• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL REPRESENTASI KISAH HOROR DI YOUTUBE (ANALISIS SEMIOTIKA MITOS ROLAND BARTHES TERHADAP KONSEP KISAH HOROR CHANNEL YOUTUBE KISAH PENDAKI )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL REPRESENTASI KISAH HOROR DI YOUTUBE (ANALISIS SEMIOTIKA MITOS ROLAND BARTHES TERHADAP KONSEP KISAH HOROR CHANNEL YOUTUBE KISAH PENDAKI )"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

REPRESENTASI KISAH HOROR DI YOUTUBE (ANALISIS SEMIOTIKA MITOS ROLAND BARTHES TERHADAP KONSEP KISAH HOROR

CHANNEL YOUTUBE “KISAH PENDAKI”)

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh:

Rachel Mohereisa Zahra NIM. D0217071

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2022

(2)

1

REPRESENTASI KISAH HOROR DI YOUTUBE (ANALISIS SEMIOTIKA MITOS ROLAND BARTHES TERHADAP KONSEP KISAH HOROR

CHANNEL YOUTUBE “KISAH PENDAKI”) Rachel Mohereisa Zahra

Tanti Hermawati

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret

Abstract

In an era that emphasizes technology and communication advancements, Youtube plays a very important role in developing content with various diverse genres, especially the horror genre that develops every time. The horror genre can be applied to non-fiction content that comes from personal experience and in this case, Kisah Pendaki are one of the Youtube channels that focuses on mystical horror content of mountain climbing based on real experiences. This research aims to find out how one of the videos from “Kisah Pendaki” Youtube channel represents a horror story to the audience. The object of research in this study is a video from “Kisah Pendaki” Youtube channel which has met the sample criteria entitled “The Mystical Story of a Climber Followed by a Beautiful Creature Until Home from Mount Slamet”.

This research is a qualitative descriptive study using the mythical semiotic analysis method of Roland Barthes. The semiotic analysis is carried out by carrying out two stages of meaning, namely connotation and denotation, then the results are drawn to find the meaning of the myth and the researcher conducts an intertextual analysis to see the myth that applies to the reality that occurs in the video.

The results of this study revealed that the representation of horror stories that appear in the researched video focuses on the dominant auditory use. The auditory relies on hearing as the recipient of information, and in this research the video focuses on building the concept of a horror story with the audio and is quite weak from the visual.

Even so, the researched video takes an understanding of the prevailing mystical horror myths to highlight the horror visually in its videos. Seeing this, “Kisah Pendaki”

Youtube channel has already represented horror stories by building its unique horror story concept and highlighting its own style.

Keywords: Roland Barthes semiotics, myth, horror story representation, horror, Youtube

(3)

2 A. Pendahuluan

Di era yang berlangsung saat ini, kemajuan teknologi dan komunikasi berkembang semakin pesat. Masyarakat dari berbagai belahan dunia dapat mengakses konten dan informasi apapun secara terbuka dan mudah dengan berbagai platform yang tersedia, didukung juga dengan koneksi internet yang mempermudah individu untuk mengakses segala hal yang cakupannya sangat jauh di dalamnya. Hal yang dapat di akses dengan internet pun tak hanya mengenai informasi berbasis ilmiah yang serius, internet juga memudahkan penggunanya untuk mengakses berbagai media hiburan yang kerap digunakan di beberapa momen terlepas dari serius dan kepintaran internet dalam memberikan informasi penting yang dibutuhkan penggunanya secara ilmiah.

Media hiburan termasuk hal yang paling banyak digunakan oleh pengguna internet untuk pelepasannya pada kehidupan dunia nyata yang serius. Media hiburan yang terdapat di berbagai media sosial memiliki tujuannya masing-masing, seperti penggunaan Twitter yang digunakan untuk mencari informasi ringan berbasis tulisan, atau penggunaan Youtube yang digunakan untuk mencari informasi berbasis audio visual yang bergerak dan memungkinkan penggunanya mengakses tontonan seperti film atau cuplikan mini yang memiliki banyak genre di dalamnya. Salah satunya adalah genre horor yang sangat berkembang dan bervariasi di era digital saat ini.

