I. PERENCANAAN PENGOPERASIAN PLTG.
PENGOPERASIAN UNIT PLTG
I.1.Keuntungan dan Kerugian Menggunakan Turbine Gas.
Selain ada keuntungan, didalam pemakaian Turbine Gas ada pula
kerugiannya. Pemilihan/ pertimbangan penggunaan Turbine Gas disesuaikan dengan kondisi atau fungsi Turbine Gas itu sendiri.
Keuntungannya :
1. Waktu pemasangan relative singkat karena PLTG dibuat berupa package sehingga mudah untuk dipindah-pindahkan.
2. Waktu start dan pembebanan lebih cepat dibanding mesin pembangkit lain.
3. Tidak memerlukan air pendingin yang banyak seperti PLTU/ PLTD.
4. Dapat beroperasi sendiri tanpa bantuan listrik dari luar (Black Start).
Kerugiannya :
1. Efesiensinya rendah.
2. Spare part mahal.
3. Umur (lifer time)nya pendek.
4. Biaya operasi Rp/ kWH nya relative lebih tinggi dibanding pembangkit lain.
I.2. Fungsi PLTG.
Pada umumnya fungsi PLTG di system ketenaga listrikan atau pada jaringan listrik adalah untuk memberikan suplai tenaga listrik pada saat2 beban puncak, dan pada saat-saat terjadi gangguan total pada jaringan tenaga listrik. Pada saat2 tersebut diperlukan waktu pemberian suplai tenaga listrik yang cepat, oleh karena itu PLTG yang mempunyai waktu start yang lebih cepat dibanding dengan pembangkit yang lain (± 5 menit) sangat diperlukan.
Pada tahun 1975, PLTG Unit IV Tambak Lorok dibangun untuk tujuan utamanya yaitu memberikan suplai tenaga listrik secara cepat pada saat2 terjadi black out pada seluruh system tenaga listrik di Semarang. Suplai tenaga listrik tersebut diperlukan untuk peralatan bantu Unit III PLTU Tambak Lorok. Disamping itu, tenaga listrik dari PLTG ini dapat pula dipergunakan untuk suplai PLTU Unit I dan Unit II di Tambak Lorok Semarang.
Di PLTU Suralaya dibangun pula sebuah PLTG yang tujuannya adalah untuk
tetapi keberhasilan dari pemasangan tersebut harus diperhitungkan dengan berapa jumlah daya yang diperlukan secara tepat agar auxiliary system yang mensupport pengoperasian suatu PLTU secara mandiri (Island Mode).
I.3. Merencanakan Pengoperasian Turbine Gas.
Dengan mengetahui karakteristik turbine gas tentunya untuk rencana operasi harus disesuaikan dengan kondisi dari pada system kelistrikan dimana PLTG atau turbine gas tersebut akan disalurkan.
I.3.1. Operation Mode PLTG Pada Jaringan Tenaga Listrik.
Untuk di System Kelistrikan Jawa dan Bali umumnya PLTU, PLTA yang besar dijadikan beban dasar sedangkan PLTG hanya dioperasikan pada saat beban puncak saja. Sebagai contoh pada tahun 1975 untuk system Jawa Barat dan Jawa Tengah dibangun PLTG Sunyaragi untuk memperbaiki tegangan pada system Jawa Barat – Jawa Tengah yang hanya dioperasikan pada saat beban puncak saja. Selain di jawa Barat di Jawa Tengah dioperasikan juga PLTG Tambak Lorok untuk keperluan emergency power PLTU Unit #3 dan dapat juga untuk Unit PLTU #1 dan #2 Tambak Lorok, sedangkan pada saat itu masih ada PLTG Pandean Lamper yang dioperasikan pada beban puncak.
Tidak selamanya PLTG dioperasikan pada saat beban puncak. Untuk di Lokasi yang mudah mendapatkan bahan bakar gas, PLTG bisa dioperasikan sebagai beban dasar. Di PLTGU Sengkang, Kab. Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan yang PLTGnya combine sycle, Gas Turbine dioperasikan terus menerus karena bahan bakar (Natural Gas) diproduksi sendiri oleh Perusahaan yang mempunyai PLTG dan exhaust gasnya dimanfaatkan untuk Steam Turbine Generator.
