• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER

CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER- FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A)

(Skripsi)

Oleh

RISDAWATI HUTABARAT

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

(2)

ABSTRAK

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER-FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA

4G LTE-ADVANCED

Oleh

RISDAWATI HUTABARAT

Femtocell merupakan solusi yang menjanjikan bagi operator seluler untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Femtocell adalah sel kecil yang memiliki cakupan kecil (10-30 meter), biaya murah, dan daya pancar base station yang rendah. Pada jaringan komunikasi Generasi ke-4 (4G) memungkinkan penggunaan pengulangan frekuensi 1 antara femtocell dan macrocell yang didukung oleh teknik Single Carrier-Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) untuk transmisi uplink. Meskipun penyebaran femtocell pada jaringan macrocell memiliki manfaat, hal tersebut juga akan meningkatkan masalah interferensi pada sistem dikarenakan menggunakan pengulangan frekuensi 1.

Untuk mengatasi masalah interferensi tersebut, skripsi ini menganalisis penggunaan dua metode power control yang berbeda untuk transmisi uplink pada jaringan seluler two-tier femtocell-macrocell. Skripsi ini mempertimbangkan jaringan komunikasi seluler multi-sel yang terdiri dari tiga sistem macrocell. Terdapat tiga buah skenario simulasi yang dipertimbangkan pada skripsi ini dan akan menganalisis satu dari tiga macrocell yang berada pada kondisi transmisi uplink. Tipe interferensi yang dipertimbangkan pada skripsi ini yaitu interferensi co-tier, cross-tier dan total. Tiga parameter kinerja yang diamati pada skripsi ini yaitu Signal to Interference plus Noise Ratio (SINR), throughput and Bit Error Rate (BER).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode power control berhasil mengatasi masalah interferensi terhadap evolved Node B (eNB) yang diamati dan Home eNB yang diamati.

Ketika membandingkan tiga skenario simulasi yang telah dilakukan, hasil-hasil distribusi SINR, throughput dan BER yang paling baik adalah pada skenario simulasi 1, sedangkan yang terburuk adalah pada skenario simulasi 2.

Kata Kunci: Manajemen Interferensi, Femtocell, Jaringan Seluler Two-Tier, Transmisi

Uplink, Power Control, SINR.

(3)

ABSTRACT

INTERFERENCE MANAGEMENT USING POWER CONTROL FOR UPLINK TRANSMISSION IN TWO-TIER CELLULAR NETWORK BASED SINGLE CARRIER-FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) OF 4G LTE-

ADVANCED

By

RISDAWATI HUTABARAT

Femtocell is a promising solution for cellular operator to increase the capacity of cellular network. Femtocell is a small cell having short range (10-30 meters), low cost, and low power base station. Fourth Generation (4G) cellular communication network allows frequency reuse of 1 between femtocell and macrocell which supported by Single Carrier- Frequency Division Multiple Access SC-FDMA for uplink transmission. Despite the advantages of deploying femtocell into the existing macrocell networks, it also increase the interference problems of the system caused by the use of frequency reuse 1.

To address interference problems, this report proposes the use of two power controls for the uplink transmission in two-tier femtocell-macrocell cellular network. This report considers multi-cell cellular communication network consisting of three macrocell systems. There are three simulation settings which are considered in this report and it analyze one of three macrocells which is on the uplink transmission. Types of interferences considered in this report are co-tier, cross-tier, and total interferences. Three perfomance parameters which were observed in this report are Signal to Interference plus Noise Ratio (SINR), throughput and Bit Error Rate (BER).

Simulation result show that power control methods resolve the interference problems on the observed evolved Node B(eNB) and observed Home eNB. When it is comparing three simulation settings, the best result for the distribution of SINR, throughput, and BER are on the simulation setting 1 while the worst results were on the simulation setting 2.

Keywords: Interference Management, Femtocell, Two-Tier Cellular Network,

Uplink Transmission, Power Control, SINR.

(4)

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER

CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER- FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A)

Oleh

RISDAWATI HUTABARAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampun

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sridadi, Provinsi Lampung pada tanggal 23 April 1994. Penulis merupakan anak ke-tiga dari enam bersaudara dari pasangan W. Hutabarat dan L. Sijabat.

Pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Soponyono pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006, lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Wonosobo pada tahun 2009, lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotaagung pada tahun 2012, dan pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung .

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa

Teknik Elektro (Himatro) Fakultas Teknik periode 2013-2015 sebagai anggota

Departemen Sosial dan Kewirausahaan (Soswir) dan anggota Forum Komunikasi

Mahasiswa Kristen Fakultas Teknik (FKMK-FT). Selain itu penulis juga aktif di

Laboratorium Teknik Telekomunikasi sebagai asisten praktikum dan menjabat

sebagai sekretaris Laboratorium periode 2015-201. Pada tahun 2015 penulis

melaksanakan Kerja Praktik (KP) selama 40 hari di Innovation and Design Center

(IDeC) PT. Telekomunikasi Bandung Divisi Machine to Machine (M2M), dengan

mengambil judul “Proses Transmisi Data Telemetry Device pada Vending

Machine Menggunakan Jaringan General Packet Radio Service (GPRS)”.

(9)

PERSEMB AHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Kedua orang tuaku yang sudah memberikan kasih sayang kepadaku, pelajaran hidup, tidak lelah memberikan semangat, tidak bosan memberikan nasihat dan doa sampai bisa menjadi seperti sekarang ini, terimakasih untuk semuanya.

Kedua abangku dan adik-adikku atas dukungan moril maupun

materiil dalam penyelesaian skripsi ini dan perkuliahanku.

(10)

MOTTO

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

(Amsal 1:7)

(11)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala kasih, bimbingan, berkat, serta perlindungan-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Manajemen Interferensi pada Transmisi Uplink dengan Metode Power Control untuk Two-Tier Cellular Network Berbasis SC-FDMA pada 4G LTE-Advanced”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati berharap semoga skripsi ini dapat menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin menggunakannya. Penulis juga menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil dari keluarga, dosen pembimbing, sahabat- sahabat dan pihak-pihak yang turut membantu, maka penulis tentu tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Suharno, M.Sc.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik,

2. Bapak Dr. Ing Ardian Ulvan, S.T.,M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknik

Elektro, dosen Pembimbing Akademik dan sekaligus penguji utama skripsi

(12)

yang bersedia menguji, memberikan arahan, saran, nasehat serta kritikan yang bersifat membangun dalam penyelesaian skripsi ini,

3. Bapak Dr. Herman H. Sinaga, S.T.,M.T. selaku sekretaris Jurusan Teknik Elektro,

4. Bapak Misfa Susanto,S.T.,M.Sc.,Ph.D. sebagai pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu, dengan sabar membimbing, tidak bosan memberikan saran, arahan dan nasehat sehingga skripsi ini dapat selesai,

