• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis proses pembelajaran matematika, aktivitas belajar dan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika anak tunagrahita mampu didik kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis proses pembelajaran matematika, aktivitas belajar dan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika anak tunagrahita mampu didik kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015."

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Analisis Proses Pembelajaran Matematika, Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik, (2) aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan (3) kesalahan anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal matematika.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan bulan September sampai Oktober 2014, dengan metode observasi dan wawancara pada guru dan siswa kelas VI di SLB Yapenas Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru kelas VI beserta siswanya yang berjumlah 3 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar pengamatan aktivitas guru selama berlangsungnya pembelajaran (2) lembar pengamatan aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama pembelajaran di kelas (3) pertanyaan wawancara dengan guru mengenai perencanaan dan evaluasi pembelajaran matematika (4) soal tes kesalahan dengan materi sesuai dengan yang sudah diajarkan (5) pertanyaan wawancara dengan siswa mengenai cara menyelesaikan soal tes yang diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik (SDLB-C) secara umum sudah cukup baik, misalnya: (a) guru memberikan pendampingan individual bagi setiap siswa (b) guru berusaha melibatkan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran (c) guru selalu menyajikan soal disertai dengan latihan. (2) Aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya pembelajaran secara umum baik, siswa sudah terlibat aktif dengan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berkomentar dan berusaha untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan guru. (3) Kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik saat mengerjakan soal matematika meliputi kesalahan perhitungan, kesalahan interpretasi bahasa dan kesalahan konsep.

Kata Kunci : Proses Pembelajaran Matematika, Anak Tunagrahita Mampu Didik,

(2)

ABSTRACT

Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Mathematics Learning Process Analysis, Learning Activities and Errors in Mathematics Problem Solving for Low Level Mental Retardation of Sixth Grade Students SLB Yapenas Yogyakarta the Batch of 2014/2015. Undergraduate Thesis of Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study aims to know: (1) mathematics teaching process applied by teacher for low level mental retardation students, (2) low level mental retardation

students’ activities conducted during learning process, (3) low level mental retardation students’ errors in mathematics problem solving.

This is a descriptive-qualitative research conducted during the period of September to October 2014 using the method of observation and interview with the theachers and sixth grade students of SLB Yapneas Yogyakarta as the interviewees. The subjects of the research are teachers of sixth grade classes and 3 sixth grade students. This research made use of 5 instruments, namely: (1)

observation sheets of teacher’s activities during teaching-learning process, (2) observation sheets of low level retardation students’ classroom activities during teaching-learning process, (3) interview questions for teachers on mathematics

teaching’ instructional plan and evaluation, (4) error test based on taught

materials, (5) interview questions for students on given test problem solving. The research shows that: (1) Generally, the learning process teachers applied in mathematics teaching for low level retardation students (SDLB-C) is quite good, for example: (a) teachers gave personal guidance for each student (b) teachers tried to involve students in every learning step (c) teachers always delivered mathematics problems accompanied by the exercises. (2) Generally,

students’ learning activities during teaching-learning process are quite good that students actively involved in the activities marked by raising and answering questions, giving comments and effort to solve every problem teachers gave them to solve. (3) The errors that low level retardation students made in conducting mathematics problem solving including calculation error, language interpretation error, and conceptual error.

Key Words: Mathematics Learning Process, Low Level Retardation Students,

(3)

i

ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA, AKTIVITAS BELAJAR DAN KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA ANAK TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK KELAS VI SD

DI SLB YAPENAS YOGYAKARTA TAHUN AJARAN2014/2015

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Herina Mariana Purba NIM : 101414031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus dan Bunda-Nya yang kudus yang selalu setia mendampingiku

dalam suka duka hidup yang kualami,

Persaudaraan Suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE), semua keluarga, khususnya kedua orang tua, kakak yang selalu

(7)

v

MOTTO

Marilah kita memulai lagi karena sampai saat ini kita belum berbuat

apa-apa (St. Fransiskus Asisi).

Jangan bertanya berapa banyak yang telah kamu lakukan, tetapi

bertanyalah berapa besar cinta yang kamu letakkan diatas tindakan

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Analisis Proses Pembelajaran Matematika, Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik, (2) aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan (3) kesalahan anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal matematika.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan bulan September sampai Oktober 2014, dengan metode observasi dan wawancara pada guru dan siswa kelas VI di SLB Yapenas Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru kelas VI beserta siswanya yang berjumlah 3 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar pengamatan aktivitas guru selama berlangsungnya pembelajaran (2) lembar pengamatan aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama pembelajaran di kelas (3) pertanyaan wawancara dengan guru mengenai perencanaan dan evaluasi pembelajaran matematika (4) soal tes kesalahan dengan materi sesuai dengan yang sudah diajarkan (5) pertanyaan wawancara dengan siswa mengenai cara menyelesaikan soal tes yang diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik (SDLB-C) secara umum sudah cukup baik, misalnya: (a) guru memberikan pendampingan individual bagi setiap siswa (b) guru berusaha melibatkan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran (c) guru selalu menyajikan soal disertai dengan latihan. (2) Aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya pembelajaran secara umum baik, siswa sudah terlibat aktif dengan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berkomentar dan berusaha untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan guru. (3) Kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik saat mengerjakan soal matematika meliputi kesalahan perhitungan, kesalahan interpretasi bahasa dan kesalahan konsep.

Kata Kunci : Proses Pembelajaran Matematika, Anak Tunagrahita Mampu Didik,

(11)

ix

ABSTRACT

Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Mathematics Learning Process Analysis, Learning Activities and Errors in Mathematics Problem Solving for Low Level Mental Retardation of Sixth Grade Students SLB Yapenas Yogyakarta the Batch of 2014/2015. Undergraduate Thesis of Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study aims to know: (1) mathematics teaching process applied by teacher for low level mental retardation students, (2) low level mental retardation

students’ activities conducted during learning process, (3) low level mental retardation students’ errors in mathematics problem solving.

This is a descriptive-qualitative research conducted during the period of September to October 2014 using the method of observation and interview with the theachers and sixth grade students of SLB Yapneas Yogyakarta as the interviewees. The subjects of the research are teachers of sixth grade classes and 3 sixth grade students. This research made use of 5 instruments, namely: (1)

observation sheets of teacher’s activities during teaching-learning process, (2) observation sheets of low level retardation students’ classroom activities during teaching-learning process, (3) interview questions for teachers on mathematics

teaching’ instructional plan and evaluation, (4) error test based on taught

materials, (5) interview questions for students on given test problem solving. The research shows that: (1) Generally, the learning process teachers applied in mathematics teaching for low level retardation students (SDLB-C) is quite good, for example: (a) teachers gave personal guidance for each student (b) teachers tried to involve students in every learning step (c) teachers always delivered mathematics problems accompanied by the exercises. (2) Generally,

students’ learning activities during teaching-learning process are quite good that students actively involved in the activities marked by raising and answering questions, giving comments and effort to solve every problem teachers gave them to solve. (3) The errors that low level retardation students made in conducting mathematics problem solving including calculation error, language interpretation error, and conceptual error.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Analisis Proses Pembelajaran Matematika,

Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015” ini disusun guna memenuhi sebagai persyaratan dalam menyelesaikan Studi Program Strata 1 (S1) Program Studi Pendidikan

Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk

perkembangan belajar dan meningkatkan prestasi siswa.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi

Pendidikan Matematika atas segala perhatian, motivasi, dukungan, dan bantuannya.

3. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

(13)

xi

4. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan, dukungan, dan arahan kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Beni Utomo S.Si., M.Sc. dan Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo M.

Si selaku dosen penguji.

6. Seluruh dosen JPMIPA Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kebaikan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan.

7. Bapak Marjani, S.Pd. M.Pd, selaku kepala sekolah SLB Yapenas Yogyakarta yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

penelitian di SLB Yapenas Yogyakarta.

8. Ibu Siti Andryani, S.Pd, selaku guru kelas VI anak tunagrahita mampu didik SLB Yapenas yang sudah memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis

dalam melakukan penelitian ini hingga selesai dengan baik.

9. Siswa tunagrahita mampu didik kelas VI SLB Yapenas Yogyakarta yang telah

bersedia bekerjasama selama penulis mengumpulkan data dan memberikan tes diagnosa kesalahan.

10.Seluruh staf sekretariat JPMIPA, staf perpustakaan dan karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses belajar selama ini. 11.Seluruh persaudaraan FSE, khususnya para saudari FSE komunitas Yohanes

Don Bosco Yogyakarta yang setia dan penuh cinta mendoakan, memberi semangat dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan sampai dengan

(14)

xii

12.Kedua orang tua, kakak dan abang yang selalu memberikan dukungan dan doa.

13.Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2010, secara khusus Sr. Dira, Astri, Venta, Yohan, Minni.

14.Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik langsung atau tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Segala saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Penulis

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PESEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Penjelasan Istilah ... 8

(16)

xiv

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Tunagrahita ... 13

B. Tunagrahita Mampu Didik ... 14

C. Karakteristik Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 15

D. Proses Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik 18

E. Teori Belajar Untuk Anak Tunagrahita... 27

F. Aktivitas Belajar... 30

G. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 32

H. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 34

I. Kesalahan ... 35

J. Diagnosa Kesalahan ... 42

K. Kerangka Berpikir ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Subjek Dan Objek Penelitian ... 46

C. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 47

D. Bentuk Data ... 47

E. Metode Pengumpulan Data ... 48

F. Instrumen Penelitian... 51

(17)

xv

BAB IV DATA PENELITIAN, ANALISIS, DAN

PEMBAHASAN ... 57

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 57

B. Gambaran Karakteristik Siswa Tunagrahita Mampu Didik di SLB Yapenas ... 58

C. Jadwal Observasi dan Pengumpulan Data ... 59

D. Deskripsi Pembelajaran ... 60

E. Analisis Data ... 96

F. Pembahasan ... 109

BAB V PENUTUP ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Perencanaan

Program Pembelajaran Matematika ... 52 Tabel 3.2: Kisi-Kisi Pedoman Observasi Proses

Pelaksanaan Pembelajaran Matematika ... 52 Tabel 3.3: Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Belajar ... 53 Tabel 3.4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Evaluasi

Pembelajaran Matematika ... 54 Tabel 3.5: Kisi-Kisi Soal Tes yang Akan Diujikan Kepada

Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 54 Tabel 3.6: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Kesalahan Anak Tunagrahita

Mampu Didik dalam Mengerjakan Soal Matematika ... 55 Tabel 4.1: Jadwal Pelaksanaan Observasi dan Pengambilan Data ... 60 Tabel 4.2: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan I ... 74 Tabel 4.3: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan II ... 76 Tabel 4.4: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan III ... 78 Tabel 4.5: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan IV ... 81 Tabel 4.6: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan V ... 83 Tabel 4.7: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik

Pada Pertemuan I ... 85 Tabel 4.8: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik

Pada Pertemuan II ... 86 Tabel 4.9: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik

(19)

xvii

Mampu Didik Pada Pertemuan IV ... 89

Tabel 4.11: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik Pada Pertemuan V ... 90

Tabel 4.12: Skor yang Diperoleh Siswa Per Butir Soal ... 93

Tabel 4.13: Topik Data Pertemuan Pertemuan I – V ... 99

Tabel 4.14: Kategorisasi Data Pembelajaran Pertemuan I-V... 100

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Perencanaan Program Pembelajaran ... 124

Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ... 126

Pedoman Wawancara Evaluasi Pembelajaran ... 132

Transkrip Hasi Wawancara Perencaaan Pembelajaran ... 133

Transkrip Video Pelaksanaan Pembelajaran ... 137

Transkrip Hasil Wawancara Evaluasi Pembelajaran ... 162

Soal Tes Diagnosa Kesalahan ... 164

Hasil Pekerjaan Siswa ... 166

Surat Keterangan Penelitian ... 169

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya, pendidikan merupakan kegiatan yang telah berlangsung seumur dengan manusia. Artinya, sejak adanya manusia telah terjadi usaha-usaha pendidikan dalam rangka mengembangkan

kepribadiannya. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia untuk meningkatkan taraf hidupnya, khususnya untuk mendapatkan pekerjaan

dan kehidupan yang lebih layak seseorang harus memiliki keahlian/potensi. UU No. 20 pasal 1 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Lebih lanjut dalam UU No. 20 pasal 32 tahun 2003 bahwa “pendidikan

khusus (pendidikan luar biasa)” merupakan pendidikan bagi peserta didik

yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena

kelainan fisik, emosional, mental, sosial. Ketetapan Undang-Undang tersebut mengungkapkan dengan jelas bahwa setiap anak memiliki hak yang sama

(22)

memiliki kebutuhan yang berbeda dari anak normal dan perlu diupayakan dalam pemenuhan kebutuhannya.

Menurut Munzayannah (2000 : 22) anak tunagrahita mampu didik adalah mereka yang masih mempunyai kemungkinan memperoleh pendidikan

dalam bidang membaca, menulis, dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus. Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu didik masih dapat mempelajari keterampilan-keterampilan yang sederhana.

Karakteristik fisik anak tunagrahita mampu didik tidak jauh berbeda dari anak normal, yang membuat berbeda adalah keterampilan motorik yang

dimiliki mereka lebih rendah. Karakteristik fisik ini menyebabkan kelainan yang dialami tidak terdeteksi sejak awal sebelum masuk sekolah (Astati, 2001). Karakteristik fisik ini berdampak pada kesulitan mereka di dalam

belajar. Kesulitan yang dialami anak tunagrahita mampu didik yakni memiliki keterbatasan dibidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, dan perhatian

serta ingatannya lemah. Kesulitan ini menyebabkan ketertinggalan dalam berbagai bidang dibandingkan dengan anak normal.

Pembelajaran yang diselenggarakan bagi anak tunagrahita mampu didik pada umumnya dan pembelajaran matematika pada khususnya difokuskan pada upaya supaya anak bisa menerima kondisinya, dapat melakukan

sosialisasi dengan baik, mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, dan memiliki keterampilan dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki

(23)

Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai variabel diantaranya adalah cara mengelola pembelajaran dengan

memperhatikan karakteristik anak. Terkait dengan hal ini, seorang guru memegang peranan utama dalam proses pembelajaran di kelas. Bagi guru

yang mengajar di SLB proses pembelajaran bukanlah perkara mudah, tetapi mungkin akan menyenangkan bagi orang yang berminat untuk mendalami permasalahan anak yang membutuhkan layanan khusus. Akan tetapi, bagi

mereka yang terpaksa terlibat dalam bidang ini, pastinya pengalaman ini menjadi hal yang memusingkan, selain memerlukan pendekatan yang khusus

juga memerlukan strategi khusus mengingat kondisi setiap anak berbeda-beda. Setiap pembelajaran di kelas bagi anak tunagrahita mampu didik idealnya bersifat individual, namun hal ini masih dianggap sulit karena kurang sesuai

dengan kondisi dan keberadaan setiap peserta didik. Kondisi ini disebabkan tugas guru sebagai perancang pembelajaran dihadapkan pada dua persoalan

yang berada diluar kontrolnya yakni: menyangkut materi yang telah ditetapkan dan terpola pada tujuan yang harus dicapai, serta sering dihadapkan dengan

dua anak tunagrahita dengan MA (Mental Age) yang sama tetapi keduanya memilliki masalah dan kebutuhan yang sangat berbeda khususnya dalam hal layanan pembelajaran.

Matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, walaupun tidak nyata hampir dalam seluruh kegiatan manusia menerapkan

(24)

penjumlahan dan pengurangan, sehingga pada saat sekolah anak lebih cepat memahaminya dalam bentuk yang abstrak. Akan tetapi, tidak demikian bagi

anak tunagrahita mampu didik, hal ini akan sulit dipahami dikarenakan anak mempunyai kelainan dari fungsi kecerdasannya, dan menyebabkan daya ingat

yang lemah dan kemampuan berpikirnya terbatas pada hal-hal yang bersifat konkret. Hal ini menyebabkan mereka sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika.

Kenyataan hidup sehari-hari, seringkali anak yang membutuhkan layanan khusus kurang mendapat perhatian yang membuat mereka tertinggal

dalam banyak hal khususnya dalam dunia pendidikan. Layanan pendidikan bagi mereka masih sedikit, artinya hanya disediakan di beberapa tempat, dan masih ada anak yang disembunyikan di rumah karena malu atau karena

layanan pendidikan yang tidak tersedia di tempat tersebut. Padahal kecacatan bukanlah penghalang untuk melakukan sesuatu, ada banyak orang yang

berhasil dan berpotensi walaupun mereka mengalami kecacatan.

Selain itu, hasil belajar bagi anak tunagrahita mampu didik juga dibawah

rata-rata, walaupun bukan mayoritas, hal ini juga tidak dapat dipandang sepenuhnya karena hambatan mental yang dimiliki siswa. Akan tetapi, bisa juga dari cara guru dalam menyampaikan materi pembelajaran yang kurang

tepat dengan karakteristik siswa. Masih banyak guru yang cenderung menyamakan cara pengajaran anak tunagrahita mampu didik dengan anak

(25)

dengan pemahaman konsep berhitung. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru juga harus dituntut keuletan dan kesabaran dalam

menyampaikan materi pada siswa.

Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran matematika bagi

anak tunagrahita mampu didik yang memerlukan layanan khusus dalam pembelajaran. Penulis tertarik untuk lebih mendalami pembelajaran matematika karena hakekat matematika yang abstrak, dan mereka sulit

mempelajarinya. Kesulitan dalam mempelajari matematika dapat berdampak negatif di sekolah, yang timbul karena ketidakmampuan anak

mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari. Selain itu, penulis ingin lebih banyak mengetahui pendampingan individual dalam pembelajaran matematika yang dapat menjadi bekal dalam mengajar.

Untuk mendidik anak tunagrahita mampu didik, guru harus mempersiapkan segala aspek yang menunjang proses belajar mengajar yang

disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual, kondisi dan juga kebutuhan peserta didik demi tercapainya tujuan pembelajaran. Proses

pembelajaran matematika di kelas memiliki pengaruh yang besar bagi siswa saat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu memodifikasi pembelajaran lebih sederhana

sehingga mudah dipahami anak tunagrahita mampu didik. Pembelajaran yang lebih sederhana akan membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang

(26)

Penelitian ini akan dilaksanakan di SLB Yapenas Yogyakarta. SLB Yapenas adalah salah satu sekolah luar biasa swasta yang menampung

anak-anak berkebutuhan khusus. Berdiri pada tahun 1983, sekolah yang memiliki luas sekitar 177 meter persegi menampung dan mendidik anak-anak

tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan autis dengan jenjang pendidikan mulai TKLB sampai SMALB. Guru yang mengajar di sekolah ini sudah cukup memadai, masing- masing kelas ditangani oleh guru kelas, jadi tidak dengan

sistem guru bidang studi seperti pada sekola-sekolah pada umumnya.

Uraian latar belakang masalah diatas mendorong penulis untuk

mengadakan penelitian dengan judul: “Analisis Proses Pembelajaran

Matematika, Aktivitas Belajar, dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran2014/2015.”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang memiliki keterbatasan inteligensi, sehingga mereka kurang cakap dalam menerima pembelajaran matematika secara maksimal seperti anak normal,

2. kurang tepatnya guru menggunakan strategi dalam proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik menyebabkan kurangnya

(27)

3. matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami anak tunagrahita mampu didik karena keterbatasan inteligensi dalam konsep

matematika yang abstrak sehingga sering melakukan kesalahan ketika menyelesaikan soal matematika.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi

anak tunagrahita mampu didik di SLB Yapenas Yogyakarta?

2. Bagaimana aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama

berlangsungnya proses pembelajaran di SLB Yapenas Yogyakarta?

3. Apa sajakah kesalahan anak tunagrahita mampu didik SLB Yapenas Yogyakarta dalam mengerjakan soal matematika?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui:

1. bagaimana proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi

anak tunagrahita mampu didik di SLB Yapenas Yogyakarta,

2. bagaimana aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran di SLB Yapenas Yogyakarta,

(28)

E. Penjelasan Istilah

Definisi masalah judul penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran yang lebih jelas terhadap objek pilihan penelitian dan untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai judul penelitian ini, maka

diperlukan gambaran atau batasan–batasan sebagai berikut : 1. Proses Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Khususnya matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak nyata, dalam sektor kehidupan seperti di rumah, pekerjaan, dan di masyarakat akan selalu menggunakan

matematika. Untuk itu, bagi anak tunagrahita mampu didik perlu diberikan pembelajaran matematika untuk bekal mereka dalam melakukan kegiatan

berhitung dalam kehidupan sehari-hari. a. Perencanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan program pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan analisis kurikulum dengan hasil asesmen untuk melihat kebutuhan belajar siswa.

b. Pelaksanaan pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran adalah tahap pelaksanaan program

(29)

strategi pembelajaran dan media lainnya yang menunjang kelancaran proses pembelajaran.

c. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi adalah tahap mengukur kemajuan belajar siswa setiap hari

secara teratur dan secara periodik atau dengan kata lain merupakan sebuah kegiatan mereka ulang untuk mengetahui hal-hal penting baik kelebihan maupun kekurangan yang terjadi pada kegiatan

pembelajaran yang telah berlangsung. Hasil evaluasi belajar siswa menjadi pedoman bagi guru dalam merencanakan program

pembelajaran selanjutnya. 2. Anak tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki tingkat inteligensi dibawah

rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam saat perkembangan.

