• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Berdasarkan Pasal 3.25 SNI 03 – 2847 – 2002 elemen struktural kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi tiga, yang digunakan untuk mendukung beban aksial tekan.

Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban angin atau gempa. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.

Pada studi ini, penampang kolom direncanakan berbentuk penampang melintang kolom persegi dan penampang melintang kolom ekivalen. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) arti dari ekivalen sendiri adalah mempunyai nilai (ukuran, arti atau efek) yang sama, sebanding, sepadan.

Berkaitan dengan studi, kolom ekivalen mempunyai pengertian dimana nilai kapasitas kolom dengan bentuk penampang ‘L’, ‘T’ dan ‘+’ memiliki kapasitas yang sama dengan kapasitas kolom berbentuk persegi.

2.2 Jenis – Jenis Kolom

2.2.1 Jenis kolom berdasarkan penampang melintang

Dalam konstruksi beton bertulang jenis kolom dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Kolom dengan sengkang lateral (gambar 2.1.a) 2. Kolom menggunakan pengikat spiral (gambar 2.1.b) 3. Struktur kolom komposit (gambar 2.1.c)

 

   

 

 

   

   

(2)

Gambar 2.1 Jenis- Jenis Kolom (sumber: http://muharrikyanuar.wordpress.com/2009/07/14)

2.2.2 Jenis kolom berdasarkan posisi beban

Sedangkan berdasarkan posisi beban pada penampang kolom, kolom dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kolom dengan beban sentris, yaitu kolom yang mengalami gaya aksial saja 2. Kolom dengan beban eksentris, yaitu kolom mengalami gaya aksial dan

momen lentur. Momen lentur tersebut dapat berupa:

a. Bersumbu tunggal (pada kolom eksterior)

b. Bersumbu rangkap / biaksial (pada kolom pojok)

2.2.3 Jenis kolom berdasarkan penampang longitudinal

Berdasarkan arah longitudinal kolom, kolom dapat diklasifikasikan kedalam 2 jenis yaitu :

1. Kolom pendek 2. Kolom langsing

Pada studi ini penggunaan kolom dibatasi hanya pada kolom pendek saja. Yang termasuk kepada kolom pendek adalah :

1. Klu / r <34 – (12 ), untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap goyangan kesamping.

 

   

 

 

   

   

(3)

2. Klu < 22, untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan ke samping.

Keterangan :

M1b = Nilai yang lebih kecil dari momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan ke samping yang berarti.

M2b = Nilai yang lebih besar dari momen ujung terfaktor pada komponen struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan ke samping yang berarti.

Lu = Panjang bebas dari komponen struktur tekan atau jarak bersih diantara pelat lantai, balok atau komponen struktur lainnya yang mampu memberikan dukungan lateral terhadap komponen struktur tekan tersebut. Bila terdapat kepala kolom atau voute harus diukur hingga ujug bawah dari kepala kolom pada bidang yang ditinjau.

K = Faktor panjang efektif,

K = 1, untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap goyangan kesamping

K > 1, untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan kesamping

r = Radius girasi

2.3 Dasar - Dasar Perhitungan

Pasal 10.8 SNI-03-2847-2002 menyatakan bahwa ada empat ketentuan terkait perencanaan kolom:

1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau.

Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.

 

   

 

 

   

   

(4)

2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.

3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.

4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung kolom.

2.4 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Sentris

Kolom dengan beban sentris adalah kolom yang menerima beban aksial tepat pada as atau sumbu kolom. Sehingga, kolom tidak mengalami momen lentur. Perhitungan kekuatan kolom pendek terhadap beban aksial sentris yang bekerja pada kolom diasumsikan bahwa beton bekerja sebesar 0,85f’c dan tulangan telah mengalami leleh (fs = fy). Kapasitas beban sentris maksimum dinyatakan sebagai berikut :

Po = 0,85f’c (Ag-Ast) + Ast.fy (2.1) Keterangan:

