• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN : studi deskriptif pada siswa sekolah dasar Muhammadiyah 3 Bandung usia 10–12 tahun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN : studi deskriptif pada siswa sekolah dasar Muhammadiyah 3 Bandung usia 10–12 tahun."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS

BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN

(studi deskriptif pada siswa sekolah dasar Muhammadiyah 3 Bandung usia 1012 tahun)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Oleh

M. ARIEF FADHILLAH NIM 1000011

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREAASI FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

(2)

Kontribusi Kepercayaan Diri

Terhadap Hasil Belajar

Keterampilan Bermain

Bulutangkis Berdasarkan Tingkat

Kecemasan

Oleh M. Arief Fadhillah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan

Kesehatan

© M. Arief Fadhillah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

M. ARIEF FADHILLAH

KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS

BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN

disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing : Pembimbing I

Yusuf Hidayat, S. Pd., M. Si NIP. 196808301999031001

Pembimbing II

Dr. Ikbal Gentar Alam NIP. 197610152008011000

Mengetahui Ketua Program Studi

Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

(4)

Abstrak

Kontribusi Kepercayaan Diri Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pembimbing I : Yusuf Hidayat., S.Pd., M.Si

Pembimbing II : dr. Ikbal Gentar Alam

M. Arief Fadhillah

Penelitian ini bertujuan untuk menguji besarnya kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan dasar bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif kuantitatif terhadap 80 orang siswa (40 putera dan 40 puteri) yang berusia 10–12 tahun di SD Muhammadiyah 3 Bandung. Data dikumpulkan menggunakan skala kepercayaan diri, skala kecemasan dan tes keterampilan dasar bermain bulutangkis (servis panjang dan lob bertahan). Menguji validitas data skala kecemasan dianalisis menggunakan analisis ekspolatori faktor dengan faktor loading 0.788, skala kepercayaan diri menggunakan analisis konfirmatori faktor dengan faktor loading 0.760. Uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha skala kecemasan 0,942 dan skala kepercayaan diri mempunyai reliabilitas 0,826. Hasil uji asumsi analisis linearitas untuk mengetahui hubungan antar variabel dengan signifikasi 0.000 metode yang digunakan adalah < 0,05. Hasil uji hipotesis menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri dan kecemasan sebesar -0,903 dan hasil uji Moderat Regresion Analysis (MRA) menujukan bahwa terdapat kontribusi kepercayaan diri tethadap hasil keterampilan dasar bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan yaitu sebesar 52,6%. Hasil uji Regresi kepercayaan diri dengan tingkat kecemasan tinggi memberikan kontribusi sebesar 30,5% sedangkan kepercayaan diri dengan tingkat kecemasan rendah memberikan kontribusi sebesar 14,8%.

(5)

Abstract

Contribution of Self-Confidence on Badminton Learning Outcome Based on Anxiety Level

Supervisior I: Yusuf Hidayat., S.Pd., M.Si Supervisior II: dr. Ikbal Gentar Alam

M. Arief Fadhillah

This study is intended to figure out to what extent the contribution of self-confidence on badminton learning outcome based on anxiety level. The study is carried out by using descriptive quantitative method on 80 students (40 males and 40 females) whose ages range from 10 to 12 years old in SD Muhamadiyah 3 Bandung as participants. The data are collected by employing the scale of self-confidence, scale of anxiety, and a test to measure the students’ skill in badminton (in terms of long serve and defense lob). The data obtained from the scale of anxiety are analyzed by using explanatory factor analysis to test its validity with 0.788 factor-loading, while the factor loading of the scale of confidence is 0.760. Cronbach Alpha is used to measure the reliability of both scales. The result shows a value of 0,942 for the self-confidence scale and 0,826 for the anxiety scale. The result of assumption trial using linearity analysis to find out the relationship between the variables with 0.000 significance method is < 0,05. The hypothesis testing shows that there is a negative correlation between self-confidence and anxiety by -0,903. Moderate Regression Analysis(MRA) was used to find out that there is a contribution of self-confidence to anxiety by 52,6%. High level of confidence contribute 30,5% and low level of confidence contributes 14,8%, while the rest is influenced by uninvestigated factors.

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Perumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 13

1. Keterampilan Dasar Bermain Bulutangkis... 13

2. Kecemasan ... 19

3. Kepercayaan Diri ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 29

C. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 31

B. Penentuan Populasi dan Sampel... 32

C. Langkah-langkah dan Desain Penelitian ... 34

D. Instrumen Penelitian... 35

(7)

2. Instrumen Kecemasan ... 40

3. Instrumen Ketrampilan Dasar Bermain Bulutangkis ... 46

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51

F. Teknik Analisis Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

BAB V KESIMPILAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategorisasi keterampilan gerak dasar memukul berdasarkan posisi

raket ketika melakukan pukulan. ... 18

Tabel 3.1 Kisi-kisi kepercayaan diri ... 40

Tabel 3.2 Kisi-kisi kecemasan ... 44

Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen keterampilan bermain bulutangkis ... 46

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Intrumen Kepercayaan Diri ... 52

Tabel 3.5 Data hasil uji validitas Skala Kepercayaan diri ... 53

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Intrumen Kepercayaan Diri ... 55

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Intrumen Kecemasan... 57

Tabel 3.8 Data hasil uji validitas Skala kecemasan ... 58

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Intrumen Kecemasan ... 60

Tabel 4.1 Statistik Desktiptif Hasil Tes Keterampilan Lob Bertahan, Servis Tinggi, Kepercayaan diri dan Kecemasan ... 62

Tabel 4.2 Statistik Desktiptif kelompok dengan tingkat kecemasan tinggi ... 63

Tabel 4.3 Statistik Desktiptif kelompok dengan tingkat kecemasan rendah ... 63

Tabel 4.4 Uji nomalitas hasil tes kepercayaan diri, keterampilan dasar bermain bulutangkis dan kecemasan ... 64

Tabel 4.5 Uji normalitas kelompok dengan tingkat kecemasan tinggi ... 65

Tabel 4.6 Uji normalitas kelompok dengan tingkat kecemasan rendah... 66

Tabel 4.7 Uji homogentitas tes kepercayaan diri, keterampilan bermain dan kecemasan ... 67

Tabel 4.8 Uji linearitas keterampilan bermain dan kepercayaan diri... 68

Tabel 4.9 Uji linearitas keterampilan bermain dan kecemasan... 68

Tabel 4.10 Uji korelasi kepercayaan diri dan kecemasan ... 70

Tabel 4.11 Uji Regresi Kepercayaan diri, kecemasan dan keterampilan bermain bulutangkis ... 72

(9)

Tabel 4.13 Uji Regresi Kepercayaan Diri dengan tingkat Kecemasan

Tinggi dan keterampilan dasar bermain bulutangkis ... 73

Tabel 4.14 Uji Regresi Kepercayaan Diri dengan tingkat Kecemasan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Proses Terjadinya Ketegangan dan Kecemasan ... 21

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Kecemasan dalan Situasi Olahraga ... 23

Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian ... 33

Gambar 3.2 Desain Penelitian ... 34

Gambar 3.3 Lapangan Untuk Tes Lob Bertahan ... 48

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memainkan peranan penting

dalam mengusung kemajuan suatu bangsa, melalui pendidikan yang baik akan

diperoleh beragam hal baru yang dapat digunakan untuk menciptakan sumber

daya manusia yang berkualitas yang mampu membangun bangsa dan negara

menjadi lebih maju, dan karena itu setiap bangsa harus menyelenggarakan

pendidikan yang baik dan berkualitas. Pendidikan yang berkualitas harus mampu

mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam undang-undang RI No 20

Tahun 2003 tentang sistem penddidikan nasional disebutkan, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas dengan ciri-iri beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Pendidikan dapat dimaknai secara berbeda oleh setiap individu, tergantung

dari konteks waktu dan kepentingan, karena itu pengertian pendidikan pun dapat

berbeda-beda. Dewey mengartikan pendidikan sebagai “ rekonstruksi aneka

pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga

segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakna”, sementara Morse

(1964) membedakan pengertian pendidikan ke dalam istilah pendidikan liberal

(liberal education) dan pendidikan umum (general education). Pendidikan liberal

lebih berorientasi pada bidang studi dan menekankan pada penguasaan materi,

sedangkan pendidikan umum lebih bersifat memperhatikan pelakunya dari pada

bidang studi dan materinya. Tujuan utamanya adalah mencapai perkembangan

individu secara menyeluruh sambil tetap memperhatikan perkembangan perilaku

(12)

Sorotan terhadap belum berhasilnya pendidikan di Indonesia sementara ini

terutama dapat dilihat dari masih relatif rendahnya rata-rata tingkat pendidikan

masyarakat Indonesia dan pengaruhnya terhadap pengembangan karakter, moral

akhlak, dan ilmu pengetahuanya. Salah satu fakta terkait rendahnya mutu

pendidikan di Indonesia adalah realitas pada rendahnya mutu pendidikan. Terkait

dengan laporan Human Development Report (HDR), United Nation Development

Programme (UNDP) melaporkan bahwa pada tahun 2011, peringkat Indeks

Pengembangan Manusia (Human Development Index) Indonesia meliputi

peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala berada di

urutan 124 dari 183 negara yang ada di dunia. Kondisi ini jauh berada di bawah

Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), Filipina

(112), dan sedikit lebih baik dibandingkan Vietnam (128) dan Myanmar (149)

Begitu juga untuk Indeks Pembangunan Pendidikan (Education Development

Index) untuk semua (education for all) di Indonesia menurun dari peringkat 65

pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011. Berdasarkan data dalam Education For All

(EFA) Global Monitoring Report (2011): The Hidden Crisis, Armed Conflict and

Education yang dikeluarkan UNESCO, Indeks Pembangunan Pendidikan

Indonesia pada 2008 adalah 0,934 (rangking 69 dari 127 negara). Posisi ini jauh

tertinggal dari Brunei Darussalam (peringkat 34) dan Jepang (rangking 1 dunia).

Adapun Malaysia berada di peringkat 65, Filipina (85), Kamboja (102), India

(107), dan Laos (109).

Untuk pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA, Badan Penelitian dan

Pembangunan (Balitbang) Kemdiknas (2003) melaporkan bahwa dari 146.052 SD

di Indonesia, hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam

kategori The Primary Years Program (PYP). Dan dari 20.918 SMP yang ada,

hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle

Years Program (MYP). Sementara itu, dari 8.036 SMA, hanya 7 sekolah yang

mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Dibandingkan dengan negara Asia lainnya, menurut survei Political and

Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada

(13)

pendidikan, maka Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya

menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei (The World Economic

Forum Swedia Report, 2000). Indonesia pun hanya berpredikat sebagai follower

bukan sebagai leader teknologi dari 53 negara di dunia. Ini menunjukkan bahwa

Sumber Daya Manusia kita memang masih tertinggal. Oleh karena itu, Indonesia

harus berusaha jauh lebih keras dibandingkan dengan negara-negara lain untuk

mengejar ketertinggalan tersebut.

Secara spesifik, pendidikan jasmani dan olahraga merupakan salah satu

bidang studi yang tidak luput dari sorotan di atas, terutama dikaitkan dengan

gejala seperti kesehatan, kebugaran jasmani dan jiwa kompetitif yang fair play.

Seorang pakar pendidikan jasmani dari Amerika Serikat, Siedentop (1991, hlm. 1)

menjelaskan bahwa :

Pada masa tahun 1990-an pendidikan jasmani dapat diterima secara luas sebagai model pendidikan melalui aktivitas jasmani, yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telaahan pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 dan menekankan pada kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan dan perkembangan sosial secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan dari, tentang dan melalui aktivitas jasmani.

Menurut Wiliams (1999, dalam Freeman, 2001, hlm. 1), pendidikan jasmani

adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih dan dilaksanakan

untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini didukung oleh adanya

pemahaman bahwa:

Manakala pikiran (mental) dan tubuh disebut dua unsur yang terpisah, pendidikan jasmani yang menekankan pendidikan fisikal, melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan individual adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal. Pemahaman ini menunjukan bahwa pendidikan jasmani juga terkait dengan respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran mental, intelektual, emosional dan estetika.

(14)

Pendidikan melalui fisikal maksudnya adalah pendidikan melalui aktifitas

fisik yang bertujuan mencangkup semua aspek perkembangan pendidikan,

termasuk pertumbuhan mental, sosial dan keterampilan siswa. Manakala tubuh

sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran harus dibelajarkan dan di kembangkan.

Menurut CDC (2006; dalam Ambardini, 2006), bahwa:

Aktivitas fisik melalui pendidikan jasmani membantu membentuk dan mempertahankan tulang dan otot yang sehat, membantu mengontrol berat badan, membentuk otot dan mengurangi lemak, mengurangi depresi, kecemasan, serta mencegah atau memperlambat hipertensi dan membantu mengurangi tekanan darah pada beberapa remaja yang menderita hipetensi.

Persoalan kesehatan bangsa Indonesia diduga kuat berakar pada perubahan

dalam gaya hidup termasuk pola makan yang tidak sehat, makan-makanan yang

mengandung lemak jenuh dan kurang melakukan aktifitas fisik dan olahraga.

Seperti yang di tegaskan dalam penelitian Carison et al (2008, dalam Ambardini)

bahwa pendidikan jasmani tidak berdampak negatif terhadap prestasi akademik

siswa, bahkan pada siswa perempuan terdapat peningkatan nilai matematika dan

membaca pada siswa yang mendapatkan pendidikan jasmani lebih banyak. Hasil

penelitian tersebut menguatkan pandangan bahwa pendidikan jasmani sangat

penting untuk siswa-siswi di sekolah karena dapat meningkatkan kemampuan

akademik siswa-siswi seperti matematika dan membaca, dan sebaliknya siswa

yang tidak atau kurang mendapatkan pendidikan jasmani rentan terkena penyakit

obesitas, kronik degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus dan jantung.

Seperti diketahui, tujuan pembelajaran meliputi tiga aspek domain yaitu

kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Dalam

konteks pembelajaran pendidikan jasmani, orientasi penilaian masih lebih

terorientasi pada aspek psikomotor, sementara aspek afektif dan kognitif masih

terabaikan. Padahal pencapaian tujuan pada domain afektif sama pentingnya

dengan aspek kognitif dan psikomotor. Karena itu, pencapaian domain afektif

harus dituangkan secara eksplisit dalam proses dan hasil belajar yang ingin

(15)

Menurut Popham (1995 dalam Mardapi 2004) domain afektif menentukan

keberhasilan seseorang. Orang yang tidak memiliki kemampuan afektif yang baik,

sulit mencapai keberhasilan studi yang optimal. Hasil belajar kognitif dan

psikomotorik akan optimal jika peserta didik mempunyai kemampuan afektif

tinggi. Oleh karena itu pendidikan harus diselenggarakan dengan memberikan

perhatian yang lebih baik menyangkut domain afektif ini. Pencapaian kemampuan

kognitif dan psikomotor dalam bidang pendidikan jasmani tidak akan memberi

manfaat bagi masyarakat, apabila tidak diikuti dengan kemampuan afektif.

Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa baik jika digunakan untuk

membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan ini digunakan untuk

merugikan pihak lain. Selain itu pengembangan domain afektif di sekolah akan

membawa pengaruh yang sangat positif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya,

baik di rumah maupun di lingkungan luar.

Permainan bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang terpopuler

dan banyak di gemari oleh masyarakat Indonesia, bahkan di dunia. Permainan ini

menggunakan raket sebagai alat pemukulnya dan satelkok sebagai ojek pukulnya,

lapangan permainan bulutangkis berbentuk persegi panjang, di tandai dengan

garis sebagai pembatas dan dipisahkan oleh net untuk daerah permainan sendiri

dan lawan. Permainan ini bersifat individual, berbeda dengan permainan sepakbola

atau basket yang bersifat beregu, permainan bulutangkis dapat dimainkan oleh

satu orang lawan satu orang atau dua orang lawan dua orang. Dapat dimainkan

oleh putera, puteri atau oleh pasangan putera dan puteri. Bulutangkis merupakan

permainan yang banyak menggunakan kemampuan fisik dengan gerakan yang

cepat dan pukulan keras yang dilakukan dalam waktu beberapa detik di antara

reli-reli panjang (Ballou, 1998 dalam Subarjah, 2010). Permainan Bulutangkis

masuk dalam kategori olahraga permainan bola kecil, yang tercantum dalam

kurikulum 2013 di point 4.2., yaitu mempraktikkan variasi dan kombinasi pola

gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif dalam permainan bola

kecil yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai permainan dan atau olahraga

(16)

Meskipun menurut Ballou (1998 dalam Subarjah, 2010), bahwa permainan

bulutangkis banyak menggunakan kemampuan fisik tetapi dalam kenyataanya

tidak hanya kemampuan fisik semata, tetapi juga ada aspek mental didalamnya

seperti kepercayaan diri, motivasi, kecemasan, kekompakan, agresifitas, dan

lain-lain. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang sedang belajar keterampilan bermain

bulutangkis seperti servis, lob, drive, netting, dropshot, dan smash, proses dan

hasil belajarnya tidak akan masksimal jika memiliki motivasi yang rendah. Ketika

siswa yang telah belajar keterampilan bermain bulutangkis akan melakukan tes

keterampilan sebelum dan atau sedang melakukan tes, maka keberhasilannya

dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah kecemasan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Post (1978 dalam Trismiati, 2004, hlm. 4),

kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang di tandai

oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan

juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Lefrancois (1980 dalam

Trismiati, hlm. 4), menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang

tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Jadi pada saat tes siswa

akan mengalami rasa cemas yang dapat mempengaruhi hasil tes, akan tetapi tidak

hanya rasa cemas saja yang ada pada diri siswa, rasa percaya diri siswapun dapat

mempengaruhi terhadap hasil tes. Menurut Surna, (2000, dalam Afrina, 2012, hlm.

3).

Kepercayaan diri adalah penghargaan akan kemampuan, potensi, bakat, kekuatan, prestasi yang diwujudkan dalam bentuk prilaku nyata yang menghasilkan karya-karya tertentu sesuai dengan profesinya dan member manfaat dalam upaya membentuk kemandirian dan aktualisasi diri.

Sedangkan menurut Hakim (2005, dalam Afrina, 2012, hlm. 3)

(17)

Fakta-fakta dari beberapa penelitian tentang kepercayaan diri dapat

memberikan peningkatan terhadap keterampilan. Contohnya seperti :

“Landin and Herbert (1999) on five female tennis players, Perkos et al., (2002) on four young basketball players, and, Johnson, Hrycaiko, Johnson and Halas (2004) on four female football players, proves that self talk intervention program can increase self confidence. Motivational self talk is found to help increase ability to execute tennis forehand drive, self confidence, and decrease anxiety (Hatzigeorgiadis et al., 2008), and, increase self efficacy and tennis forehand drive (Hatzigeorgiadis et al., 2009).”

Artinya adalah dalam penelitian Landin dan Herbert (1999, dalam Hidayat

dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada lima orang perempuan pemain tenis, Perkos et

al., (2002, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada empat orang anak

kecil pemain bola basket, dan Johnson, Hrycaiko, Johnson and Halas (2004,

dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada empat orang perempuan

pemain sepakbola, membuktikan bahwa Self-talk atau berbicara kepada diri

sendiri dapat memberikan peningkatan terhadap kepercayaan diri. Motivational

self talk dapat memberikan peningkatan kemampuan gerak dalam melakukan

tennis forehand drive, Kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan

Hatzigeorgiadis et al., (2008, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), dan

memberikan peningkatan terhadap self efficacy dan tennis forehand drive

Hatzigeorgiadis et al., (2009, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187).

Hidayat dan Budiman (2014, hlm. 191), mengungkapkan bawha “teachers

and coaches should teach their athletes how to use self talk in order to help

increase self confidence and movement performance”. Artinya adalah guru dan pelatih dapat mengajarkan kepada atlet bagaimana cara menggunakkan self talk

dalam perintah untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan gerak. “Self

talk dapat diartikan sebagai apa yang di katakan oleh siswa/atlet terhadap dirinya

sendiri untuk memikirkan yang lebih tepat tentang tindakan dan penampilanya

(18)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat di tarik kesimpulan

bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran seseorang akan kemampuan yang

dimiliki dirinya dan ada rasa percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Meskipun secara konseptual pendidikan jasmani dan olahraga memiliki

peran penting dalam meningkatkan kebugaran jasmani siswa dan merubah gaya

hidup sehat tetapi secara umum fakta dilapangan masih menunjukan bahwa

pendidikan jasmani dan olahraga masih memiliki berbagai permasalahan terutama

yang terkait dengan kualitas proses pembelajara pendidikan jasmani di sekolahan.

Secara umum para guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dihadapkan

pada masalah-masalah yang cukup serius. Jika dicermati ada empat masalah

pokok yang dihadapi guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehata, yaitu (1)

pengembangan aspek kognitif dan afektif sangat kurang di bandingkan dengan

aspek psikomotor (2) materi yang diajarkan tidak sesuai dengan kurikulum dan

bahan ajar (3) sarana dan prasarana kurang mendukung dalam pembelajaran dan

(4) alokasi waktu pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang

sangat terbatas.

Persoalan-persoalan seperti yang diuraikan di atas bisa berdampak pada

munculnya masalah-masalah lain, seperti siswa memiliki tingkat kebugaran

jasmani yang rendah dan keterampilan gerak dasar yang tidak memadai

(Panggrazi & Daeur, 1995 dalam Hidayat, 2011, hlm 72), adanya ketidak

termotivasian siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan jasmani

olahraga dan kesehatan di sekolah (lavay, Henderson, & French, 1997 dalam

hidayat, 2011, hlm 73). Hasil survey yang dilakukan oleh cholik dan harsono

(dalam Nagasmin & Soepartono, 1999 dalam hidayat, 2011, hlm. 73) menunjukan

adanya kecenderungan siswa kurang meminati aktivitas pendidikan jasmani

olahraga dan kesehatan karena dirasakan saangat berat.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran pada latar belakang di atas, ada persoalan

pokok yaitu siswa cemas dan kurang percaya diri ketika akan melakukan tes,

gejala yang nampak siswa menunjukan rasa takut, malu. Hal ini akan berimbas

kepada hasil tes keterampilan bermain bulutangkis dan nilai akhir yang diperoleh

(19)

keterampilan gerak bermain bulutangkis. Menurut Thursan Hakim (2005, dalam

Afrina, 2012, hlm 3) dijelaskan bahwa:

Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses: (a) Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. (b) Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelbihannya. (c) Pemahaman dan reaksi positif seorang terhadap kelemahan- kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. (d) Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

Davies (2004 dalam Afrina, 2012, hlm. ) menjelaskan tentang ciri-ciri

individu yang mempunyai rasa percaya diri yaitu (1) menikmati hidup dan

bergembira (2) mengetahui dan menilai diri sendiri (3) mempunyai

keahlian-keahlian sosial yang baik (4) mempunyai sikap yang positif (5) tegas (6)

mempunyai tujuan yang jelas (7) siap menghadapi tantangan-tantangan.

