• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 SKRIPSI POLITIK DISTRIBUTIF DALAM DEBBY FITRIA R.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 SKRIPSI POLITIK DISTRIBUTIF DALAM DEBBY FITRIA R."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesta Demokrasi yang diadakan serentak di Kota Kediri dalam menentukan Walikota Kediri baru atau sering disebut dengan Pilwali kerap diiringi dengan berbagai strategi baik pada strategi menggunakan uang, barang, citra/kharisma, identitas atau strategi program terbaru dari pemerintah yang diluncurkan sebagai alat yang digunakan untuk menarik perhatian masyarakat Kota Kediri agar dapat memperoleh suara terbanyak dan dapat memenangkan Kontestasi Pilwali di Kota Kediri. Dalam hal ini menyorot pada Pemilihan Walikota Kediri yang telah dilaksanakan pada periode 2014-2019 dan kembali mencalonkan diri pada Periode 2019-2024, yakni Abdullah Abu Bakar bersama pasangannya Lilik Muhibah. Pada saat awal pencalonannya, kampanye dilakukan dengan dibarengi promosi janji program pemerintah yang akan diluncurkan ketika terpilih nantinya. Sesuai dengan visi dan misinya, yaitu ‘’Menata Kota Kediri Lebih Sejahtera, Berkeadilan, Berdaya Saing, Berakhlak, dan Tanpa Korupsi’’. Kemudian dicetuskannya Program pemerintah tersebut dengan diberi nama Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) yangmana program dana hibah tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan memfasilitasi kesejahteraan masyarakat Kota Kediri dengan berfokus pada pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan dalam bidang sosial dan budaya masyarakat, peningkatan dalam bidang kesehatan masyarakat, pemajuan kualitas dalam bidang pendidikan, dan peningkatan dalam bidang kepemudaan.

(2)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pada penelitian ini dilakukan sebagai tolak ukur untuk menyorot implementasi kebijakan dari program populis yakni PRODAMAS yang digunakan oleh Walikota Kediri sebagai instrument yang dijadikan alat politik untuk menggaet perhatian kepada masyarakat Kota Kediri dan meningkatan perolehan pemenangan hasil suara pemilih masyarakat Kota Kediri serta kemampuannya agar dapat terpilih kembali sebagai petahana dalam pelaksanaan pemilihan umum periode selanjutnya. Dengan konteks kacamata tersebut, maka penelitian ini sangat menarik untuk diulas secara mendetail dan lebih lanjut. Karena menilik pada suatu program pemerintah yang bersifat populis dapat dijadikan sebagai salah satu peluang oleh para aktor petahana sebagai alat strategi politik untuk dapat menaikkan presentase angka keterpilihan perolehan suara kembali, sehingga dapat mempertahankan posisi kedudukannya sebagai Walikota Kediri. Memang pada dasarnya jika dilihat dari luar, tidak ada yang salah dengan adanya kebijakan pemerintah yang bersifat populis tersebut. Namun, ketika kebijakan pemerintah yang bersifat populis tersebut ketika diimplementasikan kepada masyarakat Kota Kediri dengan dimanfaatkan sebagai salah satu strategi politiknya untuk mendulang suara dan dapat mempertahankan kekuasaannya kembali sebagai Walikota Kediri melalui kebijakan PRODAMAS. Berangkat dari pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini juga menegaskan bahwa penelitian skripsi ini tidak untuk membuktikan adanya keterpilihan kembali aktor politik petahana itu semata-mata disebabkan karena Pork Barrel. Dengan pemanfaatan dari implementasi kebijakan PRODAMAS tersebut, secara tidak langsung dapat mencerminkan salah satu wujud tindakan dari Penyalahgunaan Dana Publik untuk Kepentingan Kampanye (Misuse Public Funds For Campaigns). Dan jika ditinjau lebih lanjut maka penelitian dalam skripsi ini tidak cukup untuk membuktikannya, sehingga untuk menunjang pembuktian tersebut secara eksplisit juga membutuhkan dan didukung dengan hasil penelitian lainnya. Selain itu juga untuk mengemukakan lebih lanjut terkait kecenderungan penggunaan alokasi dana hibah dan bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat sebagai salah satu strategi politik tersebut termasuk dalam suatu bentuk Politik Distributif yang bersifat Pork Barrel.

(3)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Misuse Public Funds For Campaigns merupakan salah satu praktik dari adanya tindakan penyalahgunaan atau pemanfaatan dana publik yang kerap digunakan oleh aktor politik petahana untuk kepentingan pribadi dengan terselip maksud dan tujuan politiknya agar dapat memenangkan kembali perolehan hasil suara dan melanggengkan kekuasaan yang telah diembannya. Seperti yang telah diketahui bahwasannya untuk dapat memuluskan tujuan politiknya tersebut, maka diperlukannya bekal ilmu dan bekal material yang jumlahnya tidak sedikit. Bahkan setiap aktor politik meskipun terbilang sudah mapan ataupun tercukupi segala aksesnya, namun dalam praktiknya untuk bertarung di arena politik hal tersebut belum bisa mencukupi dalam berbagai aspek. Sehingga jika seorang aktor politik akan terjun dan berkecimpung di dunia politik, maka harus dapat dikategorikan sebagai individu yang mapan secara finansial. Mengingat apabila seorang individu yang siap untuk bertarung diarena politik maka juga harus siap untuk mengabdikan seluruh pundi-pundinya untuk membayar setiap keperluan dan mekanisme yang dijalankan ketika akan menjadi aktor politik. Memang pada dasarnya ongkos politik yang diperlukan untuk mencapai tujuan politik dari seorang aktor politik adalah tidak murah. Sehingga aktor politik kerap kali menggunakan strategi menjalin bekerja sama dengan stakeholders yang memiliki jabatan penting dan strategis seperti pebisnis, pejabat daerah, direksi, komisaris, maupun aktor legislatif lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pundi-pundi yang telah dikeluarkan oleh aktor politik tersebut dapat balik modal. Meskipun aktor politik tersebut telah menjalin kerjasama dengan stakeholders penting, namun tidak dapat dipungkiri juga ketika memiliki kuasa penuh sebagai aktor petahana maka aktor politik tersebut juga dapat memanfaatkan dana publik dari suatu wilayah yang dipimpinnya sebagai kepentingan politiknya pribadi. Fenomena tersebut juga kerap dijumpai ketika menjelang pilkada tiba, yangmana aktor petahana ketika memanfaatkan dana publik tersebut tidak terlalu nampak jika ditinjau dari luar. Hal tersebut dikarenakan pemanfaatan dana hibah yang dilakukan oleh aktor petahana terselimut dalam suatu program kerjanya yang bersifat populis dengan mengatasnamakan kesejahteraan masyarakat yang pada

(4)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

akhirnya ketika diimplementasikan ke masyarakat cenderung dapat disalahgunakan akan eksistensinya dari suatu kebijakan program populis tersebut.