Po = kuat beban aksial nominal atau teoritis tanpa eksentrisitas (kN) Ag = luas kotor penampang kolom (mm2)

Ast = luas total penampang penulangan memanjang (mm2)  

   

 

 

   

   

(5)

Gambar 2.2 Kolom dengan Beban Sentris

Berdasarkan pasal 11.3 ayat 2 SNI 03-2847-2002 bahawa beban yang bekerja pada kolom dengan kekuatan penampang kolom dinyatakan dengan persamaan :

Pu≤ØPn (2.2)

Pasal 12.3 ayat 5 SNI 03 – 2487 – 2002 menyatakan bahwa dalam aplikasi di lapangan tidak akan ada kolom yang dibebani dengan eksentrisitas. Dengan demikian perlu adanya suatu eksentrisitas minimum dalam arah tegak lurus sumbu lentur. Selain itu, disyaratkan pula reduksi pada beban aksial untuk mengantisipasi eksentrisitas tersebut. Untuk kolom dengan sengkang lateral reduksi beban aksial sebesar 20% dan untuk kolom dengan sengkang spiral nilai reduksi sebesar 15

%. Dengan menggunakan faktor-faktor ini kapasitas beban aksial nominal pada kolom, tidak boleh diambil lebih besar dari nilai reduksi tersebut. Nilai reduksi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan:

 Untuk kolom bersengkang

( ) ( ) (2.3)

 Untuk kolom berspiral

( ) ( ) (2.4)  

   

 

 

   

   

(6)

Perencanaan kolom pendek dengan beban sentris

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan rasio penulangan minimum adalah 1 % dan rasio penulangan maksimum adalah 8%. Nilai rasio penulangan didapatkan dari luas tulangan dibagi luas penampang kolom g=Ast/Ag), maka untuk perencanaan kolom pendek dengan eksentrisitas kecil dapat disederhanakan dengan mensubstitusikan menjadi persamaan berikut :

 Untuk kolom dengan pengikat sengkang lateral

Ag perlu = [ ( ) ] (2.5)

 Untuk kolom dengan pengikat sengkang spiral

Ag perlu = [ ( ) ] (2.6)

2.5 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Eksentris

Selain menerima beban aksial, kolom juga mengalami momen lentur.

Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e.

Momen lentur ini dapat bersumbu tunggal (uniaxial) seperti pada kolom eksterior kolom pada bangunan bertingkat.

atau

Gambar 2.3 Kolom dengan Beban Aksial dengan Momen Satu Sumbu (Uniaksial)  

   

 

 

   

   

(7)

Persamaan keseimbangan gaya dan momen dari Gambar 2.3 untuk kolom pendek dapat dinyatakan sebagai gaya tahan aksial nominal dengan rumus :

(2.7)

( ) ( ) ( ) (2.8)

Gambar 2.4 Penampang Melintang Kolom Beton Bertulang

Gambar 2.5 Tegangan dan Gaya-Gaya pada Kolom

Dari diagram tegangan pada gambar 2.5 didapat : fs’=Esεs’ = Es

( )

(2.9)

fs =Esεs = Es

( )

(2.10)

 

   

 

 

   

   

(8)

2.6 Kolom Biaksial

Kolom biaksial adalah kolom yang dibebani oleh momen Mx dengan eksentrisitas ey = Mx/P dan My dengan eksentrisitas ex = My/P yang diakibatkan oleh adanya eksentrisitas beban aksial pada sumbu utama yaitu sumbu x dan y.

atau

Gambar 2.6 Kolom dengan Beban Aksial dengan Momen Biaksial

Metode yang umum digunakan untuk mendesain kolom persegi yang dibebani dengan beban-beban biaksial antaralain :

1. Metode eksentrisitas ekivalen

Pada metoda ini, eksentrisitas biaksial ex dan ey dapat diganti dengan eksentrisitas uniaksial ekivaln eox, dan kolom di desain untuk beban aksial dan lentur uniaksial. Dimana ex didefinisikan sebagai komponen eksentrisitas pararel terhadap sisi x dan sumbu y. sehingga momen My pada sumbu y adalah:

