ABSTRAK
Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Analisis Proses Pembelajaran Matematika, Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik, (2) aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan (3) kesalahan anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal matematika.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan bulan September sampai Oktober 2014, dengan metode observasi dan wawancara pada guru dan siswa kelas VI di SLB Yapenas Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru kelas VI beserta siswanya yang berjumlah 3 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar pengamatan aktivitas guru selama berlangsungnya pembelajaran (2) lembar pengamatan aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama pembelajaran di kelas (3) pertanyaan wawancara dengan guru mengenai perencanaan dan evaluasi pembelajaran matematika (4) soal tes kesalahan dengan materi sesuai dengan yang sudah diajarkan (5) pertanyaan wawancara dengan siswa mengenai cara menyelesaikan soal tes yang diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik (SDLB-C) secara umum sudah cukup baik, misalnya: (a) guru memberikan pendampingan individual bagi setiap siswa (b) guru berusaha melibatkan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran (c) guru selalu menyajikan soal disertai dengan latihan. (2) Aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya pembelajaran secara umum baik, siswa sudah terlibat aktif dengan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berkomentar dan berusaha untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan guru. (3) Kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik saat mengerjakan soal matematika meliputi kesalahan perhitungan, kesalahan interpretasi bahasa dan kesalahan konsep.
Kata Kunci : Proses Pembelajaran Matematika, Anak Tunagrahita Mampu Didik,
ABSTRACT
Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Mathematics Learning Process Analysis, Learning Activities and Errors in Mathematics Problem Solving for Low Level Mental Retardation of Sixth Grade Students SLB Yapenas Yogyakarta the Batch of 2014/2015. Undergraduate Thesis of Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This study aims to know: (1) mathematics teaching process applied by teacher for low level mental retardation students, (2) low level mental retardation
students’ activities conducted during learning process, (3) low level mental retardation students’ errors in mathematics problem solving.
This is a descriptive-qualitative research conducted during the period of September to October 2014 using the method of observation and interview with the theachers and sixth grade students of SLB Yapneas Yogyakarta as the interviewees. The subjects of the research are teachers of sixth grade classes and 3 sixth grade students. This research made use of 5 instruments, namely: (1)
observation sheets of teacher’s activities during teaching-learning process, (2) observation sheets of low level retardation students’ classroom activities during teaching-learning process, (3) interview questions for teachers on mathematics
teaching’ instructional plan and evaluation, (4) error test based on taught
materials, (5) interview questions for students on given test problem solving. The research shows that: (1) Generally, the learning process teachers applied in mathematics teaching for low level retardation students (SDLB-C) is quite good, for example: (a) teachers gave personal guidance for each student (b) teachers tried to involve students in every learning step (c) teachers always delivered mathematics problems accompanied by the exercises. (2) Generally,
students’ learning activities during teaching-learning process are quite good that students actively involved in the activities marked by raising and answering questions, giving comments and effort to solve every problem teachers gave them to solve. (3) The errors that low level retardation students made in conducting mathematics problem solving including calculation error, language interpretation error, and conceptual error.
Key Words: Mathematics Learning Process, Low Level Retardation Students,
i
ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA, AKTIVITAS BELAJAR DAN KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA ANAK TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK KELAS VI SD
DI SLB YAPENAS YOGYAKARTA TAHUN AJARAN2014/2015
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Herina Mariana Purba NIM : 101414031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yesus dan Bunda-Nya yang kudus yang selalu setia mendampingiku
dalam suka duka hidup yang kualami,
Persaudaraan Suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE), semua keluarga, khususnya kedua orang tua, kakak yang selalu
v
MOTTO
Marilah kita memulai lagi karena sampai saat ini kita belum berbuat
apa-apa (St. Fransiskus Asisi).
Jangan bertanya berapa banyak yang telah kamu lakukan, tetapi
bertanyalah berapa besar cinta yang kamu letakkan diatas tindakan
viii
ABSTRAK
Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Analisis Proses Pembelajaran Matematika, Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik, (2) aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan (3) kesalahan anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal matematika.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan bulan September sampai Oktober 2014, dengan metode observasi dan wawancara pada guru dan siswa kelas VI di SLB Yapenas Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru kelas VI beserta siswanya yang berjumlah 3 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar pengamatan aktivitas guru selama berlangsungnya pembelajaran (2) lembar pengamatan aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama pembelajaran di kelas (3) pertanyaan wawancara dengan guru mengenai perencanaan dan evaluasi pembelajaran matematika (4) soal tes kesalahan dengan materi sesuai dengan yang sudah diajarkan (5) pertanyaan wawancara dengan siswa mengenai cara menyelesaikan soal tes yang diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik (SDLB-C) secara umum sudah cukup baik, misalnya: (a) guru memberikan pendampingan individual bagi setiap siswa (b) guru berusaha melibatkan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran (c) guru selalu menyajikan soal disertai dengan latihan. (2) Aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya pembelajaran secara umum baik, siswa sudah terlibat aktif dengan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berkomentar dan berusaha untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan guru. (3) Kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik saat mengerjakan soal matematika meliputi kesalahan perhitungan, kesalahan interpretasi bahasa dan kesalahan konsep.
Kata Kunci : Proses Pembelajaran Matematika, Anak Tunagrahita Mampu Didik,
ix
ABSTRACT
Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Mathematics Learning Process Analysis, Learning Activities and Errors in Mathematics Problem Solving for Low Level Mental Retardation of Sixth Grade Students SLB Yapenas Yogyakarta the Batch of 2014/2015. Undergraduate Thesis of Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This study aims to know: (1) mathematics teaching process applied by teacher for low level mental retardation students, (2) low level mental retardation
students’ activities conducted during learning process, (3) low level mental retardation students’ errors in mathematics problem solving.
This is a descriptive-qualitative research conducted during the period of September to October 2014 using the method of observation and interview with the theachers and sixth grade students of SLB Yapneas Yogyakarta as the interviewees. The subjects of the research are teachers of sixth grade classes and 3 sixth grade students. This research made use of 5 instruments, namely: (1)
observation sheets of teacher’s activities during teaching-learning process, (2) observation sheets of low level retardation students’ classroom activities during teaching-learning process, (3) interview questions for teachers on mathematics
teaching’ instructional plan and evaluation, (4) error test based on taught
materials, (5) interview questions for students on given test problem solving. The research shows that: (1) Generally, the learning process teachers applied in mathematics teaching for low level retardation students (SDLB-C) is quite good, for example: (a) teachers gave personal guidance for each student (b) teachers tried to involve students in every learning step (c) teachers always delivered mathematics problems accompanied by the exercises. (2) Generally,
students’ learning activities during teaching-learning process are quite good that students actively involved in the activities marked by raising and answering questions, giving comments and effort to solve every problem teachers gave them to solve. (3) The errors that low level retardation students made in conducting mathematics problem solving including calculation error, language interpretation error, and conceptual error.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Analisis Proses Pembelajaran Matematika,
Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015” ini disusun guna memenuhi sebagai persyaratan dalam menyelesaikan Studi Program Strata 1 (S1) Program Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk
perkembangan belajar dan meningkatkan prestasi siswa.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Matematika atas segala perhatian, motivasi, dukungan, dan bantuannya.
3. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
xi
4. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan, dukungan, dan arahan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Beni Utomo S.Si., M.Sc. dan Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo M.
Si selaku dosen penguji.
6. Seluruh dosen JPMIPA Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kebaikan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan.
7. Bapak Marjani, S.Pd. M.Pd, selaku kepala sekolah SLB Yapenas Yogyakarta yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di SLB Yapenas Yogyakarta.
8. Ibu Siti Andryani, S.Pd, selaku guru kelas VI anak tunagrahita mampu didik SLB Yapenas yang sudah memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis
dalam melakukan penelitian ini hingga selesai dengan baik.
9. Siswa tunagrahita mampu didik kelas VI SLB Yapenas Yogyakarta yang telah
bersedia bekerjasama selama penulis mengumpulkan data dan memberikan tes diagnosa kesalahan.
10.Seluruh staf sekretariat JPMIPA, staf perpustakaan dan karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses belajar selama ini. 11.Seluruh persaudaraan FSE, khususnya para saudari FSE komunitas Yohanes
Don Bosco Yogyakarta yang setia dan penuh cinta mendoakan, memberi semangat dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan sampai dengan
xii
12.Kedua orang tua, kakak dan abang yang selalu memberikan dukungan dan doa.
13.Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2010, secara khusus Sr. Dira, Astri, Venta, Yohan, Minni.
14.Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik langsung atau tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Segala saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PESEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Penjelasan Istilah ... 8
xiv
G. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Tunagrahita ... 13
B. Tunagrahita Mampu Didik ... 14
C. Karakteristik Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 15
D. Proses Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik 18
E. Teori Belajar Untuk Anak Tunagrahita... 27
F. Aktivitas Belajar... 30
G. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 32
H. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 34
I. Kesalahan ... 35
J. Diagnosa Kesalahan ... 42
K. Kerangka Berpikir ... 44
BAB III METODE PENELITIAN... 46
A. Jenis Penelitian ... 46
B. Subjek Dan Objek Penelitian ... 46
C. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 47
D. Bentuk Data ... 47
E. Metode Pengumpulan Data ... 48
F. Instrumen Penelitian... 51
xv
BAB IV DATA PENELITIAN, ANALISIS, DAN
PEMBAHASAN ... 57
A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 57
B. Gambaran Karakteristik Siswa Tunagrahita Mampu Didik di SLB Yapenas ... 58
C. Jadwal Observasi dan Pengumpulan Data ... 59
D. Deskripsi Pembelajaran ... 60
E. Analisis Data ... 96
F. Pembahasan ... 109
BAB V PENUTUP ... 119
A. Kesimpulan ... 119
B. Saran ... 121
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Perencanaan
Program Pembelajaran Matematika ... 52 Tabel 3.2: Kisi-Kisi Pedoman Observasi Proses
Pelaksanaan Pembelajaran Matematika ... 52 Tabel 3.3: Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Belajar ... 53 Tabel 3.4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Evaluasi
Pembelajaran Matematika ... 54 Tabel 3.5: Kisi-Kisi Soal Tes yang Akan Diujikan Kepada
Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 54 Tabel 3.6: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Kesalahan Anak Tunagrahita
Mampu Didik dalam Mengerjakan Soal Matematika ... 55 Tabel 4.1: Jadwal Pelaksanaan Observasi dan Pengambilan Data ... 60 Tabel 4.2: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Pertemuan I ... 74 Tabel 4.3: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Pertemuan II ... 76 Tabel 4.4: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Pertemuan III ... 78 Tabel 4.5: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Pertemuan IV ... 81 Tabel 4.6: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Pertemuan V ... 83 Tabel 4.7: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik
Pada Pertemuan I ... 85 Tabel 4.8: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik
Pada Pertemuan II ... 86 Tabel 4.9: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik
xvii
Mampu Didik Pada Pertemuan IV ... 89
Tabel 4.11: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik Pada Pertemuan V ... 90
Tabel 4.12: Skor yang Diperoleh Siswa Per Butir Soal ... 93
Tabel 4.13: Topik Data Pertemuan Pertemuan I – V ... 99
Tabel 4.14: Kategorisasi Data Pembelajaran Pertemuan I-V... 100
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Pedoman Wawancara Perencanaan Program Pembelajaran ... 124
Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ... 126
Pedoman Wawancara Evaluasi Pembelajaran ... 132
Transkrip Hasi Wawancara Perencaaan Pembelajaran ... 133
Transkrip Video Pelaksanaan Pembelajaran ... 137
Transkrip Hasil Wawancara Evaluasi Pembelajaran ... 162
Soal Tes Diagnosa Kesalahan ... 164
Hasil Pekerjaan Siswa ... 166
Surat Keterangan Penelitian ... 169
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan kegiatan yang telah berlangsung seumur dengan manusia. Artinya, sejak adanya manusia telah terjadi usaha-usaha pendidikan dalam rangka mengembangkan
kepribadiannya. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia untuk meningkatkan taraf hidupnya, khususnya untuk mendapatkan pekerjaan
dan kehidupan yang lebih layak seseorang harus memiliki keahlian/potensi. UU No. 20 pasal 1 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Lebih lanjut dalam UU No. 20 pasal 32 tahun 2003 bahwa “pendidikan
khusus (pendidikan luar biasa)” merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial. Ketetapan Undang-Undang tersebut mengungkapkan dengan jelas bahwa setiap anak memiliki hak yang sama
memiliki kebutuhan yang berbeda dari anak normal dan perlu diupayakan dalam pemenuhan kebutuhannya.
Menurut Munzayannah (2000 : 22) anak tunagrahita mampu didik adalah mereka yang masih mempunyai kemungkinan memperoleh pendidikan
dalam bidang membaca, menulis, dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus. Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu didik masih dapat mempelajari keterampilan-keterampilan yang sederhana.
Karakteristik fisik anak tunagrahita mampu didik tidak jauh berbeda dari anak normal, yang membuat berbeda adalah keterampilan motorik yang
dimiliki mereka lebih rendah. Karakteristik fisik ini menyebabkan kelainan yang dialami tidak terdeteksi sejak awal sebelum masuk sekolah (Astati, 2001). Karakteristik fisik ini berdampak pada kesulitan mereka di dalam
belajar. Kesulitan yang dialami anak tunagrahita mampu didik yakni memiliki keterbatasan dibidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, dan perhatian
serta ingatannya lemah. Kesulitan ini menyebabkan ketertinggalan dalam berbagai bidang dibandingkan dengan anak normal.