Horor menjadi genre konten yang sangat familiar di kalangan publik. Genre ini dapat mengacu ke berbagai konten, tak hanya pada dunia perfilman, bisa diaplikasikan ke berbagai konten seperti lagu, novel, puisi, syair, video, dan lain halnya. Konsep horor ini juga menjadi hal yang dikenal baik warga Indonesia yang memiliki berbagai kepercayaan berdasarkan mitos yang ada. Mitos membentuk kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal mistis yang dapat atau telah terjadi di kehidupan sehari-hari, dan sudah dipercayai sejak lama oleh masyarakat sekitar.

Adapun berbagai pengalaman pribadi (non fiksi) yang mungkin dialami secara

(4)

3

langsung, sehingga memperkuat kepercayaan masyarakat tentang adanya kehidupan lain disamping kehidupan manusia. Hal mistis ini makin dipercaya sebagai pantangan yang harus dihindari masyarakat sekitar.

Sebagai salah satu media sosial terbesar, Youtube merupakan aplikasi yang paling diminati masyarakat di seluruh belahan dunia karena mempermudah dalam mengakses video apapun di dalamnya. Aplikasi yang sudah ada sejak tahun 2005 ini menjadi aplikasi terbesar dan banyak diakses seluruh masyarakat untuk banyak kepentingannya. Konsep video yang ada pun beragam, ada video yang diperuntukan untuk anak kecil, musik untuk kalangan manapun, video blog atau bisa disebut sebagai vlog, maupun konten pengalaman pribadi berbalut genre horor yang dibalut sedemikian rupa guna menarik minat konsumen yang menyukai genre tersebut. Salah satu konten pengalaman pribadi berbalut tema horor diantaranya adalah channel Youtube “Kisah Pendaki”.

Kisah Pendaki merupakan channel Youtube bertemakan alam dan kebanyakan dari kontennya membahas tentang pendakian gunung berbau horor mistis. Dalam channelnya, Kisah Pendaki mengumpulkan berbagai narasumber untuk menceritakan pengalaman nyata horor mistisnya selama melakukan pendakian gunung atau di alam lainnya. Kisah Pendaki mengusung tema horor mistis dan semua konten (isi video) di dalamnya merupakan pengalaman yang diceritakan langsung juga eksplisit oleh narasumber yang diundang. Pada channelnya, Kisah Pendaki juga menggunakan elemen pendukung seperti thumbnail dan sinematografi guna memperjelas konsep horor mistis yang diusung.

Konsep pada kisah horor tentu dapat dibangun dengan mempertimbangkan aspek yang ada. Elemen yang dikaitkan sebagai mitos bagi konsep horor harus dilibatkan dalam proses peluncuran konten sebagai informasi bagi masyarakat yang menjadi target sasarannya. Dengan berbagai pertimbangan dari aspek yang ada, peneliti mengambil channel Youtube “Kisah Pendaki” untuk diteliti konsep kisah horornya.

(5)

4

Peneliti melihat berbagai keunikan pada channel Youtube “Kisah Pendaki”

untuk diteliti lebih lanjut. Kisah Pendaki memiliki thumbnail video yang menarik dan nyentrik, sangat berbeda dengan channel Youtube bertemakan mistis pada umumnya. Selain itu, channel Youtube “Kisah Pendaki” juga terus mengalami perkembangan yang signifikan. Belum genap setahun, subscribers Kisah Pendaki berkembang terus setiap saatnya. Kisah Pendaki aktif mengunggah kontennya selama 7 bulan sejak awal videonya pada tanggal 25 Maret 2021, dan Kisah Pendaki telah mendapatkan subscribers sebanyak 17.9K – sangat banyak untuk channel Youtube yang belum genap setahun usianya. Konten yang diunggah pun bervariasi, tak hanya pengalaman mistis saat pendakian, Kisah Pendaki juga memiliki konten pengalaman mistis di alam lain ataupun urban mistis yang tak hanya berfokus pada alam. Kisah Pendaki juga memiliki konten non-mistis seperti rekomendasi gunung untuk mendaki santai ataupun kegiatan tanam bibit pohon.