Muy= Pu.ex (2.11)

Mux=Pu.ey (2.12)

Jika

Maka kolom dapat didesain untuk Pu dan momen terfaktor Moy =PuXeox, dimana:

eox =ex

(2.13)

 

   

 

 

   

   

(9)

Dimana untuk

α = [0,5 +

(2.14)

dan untuk

α= [1,3 +

(2.15)

Metoda ini terbatas untuk kolom yang simetris terhadap dua sumbu dengan rasio sisi-sisi panjang x/y antar 0,5 dan 2,0 dan penulangan harus pada keempat sisi kolom.

2. Metoda Bresler

Metode ini ditemukan oleh bresler, dan metoda ini yang digunakan ACI untuk mendesain kolom yang dibebani beban biaksial. Seperti yang tercantum pada ACI untuk menghitung kapasitas kolom yang dibebani lentur biaksial adalah sebagai berikut :

(2.16)

Po = 0,85f’c (Ag-Ast) + Ast.fy (2.17)

Mux =Puxex (2.18)

e

x

=

(2.19)

2.7 Kegagalan Material pada Kolom

Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik penampang kolom dapat dibagi menjadi tiga kondisi awal keruntuhan yaitu :

a. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik b. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan  

   

 

 

   

   

(10)

c. Keruntuhan seimbang terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan.

Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi seimbang maka:

Pn < Pnb keruntuhan tarik Pn > Pnb keruntuhan tekan Pn = Pnb keruntuhan seimbang

Gambar 2.7 Jenis Keruntuhan

2.7.1 Kondisi seimbang pada penampang kolom segiempat

Jika eksentrisitas semakin kecil, maka akan ada suatu transisi dari keruntuhan tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan seimbang terjadi apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya εy dan pada saat itu beton mengalami regangan batasnya (0,003.) dan mulai hancur. Dari segitiga yang sebangun (gambar 2.7) dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi seimbang, cb yaitu :

ε

c = 0,003

ε

s

= ε

y εc = 0,003

εc = 0,003

 

   

 

 

   

   

(11)

(2.20)

Atau dengan menggunakan 29 x 106 psi :

(2.21)

(2.22)

Beban aksial nominal pada kondisi seimbang (Pnb) dan eksentrisitasnya (eb) dapat ditentukan dengan menggunakan ab dengan persamaan :

(2.23) ( ) ( ) ( ) (2.24) Dimana,

(2.25)

2.7.2 Keruntuhan Tarik pada Penampang Kolom Segiempat

Keadaan awal menjelang keruntuhan dengan beban eksintrisitas yang besar terjadi dengan lelehnya tulangan pada bagian tarik dimana e > eb atau Pn < Pnb, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik.

Apabila tulangan tekan diasumsikan telah leleh dan A’s = As maka persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

Pn = (0,85 f’c ba) + (Asfs) – (Asfy)

Pn = (0,85 f’c ba) (2.26)

( ) ( ) ( )

( ) ( ) (2.27)

 

   

 

 

   

   

(12)

Karena

maka :

( ) ( ) (2.28)

( ) ( ) (2.29)

( ) √( ) ( ) (2.30) Jika,

Maka persamaan dapat ditulis :

( ) √( ) ( ) (2.31) Jika e persamaan diatas dirubah menjadi e’ dimana

e’=[e + (d - h/2] dan = ] (2.32) maka,

( ) √( ) ( ) (2.33)

2.7.3 Kegagalan tekan pada penampang kolom segiempat

Keruntuhan tekan terjadi jika serat tekan beton εc = εcu = 0,003, sedangkan serat tarik baja εs < εy. Keruntuhan dimulai dari beton terlebih dahulu sedangkan tulangan baja masih dalam batas elastis (fs < fy), jenis keruntuhan ini sifatnya getas (tiba – tiba) tanpa didahului oleh lendutan yang cukup besar khususnya bila beton tidak diberi tulangan pengekangan yang cukup. Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan tegangan pada tulangan tariknya harus lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu fs<fy.

