• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) adalah udang air tawar yang mempunyai

Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron

Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah

(Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan

Agus Oman Sudrajat dan Munti Sarida

1) Staf Pengajar PS Teknologi dan Manajemen Akuakultur

Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Institut Pertanian Bogor. Jl. Agatis, Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga – Bogor 16680

Telp. (0251) 622909/622911- Fax: ( 0251) 622907 2) Staf Pengajar PS Budidaya Perairan Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Jl. Sumantri Brojonegoro No.1 Gedong Meneng - Bandar Lampung 35145 Telp. (0721) 773577- Fax: (0721) 704946

Diterima : 2 Februari 2006; Diterima Publikasi : 26 Maret 2006

Abstract

Agus Oman Sudrajat and Munti Sarida. 2006. Effectivity of aromatase inhibitor and 17α–methyltestosterone treatments in male production of freshwater prawn (Macrobrachium Rosenbergii de Man). Aquacultura

Indonesiana, 7(1) : 61–67. A feeding trials were conducted to determine the optimum dose of aromatase inhibitor

and 17α–methyltestosterone to produce male freshwater prawn using 16 day old larva (3 mg average weight). There were six treatments with 4 replicates; feed without addition 17α–methyltestosterone+aromatase inhibitor (control), feed added by dose 17α–methyltestosterone and aromatase inhibitor (0+1000 mg/kg; 0 and 2000 mg/kg, 10+ 0 mg/ kg; 10+ 1000 mg/kg feed, 10+2000 mg/kg feed). The freshwater prawn were fed to ad libitum four times a day for 30 day. The result showed that the male production percentage increased due to the increased dietary levels of aromatase inhibitor and 17–methyltestosterone (P<0.05). The optimum level to produce the males was found at a combination of 2000 mg aromatase inhibitor/kg feed and 10 mg 17α–methyltestosterone/kg feed with the male production 77,77% and survival rate 81%.

Keywords: Aromatase inhibitor; Produce male; Freshwater prawn; 17α–Metiltestosteron

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang optimum dalam produksi udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) jantan dengan pemberian tingkat dosis aromatase inhibitor dan 17α-metiltestosteron melalui pakan. Udang yang digunakan mempunyai berat rata – rata 3 mg dengan umur 30 hari setelah menetas. Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan dengan 4 kali ulangan, yaitu : pakan tanpa tambahan 17α-metiltestosteron dan aromatase inhibitor (kontrol), pakan yang ditambah dosis 17α-metilteststeron dan aromatase inhibitor (10+0 mg/ kg; 0+1000 mg/kg pakan; 10+1000 mg/kg pakan, 0+2000 mg/kg pakan; 10+2000 mg/kg pakan). Pakan diberikan secara ad libitum dengan frekuensi empat kali sehari selama masa pemeliharaan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase jenis kelamin jantan udang galah dan semakin meningkat secara nyata (P<0,05) dengan meningkatnya dosis kombinase aromatase inhibitor dan 17 α-metiltestosteron. Perlakuan terbaik untuk menghasilkan udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) jantan yang optimal adalah dengan dosis 10 mg 17α– metiltestosteron/kg pakan + 2000 mg aromatase inhibitor/kg pakan sebesar 77,77%, dengan tingkat kelulushidipan 81%. Sedangkan, teknik maskulinisasi yang efektif dan tanpa menggunakan hormon penjantan adalah dengan aromatase inhibitor dengan dosis 2000 mg/kg pakan.

Keywords: Aromatase Inhibitor; Produksi jantan; Udang Galah; 17α–Metiltestosteron

ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya. Ukuran berkisar 100 g sampai 200

g per ekor sangat digemari konsumen di dalam

(2)

beberapa negara Eropa. Oleh karena itu upaya untuk memproduksi udang galah sesuai permintaan pasar sangat diharapkan. Salah satu cara untuk meningkatka n produksi adalah dengan mengembangkan sistem budidaya tunggal kelamin (monosex). Udang galah jantan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan betinanya (Kusmini et al., 2001). Jenis jantan dapat mencapai panjang hingga sekitar 25 cm dengan bobot tiga kali lebih besar daripada betina, berkisar antara 42–102 g selama 3 bulan. Sedangkan udang betina hanya dapat mencapai panjang sekitar 15 cm dengan bobot maksimal hanya 19–51 g (Hadie