(Diakses pada 13/10/2021)

Berdasarkan latar belakang ini, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai kesinambungan elemen yang ada pada salah satu video milik channel Youtube

“Kisah Pendaki” menggunakan analisis semiotika mitos Roland Barthes sebagai bentuk representasi kisah horor berbasis mitos dari pemahaman publik mengenai konsep horor.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah

“Bagaimana salah satu video dari channel Youtube “Kisah Pendaki”

merepresentasikan kisah horor kepada penonton dengan menggunakan analisis semiotika mitos Roland Barthes?”

C. Tinjauan Pustaka 1. Representasi

(6)

5

Stuart Hall (dalam Anugrahanti, 2020:22) mengatakan bahwa representasi adalah proses yang melibatkan bahasa, tanda, dan gambar yang mewakilkan suatu objek tertentu. Proses ini akan membentuk makna yang akan ditukarkan pada suatu kelompok tertentu. Makna ini akan ditukarkan pada kelompok yang memiliki latar belakang pengetahuan yang sama untuk mencapai pemahaman yang serupa, sehingga dibutuhkan konsep, gambar, dan kode-kode budaya yang sama (Anugrahanti, 2020:22). Istilah representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Pertama, apakah seorang individu, kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya atau diburukkan. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan, terkait dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa seorang individu, kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

(Zaini, 2014:213)

Stuart Hall (dalam Aprinta, 2011:17) menjelaskan bagaimana hubungan produksi makna sampai penggunaannya dalam konstruksi sosial kedalam tiga teori representasi: (1) pendekatan reflektif menjelaskan bahwa bahasa berfungsi merefleksikan makna yang sebenarnya pada realitas masyarakat. Pendekatan ini menekankan bahwa makna bergantung pada objek, orang, ide atau peristiwa yang ada di dunia nyata. Kemudian ada (2) pendekatan intensional yang melihat bagaimana bahasa sengaja digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai cara pandang kita. Penutur menyampaikan pesan secara lisan maupun tertulis untuk memberikan makna yang unik untuk mencapai tujuan tertentu.

Lalu (3) pendekatan konstruksionis yang menyorot dari segi karakter sosial dan bahasa, sehingga konstruktivis lah yang berperan untuk mengkonstruksi makna.

2. Representasi Pendekatan Konstruksionis

Representasi pendekatan konstruksionis lebih menekankan pada proses konstruksi makna melalui bahasa yang digunakan. Dalam pendekatan

(7)

6

konstruksionis, bahasa dan pengunaan bahasa saja tidak dapat memberikan makna masing-masing, tetapi juga harus dihadapkan dengan hal lain sehingga dapat memunculkan suatu interpretasi. Konstruksi sosial dibangun melalui aktor-aktor sosial yang memakai konsep kultur bahasa dan dikombinasikan dengan sistem representasi yang lainnya (Hall, 1997:35).

Menurut Stuart Hall (1997: 26), terdapat dua pendekatan diantaranya adalah pendekatan diskursif dan pendekatan semiotika. Pada pendekatan diskursif, makna tidak dibentuk melalui bahasa melainkan wacana. Kedudukan sebuah wacana dianggap lebih besar dari bahasa, yang biasa disebut dengan istilah topik. Hal ini melihat produksi mana yang ada pada suatu kultur dihasilkan oleh wacana yang diangkat oleh individu yang berinteraksi dalam masyarakat, kemudian diidentifikasikan atas kultur yang ditentukan oleh wacana yang diangkat. Sedangkan pada pendekatan semiotik, representasi dijabarkan tentang pembentukan tanda dan makna melalui medium bahasa.

3. Semiotika Roland Barthes

Semiotika (dalam Bambang & Nur, 2013:1) berasal dari kata Yunani:

Semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda, yang salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunkasi, yaitu pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi, dan acuan (Sobur, 2013). Semiotika dalam penjelasan Roland Barthes (dalam Anugrahanti, 2020:23) bertujuan untuk menganalisis bagaimana tanda bekerja dengan melihat denotasi, konotasi, dan mitos yang muncul dari penanda (signifier) dan petanda (signified). Signifier adalah suatu hal yang menjadi tanda dari suatu kejadian dan hadir secara fisik (dapat dilihat, dirasa, didengar, dan sebagainya).