Pembelajaran yang diselenggarakan bagi anak tunagrahita mampu didik pada umumnya dan pembelajaran matematika pada khususnya difokuskan pada upaya supaya anak bisa menerima kondisinya, dapat melakukan
sosialisasi dengan baik, mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, dan memiliki keterampilan dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai variabel diantaranya adalah cara mengelola pembelajaran dengan
memperhatikan karakteristik anak. Terkait dengan hal ini, seorang guru memegang peranan utama dalam proses pembelajaran di kelas. Bagi guru
yang mengajar di SLB proses pembelajaran bukanlah perkara mudah, tetapi mungkin akan menyenangkan bagi orang yang berminat untuk mendalami permasalahan anak yang membutuhkan layanan khusus. Akan tetapi, bagi
mereka yang terpaksa terlibat dalam bidang ini, pastinya pengalaman ini menjadi hal yang memusingkan, selain memerlukan pendekatan yang khusus
juga memerlukan strategi khusus mengingat kondisi setiap anak berbeda-beda. Setiap pembelajaran di kelas bagi anak tunagrahita mampu didik idealnya bersifat individual, namun hal ini masih dianggap sulit karena kurang sesuai
dengan kondisi dan keberadaan setiap peserta didik. Kondisi ini disebabkan tugas guru sebagai perancang pembelajaran dihadapkan pada dua persoalan
yang berada diluar kontrolnya yakni: menyangkut materi yang telah ditetapkan dan terpola pada tujuan yang harus dicapai, serta sering dihadapkan dengan
dua anak tunagrahita dengan MA (Mental Age) yang sama tetapi keduanya memilliki masalah dan kebutuhan yang sangat berbeda khususnya dalam hal layanan pembelajaran.
Matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, walaupun tidak nyata hampir dalam seluruh kegiatan manusia menerapkan
penjumlahan dan pengurangan, sehingga pada saat sekolah anak lebih cepat memahaminya dalam bentuk yang abstrak. Akan tetapi, tidak demikian bagi
anak tunagrahita mampu didik, hal ini akan sulit dipahami dikarenakan anak mempunyai kelainan dari fungsi kecerdasannya, dan menyebabkan daya ingat
yang lemah dan kemampuan berpikirnya terbatas pada hal-hal yang bersifat konkret. Hal ini menyebabkan mereka sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika.
Kenyataan hidup sehari-hari, seringkali anak yang membutuhkan layanan khusus kurang mendapat perhatian yang membuat mereka tertinggal
dalam banyak hal khususnya dalam dunia pendidikan. Layanan pendidikan bagi mereka masih sedikit, artinya hanya disediakan di beberapa tempat, dan masih ada anak yang disembunyikan di rumah karena malu atau karena
layanan pendidikan yang tidak tersedia di tempat tersebut. Padahal kecacatan bukanlah penghalang untuk melakukan sesuatu, ada banyak orang yang
berhasil dan berpotensi walaupun mereka mengalami kecacatan.
Selain itu, hasil belajar bagi anak tunagrahita mampu didik juga dibawah
rata-rata, walaupun bukan mayoritas, hal ini juga tidak dapat dipandang sepenuhnya karena hambatan mental yang dimiliki siswa. Akan tetapi, bisa juga dari cara guru dalam menyampaikan materi pembelajaran yang kurang
tepat dengan karakteristik siswa. Masih banyak guru yang cenderung menyamakan cara pengajaran anak tunagrahita mampu didik dengan anak
dengan pemahaman konsep berhitung. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru juga harus dituntut keuletan dan kesabaran dalam
menyampaikan materi pada siswa.
Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran matematika bagi
anak tunagrahita mampu didik yang memerlukan layanan khusus dalam pembelajaran. Penulis tertarik untuk lebih mendalami pembelajaran matematika karena hakekat matematika yang abstrak, dan mereka sulit
mempelajarinya. Kesulitan dalam mempelajari matematika dapat berdampak negatif di sekolah, yang timbul karena ketidakmampuan anak
mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari. Selain itu, penulis ingin lebih banyak mengetahui pendampingan individual dalam pembelajaran matematika yang dapat menjadi bekal dalam mengajar.
Untuk mendidik anak tunagrahita mampu didik, guru harus mempersiapkan segala aspek yang menunjang proses belajar mengajar yang
disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual, kondisi dan juga kebutuhan peserta didik demi tercapainya tujuan pembelajaran. Proses
pembelajaran matematika di kelas memiliki pengaruh yang besar bagi siswa saat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu memodifikasi pembelajaran lebih sederhana
sehingga mudah dipahami anak tunagrahita mampu didik. Pembelajaran yang lebih sederhana akan membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang
Penelitian ini akan dilaksanakan di SLB Yapenas Yogyakarta. SLB Yapenas adalah salah satu sekolah luar biasa swasta yang menampung
anak-anak berkebutuhan khusus. Berdiri pada tahun 1983, sekolah yang memiliki luas sekitar 177 meter persegi menampung dan mendidik anak-anak
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan autis dengan jenjang pendidikan mulai TKLB sampai SMALB. Guru yang mengajar di sekolah ini sudah cukup memadai, masing- masing kelas ditangani oleh guru kelas, jadi tidak dengan
sistem guru bidang studi seperti pada sekola-sekolah pada umumnya.
Uraian latar belakang masalah diatas mendorong penulis untuk
mengadakan penelitian dengan judul: “Analisis Proses Pembelajaran
Matematika, Aktivitas Belajar, dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran2014/2015.”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang memiliki keterbatasan inteligensi, sehingga mereka kurang cakap dalam menerima pembelajaran matematika secara maksimal seperti anak normal,
2. kurang tepatnya guru menggunakan strategi dalam proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik menyebabkan kurangnya
3. matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami anak tunagrahita mampu didik karena keterbatasan inteligensi dalam konsep
matematika yang abstrak sehingga sering melakukan kesalahan ketika menyelesaikan soal matematika.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi
anak tunagrahita mampu didik di SLB Yapenas Yogyakarta?
2. Bagaimana aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama
berlangsungnya proses pembelajaran di SLB Yapenas Yogyakarta?
3. Apa sajakah kesalahan anak tunagrahita mampu didik SLB Yapenas Yogyakarta dalam mengerjakan soal matematika?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui:
1. bagaimana proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi
anak tunagrahita mampu didik di SLB Yapenas Yogyakarta,
2. bagaimana aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran di SLB Yapenas Yogyakarta,
E. Penjelasan Istilah
Definisi masalah judul penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas terhadap objek pilihan penelitian dan untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai judul penelitian ini, maka
diperlukan gambaran atau batasan–batasan sebagai berikut : 1. Proses Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Khususnya matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak nyata, dalam sektor kehidupan seperti di rumah, pekerjaan, dan di masyarakat akan selalu menggunakan
matematika. Untuk itu, bagi anak tunagrahita mampu didik perlu diberikan pembelajaran matematika untuk bekal mereka dalam melakukan kegiatan
berhitung dalam kehidupan sehari-hari. a. Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan program pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan analisis kurikulum dengan hasil asesmen untuk melihat kebutuhan belajar siswa.
b. Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran adalah tahap pelaksanaan program
strategi pembelajaran dan media lainnya yang menunjang kelancaran proses pembelajaran.
c. Evaluasi pembelajaran
Evaluasi adalah tahap mengukur kemajuan belajar siswa setiap hari
secara teratur dan secara periodik atau dengan kata lain merupakan sebuah kegiatan mereka ulang untuk mengetahui hal-hal penting baik kelebihan maupun kekurangan yang terjadi pada kegiatan
pembelajaran yang telah berlangsung. Hasil evaluasi belajar siswa menjadi pedoman bagi guru dalam merencanakan program
pembelajaran selanjutnya. 2. Anak tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki tingkat inteligensi dibawah
rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam saat perkembangan.