3. Anak Tunagrahita Mampu Didik

Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mengalami gangguan

perkembangan mental dengan tingkat kecerdasan antara 50-75. 4. Sekolah Luar Biasa (SLB)

SLB adalah sekolah yang khusus menyelenggarakan pendidikan untuk

anak berkebutuhan khusus dan penyelenggaraannya terpisah dari program pendidikan lainnya. SLB yang sekarang telah diselenggarakan yakni:

(30)

5. Kesalahan

Kesalahan adalah penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya

sistematis, konsisten, maupun insidental pada daerah tertentu, dengan kata lain kesalahan adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap jawaban yang

sebenarnya bersifat sistematis.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi Siswa:

Penelitian ini diharapkan:

a. dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk kehidupan yang lebih baik,

b. dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan yang lebih mandiri.

2. Bagi Sekolah dan Dunia Pendidikan: Penelitian ini diharapkan:

a. dapat memberi wawasan bagi guru dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa serta memotivasi mereka mengembangkan diri untuk kehidupan yang lebih baik,

b. dapat membantu memberikan informasi dalam membimbing dan menggali kecerdasan yang dimiliki siswa untuk lebih meningkatkan

(31)

3. Bagi Peneliti:

Penelitian ini diharapkan:

a. untuk memberikan gambaran secara luas tentang proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik,

b. menjadi masukan dan pengetahuan sekaligus kesadaran bagi peneliti sebagai calon guru agar berusaha membuat pembelajaran yang menyenangkan, dan mampu menyusun langkah-langkah pembelajaran

sedemikian rupa untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan,

c. membantu mengembangkan proses pembelajaran matematika yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah umum (bagi anak normal).

G. Sistematika Penulisan

Bab I pendahuluan memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II landasan teori memaparkan tentang tunagrahita, tunagrahita mampu didik, karakteristik tunagrahita mampu didik, proses pembelajaran

matematika bagi tunagrahita mampu didik, teori belajar tunagrahita, pendekatan pembelajaran bagi tunagrahita mampu didik, dasar-dasar

(32)

Bab III metode penelitian menguraikan jenis penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, bentuk data, metode pengumpulan

data, instrumen penelitian, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

Bab IV pembahasan menguraikan tentang pembahasan hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti.

Bab V penutup berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari

(33)

13

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tunagrahita

Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD), yang dikutip dari (http://www.anakciremai.com, diakses tanggal 12 oktober 2014 pukul 21.00), mengungkapkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang

secara umum memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu berdampak pula pada kekurangan dalam hal

perilaku adaptifnya, dimana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai usia delapan belas tahun.

Mohammad Efendi (2006:88) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita

adalah anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial, dan fisik atau

dengan kata lain menunjuk pada seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal. Seringkali terjadi salah penafsiran di masyarakat bahwa

kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap sebagai suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan khusus, anak diharapkan normal kembali.

Pada dasarnya, anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal menunjukkan kecenderungan yang rendah pula pada fungsi

(34)

Akibatnya, jika anak tunagrahita dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan proses pemanggilan kembali pengalaman yang sudah lalu

seringkali mengalami kesulitan. Mohammad Efendi (2006:90) mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan pada penilaian program

pendidikan menjadi:

1. Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak yang tidak mampu mengikuti pembelajaran di sekolah biasa.

2.

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak yang tidak mampu

mempelajari pelajaran akademik, perkembangan bahasa terbatas, berkomunikasi dengan beberapa kata, mampu menulis nama sendiri, nama

orang tua adan alamat, mengenal angka tanpa pengertian, dapat dilatih bersosialisasi, mampu mengenali bahaya, tingkat kescerdasan setara anak

usia 6 tahun.

3. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak memiliki tingkat kecerdasan yang sangat rendah sehingga membutuhkan perawatan

sepenuhnya sepanjang hidup.

B. Tunagrahita Mampu Didik

Anak tunagrahita mampu didik merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan mental dengan tingkat kecerdasan antara 50-75. Jadi,

seorang anak tunagrahita mampu didik tidak mampu mengikuti pembelajaran di sekolah biasa, tetapi masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan

(35)

Mohammad Efendi (2006) mengungkapkan bahwa kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik yakni, membaca,

menulis, mengeja, berhitung, penyesuaian diri, sikap mandiri, keterampilan sederhana untuk keperluan kerja di kemudian hari.

Anak tunagrahita mampu didik banyak mengalami kesulitan karena perkembangan fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang rendah. Hal ini disebabkan adanya selisih yang signifikan antara umur mental (MA) dengan

umur kalender (CA). Semakin dewasa anak tunagrahita, semakin lebar selisih yang terjadi. Sebagai contoh: anak tunagrahita yang sudah berusia 18 tahun

tetapi menunjukkan tingkah laku anak usia 8 tahun (Endang & Zaenal, 2005). Masalah-masalah yang dihadapi secara umum seperti, masalah belajar yang berkaitan langsung dengan kecerdasan yang sekurang-kurangnya

membutuhkan kemampuan memahami, mengingat dan mencari hubungan sebab-akibat (Jamila, 2008).

C. Karaktersitik Anak Tunagrahita Mampu Didik

Menurut AAMR (Astati, 2001) dan dalam buku (Mumpuniarti, 2007) mengungkapkan bahwa karakteristik anak tunagrahita mampu didik adalah sebagai berikut:

1. IQ antara 50/55 – 70/75

Anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari anak

(36)

pelajaran di sekolah yang membutuhkan kemampuan motorik. Pencapaian akademik bagi anak tunagrahita akan lebih lambat dibanding anak normal.

2. Umur mental yang dimiliki setara dengan anak normal usia 12 tahun Perkembangan umur mental anak tunagrahita mampu didik tidak sejalan

dengan bertambahnya CA (Chronological Age) yang menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan 2 atau 5 tingkatan di bidang tertentu dari anak normal yang usianya sebaya. Semakin bertambah usia anak

tunagrahita mampu didik ketertinggalan dengan usia sebayanya juga semakin jauh karena perkembangan kognitif hanya sebatas tahap

operasional konkret.

3. Kurang mampu berpikir abstrak dan sangat terikat dengan lingkungan Perkembangan kognitif anak tunagrahita mampu didik yang hanya sampai

pada tahap operasional konkret membuat mereka kesulitan untuk berpikir abstrak dan hal ini berimplikasi pada aspek kemampuan berpikir

menyangkut perhatian, ingatan, dan kemampuan generalisasi. 4. Kurang dapat mengendalikan perasaan

Mohammad Efendi (2006: 96) mengatakan bahwa kelemahan kecerdasan anak tunagrahita mampu didik selain berakibat pada kelemahan fungsi kognitif juga berakibat pada sikap dan keterampilan lain. Hal-hal yang

dianggap wajar terjadi oleh anak normal menjadi sesuatu yang mengherankan bagi anak tunagrahita. Kelakuan anak tunagrahita sering

(37)

tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada, sehingga tidak jarang mereka ditolak lingkungan.

5. Dapat mengingat beberapa istilah, tetapi kurang memahaminya

Masalah ini berkaitan dengan kelemahan ingatan jangka pendek,

kelemahan dalam bernalar, dan kelemahan mengembangkan ide. Kerapkali anak tunagrahita mampu didik mempelajari sesuatu dengan cara coba-coba dan tidak mampu menemukan kaidah dalam belajar tetapi lebih mudah

melihat sesuatu secara terpisah-pisah. Jadi, melihat unsur nampak lebih dominan dan berakibat pada kesulitan dalam memahami hubungan

sebab-akibat.

6. Dengan pendidikan yang baik seorang anak tunagrahita mampu didik dapat bekerja dalam lapangan pekerjaan yang sederhana.