Kecemasan yang terjadi selama masa stres tinggi atau akibatnya peristiwa

traumatis adalah normal. Dalam kebanyakan kasus, kecemasan yang disebabkan

stres akan segera hilang sendiri, ketika penyebab tersebut tidak lagi menjadi

perhatian. Namun, ketika kecemasan parah, mengganggu kehidupan sehari-hari

akan menyebabkan serangan panik atau tidak menjadi lebih baik dari waktu ke

waktu, jika seperti itu harus mengalami pengobatan secara khusus. kecemasan

yang tinggi di akibatkan karena kurangnya rasa percaya diri tettang apa yang

sedang kita hadapi. Dalam pembelajaran bulutangkis di sekola siswa sering

merasakan cemas ketika akan melakukan tes itu di sebabkan karena siswa kurang

latihan dan siswa mengalami gerakan baru.

Tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan kecemasan yang rendah dapat

mempengaruhi hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dibuktikan dengan

penelitian ini. Sesuai dengan uraian pokok-pokok pikiran di atas dan kondisi riil

yang dihadapi dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

(20)

proses dan hasil pembelajaran mata pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya

dengan membelajarkan aspek kognitif dan afektif yaitu kepercayaan diri dan

kecemasan dalam pembelajaran bermain bulutangkis sehingga dapat berdampak

pada hasil yang lebih baik, untuk itu penulis bermaksud melakukan penelitian

deskriptif kuantitatif dan merumuskanya dalam judul “Kontribusi Kepercayaan Diri Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis

Berdasarkan Tingkat Kecemasan”.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan pokok-pokok uraian dalam latar belakang masalah di atas

dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

(1) Pengembangan domain kognitif dan afektif masih sangat terabaikan di

bandingkan dengan aspek psikomotor. Pembelajaran pendidikan jasmani di

sekolah lebih menekankan pada pengembangan domain keterampilan gerak.

Aspek-aspek kepercayaan diri, motivasi, kecemasan, agresivitas, fair play,

kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab masih belum banyak dikaji dan

dikembangkan;

(2) Muatan kurikulum masih relatif kurang sesuai dengan kebutuhan peserta

didik dan lebih banyak penekannya pada penguasaan cabang olahrga.

(3) Fasilitas atau sarana dan prasarana masih kurang mendukung, contohnya

seperti dalam pembelajaran bulutangkis kurangnya alat pemukul dan objek

pemukul jadi membatasi ruang gerak siswa.

(4) Alokasi waktu yang sangat terbatas untuk memberikan materi dari tahap

kognnisi, afeksi dan psikomotor.

(5) Kompetensi guru pendidikan jasmani yang masih kurang memadai, terutama

yang berlatar belakang bukan guru pendidikan jasmani.

(6) Kebijakan-kebijakan sekolah (terutama kepala sekolah) dan atau pemerintah

yang menomorduakan mata pelajaran pendidikan jasmani di bawah mata

(21)

C. Perumusan Masalah

Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan juga biaya, tidak mungkin

masalah-masalah tersebut di atas dikaji dan dipecahkan melalui penelitian ini, oleh karena

itu, penelitian ini hanya akan mengkaji mengenai kontribusi tingkat kepercayaan

diri terhadap penguasaan keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat

kecemasan pada saat tes, dan dalam kaitan itu, secara umum dirumuskan dalam

rumusan masalah “seberapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan? ”

Selanjutnya, rumusan umum di atas, dijabarkan kedalam rumusan masalah khusus,

sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar

bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun?

2. Adakah hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan siswa usia 10-12

tahun?

3. Berapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan

bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain

bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Sedangkan secara khusus didasarkan

pada beberapa tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui gambaran kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar

bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun.

2. Menguji hubungan hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan

siswa usia 10-12 tahun.

3. Menguji kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan

(22)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian dibagi menjadi dua kategori, yaitu manfaat teoritis

dan manfaat praktis :

1. Manfaat Teoritis

Secara teori hasil peneitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan

ilmu pengetahuan, khusunya dalam kajian tentang hubungan antara aspek afektif

kepeprcayaan diri dengan hasil belajar psikomotorik (keterampilan bermain

bulutangkis) dilihat dari tingkat kecemasan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis: dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan dalam

pembelajaran keterampilan bermain bulutangkis dengan melihat kontribusi

domain afektif seperti kepercayaan diri dan kecemasan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para guru,

pelatih, atlit dan siswa pada umumnya dalam melakuka latihan atau

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Untuk memecahkan suatu masalah perlu adanya penelitian, Penelitian

pada dasarnya merupakan suatu proses pencarian (inquiry), menghimpun data,

mengadakan pengukuran, analisis, sintesis, menbandingkan, mencari hubungan

dan menafsirkan hal-hal yang dianggap masalah oleh peneliti. Menurut Kumar

(2005, dalam Proboyekti hlm. 1).

Penelitian adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan. Ketika melakukan studi penelitian atau research study itu berarti ada proses studi tersebut dilakukan dalam kerangka filosofi tertentu, menggunakan prosedur, metode dan teknik yang telah diuji validitas dan keandalannya, dan dirancang untuk objektif dan tidak bias

Sedangkan menurut Sugiyono (2010, hlm. 3) “Secara umum metode

penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu.” Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu

didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional

berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara yang masuk akal, sehingga

terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang dilakukan oleh

peneliti dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang dapat mengetahui dan

memahami cara yang digunakan, contohnya seperti cara yang tidak ilmiah

mencari anak yang hilang ketika sedang mendaki gunung, atau ingin mencari

sesuatu barang yang hilang dating ke paranormal. Sistematis artinya, proses yang

digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat

logis.

Sesuai dengan penelitian ini, tujuan penelitian untuk mengetahui berapa

besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain

bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Untuk memecahkan masalah dalam

penelitian ini dan untuk membuktikan hipotesis yang telah di tetapkan, maka perlu

metode penelitian yang sesuai dengan masalah tersebut. untuk itu peneliti memilih

(24)

penelitian ini. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan suatu

keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

Menurut Arifin (2013, hlm. 2) mengatakan bahwa “penelitian deskriptif bertujuan

untuk menggmbarkan sesuatu” penelitian deskriptif memiliki pernyataan yang

jelas mengenai masalah yang akan diteliti.

B. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti, sedangkan sampel

adalah sebagian dari populasi. Seperti yang di jelaskan oleh Sugiyono (2010, hlm.

