i
EFEKTIVITAS KOMBINASI RICE, MASASE, DAN TERAPI LATIHAN TERHADAP PERSEPSI NYERI PASCA CEDERA
PERGELANGAN KAKI PADA PEMAIN SEPAK BOLA PSST WATES
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Prasyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Olahraga
Oleh :
Wildan Wing Wirawan NIM. 16603141026
PRODI ILMU KEOLAHRAGAAN FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
ii
EFEKTIVITAS KOMBINASI RICE, MASASE, DAN TERAPI LATIHAN TERHADAP PERSEPSI NYERI PASCA CEDERA PERGELANGAN
KAKI PADA PEMAIN SEPAK BOLA PSST WATES Oleh :
Wildan Wing Wirawan 16603141026
ABSTRAK
Pemain sepakbola sering mengalami cedera pergelangan kaki. Cedera pergelangan terjadi karena terkilirnya kaki sehingga robeknya jaringan ikat pada pergelangan kaki. Gejala terjadinya cedera yaitu adanya peradangan atau inflamasi. Tujuan dalam penelitian untuk mengetahui efektivitas kombinasi Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE), masase, dan terapi latihan terhadap persepsi nyeri saat gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki pasca cedera pergelangan kaki pada pemain PSST Wates (Persatuan Sepak Bola Sekitar Wates).
Penelitian ini merupakan penelitian Pre-Experimental Design dengan desain satu kelompok dengan tes awal dan tes akhir (One-Group Pretest-Postest Design).
Populasi penelitian ini adalah para pemain PSST Wates. Teknik pengambilan sampel menggunakan insidental sampling dan didapatkan sampel sejumlah 10 orang. Intrumen dalam penelitian yang digunakan adalah numeric rating scale.
Teknik analisis data penelitian menggunakan analisis non parametrik Wilcoxon Sign Rank Test.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kombinasi RICE, massage dan terapi latihan menunjukan hasil yang efektif dan siginifikan terhadap penurunan persepsi nyeri pada saat pengukuran gerakan range of movement pergelangan kaki dengan nilai Z hitung nyeri dorsofleksi sebesar -2,816, plantarfleksi sebesar -2,816, inversi sebesar -2,831, eversi sebesar -2,831 dan nilai p = 0,005 pada setiap gerakan. Berdasarkan hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas kombinasi RICE, masase dan terapi latihan terhadap penurunan persepsi nyeri pasca cedera pergelangan kaki.
Kata kunci: RICE, masase, terapi latihan, cedera pergelangan kaki, nyeri.
iii
EFFECTIVENESS A COMBINATION OF RICE, MASSAGE AND EXERCISE THERAPY ON THE PERCEPTION OF PAIN AFTER ANKLE
INJURY IN PSST WATES SOCCER PLAYERS.
By:
Wildan Wing Wirawan 16603141026 ABSTRACT
Football players often experience ankle injuries. An ankle injury occurs when the foot is sprained and the connective tissue in the ankle is torn. Symptoms of an injury are inflammation or inflammation. The aim of the study was to determine the effectiveness of a combination of Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE), massage, and exercise therapy on the perception of pain during dorsiflexion, plantarflexion, inversion, and eversion of the ankle joint after ankle injury in PSST Wates players (Persatuan Sepak Bola Sekitar Wates).
This research is a Pre-Experimental Design research with a one-group design with a pre-test and a final test (One-Group Pretest-Postest Design). The population of this research is the PSST Wates players. The sampling technique used incidental sampling and obtained a sample of 10 people. The instruments in this research are numeric rating scale. The research data analysis technique used non-parametric analysis Wilcoxon Sign Rank Test.
The results showed that the combination of RICE, massage and exercise therapy showed effective and significant results in reducing pain perception when measuring the range of movement of the ankle with a Z value of dorsiflexion pain count of -2.816, plantarflexion of -2.816, inversion of -2.831, eversion of -2,831 andp value of p = 0.005 for each movement. Based on the above results, it can be concluded that there is an effective combination of RICE, massage and exercise therapy in reducing pain perception after ankle injury.
Keywords: RICE, massage, exercise therapy, ankle injury, pain.
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Wildan Wing Wirawan
NIM : 16603141026
Program Studi : Ilmu Keolahragaan
Judul TAS : Efektivitas Kombinasi RICE, Masase, dan Terapi Latihan terhadap Persepsi Nyeri Pasca Cedera Pergelangan Kaki pada Pemain Sepak Bola PSST Wates
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, 24 Juli 2020 Yang menyatakan,
Wildan Wing Wirawan NIM. 16603141026
v
LEMBAR PERSETUJUAN
Tugas Akhir Skripsi dengan Judul
EFEKTIVITAS KOMBINASI RICE, MASASE, DAN TERAPI LATIHAN TERHADAP PERSEPSI NYERI PASCA CEDERA PERGELANGAN
KAKI PADA PEMAIN SEPAK BOLA PSST WATES
Disusun oleh:
Wildan Wing Wirawan NIM 16603141026
telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Akhir Skripsi bagi yang
bersangkutan.
Yogyakarta, 24 Juli 2020 Mengetahui,
Ketua Program Studi
Disetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Yudik Prasetyo, S.Or., M.Kes..
NIP. 198208152005011002
Dr. Ali Satia Graha, S.Pd., M.Kes NIP. 197504162003121002
vi
vii MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (Q.S Ar Ra’d: 11)
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya”
(Q.S Al Baqarah: 286)
“Jadilah tangguh walau pernah jatuh bahkan rapuh”, Wildan Wing Wirawan
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillah Tugas Akhir Skripsi telah saya selesaikan dengan penuh tanggungjawab. Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Kedua orang tua saya, Bapak Wariso dan Ibu Ngatijah yang telah menyayangi dan membimbing anak keduanya ini hingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.
2. Bapak Dr. Ali Satia Graha, S.Pd., M. Kes. selaku pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing saya.
3. Semua pihak yang telah membantu, mendukung, dan mau saya repoti dalam menyelesaikan TAS. Terimakasih atas keikhlasan kalian, semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
4. Keluarga Besar Ilmu Keolahragaan angkatan 2016, teman lintas prodi, jurusan, angkatan yang telah menjadi teman baik, juga teman-teman organisasi intra kampus yang sudah bekerja sama dalam banyak hal.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT/Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Olahraga dengan judul “Efektivitas Kombinasi RICE, Masase, dan Terapi Latihan terhadap Persepsi Nyeri Pasca Cedera Pergelangan Kaki pada Pemain Sepak Bola PSST Wates” dapat disusun sesuai dengan harapan.
Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ali Satia Graha, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.
3. Dr. Yudik Prasetyo, M.Kes., selaku Ketua Jurusan Ilmu Keolahragaan dan Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.
4. Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.
5. Dr. dr. B. Wara Kushartanti M.S. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukunangan dan arahan.
6. Anung Marganto, S.H., M.M., selaku manager tim PSST Wates yang telah memberi ijin pengambilan data dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.
7. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
x
Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah berikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.
Yogyakarta, 24 Juli 2020 Penulis,
Wildan Wing Wirawan NIM 16603141026
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
SURAT PERNYATAAN... iv
LEMBAR PERSETUJUAN... v
LEMBAR PENGESAHAN ... vi
MOTTO HIDUP ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masaah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Deskripsi Teori... 7
1. Sepakbola ... 7
2. Anatomi dan Fisiologi Sendi Pergelangan Kaki ... 11
3. Cedera ... 15
4. Nyeri ... 23
5. R.I.C.E ... 26
6. Masase Frirage ... 28
7. Terapi Latihan ... 31
B. Penelitian Yang Relevan ... 35
C. Kerangka Berpikir ... 36
D. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III. METODE PENELITIAN ... 40
A. Desain Penelitian ... 40
B. Populasi dan Sampel ... 40
C. Tempat dan Waktu ... 41
D. Definisi Operasional Variable ... 42
E.
Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ... 43xii
1. Instrumen ... 43
2. Teknik Pengambilan Data ... 45
F. Teknik Analisis Data ... 46
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ... 48
1. Lokasi Penelitian ... 48
2. Subjek Penelitian ... 48
B. Deskripsi Data Penelitian ... 48
C. Pengujian Hipotesis ... 52
D. Pembahasan ... 56
E. Keterbatasan Penelitian ... 59
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Implikasi Hasil Penelitian ... 61
C. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN ... 65
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fungsi otot pergelangan kaki ... 12
Tabel 2. Ligamen-ligamen pada pergelangan kaki. ... 13
Tabel 3. Normal ROM dari Pergelangan Kaki... 13
Tabel 4. Pedoman pelaksanaan penelitian. ... 46
Tabel 5. Data Frekuensi Umur ... 48
Tabel 6. Data Frekuensi Pekerjaan ... 49
Tabel 7. Data Frekuensi Tinggi Badan ... 49
Tabel 8. Data Frekuensi Berat Badan ... 50
Tabel 9. Diskripsi Nyeri Dorsofleksi ... 50
Tabel 10. Diskripsi Nyeri Plantarfleksi ... 51
Tabel 11. Diskripsi Nyeri Inversi ... 51
Tabel 12. Diskripsi Nyeri Eversi ... 52
Tabel 13. Analisis Wilcoxon Nyeri Dorsofleksi ... 53
Tabel 14. Analisis Wilcoxon Nyeri Plantarfleksi ... 53
Tabel 15. Analisis Wilcoxon Nyeri Inversi... 54
Tabel 16. Analisis Wilcoxon Nyeri Eversi ... 55
Tabel 17. Rangkuman Analisis Wilcoxon Nyeri ... 55
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ukuran lapangan sepakbola standar FIFA ... 9
Gambar 2. Anatomi tulang sendi pergelangan kaki ... 11
Gambar 3. Anatomi otot penggerak sendi pergelangan kaki ... 12
Gambar 4. Anatomi ligamen posterior sendi pergelangan kaki. ... 14
Gambar 5. Anatomi ligamen medial sendi pergelangan kaki ... 14
Gambar 6. Anatomi ligamen lateral sendi pergelangan kaki ... 15
Gambar 7. Tingkatan robek otot ... 17
Gambar 8. Tingkatan robek ligament... 18
Gambar 9. Macam-macam tipe patahan pada tulang ... 18
Gambar 10. Dislokasi sendi bahu... 19
Gambar 11. Tingkat keparahan cedera pergelangan kaki ... 23
Gambar 12. Alat pengukur skala nyeri. ... 25
Gambar 13. Kompresi es ... 28
Gambar 14. Skala nyeri ... 43
Gambar 15. Goniometer ... 44
Gambar 16. Teraband ... 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 66
Lampiran 2. Surat Balasan Perizinan ... 67
Lampiran 3. Hasil Observasi Lapangan ... 68
Lampiran 4. Informed Consent ... 69
Lampiran 5. Catatan Medis ... 70
Lampiran 6. Standar Operasional Prosedur (SOP) ... 78
Lampiran 7. Data Mentah ... 84
Lampiran 8. Olahan Data ... 85
Lampiran 9. Dokumentasi ... 89
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sepakbola popular di kalangan masyarakat Indonesia. Olahraga permainan ini mempunyai daya tarik terutama bagi kaum laki-laki. Sepakbola dapat dimainkan di lapangan yang luas dengan adanya dua buah gawang di masing- masing sisi dan garis lapangan. Perkembangan sepakbola di Indonesia juga cukup baik dengan dibuatnya sekolah sepakbola dan akademi dari sebuah klub. Banyak anak-anak yang sedari kecil mengikuti sekolah sepakbola di dalam negeri maupun di luar negeri. Pembinaan yang baik akan menghasilkan pemain yang profesional.
Pemain sepakbola profesional lahir dari akademi maupun sekolah sepakbola. Sejak dini para pemain sudah giat berlatih untuk menjadi pemain professional. Porsi latihan dari teknik, taktik, dan fisik selalu diberikan tim pelatih kepada anak didik. Pemberian latihan teknik dan taktik sangat efisien terhadap perkembangan pemain. Teknik bermain seperti passing, dribbling, dan shooting adalah dasar dari bagaimana pemain bisa bermain sepakbola sedangkan taktik adalah arahan dan strategi dari headcoach atau pelatih saat bermain. Latihan fisik juga penting guna menunjang performa. Latihan fisik bisa berupa latihan penguatan otot tubuh dan meningkatkan kardiovaskular. Tujuan dari latihan fisik bagi pemain adalah mencegah dan mengurangi resiko cedera.
Cedera dalam sebuah olahraga pasti bisa terjadi. Cedera menjadi salah satu momok yang ditakuti oleh seorang atlet sepakbola. Hal tersebut karena akan mengganggu performa atlet saat berlatih ataupun bertanding. Cedera yang bisa terjadi pada pemain sepakbola diantaranya cedera lutut, cedera pergelangan kaki
2
akibat terkilir, memar karena benturan, luka sobek pada jaringan, dan lain sebagainya. Cedera yang sering dialami oleh seorang atlet selama melakukan aktivitas olahraga yaitu terjadi pada 5 jaringan tubuh: otot, tendon, persendian, ligamen, dan tulang (Graha & Priyonoadi, 2009: 45-46).
Cedera pergelangan kaki sering dialami oleh pemain sepakbola. Penyebab cedera pergelangan kaki bisa terjadi karena body contact (kontak fisik), terkilir karena lapangan tidak rata, overuse, salah dalam melakukan gerakan, dan lemahnya otot serta ligamen pada persendian. Kemungkinan cedera yang terjadi adalah robeknya ligamentum dan otot. Cedera yang dirasakan akan menggangu ruang gerak sendi pergelangan kaki seperti gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi. Gerak sendi pergelangan kaki akan nyeri dan terbatas. Namun, jika intensitas penyebab cedera tinggi maka bisa saja menimbulkan dislokasi bahkan fraktur atau patah tulang. Banyak masyarakat bahkan olahragawan belum mengetahui bagaimana penanganan pada cedera akut. Penanganan yang salah akan menyebabkan cedera semakin parah dan bahkan membuat atlet kehilangan performa terbaiknya.
Banyak macam cara dalam penanganan cedera olahraga. Penggunaan terapi tradisional hingga fisioterapi bisa dilakukan oleh seorang atlet dalam proses penyembuhannya. Terapi tradisional bisa dilakukan dengan cara mengonsumsi obat-obat tradisional seperti jamu dan melakukan pemijatan. Fisioterapi dilakukan menggunakan peralatan modern yang mampu membantu mempercepat penyembuhan. Seorang fisioterapis dibekali ilmu medis sehingga dapat memberikan terapi yang sesuai dengan medis dan sport science. Fisioterapi
3
digunakan untuk mengatasi cedera, meningkatkan kekuatan otot, mengurangi nyeri, mengembalikan mobilitas, dan mempercepat penyembuhan cedera (Arovah, 2016: 5).
Melalui hasil pengamatan langsung oleh penulis terhadap cedera pemain PSST Wates pada kompetisi divisi utama Kulon Progo di Alun-alun Wates Kulon Progo selama bulan Desember tahun 2019 hingga Maret 2020, banyak pemain yang mengalami cedera. Adapun pemain yang terkena cedera antara lain: (2) pemain PSST Wates beberapa orang mengalami memar pada tanggal 21 Desember 2019 dan 23 Januari 2020, (3) pemain PSST Wates banyak mengalami kram otot pada tanggal 21 Desember 2019, 4 Februari 2020, dan 1 Maret 2020, (3) pemain PSST Wates mengalami kondisi robek otot (strain) atau robeknya otot pada otot hamstring pada tanggal 28 Desember 2019, 12 Januari 2020, dan 1 Maret 2020 dan (5) pemain PSST Wates mengalami gangguan cedera ringan pada pergelangan kaki pada tanggal 28 Desember 2019, 4 Januari 2020, 20 Februari 2020 dan 10 Maret 2020.
Sesuai hasil survei dalam sebuah penelitian oleh Cooke, Lamb, Marsh, dan Dale, bahwa cedera pergelangan kaki mencapai 3-5% dari keseluruhan kunjungan di Emergency Department Inggris, atau setara dengan 5.600 insiden per hari.
(Cooke, 2003: 505). Penelitian lain oleh Bridgman, Clement, Downing, Walley, Phair, dan Maffulli menjelaskan bahwa tingkat kejadian cedera pergelangan kaki per tahun di departemen A&E Inggris untuk kasus baru mencapai 302.000 dan tingkat cedera yang parah mencapai 42.000 (Bridgman, 2015: 509).