Sebaliknya, signified adalah adalah kejadian yang ditandai dengan munculnya signifier. Teori semiotika milik Roland Barthes merupakan hasil pengembangan dari pemikiran Saussure yang melihat semiotika hanya pada

(8)

7

tingkatan denotatif saja atau relasi antara penanda dan petanda saja (Binus, 2017, n.p)

4. Genre

Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), genre merupakan jenis, tipe atau kelompok sastra atas dasar bentuknya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, definisi genre sendiri meluas sebagai pembagian bentuk seni atau tutur tertentu sesuai dengan kriteria untuk bentuk tersebut. Kata genre berasal dari bahasa Prancis (dan aslinya bahasa Latin) kata untuk 'jenis' atau 'kelas'. Istilah ini banyak digunakan dalam retorika, teori sastra, teori media, dan baru-baru ini linguistik, untuk merujuk pada jenis 'teks' yang khas (Chandler, 1997: 1). Robert Allen mencatat bahwa 'selama hampir 2.000 tahun, studi genre berfungsi secara nominologis dan tipologis. Dalam dunia sastra, tugas utama dari genre adalah membagi karya sastra ke dalam jenis-jenis dan penamaan jenis itu - sama seperti ahli botani membagi alam flora menjadi variasi tanaman' (Allen, 1989: 44).

5. Horor dan Makhluk Halus

Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), horor merupakan sesuatu yang menimbulkan perasaan ngeri atau takut yang amat sangat.

Menurut Permana (2014), dalam perfilman, sebagai sebuah genre, horor merupakan salah satu genre utama yang ada diantara 10 genre utama lainnya di dalam dunia pefilman. 10 main genre tersebut antara lain action, adventure, comedy, crime & gangster, drama, epics/historical, musical/dance, sci-fi (science fiction), war, dan western.

Geertz dalam buku Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa secara khusus pada bab “Kepercayaan terhadap Makhluk Halus”

mengklasifikasi empat jenis makhlus halus, diantaranya adalah: (1) Memedi:

Roh yang menakut-nakuti; (2) Lelembut: Roh yang menyebabkan kesurupan;

(3) Tuyul: makhluk halus yang karib; dan (4) Demit: Makhluk halus yang menghuni suatu tempat. Di tengah kepercayaan animisme demikian bagi

(9)

8

Geertz, selamatan merupakan penegasan dan penguatan kembali tata kebudayaan umum kekuasaannya untuk menghilangkan kekuatan-kekuatan yang mengacau (Geerz, dalam Nasrullah, 2018: 33).

Adapun masyarakat Banjar yang juga mengenal kepercayaan terhadap makhluk halus. Seperti yang dikatakan Daud (1997: 409), makhluk halus yang konon menampakkan diri pada manusia secara umum dinamakan hantu.

Terkadang istilah ini berarti juga orang gaib, seperti ungkapan “disembunyikan hantu”, yang hampir selalu diculik orang gaib. Kebanyakan masyarakat percaya dan takut pada hantu asal (arwah) manusia yang telah berbuat kesalahan di masa lalu. Menurut Mariana (dalam Sulistiono, 2014:2), percaya akan adanya hantu merupakan salah satu contoh sederhana manusia yang percaya pada hal-hal metafisik/immateri (tidak berwujud).

6. Pendakian Gunung

Pendakian gunung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah memanjat menaiki (gunung, bukit, dan sebagainya) atau pemanjatan perbuatan pendaki. Menurut Andi Rais (2019), kegiatan mendaki gunung sering disebut juga sebagai mountaineering yang diambil dari kata mountain yang berarti gunung.

Dalam arti luas, pendakian gunung berarti suatu perjalanan melewati medan pegunungan dengan tujuan berekreasi sampai dengan kegiatan ekspedisi dan penelitian ataupun eksplorasi pendakian ke puncak-puncak yang tinggi dan relatif sulit sehingga memerlukan waktu yang lama, bahkan sampai berminggu- minggu untuk melakukannya (Sujud, 2020: 14). Terdapat beberapa tujuan dari mendaki gunung yang dijabarkan menurut Sherpa (dalam Sujud, 2020: 14), diantaranya yaitu pengalaman dan pengetahuan, pelestarian, misi penyelamatan dan mengasah pribadi juga menemukan hakikat pribadi.