117) Populasi adalah ”wilayah generalisasi yang terdiri atas obek dan subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.” jadi populasi bukan hanya orang,

tetapi obyek benda-benda alam lainnya. Populasi juga tidak mempelajari jumlah

yang ada tetapi mempelajari karekteristik/sifat yang dimiliki subyek atau obyek

itu. Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri

Muhammadiyah 3 Bandung.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2010, hlm. 118). Sampel adalah sebagian dari

populasi yang memiliki sifat dan karakter yang sama sehingga betul-betul

mewakili populasinya Sudjana dan Ibrahim (2001, hlm. 84). Dalam penelitian ini

sampelnya adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Muhammadiyah 3 Bandung yang

berusia 10-12 tahun.

Berdasarkan pada penjelasan diatas, maka penulis menentukan sampel

yang akan digunakan sebagai subjek penelitian berjumlah 80 orang dengan teknik

pengambilan sampel populasi (Sampling Population), adapun ciri-ciri sampel

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (a) Sampel

terdaftar sebagai siswa-siswi Sekolah Dasar Muhammadiyah 3 Bandung yang

(25)

M. Arief Fadhillah, 2014

sekurang-kurang 2 Bulan (c) Sampel merupakan siswa-siswi yang berumur 10 –

12 tahun.

C. Langkah-langkah dan Desain Penelitian 1. Langkah-langkah penelitian

Dalam melaksanakan penelitian deskriptif ini, peneliti menyusun

langkah-langkah penelitiasn sebagai berikut :

a. Langkah pertama menentukan populasi yaitu diambil dari siswa-siswi

sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung

b. Menentukan sampel sebanyak 80 orang, 40 puta dan 40 putri, yang berada

di sekolah dasar muhammadiyah 3 Bandung.

c. Kemudian melakukan tes pengukuran menggunakan skala untuk

mengetahui tingkat kepercayaan diri dan tingkat kecemasan. Tes

keterampilan untuk mengukur sejauh mana penguasaan keterampilan

bermain bulutangkis.

d. Setelah mendapatkan data hasil pengetesan, langkah selanjutnya adalah

melakukan pengolahan dan menganalisis data.

e. Menentukan kesimpulan berdasarkan hasil dari pengolahan dan

menganalisis data.

Dari penjelasan tersebut, langkah-langkah penelitian dapat digambarkan

dalam bagan 3.1 sebagai berikut :

(26)

2. Desain Penelitian

Desain penelitian sangat menentukan kualitas proses dan hasil penelitian,

oleh karena itu, supaya dapat menghasilkan penelitian yang baik, maka

dibutuhkan desain penelitian yang baik. “Desain penelitian adalah kerangka kerja

yang digunakan untuk melaksanakan penelitian” Arifin (2013, hlm 2). Secara

singkat, desain penelitian dapat didefinisikan sebagai rencana dan struktur

penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam

menjawab pertanyaan penelitian. Menurut Arifin (2013, hlm 3). Dalam pengertian

yang lebih luas, desain penelitian mencakup proses-proses berikut:

1. Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian; 2. Pemilihan kerangka konseptual;

3. Memformulasikan masalah penelitian dan membuat hipotesis; 4. Membangun penyelidikan atau percobaan;

5. Memilih serta mendefinisikan pengukuran variabel-variabel; 6. Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan; 7. Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data;

8. Membuat coding, serta mengadakan editing dan processing data; 9. Menganalisa data dan pemilihan prosedur statistik; dan

10. Penulisan laporan hasil penelitian.

Adapun desain penelitian ini terdiri atas satu variable independen, dependen

dan variable moderator, hal ini dapat digambarkan seperti gambar 3.2 berikut :

Gambar 3.2 : Desain Penelitian

X = Variabel Kepercayaan Diri

Y = Variabel Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis

Z = Variabel Kecemasan

X

Y

(27)

Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai variabel

stimulus, prediktor dan antecedent. Dalam bahasa Indonesia disebut variabel

bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab timbulnya variabel dependen. Variabel dependen adalah variabel yang

dipengaruhi atau sering menjadi akibat. Dalam bahasa Indonesia disebut variabel

terikat. Dalam penelitian ini terdapat variabel moderator. Variabel moderator

adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel moderator disebut

juga sebagai variabel independen ke dua.

Dalam gambar di atas variable kecemasan merupakan variable moderator

karna dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara variable independen

yaitu tingkat kepercayaan diri dan variable dependen yaitu hasil belajar

keterampilan bermain bulutangkis.

D. Instrumen Penelitian

Penelititan pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran terhadap

fenomena sosial maupun alam (Sugiyono, 2010, hlm 147). Alat ukur dalam

penelitian dinamakan intrumen penelitian. “Intrumen penelitian adalah suatu alat

ukur yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”

(Sugiyono, 2010, hlm 148). Secara spesifik semua fenomena ini dinamakan

variable penelitian. Menurut Arikunto (2000, hlm. 134) “instrumen pengumpulan

data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya

mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah

olehnya”. Sedangkan menurut Hadjar (1996, hlm. 160) berpendapat bahwa

”instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif”. Instrumen

pengumpul data menurut Suryabrata (2008, hlm. 52) adalah “alat yang digunakan

untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas

atribut-atribut psikologis. Disini disebutkan bahwa Atibut-atribut-atribut psikologis itu secara

teknis biasanya digolongkan menjadi dua yaitu atribut kognitif dan atribut non

(28)

perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif,

perangsangnya adalah pernyataan.”

Sesuai dengan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa intrumen

penelitian merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel

dan mendapatkan informasi tentang karakteristik variabel secara objektif yang

bertujuan untuk pengumpulan data kuantitatif atau kualitatif dalam proses

penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu

pengukuran tingkat kepercayaan diri, tingkat kecemasan dan pengukuran

penguasaan keterampilan bermain bulutangkis, untuk mengukur tingkat

kepercayaan diri digunakan instrumen yang diadaptasi dari Yusuf Hidayat,

instrument untuk mengukur tingkat kecemasan digunakan prosedur

pengembangan instrumen mengikuti Costin (1989), sedangkan instrument hasil

belajar keterampilan bermain bulutangkis digunakan tes yang di adaptasi dari

Yusup Hidayat. Adapun instrumen yang digunakan penulis dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Instrumen Kepercayaan Diri

Untuk memperoleh data tentang tingkat kepercayaan diri seseorang

digunakan kuisioner yang disusun oleh peneliti. Kuisionernya adalah berbentuk

skala. Skala menurut Azwar (2012, hlm. xvii) adalah “perangkat yang disusun

untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut.”

sebagai alat ukur, skala psikologis mempunyai karakteristik khusus yang

membedakan dengan instrument pengumpulan data yang lain seperti angket,

daftar isian, inventori dan lain-lain

Karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi menurut Azwar (2012, hlm

6) ada 3 yaitu :

(29)

banyak tergantung pada interpretasinya terhadap isi item. Karena itu jawaban yang diberikan atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya. b. Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat

indikator-indikator perilaku sedangkan perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item, maka skala psikologis selalu berisi banyak item.jawaban subjek terhadap satu item baru merupakan sebagian banyak dari indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis diperoleh berdasar respon terhadap semua item.

c. Respon subjek tidak di klasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau

“salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara

jujur dan sungguh-sungguh. Skor yang diberikan hanyalah kuantitas yang mewakili indikasi adanya aatribut yang diukur.

Karekteristik tersebut menjadi ciri pengukuran terhadap performansi

tipikal, yaitu atribut manisfestasinya munculnya karakteristik seseorang dalam

keadaan sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi yang sedang

dihadapi. Menurut Azwar (2012, hlm 7) mengungkapkan “dalam penggunaan

psikodiagnosa dan penelitian psikologi, skala-skala performansi tipikal digunakan

untuk pengungkapan aspek-aspek afektif seperti minat, sikap, dan berbagai

variabel kepribadian lainya semisal agresifitas, self-esteem, locus of control,

motivasi, resiliensi, kecemasan , kemepimpinan, dan sebagainya.”