Layanan dunia kerja bagi anak tunagrahita mampu didik merupakan salah satu program lembaga khusus hambatan mental yang menekankan

peralihan masa sekolah menuju masyarakat termasuk lapangan pekerjaan. Layanan program ini berada di tingkat kelas lanjutan atas yang merupakan

kolaborasi antara guru SLB dengan konselor rehabilitasi pekerjaan. Menurut Drew, Logan & Hardman (1984) dalam Mumpuniarti (2007:29) dasar program kemampuan vocational yaitu work-study untuk

mengusahakan siswa mengintegrasikan pengalaman di ruang kelas dan pengalaman kerja. Program ini diperluas sekolah dengan menyediakan

(38)

D. Proses Pembelajaran Matematika Bagi Tunagrahita Mampu Didik

Dimyati & Mudjiono (2002) dalam Mumpuniarti (2007:35)

mengatakan bahwa pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik idealnya bersifat individual, sehingga seorang guru harus menyusun

strategi pembelajaran sesuai kebutuhan dan karakteristik setiap peserta didik supaya kegiatan pembelajaran tidak membosankan dan kehilangan sasaran akhir yang hendak dicapai.

Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun penggunaan matematika tidak terlalu nyata, tetapi dalam kehidupan

sehari-hari kita selalu melibatkan konsep dan keterampilan matematika misalnya, dalam penggunaan uang atas dasar konsep dan keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pembelajaran matematika

perlu diberikan bagi tunagrahita mampu didik yang dimodifikasi kearah konkret dan fungsional. Menurut Polloway & Patton (1993) dalam

Mumpuniarti (2007:117) tujuan pembelajaran matematika difokuskan pada penguasaan keterampilan berhitung dan penghafalan berdasarkan fakta-fakta

dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa mampu menggunakannya untuk perhitungan, dan pemecahan masalah dalam kehidupan.

Penggunaan perhitungan untuk pemecahan masalah dalam kehidupan berimplikasi dengan bidang-bidang matematika yang sangat luas. Bidang

(39)

keterampilan dasar yang dimasukkan dalam kurikulum matematika yaitu pemecahan masalah, penggunaan matematika dalam hidup sehari-hari,

kesiapsiagaan untuk rasionalitas hasil-hasilnya, dugaan atau perkiraan, keterampilan menghitung yang tepat, geometri dan pengukuran, membaca

simbol dan menginterpretasikan, mengkonstruksi tabel, bagan dan grafik, penggunaan matematika untuk produksi, dan keterbacaan komputer. Pada umumnya, bagi anak didik memerlukan kesepuluh bidang ini, khusus untuk

anak tuna grahita mampu didik diutamakan keterampilan berhitung untuk pemecahan masalah dalam hidup sehari-hari (Mumpuniarti, 2007).

Mumpuniarti (2007: 118) mengatakan bahwa keterampilan berhitung yang diutamakan bagi anak tuna grahita mampu didik adalah bagian matematika yang dasar. Penggunaan bidang pemecahan masalah terutama

dalam hidup sehari-hari, misalnya: anak diajarkan untuk menaksir porsi makanan yang dibutuhkan dan waktu untuk makan, waktu untuk belajar,

beribadah, dan istirahat. Kegiatan tersebut membutuhkan pembagian waktu dan volume. Saat pembagian dan penentuan diperlukan pemecahan masalah

dengan menaksirnya. Makan diperlukan ukuran/takaran gelas dan piring, waktu memerlukan rentangan jam dan menit, serta disesuaikan dengan berputarnya matahari. Matematika ini dibelajarkan bagi anak tunagrahita

mampu didik untuk menopang mereka dalam menjalani hidup sehari-hari yang sering sulit mereka pahami

(40)

1. Perencanaan Program Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan implementasi dari pengembangan

kurikulum atau rancangan pembelajaran yang dibuat guru bagi anak tunagrahita mampu didik. Perencanaan pembelajaran ini mengandung

empat komponen esensial, yaitu: a. Prinsip/ Asumsi Dasar

Pembelajaran disiapkan secara cermat dan sistematis untuk membantu

perkembangan peserta didik secara optimal. Perencanaan ini dikembangkan dengan pertimbangan aspek teori belajar, karakteristik

anak, pembelajaran diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual, pemanfaatan berbagai sumber dan alat bantu belajar.

b. Komponen-komponen Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran mengikuti pendekatan sistem artinya komponen saling terkait. Setiap komponen dapat dikembangkan

menjadi subkomponen sehingga perencanaan pembelajaran sering bervariasi. Rambu-rambu pengembangan komponen perencanaan

pembelajaran ini dapat diuraikan sebagi berikut: 1) Tujuan

Tujuan pembelajaran yang dikembangkan adalah tujuan khusus.

Tujuan ini disusun berdasarkan analisis mampu tidaknya siswa dalam mencapai tujuan yang dirancang. Rambu-rambu yang perlu

(41)

mencapainya, tujuan yang diutamakan adalah kemampuan yang praktis dan fungsional, tujuan sesuai dengan usia kronologis siswa,

dan tujuan dirumuskan dengan kata-kata operasional (penggambaran perilaku yang diinginkan dengan berbagai

kondisinya). 2) Materi

Pokok materi yang diajarkan dapat diambil dari Garis-garis Besar

Program Pengajaran (GBPP). Pedoman untuk mengembangkan materi yakni materi yang disajikan harus mendukung ketercapaian

tujuan khusus yang telah ditetapkan, materi harus berada dalam batas-batas kemampuan siswa, materi bermanfaat bagi kehidupan siswa, dan materi disusun dari yang mudah ke yang sukar, yang

sederhana menjadi kompleks, dan dari yang konkret menjadi abstrak.

3) Metode

Pengembangan dan pemilihan metode pembelajaran harus sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai, kemampuan dan karaktersitik siswa serta usia kronologisnya.

4) Penilaian

Penilaian bagi anak tunagrahita dirancang untuk menilai ketercapaian tujuan pembelajaran. Penilaian ini dilakukan

(42)

dengan kemampuan yang hendak dinilai, misalnya: kemampuan melakukan sesuatu diukur dengan tes perbuatan, kemampuan

belajar dinilai dari hasil pembelajaran secara langsung dan hasil pembelajaran yang akan terbentuk dalam jangka panjang.

c. Rencana Pendidikan Individual

Rencana pendidikan individual (RPI) disusun bagi anak berkelainan khususnya anak tunagrahita karena setiap siswa mempunyai kebutuhan

pendidikan yang berbeda secara individual. Pengembangan pengajaran individual bagi anak tunagrahita mampu didik dirancang berdasarkan

hasil asesmen setiap anak. Secara garis besar RPI meliputi: gambaran tingkat kemampuan anak, tujuan umum dan khusus, rincian layanan pendidikan khusus, tanggal dimulainya program termasuk waktu

selesai dan evaluasi, serta kriteria menentukan ketercapaian setiap tujuan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pada pelaksanaan pembelajaran guru melakukan beberapa pendekatan

sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun. Seorang guru diharapkan mampu menggunakan sumber daya secara tepat dalam proses belajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu

meminimalisasi gangguan belajar yang tidak diharapkan. Menurut Polloway & Patton (1993) dalam Mumpuniarti (2007: 46) bahwa

(43)

sehat, strukturisasi yang seimbang, dan lingkungan belajar berpusat pada siswa atau siswa melakukan perubahan yang diharapkan. Mumpuniarti

(2007: 46) mengatakan bahwa pelaksananaan pembelajaran menjadi efektif dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut:

a. Pengkondisian Sebelum Mengajar

Pengkondisian sebelum mengajar dilakukan guru supaya proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan nyaman.