7. Youtube

Youtube pertama kali didaftarkan pada 15 Februari 2005. Lalu tiga bulan tepatnya Mei 2005 Youtube melakukan launching ke publik, dan enam bulan

(10)

9

kemudian barulah memulai debut pertamanya. Steve Chen, Chad Hurley, Jawed Karim mereka yang menciptakan Youtube (Herwibowo, 2008: 3&19).

Salah satu layanan dari Google ini memfasilitasi penggunanya untuk mengunggah video apapun dan bisa diakses oleh pengguna yang lain dari seluruh belahan dunia secara gratis. Dapat dikatakan bahwa Youtube merupakan database video yang paling populer di dunia internet, dan mungkin merupakan yang paling lengkap dan variatif (Faiqah, Nadjib & Amir, 2016:

259). Akses untuk berkomunikasi dua arah dalam Youtube juga tersedia melalui komentar. Youtube tidak hanya berfungsi sebagai media berbagi konten berupa video namun juga merupakan suatu bentuk dari media sosial di mana di dalamnya para pengguna saling berinteraksi satu dengan yang lain (https://nesabamedia.com/pengertian-Youtube/).

D. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, sementara pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif- kualitatif. Paradigma yang digunakan pada penelitian ini adalah paradigma interpretif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika mitos Roland Barthes. Analisis semiotika termasuk kedalam analisis isi semantik, yang merupakan analisis yang dilakukan untuk mengklasifikasikan tanda sesuai maknanya (Ahmad, dalam Anugrahanti, 2020:32). Peneliti menggunakan semiotika Roland Barthes dengan dua tahapan denotasi dan konotasi guna menemukan mitos yang ada pada objek penelitian. Mitos berhubungan juga dengan representasi kisah horor yang diteliti dalam video channel Youtube “Kisah Pendaki”. Untuk data yang digunakan pada penelitian ini, data didapatkan dari channel Youtube “Kisah Pendaki”.

Objek penelitian ini adalah salah satu video channel Youtube “Kisah Pendaki”

yang berjudul “Cerita Mistis Pendaki di Ikuti Sosok Makhluk Cantik Sampai

(11)

10

Rumah dari Gunung Slamet” sebagai objek penelitiannya. Video tersebut diunggah pada tanggal 27 Mei 2021, berdurasi 59.55 menit, telah ditonton sebanyak 186.228 views dan memiliki 567 komentar (Diakses pada 13/10/21). Pada video tersebut, peneliti mengumpulkan berbagai potongan klip dalam video yang dibutuhkan untuk penelitian dan peneliti juga akan mengambil thumbnail (gambar peneliti video). Kemudian peneliti menganalisis thumbnail, sinematografi dan isi video dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes – menggunakan sistem penandaan dua tingkat (mencari makna denotasi dan konotasi) untuk menemukan mitos pada elemen dalam video tersebut. Setelahnya, peneliti menurunkan poin penting yang dapat dibahas lalu menguraikan berbagai mitos pada elemen yang ada pada poin penting dalam video tersebut, atau yang tidak ada dalam video, namun merupakan mitos yang familiar – biasa digunakan pada konsep horor, yang bisa jadi berbeda dengan video yang diteliti. Setelah melakukan interpretasi secara keseluruhan pada objek (video) yang diteliti, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis semiotika mitos Roland Barthes.

E. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan 3 elemen yang telah di analisis dengan analisis semiotika, peneliti menarik beberapa poin penting yang dapat dibahas dan dikaitkan dengan makna mitos yang berlaku pada thumbnail, sinematografi dan isi video, diantaranya adalah:

1. Pada thumbnail video, Kisah Pendaki menggunakan warna merah sebagai warna yang paling dominan di dalamnya. Warna merah memiliki makna yang sangat kuat diantara warna lainnya. Selain karena bermakna banyak dan luas, merah juga dominan untuk merepresentasikan suatu objek dengan makna yang tegas. Warna merah biasanya dijadikan tanda agar terhindar dari bahaya. Selain bahaya, merah dapat menjadi tanda peringatan karena warnanya yang menarik perhatian. (Santo, 2012: 93). Sehingga dalam hal ini, penonton dapat dengan

(12)

11

mudah menangkap makna video channel Youtube “Kisah Pendaki” dengan thumbnail berwarna merah yang berarti peringatan tanda bahaya yang menegangkan. Kisah Pendaki menggunakan warna merah yang dominan untuk merangsang perasaan takut dan tegang dari orang yang melihatnya, juga untuk menegaskan konsep horor yang akan membuat penonton merasa was was terhadap bahaya di dalamnya.