Meskipun dalam penggunaakn kata sehari-hari banyak peneliti

menyamakan sitilah angket dan skala namun pada kenyataanya kedua intrumen

tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda. Perbedaan skala dan angket

menurut Azwar (2012, hlm 7) bahwa :

a. Data yang diungkap oleh angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaranya yang diketahui oleh subjek, sedangkan data yang diungkap oleh skala psikologi adalah deskripsi mengenai aspek kepribadian individu.

(30)

c. Responden terhadap angket tahu pesris mengenai apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa dicari oleh pertanyaan yang bersangkutan. Responden terhadap skala psikologi, skalipun sangan memahami isi pertanyaan, namun tidak menyadari awah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.

d. Respon yang diberikan subjek terhadap angket tidak diberikan skor. Respon terhadap skala psikologi diberikan skor melalui proses penskalaan (scaling)

e. Satu perangkat angket dirancang untuk mengungkap data dan informasi mengenai banyak hal, sedangkan satu perangkat skala psikologi dirancang hanya untuk mengungkap satu tujuan ukur saja (unidimensional).

f. Data hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya secara psikometrik sedangkan hasil ukur skala psikologi harus tinggi reliabilitasnya secara psikometrik dikarenakan relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus pada skala psikologi lebih teruka terhadap berbagai sumber eror.

g. Validasi angket lebih ditentukan oleh kejelasan tujuan dan kelengkapan informasi yang hendak diungkapkan sedangkan validitas skala psikologi ditentukan oleh ketepatan oprasionalisasi konstrak psikologi yang hendak diukur menjadi indikator keprilakuan dan item-itemnya.

Jelas bahwa beberapa perbedaan pokok antara skala psikologi dan angket

ini menyebabkan pula perbedaan dalam cara penyusunan, cara ppengujian

kualitas, cara penggunaaan, dan cara interpretasi hasilnya

Instrument dikembangkan dalam bentuk skala dengan pola jawaban skala

Likert. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 134) “Skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseoang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial.” Dalam penelitian ini fenomena sosial adalah kepercayaan diri.

Dengan skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator

variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan. Dalam

penelitian ini skala untuk mengukur tingkat kepercayaan diri seseorang

menggunakan pernyataan-pernyataan.

Proses penyusunan skala diawali dengan menentukan kepercayaan diri

(31)

kepercayaan diri, pembuatan kisi-kisi kepercayaan diri dan dikembangan menjadi

item-item pernyataan beserta taraf skalanya. Penyusunan item-item pernyataan

mengacu pada indikator dan dimensi konstrak yang didasarkan pada

konsep-konsep teoritis mengenai kepercayaan diri yang dikembangkan oleh Vealey, et al.

(1998). Adapun dimensi konstrak kepercayaan diri dalam kuesioner ini terdiri dari

(1) Efisiensi kognitif (cognitive efficiency), (2) Latihan dan keterampilan fisik

(physical skill and training), (3) Serta resiliensi (resilience). Menurut Sugiyono

(2010, hlm. 135) mengungkapkan bahwa “Jawaban setiap item instrument yang

menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat

negatif.” Skala pada penelitian ini dibuat untuk menjaring dan memperoleh

informasi bagaimana gambaran sikap kepercayaan diri siswa dan siswi sekolah

dasar muhammadiyah 3 Bandung usia 10 – 12 tahun.

a. Definisi Konseptual

Kepercayaan diri sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan,

kemampuan, dan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang

dilandasi keyakinan untuk sukses Bandura (dalam Iswidarmanjaya dan Agung,

2005). Tingkat kepercayaan diri akan berpengaruh terhadap tingkat kecemasan

dan hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis. alat untuk mengukur tingkat

kepercayaan diri adalah dengan dibuatnya instrument tes yang disebut skala

psikologi kepercayaan diri dengan mengacu kepada tiga dimensi konstrak yaitu

(1) Efisiensi kognitif, (2) Latihan dan keterampilan fisik, (3) resiliensi (Vealey, et

al. 1998)

b. Definisi Oprasional

Kepercayaan diri adalah salah satu aspek afektif dan sikap positif yang

dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu sehingga seseorang yakin pada

kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mendapatkan keberhasilan dalam

melakukan hal tersebut. Tinggi rendahnya tingkat kepercayaan diri seseorang

akan terlihat dalam pertanyaan atau pernyataan yang di jawab oleh siswa sekolah

(32)

kepercayaan diri yang berbentuk skala psikologi yang ditandai oleh dimensi

konstrak, indikator-indikator dan item-item yang telah disusun. Semakin tinggi

skor maka semakin tinggi kepercayaan diri seseorang begitupun sebaliknya

semakin kecil skor seseorang maka semakin kecil kepercayaan dirinya.

c. Kisi-kisi Instrumen Kepercyaan diri

Berdasarkan dimensi kontrak di atas kemudian disusun indikator-indikator

untuk mempermudah membuat item-item pertanyaan atau pernyataan. Item-item

pertanyaan dan pernyataan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri siswa dapat

dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kepercayaan diri

Variabel Dimensi dan Indikator Nomor

Item

(33)

Dari Item uji coba yang tercantum di atas 3 item dari tiap-tiap indikator

tetapi kemunginan besar ada item yang tidak valid jadi item yang di butuhkan dari

tiap-tiap indikator adalah 2 item.

d. Kriteria Pemberian Skor Pertanyaan atau Pernyataan

Setiap item-item pertanyaan atau pernyataan mempunyai tiga alternatif

jawaban, yaitu setuju, setuju atau tidak setuju, dan tidak setuju. Kategori

penskoran sebagai berikut : kategori untuk pernyataan setuju = 3, setuju atau tidak

setuju = 2, dan tidak setuju = 1

e. Uji Coba Skala Kepercayaan Diri

Skala yang sudah di buat oleh peneliti tidak bisa langsung di berikan

kepada sampel yang akan diteliti tetapi harus di ujicobakan dulu untuk mengukur

tingkat validitas dan reliabilitas dari setiap item-item pernyataan. Hasil dari

ujicoba tersebut akan diperoleh skala kepercayaan diri yang memenuhi syarat

untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Ujicoba instrumen bertujuan

untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu tes dan cocok atau tidaknya

digunakan dalam penelitian kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar

keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan.

Pada penelitian ini penulis melakukan uji coba skala psikologi pada waktu

setelah selesai penelitian Bpk. Yusuf Hidayat, S.Pd., M.Si di gedung Fpok UPI

Kampus Padasuka bandung. Skala kepercayaan diri tersebut diberikan kepada

sampel penelitian yaitu anak-anak yang berusia 10-12 tahun dan sudah diberikan

pelatihan bermain bulutangkis sebanyak 130 orang siswa.

2. Instrumen Kecemasan

Untuk memperoleh data tentang tingkat kepercayaan diri seseorang

digunakan kuisioner yang disusun oleh peneliti. Kuisionernya adalah berbentuk

skala. Skala menurut Azwar (2012, hlm. xvii) adalah “perangkat yang disusun

untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut.”

(34)

membedakan dengan instrument pengumpulan data yang lain seperti angket,

daftar isian, inventori dan lain-lain

Instrument dikembangkan dalam bentuk skala dengan pola jawaban skala

Likert. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 134) “Skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseoang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial.” Dalam penelitian ini fenomena sosial adalah kepercayaan diri.