Pork Barrel merupakan salah satu upaya atau strategi yang digunakan oleh para calon kandidat legislatif maupun para petahana yang disinyalir kerap memanfaatkan program pemerintah yang bersifat populis sebagai alat politik dengan tujuan untuk menarik perhatian masyarakat dan meraup perolehan suara tertinggi sehingga nantinya dapat terpilih kembali menduduki jabatannya pada pemilihan umum. Fenomena Politik Pork Barrel atau lebih akrab disebut dengan Politik Gentong Babi, bukanlah merupakan suatu fenomena yang asing lagi eksistensinya bahkan telah menjadi suatu tradisi budaya politik yang selalu berulang terjadi baik di ranah wilayah Indonesia maupun di Negara lain. Misalnya di Negara Australia, yangmana ketika mendekati momentum pemilihan umum Pemerintah Australia selalu bersikap paling royal terhadap warganya. Namun ketika aktor calon elit tersebut sudah terpilih dan menduduki kursi jabatan yang diicarnya, justru perlakuan mereka berubah total. Dimulai dari adanya pengeluaran dana anggaran yang sangat minim dan pelit, serta adanya pemotongan biaya subsidi dan biaya tunjangan. Selain itu, juga terjadi di Negara Amerika Serikat yang menjadi pencetus pertama terjadinya Politik Pork Barrel. Pada saat itu pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan program kebijakan baru yang diberi nama Program Bill Bonus yang dicetuskan oleh John C. Calhoun dengan status menjabat sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat pada era 1817. Dalam Program Bill Bonus tersebut berisi mengenai kucuran dana yang digunakan untuk membangun sepanjang jalan raya yang menghubungkan antara wilayah Timur dan wilayah Selatan kearah Barat Amerika Serikat. Dan kucuran dana yang diperoleh untuk memuluskan dan memperlancarkan Program Bill Bonus diambil dari laba bonus Bank Kedua Amerika Serikat (Second Band of the United State).

Menurut Teddy Lesmana (2010) dalam karya bukunya yang berjudul “Gentong Babi” mengemukakan bahwa adanya praktik Pork Barrel tersebut mencerminkan sebagai para politisi yang memanfaatkan uang negara sebagai

(5)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kepentingan politiknya dan tidak digunakan untuk tujuan yang semestinya diembannya yakni berdasarkan tujuan atas kepentingan rakyat yang diwakili di wilayah daerahnya. Sumber dari adanya Praktik Pork Barrel ini dapat diambil dari suatu program atau kebijakan pemerintah yang pada dasarnya digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Seperti bantuan dana sosial, bantuan dana aspirasi masyarakat, bantuan dana dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah bersama dengan para stakeholders pemerintahan, dan lain-lain. 1

Tidak dapat dipungkiri juga, adanya fenomena Pork Barrel seperti yang telah terjadi di Negara lain tersebut bahkan terjadi di Indonesia yang tidak hanya terjadi di lingkup wilayah tingkat Pusat ataupun Provinsi saja, tetapi juga terjadi di lingkup wilayah tingkat Daerah. Seperti halnya yang terjadi di Kota Kediri. Yangmana calon petahana Walikota Kediri yakni Abdullah Abu Bakar bersama pasangannya Lilik Muhibah telah memanfaatkan kebijakan dari suatu program populis yangmana ketika diimplementasikan kepada Masyarakat Kota Kediri sebagai alat politik yang ditawarkannya pada saat kampanye pada periode kedua pemilihan umum. Program populis tersebut diberi nama Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS). Peluncuran program inovasi baru tersebut disinyalir dijadikan sebagai alat politik dengan berlandaskan program kesejahteraan. Karena program PRODAMAS didiluncurkan pada momentum menjelang pilkada dan calon kandidat legislatif petahana tersebut dengan gencar dan aktif melakukan promosi serta adanya agenda sosialisasi secara bertahap di wilayah Kota Kediri. Strategi politik yang diselipkan dalam implementasi kebijakan program populis yang dilakukan oleh petahana tersebut dapat berjalan mulus dan membuahkan hasil nyata. Dimana pasangan calon Walikota Kediri ini dapat memenangkan kembali Kontestasi Pilkada Kota Kediri dari keseluruhan 485 TPS di Kota Kediri dengan meraup perolehan suara terbanyak sebesar 85.528 suara. Dibandingkan

1 Lesmana, Teddy. 2010. Politik Pork Barrel dan Kemiskinan. Pusat Penelitian Ekonomi LIPI dan

Forecast Indonesia Scholar in University of Maryland at College Park, Amerika Serikat. http://lipi.go.id/berita/politik-pork-barrel-dan-kemiskinan/5074

(6)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pada saat Kontestasi Pilkada Kota Kediri tahun 2013 sebelumnya yang memperoleh hasil suara terbanyak sebesar 67.915 suara. 2

Praktik Politik Pork Barrel ini kerap dijumpai ketika mendekati momentum Pemilihan Umum serentak. Yangmana para calon aktor politik berlomba-lomba untuk dapat bersaing dengan lawan calon lainnya agar dapat mendongkrak citranya serta dapat menarik perhatian masyarakat dengan mencetuskan tawaran program baru yang dilandasi atas kesejahteraan, kemakmuran, pemberdayaan, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kehidupan masyarakat. Hal ini juga dilakukan oleh para aktor petahana yang notabene sudah memiliki citra positif dan memiliki akses lebih di masyarakat. Dengan begitu, para petahana akan dengan mudah untuk meningkatkan kapasitas program bentukannya yang telah ditawarkan pada masa pemilihan umum yang lalu dan dapat memperbaiki kekurangan dan kendala dari program pemerintah tersebut selama diterapkan di masyarakat. Sehingga, para petahana memiliki kapasitas dan keunggulan lebih jika dibandingkan dengan para calon pesaing lainnya. Adanya praktik Politik Pork Barrel ini sejatinya merupakan praktik politik yang kejam dan curang. Dimana Politik Pork Barrel yang notabene negatif namun dapat dikemas dengan terselimut rekayasa politik sehingga eksistensinya dapat menjadi citra positif di kalangan masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri juga, apabila masyarakat diiming-imingi dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah pasti akan memiliki antusias yang besar dan masyarakat justru sangat terbuka untuk menerimanya bantuan dari pemerintah tersebut. Beberapa contoh program populis yang pernah digunakan di Indonesia sebagai tawaran politik seperti : program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang dicetuskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikala momentum pemilihan umum di tahun 2005 dan 2009 dengan berfokus untuk mengentaskan kemiskinan. Dan pada periode kedua masa pemerintahan Presiden Susilo

2 Komisi Pemilihan Umum Kota Kediri. 2018. Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara

Dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kediri Tahun 2018. https://kpu-kedirikota.go.id 2018

(7)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Bambang Yudhoyono, program bantuan tersebut diubah nama dengan ditingkatkan kapasitas bantuan belanja sosialnya menjadi Bantuan Langsung Sementara (BLSM) dengan total anggaran Rp 97,92 Triliun3. Lain halnya pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2017, mencetuskan program pemerintah dengan diberi nama Program Beras Sejahtera (Rastra) dengan mengucurkan dana sebesar Rp 21 Triliun dan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) 4. Adanya Program BPNT ini merupakan kelanjutan dari program sebelumnya yakni Program Keluarga Harapan (PKH).