et al., 2001). Perbedaan pertumbuhan tersebut

berpengaruh pada hasil yang berdampak terhadap permintaan pasar. Agar produksi lebih besar dan cepat perlu diusahakan populasi monoseks jantan pada udang galah pada saat diferensiasi kelamin. Diferensiasi terjadi pada periode kritis dimana otak embrio masih dalam keadaan bipotensial dalam mengarahkan pembentukan kelamin baik secara morfologi, tingkah laku maupun fungsi. Pada beberapa spesies ikan pemberian androgen eksogen menyebabkan efek penjantanan sedangkan pemberian estrogen eksogen menyebabkan efek feminisasi (Yamazaki, 1983).

Hormon androgen yang banyak digunakan untuk jantanisasi adalah 17α-metiltestosteron. Namun, penggunaan 17α–metiltestosteron sudah mulai dikurangi. karena sifat 17α–metiltestosteron yang dapat menimbulkan pencemaran dan kanker pada manusia. Contreras-Sánchez et al. (2001) menyatakan bahwa residu anabolik 17α– metiltestosteron masih tertinggal pada sedimen kolam setelah tiga bulan penggunaannya pada jantanisasi ikan nila. Oleh karena itu, perlu dicari bahan alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan populasi jantan.

Dewasa ini berkembang metode jantanisasi menggunakan aromatase inhibitor. Aromatase

inhibitor adalah bahan kimia yang dapat digunakan

untuk memanipulasi diferensiasi kelamin melalui penghambatan aktifit as enzim aromat ase. Aromatase inhibitor menghambat ekspresi gen aromatase (cytochrome P450) berperan dalam aromatisasi androstenedione menjadi estrogen dan testosteron menjadi estradiol–17β (Jayasuri et al., 1986 dalam Kwon et al., 2000), efek dari penghambatan terjadinya pembentukan estrogen sehingga dapat mengakibatkan jantanisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian tingkat dosis aromatase

inhibitor dan 17α–metiltestosteron yang tepat

melalui pakan dalam produksi udang galah jantan yang maksimal sebagai upaya efisiensi produksi udang galah.

Materi dan Metode

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005 dilaboratorium Kaca 2 Lapangan Observasi Bawah Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan baku pakan yang digunakan dalam percobaan ini adalah pakan udang bentuk bubuk (no.P0) dan pelet halus (no.P1–P3) merk Chuen Shin berkadar protein kasar 42%. Pakan selama perlakuan adalah pakan yang diberi campuran larut an aromat ase inhibitor dan 17α– metiltestosteron dengan dosis tertentu selama 30 hari. Dengan kombinasi dosis 17α–metiltestosteron dan aromatase inhibitor (0+0 mg/kg pakan, 0+1000 mg/ kg pakan, 0+2000 mg/kg pakan, 10+0 mg/kg pakan, 10+1000 mg/kg pakan, 10+2000 mg/kg pakan). Setelah perlakuan (pemeliharaan) udang uji diberi pakan Daphnia beku dan pakan pelet. Udang yang digunakan berumur 30 hari setelah menetas dengan berat rata–rata awal 3 mg. Sebelum diberikan perlakuan larva diadaptasikan di bak fiber dengan volume 800 L. Adaptasi pakan dilakukan sejak larva berumur 25 hari setelah menetas dengan adaptasi pakan yang sebelumnya menggunakan pakan pasta maka mulai menggunakan pakan bubuk dilakukan laboratorium sampai larva berumur 29 hari setelah menetas. Sedangkan adaptasi terhadap lingkungan penelitian dilakukan selama empat hari sejak berumur 26 hari setelah menetas.

Pemeliharaan Ikan

Pada saat percobaan berlangsung, larva dimasukkan ke dalam 24 akuarium dengan ukuran 90 x 40 x 40 cm3 dengan ketinggian air 20 cm, kepadatan 110 ekor/m2 (50 ekor untuk setiap akuarium atau ulangan). Penempatan larva ke dalam akuarium secara acak (Steel dan Torrie, 1993). Air yang digunakan berasal dari air sumur yang telah

(3)

dierasi selama 24 jam. Pemberian pakan dilakukan secara ad libittum dengan frekuensi empat kali sehari, yaitu pukul 08.00, pukul 11.00, pukul 14.00 dan pukul 17.00 WIB. Pemeliharaan udang dilakukan sampai udang dapat dibedakan jenis kelaminnya. Dan dikombinasikan dengan pemberian pakan alami