2. Dalam konsep horor, kreator harus memilih huruf atau tipografi yang unik untuk membangun chemistry antara kontennya dengan persepsi penerima yang akan mengonsumsi konten seperti yang diharapkan. Penggunaan tipografi juga penting untuk menarik perhatian dan pembentukan konsep suatu konten yang menjurus pada tema tertentu. Akan tetapi pada thumbnailnya, Kisah Pendaki justru menjauhi penggunaan tipografi horor yang tak rata bahkan tak lurus/meleleh dengan menggunakan huruf Calibri yang merupakan huruf bawaan dalam sistem operasi Windows dengan desain lurus yang ramping dan halus. Melihat hal ini, Kisah Pendaki nampaknya tak benar benar berfokus pada tampilan visual untuk membangun impresi horor kepada calon penonton, sehingga Kisah Pendaki fokus membangun copywriting pada judul yang menarik perhatian penonton.

3. Menurut Prendergast (2003), Ambient music merupakan genre musik yang menonjolkan nada dan atmosfir dibandingkan struktur ritme musik yang ada.

Maksudnya, ambient music fokus pada perasaan yang dibangun dari ketuk nada yang dilantunkan dengan alat musik yang digunakan dan menciptakan atmosfir sesuai dengan genre yang dipilih. Ambient music dalam konten horor mistis tentu harus menggunakan musik yang sesuai dengan tema, yaitu penggunaan ambient music yang dark atau suram. Pada isi videonya, Kisah Pendaki telah menggunakan ambient music bertema suram agar dapat merangsang perhatian penonton dan mempertajam situasi horor pada cerita horor yang sedang berlangsung – diceritakan. Ini dimaksudkan agar cerita yang dilontarkan juga dapat merangsang rasa tegang dan takut karena atmosfir suram yang dibentuk

(13)

12

dari penggunaan ambient music tema suram sebagai backsound music pengantar cerita narasumber.

4. Untuk sinematografi, Kisah Pendaki menggunakan filter vignette berwarna hitam untuk meredupkan video dikarenakan lokasi syuting yang cukup terang dan berwarna cerah untuk membentuk konten kisah horor. Warna hitam sendiri sering dihubungkan dengan unsur magic, mistis, horor, misteri, kematian dan ketakutan (Santo, 2012: 111). Sehingga melihat pertimbangan dan makna warna hitam ini, Kisah Pendaki menggunakan filter vignette warna hitam untuk meredupkan warna video dan mempertajam tema berdasarkan tema negatif dengan unsur horor mistis. Pada video, Kisah Pendaki kembali menekan fokus tema horor pada visual yang memperlihatkan warna gelap yang membuat suasana video menjadi lebih suram.

5. Biasanya pada konten horor, pergerakan kamera akan dibuat goyah atau tidak stabil (shaky camera) dan hal ini didasarkan atas beberapa alasan tertentu yang berkaitan dengan kondisi psikologis. Penggunaan shaky camera tidak direkomendasikan untuk digunakan pada film atau video yang umum karena shaky camera tidak bekerja sebagaimana mestinya pada tingkat manusia yang mengharuskan harmonisasi konten yang stabil. Dan Kisah Pendaki tidak menggunakan teknik pengambilan video ini pada videonya karena bila Kisah Pendaki mengambil video dengan konsep shaky camera, penonton akan mengalami distorsi pemahaman – akan sulit menangkap cerita narasumber, juga sulit untuk memberikan reaksi yang seharusnya diterima oleh Kisah Pendaki.