Menilik pada pelaksanaan Pemilihan Umum Kota Kediri 2019, yang mana aktor petahana telah memanfaatkan implementasi kebijakan dari PRODAMAS diawal peluncuran periode pertama yang mengucurkan dana sebesar Rp 50 Juta, kini pada periode kedua diluncurkan dana 2x lipat dari sebelumnya dan di beri nama PRODAMAS PLUS dengan menggelontorkan dana sebesar Rp 100 Juta. Hal tersebut digunakan aktor petahana untuk dapat meningkatkan kembali presentase perolehan angka keterpilihannya pada pelaksanaan pemilu agar dapat terpilih kembali menjadi Walikota Kediri di periode 2019-2024. Berangkat dari adanya fenomena tersebut, dengan menilik pemanfaatan suatu program populis dalam implementasi kebijakan PRODAMAS di masyarakat Kota Kediri telah menciderai makna dari pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia. Yangmana sejatinya dalam melaksanakan pesta demokrasi yang identik dengan pelaksanaan berbagai pemilihan umum dilandasi dengan menerapkan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBER JURDIL).

Dalam fenomena pemanfaatan suatu kebijakan populis dalam implementasi kebijakan dari pemerintah tersebut secara tidak langsung telah mencerminkan adanya pelaksanaan pemilihan umum yang ‘cacat’. Dalam artian, pasangan calon lainnya tidak memiliki kesempatan yang sama jika dibandingkan

3 Sumarto, Mulyadi. 2018. Perlindungan Sosial dan Klientelisme : Makna Politik Bantuan Tunai

Dalam Pemilihan Umum. Yogyakarta : UGM Press.

4 Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 5 Desember 2017. Anggarkan 21 Triliun untuk

Beras Sejahtera, Presiden Jokowi : Jangan Sampai Ada Keterlambatan!.

https://setkab.go.id/anggarkan-21-triliun-untuk-beras-sejahtera-presiden-jokowi-jangan-sampai-ada-keterlambatan/

(8)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan calon petahana yang ikut kembali mencalonkan dirinya. Karena sudah dapat diketahui bahwasannya calon petahana memiliki akses lebih dan daya jual tersendiri dengan memanfaatkan program bentukan pemerintah yang menggunakan anggaran dana APBD Kota Kediri yang dijadikan sebagai tujuan kepentingan pribadi Walikota petahana agar dapat memenangkan perolehan suara dan terpilih kembali sebagai Walikota Kediri. Padahal sejatinya, PRODAMAS ini berfokus pada program pemberdayaan masyarakat Kota Kediri yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Kota Kediri baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi, tetapi pada kenyataannya justru dijadikan sebagai alat politik oleh aktor petahana Walikota Kediri. Dengan demikian, berkaca pada fenomena tersebut maka pelaksanaan pemilu yang telah terjadi di Kota Kediri telah menciderai prinsip LUBER JURDIL karena dalam pelaksanaannya telah berjalan secara tidak adil dan disinilah letak kecurangannya.

Berangkat dari pemaparan fenomena diatas, dapat disimpulkan bahwasannya dengan adanya kecenderungan fenomena politik yang digunakan oleh para elit petahana untuk mendapatkan alokasi anggaran dana dari pemerintah yang diselimuti dengan maksud dan tujuan agar dapat terpilih kembali. Fenomena politik tersebut disebut dengan Pork Barrel atau Politik Gentong Babi. Dan secara tidak langsung, dengan adanya program pemerintah yang bersifat populis ini mencerminkan suatu tindakan balas jasa politik. Seperti misalnya para elit calon politisi dan petahana yang memfasilitasi segala kebutuhan masyarakat Kota Kediri dengan menawarkan program politiknya pada saat kampanye, namun balas jasa dari masyarakat adalah dengan memberikan hak suara politik masyarakat Kota Kediri untuk memilih calon elit/petahana tersebut. Pemerintah boleh saja untuk mengelak dari berbagai asumsi yang mengemukakan bahwasannya adanya berbagai kenaikan anggaran dana bantuan sosial yang pada dasarnya untuk kepentingan elektoral belaka. Namun hal tersebut tidak berlaku, karena adanya riwayat rekam jejak perihal anggaran dana bantuan sosial yang semakin melunjak ketika menjelang pemilihan umum tiba.

(9)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Semuanya dapat ditelaah lebih lanjut jikalau tujuan dan motif dari pemerintah itu selalu sama, hanya saja pemberian nama program dan metode pendekatannya kepada masyarakat saja yang berbeda dan lebih dimodifikasi beragam oleh para aktor elit politik dengan memiliki ciri khasnya masing-masing menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat disetiap periodenya. Dengan demikian, pada kesempatan kali ini peneliti akan menganilisis Fenomena pemanfaatan dari suatu program populis namun ketika diimplementasikan di masyarakat dengan terselip muatan politik yang termasuk dalam suatu tindakan Pork Barrel yang terjadi di Tingkat daerah lainnya yakni di Kota Kediri dalam studi kasus program andalan Pemerintah di Kota Kediri yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS).

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1.2.1 Sejauh mana PRODAMAS ini dapat berkontribusi secara efektif dan dapat meningkatkan elektabilitas suara petahana ?

1.2.2 Bagaimana distribusi program populis dari implementasi kebijakan PRODAMAS jika dilihat dari Politik Distributif ?

1.2.3 Bagaimana implementasi kebijakan PRODAMAS dapat berdampak pada keterpilihan kembali aktor petahana dalam Pilwali Kota Kediri ?

1.3 Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan dari adanya penelitian ini antara lain, meliputi :

1.3.1 Untuk dapat mengetahui kontribusi PRODAMAS dalam meningkatkan elektabilitas perolehan suara petahana.

(10)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.3.2 Untuk dapat mengetahui keefektifan PRODAMAS dalam mendongkrak perolehan suara petahana.

1.3.3 Untuk dapat mengetahui implementasi dari program PRODAMAS jika dilihat dari perspektif Politik Distributif.

1.3.4 Untuk dapat mengetahui implementasi kebijakan dari program populis PRODAMAS yang memiliki dampak pada keterpilihan kembali aktor petahana.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang telah dilakukan ini adalah peneliti berharap agar dapat memberikan sumbangsih dalam memecahkan permasalahan yang terjadi dalam segala bidang khususnya dari implementasi Ilmu Politik. Dalam menyusun penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu teori yang telah dipelajari dalam Ilmu Politik. Harapannya kedepan dari hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala wawasan dan informasi dalam Ilmu Politik itu sendiri, khususnya studi terkait Politik Pork Barrel. Dan dengan adanya penelitian yang mengangkat topik kasus ini, peneliti berharap agar dapat memberikan informasi lebih lanjut, manfaat dan dapat berguna untuk keberlanjutan penelitian agar dapat berjalan dengan maksimal. Sehingga penelitian ini juga bermanfaat dan berguna untuk pihak lain selain pihak penulis.