3. Anak Tunagrahita Mampu Didik
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan mental dengan tingkat kecerdasan antara 50-75. 4. Sekolah Luar Biasa (SLB)
SLB adalah sekolah yang khusus menyelenggarakan pendidikan untuk
anak berkebutuhan khusus dan penyelenggaraannya terpisah dari program pendidikan lainnya. SLB yang sekarang telah diselenggarakan yakni:
5. Kesalahan
Kesalahan adalah penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya
sistematis, konsisten, maupun insidental pada daerah tertentu, dengan kata lain kesalahan adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap jawaban yang
sebenarnya bersifat sistematis.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi Siswa:
Penelitian ini diharapkan:
a. dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk kehidupan yang lebih baik,
b. dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan yang lebih mandiri.
2. Bagi Sekolah dan Dunia Pendidikan: Penelitian ini diharapkan:
a. dapat memberi wawasan bagi guru dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa serta memotivasi mereka mengembangkan diri untuk kehidupan yang lebih baik,
b. dapat membantu memberikan informasi dalam membimbing dan menggali kecerdasan yang dimiliki siswa untuk lebih meningkatkan
3. Bagi Peneliti:
Penelitian ini diharapkan:
a. untuk memberikan gambaran secara luas tentang proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik,
b. menjadi masukan dan pengetahuan sekaligus kesadaran bagi peneliti sebagai calon guru agar berusaha membuat pembelajaran yang menyenangkan, dan mampu menyusun langkah-langkah pembelajaran
sedemikian rupa untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan,
c. membantu mengembangkan proses pembelajaran matematika yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah umum (bagi anak normal).
G. Sistematika Penulisan
Bab I pendahuluan memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II landasan teori memaparkan tentang tunagrahita, tunagrahita mampu didik, karakteristik tunagrahita mampu didik, proses pembelajaran
matematika bagi tunagrahita mampu didik, teori belajar tunagrahita, pendekatan pembelajaran bagi tunagrahita mampu didik, dasar-dasar
Bab III metode penelitian menguraikan jenis penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, bentuk data, metode pengumpulan
data, instrumen penelitian, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
Bab IV pembahasan menguraikan tentang pembahasan hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti.
Bab V penutup berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tunagrahita
Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD), yang dikutip dari (http://www.anakciremai.com, diakses tanggal 12 oktober 2014 pukul 21.00), mengungkapkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang
secara umum memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu berdampak pula pada kekurangan dalam hal
perilaku adaptifnya, dimana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai usia delapan belas tahun.
Mohammad Efendi (2006:88) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita
adalah anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial, dan fisik atau
dengan kata lain menunjuk pada seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal. Seringkali terjadi salah penafsiran di masyarakat bahwa
kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap sebagai suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan khusus, anak diharapkan normal kembali.
Pada dasarnya, anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal menunjukkan kecenderungan yang rendah pula pada fungsi
Akibatnya, jika anak tunagrahita dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan proses pemanggilan kembali pengalaman yang sudah lalu
seringkali mengalami kesulitan. Mohammad Efendi (2006:90) mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan pada penilaian program
pendidikan menjadi:
1. Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak yang tidak mampu mengikuti pembelajaran di sekolah biasa.
2.
Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak yang tidak mampumempelajari pelajaran akademik, perkembangan bahasa terbatas, berkomunikasi dengan beberapa kata, mampu menulis nama sendiri, nama
orang tua adan alamat, mengenal angka tanpa pengertian, dapat dilatih bersosialisasi, mampu mengenali bahaya, tingkat kescerdasan setara anak
usia 6 tahun.
3. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak memiliki tingkat kecerdasan yang sangat rendah sehingga membutuhkan perawatan
sepenuhnya sepanjang hidup.
B. Tunagrahita Mampu Didik
Anak tunagrahita mampu didik merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan mental dengan tingkat kecerdasan antara 50-75. Jadi,
seorang anak tunagrahita mampu didik tidak mampu mengikuti pembelajaran di sekolah biasa, tetapi masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
Mohammad Efendi (2006) mengungkapkan bahwa kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik yakni, membaca,
menulis, mengeja, berhitung, penyesuaian diri, sikap mandiri, keterampilan sederhana untuk keperluan kerja di kemudian hari.
Anak tunagrahita mampu didik banyak mengalami kesulitan karena perkembangan fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang rendah. Hal ini disebabkan adanya selisih yang signifikan antara umur mental (MA) dengan
umur kalender (CA). Semakin dewasa anak tunagrahita, semakin lebar selisih yang terjadi. Sebagai contoh: anak tunagrahita yang sudah berusia 18 tahun
tetapi menunjukkan tingkah laku anak usia 8 tahun (Endang & Zaenal, 2005). Masalah-masalah yang dihadapi secara umum seperti, masalah belajar yang berkaitan langsung dengan kecerdasan yang sekurang-kurangnya
membutuhkan kemampuan memahami, mengingat dan mencari hubungan sebab-akibat (Jamila, 2008).
C. Karaktersitik Anak Tunagrahita Mampu Didik
Menurut AAMR (Astati, 2001) dan dalam buku (Mumpuniarti, 2007) mengungkapkan bahwa karakteristik anak tunagrahita mampu didik adalah sebagai berikut:
1. IQ antara 50/55 – 70/75
Anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari anak
pelajaran di sekolah yang membutuhkan kemampuan motorik. Pencapaian akademik bagi anak tunagrahita akan lebih lambat dibanding anak normal.
2. Umur mental yang dimiliki setara dengan anak normal usia 12 tahun Perkembangan umur mental anak tunagrahita mampu didik tidak sejalan
dengan bertambahnya CA (Chronological Age) yang menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan 2 atau 5 tingkatan di bidang tertentu dari anak normal yang usianya sebaya. Semakin bertambah usia anak
tunagrahita mampu didik ketertinggalan dengan usia sebayanya juga semakin jauh karena perkembangan kognitif hanya sebatas tahap
operasional konkret.
3. Kurang mampu berpikir abstrak dan sangat terikat dengan lingkungan Perkembangan kognitif anak tunagrahita mampu didik yang hanya sampai
pada tahap operasional konkret membuat mereka kesulitan untuk berpikir abstrak dan hal ini berimplikasi pada aspek kemampuan berpikir
menyangkut perhatian, ingatan, dan kemampuan generalisasi. 4. Kurang dapat mengendalikan perasaan
Mohammad Efendi (2006: 96) mengatakan bahwa kelemahan kecerdasan anak tunagrahita mampu didik selain berakibat pada kelemahan fungsi kognitif juga berakibat pada sikap dan keterampilan lain. Hal-hal yang
dianggap wajar terjadi oleh anak normal menjadi sesuatu yang mengherankan bagi anak tunagrahita. Kelakuan anak tunagrahita sering
tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada, sehingga tidak jarang mereka ditolak lingkungan.
