• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI. Strategi Ketahanan Pangan Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI. Strategi Ketahanan Pangan Nasional"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 15

Strategi Ketahanan Pangan Nasional

A. Pendahuluan

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang. Namun demikian Indonesia tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara domestik dan harus tergantung pada ketersediaan pangan dunia yang akhir akhir ini justru menjadi sangat volatile. Krisis pangan yang terjadi tersebut dikarenakan Indonesia tidak mampu mengatasi ketergantungan terhadap import pangan yang terus mengalami peningkatan baik komoditas, benih ataupun bibit. Permasalahan itu semakin diperbesar dengan arus globalisasi yang tidak terhindarkan. Sementara Negara maju tetap mempertahankan subsidi pertanian, Indonesia justru secara sistematis mengurangi tingkat subsidi. Aktivitas pertanian kini lebih banyak dikerjakan oleh petani gurem dan miskin, sementara industry hulu dan hiler dikuasai oleh pemodal besar.Ketidaksetaraan ini mengakibatkan surplus yang terjadi pada pertanian turut tersedot oleh pelaku off farm.

Perubahan iklim juga akan mengubah kondisi pertanian secara global. Pemanasan global dan ketidakpastian cuaca akan semakin meningkatkan ketidakpastian yang dihadapi para petani. Disisi lain, kebutuhan pangan dunia semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi dan tingkat pendapatan.

Sebagian besar masalah pangan yang kita hadapi sekarang merupakan masalah klasik yang tak kunjung terpecahkan walaupun sudah terjadi pergantian rezim kekuasaan dan system politik. Masalah pertama yang paling essential adalah masih kerapnya kasus rawan pangan yang dijumpai diberbagai wilayah Indonesia. Sebanyak 100 kabupaten, atau hampir sepertiga dari 346 kabupaten se-Indonesia, ternyata memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ketahanan pangan. Indikatornya, antara lain menyangkut aspek ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan kerentanan terhadap kerawanan pangan. Kenyataan tersebut, dikemukakan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Februari 2010 lalu.

Dari 100 kabupaten tersebut, sekitar 30 kabupaten masuk kategori prioritas satu, tersebar di kawasan timur Indonesia, yakni Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua Barat. Sementara 40 kabupaten, masuk prioritas tiga, yaitu antara lain Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Organisasi Pangan Dunia (FAO) memperkirakan masalah ketahanan pangan masih akan mengganjal perekonomian Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, ketergantungan terhadap impor, terutama makanan dan buah segar, berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. (Media Indonesia, 1/2/2010)

Masalah kedua adalah melejitnya harga kebutuhan pokok khusunya pangan. Inflasi bahan makanan selama tiga tahun ini adalah sekitar dua kali lipat dibanding inflasi umum. Disatu pihak petani membutuhkan insentif harga yang agar mereka mau meningkatkan kualitas produksi dan dilain pihak masyarakat miskin terbebani oleh kenaikan harga.

(2)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 16 Masalah yang ketiga adalah mendominasi produk pangan impor yang menunjukan kecendrungan peningkatan secara berkala. Secara mayoritas, kedel dan gandum harus kita impor. Pemenuhan kebutuhan daging juga tidak bisa dicukupi dengan pasokan domestic. Produksi gula tidak mampu mengikuti perkembangan konsumsi.

Masalah yang keempat adalah ketidakberdayaan petani sebagai produsen sekaligus konsumen. Peristiwa kasat mata yang terjadi beberapa waktu lalu terkait dengan membanjirnya produk gula impor rafinasi yang membuat petani tebu dengan terpaksa harus membakar lahan tebinya sebagai bukti ketidaksetujuan atas kebijakan pemerintah membuka kran impor gula rafinasi tersebut.1 Sebagai konsumen petani dihadapkan pada gejolak tingginya harga pangan akhir akhir ini yang jelas jelas merugikan petani.