4
Berdasarkan dari hasil pengamatan observasi penulis dari hasil survey penelitian oleh Cooke dan Bridgmen, maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai efektivitas kombinasi RICE, masase, dan terapi latihan terhadap persepsi nyeri pasca cedera pergelangan kaki. Tujuan penelitian nantinya akan mengetahui apakah perlakuan kombinasi RICE, masase dan terapi latihan bisa efektif dalam penurunan persepsi nyeri pasca cedera pada pergelangan kaki pada posisi gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Pemain PSST Wates beberapa orang mengalami memar, 2. Pemain PSST Wates banyak mengalami kram otot,
3. Pemain PSST Wates mengalami kondisi robek otot (strain),
4. Pemain PSST Wates mengalami gangguan cedera ringan pada pergelangan kaki.
5. Banyak olahragawan belum mengetahui penanganan cedera akut pada pergelangan kaki.
6. Survei membuktikan bahwa kasus cedera pergelangan kaki pertahun di inggris sangat tinggi, mencapai 302.000 kasus.
7. Belum diketahui efektivitas kombinasi RICE, masase, dan terapi latihan terhadap persepsi nyeri pasca cedera pergelangan kaki.
5 C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas tidak akan diteliti seluruhnya mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, tenaga penulis sehingga hanya dibatasi tentang efektivitas kombinasi RICE, masase dengan menggunakan teknik masase frirage, dan terapi latihan terhadap persepsi nyeri pada posisi dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki pasca cedera pergelangan kaki pada pemain sepakbola PSST Wates.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: bagaimana efektivitas kombinasi RICE, masase, dan terapi latihan terhadap persepsi nyeri pada posisi dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki pasca cedera pergelangan kaki pada pemain sepak bola PSST Wates?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian yang akan dilaksanakan atau ingin dicapai adalah:
mengetahui efektivitas kombinasi RICE, masase, dan terapi latihan terhadap penurunan persepsi nyeri pada posisi dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki pasca cedera pergelangan kaki pada pemain sepak bola PSST Wates.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis maupun pembaca.
6
b. Menjadi bahan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian baru terkait dengan keefektifan kombinasi RICE, masase, terapi latihan terhadap persepsi nyeri paska cedera pergelangan kaki.
c. Menjadi bahan diskusi untuk pengembangan metode terapi dalam menangani pasien.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Terapis Olahraga.
Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai pedoman dan acuan bagi terapis dalam penanganan cedera khususnya pada cedera pergelangan kaki.
b. Bagi Olahragawan.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi olahragawan dalam hal memberi perlakuan saat terjadi cedera pergelangan kaki untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul.
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Diskripsi Teori
1. Sepakbola
Sepakbola merupakan olahraga permainan yang dimaninkan ditanah lapang sejak lampau. Sepakbola sudah ada pada masa Dinasti Han yang dikenal dengan nama Tsu „Chu. Permainan tersebut dimainkan dengan cara menendang bola kulit dengan tujuan memasukan bola tersebut ke lubang yang berukuran 30-40 cm (Nawan & Sulistiyono, 2016: 2). Sepakbola merupakan olahraga permainan yang dimainkan oleh 11 orang pemain dari masing-masing tim yang bertujuan untuk mencetak gol. Sepakbola dalam sebuah pertandingan resmi dimainkan oleh dua tim yang berbeda dengan masing-masing tim berjumlah 11 pemain dengan tujuan mempertahankan gawang dan mencetak gol (Luxbacher, 2011: 2). Pernyataan ini diperkuat oleh Anam (2013: 78) bahwa sepakbola merupakan permainan yang dimainkan oleh dua regu berbeda dengan jumlah masing regunya terdiri dari sebelas orang pemain termasuk satu orang penjaga gawang.
Permainan sepakbola boleh menggunakan seluruh anggota tubuh kecuali tangan. Tangan hanya diperbolehkan untuk seorang penjaga gawang untuk menangkap dan atau menepis bola dari lawan. Pemain selain penjaga gawang tidak diperbolehkan mengontrol bola menggunakan tangan melainkan bebas mengunakan seluruh anggota tubuh seperti kaki, dada, dan kepala (Luxbacher, 2011: 2). Permainan sepakbola banyak mengatur mengenai cara bermain, aturan permainan, dan perlengkapan pertandingan. Segala aturan dalam sepakbola diatur
8
oleh FIFA (Federation Internationale de Football Association) sebagai induk sepakbola internasional.
Sepakbola memiliki cara bermain dengan taktik menyerang maupun bertahan. Taktik menyerang bertujuan untuk memasukan bola ke gawang lawan, sedangkan taktik bertahan berguna untuk mencegah lawan mencetak gol.
Permainan sepakbola memiliki prinsip menyerang dan bertahan (Nawan dan Sulistiyono, 2016:30). Pernyataan tersebut diperjelas oleh Luxbacher (2011:1) sepakbola memberi aturan pada pemain untuk menyerang dan/atau bertahan, dengan pengecualian pada penjaga gawang (goalkeeper).
Taktik dan teknik perlu dimiliki oleh seorang pemain untuk menunjang prestasi. Teknik dalam bermain sepakbola merupakan semua gerakan yang diperlukan untuk bermain sepakbola. Teknik dasar bermain sepakbola meliputi teknik tanpa bola dan teknik dengan bola (Anam, 2013: 79). Teknik-teknik dalam sepakbola adalah satu kesatuan yang harus dimiliki oleh pemain agar bisa bermain sepakbola dengan terampil. Keterampilan dalam bermain sepakbola perlu dilatih terus menerus agar menjadi kebiasaan dan mengembangkan skill yang lainnya.
Pemain yang memiliki teknik sepakbola yang baik, maka permainan sepakbola yang disuguhkan akan baik pula. Suganda (2017: 58) dalam buku Mielky, menyebutkan dasar-dasar sepakbola, teknik-teknik dasar permainan sepakbola yaitu:
1) Menggiring (dribbling), 2) Menggoper (passing), 3) Menyundul bola (heading),
9 4) Menembak (shooting),
5) Lemparan ke dalam (throw-in), 6) Menghentikan bola (trapping).
Sepakbola dimainkan di lapangan yang luas. Lapangan sepakbola harus ditumbuhi rumput yang tebal dan merata. Lapangan tersebut dilengkapi dengan menggunakan dua gawang dan garis-garis batas. Sesuai aturan FIFA, standar ukuran lapangan pertandingan resmi nasional maupun internasional dengan panjang 100-110 meter dengan lebar 64-75 meter. Ukuran lapangan sepakbola dengan panjang 100-130 meter dan lebar 50-100 meter (Luxbacher, 2011:2).
Gambar 1. Ukuran lapangan sepakbola standar FIFA
(http://www.juansa.com diunduh pada 06 Februari 2020 pukul 11.35) Peralatan lain atau bola yang digunakan dalam pertandingan resmi berukuran 5 yang berdiameter 27 inchi. Pemain sepakbola harus memakai perlengkapan seperti sepatu khusus sepakbola, seragam, pelindung kaki, dan lain sebagainya.
Permainan sepakbola sangat popular di Indonesia sehingga berdirilah PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) sebagai induk sepakbola nasional. PSSI berdiri pada tahun 1930 di Yogyakarta yang saat itu diketuai oleh Ir. Soeratin.
10
Dalam sejarah sepakbola Indonesia, klub pendiri PSSI saat itu masih menggunakan bahasa Belanda, diantaranya:
1. Voetballbond Indonesische Jakarta (VIJ),
2. Bandoengsche Indonesische Voetball Bond (BIVB), 3. Perserikatan Sepakraga Mataram (PSM),
4. Vortenlandsche Voetball Bond (VVB), 5. Madioensche Voetball Bond (MVB),
6. Indonensische Voetball Bond Magelang (IVBM), 7. Soerabajasche Indonensische Voetball Bond (SIVB).
VIJ saat ini dikenal dengan nama Persija Jakarta, BIVB sebagai Persib Bandung, PSM sebagai PSIM Yogyakarta, VVB sebagai Persis Solo, MVB sebagai PSM Madiun, IVMB sebagai PPSM Magelang, dan SIVB sebagai Persebaya Surabaya (Rahayuningsih, 2017:1).
Sepakbola Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perubahan dari era perserikatan hingga liga Indonesia. Liga Indonesia tahun 2020 memiliki tiga tingkatan kasta yakni Liga 1, Liga 2 dan Liga 3 dengan sistem promosi dan degradasi. Liga 1 selalu menyuguhkan pertandingan-pertandingan menarik dengan diisi oleh 18 tim, liga 2 berjumlah 24 dengan pembagian 2 wilayah (barat dan timur), dan liga 3 berjumlah 32 tim pada babak nasional.