5. Ibu Yetti Yuniati, S.T.,M.T sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, serta kritikan yang bersifat membangun dalam pengerjaan skripsi ini,

6. Ibu Dr. Ing Melvi, S.T.,M.T. selaku Ketua Laboratorium Teknik Telekomunikasi yang turut serta memberikan saran, arahan, kritikan, nasehat dan bimbingan selama bangku perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, 7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung atas pengajaran

dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Teknik Elektro Universitas Lampung,

8. Mba Ning atas semua bantuannya dalam mengurus masalah administrasi selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Elektro,

9. Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa, semangat, nasihat dan mendukung dalam segala hal dalam proses penyelesaian skripsi ini,

10. Kedua abangku, Bang Monang dan Bang Rudi yang selalu memberikan

dukungan moril ataupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini,

(13)

11. Adik-adikku, Deni, Sonta dan Hotman yang memberikan dukungan dan semangat,

12. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, tempat berbagi dalam suka dan duka, Dika, Bella, Windy, Gusti, Desi dan Ratih yang telah memberikan semangat dan motivasi selama ini,

13. Sahabat yang ikut jatuh bangun dalam pengerjaan skripsi ini Dika Fauzia, terimakasih atas semangat, dukungan dan saran yang saling kita berikan, 14. Tim diskusi skripsi, Kak Pras, Andri, Niken, Yona dan Taufik atas pertukaran

ilmu pengetahuannya,

15. Keluarga seperjuangan Teknik Elektro 2012 (Elang’2012) Universitas Lampung, semoga cita-cita dan harapan yang kita impikan dapat tercapai, 16. Teman-teman konsentrasi Telekomunikasi, Dika, Ratih, Andri, Gifinri, Fiki,

Angga dan Taufik,

17. Kakak-kakak asistem Lab. Telkom, Mba Annida, Mba Alin, Kak Sigit, Mba Rina, Kak Adit, dan adik-adik staf lainnya yang tidak sempat disebutkan, 18. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya dari awal

kuliah sampai dengan terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua amal baiknya. Penulis berharap skripsi ini berguna dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Februari 2017 Penulis

Risdawati Hutabarat

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

HALAMAN JUDUL... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN... v

RIWAYAT HIDUP... vii

PERSEMBAHAN... viii

SANWACANA... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR TABEL... xxiv

DAFTAR SINGKATAN... xxv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Skripsi... 3

1.3 Manfaat Skripsi... 3

1.4 Rumusan Masalah... 4

1.5 Batasan Masalah... 4

1.6 Sistematika Penulisan... 5

(15)

xiv

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Kajian Pustaka pada Penelitian yang Berkaitan... 7

2.2 Konsep Seluler... 11

2.3 Interferensi dan Kapasitas Sistem Selular... 14

2.4 Peningkatan Kapasitas Sistem Seluler... 16

2.4.1 Pemecahan Sel (Cell Splitting)... 17

2.4.2 Pembagian Sektor (Sectoring)... 17

2.4.3 Pendekatan Zona Cakupan... 17

2.5 Long Term Evolution-Advanced (LTE-Advanced)... 17

2.6 Teknologi pada LTE-Advanced... 20

2.6.1 Orthoghonal Frequency Division Multiple Access... 20

2.6.2 Single Carrier- Frequency Division Multiple Access... 21

2.7 Femtocell... 23

2.8 Interferensi pada Femtocell... 25

2.8.1 Co-Tier Interference... 25

2.8.2 Cross-Tier Interference... 26

2.9 Model Propagasi Path Loss... 28

2.9.1 Model Propagasi untuk Macrocell-Daerah (Urban)... 29

2.9.2 Model Propagasi untuk Femtocell-Daerah (Urban)... 29

2.10 Metode Power Control... 30

III. METODE PENELITIAN... 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 33

3.2 Alat dan Bahan... 33

3.3 Metode Penelitian... 33

(16)

xv

3.3.1 Studi Literatur... 34

3.3.2 Pemodelan Sistem... 34

3.3.2.1 Pemodelan Cell Layout... 35

3.3.2.2 Penentuan Lokasi Base Station... 35

3.3.2.3 Distribusi User dan Lokasi HeNB... 37

3.3.3 Simulasi Sistem... 39

3.3.3.1 Parameter Simulasi... 39

3.3.3.2 Model Propagasi... 40

3.3.3.3 Pembangkitan Noise... 41

3.3.3.4 Perhitungan Kinerja Sistem... 43

3.3.4 Metode Power Control (PC)... 44

3.3.4.1 Metode Power Control 1... 46

3.3.4.2 Metode Power Control 2... 46

3.3.5 Pemodelan Skenario... 47

3.3.6 Skenario Interferensi 1... 51

3.3.7 Skenario Interferensi 2... 53

3.3.8 Skenario Interferensi 3... 54

3.4 Diagram Alir Penelitian... 56

3.4.1 Diagram Alir Proses Penelitian... 56

3.4.2 Diagram Alir Program Simulasi... 57

3.4.2.1 Flow Chart Tanpa Metode Power Control... 57

3.4.2.2 Flow Chart dengan Metode Power Control 1... 58

3.4.2.3 Flow Chart dengan Metode Power Control 2... 59

(17)

xvi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 60

4.1 Signal to Interference and Noise Ratio (SINR)... 61

4.1.1 Perbandingan Nilai SINR dengan Metode Power Control 1... 61

4.1.1.1 Nilai SINR pada Skenario 1 dengan Metode PC 1... 61

4.1.1.2 Nilai SINR pada Skenario 2 dengan Metode PC 1... 67

4.1.1.3 Nilai SINR pada Skenario 3 dengan Metode PC 1... 71

4.1.2 Perbandingan Nilai SINR dengan Metode Power Control 2... 75

4.1.2.1 Nilai SINR pada Skenario 1 dengan Metode PC 2... 75

4.1.2.2 Nilai SINR pada Skenario 2 dengan Metode PC 2... 78

4.1.2.3 Nilai SINR pada Skenario 3 dengan Metode PC 2... 82

4.1.3 Perbandingan Nilai SINR Berdasarkan Metode Power Control... 85

4.1.3.1 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 1... 85

4.1.3.2 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 2... 88

4.1.3.3 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 3... 91

4.1.3.4 Tabel Perbandingan Nilai SINR... 93

4.2 Throughput... 95

4.2.1 Perbandingan Nilai Throughput dengan Metode PC 1... 96

4.2.1.1 Nilai Throughput pada Skenario 1 dengan Metode PC 1... 96

4.2.1.2 Nilai Throughput pada Skenario 2 dengan Metode PC 1... 99

4.2.1.3 Nilai Throughput pada Skenario 3 dengan Metode PC 1... 102

4.2.2 Perbandingan Nilai Throughput dengan Metode PC 2... 105

4.2.2.1 Nilai Throughput pada Skenario 1 dengan Metode PC 2... 105

4.2.2.2 Nilai Throughput pada Skenario 2 dengan Metode PC 2... 107

4.2.2.3 Nilai Throughput pada Skenario 3 dengan Metode PC 2... 110

(18)