5. Dapat mengingat beberapa istilah, tetapi kurang memahaminya
Masalah ini berkaitan dengan kelemahan ingatan jangka pendek,
kelemahan dalam bernalar, dan kelemahan mengembangkan ide. Kerapkali anak tunagrahita mampu didik mempelajari sesuatu dengan cara coba-coba dan tidak mampu menemukan kaidah dalam belajar tetapi lebih mudah
melihat sesuatu secara terpisah-pisah. Jadi, melihat unsur nampak lebih dominan dan berakibat pada kesulitan dalam memahami hubungan
sebab-akibat.
6. Dengan pendidikan yang baik seorang anak tunagrahita mampu didik dapat bekerja dalam lapangan pekerjaan yang sederhana.
Layanan dunia kerja bagi anak tunagrahita mampu didik merupakan salah satu program lembaga khusus hambatan mental yang menekankan
peralihan masa sekolah menuju masyarakat termasuk lapangan pekerjaan. Layanan program ini berada di tingkat kelas lanjutan atas yang merupakan
kolaborasi antara guru SLB dengan konselor rehabilitasi pekerjaan. Menurut Drew, Logan & Hardman (1984) dalam Mumpuniarti (2007:29) dasar program kemampuan vocational yaitu work-study untuk
mengusahakan siswa mengintegrasikan pengalaman di ruang kelas dan pengalaman kerja. Program ini diperluas sekolah dengan menyediakan
D. Proses Pembelajaran Matematika Bagi Tunagrahita Mampu Didik
Dimyati & Mudjiono (2002) dalam Mumpuniarti (2007:35)
mengatakan bahwa pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik idealnya bersifat individual, sehingga seorang guru harus menyusun
strategi pembelajaran sesuai kebutuhan dan karakteristik setiap peserta didik supaya kegiatan pembelajaran tidak membosankan dan kehilangan sasaran akhir yang hendak dicapai.
Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun penggunaan matematika tidak terlalu nyata, tetapi dalam kehidupan
sehari-hari kita selalu melibatkan konsep dan keterampilan matematika misalnya, dalam penggunaan uang atas dasar konsep dan keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pembelajaran matematika
perlu diberikan bagi tunagrahita mampu didik yang dimodifikasi kearah konkret dan fungsional. Menurut Polloway & Patton (1993) dalam
Mumpuniarti (2007:117) tujuan pembelajaran matematika difokuskan pada penguasaan keterampilan berhitung dan penghafalan berdasarkan fakta-fakta
dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa mampu menggunakannya untuk perhitungan, dan pemecahan masalah dalam kehidupan.
Penggunaan perhitungan untuk pemecahan masalah dalam kehidupan berimplikasi dengan bidang-bidang matematika yang sangat luas. Bidang
keterampilan dasar yang dimasukkan dalam kurikulum matematika yaitu pemecahan masalah, penggunaan matematika dalam hidup sehari-hari,
kesiapsiagaan untuk rasionalitas hasil-hasilnya, dugaan atau perkiraan, keterampilan menghitung yang tepat, geometri dan pengukuran, membaca
simbol dan menginterpretasikan, mengkonstruksi tabel, bagan dan grafik, penggunaan matematika untuk produksi, dan keterbacaan komputer. Pada umumnya, bagi anak didik memerlukan kesepuluh bidang ini, khusus untuk
anak tuna grahita mampu didik diutamakan keterampilan berhitung untuk pemecahan masalah dalam hidup sehari-hari (Mumpuniarti, 2007).
Mumpuniarti (2007: 118) mengatakan bahwa keterampilan berhitung yang diutamakan bagi anak tuna grahita mampu didik adalah bagian matematika yang dasar. Penggunaan bidang pemecahan masalah terutama
dalam hidup sehari-hari, misalnya: anak diajarkan untuk menaksir porsi makanan yang dibutuhkan dan waktu untuk makan, waktu untuk belajar,
beribadah, dan istirahat. Kegiatan tersebut membutuhkan pembagian waktu dan volume. Saat pembagian dan penentuan diperlukan pemecahan masalah
dengan menaksirnya. Makan diperlukan ukuran/takaran gelas dan piring, waktu memerlukan rentangan jam dan menit, serta disesuaikan dengan berputarnya matahari. Matematika ini dibelajarkan bagi anak tunagrahita
mampu didik untuk menopang mereka dalam menjalani hidup sehari-hari yang sering sulit mereka pahami
1. Perencanaan Program Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran merupakan implementasi dari pengembangan
kurikulum atau rancangan pembelajaran yang dibuat guru bagi anak tunagrahita mampu didik. Perencanaan pembelajaran ini mengandung
empat komponen esensial, yaitu: a. Prinsip/ Asumsi Dasar
Pembelajaran disiapkan secara cermat dan sistematis untuk membantu
perkembangan peserta didik secara optimal. Perencanaan ini dikembangkan dengan pertimbangan aspek teori belajar, karakteristik
anak, pembelajaran diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual, pemanfaatan berbagai sumber dan alat bantu belajar.
b. Komponen-komponen Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran mengikuti pendekatan sistem artinya komponen saling terkait. Setiap komponen dapat dikembangkan
menjadi subkomponen sehingga perencanaan pembelajaran sering bervariasi. Rambu-rambu pengembangan komponen perencanaan
pembelajaran ini dapat diuraikan sebagi berikut: 1) Tujuan
Tujuan pembelajaran yang dikembangkan adalah tujuan khusus.
Tujuan ini disusun berdasarkan analisis mampu tidaknya siswa dalam mencapai tujuan yang dirancang. Rambu-rambu yang perlu
mencapainya, tujuan yang diutamakan adalah kemampuan yang praktis dan fungsional, tujuan sesuai dengan usia kronologis siswa,
dan tujuan dirumuskan dengan kata-kata operasional (penggambaran perilaku yang diinginkan dengan berbagai
kondisinya). 2) Materi
Pokok materi yang diajarkan dapat diambil dari Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP). Pedoman untuk mengembangkan materi yakni materi yang disajikan harus mendukung ketercapaian
tujuan khusus yang telah ditetapkan, materi harus berada dalam batas-batas kemampuan siswa, materi bermanfaat bagi kehidupan siswa, dan materi disusun dari yang mudah ke yang sukar, yang
sederhana menjadi kompleks, dan dari yang konkret menjadi abstrak.
3) Metode
Pengembangan dan pemilihan metode pembelajaran harus sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai, kemampuan dan karaktersitik siswa serta usia kronologisnya.