Persatuan Sepakbola Sekitar Tugu (PSST) Wates merupakan salah satu tim sepakbola tertua di Kulon Progo. PSST Wates berdiri tahun 1956 yang didomisili pemain-pemain daerah wates dan sekitarnya. Pelatih sekaligus pendiri tim ini adalah Suyono. Suyono merupakan mantan pemain PSST Wates pada saat itu.
11
Tim ini giat berlatih di Alun alun Wates setiap senin dan kamis sore. PSST Wates pernah menjadi juara Divisi Utama Persikup Kulon Progo pada tahun 1992, pada tahun 2008 berhasil menempati peringkat tiga. Menjadi tim tertua di Kulon Progo menjadikannya salah satu tim legendaris di bumi menoreh. Berdirinya PSST Wates diikuti pula berdirinya tim-tim lain di Kulon Progo seperti HW Wates, Halilintar Pengasih, dan Asri Bendungan.
2. Anatomi dan Fisiologi Sendi Pergelangan Kaki
Sendi pergelangan kaki adalah sendi yang berguna untuk menjaga kestabilan ketika berjalan. Sendi ini tersusun oleh tulang, ligamen, tendo, seikat jaringan penghubung (Taylor, 2002:106). Sendi pergelangan kaki disusun oleh beberapa tulang yakni tibia, fibula, talus, calcaneus, navicular. Pergerakan utama dari sendi pergelangan kaki adalah dorsofleksi, plantarfleksi, eversi, inversi dan rotasi.
Gambar 2. Anatomi tulang penyusun sendi pergelangan kaki.
(www.towsonortho.com diunduh 07 Februari 2020 pukul 13.15 WIB) Sendi pergelangan kaki disusun oleh beberapa otot untuk menopang tubuh dan melakukan berbagai macam gerakan. Otot-otot tersebut menyelimuti tulang
12
tibia, fibula dan tulang-tulang telapak kaki. Berikut adalah fungsi otot dalam melakukan gerakan pada sendi pergelangan kaki:
Tabel 1. Fungsi otot dalam melakukan gerakan pada pergelangan kaki
GERAKAN OTOT YANG BERKONTRAKSI
Dorsofleksi Anterior Tibialis, Ekstensor Digitorium Longus
Plantar Fleksi
Gastrocnemius, Plantaris, Dan Flexor Hallucis Longus
Eversi Fiburalis Longus, Fibularis Brevis Inversi Anterior Tibialis, Posterior Tibialis
Gambar 3. Anatomi otot penggerak sendi pergelangan kaki.
(http://www.The-McGraw-Hill-Companies.com diunduh pada 29 Januari 2020 pukul 18.40)
Ligamen yang menghubungkan antar tulang sendi pergelangan kaki diantaranya: ligament lateral, ligamen medial, ligamen anterior dan ligamen posterior. Masing-masing ligamen mempunyai banyak bagian-bagiannya. Berikut ligamen-ligamen yang terdapat pada ligament sendi pergelangan kaki:
13
Tabel 2. Ligamen-ligamen pada pergelangan kaki.
Bagian Ligamen Nama Ligamen
Lateral ligament Calcaneofibular ligament, superior fibular Medial ligament Tibio calcaneal ligament, tibionavicular
ligament, posterior tibiotalar part
Anterior ligament Anterior tibiotalar ligament, anterior talofibular ligament.
Posterior ligament Posterior talofibular ligament, posterior talocalcaneal ligament
Sendi pergelangan kaki memiliki ruang gerak sendi maksimal yaitu dorsofleksi seluas 20o, Plantarfleksi seluas 30o-50o, eversi seluas 15o-30o, dan inversi seluas 45o-60o (Anderson, 2009: 688-689).
Tabel 3. Normal ROM dari Pergelangan Kaki
Gerakan ROM
Dorsofleksi 20o
Plantarfleksi 50o
Inversi 45o – 60o
Eversi 15o – 30o
14
Gambar 4. Anatomi ligament posterior sendi pergelangan kaki.
(http://www.emedicine.medscape.com diunduh pada 29 Januari 2020 pukul 18.42 WIB)
Gambar 5. Anatomi ligament medial sendi pergelangan kaki.
(http://www.emedicine.medscape.com diunduh pada 29 Januari 2020 pukul 18.45 WIB)
15
Gambar 6. Anatomi ligament lateral sendi pergelangan kaki.
(http://www.emedicine.medscape.com diunduh pada 29 Januari 2020 pukul 18.45 WIB)
Cedera pergelangan kaki sering dialami oleh pemain sepakbola di Indonesia. Banyak faktor yang mengakibatkan para pemain mengalami cedera ini.
Beberapa penyebabnya yaitu permukaan lapangan yang tidak rata, kurangnya pemanasan, benturan, kelemahan otot dan ligamen.
3. Cedera
a. Cedera Olahraga
Cedera sering kali terjadi pada olahragawan khususnya pemain sepakbola.
Cedera menjadi momok yang ditakuti atlet karena bisa menghentikan karir atlet.
Cedera adalah kelainan pada tubuh manusia yang menimbulkan ketidaknyamanan berupa rasa nyeri, panas, merah, bengkak dan masalah pada otot, tendon, ligament, persendian ataupun tulang akibat kesalahan dalam gerak dan overload (Graha & Priyonoadi, 2009: 45). Cedera olahraga adalah cedera yang terjadi pada musculo skeletal seperti otot, dan rangka tubuh akibat aktivitas olahraga (Arovah,
16
2016: 4). Cedera pada olahraga dibagi menjadi dua jenis yakni cedera akibat full body contact dan non body contact (Graha dan Priyonoadi, 2009: 45). Contoh cedera olahraga body contact adalah karate, judo, dan pencak silat, sedangkan non body contact adalah renang, atletik, dan senam.
Cedera juga dapat terjadi secara akut maupun kronis. Cedera akut dapat terjadi karena terjadinya kontak fisik dengan subjek lain yang dapat menyebabkan memar, robek, dan rusaknya jaringan. Cedera kronis terjadi karena penggunaan anggota tubuh secara terus menerus (overuse) sehingga menimbulkan kerusakan.
Cedera pada olahraga harus diberikan penanganan yang tepat agar menunjang penyembuhan yang efektif dan efisien. Tentunya dengan diagnosis yang tepat sehingga proses rehabilitasi atau terapi yang diberikan membaik dengan signifikan. Pada kasus tertentu cedera dapat diketahui langung oleh tenaga medis seperti patah tulang terbuka, dislokasi pada bahu, luka terbuka, dan lain sebagainya.
b. Macam-macam cedera olahraga
Cedera secara umum dibagi menjadi 4 yakni sprain, strain, fraktura, dan dislokasi. Jenis cedera olahraga yang mungkin terjadi menurut Ihsan (2017: 65) yaitu (1) memar, (2) strain atau robek otot, (3) sprain atau robek ligamen, (4) dislokasi atau tidak sesuainya posisi jaringan, (5) tendinitis atau radang pada tendon, dan (6) fraktura atau patah tulang.
1) Robek otot atau Strain.
Strain merupakan kerusakan jaringan otot akibat penggunaan yang secara berlebihan dan terus menerus. Strain dapat terjadi karena kekuatan otot tidak
17
mampu menahan beban yang diterima. Selain itu robek otot bisa terjadi karena penggunaan otot secara terus menerus dan overstretch. Strain dibedakan menjadi 3 tingkatan (grade) yaitu strain grade 1, strain grade 2 dan strain grade 3.
Gambar 7. Tingkatan robek otot
(http://www.eepainnassist.com diunduh pada 30 Januari 2020 pukul 18.45 WIB)
Setiap grade memiliki klasifikasinya masing-masing. Grade 1 tingkat kerusakan jaringan masih ringan. Struktur atau serabut otot yang putus masih sedikit. Grade 2 termasuk kategori sedang dengan tingkat kerusakan mencapai 50%. Otot yang mengalami kerusakan hingga grade 3 bisa dikatakan cedera tersebut parah karena struktur otot hampir dan bahkan putus. Kasus yang sering terjadi pada olahragawan biasanya terjadi robek otot pada hamstring dan bahu.