Masalah kelima adalah menguatnya fenomena korporasi multinasional dalam rantai pasok pangan domestic . Sebagai negara agraris , permasalahan permasalahan tersebut diatas tidak lain merupakan indikasi cerminan kegagalan pemerintah dalam memenuhi hak hak dasar warga negaranya yang secara nyata dan jelas dijamin konstitusi Negara. Cita cita luhur pendiri bangsa Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan pokok tertulis dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2: “ cabang – cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; ayat 3 : Buni dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat” Pengingkaran terhadap landasan konstitusi tersebut dapat diatikan bahwa Negara dalam hal ini aparatur pemerintah yang menjalankan fungsi-fungsi Negara telah gagal menjalankan amanat konstitusi.

B. Ketahanan pangan pada RKP 2013

Peningkatan Daya Tahan Ekonomi menjadi salah satu isu strategis dalam RKP 2013. Di bidang ketahanan pangan, upaya yang akan dicanangkan pemerintah antara lain meningkatkan produksi padi mencapai 72,1 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) pada tahun 2013 dalam rangka menuju pencapaian surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014.

Adapun pencapaian produksi pangan di tahun 2010, perkiraan capaiannya di tahun 2011, dan target produksi pangan dalam RKP 2012 serta sasaran produksi di tahun 2013 digambarkan dalam table berikut: 2010 Capaian 2011 Naik (turun) RKP 2012 RKP 2013

Padi (GKG) (juta ton) 66,47 65,74 (1,1%) 74,1 Naik 6,25% atau 78,7

Jagung (juta ton) 18,33 17,23 (6%) 24,0 Naik 8,5% atau 26,04

Kedelai (juta ton) 0,907 0,870 (4,08%) 1,9 Naik 18,4% atau 2,25

Gula (juta ton) 2,29 2,22 (3%) 4,4 Naik 9,2% atau 4,8

1

(3)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 17

Daging Sapi (ribu ton) 440 465,8 5,9% 471 Naik 9,5% atau 515,7

Ikan (juta ton) 11,66 12,38 6,2% 14,86 Naik 24,43% atau

18,5

Sumber : RKP diolah

Berdasarkan masalah dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2013, terdapat empat (4) isu strategis di dalam pembangunan ketahanan pangan ke depan.

1. Peningkatan produksi pangan, termasuk upaya menuju surplus beras 10 juta ton per tahun mulai tahun 2014 serta pencapaian produksi perikanan 22,39 juta ton pada tahun 2014. a. Tantangan dan Sasaran

Kebutuhan penyediaan pangan terus meningkat baik jumlah maupun kualitasnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahun dan peningkatan pendapatan masyarakat. Penyediaan pangan pokok seperti beras tidak bisa mengandalkan dari pasar luar negeri. Produksi dalam negeri harus ditingkatkan. Di lain pihak upaya peningkatan produksi pangan mengalami berbagai tantangan dan kendala terutama dalam meningkatkan dan mempertahankan areal pertanian, meningkatkan produktivitas hasil pertanian serta menghadapi terjadinya perubahan iklim. Luas areal pertanian produktif setiap tahun terus berkurang akibat terjadinya konversi ke non pertanian, sedangkan perluasan areal pertanian baru semakin sulit karena semakin terbatas. Peningkatan produktivitas hasil pertanian dan indeks penanaman juga mengalami banyak kendala, selain lambatnya untuk menghasilkan suatu teknologi juga disebabkan karena banyaknya infrastruktur irigasi yang masih rusak serta terganggunya penyediaan input produksi (benih dan pupuk) baik dalam jumlah, mutu dan ketepatan waktu. Untuk itu diperlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk swasta/BUMN untuk meningkatkan produksi pangan. Sasaran utama dari isu strategis ini adalah:

1) Peningkatan produksi padi sebesar 6,25 persen atau dengan tingkat produksi sebesar 72,1 juta ton GKG.