6. Sepanjang video, nada bicara pengisi acara wanita kerap kali mengalami perubahan seperti nada yang semakin rendah seiring berjalannya cerita dari narasumber, sesekali terbata-bata – yang memperlihatkan perubahan perasaan narasumber yang semula netral menjadi negatif seperti khawatir dan takut.

Pengisi acara wanita mengucapkan “nge-ngeliat apa?” menunjukan bahwa ia merasa kenyamanannya terancam dengan gambaran cerita yang membuat

(14)

13

perasaannya terusik, sehingga nada bicaranya berubah pelan dan terbata-bata.

Saat kejadian aneh berlangsung, walaupun pengisi acara wanita terlihat sedikit tertawa ke arah kamera, pemilihan kata “ih kok jadi horor sih?” akan meyakinkan pendengar bahwa kejadian ini menakutkan karena terjadi secara tiba-tiba. Bila penonton fokus pada audio, mereka akan mudah menangkap rasa takut yang dialami oleh pengisi acara wanita yang sudah mulai takut dengan kejadian yang telah terjadi.

7. Beberapa kali dalam video, narasumber memainkan gestur untuk membantu pengisi acara wanita – juga penonton untuk membayangkan kejadian yang ia alami sebelumnya, juga mempertegas cerita yang ia sampaikan. Pengisi acara wanita kerap menggunakan gestur tangan untuk menghentikan cerita dan syuting untuk sementara waktu karena kejadian unik yang tiba-tiba mengintrupsi. Walau pengisi acara wanita telah menghentikan kru dengan ucapan verbal, gestur tangan tetap menjadi refleks yang mengkomunikasikan ucapannya dengan baik sebagai tanda bahwa mereka harus menghentikan syuting untuk melihat kondisi yang sebenarnya terjadi pada kejadian tersebut.

F. Kesimpulan

Bila dilihat dari segi visual atau tampilannya, Kisah Pendaki belum merepresentasikan kisah horor secara keseluruhan. Hal ini dilihat dari thumbnail, di mana Kisah Pendaki menggunakan font Calibri yang lurus dan tipis, berbeda dengan penggunaan font untuk konten horor yang meleleh dan tidak rata. Hal ini juga dilihat dari isi video, di mana penggunaan lokasi syuting masih terlihat sangat berwarna untuk tema horor yang seharusnya dibangun secara visual.

Akan tetapi bila melihat dari segi auditori atau audionya, Kisah Pendaki telah merepresentasikan kisah horor dengan membangun konsep kisah horor yang menonjolkan audio melalui penggunaan ambient music yang selalu mengiringi berlangsungnya cerita narasumber. Penekanan fokus pada cerita juga terlihat dari

(15)

14

pengaturan kamera tetap (fixed camera) agar fokus penonton yang masih memperhatikan visual tidak buyar dan hanya tertuju pada kedua pengisi acara dan cerita narasumber.

Walau begitu, Kisah Pendaki tetap berpegang pada penggunaan mitos horor yang ada, seperti penggunaan warna merah untuk mengusik psikologis penonton (menandakan tanda bahaya) pada thumbnail videonya dan filter video yang dibuat redup agar suasana video tidak terlihat terlalu berwarna dan tetap mendukung konsep horor secara visual.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R. (1989). ‘Bursting bubbles: “Soap opera” audiences and the limits of genre’.

In Ellen Seiter, Hans Borchers, Gabriele Kreutzner & Eva-Maria Warth (Eds.):

Remote Control: Television, Audiences and Cultural Power. London:

Routledge, pp. 44-55.

Anugrahanti, M. M. (2020). Representasi Transgender di Youtube (Analisis Semiotika Tayangan Vlog Stasya Bwarlele di Channel Youtube) (Doctoral dissertation, Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

Aprinta, G. E. B. (2011). Kajian Media Massa: Representasi Girl Power Wanita Modern dalam Media Online. The Messenger, Volume 2(2), hal 12-27.

Azam, M. (2018). Definisi Youtube. Diakses pada 17 Juli 2021 pukul 2:55, melalui Nesabamedia website <https://nesabamedia.com/pengertian-Youtube/>.

Bambang, M., & Nur, E. (2013). Semiotika Dalam Metode Penelitian Komunikasi (Semiotics in Research Method of Communication). Jurnal, 16(1).