2) Robek Ligamen atau Sprain
Sprain merupakan kerusakan jaringan ligamen akibat penggunaan yang secara berlebihan dan terus menerus. Sprain dapat terjadi karena kekuatan ligamen tidak mampu menahan beban yang diterima. Selain itu robek ligamen bisa terjadi karena kontak fisik sehingga menyebabkan overstretch. Seperti halnya
18
strain, pada kasus sprain juga dibedakan menjadi 3 tingkatan atau grade, diantaranya sprain grade 1, sprain grade 2 dan sprain grade 3.
Gambar 8. Tingkatan robek ligamen
(http://www.centenoschultz.com diunduh pada 30 Januari 2020 pukul 18.50 WIB)
3) Patah tulang atau Fraktur
Patah tulang merupakan cedera yang terjadi akibat rusaknya struktur tulang.
Patah tulang bisa terjadi karena benturan, kontak fisik, terjatuh, dan kerapuhan struktur tulang itu sendiri. Cedera patah tulang dapat dibedakan menjadi patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka.
sGambar 9. Macam-macam tipe patahan pada tulang
(http://www.dictio.id diunduh pada 30 Januari 2020 pukul 18.50 WIB) 4) Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera yang terjadi karena ketidaksesuaikan struktur anatomi pada kondisi normal. Dislokasi biasa terjadi pada bahu. Cedera ini
19
disebabkan karena lemahnya otot dan ligament pada persendian. Selain itu, dislokasi bisa terjadi karena benturan, kontak fisik, terjatuh, dan overload.
Gambar 10. Dislokasi sendi bahu
(http://flexfreeclinic.com diunduh pada 30 Januari 2020 pukul 18.50 WIB)
c. Cedera dan Patofisiologi Cedera Pergelangan Kaki
Cedera pergelangan kaki sering terjadi pada olahrawan. Ada beberapa jenis cedera yang sering terjadi pada pergelangan kaki, yaitu sprain, strain, fraktur dan dislokasi. Pada kasus olahragawan biasanya jenis cedera sprain (robek ligament) sering dijumpai. Cedera pergelangan kaki yang sering terjadi pada bagian ligament lateral, yaitu calcaneo fibular ligamen dan anterior talofibular ligamen.
Banyak faktor yang menyebabkan cedera pergelangan kaki, diantaranya benturan, overuse, permukaan yang tidak rata, salah dalam melakukan gerakan, dan lemahnya otot serta ligamen-ligamen pada persendian. Proses awal cedera pada olahraga terjadi ketika adanya kerusakan pada sel dan jaringan, sehingga mengakibatkan sel mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya peradangan (Arovah, 2016: 4). Kerusakan tersebut bisa terjadi karena tidak
20
kuatnya sel dan jaringan menerima sebuah tekanan atau gangguan dari luar.
Ketika terjadi peradangan (inflamasi) pembuluh darah akan mengalami pelebaran (vasodilatasi). Radang pada lokasi cedera kemudian berangsur menurun dan membaik sejalan dengan proses regenerasi sel pada cedera tersebut.
Awal terjadinya cedera yakni rasa nyeri yang timbul karena terjadinya kerusakan yang mengakibatkan peradangan sehingga terjadi iritasi saraf. Apabila peradangan sangat besar dan parah maka biasanya rasa nyeri akan dirasakan cukup lama. Nyeri tersebut akan mengganggu pergerakan dan penurunan fungsi.
Berikut adalah proses penyembuhan cedera menurut Rustiasari (2017: 44-46).
1) Inflamasi
Cedera olahraga akut akan menyebabkan radang atau inflamasi. Rustiasari (2017:44) menjelaskan bahwa pada proses inflamasi terjadi kerusakan pada sarkolema. Pembuluh darah yang rusak akan menyebabkan pendarahan, reaksi tubuh pertama sekali adalah berusaha menghentikan pendarahan dengan mengaktifkan faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, yang mengarah ke agregasi platelet dan formasi clot vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi) dan reaksi haemostasis (Primadina, 2019: 33).
Cedera.
Inflamasi Regenerasi Remodeling
Fase Akut
Fase Kronis
21
Arovah (2016: 4) menjelaskan bahwa cedera olahraga akut ditandai dengan adanya peradangan pada lokasi cedera yang ditandai dengan pembengkakan (tumor), peningkatan suhu (kalor), warna kemerahan (rubor), rasa nyeri (dolor), dan penurunan fungsi (functio leissa). Tanda-tanda di atas dijabarkan oleh Graha dan Priyonoadi (2009: 46) sebagai berikut:
a. Tumor (bengkak). Pembengkakan disebabkan adanya penumpukan cairan pada daerah sekitar jaringan yang mengalami cedera.
b. Kalor (panas). Kalor disebabkan oleh meningkatnya aliran darah ke daerah yang cedera sehingga terjadi peningkatan suhu.
c. Rubor (kemerahan). Rubor terjadi karena adanya pendarahan di lokasi cedera.
d. Dolor (nyeri). Dolor terjadi akibat tekanan oleh jaringan otot, tulang, jaringan lain pada saraf tepi.
e. Fungtio leissa. Fungtio leissa adalah penuruan fungsi dalam tubuh bahkan tidak bisa digunakan kembali karena cedera sudah dalam kategori berat.
2) Regenerasi
Fase ini terdiri atas 2 tahap, yaitu regenerasi sel otot dan pembentukan jaringan ikat atau fibrosis (Rustiasari, 2017:45). Fase regenerasi bertujuan untuk memperbaiki dan menyembuhkan cedera dan ditandai dengan proliferasi sel.
Proses perbaikan jaringan membutuhkan fibroblast. Fibroblas mempunyai peran untuk persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Fibroblas adalah sel-sel yang mensintesis kolagen guna menutup lokasi cedera atau kerusakan. Pada fase regenerasi, cedera
22
akan ditutupi oleh jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas cedera dengan epitelisasi.
3) Remodelling
Fase remodelling adalah fase penyempurnaan atau terbentuknya jaringan baru pada lokasi cedera lama. Fase ini bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan pada struktural jaringan baru (Primadina, 2019: 38).
Salah satu anggota tubuh yang sering terjadi cedera adalah pada bagian sendi pergelangan kaki. Biasanya cedera terjadi pada bagian ligament karena terkilir. Terkilir mengakibatkan jaringan pengikat antar tulang atau ligament menjadi robek. Robekan ligamen akan diikuti inflamasi dengan tanda pendarahan, pembengkakan, nyeri dan keterbatasan gerak (Fondy (2016:43). Gejala klinis tersebut biasanya disebut dengan inflamasi atau peradangan. Peradangan disesuaikan dengan tingkat cedera. Tingkatan terkilir dibagi menjadi tiga yaitu, terkilir ringan, sedang dan parah (Taylor, 2002: 115). Tingkatan tersebut disesuaikan dengan besarnya robekan pada ligamen.
Adapun tingkat keparahan robek pada ligamen menurut McGovern (2016:
35) dibagi menjadi tiga grade, yaitu:
a) Grade 1. Tidak ada kelemahan ligamen (anterior drawer test dan tes talar tilt dengan status negatif), fungsi ROM normal, sedikit atau tidak ada perdarahan, tidak ada titik nyeri yang signifikan dan pembengkakan minimal 0,5 cm.
b) Grade 2. ROM mengalami ganguan fungsi (beberapa kehilangan fungsi), tes anterior drawer positif (keterlibatan ATFL), tes talar tilt negatif, terdapat
23
perdarahan, nyeri tekan, penurunan total gerakan pergelangan kaki sekitar 5°- 10° dan terjadi pembengkakan 0,5 cm - 2,0 cm.
c) Grade 3. Kehilangan fungsi total, anterior drawer test dan tes talar tilt positif, pendarahan hebat, nyeri tekan yang ekstrem, penurunan total gerakan pergelangan kaki mencapai 10°, dan pembengkakan 2,0 cm.
Gambar 11. Tingkat keparahan cedera pergelangan kaki.
(http://www.backinmotionsspt.com diunduh pada 9 februari 2020 pukul 21.30 WIB)
Mekanisme terjadinya robek pada pergelangan kaki yakni terkilirnya sendi pergelangan kaki biasanya ke arah medial ataupun lateral. Terkilir pada pergelangan kaki umumnya disebabkan oleh gerakan rotasi medial (inversi) dan lateral (eversi). Sendi pergelangan kaki berupaya menahan beban tubuh. Namun ligamen dan otot overstretch terhadap beban yang berlebih sehingga kekuatan sendi tidak kuat menahan dan terjadilah robekan pada ligamen. Kerusakan atau robekan ligamen ini dapat mengakibatkan peradangan.
4. Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman pada lokasi cedera. Nyeri yang dirasakan biasanya berupa nyeri tumpul dan/atau nyeri tajam. Ketidaknyamanan yang berupa nyeri tumpul dicontohkan seperti tersetrum, pegal-pegal dan tertarik karena kekakuan otot, sedangkan rasa tajam dicontohkan seperti tertusuk, tersayat,
24
dan perih. Nyeri adalah rangsangan pada saraf sensorik yang berupa ketidaknyamanan pada bagian tubuh akibat adanya kerusakan pada sel maupun jaringan (Bahrudin, 2017: 8). Teori tersebut diperkuat oleh Prabandari (2018: 99) bahwa nyeri yang berdasar atas international Association for the Study of Pain (IASP) adalah sensori tidak nyaman dan berhubungan dengan potensial kerusakan jaringan. Intensitas nyeri dapat dibedakan menjadi ringan, sedang dan berat, sedangkan kualitas yang dirasakan dibedakan menjadi tumpul dan tajam.
Mekanisme terjadinya nyeri sangat cepat. Nyeri terasa saat jaringan terjadi kerusakan akibat trauma, luka, atau faktor yang lain sehingga menyebabkan inflamasi. Ketika terjadi trauma dan inflamasi maka tubuh akan bereaksi dengan pelepasan mediator kimia yaitu prostaglandin, bradikinin dan leukotrin. Mediator kimia tersebut lalu akan dibawa ke spinal cord yang nantinya akan dikirim ke cerebrum atau otak. Setelah sampai diotak maka rangsangan tersebut akan dipersepsikan menjadi rasa tidak nyaman berupa sakit atau nyeri. Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi (Bahrudin, 2017:8). Secara umum rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Bahrudin, 2017:10).
25
Nyeri berdasarkan jenisnya, secara umum di bagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut timbul secara mendadak bisa karena trauma, prosesnya tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya ketegangan otot, sedangkan nyeri kronik timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu melebihi dari 6 bulan (Aisyah, 2017:180). Pengukuran rasa nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur nyeri.
Pengukuran tersebut bisa menggunakan skala visual analog, skala nyeri numerik (numeric rating scale), skala nyeri deskriptif dan skala nyeri Wong-Bakers. Para tenaga medis biasanya menggunakan alat ukur numeric rating scale karena mudah dalam menggunakannya. Pada penggunakan alat ukur ini, tenaga medis tinggal menanyakan nyeri kepada pasien mengenai nilai nyeri yang dirasakan dari angka 0-10 dengan keterangan bahwa nilai 0 adalah nilai terendah (tidak nyeri) dan nilai 10 adalah nilai maksimum dengan rasa nyeri maksimal atau tak bisa tertahan.
Penggunakan alat ukur Wong-Bakers face pain rating scale juga mudah digunakan. Tenaga medis tinggal melihat ekspresi pasien dengan angka nyeri 0-10 (kelipatan 2 angka).
Gambar 12. Alat pengukur skala nyeri.
(http://www.woundeducators.com diunduh pada 19 februari 2020 pukul 21.20 WIB)
26
Persepsi nyeri merupakan perasaan yang didapat dari sebuah rangsangan sensori melalui reseptor. Persepsi nyeri adalah kesadaran terhadap rangsangan terhadap nyeri (Bahrudin, 2017: 8). Rangsangan sensori yang diterima oleh tubuh disebut dengan reseptor nyeri (nociseptor). Organ yang menerima sensori ini adalah ujung saraf bebas pada kulit. Persepsi nyeri dapat dipengaruhi dan dimodulasi menggunakan teori gate control. Teori ini secara singkat menjelaskan bahwa persepsi nyeri dapat ditingkatkan atau dikurangi. Endogen mampu untuk mengurangi dan meningkatkan persepsi nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada kornu dorsalis melalui gerbang (gate).
5. Rest, Ice, Compress, Elevation (RICE)
Cedera awal atau akut pada olahragawan seperti robek pada ligamen, otot, memar dan lain sebagainya harus segera diberi penanganan medis. Cedera tersebut biasanya diikuti dengan adanya inflamasi atau peradangan. Tanda-tanda inflamasi adalah bengkak, kemerahan, nyeri, panas, dan keterbatasan fungsi.
Salah satu metode dalam penanganan cedera akut adalah dengan metode RICE dengan tujuan mencegah dan mengurangi peradangan (Taylor, 2002:31). RICE diberikan pada saat pertolongan pertama yang dilakukan pada cedera dan terjadi peradangan terjadi (Graha dan Priyonoadi, 2009: 68). Adapun penjelasan RICE sebagai berikut:
a. Rest (Istirahat). Rest adalah tindakan mengistirahatkan bagian cedera yang dialami. Istirahat yang dimaksud adalah mendiamkan anggota tubuh yang cedera dan tidak menggunakan bagian tersebut untuk aktivitas yang berat.
Lama waktu istirahat yang dilakukan tersebut tergantung dari tingkat cedera
27
yang dialami (Graha dan Priyonoadi, 2009:68). Cedera berat dan akut membutuhkan waktu istirahat yang banyak, sedangkan overuse syndrome ringan hanya membutuhkan pengurangan aktivitas (Taylor, 2002: 31).
b. Ice (Es). Es merupakan salah satu modalitas dari terapi dingin. Terapi dingin dapat dipakai dalam beberapa bentuk seperti penggunaan es dan cold bath.
Reaksi dingin yang dirasakan akan mengurangi sensitivitas rasa nyeri dan mengurangi kerusakan jaringan pada lokasi cedera (Arovah 2016:33). Es digunakan untuk mengurangi peradangan. Pemberian es dengan adanya penekanan sebaiknya dilakukan selama 15-20 menit (Taylor, 2002: 32).
Pemberian kompresi es pada proses peradangan, akan dirasakan sensasi- sensasi separti berikut:
1) 0-3 menit pertama : Sensasi dingin.
2) 2-7 menit berikutnya : Perasaan terbakar.
3) 5-12 menit berikutnya : Perasaan nyeri.
(Arovah 2016:34)
c. Compression (Penekanan). Compression adalah penerapan tekanan ringan pada daerah yang cedera untuk membatasi bengkak. Kompresi dapat menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah, mengurangi pendarahan pada jaringan, mencegah cairan pada dari penambahan daerah interstitial (Taylor, 2002: 31). Pemberian kompresi menggunakan pembalut elastis pada area yang mengalami cedera. Pemakaian kompresi sebaiknya tidak terlalu ketat.
28
d. Elevation. Elevation adalah meninggikan bagian yang mengalami cedera melebihi ketinggian jantung sehingga dapat membantu mendorong cairan keluar dari daerah pembengkakan kembali ke limfe. Elevation diperlukan untuk mengurangi peradangan khususnya bila terjadi bengkak. Selain itu elevasi juga dapat memperlancar peredaran darah. Elevasi ini biasa digunakan pada cedera tangan dan kaki (Taylor, 2002: 32).
Sementara penjelasan lain mengenai teknik melakukan RICE secara singkat menurut Arovah (2016: 35) yaitu, (1) mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, (2) memberikan kompresi es selama dua hari, (3) menggunakan kompresi elastis, dan (4) meletakkan bagian cedera lebih tinggi dari jantung.
Gambar 13. Kompresi es.
(http://jagofutsal.wordpress.com diunduh pada 19 februari 2020 pukul 21.20 WIB)
6. Masase Frirage
Masase sejatinya merupakan salah satu dari manual terapi yang berarti terapi menggunakan tangan. Terapi manual adalah proses penyembuhan menggunakan tangan pada sistem dan struktur tubuh, seperti; tulang, sendi, jaringan, peredaran darah, limfe dan saraf (Arovah, 2016: 88). Masase merupakan
29
suatu manipulasi pada tubuh dengan menggunakan tangan dengan tujuan mengurangi perlekatan serat-serat otot, memindahkan timbunan cairan, dan mengendurkan otot-otot (Graha dan Priyonoadi, 2009: 71-72).
Efek fisologis terapi manual antara lain melemaskan otot, memperlancar peredaran darah, dan pengeluaran hormone endorfin. Melalui efek fisiologis tersebut menurut Arovah (2016: 88) dapat membantu berbagai proses penyembuhan cedera yaitu, (1) mengurangi pembengkakan, (2) mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme gate control, (3) meningkatkan rileksasi otot, (4) meningkatkan rentan gerak, kekuatan, kontraksi, keseimbangan, dan fungsi otot, dan (5) mengurangi ketegangan saraf.