2) Pertumbuhan produksi bahan pangan lainnya: jagung 10,02 persen, kedelai 20,05 persen, tebu 12,55 persen, daging sapi dan kerbau 7,30 persen.

3) Meningkatnya produksi perikanan menjadi 18,49 juta ton yang terdiri dari perikanan tangkap sebesar 5,47 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 13,02 juta ton.

b. Arah Kebijakan

1) Peningkatan produktivitas tanaman pangan, khususnya padi dan palawija melalui penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K) dan peningkatan produktivitas peternakan dan perikanan;

2) Perluasan lahan pertanian dan perikanan, di antaranya melalui pencetakan sawah 100 ribu ha dalam program GP3K oleh BUMN;

3) Perlindungan kuantitas dan kualitas sumberdaya produksi pertanian dan perikanan; 4) Peningkatan penyediaan input produksi (induk, benih, pakan, dan pupuk) serta sarana

(4)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 18 5) Peningkatan mutu produksi pangan dan perikanan;

6) Peningkatan kapasitas penyuluhan, penelitian dan pengembangan untuk mendukung produksi pangan;

7) Peningkatan layanan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi

2. Pengembangan diversifikasi pangan. Konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia sebagian besar tergantung pada beras.

a. Tantangan dan Sasaran

Diversifikasi konsumsi yang masih relatif rendah menyebabkan kualitas konsumsi masyarakat Indonesia masih di bawah yang diharapkan. Skor Pola Pangan Harapan konsumsi yaitu pada tahun 2011 baru mencapai 88,1 dari nilai 100. Upaya peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan di masyarakat masih berjalan lambat.

Sasaran yang ingin dicapai dengan mengatasi isu strategis tersebut adalah:

1) Penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen per tahun. 2) Peningkatan konsumsi ikan 33,17 kg perkapita per tahun. 3) Peningkatan produksi pangan olahan berbasis pangan lokal.

4) Peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi sekitar 91,5

b. Arah Kebijakan

1) Percepatan penganekaragaman pangan masyarakat; 2) Peningkatan mutu dan jenis pangan olahan.

3. Stabilisasi harga bahan pangan dalam negeri. a. Tantangan dan Sasaran

Gangguan produksi pertanian bahan pangan di dalam negeri disertai meningkatnya permintaan serta terganggunya distribusi pangan akibat iklim yang buruk dan kurang baiknya sarana dan prasarana transportasi menggangu stabilitas harga pangan di dalam negeri. Inflasi pangan sangat berpengaruh terhadap inflasi dengan kontribusi inflasi bahan pangan cukup besar terhadap inflasi. Sasaran yang diharapkan dengan teratasinya isu strategis tersebut adalah:

1) Terjaganya stabilitas harga beras domestik.

2) Terpenuhinya stok beras dalam negeri, terutama cadangan beras pemerintah minimal satu juta ton.

3) Lancarnya distribusi pangan wilayah dan antar musim. 4) Terkendalinya impor bahan pangan terutama beras.

(5)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 19

b. Arah Kebijakan

1) Stabilisasi harga bahan pangan domestik;

2) Peningkatan efisiensi distribusi dan logistik pangan antar wilayah dan antar musim; 3) Pengendalian ekspor-impor bahan pangan.

4. Peningkatan kesejahteraan petani yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks nilai tukar petani (NTP) di atas 105.

a. Tantangan dan Sasaran

Keberhasilan dalam peningkatan produksi pangan tidak selalu diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani sebagai produsen pangan. Penerimaan petani dari usaha tani akan didorong lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya produksi usaha taninya.

b. Arah Kebijakan

1) Perlindungan harga komoditi pertanian di tingkat petani;

2) Penyediaan sumber-sumber permodalan bagi petani disertai peningkatan akses petani terhadap sumber permodalan;

3) Peningkatan kapasitas petani melalui pelatihan dan pendidikan serta penyuluhan; 4) Peningkatan akses petani terhadap informasi dan pasar.

