tonsil

(5)

Tonsil terdiri atas:

1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang koana

2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga Hidung & Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.

(6)

C. Etiologi

Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, danStreptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh infeksi virus.

D. Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah

(7)

bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

(Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )

E. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.

(8)

F. Komplikasi

Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu : 1. Abses pertonsil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).

2. Otitis media akut

Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).

3. Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).

4. Laringitis

Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

5. Sinusitis

Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau

(9)

ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

6. Rhinitis

Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

G. Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak menurut (Sujono & Sukarmin, 2009) yaitu : 1. Tumbuh kembang Infant / bayi , umur 0 – 12 bulan

a. Umur 1 bulan :

Fisik : Berat badan akan meningkat 150 – 200 gram/minggu, tinggi badan meningkat 2,5 cm / bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi umur 6 bulan.

Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan dibantu oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun ke kanan, reflek menghisap, menelan, menggenggem mulai positif.

Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah

Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada di sekitarnya

(10)

b. Umur 2 – 3 bulan :

Fisik : Fontanel posterior sudah menutup

Motorik : Mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannnyasendiri dengan tangan, memasukkan tangan ke mulut, mulai berusaha untuk meraih benda-benda yang menarik yang ada di sekitarnya, bisa didudukkan dengan posisi punggung disokong, mulai asyik bermain-main sendiri,dengan tangan dan jari-jarinya.

Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi ke atas dan ke bawah, mulai mendengarkan suara yang didengarnya

Sosialisasi : Mulai tertawa padea seseorang, senang jika tertawa keras, menangis sudah mulai berkurang. c. Umur 4 – 5 bulan :

Fisik : Berat badan menjadi dua kali berat badan lahir, ngeces karena tidak adanya koordinasi menelan saliva

Motorik : Jika di dudukkan kepala sudah bisa seimbang dan punggung sudah mulai kuat, bila ditengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala sudah bisa tegak lurus, berusaha meraih benda di sekitar tangannya.

(11)

Sensoris : Sudah bisa mengenal orang-orang yang sering berada di dekatnya, akomodasi mata positif Sosialisasi : Senang jika berinteraksi dengan orang lain

walaupun belum prnah dilihat atau dikenalnya, sudah bisa mengeluarkan suara petanda tidak senang bila mainan atau benda miliknya diambil oleh orang lain.

d. Usia 6 – 7 bulan :

Fisik : Berat badan meningkat 90-150 gram/minggu, tinggi badan meningkat 1,25 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan, gigi sudah mulai tumbuh. Motorik : Bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri,

memindahkan anggota badan dari tangan yang satu ke tangan yang lainnya, mengmbil mainan dengan tangannya, senang memasukkan kaki ke mulut, sudah bisa memasukkan makanan ke mulut sendiri.

Sensoris : Sudah dapat membedakan orang yang dikenalnya dengan yang tidak dikenalnya, jika bersama dengan orang yang tidak dikenalnya bayi akan merasa cemas, sudah dapat menyebut atau

(12)

mengeluarkan suara em...em...em..., bayi biasanya cepat menangis jika terdapat hal-hal yang tidak disenanginyaakan tetapi akan cepat tertawa lagi.

e. Umur 8 – 9 bulan :

Fisik : Sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi tangan ke mulut sangat sering, bayi mulai tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk merangkak, sudah bisa mengambil benda dengan menggunakan jari-jarinya.

Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya

Sosialisasi : Bayi merasa cemas terhadap hal-hal yang belum dikenalnya ( orang asing ) sehingga dia akan menangis dan mendorong serta meronta-ronta, merangkul/memeluk orang yang dicintainya, jika dimarahi dia sudah bisa memberikan reaksi menangis dan tidak senang, mulai mengulang kata-kata “ dada...dada” tetapi belum punya arti. f. Umur 10 – 12 bulan :

Fisik : Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas dan bawah mulai tumbuh.

(13)

Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan lama, belajar berjalan dengan bantuan, sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar makan dengan menggunakan sendok, akan tetapi lebih senang menggunakan tangan, sudah bisa bermain ci...luk...ba.., mulai senang mencorat-coret kertas. Sensoris : Sudah dapat membedakan bentuk

Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan yang sudah diketahuinya, merasa takut pada situasi yang asing, mulai mengerti akan perintah yang sederhana, sudah mngerti namanya sendiri, sudah bisa menyebut abi,umi.

2. Tumbuh kembang Toddler, umur 1 – 3 tahun a. Umur 15 bulan :

Motorik kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Motorik halus : Sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka kotak , melempar benda. b. Umur 18 bulan :

Motorik kasar : Mulai berlari tetapi masih sering jatuh, menarik-narik mainan, mulai senang naik tangga tetapi masih dengan bantuan.

(14)

Motorik halus : Sudah bisa makan dengan menggunakan sendok, bisa membuka halaman buku, belajar menyusun balok-balok.

c. Umur 24 bulan :

Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik tangga sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.

Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu, membuka kunci, menggunting sederhana, minum dengan menggunakan cangkir, sudah dapat menggunakan sendok dengan baik.

d. Umur 36 bulan :

Motorik kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai baju dengan bantuan, mulai bisa naik sepeda roda tiga.

Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya sendiri, menggosok gigi.

3. Tumbuh kembang Pra Sekolah a. Usia 4 tahun

Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki, menangkap bola dan melemparkannya dari atas kepala.

Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah bisa menggambar kotak, menggambar garis

(15)

vertikal maupun horizontal, belajar membuka dan memasang kancing baju.

b. Usia 5 tahun

Motorik kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah bisa menangkap dan melempar bola dengan baik, sudah dapat melompat dengan kaki secara bergantian.

Motorik halus : Menulis dengan angka-angka, menulis dengan huruf, menulis dengan kata-kata, belajar menulis nama, belajar mengikat tali sepatu. Sosial emosional : Bermain sendiri mulai berkurang,sering

berkumpul dengan teman sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap untuk menggunakan alat-alat bermain. Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi

badan meningkat 6,75 – 7,5 cm/tahun. 4. Tumbuh kembang Usia Sekolah

Motorik : Lebih mampu menggunakan otot-oto kasar daripada otot-otot halus . Misalnya lompat tali, batminton, bola volley,pada akhir masa sekolah motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan.

(16)

Sosial emosional : Mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung sering pergi dari rumahhanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sangat berperan untuk membentuk pribadi anak, di sekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya, sehingga peranan guru sangatlah besar.

Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2 – 3 kg/tahun, tinggi badan meningkat 6 – 7 cm/tahun.

5. Tumbuh Kembang Remaja ( Adolescent )

Pertumbuhan fisik : Merupakan tahap pertumbuhan yang sangat pesat, tinggi badan 25 %, semua sistem tubuh berubah dan yang paling banyak perubahan adalah sistem endokrin, bagian –bagian tubuh tertentu memanjang, misalnya tangan, kaki, proporsi tubuh memanjang.

Sosial emosional : Kemampuan akan sosialisasi meningkat, relasi dengan teman wanita/pria akan tetapi lebih penting dengan teman yang sejenis, penampilan fisik remaja sangat penting karena supaya mereka diterima oleh kawan dan disamping itu pula persepsi terhadap badannya akan mempengaruhi kosep dirinya, peranan orang tua/keluarga sudah

(17)

tidak begitu penting tetapi sudah mulai beralih pada teman sebaya.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu : 1. Penatalaksanaan tonsilitis akut

a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.

b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.

d. Pemberian antipiretik.

2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik

a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa

(18)

The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:

1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat

2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial

3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.

4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus β hemoliticus

7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan 8) Otitis media efusa / otitis media supurataif

( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )

Tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu: 1) Perawatan pra Operasi :

a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.

(19)

b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin parsial.

c) Lakukan pengkajian praoperasi :

Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak ( buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak tentang hal-hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan perawatan.

2) Perawatan pascaoperasi :

a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.

(20)

b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi

c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga seandainya terjadi kedaruratan.

d) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah aspirasi

e) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar ( orangtua boleh menggendong anak ) f) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah

lama. Jika diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.

g) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika perlu.

h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati. i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah

yang paling baik ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam pertama.

(21)

j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan es krim pada malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan anak lebih sering membersihkan tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan. k) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. ( lepas

collar es tersebut, jika anak menjadi gelisah ).

l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.

m) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk membantu menurunkan kecemasan.

n) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.

I. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang

1. Fokus pengkajian menurut (Firman S, 2006), yaitu : a. Wawancara

1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis) 2) Apakah pengobatan adekuat

3) Kapan gejala itu muncul 4) Bagaimana pola makannya

(22)

5) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut b. Pemeriksaan fisik

Data dasar pengkajian menurut ( Doengoes, 2000), yaitu : a) Intergritas Ego

Gejala : Perasaan takut, khawatir Tanda : ansietas, depresi, menolak. b) Makanan / Cairan

Gejala : Kesulitan menelan

Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi c) Hygiene

Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk d) Nyeri / Keamanan

Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati

Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga

e) Pernapasan

Gejala : Riwayat menghisap asap rokok ( mungkin ada anggota keluarga yang merokok ), tinggal di tempat yang berdebu.

2. Pemeriksaan penunjang a. Tes Laboratorium

Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri

(23)

grup A, kemudian pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah. Persiapan pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi adalah :

1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.

2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.