Beberapa jenis cedera dan nyeri tidak bisa disembuhkan hanya dengan terapi masase. Terapi masase juga terdapat dampak negatif jika diberikan pada penderita. Berikut kondisi penderita yang tidak boleh diberikan perlakuan masase pada lokasi cedera menurut Fondy (2016: 21) yaitu patah tulang (fracture), pergeseran sendi (dislocation), pendarahan pada otot atau sendi (farion), daging tumbuh pada persendian (luxion), tumor, demam, disentri, dan hamil.
Salah satu metode masase yang bisa digunakan untuk terapi cedera pergelangan kaki adalah masase metode frirage. Masase frirage adalah gabungan teknik masase effleurage (gosokan) dan friction (gerusan) menggunakan ibu jari yang dilakukan secara bersamaan (Graha dan Priyonoadi, 2012: 9). Masase frirage dilakukan pada otot dan rangsang saraf. Masase frirage ditutup dengan traksi dan reposisi untuk mengembalikan struktur sendi ke posisi semula.
30 1) Effleurage
Effleurage berasal dari kata Perancis yaitu effleurer, yang berarti menyentuh dengan ringan (Cassar, 2004: 34). Effleurage adalah manipulasi menggunakan tangan dengan cara menggosok bagian tubuh yang berfokus ke otot. Pijatan secara effleurage memiliki efek menenangkan. Masase effleurage adalah manipulasi dengan cara menggosok-gosok dengan tujuan memperlancar peredaran darah (Graha dan Priyonoadi, 2009: 19). Gerakan masase effleurage dengan cara menggosok di atas kulit dengan gerakan terus menerus (Weerapong, 2005: 237).
Teori tersebut diperjelas oleh Arovah (2016: 95-96) bahwa effleurage adalah gerakan menggosok pada permukaan tubuh menggunakan telapak tangan dan jari dengan tujuan memperlancar peredaran darah dan getah bening.
Pada saat melakukan gerakan effleurage, telapak tangan harus menyesuaikan dengan bagian (otot) yang akan dipijat sambil menggosok perlahan pada setiap bagian yang dipijat dan tidak boleh dilepaskan dari kulit yang sedang dipijat sebelum keseluruhan dari bagian tersebut terpijat. Biasanya pijatan dilakukan dengan tekanan yang nyaman atau disesuaikan dengan konsisi pasien.
Manfaat effleurage masase yaitu, (1) melancarkan peredaran darah, (2) rileksasi otot, (3) mengurangi rasa nyeri, (4) meningkatkan kontraksi otot-otot tak sadar (reflex effect), (5) Pengurangan disfungsi somatik atau nyeri yang parah (Cassar, 2004: 34-35).
2) Friction
Gerakan friction dilakukan pada jaringan superfisial dan dalam dengan menggunakan ujung jari atau ibu jari (Cassar, 2004: 44). Friction adalah gerakan
31
menggerus dengan arah naik dan turun dengan menggunakan jari-jari tangan dengan tujuan menghancurkan myoglosis, yaitu timbunan sisa pembakaran energi atau asam laktat (Arovah, 2016: 96). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Graha dan Priyonoadi (2009 :19) bahwa friction adalah teknik manipulasi dengan cara menggerus dengan tujuan menghancurkan myoglosis. Masase friction adalah metode dengan memberikan tekanan dan penetrasi yang diberikan menggunakan ujung jari (Weerapong, 2005:237).
3) Traksi dan Reposisi
Teknik traksi dan reposisi adalah teknik satu kesatuan yang dilakukan secara berangkai. Traksi adalah menarik bagian anggota gerak tubuh (persendian) yang mengalami cedera agar mendapatkan renggangan sebelum dilakukannya reposisi pada sendi tersebut. Reposisi adalah pengembalian posisi, pemutaran atau penekanan pada persendian agar sendi kembali pada posisi semula (Graha dan Priyonoadi, 2012: 10).
7. Terapi latihan
Terapi latihan merupakan salah satu terapi penyembuhan dan pencegahan terhadap cedera yang berguna untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh. Terapi latihan digunakan untuk peningkatan fungsi tubuh. Terapi latihan adalah pengobatan melalui aktivitas olahraga yang memerlukan latihan terukur dengan pembebanan atau tidak menggunakan beban (Graha dan Priyonoadi, 2009:
71). Pemberian terapi latihan dapat memberikan manfaat terhadap pemulihan kekuatan ligamen dan kekuatan otot, sehingga kestabilan sendi dapat terjaga serta menambah luas gerak sendi. Manfaat terapi latihan yang lain adalah membantu
32
untuk meningkatkan kardiovaskular dan kelainan bentuk tubuh yang tidak normal.
Aktivitas yang berat dan tidak diimbanginya dengan muskuloskeletal yang kuat akan mudah terkena cedera sehingga terapi latihan sangat penting untuk diberikan.
Terapi latihan memiliki berbagai jenis tingkatan. Jenis terapi latihan meliputi latihan fleksibilitas untuk meningkatkan luas gerak sendi, latihan Stretching untuk meningkatkan mobilitas, latihan strengthening untuk meningkatkan kekuatan dan fungsi, serta latihan aerobik untuk meningkatkan kardiovaskuler (Arovah, 2016: 105) .
a. Latihan fleksibilitas
Fleksibilitas bisa disebut juga kelentukan, merupakan kemampuan dari sendi untuk bergerak sesuai jangkauan maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas diantaranya adalah otot, tendon, ligamen, usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan struktur sendi (Ibrahim, 2015: 329). Latihan fleksibilitas atau kelentukan tubuh biasanya digunakan untuk meningkatkan range of motion (luas gerak sendi). Luas gerak sendi terjadi karena adanya jangkauan maksimal dari otot dan persendian. Jangkauan gerak sendi di tubuh dicontohkan seperti gerakan fleksi dan ekstensi, abduksi dan adduksi, serta rotasi.
Latihan fleksibilitas bisa dilakukan dengan cara aktif maupun pasif.
Gerakan aktif yang dimaksud adalah gerakan pada sendi yang dilakukan oleh tubuh sendiri (otot) tanpa bantuan dari pihak lain (luar), sedangkan gerakan pasif adalah gerakan pada sendi yang dilakukan dengan bantuan dari pihak lain untuk membantu memaksimalkan luas gerakan. Tujuan latihan fleksibilitas yaitu
33
memelihara elastisitas otot, meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan koordinasi gerakan (Arovah, 2016:107).
b. Latihan Stretching
Stretching merupakan gerakan peregangan atau penguluran terhadap otot yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi jaringan musculoskeletal. Stretching adalah penguluran otot yang dilakukan untuk mempersiapkan otot tubuh dalam beraktivitas dan merelaksasikan otot (Nohantiya, 2016: 104). Stretching merupakan suatu aktivitas meregangkan otot untuk meningkatkan fleksibilitas otot dan jangkauan gerakan persendian (Monayo, 2019: 2). Melakukan Stretching sebelum dan sesudah latihan sangat bermanfaat untuk menghindari sebuah cedera.
Otot yang sering dipakai terus menerus jika tidak diberikan peregangan akan mengalami kekakuan otot sehingga rentan tekena cedera.
Macam-macam jenis peregangan ada tiga jenis yaitu, teknik peregangan statis, balistik, dan PNF (Taylor, 2002: 222). Teknik peregangan statis dilakukan dengan cara meregangkan otot perlahan-lahan sampai pada titik resistensi atau nyeri, kemudian ditahan pada posisi tersebut beberapa saat. Teknik peregangan ballistic merupakan teknik peregangan yang lebih kuat dan menggunakan gerakan bounching (seperti mengayun) secara berulang. Peregangan PNF (proprioceptive neuromuscular facilities) diawali dengan peregangan pasif dahulu lalu diikuti dengan kontraksi isometrik yang kemudian dikurangi tekanannya secara perlahan dari pihak luar (terapis).
Teknik peregangan dibagi menjadi tiga yaitu; peregangan pasif, peregangan aktif dengan bantuan, dan peregangan aktif (Arovah (2016: 108-109).
34
1) Peregangan pasif, adalah gerakan peregangan yang dilakukan dengan bantuan pihak luar tanpa menggunakan otot tubuh pasien.