Dengan skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator

variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan. Dalam

penelitian ini skala untuk mengukur tingkat kepercayaan diri seseorang

menggunakan pernyataan-pernyataan.

Proses penyusunan skala diawali dengan menentukan kecemasan sebagai

variabel, kemudian menentukan dan menyusun indikator-indikator kecemasan,

pembuatan kisi-kisi kecemasan dan dikembangan menjadi item-item pernyataan

beserta taraf skalanya. Penyusunan item-item pernyataan mengacu pada indikator

dan dimensi konstrak yang didasarkan pada konsep-konsep teoritis mengenai

kecemasan yang dikembangkan oleh Costin (1989) mengadaptasi intrumen Sport

Anxiety Scale (SAS) yang dikembangkan oleh Smith, Smoll, dan Schutz (1990).

Adapun dimensi konstrak kecemasan dalam kuesioner ini terdiri dari (1) Kognitif

(cognitiflly), (2) afektif (affektively), (3) somatik (somatically) serta (4) Motorik

(motorically). Menurut Sugiyono (2010, hlm. 135) mengungkapkan bahwa

“Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai

gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.” Skala pada penelitian ini dibuat

untuk menjaring dan memperoleh informasi bagaimana gambaran tingkat

kecemasan siswa dan siswi sekolah dasar muhammadiyah 3 Bandung usia 10 –

12 tahun.

a. Definisi Konseptual

Secara umum, kecemasan di bagi menjadi dua kategori yaitu state anxiety

dan trait anxiety. State Anxiety adalah seseorang merasakan ketakutan yang tidak

(35)

kondisional merupakan kecemasan yang terjadi secara temmporer yang tercermin

pada respon seseorang pada situasi” Spielberger (1991 dalam Hidayat, 2009, hlm.

237) Jenis kecemasan ini merupakan kondisi emosi yang bersifat sementara dan

terjadi pada suatu situasi tertentu saja. Trait Anxiety adalah jenis kecemasa yang

bersifat menetap atau bawaan sebaliknnya dari State Anxiety, seseorang merasa

cemas, kapan dan sehingga menimbulkan rasa khawatir dan tegang. Martens

(1982 dalam Hidayat, 2009, hlm. 237), mengatakan bahwa :

Kecemasan bawaan sebagai kecenderungan dasar pada seseorang untuk mempersiapkan diri terhadap bahaya atau ancaman pada situasi tertentu dilingkungan dan beresponsi terhadap situasi-situasi tersebut dengan peningkatan kecemasan kondisional

Dalam penelitian ini tingkat kecemasan akan berpengaruh terhadap tingkat

kepercayaan diri dan hasil belajar bermain bulutangkis. Alat untuk mengukur

tungkat kecemasan adalah dengan dibuatnya instrumen tes yang disebut skala

psikologi kecemmasan dengan mengacu kepada empat dimensi konstrak yaitu (1)

Kecemasan kognitif, (2) Kecemasan Sikap, (3) Kecemasan somatik dan (4)

Kecemasan motorik (Costin, 1989).

b. Definisi Oprasional

Tingkat keberhasilan untuk melakukan aktifitas yang diukur melalui

item-item kecemasan kognitif, afektif, somatik dan kecemasan motorik (smith, smoll,

dan schutz, 1990). Tinggi rendahnya tingkat kepercayaan diri seseorang akan

terlihat dalam pertanyaan atau pernyataan yang di jawab oleh siswa sekolah dasar

muhammadiyah 3 bandung setelah diukur menggunakan istrumen kecemasan

yang berbentuk skala psikologi yang ditandai oleh dimensi konstrak,

indikator-indikator dan item-item yang telah disusun, Semakin tinggi skor kecemasan maka

(36)

c. Kisi-kisi Instrumen Kecemasan

Berdasarkan dimensi konstrak di atas kemudian disusun untuk

mempermudah membuat item-item pernyataan atau pertanyaan. Item-item

pertanyaan atau pernyataan untuk mengukur tingkat kecemasan siswa dapat

dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kecemasan

Dari Item uji coba yang tercantum di atas 3 item dari tiap-tiap indikator

tetapi kemunginan besar ada item yang tidak valid jadi item yang di butuhkan dari

tiap-tiap indikator adalah 2 item. Dibuktikan dengan hasil di atas bahwa tida

Skala Dimensi dan Indikator Nomor

Item

a. Atlet seperti merasa cepat putus asa b. Sembrono

(37)

semua indikator valid dan beberapa indikator ada yang valid satu item jadi

diambil skor yang tertinggi dan valid maka jumlah item menjadi 32.

d. Kriteria Pemberian Skor Pertanyaan atau Pernyataan

Setiap item-item pertanyaan atau pernyataan mempunyai tiga alternatif

jawaban, yaitu setuju, setuju atau tidak setuju, dan tidak setuju. Kategori

penskoran sebagai berikut : kategori untuk pernyataan setuju = 3, setuju atau tidak

setuju = 2, dan tidak setuju = 1

e. Uji Coba Skala Kecemasan

Skala yang sudah di buat oleh peneliti tidak bisa langsung di berikan

kepada sampel yang akan diteliti tetapi harus di ujicobakan dulu untuk mengukur

tingkat validitas dan reliabilitas dari setiap item-item pernyataan. Hasil dari

ujicoba tersebut akan diperoleh skala kecemasan yang memenuhi syarat untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini. Uji coba instrumen bertujuan untuk

mengetahui valid atau tidaknya suatu tes dan cocok atau tidaknya digunakan

dalam penelitian kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan

bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan.

Pada penelitian ini penulis melakukan uji coba skala kecemasan pada

waktu setelah selesai penelitian Bpk. Yusuf Hidayat, S.Pd., M.Si di gedung Fpok

UPI Kampus Padasuka bandung. Skala kecemasan tersebut diberikan kepada

sampel penelitian yaitu anak-anak yang berusia 10-12 tahun dan sudah diberikan

pelatihan bermain bulutangkis sebanyak 130 orang siswa.

3. Instrumen Keterampilan Bermain Bulutangkis a. Definisi Konseptual

Keterampilan dasar merupakan salah satu keterampilan yang harus

dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain dalam melakukan kegiatan bermain

bulutangkis. Tohar (1999, dalam Subarjah & Hidayat, 2010, hlm. 29). Hasil

(38)

akan dilakukan oleh siswa sekolah dasar muhammadiyah 3 yang berusia 10 – 12

tahun yang meliputi tes (1) pukulan servis dan pukulan lob.

b. Definisi Oprasional

Keterampilan dasar bermain bulutangkis dalam penelitian ini merupakan

gambaran berapa besar tingkat penguasaan keterampilan dasar bermain

bulutangkis siswa sekolah dasa muhammadiyah 3 yang berusia 10-12 tahun.

