• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1. Pendahuluan. suka bekerja keras, dan suka berkelompok. Mereka cenderung kuat dalam rasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Bab 1. Pendahuluan. suka bekerja keras, dan suka berkelompok. Mereka cenderung kuat dalam rasa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-harinya orang Jepang umumnya dikenal sebagai orang yang suka bekerja keras, dan suka berkelompok. Mereka cenderung kuat dalam rasa keterikatannya terhadap kelompok, dimana orang tersebut berada, seperti di dalam perusahaannya, bilamana ada perusahaannya menghadapi masalah atau ada tugas mendesak yang harus dikerjakan, maka para karyawan akan merasa terpanggil dan mengesampingkan kepentingan dan kesenangan pribadinya untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan di dalam kantor tersebut. Kesetiaan kelompok tidak hanya terbatas di perusahaan atau di kantor saja, kesetiaan kelompok juga bisa didapati di kelompok klub olahraga, klub kesenian, kelompok ketetanggaan, kelompok kelas di sekolah, kelompok seangkatan di universitas, dan lain-lain (Davies, 2002:13).

Pada dasarnya, sikap remaja yang terlihat menonjol pada awalnya adalah sikap sosialnya, terutama terhadap teman-teman sebayanya yang memiliki minat dan perilaku yang serupa sehingga mereka membentuk suatu kelompok sahabat. Bagi remaja, sikap setia kawan terhadap sesama teman di kelompoknya merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak boleh dilanggar kecuali jika terpaksa. Seorang remaja selalu berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya (Mighwar, 2006:111).

Sikap setia kawan itu selalu berusaha dipertahankan meskipun seorang remaja dapat menghadapi konflik dengan orangtua maupun dengan guru.

(2)

Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama tempat remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang memiliki ciri, norma maupun kebiasaan yang berbeda jauh dengan apa yang biasa dilakukan di dalam lingkungan keluarganya. Di tengah teman sebaya, remaja dituntut untuk memiliki kemampuan pertama dan baru dalam menyesuaikan diri dan bisa menjadi landasan untuk menjalin interaksi sosial yang lebih luas pada masa selanjutnya.

Luasnya pergaulan antar teman sebaya menjadi suatu wadah penyesuaian diri dan kemudian berkembang menjadi kelompok yang lebih besar yang biasanya memiliki seorang pemimpin dan unsur kepemimpinan merupakan suatu proses pembentukkan, pemilihan, dan penyesuaian pribadi dan sosial. Pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, perilaku, penampilan, gaya bicara dan kebiasaan seorang remaja lebih besar dari pada pengaruh keluarganya. Karena remaja lebih banyak waktu bersama teman-teman kelompoknya dibandingkan dengan keluarganya, oleh karena itu agar tidak dijauhi teman-temannya maka mau tidak mau seorang remaja akan mengikuti gaya penampilan, tingkah laku maupun minat teman-teman sekelompoknya.

Dalam kelompok teman sebaya, seorang remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, karena dia dinilai oleh orang yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindarinya. Dengan demikian, dalam masyarakat sebaya, remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin bila mampu melakukannya. Di kalangan teman-teman sekelompoknya, terbentuklah jalinan norma, nilai dan simbol tersendiri yang kuat yang berbeda dengan apa yang dihadapinya di rumah mereka. Tak jarang suatu kelompok

(3)

sahabat menyepakati serangkaian peraturan, dan norma-norma kelompoknya serta menciptakan kode bahasa rahasia yang tidak dimengerti oleh siapapun selain anggota kelompok tersebut. Karena pengaruh suatu kelompok terhadap segala tindak tanduk seorang remaja sangatlah besar, oleh karena itu beruntunglah jika mereka masuk ke dalam kelompok yang positif dan budi pekerti baik, dan tentunya akan membuat orangtua lebih tenang.

Menurut Mighwar dalam Valentina (2006:108) mengenai pandangan kaum remaja terhadap tinggi rendahnya status mereka yakni sebagai berikut: Tinggi rendahnya status seseorang, yang menjadi ukuran prestisnya, biasanya digambarkan dengan hal-hal yang bersifat simbolik dan bagi remaja, hal-hal yang bersifat simbolik itu menunjukkan status sosial ekonomi yang lebih tinggi daripada teman-teman lain dari dalam kelompok, dan bahwa dia bergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima kelompok karena penampilan atau perbuatan yang sama dengan anggota kelompok lainnya. Remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok sebaya ketimbang norma-norma orang dewasa atau lembaga, karena mereka ingin dianggap dewasa, bukan anak-anak lagi.