4) Penilaian
Penilaian bagi anak tunagrahita dirancang untuk menilai ketercapaian tujuan pembelajaran. Penilaian ini dilakukan
dengan kemampuan yang hendak dinilai, misalnya: kemampuan melakukan sesuatu diukur dengan tes perbuatan, kemampuan
belajar dinilai dari hasil pembelajaran secara langsung dan hasil pembelajaran yang akan terbentuk dalam jangka panjang.
c. Rencana Pendidikan Individual
Rencana pendidikan individual (RPI) disusun bagi anak berkelainan khususnya anak tunagrahita karena setiap siswa mempunyai kebutuhan
pendidikan yang berbeda secara individual. Pengembangan pengajaran individual bagi anak tunagrahita mampu didik dirancang berdasarkan
hasil asesmen setiap anak. Secara garis besar RPI meliputi: gambaran tingkat kemampuan anak, tujuan umum dan khusus, rincian layanan pendidikan khusus, tanggal dimulainya program termasuk waktu
selesai dan evaluasi, serta kriteria menentukan ketercapaian setiap tujuan.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pada pelaksanaan pembelajaran guru melakukan beberapa pendekatan
sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun. Seorang guru diharapkan mampu menggunakan sumber daya secara tepat dalam proses belajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu
meminimalisasi gangguan belajar yang tidak diharapkan. Menurut Polloway & Patton (1993) dalam Mumpuniarti (2007: 46) bahwa
sehat, strukturisasi yang seimbang, dan lingkungan belajar berpusat pada siswa atau siswa melakukan perubahan yang diharapkan. Mumpuniarti
(2007: 46) mengatakan bahwa pelaksananaan pembelajaran menjadi efektif dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut:
a. Pengkondisian Sebelum Mengajar
Pengkondisian sebelum mengajar dilakukan guru supaya proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan nyaman.
Pengkondisian ini terkait dengan tempat, tata ruang, tempat penyimpanan alat-alat belajar, sirkulasi udara, pengaturan tempat
duduk siswa memungkinkan guru mencegah perilaku menyimpang yang dilakukan siswa. Selanjutnya adalah menentukan hubungan personal siswa dengan orang tua, guru, dan teman sebaya dapat
mempengaruhi dinamika proses pembelajaran. Selain itu, guru juga perlu mengatur komponen terkait dengan proses pembelajaran yang
meliputi prosedur mengajar, pengelompokan kegiatan, cara perekaman peristiwa belajar, mengelola tingkah laku siswa dan mengelola waktu
serta persiapan materi yang akan diajarkan agar sesuai dengan perencanaan program pembelajaran yang telah disepakati.
b. Pengkondisian saat Berlangsungnya Proses Mengajar
Pengkondisian yang dimaksud adalah guru melakukan berbagai tindakan untuk mendorong siswa aktif berproses dalam setiap tahapan
dimaksudkan agar siswa memperoleh kecakapan, dengan tahapan sebagai berikut:
1) Tahap perolehan
Pada tahap ini guru memberikan pengajaran secara langsung,
dilanjutkan dengan praktik dan contoh. Tujuan pengajaran adalah ketepatan respon dalam proses memperoleh sesuatu yang belum diketahui.
2) Tahap ulangan
Pada saat ini siswa kadang-kadang merespon secara benar yang
menunjukkan pengetahuan telah terbentuk secara benar, tetapi kadang juga merespon secara tidak benar. Pada tahap ini guru memperkuat respon yang benar dengan proses pengulangan untuk
masuk level perolehan pengetahuan dengan benar. 3) Tahap kecakapan
Pada tahap ini siswa telah merespon pengetahuan yang diberikan dengan benar tetapi masih kurang lancar. Seorang guru diharapkan
mampu membentuk keterampilan dengan baik sehingga dapat digunakan untuk pembentukan pengetahuan lainnya dan tidak terganggu oleh keterampilan siswa yang masih lambat.
4) Tahap mempertahankan
Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mempertahankan
periodik melakukan evaluasi daya ingat dan melakukan pembelajaran ulang apabila diperlukan untuk memelihara
keterampilan yang telah dimiliki. 5) Tahap perluasan
Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengalihkan keterampilan pada situasi yang baru. Guru menyediakan pengejaran secara langsung dengan cara yang berbeda apabila siswa gagal
mengeneralisasikannya. Tujuannya adalah menerampilkan siswa dengan berbagai situasi , tingkah laku, dan waktu.
6) Tahap penyesuaian
Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengaplikasikan keterampilan dalam situasi yang baru untuk memperluas
pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
Tahapan-tahapan diatas mendorong siswa dalam belajar dan menjadi
pembelajar mandiri yang ditunjukkan lewat kemampuan memantau tingkah lakunya sendiri dalam penggunaan jam belajar yang telah
ditentukan secara mandiri. c. Tindak Lanjut Sesudah Mengajar
Tindak lanjut pembelajaran dilakukan untuk kesinambungan hasil
belajar yang telah dicapai. Tindak lanjut yang dilakukan meliputi pengelolaan data hasil belajar, komunikasi dengan orang tua, dan pihak
kesulitan menentukan kelanjutan pembelajaran bagi siswa tertentu, evaluasi, keperluan pengelompokan siswa sesuai dengan karakteristik
tertentu. Selanjutnya, hasil dari pembelajaran dikomunikasikan kepada orang tua agar menindaklanjuti pembelajarannya di rumah.
3. Evaluasi Pembelajaran
Proses evaluasi diawali dengan melakukan asesmen matematika terlebih dahulu yang merupakan suatu proses mengenal tahapan materi
yang sudah dicapai oleh siswa dan penentuan tahapan materi berikutnya dengan mengumpulkan informasi tentang kondisi dan kemampuan level
seseorang dalam jenjang materi matematika yang perlu dipelajari pada pembelajaran selanjutnya. Asesmen ini bisa dilakukan dengan cara wawancara untuk mendapatkan keterangan sebagai dasar untuk
menentukan materi matematika yang akan diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya dan tes yang dibuat guru untuk menentukan tingkat
pemahaman siswa termasuk kelemahan dan kelebihan siswa dalam bidang tertentu (Mumpuniarti, 2007:119).
Evaluasi dirancang untuk melihat tingkat ketercapaian tujuan dan keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Lewat evaluasi ini membantu seorang guru untuk mengukur kualitas perilaku yang harus
ditampilkan siswa tunagrahita mampu didik. Evaluasi pembelajaran dilakukan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Guru membuat
Pada saat observasi guru harus dapat merekam kesulitan anak, tindakan yang akan dilakukan untuk membantu kesulitan tersebut, bagaimana
motivasi belajar saat itu, hambatan yang muncul saat berlangsungnya proses pembelajaran, dan suasana kelas saat pembelajaran. Semua hal
diatas merupakan bentuk evaluasi sekaligus asesmen untuk menentukan pembelajaran selanjutnya. Untuk memudahkan observasi pencapaian belajar siswa guru menyediakan format evaluasi (Endang Rochyadi, 2005:
234)
E. Teori Belajar untuk Anak Tunagrahita
Menurut Mumpuniarti ada beberapa teori belajar yang cocok bagi anak tunagrahita, yaitu:
1. Teori Belajar Skinner
Menurut Skinner belajar adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati dalam kondisi yang dikontrol dengan baik. Teori yang diperkenalkan Skinner yakni teori Operant Skinner. Dalam teori ini,
Skinner menyebutkan bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus yang ditanggapi dengan tingkah laku atau respon. Aplikasi praktis teori Skinner dalam pembelajaran yaitu peranan utama guru yakni
menciptakan kondisi dimana hanya perilaku yang diinginkan saja diberi penguatan (Mumpuniarti, 2007:40).
a. Tujuan yang disusun secara bertahap dari yang sederhana ke kompleks dan jelas tingkah laku yang akan dicapai siswa.
b. Memberi dukungan kepada setiap individu sesuai dengan kesanggupannya.
c. Melakukan penilaian untuk melihat dan menetapkan tingkat kemajuan yang telah dicapai.
d. Prosedur pembelajaran dimodifikasi atas dasar evaluasi dan tingkat
ketercapaian siswa.
e. Prinsip belajar tuntas digunakan dengan harapan penguasaan belajar
siswa dapat sesuai dengan yang direncanakan. f. Program remedial
g. Peranan guru diarahkan sebagai pembentuk tingkah laku siswa.