xvii

4.2.3 Perbandingan Nilai Throughput Berdasarkan Metode PC... 113

4.2.3.1 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 1... 113

4.2.3.2 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 2... 116

4.2.3.3 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 3... 118

4.2.3.4 Tabel Perbandingan Nilai Throughput... 121

4.3 Bit Error Rate (BER)... 124

4.3.1 Perbandingan Nilai BER dengan Metode Power Control 1... 124

4.3.1.1 Nilai BER pada Skenario 1 dengan Metode PC 1... 124

4.3.1.2 Nilai BER pada Skenario 2 dengan Metode PC 1... 127

4.3.1.3 Nilai BER pada Skenario 3 dengan Metode PC 1... 129

4.3.2 Perbandingan Nilai BER dengan Metode Power Control 2... 131

4.3.2.1 Nilai BER pada Skenario 1 dengan Metode PC 2... 132

4.3.2.2 Nilai BER pada Skenario 2 dengan Metode PC 2... 134

4.3.2.3 Nilai BER pada Skenario 3 dengan Metode PC 2... 137

4.3.3 Perbandingan Nilai BER Berdasarkan Metode Power Control... 139

4.3.3.1 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 1... 139

4.3.3.2 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 2... 142

4.3.3.3 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 3... 145

4.3.3.4 Tabel Perbandingan Nilai BER... 147

V. SIMPULAN DAN SARAN... 150

5.1 Simpulan... 150

5.2 Saran... 152

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambar Pemodelan Sel ... ... 11

Gambar 2.2 Sel Heksagonal... ... 12

Gambar 2.3 Perbandingan Ukuran Sel... 13

Gambar 2.4 Ilustrasi dari Interferensi Ko-Kanal... ... 15

Gambar 2.5 Arsitektur Dasar LTE-Advanced... ... 18

Gambar 2.6 Alokasi Subcarriers di OFDMA... 21

Gambar 2.7 Alokasi Subcarriers di SC-FDMA... 22

Gambar 2.8 Arsitektur HeNB pada LTE-Advanced... 23

Gambar 2.9 Interferensi Co-Tier Saat Transmisi Uplink... 26

Gambar 2.10 Interferensi Cross-Tier Saat Transmisi Uplink ... 27

Gambar 2.11 Ilustrasi Path Loss Ketika Proses Transmisi... 28

Gambar 3.1 Cell Layout pada Skenario Simulasi... 35

Gambar 3.2 Penentuan Lokasi eNB ... 36

Gambar 3.3 Model Distribusi User ... ... 37

Gambar 3.4 Distribusi User dan Femtocell ... 39

Gambar 3.5 Skenario Simulasi Ketika Semua User Transmisi Uplink... 49

Gambar 3.6 Model Skenario Simulasi 1 ... 52

Gambar 3.7 Model Skenario Simulasi 2 ... 53

(20)

xix

Gambar 3.8 Model Skenario Simulasi 3 ... 55

Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian ... 56

Gambar 3.10 Flow Chart tanpa Metode Power Control... 57

Gambar 3.11 Flow Chart Metode Power Control 1... 58

Gambar 3.12 Flow Chart Metode Power Control 2... 59

Gambar 4.1 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1... 62

Gambar 4.2 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1... 64

Gambar 4.3 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 1... 66

Gambar 4.4 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2... 68

Gambar 4.5 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2... 69

Gambar 4.6 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 2... 70

Gambar 4.7 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3... 71

Gambar 4.8 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3... 73

Gambar 4.9 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 3... 74

Gambar 4.10 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1... 75

Gambar 4.11 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1... 76

Gambar 4.12 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 1... 77

Gambar 4.13 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2... 79

Gambar 4.14 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2... 80

Gambar 4.15 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 2... 81

Gambar 4.16 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3... 82

Gambar 4.17 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3... 83

Gambar 4.18 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 3... 84

Gambar 4.19 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di

(21)

xx

Skenario 1... 86 Gambar 4.20 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di

Skenario 1... 86 Gambar 4.21 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di

Skenario 1... 86 Gambar 4.22 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di

Skenario 2... 89 Gambar 4.23 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di

Skenario 2... 89 Gambar 4.24 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di

Skenario 2... 89 Gambar 4.25 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di

Skenario 3... 91 Gambar 4.26 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di

Skenario 3... 92 Gambar 4.27 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di

Skenario 3... 92

Gambar 4.28 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1... 96

Gambar 4.29 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1.. 97

Gambar 4.30 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 1... 97

Gambar 4.31 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2... 99

Gambar 4.32 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2.. 100

Gambar 4.33 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 2... 100

Gambar 4.34 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3... 102

(22)

xxi

Gambar 4.35 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3.. 102 Gambar 4.36 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 3... 103 Gambar 4.37 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1... 105 Gambar 4.38 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1.. 105 Gambar 4.39 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 1... 106 Gambar 4.40 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2... 108 Gambar 4.41 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2.. 108 Gambar 4.42 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 2... 108 Gambar 4.43 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3... 111 Gambar 4.44 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3.. 111 Gambar 4.45 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 3... 111 Gambar 4.46 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 1... 113 Gambar 4.47 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 1... 114 Gambar 4.48 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total

di Skenario 1... 114 Gambar 4.49 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 2... 116 Gambar 4.50 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 2... 117 Gambar 4.51 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total

di Skenario 2... 117

Gambar 4.52 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier

(23)

xxii

di Skenario 3... 119 Gambar 4.53 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 3... 119 Gambar 4.54 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total

di Skenario 3... 119

Gambar 4.55 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1... 125

Gambar 4.56 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1... 125

Gambar 4.57 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 1... 125

Gambar 4.58 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2... 127

Gambar 4.59 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2... 127

Gambar 4.60 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 2... 128

Gambar 4.61 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3... 129

Gambar 4.62 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3... 130

Gambar 4.63 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 3... 130

Gambar 4.64 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1... 132

Gambar 4.65 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1... 132

Gambar 4.66 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 1... 133

Gambar 4.67 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2... 135

Gambar 4.68 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2... 135

Gambar 4.69 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 2... 135

Gambar 4.70 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3... 137

Gambar 4.71 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3... 137

Gambar 4.72 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 3... 138

Gambar 4.73 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier

(24)

xxiii

di Skenario 1... 140 Gambar 4.74 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 1... 140 Gambar 4.75 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total

di Skenario 1... 140 Gambar 4.76 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 2... 143 Gambar 4.77 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 2... 143 Gambar 4.78 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total

di Skenario 2... 143 Gambar 4.79 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 3... 145 Gambar 4.80 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 3... 146 Gambar 4.81 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total

di Skenario 3... 146

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perbandingan dari Beberapa Metode untuk Manajamen