C. Menuju peningkatan Surplus Beras 10 Juta per tahun sejak tahun 2014

Beras merupakan komoditas pangan dengan harga yang cenderung meningkat sejak awal tahun 2011. Harga beras cenderung terus meningkat hingga menembus harga Rp. 10.000,- per kg pada akhir tahun 2011. Kondisi yang sama juga ditunjukkan dengan harga beras termurah yang cenderung terus meningkat hingga mencapai Rp. 8.103,- per kg pada akhir tahun 2011.

Konsumsi beras yang terus mengalami peningkatan dengan laju yang cukup signifikan sebagai akibat pertambahan penduduk yang tidak dapat dihindari dan proses diversifikasi pangan yang berjalan ditempat semakin menambah rumitnya permasalahan pemenuhan kebutuhan pokok.

Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus. Tetapi sejak tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan. Sampai Juli 2011, Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta. Sementara beras impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai US$ 364,1 juta hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah juga mengimpor beras dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.2

Ada beberapa alasan pemberlakuan impor beras, namun juga tidak sedikit pula yang mempertanyakan kebijakan impor beras ini. Disatu sisi, Bulog mengklaim bahwa mereka mengimpor

2

(6)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 20 dengan tujuan mengamankan stok beras dalam negeri. Bulog berargumen bahwa data produksi oleh BPS tidak bisa dijadikan pijakan sepenuhnya. Perhitungan produksi beras yang merupakan kerjasama antara BPS dan Kementrian Pertanian ini masih diragukan keakuratannya, terutama metode perhitungan luas panen yang dilakukan oleh Dinas Pertanian yang megandalkan metode pandangan mata. Selanjutnya, data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat. Data ini kemungkinan besar merupakan data yang underestimate atau overestimate. Angka konsumsi beras sebesar 139 kg/kapita/tahun sebenarnya bukan angka resmi dari BPS. Jika merujuk pada data BPS yang didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), konsumsi beras pada tahun ini mencapai 102 kg/kapita/tahun. Angka ini underestimate, karena SUSENAS memang tidak dirancang untuk menghitung nilai konsumsi beras nasional. 3

Namun demikian, kebijakan impor beras yang diterapkan pemerintah juga mendatangkan kontra. Pada satu sisi, keputusan importasi beras tersebut berlangsung ketika terjadi kenaikan harga beras saat ini. Selain itu, produksi padi dalam negeri dinyatakan cukup, dan masa panen masih berlangsung di banyak tempat. Bahkan berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi nasional tahun ini diperkirakan mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling, meningkat 1,59 juta ton (2,40%) dibandingkan tahun 2010 lalu. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 313,15 ribu hektar (2,36%), dan produktivitas sebesar 0,02 kuintal per hektar (0,04%). Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat tiga provinsi yang mencatat surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Surplus yang tejadi pada beberapa daerah ini tentunya dapat dijadikan cadangan oleh Bulog dan untuk didistribusikan ke daerah lain yang mengalami defisit. Selanjutnya, impor beras yang terjadi di tengah produksi berlebih menurut data BPS sekarang ini memiliki dampak negatif yang panjang, seperti berkurangnya devisa negara, disinsentif terhadap petani, serta hilangnya sumber daya yang telah terpakai dan beras yang tidak dikonsumsi dan terserap oleh bulog.4

D. Ketidaksinkronan data Beras Nasional

BPS telah merilis data ARAM III (Angka Ramalan III) tahun 2011, mengenai perkembangan produksi pangan nasional, sebagai berikut :

Tabel : Produksi Pangan Nasional Tahun 2011 (ARAM III)

2010 ARAM III 2011

Naik (turun)

Faktor Penyebab

Padi (GKG) (juta ton) 66,47 65,38 (1,63%) - Penurunan luas panen sebesar 29.071 hektar (0,22%)