Binus University. (2017). Terapan Analisa Roland Barthes pada Poster “Poster Ibu Berkorban Lebih dari Kita yang Kita Sadari”. Diakses melalui

<https://dkv.binus.ac.id/2017/01/13/terapan-analisa-roland-barthes-pada- poster-ibu-berkorban-lebih-dari-kita-yang-kita-sadari/>.

Chandler, D. (1997). An introduction to genre theory.

(16)

15

Daud, A. (1997). Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Faiqah, F., Nadjib, M., & Amir, A. S. (2017). Youtube Sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas MAKASSARVIDGRAM. KAREBA: Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2), 259-272.

Hall, S. (Ed.). (1997). Representation: cultural representations and signifying practices (Vol. 2). Great Britain: SAGE Publications.

Herwibowo, Y. (2008). You Tube. Jakarta: Bentang Pustaka.

Kisah Pendaki. (2021). CERITA MISTIS PENDAKI DI IKUTI SOSOK MAKHLUK CANTIK SAMPAI RUMAH DARI GUNUNG SLAMET | KISAH PENDAKI.

Diakses pada 13 Oktober 2021 pukul 21.10 melalui Channel Youtube “Kisah Pendaki”. <https://www.Youtube.com/watch?v=kQPsnPudhAk&t=2229s>.

Kisah Pendaki. (2021). Diakses pada 13 Oktober 2021 pukul 18.34 melalui Channel Youtube “Kisah Pendaki”. <https://Youtube.com/c/KISAHPENDAKI>.

Nasrullah, N. (2018). Hantu di Tengah Keramaian Kota Banjarmasin. Khazanah:

Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 16(1), 23-48.

Permana, K. S. A. (2014). Analisis Genre Film Horor Indonesia Dalam Film Jelangkung (2001). Commonline Departemen Komunikasi, 3, 559-573.

Prendergast, M. (2003). The Ambient Century. London: Bloomsbury.

Rais, A. (2019). Gambaran Sensation Seeking Pendaki Gunung Pada Generasi Y.

(Doctoral dissertation, UNNES).

Santo, T. N. (2012). Psikologi Warna (Fakultas Senirupa Institut Kesenian Jakarta).

Jakarta: FSR IKJ Press.

Sobur, A. (2013). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sujud, A. K. H. (2020). Pemahaman Pendaki Gunung Terhadap Ilmu Pendakian di Gunung Ungaran. (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

(17)

16

Sulistiono, Y. Y. (2014). Mitologi Hantu dalam Iklan di Indonesia (Kajian Metafora terhadap Iklan–Iklan Televisi Bergenre Horror di Indonesia). (Doctoral dissertation, UAJY).

Zaini, N. (2014). Representasi Feminisme Liberal Dalam Sinetron: Analisis Semiotika Terhadap Sinetron Kita Nikah Yuk. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 18(3).

Referensi

Dokumen terkait

Sutikno menjelaskan dalam bukunya yang berjudul ‘Belajar &amp; Pembelajaran’ bahwa, pembelajaran adalah segala-segala upaya yang dilakukan oleh guru agar terjadi proses belajar

Kaidah kebahasaan teks berita Menulis teks berita dan memperhatikan kaidah kebahasaan teks berita Uraian Tulislah teks berita dengan memperhatikan kaidah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini : Bagaimanakah Peran Masyarakat Internasional dalam

Dari analisis tersebut dapat diambil kesimpulan adalah hipotesis 3 diterima secara signifikan, bahwa secara bersama-sama sikap peserta didik dan kebiasaan belajar

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DI PESANTREN Hasil studi Burn tentang kepemimpinan dari waktu ke waktu, menunjukan bahwa pemimpin yang paling sukses untuk melakukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Mengetahui peran guru MI dalam meningkatkan minat belajar IPA siswa kelas IV di MIS Nurul Fadhilah, 2) Mengetahui minat siswa

Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik (2007), rumah tangga petani pisang ambon di Desa Padang Cermin Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran yang masuk kedalam

Diperoleh hasil sumbangan terbesar terhadap variabel kepuasan kerja adalah variabel kompensasi sebesar 0,524 dan uji determinasi dihasilkan Adjusted R Square =