̶ Bagi Dunia Akademis

Dapat dijadikan sebagai dasar acuan untuk dapat mengetahui realisasi dan manfaat dari adanya pencetusan program pemerintah daerah yang diwujudkan melalui program pemerintah yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri.

(11)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dapat dijadikan sebagai suatu evaluasi, bahan pertimbangan, dan bekal merumuskan kebijakan baru dari adanya hasil penelitian ini dilakukan. Serta dapat dijadikan sebagai suatu kontrol terhadap jalannya dari program pemerintah daerah, sehingga mampu dijadikan untuk mengambil langkah Solutif terhadap permasalahan dan kendala yang ada di dalam program pemerintah yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri.

̶ Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan sebagai bahan untuk lebih bersikap kritis dan mengevaluasi serta ikut berkontribusi dan berperan aktif dalam rangka mensukseskan program yang dicetuskan oleh Pemerintah dalam program pemerintah yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri.

̶ Bagi Peneliti

Berbekal dengan adanya penelitian ini dapat memberikan berbagai manfaat bagi peneliti, terutama dalam mengimplementasikan Teori Ilmu Politik kedalam Praktek. Sehingga dapat menjadikan wawasan dan informasi baru serta dapat menjadikan peneliti dalam membangun kesadaran berpolitik. Selain itu, dalam penelitian ini juga mampu mengasah kemampuan peneliti dalam menuangkan ide dan informasi aktual yang di dapat melalui tulisan.

1.5 Kerangka Konseptual

1.5.1 Politik Gentong Babi (Pork Barrel)

Menurut Schaffer (2007) mengemukakan definisi Pork Barrel merupakan suatu bentuk penyaluran bantuan barang materi yang dapat diwujudkan menjadi bentuk kontrak, dana hibah, bantuan sosial, atau proyek khusus pekerjaan umum ke wilayah Kabupaten/Kota dari aktor elit pemegang

(12)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kekuasaan5. Yang menjadi karakter utama dan ciri khas tersendiri dapat ditilik melalui adanya pemanfaatan kucuran anggaran dana yang berasal dari dana umum atau dana publik, bahkan seringkali mengalokasikan dari asupan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di wilayah tertentu. Tujuan dan Motif adanya praktik Politik Pork Barrel adalah agar aktor pemegang kekuasaan atau petahana dapat memperoleh suara terbanyak sehingga dapat memenangkan kontestasi politik dan pada akhirnya dapat mempertahankan kekuasaannya tersebut. Politik Pork Barrel juga kerap diidentikan dengan adanya proyek pembangunan baru ataupun pembenahan fasilitas publik yang dicetuskan oleh para calon kandidat legislatif pada saat kampanye dalam momentum pemilihan umum. Dalam praktik Politik Pork Barrel dilakukan dengan sistem tukar-menukar antara fasilitas pemenuhan barang publik atau peluncuran program baru pemerintah dengan suara pemilih masyarakat yang notabene memiliki kewenangan untuk mempergunakan hak suaranya pada saat kontestasi politik berlangsung. Asupan dana yang diperoleh pun juga tidak berasal dari dana kantong pribadi, melainkan dari anggaran pembangunan atau pajak umum yang dipungut oleh pemerintah.

Menilik pernyataan dari Mayhew (2008) yang mengemukakan bahwasaannya adanya klaim politik dengan mendistribusikan program kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh para calon legislatif, menunjukkan tujuan untuk menciptakan kepercayaan kepada masyarakat bahwa para calon legislatif tersebut bekerja sama dan berpihak kepada masyarakat secara mandiri sehingga mampu untuk melahirkan program-program seperti yang oleh masyarakat.6

Adapun beberapa alasan petahana melakukan Politik Pork Barrel seperti yang diungkapkan oleh Farejohn (1974), yaitu : adanya keyakinan dari aktor petahana ketika mencetuskan proyek program pemerintah populis

5 Carrol, A. Royce. September 2006. Pork-Barreling, Rent Seeking and Clientelism :

Disaggregating Political Exchange. Columbia : Departmen of Political Science Universirty of South Carolina.

6 Mulyadi. 2013. Welfare Regime, Social Conflict, and Clientelism in Indonesia. Australia : The

(13)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

nantinya dapat menorehkan catatan baru atas prestasinya yang telah memperhatikan masyarakatnya selain itu juga dapat dijadikan sebagai suatu alat kampanye politik, adanya kepercayaan diri dari aktor petahana ketika memperhatikan masyarakatnya melalui program populisnya tersebut dapat mengalahkan dan lebih unggul jika dibandingkan dengan lawan para calon kandidat lainnya, dan aktor petahana dapat dengan bebas dan leluasa untuk memanfaatkan Undang-Undang yang penting bagi dirinya sendiri ataupun kelompoknya melalui proyek-proyek populis yang telah dimenangkannya pada saat pemilihan umum.7

Berangkat dari pernyataan tersebut, maka dalam Politik Pork Barrel ini dapat diartikan sebagai salah satu strategi pemenangan yang dilakukan oleh para calon legislatif dengan menciptakan program pemerintahan bersifat populis yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat untuk dimeraih suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dan praktik Politik Pork Barrel seperti inilah yang kerap digunakan oleh para petahana agar dapat membuka peluang dukungan politik yang sama kembali dari masyarakat di lingkup wilayah pemilihan yang sama pula.

1.5.2 Politik Uang (Money Politic)

Praktik politik uang kerap kali dijadikan sebagai alat andalan bagi pemerintah untuk mendapatkan perhatian dengan diwujudkan dalam suatu kontrak timbal balik kepada masyarakat. Politik dan uang memanglah dua hal yang berbeda, namun saling memiliki hubungan keterikatan antar satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Eksistensi uang selain sebagai alat pembayaran, uang juga dapat dijadikan sebagai alat untuk mempengaruhi keputusan atas kebijakan yang diambil. Keputusan yang diambil tersebut terlepas dari penimbangan keputusan atas dampak resiko kebaikan dan keburukan kedepannya. Karakteristik uang yang dapat mengubah segala bentuk sumber daya dan sebaliknya, maka akan sangat mudah ketika nantinya

7 J.A, Ferejohn. 1974. Pork Barrel Politics: River and Harbors Legislation, 1947-1968. Stanford :

(14)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dijadikan sebagai sumber utama bagi kekuatan politik. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya para calon kandidat akan memberikan penawaran bantuan baik dalam bentuk uang tunai, sembako, program yang bersifat populis, atau melengkapi segala kebutuhan dan fasilitas yang diinginkan oleh masyarakat, dan lain sebagainya. Praktek politik uang ini tidak dilakukan oleh para calon kadidat saja, tetapi juga para anggota tim sukses dan bahkan para tim pelaksanaan kampaye ikut turut andil didalamnya. Politik uang ini digunakan sebagai perantara manipulaasi kepada masyarakat agar mau untuk memilih calon tersebut kembali dalam pemilihan umum periode berikutnya. Sehingga para calon tersebut dapat mempertahankan kekuasaannya yang telah diduduki sebelumnya. Meskipun masyarakat belum tentu akan memilih calon tersebut, tetapi ketika sudah diberi sogokan dengan politik uang maka dapat dengan mudah untuk merubah pemikiran dan pilihan masyarakat untuk memantapkan diri dengan memilih calon kandidat tersebut. Dan yang diharapkan serta menjadi pertimbangan bagi para calon kandidat adalah ketika sudah diberi sogokan politik uang tersebut, setidaknya timbul rasa tanggung jawab yang harus dibayar kembali dari masyarakat kepada calon kandidat.