Daphnia beku diberikan secara ad libitum. Supaya

kualitas air selalu kondusif untuk pertumbuhan udang galah, dilakukan pengukuran kualitasnya, diaerasi yang cukup, dilakukan penyiponan setiap hari dan pergantian air sebanyak 20–30% setiap hari. Pergantian air menggunakan air yang telah diendapkan dan diaerasi minimal selama satu hari. Pengamatan

Pengamatan jenis kelamin udang

Pengidentifikasian jenis kelamin udang dilakukan secara mikroskopis, yaitu dengan melihat keberadaan apendik maskulin yang terdapat pada kaki renang kedua udang. Pengamatan jenis kelamin dilakukan pada semua udang tiap perlakuan yaitu dengan memotong kaki renang kedua udang untuk memudahkan dalam pengamatan.

Persentase udang berjenis kelamin jantan

Keterangan:

UJ = Persentase udang galah jantan (%) X = Jumlah udang galah jantan (ekor) Y = Jumlah udang galah yang diamati (ekor)

Persentase udang berjenis kelamin betina

Keterangan:

UB = Persentase udang galah jantan (%) Z = Jumlah udang galah betina (ekor) Y = Jumlah udang galah yang diamati (ekor) Pengamatan tingkat kelulushidupan

Tingkat kelangsungan hidup udang dari masing-masing perlakuan ditentukan dengan menghitung jumlah udang pada akhir penelitian dibandingkan dengan jumlah udang diawal penelitian.

% 100 x Y X UJ  % 100 x Y Z UB  Keterangan :

SR = Kelulushidupan udang galah (%) Et = Jumlah udang galah waktu akhir (ekor) Eo = Jumlah udang galah awal (ekor) Pengamatan laju pertumbuhan harian

Laju pertumbuhan harian udang galah dihitung berdasarkan bobot. Pengukuran bobot udang dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan menggunakan timbangan elektrik.

Keterangan:

α = Laju pertumbuhan harian; Bt = Bobot udang pada waktu t

B0= Bobot udang pada waktu awal penelitian; t =Waktu akhir penelitian

Pengamatan kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, kandungan oksigen terlarut (DO), kadar ammoniak (TAN), dan alkalinitas. Pengamatan suhu air dilakukan tiga kali sehari yaitu tiap pemberian pakan. Sedangkan pengukuran parameter lainnya dilakukan pada awal penelitian, perlakuan, dan pada saat pemeliharaan organisme uji.

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil penelitian dengan menggunakan udang berumur 30 hari setelah menetas yang diberi perlakuan t ingkat kombinasi dosis 17α– metiltestosteron dan aromatase inhibitor selama 30 hari dapat dilihat pa da Tabel 1. Hasil menunjukkan bahwa data persentase ratio rata-rata persentase udang galah jenis kelamin jantan berkisar antara 50,35% sampai 77,77%. Persentase jenis kelamin jantan kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Perlakuan pemberian dosis aromatase inhibitor dan 17α-metiltestosteron menghasilkan persentase kelamin jantan yang lebih baik dibandingkan kontrol. Hal ini menerangkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap pengarahan pembentukan jenis kelamin jantan udang galah. Rasio persentase jenis kelamin jantan dan betina pada kontrol mendekati 1:1 dan merupakan rasio normal (Kusmini et al., 2001). % 100 x Eo Et SR  % 100 1 x Bo Bt t          

(4)

Perlakuan yang memberikan hasil yang paling berbeda nyata (Gambar 1) terhadap kontrol adalah perlakuan dengan dosis 17α–metiltestosteron 10+aromatase inhibitor 2000 mg/kg pakan, dengan perlakuan t ersebut kelamin jant an sebesar 77,77±3,26% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan dosis aromatase inhibitor 2000 mg/kg pakan menghasilkan jenis kelamin jantan cukup tinggi sebesar 72,78±1,15%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan ini memberikan pengaruh yang sama untuk proses pengarahan terbentuknya kelamin jantan pada udang galah. Mengingat peredaran metiltestosteron dibatasi, karena residu hormon tersebut menjadi salah satu bahan pencemar lingkungan (endocrine

residu agent), bahkan dapat menyebabkan kanker

(bersifat karsinogenik) pada manusia (Contreras-Sánchez dan Fitzpatrick, 2001), maka alternatif