Interferensi... 10 Tabel 2.2 Nilai SINR Berdasarkan Tipe Trafik Berbeda... 32 Tabel 3.1 Parameter Simulasi... 40 Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan

1 Femtocell Tiap-Tiapnya... 47

Tabel 3.3 Skenario Simulasi 1... 51

Tabel 3.4 Skenario Simulasi 2... 54

Tabel 3.5 Skenario Simulasi 3... 55

Tabel 4.1 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 1 ... 94

Tabel 4.2 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 2 ... 95

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 3 ... 95

Tabel 4.4 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 1 ... 121

Tabel 4.5 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 2 ... 122

Tabel 4.6 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 3 ... 123

Tabel 4.7 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 1 ... 147

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 2 ... 148

Tabel 4.9 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 3 ... 149

(26)

DAFTAR SINGKATAN

3GPP : The Third Generation Partnership Project BER : Bit Error Rate

BPSK : Binary Phase Shift Keying BTS : Base Transceiver Station

CCDF : Complementary Cummulatif Distribustion Function CDF : Cummulatif Distribustion Function

DSL : Digital Subscriber Line eNB : evolved Node B

EPC : Evolved Packet Core

E-UTRAN : Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network FRR : Fractional Frequency Reuse

FUE : Femto User Equipment HeNB : Home eNode B

HSPA : High Speed Packet Access

ICIC : Inter Cell Interference Coordination IP : Internet Protocol

ITU-RR : International Telecommunication Union-Radio Regulations LIPA : Local IP Access

LTE : Long Term Evolution

(27)

xxvi MATLAB : Matrix Laboratory

MME/S-GW : Mobility Management Entity/Serving Gateway MUE : Macro User Equipment

OFDMA : Orthogonal Frequency Division Multiple Access PAPR : Peak to Average Power Ratio

PC 1 : Power Control 1 PC 2 : Power Control 2

PC : Power Control

QAM : Quadrature Amplitude Modulation QoS : Quality of Service

QPSK : Quadrature Phase Shift Keying

SC-FDMA : Single Carrier-Frequency Division Multiple Access SINR : Signal to Interfence plus Noise Ratio

UE : User Equipment

UMTS : Universal Mobile Telecommunication System VoIP : Voice over Internet Protocol

WCDMA : Wideband Code Division Multiple Access

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia menempati urutan ke-empat di dunia sebagai pengguna terbanyak yang melakukan koneksi mobile dan urutan ke-tiga di Asia Pasifik sebagai pengguna terbanyak smartphones, dan juga diprediksi bahwa pengguna akan semakin meningkat sampai dengan tahun 2019 [1]. Semakin banyaknya pengguna seluler maka semakin besar kapasitas jaringan seluler yang harus disediakan. Hal ini membuat operator seluler harus terus meningkatkan kapasitas jaringan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Komunikasi seluler terus berkembang pesat untuk memudahkan para pengguna dalam bertukar atau mendapatkan informasi secara cepat di mana saja dan kapan saja. Dari semua pengguna seluler, lebih dari 70% pengguna melakukan panggilan telepon dan layanan data Internet di dalam ruangan [2], misalnya di dalam gedung perkantoran, di dalam sekolah dan gedung indoor lainnya. Salah satu isu yang menjadi perhatian pada saat ini adalah bagaimana meningkatkan cakupan area indoor dan menyediakan layanan data yang cepat dengan kualitas yang lebih baik bagi pengguna.

Memperkecil ukuran sel dapat membantu meningkatkan kapasitas jaringan dan

cakupan area layanan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan penyebaran

femtocell pada macrocell. Femtocell cocok digunakan pada area indoor karena

(29)

2

memiliki cakupan area yang lebih kecil sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan agar Quality of Service (QoS) pada pelanggan menjadi terjamin [3].

Femtocell access point merupakan access point atau mini Base Transceiver Station (BTS) jaringan seluler yang menghubungkan perangkat mobile standar ke sebuah jaringan operator mobile menggunakan Digital Subscriber Line (DSL), koneksi kabel broadband, fiber optic atau teknologi jaringan wireless [4].

Femtocell access point juga dikenal dengan Home Enhanced NodeB (HeNB) yang merupakan perkembangan dari macro base sation atau Enhanced Node B (eNB) sebagai mini BTS dengan menggunakan level daya yang rendah, cakupan area yang lebih kecil dan sangat tepat untuk meningkatkan coverage dan kapasitas jaringan, khususnya di dalam ruangan [5].

Di samping kelebihan yang disediakan oleh femtocell, terdapat masalah baru dari penggunaan femtocell yaitu timbulnya interferensi yang lebih kompleks dibanding dengan tanpa penyebaran femtocell. Interferensi terjadi karena penggunaan kanal komunikasi secara bersama antara user HeNB dan eNB pada waktu yang sama.

Interferensi dapat terjadi pada arah uplink maupun downlink. Oleh karena itu,

manajemen interferensi pada femtocell merupakan tantangan yang muncul sebagai

akibat dari implementasi HeNB pada daerah cakupan eNB. Terdapat beberapa

metode manajemen interferensi yang dapat digunakan untuk mengurangi

interferensi salah satunya yaitu dengan metode power control. Power control

merupakan metode yang digunakan untuk mengatur daya pancar baik pada user

maupun base station (baik pada HeNB maupun eNB) sehingga pengaruh daya

interferensi dapat diminimalkan. Pada teknologi Long Term Evolution-Advanced

(LTE-Advanced), The Third Generation Partnership Project (3GPP) menetapkan

(30)

3

teknik akses yang digunakan pada arah downlink menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) sedangkan pada arah uplink menggunakan Single Carrier-Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA).

Skripsi ini akan membahas manajemen interferensi dengan metode power control di 4G LTE-Advanced yang akan berfokus pada transmisi uplink.

1.2 Tujuan Skripsi

Adapun tujuan penelitian pada skripsi ini yaitu:

1. Melakukan skenario simulasi yang telah dibuat untuk manajemen interferensi femtocell pada 4G LTE-Advanced menggunakan metode power control pada arah uplink,

2. Menghitung dan menganalisis nilai Signal to Interfence plus Noise Ratio (SINR), throughput, dan Bit Error Rate (BER) pada sisi uplink menggunakan simulasi pada femtocell dengan dan tanpa metode power control.