Pengkondisian ini terkait dengan tempat, tata ruang, tempat penyimpanan alat-alat belajar, sirkulasi udara, pengaturan tempat

duduk siswa memungkinkan guru mencegah perilaku menyimpang yang dilakukan siswa. Selanjutnya adalah menentukan hubungan personal siswa dengan orang tua, guru, dan teman sebaya dapat

mempengaruhi dinamika proses pembelajaran. Selain itu, guru juga perlu mengatur komponen terkait dengan proses pembelajaran yang

meliputi prosedur mengajar, pengelompokan kegiatan, cara perekaman peristiwa belajar, mengelola tingkah laku siswa dan mengelola waktu

serta persiapan materi yang akan diajarkan agar sesuai dengan perencanaan program pembelajaran yang telah disepakati.

b. Pengkondisian saat Berlangsungnya Proses Mengajar

Pengkondisian yang dimaksud adalah guru melakukan berbagai tindakan untuk mendorong siswa aktif berproses dalam setiap tahapan

(44)

dimaksudkan agar siswa memperoleh kecakapan, dengan tahapan sebagai berikut:

1) Tahap perolehan

Pada tahap ini guru memberikan pengajaran secara langsung,

dilanjutkan dengan praktik dan contoh. Tujuan pengajaran adalah ketepatan respon dalam proses memperoleh sesuatu yang belum diketahui.

2) Tahap ulangan

Pada saat ini siswa kadang-kadang merespon secara benar yang

menunjukkan pengetahuan telah terbentuk secara benar, tetapi kadang juga merespon secara tidak benar. Pada tahap ini guru memperkuat respon yang benar dengan proses pengulangan untuk

masuk level perolehan pengetahuan dengan benar. 3) Tahap kecakapan

Pada tahap ini siswa telah merespon pengetahuan yang diberikan dengan benar tetapi masih kurang lancar. Seorang guru diharapkan

mampu membentuk keterampilan dengan baik sehingga dapat digunakan untuk pembentukan pengetahuan lainnya dan tidak terganggu oleh keterampilan siswa yang masih lambat.

4) Tahap mempertahankan

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mempertahankan

(45)

periodik melakukan evaluasi daya ingat dan melakukan pembelajaran ulang apabila diperlukan untuk memelihara

keterampilan yang telah dimiliki. 5) Tahap perluasan

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengalihkan keterampilan pada situasi yang baru. Guru menyediakan pengejaran secara langsung dengan cara yang berbeda apabila siswa gagal

mengeneralisasikannya. Tujuannya adalah menerampilkan siswa dengan berbagai situasi , tingkah laku, dan waktu.

6) Tahap penyesuaian

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengaplikasikan keterampilan dalam situasi yang baru untuk memperluas

pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

Tahapan-tahapan diatas mendorong siswa dalam belajar dan menjadi

pembelajar mandiri yang ditunjukkan lewat kemampuan memantau tingkah lakunya sendiri dalam penggunaan jam belajar yang telah

ditentukan secara mandiri. c. Tindak Lanjut Sesudah Mengajar

Tindak lanjut pembelajaran dilakukan untuk kesinambungan hasil

belajar yang telah dicapai. Tindak lanjut yang dilakukan meliputi pengelolaan data hasil belajar, komunikasi dengan orang tua, dan pihak

(46)

kesulitan menentukan kelanjutan pembelajaran bagi siswa tertentu, evaluasi, keperluan pengelompokan siswa sesuai dengan karakteristik

tertentu. Selanjutnya, hasil dari pembelajaran dikomunikasikan kepada orang tua agar menindaklanjuti pembelajarannya di rumah.

3. Evaluasi Pembelajaran

Proses evaluasi diawali dengan melakukan asesmen matematika terlebih dahulu yang merupakan suatu proses mengenal tahapan materi

yang sudah dicapai oleh siswa dan penentuan tahapan materi berikutnya dengan mengumpulkan informasi tentang kondisi dan kemampuan level

seseorang dalam jenjang materi matematika yang perlu dipelajari pada pembelajaran selanjutnya. Asesmen ini bisa dilakukan dengan cara wawancara untuk mendapatkan keterangan sebagai dasar untuk

menentukan materi matematika yang akan diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya dan tes yang dibuat guru untuk menentukan tingkat

pemahaman siswa termasuk kelemahan dan kelebihan siswa dalam bidang tertentu (Mumpuniarti, 2007:119).

Evaluasi dirancang untuk melihat tingkat ketercapaian tujuan dan keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Lewat evaluasi ini membantu seorang guru untuk mengukur kualitas perilaku yang harus

ditampilkan siswa tunagrahita mampu didik. Evaluasi pembelajaran dilakukan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Guru membuat

(47)

Pada saat observasi guru harus dapat merekam kesulitan anak, tindakan yang akan dilakukan untuk membantu kesulitan tersebut, bagaimana

motivasi belajar saat itu, hambatan yang muncul saat berlangsungnya proses pembelajaran, dan suasana kelas saat pembelajaran. Semua hal

diatas merupakan bentuk evaluasi sekaligus asesmen untuk menentukan pembelajaran selanjutnya. Untuk memudahkan observasi pencapaian belajar siswa guru menyediakan format evaluasi (Endang Rochyadi, 2005:

234)

E. Teori Belajar untuk Anak Tunagrahita

Menurut Mumpuniarti ada beberapa teori belajar yang cocok bagi anak tunagrahita, yaitu:

1. Teori Belajar Skinner

Menurut Skinner belajar adalah perubahan perilaku yang dapat

diamati dalam kondisi yang dikontrol dengan baik. Teori yang diperkenalkan Skinner yakni teori Operant Skinner. Dalam teori ini,

Skinner menyebutkan bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus yang ditanggapi dengan tingkah laku atau respon. Aplikasi praktis teori Skinner dalam pembelajaran yaitu peranan utama guru yakni

menciptakan kondisi dimana hanya perilaku yang diinginkan saja diberi penguatan (Mumpuniarti, 2007:40).

(48)

a. Tujuan yang disusun secara bertahap dari yang sederhana ke kompleks dan jelas tingkah laku yang akan dicapai siswa.

b. Memberi dukungan kepada setiap individu sesuai dengan kesanggupannya.

c. Melakukan penilaian untuk melihat dan menetapkan tingkat kemajuan yang telah dicapai.

d. Prosedur pembelajaran dimodifikasi atas dasar evaluasi dan tingkat

ketercapaian siswa.

e. Prinsip belajar tuntas digunakan dengan harapan penguasaan belajar

siswa dapat sesuai dengan yang direncanakan. f. Program remedial

g. Peranan guru diarahkan sebagai pembentuk tingkah laku siswa.