2. Teori Belajar Gagne
Pembelajaran berdasarkan teori Gagne yakni dengan mengkondisikan
anak didik berinteraksi dengan stimulus, selanjutnya dibimbing oleh guru untuk berbuat apa saja yang bisa mengembangkan keterampilan anak
didik. Kondisi ini diciptakan guru melalui rancangan pembelajaran yang disesuaikan dengan fase belajar yakni, persiapan belajar, pelaksanaan dan alih belajar. Dalam proses pembelajaran hal ini tidaklah murni selalu
3. Teori Belajar Piaget
Teori belajar Piaget memfokuskan pada pengetahuan yang dibentuk
lewat interaksi terus-menerus dengan lingkungannya oleh seorang individu. Kegiatan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar Piaget
mementingkan keterlibatan anak didik secara aktif selama berlangsungnya proses pembelajaran. Perkembangan kognitif yang dikembangkan lewat interaksi dengan lingkungan meliputi pengetahuan fisik, logika-matematik,
dan sosial. Langkah pembelajaran menurut Piaget dalam buku Mumpuniarti(2007:42), yakni:
a. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak didik.
b. Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas sesuai dengan topik yang telah ditentukan.
c. Guru mengemukakan proses pemecahan masalah dengan pertanyaan untuk mengundang pertanyaan spontan dari anak didik.
d. Memperhatikan keberhasilan dari proses pembelajaran dengan cara melakukan penilaian.
4. Teori Belajar Rogers
Teori belajar yang dikemukaan oleh Rogers fokus pada pengembangan diri dengan kesadaran yang dimiliki oleh individu. Pembelajaran menurut
Rogers adalah sepenuhnya bergantung pada inisiatif sendiri. Untuk itu, seorang guru perlu memperhatikan anak didiknya agar mampu
Maka seorang guru diharapkan mampu menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa yang memungkinkan anak didiknya dapat belajar dengan
baik (Mumpuniarti, 2007:45).
F. Aktivitas Belajar
Kehidupan manusia tidak lepas dari aktivitas belajar, baik aktivitas yang dilakukan sendiri maupun aktivitas dalam kelompok. Disadari atau tidak
disadari, sesungguhnya sebagian besar kegiatan manusia merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar tidak dibatasi oleh
usia, tempat maupun waktu karena suatu perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar tidak pernah berhenti (Aunrrahman, 2011).
Belajar merupakan kegiatan penting dalam hidup manusia, termasuk
bagaimana seharusnya belajar. Dalam pembelajaran di sekolah kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan
terlebih dahulu oleh guru. Meskipun belajar, mengajar, dan pembelajaran menunjuk pada aktivitas yang berbeda namun pengaruh aktivitas
pembelajaran dalam belajar hasilnya biasanya lebih baik dan dapat diamati. Demikian juga mengajar diartikan sebagi suatu aktivitas untuk menciptakan suatu kondisi yang mampu mendorong siswa untuk belajar. Sebenarnya
Menurut Wragg (1994) (dalam Aunurrahman, 2011) menemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar yang disimpulkan dari sejumlah
pandangan dan definisi belajar yaitu:
1. Belajar menunjukkan suatu aktivitas dalam diri seseorang baik disadari
atau disengaja.
2. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. 3. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.
Aunurrahman (2011) memaparkan lebih lanjut bahwa aktivitas belajar siswa dapat dilihat dari keaktifan siswa saat belajar ditandai dengan
keterlibatan siswa secara optimal dalam pembelajaran misalnya:
1. Aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya, dalam proses pembelajaran siswa tidak hanya sebagai pendengar yang baik tetapi memperhatikan
penjelasan dari guru, mencatat, mengerjakan tugasnya dengan baik.
2. Terlibat dalam pemecahan masalah saat berlangsungnya proses
pembelajaran, misalnya siswa ikut aktif dalam menyelesaikan masalah/ soal yang sedang dibahas dalam kelas.
3. Berani bertanya jika kurang/tidak memahami persoalan yang dihadapinya baik kepada guru maupun kepada siswa yang lain.
4. Berusaha mencari informasi dengan membaca buku yang bisa
digunakannya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya
5. Aktif dalam diskusi kelompok dal mampu bekerjasama dalam kelompok
6. Menilai kemampuan dan hasil yang diperolehnya dalam belajar dengan mencoba menyelesaikan soal setelah guru menerangkan materi.
7. Mampu menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya dengan mengerjakan LKS.
Aktivitas belajar ini didukung dengan teori belajar yang telah dipaparkan sebelumnya secara tidak langsung mengatakan bahwa aktivitas belajar harus terjadi dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sudah direncanakan sebelumnya. Hal ini sangat tergantung dari bagaimana guru mewujudkan terjadinya aktivitas belajar saat
berlangsungnya pembelajaran.
G. Pendekatan Pembelajaran Bagi Tunagrahita Mampu Didik
Dalam pendekatan pembelajaran bagi tunagrahita mampu didik diperlukan berbagai pertimbangan atas dasar karakteristik masing-masing
anak, sifat-sifat program pembelajaran yang diberikan, keefektifan program pembelajaran, dan prinsip khusus yang fungsional (Mumpuniarti, 2007:53).
Adapun prinsip khusus yang dimaksud yakni: 1. Prinsip Pendidikan Berbasis Individu
Menurut Sunardi (2005) prinsip pendidikan berbasis individu meliputi
langkah-langkah: deskripsi kondisi setiap anak sesuai hasil asesmen, tujuan jangka panjang dan jangka pendek, gambaran layanan yang
menyusun program hendaknya direncanakan bersama orang tua atas dasar kebutuhan yang dirasakan orang tua sebagai problem sehingga prinsip
dapat terwujud.
2. Analisis Penerapan Tingkah Laku
Setiap tema kegiatan harus diurai menjadi langkah-langkah, sehingga diperlukan target bimbingan yang diurai menjadi beberapa tahapan. Jika ada target yang tidak tercapai oleh anak dalam waktu yang telah
ditentukan maka perlu dianalisis kembali untuk menjadi tahapan yang lebih rinci/pendek.
3. Relevan dengan Hidup Sehari-hari
Menurut pernyataan Hawkins & Hawkins (Snell, 1983: 78) bahwa sekolah bertanggung jawab untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan
siswa untuk optimalisasi kemandirian mereka. Perbedaan budaya dan kondisi keluarga seringkali menyebabkan suatu keterampilan relevan bagi
anak yang satu tetapi belum tentu relevan dengan anak yang lainnya. Jadi, orangtua perlu dilibatkan dalam menyusun program kegiatan yang sesuai
dengan kondisi dan kebiasaan dalam keluarga.