Tinggi rendahnya tingkat penguasaan keterampilan bermain bulutangkis dilihat

dari hasil tes keterampilan lob bertahan dan servis panjang. Semakin tinggi skor

keterampilan bermain bulutangkis maka semakin tinggi tingkat penguasaan

keterampilan bermain bulutangkis dan sebaliknya

c. Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Bermain Bulutangkis

Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen keterampilan bermain bulutangkis

No Variabel Indikator Jumlah Butir

1 Keterampilan Bermain Bulutangkis

1. Pukulan servis panjang

( long service)

1

2. Pukulan lob ( clear ) 1

Jumlah 2

d. Tes Keterampilan Bermain Bulutangkis

Untuk dapat mengetahui dan menentukan tingkat keterampilan bermain

siswa sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung yang berusia 10-12 tahun tersebut,

maka harus ada alat pengumpul data yaitu tes keterampilan memukul. Istrumen

dalam penelitian in yaitu tes keterampilan lob dan servis. Tes keterampilan lob

dan servis tersebut di adaptasi dari Hidayat (2004, dalam Skripsi Hambali, 2011,

hlm. 66) . tes servis panjang (long service) mempunyai tingkat validitas 0.60 dan

(39)

reliabilitas 0.91. Adapun prosedur pelaksanaan tes keterampilan lob dan servis

sebagai berikut :

1) Prosedur Tes Keterampilan Dasar Lob Bertahan

Seperti yang telah dijelaskan tes keterampulan lob bertahan ini yang

digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari tes lob bertahan yang di

kembangkan oleh Hidayat (2012). Karena tes keterampilan dasar lob bertahan di

adaptasi maka prosedur pengetesan didasarkan pada tes tersebut yaitu sebagai

berikut :

a) Deskripsi tes

Jenis tes keterampilan dasar memukul yang dilakukan dari atas kepala

dengan gerakan forehand dan arah kok melambung ke bagian belakang

lapangan lawan dengan tujuan untuk bertahan atau mendapatkan

keseimbangan pada posisi semula.

b) Tujuan tes

Mengukur ketepatan memukul keterampilan hasil belajar siswa/atlet

dalam melakukan keterampilan dasar lob bertahan kearah sasaran

tertentu dengan arah kok melambung ke bagian belakang lapangan

lawan.

c) Peralatan

Lapangan bulutangkis standart, raket, satelkok, meteran, dua buah tiang

besi setinggi 2,72 meter, pita yang direntangkan sejajar di atas net dengan

jarak 4.27 meter, dan tinggi 3 meter dari lantai, alat tulis dan formulir

pengisian skor.

d) Petugas pelaksanaan pengetesan

Terdiri dari 5 orang, dua orang sebagai pengumpan, satu orang

(40)

e) Pelaksanaan tes

(1) Penyaji berdiri di tengah-tengah lapangan atau pada titik yang sudah

ditentukan paling dekat dengan net 3,35 meter dari net.

(2) Testi atau partisipan mengambil tempat dan berdiri pada zona yang

telah ditentukan paling dekat 3,35 meter dari net.

(3) Penyaji melakukan servis ke zona partisipan dan bergerak memukul

satelkok sehingga melewati tali setinggi 3 meter dari permukaan

lantai yang dipasang pada tiang net.

(4) Setiap partisipan mendapatkan dua kali kesempatan, dan setiap kali

kesempatan di sediakan 6 satelkok, sehingga partisipan mendapatkan

12 kesempatan untuk melakukan pukulan.

(5) Apabila satelkok mengenai tali setinggi 3 meter dari permukaan

lantai yang dipasang pada tiang net dan ajatunya tidak sampai pada

zona skor maka diadakan pukulan ulang.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.3 (Sumber: Pengaruh intervensi strategi multiteknik terhadap hasil belajar keterampilan dasar bermain bulutangkis, motivasi olahraga, dan

(41)

2) Prosedur Tes Keterampilan Dasar Servis Panjang

Sama seperti tes lob bertahan bahwa tes keterampulan servis panjang ini

yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari tes servis panjang yang

di kembangkan oleh Hidayat (2012). Karena tes keterampilan dasar servis panjang

di adaptasi maka prosedur pengetesan didasarkan pada tes tersebut yaitu sebagai

berikut :

a) Deskrpsi tes

Jenis tes keterampilan dasar memukul yang dilakukan dari dengan

gerakan forehand dan dengan ayunan raket dari bawah ke atas untuk

mengerahkan kok tinggi jauh ke belakang daerah lawan.

b) Tujuan tes

Mengukur ketepatan memukul keterampilan hasil belajar siswa/atlet

dalam melakukan keterampilan dasar servis tinggi kearah sasaran tertentu

dengan pukulan tinggi dan panjang.

c) Peralatan

Lapangan bulutangkis standar, raket, satelkok, net, alat tulis, dan pita

yang direntangkan sejajar dengan net berjarak 4,27 meter dari tinggi net

2,44 dari permukaan lapangan.

d) Petugan pelaksanaan pengetesan

Tiga orang, teridiri satu orang penghitung, pencatat, dan pengambil

satelkok.

e) Pelaksanaan tes

(1) Kok (shuttle cock), yang jatuh pada sasaran terluar (terjauh) atau di

bidang area diberi nilai 5, kemudian 3, dan kok (suttle cock), yang

jatuh di luar target sasaran (terdalam) masih pada bagian kotak servis

diberi nilai 1;

(2) Apabila kok (shuttle cock), mengenai tali setinggi 2,44 meter dari

(42)

4,27 meter dari net dan jatuhnya tidak sampai di zona skor maka

diadakan pukulan ulang;

(3) Area skor : 3 = area ABCB (76 cm); 2 = area EFGH – 76 cm termasuk

tebal garis; 1= area diluar kotak skor; 0 = apabila kok (shuttle cock),

jatuh di luar lapangan atau apabila kok (shuttle cock), tidak melewati

di atas tali 2,44 cm dari pemukaan lantai yang dipasang pada tiang

net;

(4) Servis yang tidak memenuhi sarat dianggap tidak sah dan tidak diberi

nilai;

(5) Kok (shuttle cock) yang tidak lewat di atas tali atau jatuh di kotak

servis yang salah atau servis untuk ganda tidak diberi nilai;

(6) Kok (shuttle cock) yang jatuh pada bagian garis, dianggap jatuh pada

bagian yang bernilai tinggi;

(7) Penilain skor kesempatan pertama digabungkan dengan skor

kesem-patan kedua.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3.4 (Sumber: Pengaruh intervensi strategi multiteknik terhadap hasil belajar keterampilan dasar bermain bulutangkis, motivasi olahraga, dan

Gambar

Gambar 3.2 : Desain Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi kepercayaan diri
Tabel 3.2 Kisi-kisi kecemasan
Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen keterampilan bermain bulutangkis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pilkada DKI Jakarta, ormas daerah yang bernaungan dengan Bamus Betawi seperti Forkabi dan sebagainya yang berperan dalam mendukung dan mensukseskan calon

(2000) semakin tinggi rasio leverage yang ditunjukkan oleh sebuah perusahaan, semakin besar pula risiko kebangkrutan dan risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya

Untuk itu penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan konsumen tersebut dalam menggunakan jasa wartel berdasarkan atributnya, juga untuk mengetahui apakah

Lingkungan pantai Pondok Bali hanya dipengaruhi 0,06 % oleh faktor pengelolaan, sisanya dipengeruhi oleh faktor alam seperti abrasi, sumber daya alam yang tidak dapat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi penelitian selanjutnya mengenai konsep tentang kepuasan keluarga pasien pada respon time perawat di Instalasi Gawat darurat

proyek konstruksi, agar dalam pengelolaan sumber daya tenaga kerja. lebih optimal, sehingga pemanfatan tenaga kerja di

APABILA SELAMA INI ORANG MENGENAL BATIK DENGAN KAIN SEBAGAI MEDIANYA, MEMBATIK DENGAN MEDIA KAYU TENTULAH MENJADI HAL YANG CUKUP UNIK.// BEGITULAH KEHIDUPAN PENDUDUK BOBUNG

Berdasarkan deskripsi wilayah, rencana pembangunan wilayah, dan permasalahan yang ditemukan di lokasi KKN, disusunlah rencana program dan kegiatan. Rencana dan