2. Teori Belajar Gagne

Pembelajaran berdasarkan teori Gagne yakni dengan mengkondisikan

anak didik berinteraksi dengan stimulus, selanjutnya dibimbing oleh guru untuk berbuat apa saja yang bisa mengembangkan keterampilan anak

didik. Kondisi ini diciptakan guru melalui rancangan pembelajaran yang disesuaikan dengan fase belajar yakni, persiapan belajar, pelaksanaan dan alih belajar. Dalam proses pembelajaran hal ini tidaklah murni selalu

(49)

3. Teori Belajar Piaget

Teori belajar Piaget memfokuskan pada pengetahuan yang dibentuk

lewat interaksi terus-menerus dengan lingkungannya oleh seorang individu. Kegiatan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar Piaget

mementingkan keterlibatan anak didik secara aktif selama berlangsungnya proses pembelajaran. Perkembangan kognitif yang dikembangkan lewat interaksi dengan lingkungan meliputi pengetahuan fisik, logika-matematik,

dan sosial. Langkah pembelajaran menurut Piaget dalam buku Mumpuniarti(2007:42), yakni:

a. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak didik.

b. Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas sesuai dengan topik yang telah ditentukan.

c. Guru mengemukakan proses pemecahan masalah dengan pertanyaan untuk mengundang pertanyaan spontan dari anak didik.

d. Memperhatikan keberhasilan dari proses pembelajaran dengan cara melakukan penilaian.

4. Teori Belajar Rogers

Teori belajar yang dikemukaan oleh Rogers fokus pada pengembangan diri dengan kesadaran yang dimiliki oleh individu. Pembelajaran menurut

Rogers adalah sepenuhnya bergantung pada inisiatif sendiri. Untuk itu, seorang guru perlu memperhatikan anak didiknya agar mampu

(50)

Maka seorang guru diharapkan mampu menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa yang memungkinkan anak didiknya dapat belajar dengan

baik (Mumpuniarti, 2007:45).

F. Aktivitas Belajar

Kehidupan manusia tidak lepas dari aktivitas belajar, baik aktivitas yang dilakukan sendiri maupun aktivitas dalam kelompok. Disadari atau tidak

disadari, sesungguhnya sebagian besar kegiatan manusia merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar tidak dibatasi oleh

usia, tempat maupun waktu karena suatu perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar tidak pernah berhenti (Aunrrahman, 2011).

Belajar merupakan kegiatan penting dalam hidup manusia, termasuk

bagaimana seharusnya belajar. Dalam pembelajaran di sekolah kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan

terlebih dahulu oleh guru. Meskipun belajar, mengajar, dan pembelajaran menunjuk pada aktivitas yang berbeda namun pengaruh aktivitas

pembelajaran dalam belajar hasilnya biasanya lebih baik dan dapat diamati. Demikian juga mengajar diartikan sebagi suatu aktivitas untuk menciptakan suatu kondisi yang mampu mendorong siswa untuk belajar. Sebenarnya

(51)

Menurut Wragg (1994) (dalam Aunurrahman, 2011) menemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar yang disimpulkan dari sejumlah

pandangan dan definisi belajar yaitu:

1. Belajar menunjukkan suatu aktivitas dalam diri seseorang baik disadari

atau disengaja.

2. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. 3. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.

Aunurrahman (2011) memaparkan lebih lanjut bahwa aktivitas belajar siswa dapat dilihat dari keaktifan siswa saat belajar ditandai dengan

keterlibatan siswa secara optimal dalam pembelajaran misalnya:

1. Aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya, dalam proses pembelajaran siswa tidak hanya sebagai pendengar yang baik tetapi memperhatikan

penjelasan dari guru, mencatat, mengerjakan tugasnya dengan baik.

2. Terlibat dalam pemecahan masalah saat berlangsungnya proses

pembelajaran, misalnya siswa ikut aktif dalam menyelesaikan masalah/ soal yang sedang dibahas dalam kelas.

3. Berani bertanya jika kurang/tidak memahami persoalan yang dihadapinya baik kepada guru maupun kepada siswa yang lain.

4. Berusaha mencari informasi dengan membaca buku yang bisa

digunakannya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya

5. Aktif dalam diskusi kelompok dal mampu bekerjasama dalam kelompok

(52)

6. Menilai kemampuan dan hasil yang diperolehnya dalam belajar dengan mencoba menyelesaikan soal setelah guru menerangkan materi.

7. Mampu menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya dengan mengerjakan LKS.

Aktivitas belajar ini didukung dengan teori belajar yang telah dipaparkan sebelumnya secara tidak langsung mengatakan bahwa aktivitas belajar harus terjadi dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang sudah direncanakan sebelumnya. Hal ini sangat tergantung dari bagaimana guru mewujudkan terjadinya aktivitas belajar saat

berlangsungnya pembelajaran.

G. Pendekatan Pembelajaran Bagi Tunagrahita Mampu Didik

Dalam pendekatan pembelajaran bagi tunagrahita mampu didik diperlukan berbagai pertimbangan atas dasar karakteristik masing-masing

anak, sifat-sifat program pembelajaran yang diberikan, keefektifan program pembelajaran, dan prinsip khusus yang fungsional (Mumpuniarti, 2007:53).

Adapun prinsip khusus yang dimaksud yakni: 1. Prinsip Pendidikan Berbasis Individu

Menurut Sunardi (2005) prinsip pendidikan berbasis individu meliputi

langkah-langkah: deskripsi kondisi setiap anak sesuai hasil asesmen, tujuan jangka panjang dan jangka pendek, gambaran layanan yang

(53)

menyusun program hendaknya direncanakan bersama orang tua atas dasar kebutuhan yang dirasakan orang tua sebagai problem sehingga prinsip

dapat terwujud.

2. Analisis Penerapan Tingkah Laku

Setiap tema kegiatan harus diurai menjadi langkah-langkah, sehingga diperlukan target bimbingan yang diurai menjadi beberapa tahapan. Jika ada target yang tidak tercapai oleh anak dalam waktu yang telah

ditentukan maka perlu dianalisis kembali untuk menjadi tahapan yang lebih rinci/pendek.

3. Relevan dengan Hidup Sehari-hari

Menurut pernyataan Hawkins & Hawkins (Snell, 1983: 78) bahwa sekolah bertanggung jawab untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan

siswa untuk optimalisasi kemandirian mereka. Perbedaan budaya dan kondisi keluarga seringkali menyebabkan suatu keterampilan relevan bagi

anak yang satu tetapi belum tentu relevan dengan anak yang lainnya. Jadi, orangtua perlu dilibatkan dalam menyusun program kegiatan yang sesuai

dengan kondisi dan kebiasaan dalam keluarga.

4. Menjalin Interaksi secara Terus-menerus dengan Keluarga

Interaksi dengan keluarga/orangtua/pengasuh perlu dilakukan khususnya

untuk menyampaikan ketercapaian siswa secara konkrit, misalnya: mampu memegang pensil dengan benar, mampu membuat garis lurus. Untuk

(54)

5. Prinsip Decelerating Behavior/ Prinsip Memperlambat Perilaku

Menurut Suheri (2005), prinsip ini dimaksudkan untuk mengurangi

perilaku yang tidak dikehendaki. Adapun cara yang digunakan yakni dengan menjauhkan situasi pembangkit, menghukum, pembiasan tingkah

laku kebalikannya, dan memberikan sambutan.

6. Prinsip Accelerating Behavior/ Prinsip Mempercepat Perilaku

Prinsip ini digunakan untuk membangun kebiasaan dan kemampuan.

Khususnya untuk membangun kemampuan yang kompleks diperlukan analisis tugas untuk melihat letak kesulitan dalam rangka intervensi (upaya

mengubah perilaku).

H. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika Bagi Tunagrahita Mampu Didik

Pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik menurut Wehman & Laughlin (dalam Mumpuniarti, 2007) meliputi:

1. Menghitung yakni berhubungan dengan kuantitas dan keanekaragaman pengoperasian.

2. Pembelajaran bilangan yakni belajar memberi label untuk menandakan susunan elemen-elemen seperti untuk angka kardinal (satu, dua, tiga buku), angka ordinal (kesatu, kedua, ketiga).

3. Pengangkaan adalah proses mengekspresikan bilangan terkait dengan besarannya dengan simbol/ angka seperti: kata bilangan, angka romawi,

(55)

4. Hubungan melibatkan tentang suatu susunan. Keterampilan ini termasuk konsep sama dan ketaksamaan, penempatan (di tengah, di belakang, di

muka). Pembelajaran ini dapat diberikan dengan bantuan benda konkrit. 5. Pengukuran, termasuk penggunaan bilangan untuk mendeskripsikan objek

dan hubungan tentang waktu, uang , berat, dll.

6. Pengoperasian bilangan, berkaitan dengan keterampilan berhitung termasuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

7. Pengoperasian bilangan rasional, termasuk perluasan dari keterampilan pengoperasian dengan pecahan.

8. Pemecahan masalah, berkaitan dengan keterampilan menggunakan proses berhitung untuk menjelaskan hal yang belum diketahui berhubungan dengan hidup sehari-hari.

Kedelapan bidang hitungan ini diberikan kepada anak tunagrahita dengan mempertimbangkan taraf perkembangan kemampuan yang telah mereka

capai (Mumpuniarti, 2007:121).

I. Kesalahan

Kesalahan adalah penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten, maupun insidental pada daerah tertentu, dengan

kata lain kesalahan adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap jawaban yang sebenarnya bersifat sistematis (Abdurahman, 2009: 262). Banyak siswa yang

(56)

Kesulitan ini menyebabkan siswa cenderung menghafal rumus daripada memahami konsep-konsep dalam matematika (Marpaung, 1999). Rendahnya

pemahaman pelajaran matematika dapat dilihat dari rendahnya hasil yang dicapai siswa jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Salah satu cara untuk mengetahui kesulitan tersebut yakni dengan menganalisis kesalahan yang terjadi saat siswa menyelesaikan soal-soal

matematika. Dengan mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa membantu seorang guru untuk memberi bantuan bagi siswa yang bersangkutan. Jenis

kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang dibuat oleh anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal-soal matematika. Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis kesalahan menurut berbagai sumber, yaitu:

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesalahan adalah perihal salah, kekeliruan, kealpaan, sehingga jika kesalahan itu dihubungkan dengan

objek dasar matematika menurut Soedjadi (2000: 13), kesalahan yang dimaksud yaitu:

a. Kesalahan fakta adalah kekeliruan dalam menuliskan simbol-simbol matematika. Contoh: kesalahan dalam mengubah permasalahan kedalam bentuk model matematika, kesalahan dalam

menginterpretasikan hasil yang didapatkan dan kesalahan dalam menuliskan simbol-simbol matematika.

(57)

matematika dapat berupa definisi. Contoh: kesalahan dalam menggolongkan suatu relasi, apakah merupakan suatu fungsi atau

tidak.

c. Kesalahan operasi adalah kekeliruan dalam berhitung, pengerjaan

aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain. Contoh: kesalahan dalam menjumlahkan, mengurangkan, dan kesalahan dalam operasi matematika lainnya.

d. Kesalahan prinsip adalah kekeliruan dalam mengaitkan beberapa fakta atau beberapa konsep. Contoh: kesalahan dalam menggunakan rumus

ataupun teorema serta kesalahan dalam menggunakan prinsip-prinsip sebelumnya.

2. Menurut Lerner (dalam Abdurahman, 2009: 262) berbagai kesalahan yang

umum dilakukan siswa berkesulitan belajar dalam mengerjakan soal matematika yaitu:

a. Kekurangpahaman tentang simbol

Umumnya siswa tidak terlalu melakukan kesalahan jika kepada

mereka disajikan soal seperti 4 + 3 = …, atau 8 –5 = …, tetapi banyak

melakukan kesalahan ketika dihadapkan pada soal seperti 4 + … = 7,

… - 4 = 7. Hal ini terjadi karena anak tidak memahami simbol-simbol

sama dengan (=), tidak sama dengan (≠), tambah (+), kurang (-), lebih

besar (>), dan sebagainya. Untuk dapat menyelesaikan soal-soal

(58)

b. Nilai tempat

Kurangnya pemahaman siswa tentang nilai tempat semakin membuat

mereka kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika apalagi jika dihadapkan pada lambang bilangan basis buka sepuluh. Oleh karena

itu, siswa tidak cukup diajak memahami tentang nilai tempat tetapi juga harus diberi latihan yang cukup.

c. Penggunaan proses yang keliru

Kekeliruan yang sering dilakukan siswa dalam proses perhitungan dapat dilihat pada contoh di bawah ini:

1) Mempertukarkan simbol-simbol 6 17

3 x 2 _ 9 19

2) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan tanpa memperhatikan nilai tempat

83 66

67 + 29 +

1410 815

3) Semua digit ditambahkan bersama dan tidak memperhatikan nilai tempat

67 58

31 + 12 +

17 16

Anak menghitung : 6 + 7 + 3 + 1 = 17 5 + 8 + 1 + 2 = 16

4) Digit ditambahkan dari kiri ke kanan tanpa memperhatikan nilai

(59)

21 37

476 753

851 + 693 +

148 1113

5) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan satuan

68 73

8 + 9 +

166 172

6) Bilangan besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat

627 761

486 _ 489 _

261 328

7) Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap

532 423

147 _ 366 _

495 167

d. Perhitungan

Siswa yang tidak memahami konsep perkalian tetapi hanya mencoba menghafal perkalian tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan

jika hafalannya salah. Jika siswa sudah memahami konsep perkalian maka daftar perkalian dapat membantu mereka untuk memperbaiki

kekeliruannya.

e. Tulisan yang tidak dapat dibaca

Ada siswa yang tidak memahami tulisannya sendiri karena bentuk

Gambar

Tabel 4.11: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Perencanaan Program Pembelajaran Matematika bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Belajar bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Soal Tes yang Akan Diujikan Kepada Anak Tunagrahita Mampu Didik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskripsi, karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara akurat tentang tahapan atau proses baik verbal

Kontrak Pekerjaan Yang Sedang Dilaksanakan (jika ada) Demikian disampaikan atas perhatiannya diucapkan terima

faktor penyebab terjadinya sisa material pada tiang pancang yakni karena kondisi tiang pancang yang diterima kurang baik, hal ini bisa terjadi karena proses

Maka, peneliti ingin melihat seberapa besar pengaruh strategi kognitif self- talk khususnya instructional self-talk pada peningkatan performa atlet-atlet yang berada di

Kegiatan atau program yang belum selesai dikerjakan oleh setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam tahun anggaran tersebut akan dibebankan kepada tahun anggaran

Timbal balik yang dilakukan guru terhadap pertanyaan dan pendapat siswa baik berupa ucapan atau ungkapan yang berkenaan dengan kesantunan berbahasa siswa ketika

Judul : ANALISIS DAN DESAIN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SISWA BARU KELAS X UNGGULAN DENGAN METODE PROMETHEE.. Kategori : SKRIPSI Nama : NURINDA Nomor Induk

KPU Kota Yogyakarta melakukan kooordinasi dengan penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan tingkat desa/kelurahan terkait dengan pemaksimalan daftar pemilih