4. Menjalin Interaksi secara Terus-menerus dengan Keluarga
Interaksi dengan keluarga/orangtua/pengasuh perlu dilakukan khususnya
untuk menyampaikan ketercapaian siswa secara konkrit, misalnya: mampu memegang pensil dengan benar, mampu membuat garis lurus. Untuk
5. Prinsip Decelerating Behavior/ Prinsip Memperlambat Perilaku
Menurut Suheri (2005), prinsip ini dimaksudkan untuk mengurangi
perilaku yang tidak dikehendaki. Adapun cara yang digunakan yakni dengan menjauhkan situasi pembangkit, menghukum, pembiasan tingkah
laku kebalikannya, dan memberikan sambutan.
6. Prinsip Accelerating Behavior/ Prinsip Mempercepat Perilaku
Prinsip ini digunakan untuk membangun kebiasaan dan kemampuan.
Khususnya untuk membangun kemampuan yang kompleks diperlukan analisis tugas untuk melihat letak kesulitan dalam rangka intervensi (upaya
mengubah perilaku).
H. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika Bagi Tunagrahita Mampu Didik
Pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik menurut Wehman & Laughlin (dalam Mumpuniarti, 2007) meliputi:
1. Menghitung yakni berhubungan dengan kuantitas dan keanekaragaman pengoperasian.
2. Pembelajaran bilangan yakni belajar memberi label untuk menandakan susunan elemen-elemen seperti untuk angka kardinal (satu, dua, tiga buku), angka ordinal (kesatu, kedua, ketiga).
3. Pengangkaan adalah proses mengekspresikan bilangan terkait dengan besarannya dengan simbol/ angka seperti: kata bilangan, angka romawi,
4. Hubungan melibatkan tentang suatu susunan. Keterampilan ini termasuk konsep sama dan ketaksamaan, penempatan (di tengah, di belakang, di
muka). Pembelajaran ini dapat diberikan dengan bantuan benda konkrit. 5. Pengukuran, termasuk penggunaan bilangan untuk mendeskripsikan objek
dan hubungan tentang waktu, uang , berat, dll.
6. Pengoperasian bilangan, berkaitan dengan keterampilan berhitung termasuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
7. Pengoperasian bilangan rasional, termasuk perluasan dari keterampilan pengoperasian dengan pecahan.
8. Pemecahan masalah, berkaitan dengan keterampilan menggunakan proses berhitung untuk menjelaskan hal yang belum diketahui berhubungan dengan hidup sehari-hari.
Kedelapan bidang hitungan ini diberikan kepada anak tunagrahita dengan mempertimbangkan taraf perkembangan kemampuan yang telah mereka
capai (Mumpuniarti, 2007:121).
I. Kesalahan
Kesalahan adalah penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten, maupun insidental pada daerah tertentu, dengan
kata lain kesalahan adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap jawaban yang sebenarnya bersifat sistematis (Abdurahman, 2009: 262). Banyak siswa yang
Kesulitan ini menyebabkan siswa cenderung menghafal rumus daripada memahami konsep-konsep dalam matematika (Marpaung, 1999). Rendahnya
pemahaman pelajaran matematika dapat dilihat dari rendahnya hasil yang dicapai siswa jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Salah satu cara untuk mengetahui kesulitan tersebut yakni dengan menganalisis kesalahan yang terjadi saat siswa menyelesaikan soal-soal
matematika. Dengan mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa membantu seorang guru untuk memberi bantuan bagi siswa yang bersangkutan. Jenis
kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang dibuat oleh anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal-soal matematika. Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis kesalahan menurut berbagai sumber, yaitu:
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesalahan adalah perihal salah, kekeliruan, kealpaan, sehingga jika kesalahan itu dihubungkan dengan
objek dasar matematika menurut Soedjadi (2000: 13), kesalahan yang dimaksud yaitu:
a. Kesalahan fakta adalah kekeliruan dalam menuliskan simbol-simbol matematika. Contoh: kesalahan dalam mengubah permasalahan kedalam bentuk model matematika, kesalahan dalam
menginterpretasikan hasil yang didapatkan dan kesalahan dalam menuliskan simbol-simbol matematika.
matematika dapat berupa definisi. Contoh: kesalahan dalam menggolongkan suatu relasi, apakah merupakan suatu fungsi atau
tidak.
c. Kesalahan operasi adalah kekeliruan dalam berhitung, pengerjaan
aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain. Contoh: kesalahan dalam menjumlahkan, mengurangkan, dan kesalahan dalam operasi matematika lainnya.
d. Kesalahan prinsip adalah kekeliruan dalam mengaitkan beberapa fakta atau beberapa konsep. Contoh: kesalahan dalam menggunakan rumus
ataupun teorema serta kesalahan dalam menggunakan prinsip-prinsip sebelumnya.
2. Menurut Lerner (dalam Abdurahman, 2009: 262) berbagai kesalahan yang
umum dilakukan siswa berkesulitan belajar dalam mengerjakan soal matematika yaitu:
a. Kekurangpahaman tentang simbol
Umumnya siswa tidak terlalu melakukan kesalahan jika kepada
mereka disajikan soal seperti 4 + 3 = …, atau 8 –5 = …, tetapi banyak
melakukan kesalahan ketika dihadapkan pada soal seperti 4 + … = 7,
… - 4 = 7. Hal ini terjadi karena anak tidak memahami simbol-simbol
sama dengan (=), tidak sama dengan (≠), tambah (+), kurang (-), lebih
besar (>), dan sebagainya. Untuk dapat menyelesaikan soal-soal
b. Nilai tempat
Kurangnya pemahaman siswa tentang nilai tempat semakin membuat
mereka kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika apalagi jika dihadapkan pada lambang bilangan basis buka sepuluh. Oleh karena
itu, siswa tidak cukup diajak memahami tentang nilai tempat tetapi juga harus diberi latihan yang cukup.
c. Penggunaan proses yang keliru
Kekeliruan yang sering dilakukan siswa dalam proses perhitungan dapat dilihat pada contoh di bawah ini:
1) Mempertukarkan simbol-simbol 6 17
3 x 2 _ 9 19
2) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan tanpa memperhatikan nilai tempat
83 66
67 + 29 +
1410 815
3) Semua digit ditambahkan bersama dan tidak memperhatikan nilai tempat
67 58
31 + 12 +
17 16
Anak menghitung : 6 + 7 + 3 + 1 = 17 5 + 8 + 1 + 2 = 16
4) Digit ditambahkan dari kiri ke kanan tanpa memperhatikan nilai
21 37
476 753
851 + 693 +
148 1113
5) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan satuan
68 73
8 + 9 +
166 172
6) Bilangan besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat
627 761
486 _ 489 _
261 328
7) Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap
532 423
147 _ 366 _
495 167
d. Perhitungan
Siswa yang tidak memahami konsep perkalian tetapi hanya mencoba menghafal perkalian tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan
jika hafalannya salah. Jika siswa sudah memahami konsep perkalian maka daftar perkalian dapat membantu mereka untuk memperbaiki
kekeliruannya.
e. Tulisan yang tidak dapat dibaca
Ada siswa yang tidak memahami tulisannya sendiri karena bentuk