I.1.1 Sekilas Mengenai Manga di Jepang

Manga merupakan salah satu bentuk karya sastra yang ada di Jepang. manga ditulis dengan menggunakan dua karakter kanji, yaitu man 漫 yang berarti "tanpa sengaja" dan

kanji ga 画 yang artinya "gambar, foto, lukisan atau sketsa" (Nelson, 2005:50). Manga

dapat didefinisikan sebagai gambar-gambar lucu dan karikatur, serta lebih spesifik lagi dikatakan sebagai komik strip atau komik (Frederic, 2002:697). Manga merupakan

(4)

suatu bentuk karya sastra populer yang menggabungkan gambar dan teks sehingga membentuk cerita. Orang yang menggambar manga disebut mangaka. Selain itu, ada juga yang disebut doujinshi. Doujinshi adalah sebutan bagi manga yang dibuat oleh fans manga yang memiliki alur cerita atau akhir yang berbeda dari manga aslinya. Doujinshi sendiri terkadang menjadi batu loncatan seseorang atau kelompok untuk menjadi mangaka.

Seni manga di Jepang dimulai sejak abad ke-7 dan abad ke-8. Hal ini terbukti dari ditemukannya gambar karikatur di langit-langit ruang utama kuil Buddha Horyuji pada abad ke-7 dan di kuil Toshodaiji pada abad ke-8 (Bowring, 1993:101). Salah satu Manga kuno yang sangat terkenal adalah manga dalam bentuk lukisan gulung berupa gambar binatang yang diperkirakan merupakan cikal bakal manga, yaitu lukisan Choujugiga, karya pendeta Toba pada abad ke-12 (Schodt,1996:22). Manga muncul sejak abad ke-17 dalam bentuk ukiyo-e (cetakan ukiran kayu) sebagai salah satu bentuk kebudayaan populer (Powers,1989:XIV).

Pada abad ke-18 dan 19 buku-buku bergambar yang dapat memikat perhatian orang Jepang adalah Tobae (Toba diambil dari nama pendeta Buddha Toba yang menciptakan Choujougiga, E artinya gambar, lukisan) dan kibyoushi (buku bersampul kuning).

Kedua karya sastra ini sangat disukai masyarakat kota seperti Osaka dan Edo (sekarang Tokyo) serta merupakan buku komik pertama di dunia. Pada saat Restorasi Meiji dan dibukanya Jepang bagi negara barat, hal ini menyebabkan terjadinya alkulturasi kebudayaan Jepang dan Barat yang secara tidak langsung mempengaruhi seni grafis di Jepang. Wirgman (1835-1891) seniman yang berasal dari Inggris dan George Bigot (1860-1927) seniman dari Prancis, keduanya memperkenalkan gaya lukis Eropa ke

(5)

Jepang. Mereka memperkenalkan manga dengan balon-balon kata yang disusun untuk melukiskan sebuah cerita (Schodt, 1983:30).

Pada tahun 1902, atas pengaruh maraknya komik strip Amerika, Kitazawa Rakuten (1876-1955) dan Okamoto Ippei (1886-1948) memperkenalkan komik strip ke Jepang.

Pada tahun 1920-an salah satu komik strip untuk anak-anak Jepang dipublikasikan di koran-koran dan jurnal serta mendapat pengaruh yang kuat dari komik strip yang sama diterbitkan di koran Amerika. Selain itu, pada tahun yang sama ada beberapa komik strip Amerika yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dan dimuat di koran Hochi dan Asahi, diantaranya Bringing up Father karya George McManus, Mutt and Jeff karya Bud Fisher, dan Felix the Cat karya Pat Sullivan (Kinsella, 2000:20).

Menurut Havens dalam Kinsella (2000:23), pada tahun 1930-an menjadi masa berkembangnya kontrol pemerintah Jepang terhadap media dan sosial. Para intelektual, komikus, artis, penerbit, dan kartunis harus menyesuaikan karyanya dengan tujuan politik nasional. Dengan adanya kebijakan yang seperti itu, para komikus merasa tersiksa, terpenjara dan terbunuh semua ide-idenya (Lent, 1989:227). Selain itu, pemerintah Jepang membubarkan perkumpulan mangaka dan kartunis (Shin manga shudan) yang telah berdiri sejak tahun 1932 dan diganti namanya menjadi Shin Nippon Manga Kyoukai dibawah kontrol pemerintah. Lalu setelah Perang Dunia II namanya diganti lagi menjadi Nippon Mangaka Kyouka. Dengan masuknya ideologi Marxis ke Jepang pada tahun 1920-an, manga dijadikan media kritik sosial terhadap ketidakadilan politik dan kesenjangan ekonomi, namun karena pada tahun 1930-an pemerintah Jepang sangat mengontrol dan mensensor ketat semua hasil karya, maka banyak komikus yang bergerak di genre non politis seperti manga anak-anak.