jantanisasi udang galah dapat menggunakan dosis aromat ase inhibitor 2000 mg/kg pakan menghasilkan jenis kelamin jantan tinggi sebesar 72,78±1,15%. Jadi penggunaan aromatase inhibitor yang merupakan bahan kimia aman bagi manusia dan lingkungan. Dosis aromatase inhibitor 2000+17α–metiltestosteron 10 mg/kg pakan merupakan dosis yang paling tinggi (maksimal) dalam menghasilkan kelamin jantan pada udang galah dibandingkan dengan perlakuan yang menyatakan bahwa tingkat dosis untuk hormon steroid atau bahan efektif khas untuk setiap jenis.

Pada penelitian yang dilakukan dengan kombinasi a romata se inhibitor dan 17α– metiltestosteron memberikan pengaruh terhadap pengarahan pembentukan jenis kelamin udang galah. Pengaruh 17α–metiltestosteron diduga dapat berperan sebagai hormon androgenik dengan cara

6 6 .4 4 b 5 1 .3 8 a 7 2 .7 8 c 5 0 .3 5 a 7 0 .1 8 c 7 7 .7 7 d 4 8 .6 2 3 3 .5 6 2 7 .2 2 4 9 .6 5 2 7 .2 2 2 2 .2 3 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 0+0 0+10 00 0+20 00 10+ 0 10+ 1000 10+ 2000 P e r la k u a n Do s is A I d a n M T ( m g /k g p a k a n ) R a ti o K e la mi n % U d a n g G a la h Ja n ta n B e tin a

Gambar 1. Histogram presentase kelamin udang galah

Perlakuan (mg/kg pakan) Parameter pengamatan

MT AI SR (%) Ratio Jantan (%) LPH (%/hari)

0 0 76,0 ± 3,26a 51,38 ± 2,59a 8,13 ± 0,07a 0 1000 79,0 ± 1,15a 66,44 ± 2,59b 8,43 ± 0,15b 0 2000 78,5 ± 1,00a 72,78 ± 1,09c 8,55 ± 0,21bc 10 0 79,5 ± 1,00a 50,35 ± 4,20a 8,01 ± 0,01a 10 1000 80,5 ± 1,00a 70,18 ± 2,07c 8,76 ± 0,25c

)

(

x

SD

Tabel 1. Hasil perlakuan pemberian kombinasi tingkat dosis aromatase inhibitor dan 17α-metiltestosteron dalam produksi udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) jantan terhadap beberapa parameter.

Keterangan :

(5)

menambahkan level testosteron dalam tubuh pada

crustacea umumnya sehingga dapat mengarahkan

terbentuknya kelamin jantan. Sedangkan pengaruh aromatase inhibitor adalah menghambat kerja aromatase diotak dalam sintesis estrogen (proses

aromatisasi) dan menghambat proses transkripsi

dari gen–gen aromatase sehingga mRNA tidak terbentuk. Penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aroma tase seba gai feedbacknya. Dengan penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder. Kedua diduga mekanisme kerja aromatase inhibitor bersaing dengan testosteron dengan cara menambah level androgen sehingga pada akhirnya aktivitas aromatase diotak tidak berjalan, dengan demikian diduga dengan dita mbahkan aromata se inhibitor maupun kombinasi a romata se inhibitor dan 17α– metiltestosteron dapat mengarahkan terbentuknya kelamin jantan.

Waktu dan lamanya perlakuan sangat mempengaruhi keefekt ifan ker ja aroma tase

inhibitor dan 17α-met iltestosteron dalam

mera ngsang pembentukan kelamin ja ntan (Yamazaki, 1983). Hal tersebut berkaitan dengan diferensiasi yang bersifat khas pada setiap spesies. Yamamoto (1969) menyatakan bahwa pengubahan kelamin akan sempurna jika steroid mulai diberikan pada saat dimulainya diferensiasi kelamin dan berlanjut sampai diferensiasi kelamin. Dengan demikian bahwa pada penelitian ini awal pemberian aromatase inhibitor dan 17α–metiltestosteron telah sesuai karena umur 30 hari setelah menetas adalah masanya diferensiasi kelamin dan pembentukan

organ kelamin sedang terjadi dan belum definitif. Secara mikroskopis perbedaan jenis kelamin udang galah dapat diamati, kaki renang kedua udang galah jantan memiliki percabangan didasar apendik interna, dan pada percabangan ini terdapat setae-setae yang merupakan ciri jenis kelamin jantan disebut apendik jantan. Sedangkan pada kaki renang kedua udang galah betina hanya terdapat apendik interna tidak memiliki setae dapat dilihat pada Gambar 2.