Di Batamindo, Gas Turbine hanya digunakan untuk Emergency Power saja.
Daya listrik majoritas disalurkan untuk kepentingan di Kawasan Industri Batamindo saja hanya sedikit (selebihnya saja) disalurkan ke PLN. Untuk beban dasar dioperasikan beberapa Diesel Engine dengan berbahan bakar gas karena SFC gas Turbine > SFC Diesel/ Gas Engine.
I.3.2. Persoalan-persoalan Operasi Pada Sistem Tenaga Listrik.
Dalam mengoperasikan system tenaga listrik akan ditemui berbagai persoalan. Hal ini bisa disebabkan karena pemakaian tenaga listrik yang berubah-ubah dari waktu ke waktu, biaya bahan bakar yang relative tinggi serta alam dan lingkungan yang sering menggangu jalannya operasi.
Berbagai persoalan yang pokok yang dihadapi dalam pengoperasian system tenaga listrik antara lain :
a.Pengaturan Frequency.
System tenaga listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik dari pada konsumen atau bagian/ department pengguna jika dilingkungan fabric. Daya yang dibangkitkan harus sama dengan beban yang masuk pada jaringan tenaga listrik tersebut. Frequency di Jaringan Tenaga Listrik PLN harus = 50 HZ, di Cevron Pakanbaru F = 60 HZ terpisah atau tidak menggunakan Tenaga Listrik dari PLN. Dengan kata lain PRODUCT POWER = DEMAND. Jika PRODUCT = DEMAN maka frequency akan = 50 HZ atau 60 HZ tergantung frequency system tenaga listrik yang digunakan. Jika PRODUCT > DEMAN, frequency akan NAIK. Sebaliknya jika PRODUCT < DEMAND maka Frequency akan TURUN. Dengan adanya penaikan dan penurunan frequency tentunya pada suatu system perlu diatur mana yang standby, mana yang harus memikul beban dasar atau beban puncak yang disesuaikan dengan karakteristik dan biaya operasi dari pembangkit itu sendiri. Suatu contoh untuk di Gili Trawangan Lombok (NTB) system tenaga listrik terpisah atau Island Mode hanya System di Gili Trawangan saja. Disana terdapat PLTD yang terdiri dari beberapa Diesel Engine dan 1 PLTS yang on grid. Pada saat siang hari ketika intensitas radiasi cahaya matahari tertinggi, PLTS beroperasi dengan kapasitas penuh, ditambah beberapa atau haya 1 diesel saja (tergantung beban yang ada) yang stand by untuk mengimbangi PLTS pada saat terjadi cuaca redup. Pada sore atau malam hari berturut-turut sesuai frequency secara automatic ada diesel yang jalan yang diurutkan sesuai dengan program yang direncanakan sehingga beban diambil alih oleh Diesel engine semuanya.
Pada tahun 1976 beban di Kawasan Industri Pulo Gadung berfluktuasi sangat besar bisa sekitar 5 MW turun naik bebanya karena ada peleburan baja (furnace) atau dapur tinggi. PLTG Pulo Gadung yang rata2 mempunyai kapasitas 21 MW pada saat itu mampu menahan fluktuasi beban disekitarnya karena PLTG mempunyai respond yang cepat terhadap perubahan beban dengan speed drop sekitar 4%.
b.Pemeliharaan Peralatan.
Pemeliharaan peralatan pada suatu sistem tenaga listrik baik pembangkit, transmisi, dan distribusi tentunya akan dilakukan secara periodic. Sebelum pemeliharaan atau pada saat Pemeliharaan Peralatan tanggal dan waktunya harus dilaporkan kepada Dispatcher di Pusat Pengatur Beban
Operasi untuk dijadikan bahan pertimbangan pengoperasian pembangkit selanjutnya.
c. Biaya Operasi.