- Penurunan produktifitas sebesar 0,71 Ku/Ha (1,42%) Jagung (juta ton) 18,33 17,23 (6%) - Penurunan luas panen sebesar

261.821 hektar (6,34%) - Penurunan produktifitas

sebesar 0,16 Ku/Ha (0,36%) Kedelai (juta ton) 0,907 0,870 (4,08%) - Penurunan luas panen sebesar

3 ibid 4

(7)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 21 29.398 hektar (4,5%),

meskipun terjadi kenaikan produktifitas sebesar 0,05 Ku/Ha (0,36%)

Sumber : BPS diolah

Angka yang baru ini disebut Angka Ramalan III (ARAM III), yang merupakan penyempurnaan ARAM II yang dirilis pada awal Juli 2011. Dengan angka terbaru tersebut, BPS memperkirakan, produksi padi tahun ini sebanyak 65,39 juta ton gabah kering giling (GKG)─lebih rendah dari ARAM II (68,06 juta ton). Itu artinya, produksi padi tahun 2011 diperkirakan turun sebanyak 1,08 juta ton atau 1,63 persen dibandingkan tahun 2010.

Bila merujuk RKP tahun 2012, maka target produksi padi yang dicanangkan pemerintah pemerintah (Kementerian Pertanian) sebesar 70,4 juta ton, dipastikan hal ini tidak akan tercapai. Di sisi lain, Kementerian Pertanian meragukan keakuratan data BPS ini. Tidak akuratnya data saat ini, kata Mentan, dapat terlihat dari hasil survei terbaru dari BPS soal konsumsi beras yang ternyata hanya sebesar 113 kg perkapita per tahun. Padahal, selama ini data konsumsi beras yang menjadi acuan sebanyak 139 kg perkapita per tahun. Jika konsumsi beras hanya 113 kg perkapita per tahun, maka dengan produksi beras saat ini sebanyak 65,39 juta ton, sudah bisa tercapai target surplus beras 10 juta ton.5

BPS sendiri mengakui, angka konsumsi beras yang kini masih digunakan, yaitu sebesar 139 kg/kapita/tahun, tidak terlalu akurat. Angka 139 kg terlalu besar dan perlu diperbaharui lagi. BPS telah melakukan survey konsumsi beras di Tanah Air. Berdasarkan survei itu, rata-rata konsumsi beras turun 113,48 kg per kapita per tahun dibandingkan dengan data selama ini 139 kg per kapita per tahun.6

Terkait dengan tidak sinkronnya data produksi padi ini, Kementerian Pertanian, berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik, Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional akan melakukan pembenahan data produksi beras yang dijadwalkan selesai pada April tahun 2012. Pembenahan data produksi beras dilakukan melalui audit luas panen di luar Jawa, perbaikan data produktivitas, data konversi gabah menjadi beras, dan tingkat kehilangan (losses) panen.7

E. Menggapai Kedaulatan Pangan

Salah satu tahapan penting di dalam upaya mencapai kedaulatan pangan adalah ketahanan pangan yang memiliki 3 dimensi utama yaitu (1) ketersediaan (2) aksesibilitas, dan (3) stabilitas. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka ketahanan pangan dapat terganggu. Walau pangan tersedia cukup, tapi akses individu tidak merata, ketahanan pangna masih dikatakan rapuh. Jika kedua unsure tersebut terpenuhi, tapi fluktuasi sangat tinggi,maka kedaulatan pangan pun terancam dan seterusnya.

Pengalaman Negara-negara Uni Eropa sejak tahu 1957 yang memiliki kerangka jelas dalam pengembangan pertaniannya melalui satu kebijakan khusus yang dikenal sebagai Common Agricultural Policy dengan 5 tujuan utamanya yaitu ;

5 http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/kementan-ragukan-data-produksi-pangan-versi-bps 6 http://www.bisnis.com/articles/kementan-data-beras-nasional-tuntas-april-2012 7 ibid

(8)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 22 1. Meningkatkan produktivitas sector pertanian melalui penerapan teknologi, penggunaan factor

produksi yang optimum (utamanya tenagakerja), serta menjamin proses pembangunan sector pertanian rasional.