= ’= m=

 

   

 

 

   

   

(13)

2.8 Diagram Interaksi Gaya Aksial-Momen

Kolom adalah elemen struktur yang mengalami gaya aksial dan momen lentur. Gaya aksial dan momen tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram interaksi. Diagram interaksi menunjukan kombinasi gaya nominal Pn dan kekuatan momen nominal Mn. Diagram interaksi juga dapat menunjukan jenis keruntuhan dari sebuah penampang kolom.

Gambar 2.8 Diagram Interaksi Kekuatan M-P

Diagram dengan interaksi diatas dibagi menjadi dua daerah dengan keruntuhan tarik dan daerah keruntuhan tekan dengan pembatasnya adalah titik seimbang.

Langkah-langkah dalam menentukan koordinat titik-titik tersebut di atas antaralain :

a. Menentukan koordinat titik A (0,Po). Besar Po ditentukan berdasarkan pembahasan kolom pendek dengan beban sentries. Sedangkan Pn(maks)=

0,8.Po (untuk kolom bersengkang). Pnb dan Mnb ditentukan berdasarkan pembahasan keruntuhan seimbang.

 

   

 

 

   

   

(14)

b. Menentukan koordinat titik D, yang mengalami keruntuhan tekan, pilih harga e<eb, kemudian analisis dengan prosedur coba-coba. Maka harga Mn dan Pn

yang menghasilkan harga e sama dengan yang dipilih.

c. Menentukan koordinat titik E, yang mengalami keruntuhan tarik, sehingga harga Pn dan Mn didapat.

d. Menentukan koordinat titik C (0,Mn). Harga Mn ditentukan seperti pada perencanaan balok. Untuk menyederhanakan, anggap kontribusi tulangan tekan tidak ada. Jadi seperti perencanaan balok bertulang tunggal.

2.9 Pembebanan 2.9.1 Beban mati

Berdasarkan Pasal 3.10 SNI 03-2847-2002 beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk segala beban tambahan, finishing, mesin – mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Berat elemen struktural dan non struktural diambil dari peraturan pembebanan indonesia untuk gedung 1983.

2.9.2 Beban hidup

Berdasarkan Pasal 3.8 SNI 03-2847-2002 beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung, termasuk beban – beban pada lantai yang berasal dari barang – barang yang dapat berpindah dan/atau beban akibat air hujan pada atap. Untuk studi ini beban hidup lantai dan atap diambil dari peraturan pembebanan indonesia untuk gedung 1983.

2.9.3 Beban gempa

Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut. Parameter yang menentukan besarnya beban gempa adalah :

 

   

 

 

   

   

(15)

- wilayah gempa seperti tertera pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Peta Wilayah Gempa ( SNI 03-1726-2002)

- waktu getar alami

- jenis tanah dan berat struktur

Untuk waktu getar alami dan jenis tanah akan dijelaskan lebih detail pada poin selanjutnya.

Beban gempa diklasifikasikan menjadi dua : 1. Beban Geser Dasar Nominal

Beban geser dasar nominal statik ekivalen V (base shear) yang tejadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan:

V = Wt (2.34)

Keterangan :

C1 = Nilai faktor respon gempa I = Faktor keutamaan

Wt = Berat total struktur R = Faktor reduksi gempa  

   

 

 

   

   

(16)

2. Beban Gempa Nominal

Beban geser dasar nominal V tersebut harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban beban gempa nominal statik ekuivalen Fi pada pusat massa lantai tingkat ke i menurut persamaan :

Fi =

V (2.35)

Keterangan:

Wi = Berat lantai tingkat ke-i Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i V = Beban geser dasar nominal

Hal- hal lain yang mempengaruhi besarnya gaya gempa adalah :

 Kategori Gedung

Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung, selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan faktor Keutamaan I menurut persamaan :

I = I1 .I2 (2.36)

dimana I1 adalah faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probalitis terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I2 adalaha Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Tabel nilai I tertera pada tabel 2.1.