1.3 Manfaat Skripsi

Manfaat yang diharapkan dari skripsi ini adalah:

1. Mengetahui faktor apa saja yang menimbulkan interferensi pada femtocell sehingga kualitas sinyal pada pengguna menurun,

2. Meningkatkan kualitas sinyal dan coverage area bagi pengguna femtocell khususnya pada area indoor,

3. Mengurangi interferensi dengan mengatur transmisi daya pancar user dengan

metode power control,

(31)

4

4. Menjamin QoS pada user di macrocell tetap baik dan tidak menurunkan QoS pada femtocell,

5. Sebagai saran atau rekomendasi untuk operator penyedia layanan seluler dalam hal meningkatkan kapasitas jaringan.

1.4 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas pada penulisan skripsi adalah:

1. Pembuatan skenario simulasi untuk mengatur letak dan jumlah user di macrocell ataupun di femtocell untuk manajemen interferensi,

2. Bagaimana menentukan parameter simulasi pada jaringan macrocell dan femtocell,

3. Bagaimana cara mensimulasikan dan mendapatkan data yang diharapkan dari skenario simulasi yang telah dibuat menggunakan software MATLAB,

4. Menentukan acuan apa yang akan digunakan untuk menganalisis hasil perhitungan yang didapat dari hasil simulasi,

5. Bagaimana cara mengatur daya pancar user pada skenario simulasi yang telah dibuat untuk dapat diimplementasikan pada jaringan 4G LTE-Advanced.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan terhadap masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Skenario simulasi yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan skenario multicell dengan 3 macrocell (eNB) dengan masing-masing memiliki 10 HeNB,

2. Skenario simulasi yang akan disimulasikan adalah jaringan berbasis SC-

FDMA seperti yang digunakan pada arah uplink 4G LTE-Advanced,

(32)

5

3. User yang diamati melakukan transmisi uplink dan semua user berada di indoor (dalam ruangan). Jumlah user di macrocell adalah 30 user dan 4 user di tiap femtocell,

4. Analisa berdasarkan tipe interferensi co-tier dan cross-tier,

5. Metode manajemen interferensi yang digunakan adalah metode power control dengan mengamati parameter kinerja sistem yaitu nilai SINR, throughput dan BER,

6. Diasumsikan tidak terjadi handover antara macrocell dengan femtocell.

7. Jenis trafik yang akan disimulasikan adalah trafik suara (voice),

8. Diasumsikan femtocell dan macrocell memiliki frekuensi kerja yang sama (frekuensi reuse=1),

9. Simulasi yang akan dilakukan pada skenario simulasi menggunakan software MATLAB.

1.6 Sistematika Penulisan

Sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini, disusun suatu sistematika penulisan dengan membaginya menjadi beberapa bab. Susunan sistematika tersebut adalah:

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat yang didapat dan diberikan dari penelitian ini, batasan masalah yang akan dibahas dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang tinjauan dan telaah literatur dari beberapa hasil penelitian

yang berhubungan dengan topik skripsi ini. Membahas tentang teori-teori dasar

(33)

6

mengenai konsep dasar seluler, LTE-Advanced, membahas secara ringkas mengenai Orthogonal Frequency Division Multiple Accesss (OFDMA) dan Single Carrier-Frequency Division Multiple Acces (SC-FDMA), interferensi pada femtocell, model propagasi yang digunakan, manajemen interferensi dengan metode power control, perhitungan daya dan SINR-nya.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi langkah-langkah penelitian yang dilakukan di antaranya waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, tahap penelitian mulai dari studi literatur, pemodelan skenario simulasi sistem, parameter simulasi yang akan digunakan, tabel capaian penelitian dan diagram alir penelitian.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil simulasi yang dihasilkan dari software MATLAB dan membahas analisa perbandingan data-data hasil simulasi yang diperoleh sesuai dengan batasan masalah yang dibahas.

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi tentang simpulan dari semua hasil simulasi dan analisa

pembahasan dari skenario simulasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Bab

ini juga memberikan saran-saran yang perlu dipertimbangkan dalam upaya

pengembangan lebih lanjut.

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka pada Penelitian yang Berkaitan

Skripsi ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada literatur, di mana penelitian-penelitian tersebut sama-sama membahas mengenai manajemen interferensi pada femtocell namun menggunakan metode dan batasan masalah yang berbeda.

Penulis pada [6] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE-Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination (ICIC)”. Metode ini bertujuan untuk menguji efektifitas pada sistem LTE-Advanced menggunakan HeNB tanpa metode ICIC dan mengetahui bagaimana pengaruhnya apabila menggunakan metode ICIC. ICIC merupakan salah satu metode manajemen interferensi dengan mengkoordinasikan antara eNB dan HeNB untuk menyediakan kanal dengan interferensi yang rendah kepada pengguna atau user yang terinterferensi oleh HeNB. Dari hasil simulasi, sistem yang menggunakan metode ICIC memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan sistem yang tidak menggunakan metode ICIC. Pada sistem dengan metode ICIC, nilai SINR di atas threshold naik hingga 42.76% dibanding dengan sistem tanpa menggunakan metode ICIC. Untuk nilai throughput, pada sistem dengan metode ICIC user yang memiliki throughput di atas threshold mencapai 76.03%

sedangkan pada sistem tanpa metode ICIC hanya 33.27%.

(35)

8

Penulis pada [7] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell”. Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan kinerja sistem dengan dan tanpa metode power control.

Pemodelan sistem pada penelitian tersebut menggunakan satu sel heksagonal dengan satu eNB dengan menyebarkan 25 HeNB secara acak dan terletak pada tepi sel heksagonal tersebut. Dari hasil simulasi, sistem dengan metode power control mengalami peningkatan nilai SINR. Diperoleh nilai SINR pada eNB di atas 30 dB di mana sebelumnya hanya 25 dB. Sedangkan nilai SINR pada HeNB bernilai di atas 60 dB yang sebelumnya hanya 30 dB.

Penulis pada [8] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Interference

Management in Femtocell Networks Using Power Control”. Penelitan tersebut

menggunakan algoritma power control berbasis Wideband Code Division Multiple

Access (WCDMA) pada jaringan 3G dan mensimulasikannya menggunakan

MATLAB untuk mendemonstrasikan distribusi acak pengguna dari cell phone di

dalam gedung dan memeriksa interferensi co-tier (di antara dua atau lebih base

station) saat uplink dan downlink. Simulasi dilakukan untuk mengatur daya pancar

user saat transmisi arah uplink dan daya pancar HeNB saat transmisi arah

downlink sehingga daya yang diterima memenuhi nilai tertentu sesuai dengan

kebutuhan Quality of Service (QoS). Penelitian tersebut berhasil dilakukan dengan

mengontrol interferensi di level co-tier dengan didapatkan nilai daya yang

diterima pada femtocell user maupun HeNB naik hingga 50% dibandingkan tanpa

menggunakan metode power control.

(36)

9

Penulis pada [9] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Uplink Capacity and Interference Avoidance for Two Tier femtocell Network”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan sebuah analisis kapasitas uplink dan strategi pengurangan interferensi untuk spektrum yang digunakan bersama pada two-tier CDMA.

Analisa kapasitas menyediakan sebuah karakterisitik yang akurat dari uplink outage probability, perhitungan pada power control, path loss dan efek shadowing.