2. Menjamin taraf kehidupan pelaku pertanian, khususnya petani dengan cara meningkatkan pendapatan

3. Stabilisasi pasar

4. Menjamin ketersediaan supply bahan pangan/produk pertanian

5. Menjamin pasokan sampai kepada konsumen dengan harga yang terjangkau

Kelima tujuan tersebut benar benar menjadi acuan bagi setiap kebijakan di sector pertanian dan pemerintah benar benar memberikan perhatian yang serius. Hal in terbukti dengan adanya guyuran dana pemerintah berupa producer support yang mencapai lebih 10 Milyar Euro sampai dengan tahun 2004. Pengalaman Uni Eropa dalam mendesain kebijakan pembangunan pertanian harus bisa menjadi inspirasi.

Beberapa langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin kedaulatan pangan adalah:

1. Fokus dan arah kebijakan pembangunan yang jelas dengan didukung oleh konsistensi pelaksanaan tanpa ada perubahan apabila mengalami pergantian rezim kepemimpinan

2. Pemerintah harus berani berinvestasi untuk melindungi petani dan pelaku domestic lainnya di sektor pertanian. Investasi jangka panjang adalah pembangunan sarana dan prasarana produksi dari hulu ke hilir. Upaya ini jelas jelas memerlukan keberanian terkait dengan sejumlah anggaran yang akan dikucurkan untuk melaksanakan program tersebut.

3. Membangun basis-basis aktivitas dari hulu ke hilir yang mendorong kepada berkembangnya usaha domestic. Sebagai contoh sederhana adalah penguasaan teknologi perbenihan oleh ahli-ahli domestic, sehingga mampu mengurangi ketergantungan terhadap industri benih asing. 4. DIversifikasi pangan adalah mutlak dilakukan sebagai bagian kerangka menuju kedaulatan

pangan. Hal ini berdasarkan kondisi bahwa kita memiliki kekayaan dalam hal budaya pangan yang kemudian hilang sebagai akibat serbuan produk produk pangan asing yang serba instan. Pemerintah tidak bisa memaksa adanya penyeragaman pemenuhan kebutuhan pokok diseluruh wilayah Indonesia

5. Secara bertahap harus mengurangi dominasi asing dalam penguasaan kebutuhan pangan nasional. Hal ini dapat dilakukan apabila Indonesia memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Gambar

Tabel : Produksi Pangan Nasional Tahun 2011 (ARAM III)  2010  ARAM III

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat bioavailable pada sedimen di perairan Benteng Portugis, Jepara berkisar antara 50,199 – 119,603 ppmdan

Asbuton dapat digunakan sebagai bahan tambah aspal minyak atau campuran beraspal minyak karena Asbuton, terutama Asbuton Kabungka, memiliki bitumen yang relative lebih

usaramoensis dapat diberikan dalam ransum burung puyuh tanpa menurunkan energi metabolis, retensi nitrogen dan efisiensi ransum sehingga dapat digunakan sebagai

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan

Haba peneutralan bagi tindak balas antara asid hidroklorik dan natrium hidroksida adalah lebih tinggi daripada tindak balas antara asid etanoik dengan

Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan

(2015: 4) menyebutkan beberapa kelebihan metode pembelajaran CRH antara lain: (a) Pembelajaran lebih menarik, yang berarti dengan menggunakan metode pembelajaran CRH ini

Ini artinya bahwa dengan berperannya partisipasi manajemen akan meningkatkan efektivitas sistem informasi akuntansi di Klinik Rancaekek Medika 2 sedangkan dengan