Menilik pernyataan dari Herbert E. Alexander yang mengemukakan bahwasannya sumber dari adanya praktik politik uang ini diperoleh dari dana pribadi calon kandidat atau dana sumbangan lain baik dari perseorangan atau kelompok tertentu yang mendukung calon kadidat tersebut8. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri juga para calon kandidat tersebut biasanya berasal dari para elit tersohor di wilayahnya yang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi di bandingkan dengan masyarakat sekitarnya. Eksistensi praktik politik uang pada saat ini sudah dikemas dengan berbagai macam, seperti dibagikannya souvenir namun tak lupa dalam bingkisan tersebut diberi label stiker nomor urut beserta foto dari pasangan calon. Dalam fenomena tersebut, mencerminkan adanya praktik dana hibah yang dilakukan oleh para calon. Karena pemberian dana hibah tersebut hanya terjadi dikala

8 Ismawan, Hendra. 1999. Money Politics : Pengaruh Uang Dalam Pemilu. Yogyakarta: Media

(15)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

momentum mendekati pemilihan umum saja, dan berorientasi mengalami peningkatan yang sangat tajam di setiap periodenya.

1.5.3 Pemberdayaan Masyarakat

Prijono dan Pranaka (1996) mengemukakan mengenai definisi Pemberdayaan yang memiliki 2 yakni, to give power or authority dan to give ability to or enable. Pemaknaan dalam definisi pertama memiliki arti pemberian kekuasaan, pengalihan kekuatan atau pendelegasian otoritas kepada pihak yang kurang atau masih belum memiliki kapasitas untuk berdaya. Sedangkan disisi lain dalam definisi kedua memiliki arti memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu9. Dalam konteks politik, pemberdayaan kerap dijadikan sebagai kata kunci yang kerapkali dijadikan oleh para aktor politik dan pengaku kekuasaan sebagai alat politik dengan memanfaatkan suatu bentuk keperpihakan dan kepedulian kepada masyarakat atas nama tanggung jawab sosial. Hal tersebut kerap kali diwujudkan dengan embel-embel pengentasan kemiskinan sebagai suatu bentuk formalitas dan simbolisasi politik belaka yang bertujuan untuk menarik partisipasi masyarakat dan momobilisasi masyarakat dalam mencapai suatu tujuan mutlak yakni memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

Menurut Widjajanti K. (2012) mengemukakan bahwasannya melalui pemberdayaan akan terbangun kekuatan kognitif, kekuatan afirmatif, kekuatan psikomotorik, kekuatan inisiasi serta adanya kemampuan untuk memanfaatkan dan mengakses segala sumber daya dalam mencapai kemandirian. Selain itu juga dapar diartikan pemberdayaan merupakan suatu bentuk kemampuan belajar dari kegagalan yang ada dalam aspek meningkatkan taraf hidup masyarakat10. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Usman S. (2010) yang mengemukakan bahwasannya diperlukannya stategi yang matang dan

9 Prijono dan Pranarka. 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta:

CSIS.

10 K. Widjajanti. 2012. Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume

(16)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

terencana oleh pemerintah melalui program strategi pemberdayaan yang berfokus pada kepentingan masyarakar dan tidak hanya mengimplementasikan segala bentuk proyek fisik dan menggelontorkan dana/subsidi saja, tetapi secara tidak langsung juga harus dapat memobilisasi masyarakat dan lingkungan agar tercipta masyarakat yang mandiri lepas tanpa adanya intervensi dan bentuk eksploitasi dari pihak manapun.11

Indikator keberhasilan dari adanya implementasi pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberadaan setiap elemen masyarakat yang dapat memenuhi beberapa aspek yang memfasilitasi diberbagai bidang. Seperti pada aspek yang berfokus pada kemampuan ekonomi, kemampuan atas adanya akses kesejahteraan, serta kemampuan dalam bidang kultur dan politis. Dan ketiga aspek tersebut dapat dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan yang meliputi : kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power over), dan kekuasaan dengan (power with).12

Dengan demikian, pemanfaatan kata kunci pemberdayaan masyarakat yang dituangkan dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat, perwujudan kemandirian, serta meningkatkan kohesi sosial dijadikan sebagai kata kunci andalan sebagai sarana alat politik untuk mendapatkan perhatian dan partisipasi dari masyarakat demi memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.

1.5.4 Pemilihan Walikota

Pemilihan Walikota atau Pilwali merupakan kegiatan pemilihan umum yang bertujuan untuk memilih pemimpin suatu wilayah perkotaan dan biasa disebut dengan Walikota. Pelaksanaan pilwali ini biasanya juga serentak di setiap periode 5 tahun sekali dengan pemilihan umum lainnya seperti Gubernur dan Wakil Gubernur untuk wilayah Provinsi serta Bupati dan Wakil Bupati untuk wilayah Kabupaten. Pelaksanaan Pilkada tersebut dilakukan secara langsung oleh seluruh elemen masyarakat di wilayahnya yang memiliki

11 S, Usman. 2010. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

12 Purbantara, Arif dan Mujiantoro. 2019. Modul Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jakarta:

(17)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kewenangan dalam menggunakan hak suaranya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) ini bukan sekedar hanya untuk memilih pemimpin wilayah saja, tetapi juga mengimplementasikan desentralisasi politik yang berjalan secara demokratis. Dalam pelaksanaan pilkada telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Serta telah didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian ditetapkan dengan UU No.8 Tahun 2005 sebagai Undang-undang, dan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005.13

1.6 Teori Politik Distributif

Teori Politik Distributif yang digunakan sebagai bekal landasan atas jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah diajukan dalam penelitian ini adalah dengan berkaca dari Teori Politik Distributif yang dikemukakan oleh Susan C. Stokes yang menjelaskan bahwasannya proses politik yang dijadikan sebagai arena alokasi tidak dapat dilepaskan dengan penggunaan sumber daya didalamnya. Sumber daya disini memiliki artian segala sesuatu yang mampu untuk memberdayakan masyarakat dalam hubungan kuasanya dengan pihak lain seperti elit pejabat dan politisi. Sumber daya tersebut dapat diwujudkan melalui barang materiil maupun sesuatu yang bersifat sosial kepada masyarakat. Sehingga hubungan antara distribusi sumber daya dengan politik tidak dapat dipisahkan dan menjadi perpaduan satu kesatuan utuh yang saling berkaitan. Distribusi sumber daya dalam politik tersebut merujuk pada upaya