Biaya operasi sangatlah significant untuk menentukan urutan prioritas pengoperasian pembangkit. Cost Estimasi perlu dipertimbangkan dalam hal ini. Jika kita urutkan dari yang temurah untuk saat ini PLTA, PLTMH, PLTS, PLTP, PLTBG, PLTMG, PLTD, dan PLTG. Untuk PLTG dari tahun 1970 s/d sekarang masih yang termahal oleh karenanya dioperasikan menjadi prioritas yang terakhir namun telah dibicarakan sebelumnya bahwa suatu saat terpaksa harus mengoperasikan PLTG, misal pada saat black out, emergency power, beban puncak, atau perusahaan merupakan produsen bahan bakar gas alam. Biaya operasi tidak hanya biaya bahan bakar saja akan tetapi ada biaya2 lain seperti :
Gaji Pegawai (Operator), biaya minyak pelumas, biaya tebang pohon, dlsb.
d.Perkembangan System.
Beban pada system jaringan di PLN selalu berubah sepanjang waktu kecuali di Pabrik2 mungkin hanya pada saat2 penambahan mesin2 produksi dan hari2 lebaran, natal, dan tahun baru beban akan naik sesuai dengan kenaikan target produksi. Perkembangan kegiatan di Masyarakat tidak dapat dihitung secara exact sehingga perlu diamati terus menerus agar diketahui langkah pengembangan system agar system selalu dapat mengikuti perkembangan beban sehingga tidak terjadi pemadaman atau penurunan kualitas listrik.
e.Gangguan Dalam System.
Gangguan di dalam system tenaga listrik tidak dapat sepenuhnya kita hindari. Penyebab gangguan yang paling besar pada system ketenaga listrikan di PLN adalan gangguan petir hal ini sesuai dengan isokeraunic level yang tinggi di Tanah Air kita. Gangguan2 lainya missal di PLTMH, PLTA, PLTP, ada Pepohonan, Longsor, Gempa, dlsb.
f. Tegangan Didalam System.
Tegangan merupakan salah satu unsure kualitas penyediaan tenaga listrik didalam system tenaga listrik oleh karenanya perlu dipertahankan dalam pengoperasian system tenaga listrik.
Di suatu pabrik tekstil tidak hanya tegangan saja yang dipertahankan bahkan Cos Q disetting untuk dipertahankan pada Cos Q = 0.80 karena beban di pabrik tekstil lebih banyak beban motor2 yang nota bene harus dipertahankan kecepatan gerak peralatannya missal pada spinning, weaving, terutama pada deying (finishing) dimana pada saat pencelupan atau pewarnaan harus benar2 stabil pergerakannya (warna bisa enggak karuan jika berubah-ubah kecepatannya).
Di PLTA Bungin, Ds Baruka, Kec. Bungin, Kab. Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan yang masuk ke Jaringan 20 KV PLN, tegangan di ujung jaringan 20 KV PLN sangat rendah sekali. Pembangunan PLTA disana selain memanfaatkan energy air yang murah juga dimaksudkan untuk memperbaiki tegangan system jaringan 20 KV PLN di bagian ujung Baruka.
Namun demikian sangat rendahnya, sulit juga PLTMH Bungin untuk masuk jaringan PLN karena OLTC (On Load Tap Changer) pada Power Transformernya sudah pada posisi yang rendah. Untuk itu terpaksa diadakan pengaturan tap changer di Transformer jaringan PLN agar tegangan bisa sama untuk synchroon. Agar tidak susah untuk synchroon PLTA Bungin diusahakan parallel dipagi hari pada saat bukan beban puncak atau diusahakan beropersi terus menerus.
I.3.3. Management Operasi System Tenaga Listrik.
Didalam system pengoperasian tenaga listrik akan menyangkut berbagai aspek yang luas, khususnya menyangkut biaya yang tidak sedikit serta menyangkut penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat atau menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk pengoperasian system tenaga listrik dengan baik diperlukan hal2 berikut :
a.Perencanaan Operasi.
Perencanaan operasi adalah pemikiran mengenai bagaimana PLTG akan dioperasikan untuk jangka waktu tertentu. Pemikiran ini harus mencakup :
• Perkiraan beban.
• Koordinasi pemeliharaan peralatan.
• Optimasi keandalan dan mutu tenaga listrik.
b.Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi.
Apakah pelaksanaanya sesuai dengan rencana operasi. Apabila terjadi hal- hal yang menyimpang dari Rencana operasi bagaimana cara pengendaliannya.
c. Analisa Operasi.
