BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan pokok manusia dalam menunjang seluruh aktivitas kehidupannya. Air yang diperlukan manusia harus cukup untuk seluruh kebutuhan hidup khususnya kebutuhan untuk minum. Dalam lingkungan rumah tangga peranan air mencakup tiga hal, yaitu konsumsi untuk air minum yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup secara fisik, higienis, dan kenyamanan. Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air untuk rumah tangga dilakukan standar kebutuhan minimum penduduk yang meliputi kebutuhan air untuk makan, minum, mandi, kebersihan rumah dan menyiram tanaman (Suhandri, 1996).
Tabel 2.1
Standar Kebutuhan Air Bersih Departemen Kesehatan (liter/orang/hari)
(Sumber: Wardhana, 1995)
Jumlah air minum yang dibutuhkan manusia berdasarkan beberapa penelitian dan standar berbeda-beda. Standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
Dapat dilihat pada tabel 2.2. Standar yang digunakan dalam penyusunan rencana tata ruang mengenai kebutuhan sarana prasarana termasuk kebutuhan akan air bersih adalah standar yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Adapun standar kebutuhan air bersih yang telah ditetapkan oleh PU ditunjukkan oleh tabel 2.2.
Tabel 2.2
Standar Kebutuhan Air Departemen Pekerjaan Umum
(Sumber: Slamet, 1994)
Secara kuantitas jumlah kebutuhan air untuk rumah tangga per kapita tidaklah sama di setiap daerah. Untuk itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum juga membagi standar kebutuhan air minum berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut:
• Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter/kapita/hari. • Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter/kapita/hari. • Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter/kapita/hari. • Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter/kapita/hari.
• Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter/kapita/hari
2.2 STANDAR KRITERIA MUTU AIR BERSIH
Persyaratan kualitas air bersih yang berlaku di Indonesia didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/1X/1990. Standar kriteria mutu air ini diharapkan dapat menjamin kualitas air bagi pemakainya, air yang dapat dikonsumsi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Persyaratan fisis
1. Kualitas fisis yang harus dipenuhi perlu dilihat dari segi kesehatan, kenyamanan, estetika, dan penerimaan masyarakat. Adapun batasan kualitas fisis air bersih antara lain:
2. Tidak berbau dan tidak berasa
3. Temperatur 10-250 C T
4. Tidak berwarna
5. Rasa segar dan tidak memberikan rasa lain
b. Persyaratan Kimiawi
Kandungan unsur kimia di dalam air haruslah mempunyai kadar dan tingkat konsentrasi tertentu yang tidak mengandung unsur-unsur yang bersifat racun sehingga dapat mengganggu kesehatan, menimbulkan gangguan pada aktivitas manusia dan merupakan indikator pengotoran.
c. Persyaratan Biologi
Dalam persyaratan ini ditentukan batasan tentang jumlah bakteri dan kuman- kuman penyakit atau bakteri golongan E-coli yang masih bisa ditolelir kandungannya dalam air.
d. Radiologi
1. Konduktivitas atau daya hantar 2. Pesistivitas
2.2.1 Sumber air/ air baku
Secara umum terdapat lima sumber air yang dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan kegiatan perkotaan, yaitu (Nace, 1976):
a) Air hujan, air hasil kondensasi uap air yang jatuh ke tanah.
b) Air tanah, yaitu air yang mengalir dari mata air, sumur artesis atau diambil melalui sumur buatan.
c) Air permukaan, yaitu air sungai dan danau. d) Desalinasi air laut, atau air tanah payau/asin e) Hasil pengolahan air buangan.
Air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dapat berasal dari air permukaan berupa air sungai, danau dan rawa, air tanah dan air hujan. Selanjutnya dari sumber air tersebut penyediaan air rumah tangga dapat berupa air sumur gali/bor/pompa dan air PDAM. Penyediaan air yang baik harus mampu melayani kebutuhan air yang memadai baik dari segi kuantitas dan kualitas serta mendapat respon serta dukungan yang positif dari masyarakat.
Penggunaan sistem individual, apalagi sistem individual dengan menggunakan sumur perorangan, akan membawa dampak pada deplesi sumberdaya alam. Hal ini disebabkan air yang masih terdapat di dalam tanah bersifat sumber daya milik umum. Apalagi jika dilihat dari sudut penguasaannya, terdapat dua jenis sumberdaya yaitu sumberdaya alam yang dapat dimiliki oleh perorangan (private properly resources) dan sumber daya alam yang dimiliki oleh umum (common properly resources) (Suparmoko, 1989).