13 Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Komisi Pemilihan Umum. Kumpulan Peraturan

Tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. https://jdih.kpu.go.id/tematik&kategori-6c4d54576330516c4d3051253344

(18)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

politik agar dapat memenangkan perolehan suara kembali pada saat pelaksanaan pemilu.14

Politik Distributif menurut Susan C. Stokes merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan untuk menarik perhatian dari kontituen dengan menggunakan pendistribusian sumber daya dengan tujuan untuk mencari dukungan suara pada saat pemilihan umum berlangsung15. Dengan demikian, apabila para pemegang otoritas pemilu hanya berfokus pada tujuan untuk memenangkan pemilu, maka dengan melakukan pendistribusian sumber daya tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu strategi untuk memenangkan pemilihan umum. Salah satu bentuk nyata adanya penerapan Politik Distributif dapat dilihat dari pemanfataan program pemerintah maupun diwujudkan dalam pendistribusian sumber daya yang bersifat non-programatik. Sehingga, dalam Politik Distributif pihak yang cenderung lebih diuntungkan adalah elit penguasa dalam pemerintahan. Karena elit pemerintah memiliki akses kontrol yang lebih luas dan ekslusif dalam memanfaatkan keberhasilan program pemerintah tersebut. Aktor yang menggunakan Politik Distributif tidak serta merta hanya para aktor petahana saja, tetapi juga tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh para calon kandidat pendatang baru dengan memanfaatkan situasi kondisi masyarakat diwilayahnya, lalu dapat melahirkan program pemerintah baru yang bersifat populis. Namun perlu digaris bawahi, apabila menciptakan program populis hanya atas sekedar untuk meningkatkan elektabilitas belaka tanpa adanya pertimbangan target dan ukuran yang jelas, justru nantinya yang dirugikan tentunya adalah pihak masyarakat dan bahkan dapat mengalami kehidupan yang lebih buruk daripada kehidupan sebelumnya.

Adapun sistematika distribusi sumber daya dalam Politik Distributif yang dilakukan oleh pemerintah, sebagai berikut :

14 Stokes, Susan C. 2009. Pork, by Any Other Name…Building a Conceptual Scheme of

Distributive Politics. Canada : APSA Toronto Meeting Paper.

15 Stokes, Susan C, dkk. 2013. Brokers, Voters, and Clientelism: The Puzzle of Distributive

(19)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Sumber : Buku Panduan Pendidikan Pemilih Tentang Transaksi Politik Dalam Pemilu 16

Dalam sistematika bagan tersebut menunjukkan tahapan awal dalam Politik Distributif yang dilakukan oleh pemerintah. Dimulai dari pencetusan program pemerintah yang bersifat populis nantinya akan tuangkan kedalam kebijakan pemerintah dengan rincian alokasi sumber daya kepada masyarakat. Lalu, setelah disepakati oleh para stakeholder pemerintahan dengan para aktor pembuat kebijakan, maka kebijakan tersebut diimplementasikan kepada pemerintah terlebih dahulu baru dapat diimplementasikan ke masyarakat. Kemudian, dari hasil distribusi sumber daya tersebut akan melahirkan program-program baru besutan pemerintah yang nantinya akan dijadikan sebagai tawaran timbal balik politik dengan masyarakat di wilayahnya.

Secara garis besar, Politik Distributif dibagi menjadi 2 macam tipe yakni Tipe Programatik dan Tipe Non-Programatik17. Dalam studi kasus Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri ini termasuk dalam kategori Politik Distributif Tipe Programatik. Hal tersebut sesuai dengan kriteria yang menjadi suatu ciri khas dari Politik Distributf Tipe Programatik, yakni :

1. Adanya pendistribusian sumber daya yang bersifat publik. Sehingga dalam proses penawaran suatu program pemerintah tersebut selalu diiringi dengan agenda diskusi publik yang dalam pelaksanaannya dilakukan mendahului dari pembuatan regulasi dalam Politik Distributif serta proses implementasinya.

16 Margret, Ana, dkk. 2014. Buku Panduan Pendidikan Pemilih Tentang Transaksi Politik Dalam

Pemilu. Jakarta : Puskapol Fisip UI.

17 Stokes, Susan C, dkk. 2013. Brokers, Voters, and Clientelism: The Puzzle of Distributive

(20)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2. Kriteria formal yang dituangkan dalam pendistribusian sumber daya dari program pemerintah tersebut harus benar-benar sesuai dengan realita kebutuhan dan keadaan sosial masyarakat. Dalam artian masyarakat dengan kondisi yang perlu perhatian khusus dari pemerintah sehingga nantinya masyarakat bisa terbantu dengan adanya program pemerintah yang bersifat populis tersebut.

Eksistensi Politik Distributif juga memiliki hubungan dan peran penting dengan pelaksanaan pemilihan umum. Yangmana sejatinya Politik Distributif ini merupakan suatu strategi yang memiliki kemampuan untuk memobilisasi masyarakat sebagai pemilih dikala pelaksanaan pemilu tiba, maka dalam prosesnya memiliki 3 fase yang akan dilalui dimulai dari tahap pra-pemilu hingga pasca pemilu. Yaitu :

1. Fase Perencanaan

Pada fase perencanaan ini dilakukan ketika sebelum pemilu diselenggarakan. Dalam fase ini turut diwarnai dengan sejumlah agenda. Seperti kampanye, blusukan ke rumah masyarakat, konsolidasi dukungan massa, dialog terbuka dengan masyarakat, pemetakan kebutuhan, keluhan dan harapan dari masyarakat, serta penyusunan visi dan misi calon kandidat yang dilakukan dengan sistem Button Up yang ditampung dari aspirasi masyarakat. Dalam fase perencanaan ini merupakan fase yang paling penting dan dapat diibaratkan sebagai bahan bakar, karena dari fase inilah munculnya ide dan gebrakan baru untuk dapat mencetuskan sebuah program populis serta dapat melihat antusias keterlibatan dari masyarakat untuk menuju fase selanjutnya.

2. Fase Kesepakatan

Pada fase kesepakatan ini terjadi ketika hari pelaksanaan pemilihan umum atau pencoblosan. Dalam fase ini mencerminkan suatu wujud adanya sebuah konsensus politik atas kepercayaan yang diberikan oleh para pemimpin yang akan mengemban tugas dan tanggung jawab di wilayahnya sesuai dengan janji-janji yang telah ditawarkan dari fase perencanaan.