Hasil operasi dianalisa misalnya parameter2 operasi pressure, temperature, level, arus, tegangan, frequency, dan beban dianalisa untuk memberikan umpan balik bagi Perencanaan Operasi maupun bagi Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi. Analisa operasi juga diperlukan untuk memberikan saran-saran bagi pengembangan system serta penyempurnaan pada pemeliharaan instalasi.
I.3.4. Rencana Operasi Pembangkit.
Di System Kelistrikan Jawa dan Bali Pengoperasian Pembangkit telah direncanakan untuk 1 tahun yang akan datang. Kemudian di Up Date setiap, 3 bulanan, 1 bulanan, 1 Mingguan hingga harian. Rencana Pengoperasian akan dikoordinir oleh Pusat Pengatur Beban. Pengopersian Turbine gas diatur atau berdasarkan perintah dari Piket Pengatur Pembangkitan (Dispatcher).
Seluruh pembangkit di Jawa dan Bali setiap hari akan dilaporkan kondisi dari pada Unit pembangkit masing2 sesuai jenis pembangkitnya. Untuk PLTG yang biasa dilaporakan ke Piket antara lain :
Setiap 1 Jam.
Daya Active Yang Dibangkitkan.
Daya Reactive.
Frequency.
Tegangan.
Cos Q.
Setiap 24 jam.
Level Bahan Bakar (Bunker, Daily Tank) jika menggunakan BBM.
Stand Flow Meter, Pemakaian Bahan Bakar baik BBM maupun Gas untuk 24 Jam.
Stand KWH Meter Akhir.
Produksi KWH Selama 24 Jam.
Spesifik Fuel Consumption (SFC) BBM (l/ KWH), atau Gas. (SSCF/ KWH).
Selain hal2 tersebut diatas dilaporkan juga, atau kadang2 tidak, tergantung dari situasi dan kondisi di System tersebut. Untuk saat ini tentunya sangatlah mudah karena semua sudah bisa dilihat dari jauh (menggunakan SCADA).
Namun untuk yang belum ada facilitas2 tersebut tentunya masih menggunakan cara lama mengguanakan tilpun, PLC atau Radio dan dilaporkan tiap jam.
Selain pelaporan Unit2 yang siap beroperasi unit yang stand by, over haul, dan gangguanpun baik Pembangkitan, Transmisi, dan Distribusi akan disampaikan ke Pusat Pengatur Beban.
a.Rencana Operasi Tahunan.
Masalah – masalah yang penyelesaiannya memerlukan waktu kira2 satu tahun dicakup didalam rencana tahunan ini, misalnya rencana pemeliharaan unit – unit pembangkit yang memerlukan persiapan satu tahun sebelumnya karena pengadaan suku cadangnya memerlukan waktu 1 tahun. Dilain pihak pemeliharaan unit – unit pembangkitpun perlu dikoordinir agar unit pembangkit yang tidak mengalami pemeliharaan dan siap beropersi dapat cukup menyediakan daya bagi beban yang ada.
Rencana Operasi tahunan juga meliputi perencanaan alokasi energy yang akan diproduksi dalam 1 tahun dalam setiap Pusat Listrik dalam kaitannya dengan rencana pemeliharaan unit pembangkit, perkiraan beban tahunan, beroperasinya unit – unit baru, perkiraan hujan atau perkiraan produksi KWH PLTA dalam tahun yang bersangkutan. Alokasi energy yang diporoduksi oleh pembangkit2 thermal berarti pula alokasi biaya bahan bakar yang merupakan biaya terbesar di PT PLN (Persero). Rencana Opearsi Tahunan merupakan bahan utama bagi penyusunan Rencana Anggaran Biaya Tahunan suatu Perusahaan Listrik.
b.Rencana Operasi Triwulanan.
Rencana Operasi Triwulanan merupakan peninjauan kembali dari Rencana Operasi Tahunan dengan horizon waktu tiga bulan ke depan. Hal – hal yang direncanakan dalam Rencana Operasi Tahunan tetapi ternyata setelah waktu berjalan tidak sesuai dengan kenyataan perlu dikoreksi didalam Rencana Operasi Triwulanan. Sebagai contoh missal ada Unit pembangkit yang baru dapat beroperasi dalam triwulanan ke 2 diperkirakan belum dapat beroperasi dalam triwulan2 maka perlu dilakukan koreksi terhadap Rencana Operasi Tahunan pada Rencana Triwulan Operasi 2.
c. Rencana Operasi Bulanan.