 

   

 

 

   

   

(17)

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan Struktur ( Tabel 1 Pasal 4.2 SNI 03 – 1726 – 2002)

Sumber: [SNI 03-1726-2003, hal. 8]

 Daktalitas Struktur

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa dengan mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah di ambang keruntuhan.

Faktor daktilitas adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan dan simpangan struktur gedung pada saat terjadi pelelehan pertama dalam struktur gempa. Untuk nilai faktor daktilitas tetera pada tabel 2.2.

 

   

 

 

   

   

(18)

Tabel 2.2 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total bangunan gedung ( Tabel 2 Pasal 4.4.6 SNI 03 – 1726 – 2002)

Sistem dan subsistem

struktur bangunan gedung Uraian sistem pemikul beban gempa μm Rm

pers.

(5) F

1. Sistem rangka pemikul momen ( sistem struktur yang pada dasarnya memiliki

rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.

Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur).

1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)

a. Baja 5,2 8,5 2,8

b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul momen menengah

beton (SRPMM) (tidak untuk wilayah 5

& 6) 3,3 5,5 2,8

3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)

a. Baja 2,7 4,5 2,8

b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8 2. Rangka batang baja pemikul momen

khusus (SRPBMK) 4,0 6,5 2,8

Sumber: [SNI 03-1726-2003, hal. 12]

 Waktu Getar Alami

Analisa waktur getar alami pada umumnya digunakan untuk mengetahui besarnya gaya gempa yang akan diterima oleh bangunan tersebut.

Syarat waktu getar alami fundamental T1 berdasarkan pasal 5.6 SNI 03- 1726-2003:

T1 = ξ. H3/4 (2.37)

Keterangan:

T1 = Waktu getar alami fundamental H = Tinggi total struktur

ξ = Koefisien  

   

 

 

   

   

(19)

Tabel 2.4 Koefisien ξ yang Membatasi Waktu Getar Alami Struktur Bangunan Gedung ( Tabel 7 Pasal 5.6 SNI 03 – 1726 – 2002)

Sumber: [SNI 03-1726-2003, hal. 22]

Waktu getar alami (T) dari struktur bangunan gedung (dalam detik) dapat ditentukan dengan rumus pendekatan atau rumus empiris sebagai berikut :

a. Struktur portal baton bertulang

T = 0,06 H 0,75 (2.38)

b. Struktur portal baja

T = 0,085 H 0,75 (2.39) c. Struktur portal lain

(2.40)

Apabila waktu getar alami T1 bangunan gedung untuk menentukan faktor respons gempa C yang ditentukan dengan rumus empiris nilainya tidak boleh menyimpang 20 % dari persamaan T1 reyligh. Persamaan reyligh tersebut terlihat pada persamaan 2.41.

T1 = √

(2.41)

Keterangan :

g = percepatan gravitasi sebesar 9,810 (mm/det2) di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i (mm)  

   

 

 

   

   

(20)

2.9.4 Kombinasi pembebanan

Kombinasi pembebanan yaitu gabungan dari beban – beban yang akan diterima oleh sebuah bangunan yang sudah dikalikan dengan faktor reduksi. Hal tersebut berdasarkan bahwa struktur harus direncanakan mampu memikul semua beban – beban yang mungkin bekerja. Untuk kombinasi pembebanan diambil dari SNI 03-2847-2002 mengenai struktur beton bertulang.

2.10 Studi Terdahulu Penampang Kolom Ekivalen

Dalam studi terdahulu yang dilakukan oleh Solihatina dan Sindiyani (2004) mengenai peninjauan penampang kolom persegi empat terhadap penampang kolom ‘L’, ‘T’, dan ‘+’ pada bangunan rumah tinggal dua lantai. Untuk menghitung beban yang bekerja pada bangunan, dibuat tiga buah denah tipikal bangunan gedung rumah tinggal dua lantai dengan asumsi bentang 3 m, 5 m, dan 8 m. Konstruksi bangunan tersebut diasumsikan konstruksi beton bertulang.