Kualitas air tidak sama di semua tempat, sehingga dapat saja terjadi di dalam satu komplek perumahan, terdapat warga yang sumber air tanahnya baik dan ada juga yang tidak. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip keadilan, khususnya warga yang menggunakan sumber daya air privat dengan menggunakan sumur gali/bor/pompa. Secara kualitas, penyediaan air dengan menggunakan sistem publik lebih baik dibandingkan dengan sistem individual, karena pada umumnya di dalam sistem publik terdapat fasilitas pengolahan air bersih (Maryati, 1996).
Selain itu, pengambilan air tanah dapat dikendalikan sehingga tidak terjadi deplesi sumber daya. Namun tidak semua warga menggunakan sistem publik atau berlangganan air PDAM untuk memperoleh air bersih, karena keterbatasan warga untuk membayar pemasangan jaringan dan iuran per bulannya. Dengan menggunakan sumber daya air pribadi, warga dengan bebas mengkonsumsi air tanpa memikirkan iuran yang harus dibayarkan. Selain itu, penduduk yang menggunakan sumber air pribadi cenderung berperilaku boros dalam mengkonsumsi air bersih.
2.3 REVERSE OSMOSIS
Reverse Osmosis (RO) komersial pada awalnya dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih di kapal laut yang sedang berlayar dalam jangka waktu lama. Sistem ini menggunakan pompa bertekanan tinggi untuk mendorong air melewati membran dan memisahkannya dari komponen-komponen yang tidak diinginkan. Saat pertama kali diluncurkan, sistem RO menggunakan membran yang cukup tebal serta diperlukan tempat yang luas untuk instalasi peralatannya (Fisher, 2007).
Namun seiring perkembangan membran yang semakin pesat, terutama pada elemen dan sistem konfigurasi yang digunakan, sistem RO kini telah dapat diaplikasikan pada skala rumah tangga. Selain itu, penggunaan jenis membran yang sangat tipis dan instalasi peralatan yang tidak lagi memerlukan tempat luas, turut mendukung sistem RO menjadi sistem yang umum digunakan untuk proses pemurnian air skala rumah tangga (Singh, 2006).
Sebagai sistem pemurnian air skala rumah tangga, RO telah terbukti sangat efektif mengatasi permasalahan kualitas air dibandingkan metode pemurnian yang lain seperti karbon aktif, water softener, distilasi, UV, dan netralisasi. Sistem RO dapat memisahkan komponen-komponen yang tidak diinginkan seperti komponen organik, non organik, bakteri, virus, partikulat, serta ion atau garam terlarut. Sistem RO juga dikenal sebagai media filter yang memiliki pori paling kecil dibandingkan filter-filter yang lain yaitu 0.0001 mikron. Beberapa riset dan paten tentang keefektifan sistem
R.O dengan berbagai macam desain dan konfigurasi turut mendukung perkembangan
2.3.1 Komponen Utama Reverse Osmosis
Sistem R.O juga dilengkapi oleh pre-filter, booster pump, post-filter, tangki bertekanan untuk menyimpan produk, dan kran dari bahan stainless steel atau plastik seperti pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Desain sistem reverse osmosis (Sumber: Powell, G.M & Black, R.D., 1990)
Pre-filter berfungsi untuk memisahkan padatan-padatan yang terlarut dalam air umpan
seperti partikulat, klorin dan komponen lain penyebab fouling. Sistem pre-filter biasanya berupa sedimen filter, karbon aktif, penambahan antiscalant atau kombinasi dari ketiganya.
Booster pump dipasang pada sistem RO biasanya berfungsi untuk
meningkatkan tekanan. Dengan peningkatan tekanan, booster pump mampu untuk meningkatkan rejeksi dan laju alir produk.
Membran RO merupakan inti dari sistem, sehingga pemilihan jenis, dan modul membran menjadi sangat penting dalam desain. Pada skala home industri modul yang dipilih biasanya modul jenis spiral wound. Hal ini disebabkan lebih menguntungkan karena air yang keluar perunit lebih tinggi dibanding modul lain (Alimah, 2015).
Laju alir melewati membran yang dikontrol oleh ketebalan membran, ukuran pori, dan perbedaan tekanan. Batasan pada teknis pengoperasiannya juga sangat penting untuk diperhatikan. Laju alir akan meningkat seiring peningkatan tekanan,
namun tekanan yang besar dapat merusak (merobek) membran sehingga komponen yang semula akan dipisahkan dari air akan terikut sebagai produk. Ketebalan membran juga bervariasi, semakin tipis membran maka laju alir produk akan semakin meningkat, akan tetapi memilih membran yang tipis juga beresiko pada ketahanan membran.