(6)

Manga memliki variasi tema sehingga anak-anak dan orang dewasa dapat membacanya sesuai dengan kebutuhan dan selera masing-masing. Manga berdasarkan jenis pembacanya dibagi menjadi lima, yaitu: kodomo (anak-anak), josei (Wanita), seien (pria), shojo (remaja perempuan), dan shonen (remaja laki-laki). Selain variasi tema, manga pun mempunyai bermacam bentuk, seperti berbentuk komik strip, berbentuk majalah tankobon. Tankobon adalah manga berbentuk buku biasa yang ceritanya diambil dari majalah yang telah dikumpulkan. Biasanya dalam bentuk tankobon inilah manga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa di berbagai Negara.

Sebelum menjadi tankobon, awalnya manga berbentuk majalah. Di dalam satu majalah terdapat beberapa tema dengan berbagai macam cerita. Majalah manga mingguan pertama berjudul Magazine diterbitkan bulan pada bulan Maret tahun 1959 oleh Kodhansha. Lalu disusul oleh Sunday yang diterbitkan oleh penerbit Shogakukan pada bulan November di tahun yang sama. Tahun 1963 King, majalah manga mingguan ketiga diterbitkan oleh penerbit Shonen Gahosha.

Majalah berwarna untuk anak-anak pertama kali diterbitkan tahun 1974 oleh Kodhansha. Majalah manga untuk anak laki-laki (Manga Shonen) adalah majalah manga bulanan yang berisi cerita berseri dan dibuat oleh komikus muda, di antaranya Fuji Fujiko, Ishinomori Shotaro dan Matsumoto Reiji. Majalah ini mendapat kepopuleran dengan cepat. Serial yang paling populer di dalam majalah itu ialah Jungle Taitei “Penguasa Hutan“ yang digambar oleh Tezuka Osamu, seseorang komikus yang sukses dengan media akabon. Akobon adalah manga dalam bentuk tankoubon yang dicetak di kertas yang berkualitas buruk dengan tinta berwarna merah dan hitam.

Akobon memiliki sampul warna merah.

(7)

Osamu Tezuka dijuluki sebagai “dewa komik“ karena dia menjadi pelopor komik modern dengan memperkenalkan gaya emonogatari (Cerita bergambar) yang berisi jalinan cerita yang utuh dan panjang. Gaya ini dianggap cikal bakal manga modern.

Salah satu mangaka yang terinspirasi oleh Tezuka adalah Fujimoto Hiroshi (lebih dikenal dengan sebutan Fujiko F. Fujio). Fujimoto Hiroshi lahir di Takaoka, Toyama, Jepang pada tanggal 1 Desember 1933 dan meninggal pada 23 September 1996 karena penyakit hati. Dia adalah salah satu Mangaka anak-anak yang sangat terkenal dan sukses. Rekan kerja samanya bernama Abiko Motoo (dikenal Jengan sebutan Fujiko Fujio). Fujimoto bertemu Abiko pada saat kelas lima SD yang baru saja pindah ke sekolahnya. Mereka berdua menyukai kartun, sehingga mereka berkolaborasi dalam pembuatan Manga. Nama pena mereka yaitu Fujiko Fujio. Tahun 1952 Manga awal yang mereka buat berjudul Tenshi no Tama-chan (Bidadari Kecil Tama). Di samping itu, Manga hasil kolaborasi mereka berdua yang paling terkenal adalah Obake no Q-taro (hantu Q-Taro) yang menjadi pelopor program TV Jepang pada tahun 1960-an (Schiling, 1997: 39) Walaupun mereka berkolaborasi, tetapi ternyata mereka lebih suka bekerja masing-masing. Akhirnya pada tahun 1988 mereka tidak lagi bersama sebagai partner Adapun karya-karya utama Fujiko F. Fujio, diantaranya: P-man (1966-1968, 1983-1986), 21-emon (1968-1969, 1981), Moja-ko (1969-1970), Urne-boshi Denka (I 969), Doraemon (1969-1996), Kiteretsu Daihyakka (1974-1977), Esper A1ami (1977- 1982). Karya Fujimoto yang sangat terkenal sampai sekarang adalah Doraemon. Manga Doraemon pertama kali terbit pada tahun 1969. Manga ini terbit berkesinambungan dalam 6 judul majalah bulanan anak-anak. Majalah-majalah tersebut yaitu: majalah Yoiko (anak baik), Yochien (taman kanak-kanak), Shogaku lchinensei (kelas 1 SD),Shogaku Yonnensei (kelas 4 SD), dan sejak tahun 1973 di majalah Shogaku

(8)

Gonensei (kelas 5 SD), dan Shogaku Rokunensei (kelas 6 SD). Cerita yang terkandung dalam majalah-majalah itu berbeda-beda. Pada tahun 1979 CoroCoro Comic diluncurkan sebagai majalah Doraemon.