Tingkat kelulushidupan udang galah pada masing-masing perlakuan dengan rata-rata 76% sampai 81% dan pada kontrol sebesar 76% (Tabel 1 dan Gambar 3). Antar perlakuan dan kontrol tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Dengan demikian a romata se inhibi tor dan 17α– metiltestosteron yang diberikan lewat pakan tidak memberikan pengaruh terha dap tingkat kelangsungan hidup udang galah.

Laju pertumbuhan harian rata-rata udang galah selama penelitian berkisar antara 8,01% sampai 8,77% sedangkan pada kontrol sebesar 8,13% (Tabel 1). Perbedaan yang nyata untuk laju pertumbuhan harian antar perlakuan (P<0,05). Perbedaan yang nyata didapatkan pada udang yang diberi pakan kombinasi aromatase inhibitor dan 17α–metiltestosteron. Uji lanjut (Duncan) bahwa kontrol dengan perlakuan dosis MT 10+AI 0 mg/kg pakan tidak berbeda nyata. Perlakuan dengan dosis MT 0+AI 2000 mg/kg pakan berbeda nyata terhadap perlakuan dengan dosis MT 0+AI 1000 mg/kg pakan. Sedangkan untuk perlakuan dosis MT 10+AI 1000 mg/kg pakan), perlakuan MT 0+AI 2000 mg/kg pakan), dan perlakuan dosis MT 10+AI 2000 mg/kg pakan ) juga tidak berbeda nyata (P>0,05) (Gambar 4).

Gambar 2 Kaki renang kedua udang galah jantan dan betina

(6)

Dalam laju pertumbuhan harian dengan penambahan aromatase inhibitor atau 17α– metiltestosteron saja memberikan laju pertumbuhan yang cukup rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan dengan penambahan kombinasi aromatase inhibitor atau 17α–metiltestosteron. Hal ini disebabkan aromatase inhibitor menghambat kerja enzim aromatase sehingga androgen tetap ada juga 17α–met iltestosteron menambah level androgen sehingga berpengaruh pada mekanisme kerja hormon pertumbuhan yang lebih cepat pada

Keterangan = huruf superskrif yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata(P>0,05)

Gambar 4. Histogram rata-rata laju pertumbuhan harian (LPH %)

akhirnya menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang diberikan aromatase inhibitor saja atau 17α– metiltestosteron saja. Perbedaan utama udang galah terdapat pada pertumbuhan jantan dan betina yang tampak jelas dan telah menjadi karakteristiknya (Brodie, 1991; Cohen et al., 1981 dalam Sagi et

al. , 1986). Denga n demikian perbedaan

pertumbuhan antara jantan dengan betina ini akan sangat mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Alternatif jantanisasi yang efektif dan aman bagi Gambar 3. Histogram rata-rata persentase tingkat kelulushidupan (SR)

(7)

Terhadap Nisbah Kelamin Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii ). Pr osidin g Workshop Hasil Penelitian Budidaya Udang Galah. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, hlm. 98–102.

Kusmini, I.I., L.E. Hadie, dan N. Rukminasari. 2001.

Pengaruh Dosis Hormon 17α-Metiltestosteron Dalam Pakan Terhadap Peningkatan Proporsi Kelamin Jan tan Lar va Udan g Galah (Macrobrachium rosenbergii ). Pr osidin g Workshop Hasil Penelitian Budidaya Udang Galah, Jakarta, hlm. 103–106.

Kwon, J.Y., V. Hashpanah, L.M. Hurtado, B. McAndrew and D. Penman. 2000. Maskulinization of genetic

female nile tilapia (Oreochromis niloticus) by dietary. administration of an aromatase inhibitor durin g sexual differentiation. Journal of Experimental Zoology, 287: 46–53.

Malecha, S.R., P.A. Nevin, Phyllis Ha, L.E. Barck, Y. Lamadrid-Rose, S. Masuno and D. Hedgecock.

1992. Sex-ratios and sex-determination in progeny from crosses of surgically sex-reversed freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii. Aquaculture, 105: 201–218.