Post-filter merupakan penanganan setelah air melewati membran RO.
Fungsinya adalah untuk menghilangkan bau, rasa yang tidak diinginkan. Post-filter biasanya berupa karbon aktif yang dengan mudah dapat mengadsorbsi komponen penyebab bau dan rasa yang tidak diinginkan.
Tangki penampung digunakan untuk menampung produk setelah proses karena proses pemisahan membran merupakan proses yang lambat. Beberapa jenis tangki penampung seperti tangki penampung bertekanan dan yang tidak bertekanan digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Terdapat pula beberapa alat tambahan yang digunakan untuk mempertahankan kinerja membran RO yaitu unit autoflush yang berfungsi untuk meminimalisasi fenomena fouling dan scaling. Fouling merupakan perubahan morfologi membran secara irreversibel yang disebabkan oleh interaksi fisik dan/atau kimia spesifik antara membran dengan berbagai komponen yang ada dalam cairan umpan, antara lain koloid, partikel halus, minyak, mikroorganisme, oksida logam, dan silika. Sedangkan
scaling adalah presipitasi kristal garam di permukaan membran seperti CaCO3,
CaSO4, BaSO4, SrSO4, CaF2, dan Mg(OH)2 (Widiasa, 2008). Pada instalasi RO skala besar, minimalisasi fouling dan scaling umumnya menggunakan senyawa penghambat kerak (sering disebut sebagai antiscalant atau scale intibitor), sedangkan pada R.O skala rumah tangga umumnya menggunakan proses pre-treatment atau
autoflush (Ariyanti, 2011).
2.3.2 Prinsip Kerja Reverse Osmosis
Reverse osmosis adalah kebalikan dari fenomena osmosis. Osmosis merupakan fenomena pencapaian kesetimbangan antara dua larutan yang memiliki perbedaan konsentrasi zat terlarut, dimana kedua larutan ini berada pada satu bejana dan dipisahkan oleh lapisan semipermeabel. Kesetimbangan terjadi akibat perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan yang
memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi. Saat kesetimbangan konsentrasi dicapai maka terdapat perbedaan tinggi larutan yang dapat didefinisikan sebagai tekanan osmosis seperti yang terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Prinsip kerja R.O
(Sumber: Kaiyuan Water Treatment Equipment, 2017)
Gambar 2.3 Skema fenomena osmosis dan reverse osmosis. (Sumber: William, 2003)
Prinsip dasar reverse osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang melebihi tekanan osmosis larutan sehingga pelarut dalam hal ini air dapat berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Prinsip reverse osmosis ini dapat memisahkan air dari komponen-komponen yang tidak diinginkan dan dengan demikian akan didapatkan air dengan tingkat kemurnian yang tinggi (William, 2003).
Peristiwa perpindahan dalam reverse osmosis dapat didekati dengan teori solution-diffusion, model membran berpori (prefential sorption capillary model), atau fenomena termodinamik irreversible (Widiasa, 2008).
Diantara tiga teori ini, yang banyak digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses reverse osmosis dapat memisahkan antara garam dan air adalah teori
solution-diffusion yang mengasumsikan bahwa baik zat terlarut (garam) maupun pelarut (air)
terlarut secara homogen pada permukaan membran dan masing-masing akan berdifusi melewati membran. Kecepatan difusi garam dan air melalui membran RO bergantung pada gradien potensial kimia yaitu perbedaan konsentrasi dan tekanan antara dua sisi membran. Dengan demikian, perbedaan kelarutan dan diffusivitas garam dan air di fasa membran sangat menentukan laju perpindahan (fluks permeat) dan derajat pemisahan (Widiasa, 2008).
2.3.3 Membran Reverse Osmosis
Membran reverse osmosis (osmosis balik) digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memiliki berat molekul yang rendah seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa dan sukrosa dari larutannya. Membran yang lebih dense (ukuran pori lebih kecil dan porositas permukaan lebih rendah) denga tahanan hidrodinamik yang lebih besar diperlukan pada proses ini. hal ini menyebabkan tekanan operasi pada osmosis balik akan sangat besar untuk menghasilkan fluks yang sama dengan proses mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Untuk itu pada umumnya, membran osmosis balik memiliki sruktur asimetrik dengan lapisan atas yang tipis dan padat serta matriks penyokong dengan tebal 50 sampai 150 µ m. Tahanan ditentukan oleh lapisan atas yang rapat (Widayanti, 2013).
2.3.4 Membran Spiral Wound
Poros transmisi yang relative pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukuranya harus teliti.