Rencana Bulanan merupakan koreksi terhadap Rencana Triwulanan untuk horizon waktu 1 bulan kedepan. Rencana Operasi Bulanan mulai mengandung rencana yang menyangkut langkah – langkah operasional dalam system, sedangkan Rencana Operasi Tahunan dan Rencana Operasi Triwulana lebih banyak mengandung hal – hal yang bersifat manajerial. Hal
– hal yang bersifat operasional yang dicakup dalam Rencana Operasi Bulanan adalah :
1. Penijauan atas jam kerja unit pembangkit yang bersifat peaking unit terutama dalam kaitannya dengan rencana pemeliharaan. Hal ini diperlukan untuk membuat jadual operasi unit – unit pembangkit yang bersangkutan.
2. Alokasi produksi Pusat-pusat Listrik Thermal dalam kaitannya dengan pemesanan bahan bakar kepada Perusahaan Bahan Bakar (missal Pertamina, PT TBA, dlsb).
d. Rencana Operasi Mingguan.
Dalam Rencana Operasi Mingguan tidak ada lagi hal – hal yang bersifat manajerial karena masalah – masalah manajerial tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dalam 1 Minggu. Rencana Operasi Mingguan mengandung rencana mengenai langkah – langkah operasional yang akan dilakukan untuk jangka waktu 1 Minggu yang akan datang dengan memperhatikan pengarahan2 yang tercakup didalam rencana bulanan dan mempertimbangkan perkiraan atas hal – hal yang bersifat tidak menentu dalam waktu 1 Minggu yang akan datang missal jumlah atau debit air yang akan diterima oleh PLTA pada musim hujan, serta beban untuk 168 Jam (1 Minggu) yang akan datang. Kondisi tekanan atau supply bahan bakar gas dari PGN atau PERTAMINA, BBM dari PERTAMINA, dlsb.
Rencana Operasi Mingguan berisi jadual operasi serta pembebanan unit – unit pembangkit untuk 168 jam yang akan datang atas dasar pertimbangan ekonomis (pembebanan yang optimum) dengan memperhatikan berbagai kendala operasional seperti beban minimum dan maksimum dari unit pembangkit serta masalah aliran daya, tegangan, dalam Jaringan.
e. Rencana Operasi Harian.
Rencana Operasi Harian merupakan koreksi dari Rencana Operasi Mingguan untuk disesuaikan dengan kondisi yang mutakhir dalam system tenaga listrik. Rencana Operasi Harian merupakan pedoman pelaksanaan Operasi Real Time.
2. PROCEDURE PENGUJIAN KEANDALAN UNIT PLTG.
Procedure Pengujian Keandalan Pada Unit PLTG tergantung dari Manual atau Instruction Manual Book dari pabrik pembuatnya. Dari tahun ke Tahun cara pengujian berdasar kepada kemajuan technologi dan pengetahuan para enginer sendiri maka untuk beberapa tahun yang lalu dengan yang sekarang tentualah akan berbeda. Untuk yang sekarang mungkin lebih banyak factor koreksi yang diikutkan dalam perhitungan performance. Berikut diberikan contoh pada Unit yang lama sekitar tahun 1975. Unit Alsthom dengan kapasitas 21 MW.
2.1.Siklus Ideal.
Siklus ideal dari turbine gas jenis ini adalah siklus Brayton dan termasuk system ga sederhana dengan siklus terbuka. Siklus tersebut dapat digambarkan pada diagram P-V dan h-s seperti dibawah ini.
Gbr.3 Siklus Ideal Turbine Gas.
1 - 2 proses kompresi isentropic di dalam kompresor.
2 - 3 proses pemasukan kalor pada tekanan constant di dalam ruang bakar.
3 - 4 proses ekspansi isentropic didalam turbine.
4 - 1 proses pembuangan kalor.
Efesiensi Siklus Brayton :