(21)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Fase Pengawasan

Pada fase pengawasan ini terjadi ketika momentum pasca pemilu dan dalam pelaksanaannya perlu adanya pengawasan khusus. Karena dalam fase pengawasan inilah dapat dilihat relasi kuasa yang terjalin antara masyarakat dengan pemimpin yang terpilih sudah tidak lagi setara. Dan seolah-olah tidak lagi memperdulikan masyarakat beserta visi dan misi yang ditawarkan ketika kampanye kala itu. Pada fase inilah dapat diketahui wujud nyata proses alokasi dan distrubusi sumber daya ketika diimplementasikan apakah sudah tepat ataukah justru melenceng. Sehingga dalam setiap proses pada fase perencanaan perlu dikawal dengan ketat agar dalam pengalokasian dan pendistribusian sumber daya dapat berjalan sesuai rencana dan tepat sasaran.

Berangkat dari pemaparan diatas, maka Teori Politik Distributif yang dikemukakan oleh Susan C. Stokes telah sesuai dan tepat untuk menjelaskan penelitian dengan judul Politik Distributif dalam Pilkada yang mengangkat studi kasus tentang Pork Barrel dengan diwujudkan suatu kebijakan yang dalam implementasinya dijadikan sebagai suatu alat politik bagi Walikota Kediri dalam suatu program pemerintah yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri ini. Karena pada dasarnya dalam praktik Politik Pork Barrel ini merupakan Politik Distributif serta tidak dapat dipungkiri akan eksistensinya yang saling berhubungan dengan Pemilihan umum. Mengingat praktik Politik Pork Barrel kerap dilakukan dikala momentum kontestasi politik saja dengan diwujudkan dengan pemberian dana hibah dan bantuan sosial yang selalu mengalami peningkatan di tahun politik.

1.7 Metode dan Prosedur Penelitian 1.7.1 Fokus Penelitian

Fokus Penelitian yang dikaji oleh peneliti pada penelitian Politik Distributif dalam Pilkada dengan Studi Kasus Pork Barrel yangmana pada

(22)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

saat diimplementasikan ke Masyarakat Kota Kediri melalui kebijakan Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri adalah bagaimana aktor petahana yang menduduki jabatan sebagai Walikota Kediri memanfaatkan program pemerintah sebagai alat politik yang bersifat populis sebagai salah satu strategi agar dapat menndapatkan perhatian dan partisipasi dari masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh perolehan suara dan dapat memenangkan pemilihan umum. Sehingga aktor petahana tersebut dapat mempertahankan kursi kekuasaannya sebagai Walikota Kediri di periode selanjutnya. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan dilihat kecondongannya dalam perspektif Politik Distributif atas adanya fenomena praktik Pork Barrel yang dilakukan oleh aktor petahana Walikota Kediri yang dikemas melalui PRODAMAS.

1.7.2 Tipe Penelitian

Tipe Penelitian yang digunakan dalam menyusun Proposal Skripsi ini adalah dengan menggunakan metode Deskriptif-Kualitatif. Penelitian ini akan melihat sebuah fenomena secara lebih mendalam. Hasil dari penelitian ini akan secara khusus dan spesifik dari data dan wawancara mendalam. Jenis penelitian deskriptif-kualitatif ini memahami secara mendalam sudut pandang subyek penelitian. Penelitian ini untuk mendeskripsikan fenomena dengan lengkap dan mendeskripsikan berdasarkan pengalaman dari Stakeholders yang berperan dalam Program pemerintah yaitu Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri. Penelitian ini menggunakan tipe ini agar mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah diajukan dengan secara spesifik dan mendalam, sehingga dapat menjelaskan sebuah fenomena permasalahan penelitian ini18. Dengan demikian, dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan keseluruh kondisi yang sebenarnya sedang terjadi dalam implementasi Program Pemerintah Daerah yang diwujudkan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) di Kota Kediri.

18 Aminah, Siti dan Roikan. 2019. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif Ilmu Politik. Jakarta.

(23)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pencarian titik terang dari permasalahan ini sangat tepat dengan menggunakan deskriptif-kualitatif, dan akan memberikan hasil yang akurat melalui narasumber terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.

1.7.3 Subjek Penelitian

Subyek Penelitian disini merupakan aspek penting dalam melakukan penelitian. Dimana Subyek yang dituju dalam penelitian tersebut merupakan sumber keterangan utama bagi peneliti untuk memperoleh informasi terakurat yang dibutuhkan melalui pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus yang akan diteliti. Mengingat dalam pelaksanaan dan prosedur Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS) yang bersifat Button Up ini, maka yang akan menjadi sasaran subyek penelitian dalam penelitian ini adalah para Stakeholders yang berperan penting dalam Program Pemberdayaan Masyarakat (PRODAMAS). Dimulai dari pihak Ketua Rukun Tetangga (RT) di Kota Kediri yang merupakan aktor penting yang mewadahi segala kebutuhan dan keluh kesah dari masyarakat Kota Kediri di setiap lingkungannya, Pihak Kelurahan yang merupakan kunci utama dengan memiliki kewenangan untuk dapat mewujudkan dan menindaklanjuti yang melakukan kerjasama dengan pihak PPTK terkait prosedur berjalannya mekanisme Prodamas ini. Adapun dalam menyusun penelitian ini, subyek informan ditentukan dengan menggunakan cara Purpose (disengaja) atas dasar adanya kriteria tertentu. Namun peneliti juga sangat menerima informasi terbuka jikalau ada informasi tambahan dari pihak luar yang nantinya dapat dijadikan sebagai tambahan untuk memperkuat data penelitian.

Untuk mendapatkan informasi data yang signifikan dan akurat, maka peneliti akan menentukan subyek penelitian sebagai berikut :

(24)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TABEL 1.1 Daftar Subyek Penelitian

NO. STAKEHOLDERS UNIT ANALISIS KETERANGAN

1. Beberapa Ketua RT di Kota Kediri Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Individu.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Ketua RT yang berada di posisi Pihak Pro dan sejak awal sudah antusias terhadap adanya PRODAMAS. Yakni : Ketua RT 02/RW 04, Ketua RT 07/ RW 01, Ketua RT 08/RW 12, Ketua RT 02/ RW 07. Ketua RT 05/ RW 09, Ketua RT 04/RW 01, Ketua RT 01/RW 07, Ketua RT 04/RW 02, Ketua RT 06/RW 01, dan Ketua RT 10/RW 03. 2. Beberapa Kelurahan di Kota Kediri Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Individu.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada pihak Kelurahan di Kota Kediri yang dipilih secara acak dan juga adanya rekomendasi lanjutan dari narasumber lain. Yakni : Kel. Burengan, Kel. Pakunden, Kel. Manisrenggo, Kel. Pakelan, Kel. Bujel, Kel. Mojoroto, Kel. Bandar, Kel. Banaran, Kel. Singonegaran dan Kel. Tosaren.

(25)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 3. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Kota Kediri Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Individu.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Pihak Pelaksana dan Pembelanjaan Anggaran. Dikarenakan pihak narasumber tersebut memiliki peranan penting

dalam menjalankan tugasnya

pada implementasi PRODAMAS di Kota Kediri.

4. Kantor Pemberdayaan Masyarakat Kota Kediri

Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok.