Penulis pada [10] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Interference Management in OFDMA Femtocell Networks: Issues and Approaches”. Pada artikel tersebut, penulis menjelaskan mengenai cara meningkatkan kapasitas jaringan yaitu salah satunya dengan penyebaran femtocell. Interferensi yang dapat terjadi pada femtocell adalah interferensi co-tier dan cross-tier. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi interfererensi. Penulis pada [10]

menjelaskan mengenai penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan

berbagai metode manajemen interferensi. Metode manajemen interferensi yang

dapat digunakan yaitu metode manajemen Femto-aware spectrum, metode

clustering of femtocells, metode beam subset selection strategy, metode

collaborative frequency scheduling, metode power control, metode cognitive dan

metode frequency reuse. Pada artikel tersebut penulis mendapatkan hasil

perbandingan dari masing-masing metode yang berbeda. Berikut ini adalah tabel

perbandingannya.

(37)

10

Tabel 2.1 Perbandingan dari Beberapa Metode untuk Manajemen Interferensi [10]

No. Metode Mode

Transmisi

Kerjasama antara HeNB dan eNB

Mode Akses

Tingkat Komplek -sitas

Tingkat Efisiensi

Tipe Interferensi 1 Femto-aware

spectrum management

uplink diperlukan closed cukup tinggi

rendah cross-tier

2 Clustering of femtocell

downlink diperlukan closed cukup tinggi

cukup tinggi

co-tier dan cross- tier 3 Beam subset

selection selection strategy

downlink tidak diperlukan

closed tinggi cukup tinggi

cross-tier

4 Collaborative frequency schedulling

uplink dan downlink

tidak diperlukan

closed cukup tinggi

tinggi cross-tier dan inter- carrier interferences 5 Power

control

downlink tidak diperlukan

closed dan open

cukup tinggi

tinggi cross-tier

6 Cognitive downlink diperlukan closed dan open

cukup tinggi

cukup tinggi

cross-tier

7 Fractional Frequency Reuse (FRR)

downlink tidak diperlukan

closed, open dan hybrid

rendah tinggi co-tier cross-tier

Tabel 2.1 membandingkan tingkat efisiensi dan kompleksitas dari masing-masing metode. Berdasarkan Tabel 2.1, metode manajemen interferensi yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi yaitu metode collaborative frequency scheduling, metode power control, dan metode frequency reuse.

Kajian pustaka yang telah disebutkan di atas masing-masing membahas mengenai

manajemen interferensi pada jaringan femtocell baik pada jaringan 3G maupun

4G. Skripsi ini akan menggunakan metode power control untuk manajemen

interferensi pada femtocell khususnya pada proses uplink berbasis jaringan 4G

LTE-Advanced. Power control pada uplink merupakan metode yang digunakan

untuk mengatur daya pancar user yang akan diamati. Skenario simulasi yang

(38)

11

a. Model b. Ideal c. Nyata

digunakan adalah dengan menggunakan tiga buah macrocell heksagonal dengan masing-masing di dalamnya terdapat 10 buah femtocell.

2.2 Konsep Seluler

Sistem seluler (cellular) merupakan salah satu sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan bergerak. Sistem seluler ini membagi daerah yang akan dilayani menjadi daerah yang kecil-kecil disebut dengan sel (cell). Dengan adanya sistem seluler ini maka pengguna dapat melakukan layanan komunikasi data, voice dan video dengan bergerak secara bebas di dalam area layanan tanpa terjadi pemutusan hubungan dan dapat berkomunikasi secara wireless.

Pada sistem seluler dilakukan penggambaran sel heksagonal untuk menggambarkan cakupan area secara geografis. Bentuk sel pada sistem seluler dapat dimisalkan seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1 (a) Bentuk Model Sel yang Sering Digunakan, (b) Bentuk Sel Ideal, (c) Bentuk Sel Secara Nyata atau Real

Pada sistem seluler, sel heksagonal seperti pada Gambar 2.1 (a) digunakan untuk

memodelkan sel karena cakupan area dapat digambarkan secara rapi serta

mencakup keseluruhan area. Sel heksagonal dipilih sebagai model karena dapat

(39)

12

R R

menutupi wilayah tanpa celah dan juga tidak terjadi tumpang tindih dengan sel yang ada di sebelahnya.

Luas pada sel heksagonal dapat dihitung dengan memperhatikan Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Sel Heksagonal [11]

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2, luas sel yang akan dihitung adalah sel yang berada di tengah dengan terdapat 6 sel yang ada di sekitanya. Luas sel heksagonal dapat dihitung dengan persamaan 2.1 berikut:

L = (6 1 2 𝑅) 3 1 2 𝑅 (2.1a)

𝐿 = 3 2 𝑅 2 3 (2.1b)

L 2,6 𝑅 2 dalam satuan luas keterangan:

L= Luas sel heksagonal (satuan luas), R = Jari-jari sel (satuan panjang).

Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel, yaitu:

1. Macrocell, merupakan sel dengan cakupan area yang memiliki jari-jari lebih

dari 1 kilometer,

(40)

13

2. Microcell, sel yang lebih kecil dari macrocell. Apabila macrocell sudah tidak mampu lagi mencakupi area layanannya karena penduduk yang semakin padat maka microcell cocok digunakan untuk mencakupi area yang tidak terjangkau. Microcell dapat diletakkan di atas gedung atau bangunan yang tinggi,

3. Picocell, merupakan sel yang lebih kecil dari microcell. Picocell dapat ditempatkan di dalam ruangan atau gedung,

4. Femtocell, merupakan sel yang lebih kecil dari picocell. Femtocell access point juga dikenal sebagai Base Transceiver Station (BTS) mini yang diletakkan di dalam ruangan dengan cakupan yang kecil sehingga akan meningkatkan kapasitas jaringan di dalam ruangan tersebut. Dikarenakan cakupan area pada femtocell ini kecil, maka pengguna yang dapat mengakses pada femtocell ini dibatasi hanya sampai dengan empat pengguna [12].

Berikut ini adalah gambar mengenai pemodelan sel dari macrocell hingga picocell.

Gambar 2.3 Perbandingan Ukuran Sel [4]

Gambar 2.3 menunjukkan perbandingan ukuran masing-masing sel. Dapat dilihat

bahwa macrocell merupakan sel yang memiliki cakupan area yang luas, kemudian

sel yang lebih kecil dari macrocell yaitu micocell. Picocell lebih kecil dari

microcell dan femtocell memiliki cakupan area yang lebih kecil dari picocell.

(41)

14

2.3 Interferensi dan Kapasitas Sistem Seluler

Pada radio seluler, interferensi merupakan faktor yang mempengaruhi unjuk kerja sistem. Interferensi merupakan hambatan dalam upaya untuk penambahan jumlah kapasitas. Sumber interferensi dapat dari pengguna satu dengan lainnya dalam satu sel, proses komunikasi yang berlangsung bersamaan dengan sel yang berdekatan atau base stations yang beroperasi dengan menggunakan frekuensi yang sama. Pada sistem seluler terdapat dua macam interferensi yang dapat terjadi yaitu interferensi ko-kanal (co-channel interference) dan interferensi kanal yang berdekatan (adjacent channel interference) [13].