Nirnama. 2004. Produksi Monoseks Jantan Udang Galah

(Macrobrachium rosenbergii de Man) Sebagai Upaya Efisiensi Produksi Dengan Aromatase Inhibitor Melalui Pakan. Laporan Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian, Departemen Budidaya Perairan. FPIK, IPB. Bogor.

Sagi, A, Z. Raanan, D. Cohen and Y. Wax. 1986.

Production of Macrobrachium rosenbergii in monosex population : yield characteristies under intensive monoculture condition in cages. Aquaculture, 51: 265–275.

Steel, R.G. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur

Statistik. PT G edia Pustaka. Jakarta, hlm : 168– 170.

Yamamoto, T. 1969. Sex Diferrentiation. In : W.S. Hoar

and D.J. Randall (Eds.), Fish Physiology, . Vol. III. Academic Press., New York City, pp. 117–158.

Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish.

Aquaculture, 33 : 329–554.

manusia dan lingkungan dapat menggunakan aromatase inhibitor dengan dosis 2000 mg/kg pakan. Aromatase inhibitor dapat mengurangi atau menggantikan penggunaan 17α–metiltestosteron dalam sex reversal pada udang galah.

Kesimpulan dan Saran

Perlakuan pemberian kombinasi aromatase

inhibitor (0, 1000, dan 2000 mg/kg pakan) dan

17α-metiltestosteron dosis (0 dan 10 mg/kg pakan) selama 30 hari pada udang galah (Macrobrachium

rosenbergii de Man) yang berumur 30 hari setelah

menetas memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kelamin jantan dan laju pertumbuhan harian tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kelulushidupan udang galah.

Perlakuan terbaik untuk menghasilkan udang galah jantan yang maksimal yaitu dosis 10 mg 17α-metiltestosteron/kg pakan dan 2000 mg aromatase inhibitor/kg pakan dengan persentase jantan 77,77%, tingkat kelulushidupan 81%, dan laju pertumbuhan harian sebesar 8,77%. Teknik jantanisasi udang galah yang efektif dan aman bagi manusia, lingkungan dapat menggunakan aromatase

inhibitor dengan dosis 2000 mg/kg pakan tanpa

harus menggunakan 17α-metiltestosteron lagi.

Daftar Pustaka

Bardach. J.E., J.H. Ryther and W.O. Mclarney. 1972.

Aquaculture Fish Farming and Husbandry of Freswater and Marine Organism. John Willey dan Sons Inc. New York, 868 pp.

Brodie, A. 1991. Aromatase and its inhibitor-an overview.

J. Steroid Biochem. Molecular. Biology, 40: 255– 261.

Contreras-Sánchez W.M. and M. S. Fitzpatrick. 2001.

Fate of meth yltestoster on e in th e pon d environment: impact of mt-contaminated soil on tilapia sex differentiation. http://pdacrsp. oregonstate.edu/pubs/technical/18tchhtml/ 9ER2C.html.

Hadie, L.E., W. Hadie, I.I. Kusmini dan Sofiawati. 2001.

Gambar

Gambar 1. Histogram presentase kelamin udang galah

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi, hasil penilaian kemampuan membaca permulaan, dan hasil belajar pada siklus II, selanjutnya dievaluasi untuk melakukan tindakan bahwa aktivitas

Implementasi penggunaan gadget dalam mendukung peningkatan hasil belajar ekonomi siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga ... Dampak Penggunaan Gadget Dalam

DAPATAN DAN PERBINCANGAN 4.1 Pengenalan 4.2 Profil Responden 4.3 Tahap Kepemimpinan Distributif 4.3.1 Dimensi Visi, Misi dan Matlamat 4.3.2 Dimensi Budaya Sekolah 4.3.3

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpukan bahwa mata pelajaran IPS dapat dikatakan sebagai mata pelajaran yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena

Sementara itu, saran untuk pengembangan produk lebih lanjut antara lain (1) pengembangan perangkat pembelajaran yang berbasis learning cycle 7e ini masih terbatas pada

Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau

Demam berdarah merupakan penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk. Perkembangan vektor penyakit dapat dipengaruhi terjadinya perubahan iklim melalui berbagai cara 1) unsur

Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Program Magister dan Doktoral adalah program beasiswa yang dibiayai oleh pemerintah Indonesia melalui pemanfaatan Dana Pengembangan