Subyek Penelitian ini tertuju

kepada Kepala Bagian

(Kabag) Pemerintahan Kota Kediri dan juga Kepala Sub.

Bagian Pemerintahan (Kasubag) Kota Kediri.

Dikarenakan pihak narasumber tersebut merupakan subyek kunci yang mengerti lebih lanjut mengenai PRODAMAS di Kota Kediri. 5. Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (BARENLITBANG) Kota Kediri Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Pihak Barenlitbang di bagian Perencanaan dan Pendanaan serta pada bagian Tata Pelaksana dan Umum.

Dikarenakan pihak narasumber tersebut memiliki peranan penting dan mengetahui prosedur dan

(26)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

mekanisme mengenai PRODAMAS di Kota Kediri.

6. DPRD Komisi A

(Bidang Pemerintahan, Komunikasi, dan Sumber Daya Manusia) Kota Kediri Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Individu.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Ketua Komisi A DPRD Kota Kediri.

Dikarenakan pihak

narasumber tersebut memiliki peranan penting dan mengetahui prosedur dan

mekanisme mengenai PRODAMAS di Kota Kediri.

7. Ketua RT pada wilayah yang tidak menggunakan PRODAMAS Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Individu.

Penentuan kepada subyek penelitian yang sempat di posisi Pihak Kontra terhadap adanya PRODAMAS. yakni : Ketua RT 01/RW 07, Ketua RT 05/RW 08, dan Ketua 07/RW 02.

8. Afiliasi Politik Walikota Abdullah Abu Bakar : PARTAI AMANAT NASIOAL (PAN) Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok dan juga Pandangan Individu.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Ketua DPD Partai PAN Kota Kediri. Dikarenakan pihak narasumber tersebut memiliki peranan penting dan mengetahui segala informasi secara lanjut dan mendetail.

(27)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

9. Partai lawan yang kalah : PARTAI GOLONGAN KARYA (GOLKAR) Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Ketua DPD Partai Golkar Kota Kediri. Dikarenakan pihak narasumber tersebut memiliki peranan penting dan mengetahui segala informasi secara lanjut dan mendetail.

10. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Kediri

Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok dan juga Pandangan Individu

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Ketua Bawaslu.

Dikarenakan pihak narasumber tersebut memiliki peranan penting dan mengetahui segala informasi secara lanjut dan

mendetail hingga

permasalahan politik yang terjadi di Kota Kediri.

11. Masyarakat Kota Kediri Asumsi yang

dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Individu.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Masyarakat Kota Kediri yang dipilih secara acak, dengan berbagai rentang usia, serta kepada masyarakat yang terbagi dalam strata sosial.

12. Indonesia Corruption Watch (ICW)

Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Staff peneliti ICW di bidang Korupsi & Politik dan

(28)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok dan juga Pandangan Individu

bidang Pelayanan Publik & Reformasi Birokrasi. 13. Konsultan Politik PRODAMAS Asumsi yang dikemukakan oleh pihak Subyek Penelitian adalah sebagai Pandangan Kelompok.

Subyek Penelitian ini tertuju kepada Staff Konsultan Politik yang telah direkomendasikan dan mengetahui lebih detail mengenai prosedur dan

mekanisme dari PRODAMAS di Kota Kediri.

1.7.4 Teknik pengumpulan data

Jenis data merupakan cara untuk mendapatkan informasi dari subyek penelitian. Dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-kualitatif, jenis data dibagi menjadi dua jenis data, yakni data primer dan juga data sekunder. Dalam data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan narasumber atau subyek penelitian yang ditentukan sebagai sumber informasi bagi penelitian. Wawancara yang akan dilakukan adalah dengan memberikan sejumlah daftar pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan, dengan cara formal atau bebas, akan tetapi tetap mengikuti kenyamanan narasumber dalam memberikan jawaban. Sedangkan dalam data sekunder merupakan data pendukung dan pelengkap berkaitan dengan informasi subyek penelitian. Seperti : data statistik, dokumen tertulis, surat, selebaran, maupun bulletin, dll.

(29)

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.7.5 Teknik Analisis Data

Dalam penyusunan penelitian ini menggunakan Teknik Analisis data yang merupakan proses penjabaran data yang telah ditetapkan menjadi bentuk yang lebih mudah untuk diinterpretasikan. Setelah melakukan pengumpulan data dari hasil wawancara yang telah dilakukan serta didukung dengan data sekunder, maka analisis selanjutnya adalah melakukan penjabaran analisis data terhadap data awal atau data mentah yang telah diperoleh dan dikumpulkan sebagai bekal perumusan naskah penelitian lebih lanjut tersebut. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memutar ulang kembali hasil wawancara terhadap sekuruh narasumber dan disusunlah transkip secara mendetail dan lengkap mengenai pembicaraan peneliti dengan narasumber. Dari data wawancara yang telah direkam tersebut, maka peneliti akan mendapatkan informasi yang bersifat terbuka ataupun yang bersifat off-the record. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan klasifikasi data yang sesuai dan tepat dengan penelitian yang telah tersusun dalam Rumusan Masalah. Kemudian, peneliti melakukan analisis terhadap jawaban dari narasumber yang memiliki kecocokan, hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar peneliti mendapatkan substansi jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. Selanjutnya, hasil wawancara yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dicocokkan kembali dengan data mentah sekunder yang diperoleh dari data-data ataupun dokumen yang diperoleh peneliti dari berbagai berkas dokumen. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat memberikan sebuah pengarahan lanjutan terhadap pertanyaan penelitian yang sudah ditentukan oleh peneliti. Sehingga nantinya temuan data tersebut dikategorikan sebagai data pendukung wawancara dalam penelitian ini.

Gambar

TABEL 1.1 Daftar Subyek Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data yang pertama menggunakan pengukuran terhadap fungsi-fungsi program sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Penggalian informasi dari

Jarak antarbaris adalah satu setengah spasi, kecuali abstrak, terusan nama bab, terusan nama judul tabel, terusan nama judul grafik/gambar, dan kutipan langsung yang lebih dari empat

Tingkat produksi harus menurun pada bulan Juni 2021 seiring dengan melemahnya peningkatan bisnis baru di tengah gelombang kedua Covid-19 yang mengancam ekonomi

penelitian field research, yaitu observasi untuk melakukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menekankan kajian

Keuntungan lain pengunaan kandang pada pemeliharaan ayam pedaging ialah ayam akan lebih mudah terawasi, terkontrol dengan baik, memudahkan pemeliharaan terutama

Skripsi yang berjudul Kemampuan Siswa dalam Menghafal Juz ‘Amma pada Pengembangan Diri di MIM 3 Al-Furqan Banjarmasin, ditulis oleh Noor Ulinna Sari, telah

Tujuan penelitian ini adalah merancang suatu alat telemetri pergeseran tanah dengan menggunakan sensor Linier Variable Differential Transformer (LVDT) secara digital

Berpijak dari perbedaan hasil penelitian terdahulu, dalam penelitian ini akan dilakukanna pembukian melalui kegiatan penelitian yang berjudul “ Perbedaan Penggunaan