Dengan konstruksi atap merupakan dak beton dengan tebal asumsi 100 mm. Mutu beton yang digunakan 15 MPa, mutu baja 360 MPa untuk tulangan utama dan 240 MPa untuk tulangan geser.

Pembebanan diasumsikan hanya beban gravitasi dan beban hidup dengan kombinasi beban 1,2DL + 1,6 LL sedangkan beban gempa diabaikan. Untuk menghitung gaya – gaya dalam digunakan perangkat lunak SAP 2000.

Perencanaan penampang kolom diasumsikan dengan beban biaksial. Perencanaan awal dilakukan pada penampang kolom persegi empat. Setelah didapatkan dimensi, tulangan, serta kapasitas penampang kolom, selanjutnya dilakukan perencanaan kolom dengan penampang tak beraturan ( T, L, +) dengan metode diagram interaksi. Dari hasil studi tersebut dibuat tabel yang menunjukan perbandingan kapasitas penampang persegi empat terhadap penampang (L,T,+) untuk bentang 3m, 5m, dan 8m. (tertera pada lampiran 1).

Dari hasil studi penampang kolom ekivalen pada bangunan 2 lantai didapatkan output sebagai berikut :

 

   

 

 

   

   

(21)

 Untuk bentang 3 meter baik kolom lantai 1 dan lantai 2, dan bentang 5 meter kolom tengah lantai 2 tidak dibutuhkan ekivalensi penampang kolom dikarenakan beban yang ada masih dapat diterima oleh penampang kolom dengan dimensi 0,15 x 0,15 meter atau tidak akan terjadi tonjolan pada dinding.

 Terdapat angka koreksi apabila ditinjau dari luas tulangan yang dibutuhkan, luas penampang kotor, kapasitas penampang, dan rasio tulangan yang digunakan penampang kolom persegi ke penampang kolom ekivalen. Angka koreksi tersebut digunakan dalam melakukan redesain penampang melintang ekivalen. Sehingga, kolom ekivalen memiliki ketepatan dimensi maupun luas tulangan dengan kolom persegi empat. Namun demikian, dari hasil studi yang telah dilakukan Solihatina dan Sindiyani (2004) jumlah penampang kolom yang didapatkan tidak mewakili untuk menentukan angka koreksi tersebut.

 

   

 

 

   

   

Gambar

Gambar 2.1 Jenis- Jenis Kolom  (sumber: http://muharrikyanuar.wordpress.com/2009/07/14)
Gambar 2.2 Kolom dengan Beban Sentris
Gambar 2.3 Kolom dengan Beban Aksial dengan Momen Satu Sumbu (Uniaksial)          
Gambar 2.4 Penampang Melintang Kolom Beton Bertulang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah tersebut penting untuk dipelajari untuk menjadi panduan jajaran manajemen dalam menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan nilai bagi para pemegang

Sejak saat itu pembelajaran bahasa Inggris yang semula berbasis komunikasi ( Communicative-based Approach ) bergeser orientasi menjadi berbasis text. Pembelajaran bahasa

Diharapkan pekerja batu bata di Desa Mekar Baru Kecamatan Banawa Tengah Kabupaten Donggala dapat meningkatkan pendapatannya dari aktivitas usaha membuat batu

Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong sampai dengan saat ini sekitar 12989, jumlah produksi kakao sebesar 7500% dan produktivitas kakao lebih meningkat

Data dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan berupa kata, frasa, klausa atau kalimat dalam 13 cerpen yang mengandung bentuk kohesi gramatikal (referensi,

Peningkatan tingkat motivasi belajar dari ciri-ciri motivasi tinggi belajar siswa secara keseluruhan dalam kelompok menggunakan metode pembelajaran quantum teaching

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode kromatografi gas-spektrometri massa untuk analisis residu pestisida endosulfan dalam sampel kubis yang sesuai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan kadar laktat pada fraktur femur tertutup dan apakah pemberian cairan maintenance NaCl 0,9% akan menurunkan