2.3.1 Interferensi Ko-Kanal

Sel-sel dengan kanal yang sama (co-channel) merupakan sel-sel yang menggunakan pengulangan frekuensi (frequency reuse) yaitu dengan frekuensi yang sama. Penggunaan frequency reuse dapat menimbulkan interferensi yang cukup besar, terlebih jika digunakan pada sel-sel yang berdekatan. Interferensi yang terjadi di antara sinyal pada sel-sel ini disebut dengan interferensi ko-kanal.

Perbandingan antara jarak dengan jari-jari sel (Q) disebut sebagai ratio penggunaan ulang ko-kanal (co-channel reuse ratio), dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

Q = 𝐷

𝑅 = 3𝑁 (2.2)

di mana:

Q = reuse ratio,

D = jarak dari user yang diamati ke pusat sel ko-kanal terdekat,

N = cluster size atau reuse factor,

(42)

15

R = jari-jari sel (dalam satuan panjang).

Gambar 2.4 Ilustrasi dari Interferensi Ko-Kanal [13]

Gambar 2.4 merupakan ilustrasi dari sel-sel ko-kanal pada satu tingkat dengan ukuran kelompok sel (cluster) N=7. Mobile user yang ditandai dengan huruf x merupakan user yang memperoleh interferensi ko-kanal paling banyak dari ko- kanal di sebelahnya. Apabila ingin memperoleh kapasitas yang besar maka ukuran kelompok sel (N) harus diperkecil sehingga nilai perbandingan D/R akan semakin kecil.

Daya rata-rata yang diterima (P r ) pada jarak d dari antena pengirim dapat dihitung dengan persamaan:

P r = P o 𝑑

𝑑

0

−𝑛

(2.3)

P r (dBm) = P o (dBm) – 10n log 𝑑 𝑑

0

(2.4)

di mana P o adalah daya yang diterima pada jarak d 0 dari antena pengirim. Nilai n

merupakan eksponen rugi-rugi lintasan. Besarnya nilai n ini bergantung pada jenis

lokasinya, untuk daerah perkotaan berkisar antara 3 sampai 4 [13]. Nilai

(43)

16

perbandingan daya dengan interferensi (S/I) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑆

𝐼 = 𝑅 −𝑛

(𝐷 𝑖 ) −𝑛

𝑖𝑜 𝑖=1

(2.5)

S (watt) adalah daya sinyal yang dikendaki, I (watt) adalah daya sinyal interferensi yang disebabkan oleh sel-sel ko-kanal, R adalah jari-jari sel, D adalah jarak terdekat antara dua sel ko-kanal, dan i o merupakan jumlah sel ko-kanal yang menyebabkan terjadinya interferensi.

2.3.2 Interferensi Kanal yang Berdekatan

Interferensi tipe ini disebabkan oleh sinyal-sinyal pada frekuensi yang berdekatan.

Interferensi ini dapat terjadi ketika terdapat dua pengguna yang menggunakan kanal yang berdekatan. Interferensi kanal ini dapat diminimalkan dengan melakukan penapisan (filtering) dan pembagian kanal yang tepat. Dengan cara mengatur kanal pada tiap sel sehingga kanal-kanal yang berdekatan frekuensinya tidak berada pada sel yang berdekatan.

2.4 Peningkatan Kapasitas Sistem Seluler

Semakin tinggi permintaan layanan seluler maka jumlah kapasitas juga harus lebih ditingkatkan untuk mendukung jumlah pemakai yang juga terus meningkat.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningatkan kapasitas jaringan

dalam sistem seluler antara lain [13]:

(44)

17

2.4.1 Pemecahan Sel (Cell Splitting)

Teknik pemecahan sel dilakukan dengan membagi suatu sel yang besar ke dalam sel-sel yang berukuran lebih kecil. Sehingga sel-sel lebih kecil ini akan dilayani oleh satu base sation. Teknik pemecahan sel ini dapat meningkatkan kapasitas dari sistem seluler.

2.4.2 Pembagian Sektor (Sectoring)

Teknik sectoring merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi interferensi ko-kanal. Teknik ini menggunakan antena directional untuk mengontrol interferensi dan penggunaan ulang kanal frekuensi, sehingga interferensi ko-kanal dapat diminimalkan dengan bergantung pada jumlah dari pembagian sektor yang digunakan. Sebuah sel pada umumnya dibagi sel ke dalam tiga sel sektor (120 0 ) atau enam sel sektor (60 0 ).

2.4.3 Pendekatan Zona Cakupan (Coverage Zona Approaches)

Teknik ini digunakan untuk memperluas kapasitas dari sistem seluler dengan memperluas zona cakupan yang dikenal dengan microcell zone. Teknik microcell zone adalah konsep dengan membagi cakupan area dan mengandalkan pada penempatan antena base station untuk memperbaiki kapasitas sehingga interferensi ko-kanal dapat diminimalkan.

2.5 Long Term Evolution-Advanced ( LTE-Advanced)

The Third Generation Partnership Project (3GPP) yang merupakan kolaborasi

antara kelompok-kelompok asosiasi pengembang standar telekomunikasi

(45)

18

mengenalkan salah satu proyek yang telah dibuat yaitu LTE. Teknolog LTE ini dikenal sebagai teknologi komunikasi seluler generasi ke-empat (4G) yang bertujuan untuk memperbaiki teknologi komunikasi seluler generasi sebelumnya yaitu Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) (3G) dan High Speed Packet Access (HSPA) (3.5G). Berdasarkan teori, teknologi LTE menawarkan kecepatan transfer data mencapai 50 Mbps untuk sisi uplink dan dapat mencapai 100 Mbps pada sisi downlink. Setelah LTE dirilis, 3GPP terus melakukan pengembangan pada LTE ini sehingga 3GPP mengeluarkan release 10 yaitu LTE- Advanced.

LTE-Advanced merupakan pengembangan lanjutan dari teknologi LTE yang memungkinkan jaringan memiliki capaian coverage area yang lebih besar, lebih stabil, lebih cepat dari sebelumnya.

3GPP TS 36.300 release 10 mengenalkan arsitektur dasar jaringan LTE-Advanced seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.5 Arsitektur Dasar LTE-Advanced [14]

Gambar 2.5 menjelaskan arsitektur dasar dari LTE-Advanced yang terdiri dari dua bagian, Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN) dan Evolved Packet Core (EPC). E-UTRAN sebagai radio access network sedangkan

} EPC

(46)

19

EPC merupakan core network pada LTE yang akan melakukan komunikasi dan konektivitas berbasis jaringan Internet Protocol (IP). Pada arsitektur LTE, eNB akan terhubung dengan E-UTRAN NodeB (eNB) lainnya melalui interface X2.

eNB juga akan terhubung dengan EPC melalui interface S1. eNB akan terhubung ke Mobility Management Entity/Serving Gateway (MME/S-GW) yang merupakan core network. Interface S1 akan membentuk konektivitas antara MMES/S-GWs dan eNBs. Berdasarkan Gambar 2.5 dapat dikatakan bahwa arsitektur LTE ini lebih sederhana dibandingkan dengan arsitektur pada teknologi generasi sebelumnya.