Salah satu manga yang dikenal di kalangan anak muda adalah SlamDunk (スラムダンク Suramu Danku), terdiri dari 31 judul yang sudah diterjemahkan dalam bahasa lain, ditulis oleh Takehiko Inoue, manga ini berceritakan tentang sebuah kelompok basket SMA dari Shohoku. Pertama kali dipublikasikan di Sueisha’s weekly Shonen Jump di Jepang dan sudah terjual lebih dari seratus juta kopi di Jepang sendiri pada tahun 1995, dan mendapatkan penghargaan Shogaku Manga Award. Manga ini sedemikian populer yang membangkitkan semangat anak-anak muda Jepang untuk mulai bermain basket. Seri anime nya diproduksi dalam 101 episode, diproduksi oleh TV Asahi terrestrial televison network dan Toei Animation disutradai oleh Nobutaka Nishiziwa.

Tokoh utama dalam manga ini adalah Sakuragi Hanamichi, yang memulai sebagai seorang pendatang yang menggunakan kekerasan sebagai metode untuk menggalang kekuatan dan kepopuleran, yang menjadikan dia sebagai pemimpin suatu kelompok gang. Hanamichi merupakan seorang yang tidak popular di kalangan wanita, dan telah ditolak hingga lima puluh kali oleh para wanita. Suatu saat dia menemukan bahwa ada satu wanita yang disukainya dalam satu kelompok basket sebagai manajer. Sejak itu Hanamichi berusaha untuk masuk dan bergabung dalam kelompok basket tersebut dan berhasil mengembangkan dirinya di dalam kelompok tersebut.

Maia Tsurumi (2000) mengatakan bahwa manga merupakan salah satu indikator mengekspresikan nilai dan norma kehidupan masyarakat Jepang.

(9)

Manga sebagai sebuah karya sastra juga terikat dengan kaidah-kaidah kesusastraan seperti layaknya karya sastra lainnya. Salah satu kaidah yang mengikat sebuah karya sastra adalah sosiologi sastra. Rene Wellek dan Austin Warren dalam Valentina (2006 : 28) membagi telaah sosiologi sastra menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni mempermasalahakan tentang status sosial, ideologi politik, dan hal-hal lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra. Pokok telaahnya adalah apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikannya.

Ketiga sosiologi sastra mempermasalahakan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Ian Watt yang mengkaitkan antara karya sastra, pengarang, dan masyarakat. Menurut Ian Watt, telaah karya sastra akan mencakup tiga hal yaitu:

1. Konteks sosial adalah hal-hal yang menyangkut posisi sosial pengarang dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya

2. sastra sebagai cermin masyarakat menelaah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat

3. Fungsi sosial sastra menelaah sampai sejauh berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai sejauh mana pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca

(10)

Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti komik Slam dunk yang di dalamnya terdapat sosialisasi masyarakat Jepang khususnya Shuudan shugi.

1.2 Rumusan Permasalahan

Sehubungan dengan uraian di atas, rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah analisis Shuudan shugi dalam manga Slamdunk karya Takehiko Inoue.

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan

Untuk membatasi permasalahan, maka ruang lingkup dalam permasalahan skripsi ini adalah analisis Shuudan shugi dalam manga Slam dunk volume dua, tiga, lima, enam, tujuh karya Takehiko Inoue, khususnya pada tokoh Sakuragi Hanamichi.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis konsep Suudan shugi dalam komik Slam dunk dalam volume satu, lima, tujuh, sepuluh, dan tiga belas.

Manfaatnya agar pembaca dapat memahami lebih dalam tentang Shuudan shugi sebagai pola hidup berkelompok, yang merupakan cara sosialisasi Jepang, dalam komik tersebut.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode kepustakaan, dan metode deskriptif analitis. Dalam metode kepustakaan saya menggunakan buku dari The Japan

(11)

Foundation, perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, koleksi pribadi, dosen dan juga teman-teman. Selain itu saya mengambil bahan dari internet untuk menambah informasi dalam penulisan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistem penulisan yang ada dalam penulisan ini secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut:

Bab 1 Pendahulan, bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan permasalahan, serta sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan ini. Bab 2 Landasan teori, bab ini menguraikan tentang makna dari Shuudan shugi dan prinsip- prinsip dalam Shuudan shugi tersebut. Bab 3 Analisis data, pada bab ini, penulis menjelaskan analisis Shuudan shugi dalam komik Slam dunk pada tokoh Sakuragi Hanamichi. Bab 4 Simpulan dan Saran, bab ini berisi simpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan, serta saran yang ditujukan kepada peneliti selanjutnya.

Menjelaskan adanya penggambaran shuudan shugi dalam manga Slam dunk. Bab 5 Ringkasan, bab ini menjelaskan secara singkat isi dari penulisan skripsi ini mulai dari pendahuluan hingga simpulan.

Referensi

Dokumen terkait