Pada aplikasi reverse osmosis, konfigurasi modul membran yang digunakan yaitu
spiral wound. Konfigurasi yang lain yaitu hollow fiber, tubular dan plate and frame
tidak terlalu banyak digunakan pada aplikasi reverse osmosis, hanya diaplikasikan pada industri makanan serta sistem khusus.
Gambar 2.4 Modul membran spiral wound (Sumber: Perth Seawater Desalination Plant, 2017)
Pada konfigurasi spiral wound (Gambar 2.4) dua buah lembaran membran dipisahkan oleh saluran kolektor permeat dan membentuk daun (leaf). Perakitannya adalah dengan dilem pada tiga sisi dan sisi yang keempat (dekat pipa berlubang) dibiarkan terbuka sebagai saluran permeat keluar. Kemudian material yang digunakan sebagai
feed/brine spacer disatukan dengan leaf. Beberapa lembaran leaf kemudian digulung
mengelilingi tabung permeat plastik. Tabung ini merupakan tabung berlubang yang berfungsi untuk mengumpulkan permeat dari leaf. Elemen membran spiral wound yang digunakan dalam industri memiliki panjang ± 100-150 cm (40-60 in) dan diameter ± 10-20 cm (4-8 in).
Sementara itu, RO untuk rumah tangga memiliki panjang 25-100 cm dengan diameter 5-10 cm. Air umpan/ brine mengalir pada elemen secara aksial masuk melalui feed spacer lalu keluar melalui keluaran brine secara paralel menuju permukaan membran. Desain sistem Reverse osmosis Aplikasi sistem Reverse osmosis
(R.O) terdiri dari air umpan yang diberi tekanan, sistem R.O, dan sistem pemipaan
yang membawa air yang telah dimurnikan dari konsentratnya secara terpisah (Fisher, 2007).
2.3.5 Pemilihan polimer (jenis polimer)
Merupakan salah satu faktor penting karena akan membatasi jenis pelarut dan nonpelarut yang digunakan. Pemilihan material membran menjadi penting dengan memperhatikan faktor fouling (efek adsorpsi, karakteristik hidrofilik/ hidrofobik), kestabilan termal dan kimia (Widiyanti, 2013).
2.3.6 Polisulfon
Polisulfon merupakan keluarga polimer termoplastik. Polimer ini dikenal karena ketangguhan dan stabilitas pada suhu tinggi. Polisulfon mengandung subunit aril - SO2 - aril, ciri yang merupakan kelompok sulfon. Polysulfones diperkenalkan pada tahun 1965 oleh Union Carbide. Karena tingginya biaya bahan baku dan pengolahan, polysulfones digunakan dalam aplikasi khusus dan sering sebagai pengganti unggul untuk polikarbonat (Gigih, 2013).
Polisulfon merupakan suatu polimer yang memiliki berat molekul besar, mengandung gugus sulfonat dan inti benzene dalam suatu rantai polimer utama. Polisulfon memiliki sifat yang keras, rigid, termoplastis dan punya tempreratur transisi gelas (Tg) antara 1800 - 2500 C. Rigiditas rantai secara relative dapat diturunkan dari ketidak lenturan dan keimobilan gugus fenil dan S02, sedangkan kekerasannya muncul karena adanya gugus eter.
Polisulfon bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan memilki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah tetapi masih bisa larut dalam beberapa pelarut polar.
Polisulfon adalah polimer yang banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan membran. Hal ini dikarenakan memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi, rentang pH yang lebar 1 – 13, memiliki resistansi yang baik terhadap klorin, serta mudah dipabrikasi.
2.3.7 Sifat Fisis dan Kimia Polisulfon
Tahan terhadap panas (termoplastik)
Kaku dan transparan
Stabil antara pH 1,5-13
Tidak larut atau rusak oleh asam-asam encer atau alkali
Punya kekuatan tarik yag baik
2.4 KARATERISTIK LARUTAN HCL
HCl bersifat sangat korosif dan asam kuat, sehingga mampu melarutkan zat kampur. Perhitungan menentukan molaritas sebagai berikut:
HCl berat molekul = 36,5 g/mol
Berat Jenis (BJ) = 1,19g/mL
Persentase kandungan HCl = 33%
2.5 KARATERISTIK LARUTAN ASAM SITRAT
Asam sitrat mampu mengikat ion-ion logam sehingga dapat penghilang kesadahan dalam air. Perhitungan menentukan molaritas sebagai berikut:
Berat massa asam sitrat dalam Gram = Gr
Asam Sitrat berat molekul asam sitrat= 192.12 g/mol
Volume air = Vcml