Teknologi LTE-Advanced berbasis pada packet switch, sehingga arsitektur jaringan LTE dirancang dengan tujuan mendukung trafik packet switch dengan mobilitas tinggi, Quality of Service (QOS), dan latency yang kecil.

2.5.1 Persyaratan Penyelenggara Jaringan LTE

Teknologi 4G memiliki standar-standar yang ditetapkan oleh 3GPP pada release 8. Standar tersebut adalah sebagai berikut [15]:

1. Laju data downlink bisa mencapai 100 Mbps saat pengguna bergerak dengan cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan atau diam. Sementara itu untuk uplink laju data dapat mencapai 50 Mbps,

2. Waktu tunda (delay) sistem berkurang hingga 10 ms,

3. Efisiensi spektrum meningkat dua hingga empat kali lipat dari teknologi 3,5 G HSPA Release-6,

4. Migrasi sistem yang hemat biaya dari HSPA Relese-6 ke LTE,

5. Meningkatkan layanan broadcast,

(47)

20

6. Menggunakan penyambungan packet switch sehingga memungkinkan sistem untuk mengadopsi IP secara menyeluruh,

7. Bandwith yang fleksibel, mulai dari 1,4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, 15 MHz, hingga 20 MHz,

8. Bekerja di berbagai spektrum frekuensi baik berpasangan (paired) maupun tidak berpasangan (unpaired),

9. Dapat bekerja sama (inter-working) dengan sistem 3GPP maupun sistem non- 3GPP yang sudah ada.

2.6 Teknologi pada LTE-Advanced

Pada jaringan LTE-Advanced teknik akses jamak atau teknik multiple acces yang digunakan berbeda saat proses uplink dan downlik. Multiple access adalah teknik yang memungkinkan suatu base station untuk dapat diakses oleh beberapa node yang saling berjauhan, contohnya subscriber station, dengan tidak saling mengganggu. Pada jaringan LTE, transmisi pada arah downlink menggunakan teknik Orthogonal Frequency Division Multiple Acces (OFDMA), sedangkan pada arah uplink menggunakan teknik Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA).

2.6.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Acces (OFDMA)

OFDMA adalah teknik multiple access yang berbasis pada skema transmisi

Orthogonal Frequency Division Multiple (OFDM) yang digunakan pada arah

downlink. OFDM merupakan teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah

frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). OFDMA pada LTE

digunakan ketika transmisi arah downlink, yaitu ketika komunikasi dari arah eNB

(48)

21

ke user. OFDMA memiliki nilai Peak to Average Power Ratio (PAPR) yang lebih besar dibandingkan dengan SC-FDMA, disebabkan akan kebutuhan daya dan berkaitan dengan jumlah subcarriers yang digunakan [15]. Alokasi subcarrier pada OFDMA dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.6 Alokasi Subcarriers di OFDMA

Gambar 2.6 mengasumsikan alokasi subcarrier pada OFDMA dengan menggunakan beberapa buah frekuensi yang berbeda saling tegak lurus (orthogonal). Teknik OFDMA memungkinkan subcarrier menggunakan frekuensi yang berbeda dan dalam waktu bersamaan seperti ketika saat downlink di mana base station akan mentransmisikan data ke berbagai user. Base station akan membutuhkan daya yang lebih besar saat transmisi pada arah downlink, karena pada arah ini base station melakukan transmisi data ke berbagai user dalam waktu yang bersamaan.

2.6.2 Single Carrier-Frequency Division Multiple Acces (SC-FDMA)

Pada LTE, teknik ini digunakan ketika transmisi pada arah uplink, yaitu ketika transmisi dari arah user ke eNB. Teknik SC-FDMA memiliki prinsip dasar yang sama dengan OFDMA dengan tetap mempertahankan orthogonalitas antar

User 1 User 2

User 3 User 4

Frequency

(49)

22

subcarrier. Pada SC-FDMA, transmisi single carrier berarti memodulasikan informasi melalui satu carrier [16].

Jika pada OFDMA masing-masing user dibedakan berdasarkan frekuensi subcarrier-nya, pada SC-FDMA tiap user dialokasikan pada subcarrier dengan frekuensi yang sama. Teknologi SC-FDMA digunakan pada sisi uplink pada LTE dikarenakan memiliki nilai Peak-to-Average Power Ratio (PAPR) yang lebih rendah dibandingkan dengan OFDMA. Alokasi subcarriers pada SC-FDMA dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.7 Alokasi Subcarriers di SC-FDMA

Gambar 2.7 mengasumsikan alokasi subcarrier pada SC-FDMA, di mana users berbeda dapat melakukan akses dengan menggunakan frekuensi yang sama namun dalam waktu yang berbeda. SC-FDMA memiliki durasi waktu yang lebih singkat dengan lebar subcarrier yang lebih besar dibandingkan dengan OFDMA sehingga apabila terkena noise maka variasi daya yang terjadi antara carrier-nya tidak terlalu besar. Ketika transmisi uplink, user akan mentransmisikan data ke base station dengan transmisi sinyal secara keseluruhan pada sinyal single carrier.

Frequency

User 1

User 2

User 3

User 4

(50)

23

2.7 Femtocell

Femtocell access point merupakan access point jaringan seluler yang menghubungkan perangkat mobile standar ke sebuah jaringan operator mobile dengan menggunakan Digital Subscriber Line (DSL), koneksi kabel broadband, fiber optic atau teknologi jaringan wireless [4]. Femtocell acces point juga dikenal dengan Home Enhanced NodeB (HeNB) yang merupakan perkembangan dari macro base sation (eNB) sebagai mini Base Transceiver Station (BTS), menggunakan level daya yang rendah, cakupan area yang lebih kecil, sangat tepat untuk meningkatkan coverage dan kapasitas jaringan khususnya di dalam ruangan [5].

2.7.1 Arsitektur LTE-A dengan Femtocell

Salah satu solusi untuk meningkatkan kapasitas jaringan adalah dengan memperkecil ukuran sel. Dengan melakukan penyebaran femtocell diharapkan kualitas jaringan dari pengguna akan lebih baik khususnya pada indoor. Pada jaringan LTE-Advanced, seluruh HeNB akan terhubung dengan gateway dan terkoneksi pada EPC sebagai core network. Gambar berikut ini menjelaskan mengenai arsitektur HeNB pada LTE-Advanced.

Gambar 2.8 Arsitektur HeNB pada LTE-Advanced [14]

Referensi

Dokumen terkait