2) Peregangan aktif dengan bantuan, adalah gerakan peregangan secara aktif yang dilakukan otot tubuh yang dibantu oleh pihak luar.
3) Peregangan aktif, adalah gerakan peregangan yang dilakukan oleh otot sendiri. Ada dua jenis peregangan aktif, yaitu peregangan aktif statis dan dinamis. Statis artinya diam atau adanya tahanan dalam peregangan otot, sedangkan dinamis artinya menggunakan gerakan repetitif dan ritmis.
c. Latihan beban
Latihan beban dilakukan dengan tujuan untuk melatih kekuatan otot dan ketahanan otot. Otot yang terlatih adalah otot yang memiliki kekuatan dan daya tahan terhadap suatu beban. Latihan kekuatan otot bermanfaat untuk (1) gerak yang aktif, (2) menghindari cedera, (3) membentuk tubuh ideal, dan (4) memperkuat persendian (Suharjana, 2007: 82). Metode latihan penguatan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu metode isometrik, isotenik, isokinetik (Taylor, 2002: 235).
1) Metode isometrik, membutuhkan kontraksi otot melawan resistensinya tanpa mengubah panjang otot dan perubahan sudut persendian. Contoh latihan ini adalah mendorong objek yang tidak bisa bergerak seperti dinding, lantai, pohon besar.
2) Metode isotonik, membutuhkan adanya perubahan panjang otot, perubahan posisi dan sudut. Kontraksi otot ini akan menyebabkan perubahan panjang- pendeknya otot. Jika segmen otot bertambah panjang maka bernama
35
kontraksi ektrensik, sedangkan pemendekan segmen otot dinamai konsentrik (Arovah, 2016: 116)
3) Metode isokinetis menggunakan kecepatan yang konstan dengan resistensi yang bervariasi.
d. Latihan aerobik
Latihan olahraga aerobik merupakan aktivitas fisik yang membutuhkan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi tubuh (Palar, 2015:
317). Latihan aerobik bertujuan untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan kardiorespirasi. Prinsip-prinsip dalam melakukan latihan aerobik sebagai berikut:
1) Intensitas latihan antara 60-85% denyut jantung maksimal.
2) Durasi latihan 20-30 menit dengan diawali pemanasan diakhiri pendinginan 10-15 menit.
3) Frekuensi 3-5 hari dalam seminggu
4) Jenis latihan aeoribk disesuaikan dengan tujuan spesifik.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rifky Hendrawan (2019) dengan judul Efektivitas Terapi Latihan untuk Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Fungsi Pergelangan Kaki Pasca Cedera Pergelangan Kaki, subjek yang digunakan sebanyak 20 pasien. Penelitian ini dengan metode Pre-experimental dengan desain one-group pretest-posttest design. Penelitian ini dilaksanakan di Lab Terapi Latihan FIK UNY pada 12 Februari – 12 April 2019. Hasil dari penelitian oleh saudara Rifky Hendrawan,
36
bahwa Efektivitas terapi latihan dalam menurunkan nyeri sebesar 77%, sedangkan dalam meningkatkan fungsi pergelangan kaki sebesar 8,66%.
Penelitian yang relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Abdul Yusuf dengan judul Efektivitas Terapi Masase dengan Terapi Latihan terhadap Pemulihan Pasca Cedera Pergelangan Kaki dan Otot Gastrocnemius pada Pesilat Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian Pre-experimental Design dengan rancangan One Group Pretest-Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah pesilat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pencak Silat UNY. Teknik pengambilan sampel menggunakan random sampling yang dihitung dengan rumus Slovin didapatkan sampel sebanyak 15 orang. Hasil penelitian yang dilakukan yakni adanya peningkatan ROM dengan nilai p = 0.000 (p<0.05) setelah mendapatkan perlakuan kombinasi terapi masase dan terapi latihan terhadap pemulihan cedera pergelangan kaki dan otot gastrocnemius pada gerakan dorsofleksi (means: -8.600), plantarfleksi (means: -13.333), eversi (means:
19.333), dan inversi (means: -5.867). Didapatkan juga adanya penurunan skala nyeri dengan nilai p = 0.000 (p<0.05).
C. Kerangka Berfikir
Sepakbola merupakan olahraga permainan yang bisa dimainkan di lapangan yang luas. Olahraga permainan ini dituntut untuk mencetak gol ke gawang lawan dan menjaga pertahanan agar tidak kemasukan bola. Permainan sepakbola lebih banyak menggunakan kaki untuk memainkan bola. Pada penelitian ini, penulis atau peneliti mengambil populasi dan sampel dari pemain sepakbola PSST Wates.
37
Melalui pengamatan langsung oleh peneliti, banyak kasus cedera yang dialami oleh pemain PSST Wates saat berkompetisi di divisi utama Kulon Progo pada tahun 2019-2020. Pemain sepakbola PSST Wates saat ini banyak mengalami cedera musculoskeletal, salah satu diantaranya adalah cedera pergelangan kaki.
Cedera pergelangan kaki bisa terjadi karena benturan hebat ataupun terkilir.
Kedua hal tersebut bisa menyebabkan ligament menjadi robek dan terjadinya inflamasi.
Inflamasi atau peradangan pada pergelangan kaki biasanya menimbulkan nyeri, bengkak, panas, kemerahan, terbatasnya ROM dan penurunan fungsi sendi (fungtio leissa). Pembuluh darah di lokasi cedera akan melebar (vasodilatasi) untuk mengirim nutrisi dan oksigen ke lokasi cedera. Pelebaran pembuluh darah inilah yang mengakibatkan lokasi cedera terlihat lebih merah. Cairan darah yang banyak dikirim di lokasi cedera akan merembes keluar dari kapiler menuju ruang antar sel, dan menyebabkan bengkak. Banyaknya nutrisi dan oksigen yang menuju lokasi cedera, maka metabolisme di lokasi cedera akan meningkat sehingga menimbulkan rasa panas. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang ujung saraf di lokasi cedera dan menimbulkan nyeri. Rasa nyeri juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi di lokasi cedera. Keempat hal tersebut (bengkak, nyeri, panas, dan kemerahan) akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi cedera yang dikenal dengan istilah functiolaesa.
Cedera akut maupun kronis sesegera mungkin untuk ditangani agar tidak memperburuk atau semakin parah. Penanganan yang bisa dilakukan yaitu dengan
38
RICE (rest, ice, compression, dan elevation), masase dan terapi latihan untuk meredakan cedera khususnya persepsi nyeri. RICE bermanfaat untuk mencegah peradangan lebih lanjut. Perlakuan yang diberikan selanjutnya yaitu masase dengan metode FRIRAGE. Manfaat dari masase adalah rileksasi otot dan pelancaran peredaran darah. Perlakuan yang terakhir adalah terapi latihan yang bertujuan untuk mengembalikan kekuatan otot dan mengurangi rasa nyeri. Ketiga metode tersebut dilakukan agar bengkak, nyeri, panas, kemerahan turun, dan kembalinya fungsi gerak sendi seperti semula.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melihat efektivitas ketiga perlakuan dalam mengurangi rasa nyeri pasca cedera pergelangan kaki.
Diharapkan ketiga perlakuan mampu memberikan efek-efek yang sama dalam persepsi nyeri. Kesimpulan yang diharapkan peneliti yaitu kemungkinan adanya efektivitas kombinasi RICE, masase, dan terapi latihan terhadap persepsi nyeri pada posisi dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki pasca cedera pergelangan kaki.
39
Di bawah ini adalah gambar kerangka berpikir penelitian, sebagai berikut:
Gambar 9. Kerangka berfikir D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang dibangun dari kajian teori dapat dikemukakan hipotesis bahwa: kombinasi RICE, masase dan terapi latihan efektif terhadap persepsi nyeri pada saat posisi dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi sendi pergelangan kaki pasca cedera pergelangan kaki pada pemain sepak bola PSST Wates Kulon Progo.
Sepakbola
Cedera Pergelangan Kaki
Inflamasi Ligamen Perlakuan RICE, Masase, dan Terapi
Latihan
Kemungkinan dengan kombinasi RICE, masase, dan
terapi latihan efektif terhadap persepsi nyeri dan ROM pasca cedera
pergelangan kaki Nyeri
Bengkak
Fungtio Leissa Panas Kemerahan
Nyeri Bengkak
Fungtio Leissa Panas Kemerahan