3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah, elektrolit, dan sebagainya.

b. Kultur

Kultur dan uji resistensi bila diperlukan. c. Terapi

Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

(24)

J. Pathways Keperawatan

Kuman ( Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes ),

Virus

Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis Inflamasi tonsil Pembengkakan tonsil Sumbatan jalan nafas

Tonsilektomi

Pre operasi Post Operasi

Nyeri saat Respon Kurang Efek anestesi Terputusnya

menelan inflamasi pengetahuan jaringan

Anoreksia Kerja Terputusnya Luka

syaraf pembuluh

Intake tidak menurun darah

adekuat

Rangsangan Reflek batuk Perdarahan

Termoregulasi dan menelan menurun Pemajanan

hipotalamus mikroorganisme

suhu tubuh Penumpukan

meningkat sekret

( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ) Cemas Nyeri Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

Hipertermi Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif Resiko kekurangan cairan Nyeri Resiko infeksi

(25)

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : 1. Pre Operasi

a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi. c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan

dilakukannya tonsilektomi. 2. Post Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.

b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan .

d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme. ( Doengoes, 2000 ) L. Fokus Intervensi

1. Pre Operasi

a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

(26)

Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan

Intervensi :

1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi

Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi

2) Auskultasi bunyi usus

Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik

3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan 4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau

makanan selang sesuai indikasi

Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang

( Doengoes, 2000 ) b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon

inflamasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal

Kriteria hasil : suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak terasa panas,pasien tidak gelisah.

(27)

Intervensi :

1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau diaphoresis

Rasional : suhu 38,1°C-41,1°C menunjukan infeksius 2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat

tidur sesuai indikasi

Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol Rasional : Dapat membantu menurunkan suhu tubuh

4) Berikan antipiretik

Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam ( Doengoes, 2000 ) c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan

dilakukanya tonsilektomi

Tujuan : cemas berkurang atau hilang

Kriteria hasil : kecemasan berkurang, pasien tampak tenang. Intervensi :

1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan menggunakan bahasa yang sederhana.

Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan dengan mempersiapkan anak dan orang tua.

(28)

2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak mungkin tidak diberi makan atau minum setelah tengah malam pada hari pembedahan dilakukan untuk mencegah anak muntah dan aspirasi selama pembedahan.

Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak memperoleh makanan atau minuman sepanjang malam, atau pagi hari sebelum pembedahan.

3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin tidak dilakukan jika anak memiliki tanda dan gejala infeksi akut, termasuk peningkatan suhu, hidung terdapat sekret, dan nyeri pada telinga pada hari pembedahan.

Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi ini, sehubungan dengan risiko septikemia atau infeksi meluas.

4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan dan tempat mereka menungggu selama prosedur dan periode pemulihan.

Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan berlangsung dapat membuat orang tua cemas selama pembedahan.

5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan kondisi pasca operasi

(29)

Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah prosedur, dapat mengurangi rasa cemas

( Doengoes, 2000 ) 2. Post Operasi

a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.

Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri , nyeri dapat hilang atau berkurang

Kriteria hasil :

1) Melaporkan nyeri berkurang 2) Ekspresi wajah tampak rileks Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya 2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan

nafas dalam.

Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat mengurangi nyeri

3) Tingkatkan istirahat pasien

(30)

4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan: a) Minum air dingin atau es

b) Hindarkan makanan panas, pedas, keras c) Melakukan teknik relaksasi

Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara alternatif untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan

5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman

Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

( Doengoes, 2000 ) b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan

dengan penumpukan sekret Tujuan : jalan nafas efektif

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya sekret

Intervensi :

1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan

Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi

2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, atau ronkhi

(31)

Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pegumpulan sekret

3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan

4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan Rasional : membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan

( Doengoes, 2000 ) c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan

perdarahan yang berlebihan

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindaka keperawatan resiko kekurangan volume cairan dapat teratasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, kapiler refill cepat

Intervensi :

1) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan

Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak ada tambahan cairan

(32)

2) Awasi tanda-tanda vital

Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan untuk perkiraan kehilangan darah

3) Cata respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, peningkatan suhu

Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan atau lamanya episode perdarahan

4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan menambah perdarahan

Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekana intra abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langit-langit.

( Doengoes, 2000 ) d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.

Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko individu

Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital normal.

(33)

Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi

2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian tangan yang baik.

Rasional : Mencegah risiko infeksi

3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasive. Rasional : Mengurangi infeksi nosokomial 4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

Gambar

Gambar 1 Anatomi Tonsil

Referensi

Dokumen terkait

4.14 Rekapitulasi Tanggapan Pelanggan tentang Store Atmosphere pada Restoran Bertema Lokal Riung Sari, Raja Sunda dan Manjabal 2 di Kota Bandung ……… 78 4.15 Tanggapan

Dari beberapa faktor tersebut kita akan menerapkan logika Fuzzy pada sebuah Mini Computer Raspberry Pi sebagai kontrol utama dari sistem yang dihubungkan dengan

Penelitian ini mengungkap perbedaan penilaian customer terhadap kompetensi lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang disingkat LPTK Islam (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

penafsiran teleologis, guna menghindari ketidakpastian hukum dari ketentuan pasal 18, pasal 19, pasal 52 ayat (1), pasal 66 ayat (1), pasal 70 dan pasal 71 UUAP tersebut di atas,

Adapun filsafah pemikiran Socrates, diantaranya adalah pernyataan adanya kebenaran objektif, yaitu yang tidak bergantung kepada aku dan kita, dalam membenarkan kebenaran yang

Ber dasar kan hasil evaluasi ter hadap semua penaw ar an yang ber hasil diupload melalui sistem SPSE, dapat dibuat r ingkasan hasil evaluasi sebagai ber ikut :. Jenis Evaluasi

[r]

Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti