• Tidak ada hasil yang ditemukan

EXERCISE-INDUCED ASTHMA (EIA) Ida Bagus Suta Divisi Paru, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar Pendahuluan Asma adalah kelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EXERCISE-INDUCED ASTHMA (EIA) Ida Bagus Suta Divisi Paru, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar Pendahuluan Asma adalah kelai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

EXERCISE-INDUCED ASTHMA (EIA) Ida Bagus Suta

Divisi Paru, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Asma adalah kelainan inflamasi kronik saluran nafas dimana inflamasi kronik ini berkaitan dengan hiperresponsif saluran nafas. Obstruksi saluran nafas bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Asma adalah penyakit multifaktorial dan heterogen. Faktor risiko meliputi predisposisi genetik, atopi dan hiperresponsivitas. Karakteristik asma adalah inflamasi pada bronkus, sejumlah besar sel radang, antara lain sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag dan neutrofil terlibat dalam proses inflamasi. Inflamasi dapat terjadi setelah pajanan terhadap alergen dan obstruksi terjadi karena otot polos bronkus yang mengalami konstriksi, edema, remodeling dan peningkatan produksi mukus.1

Exercise-Induced Asthma (EIA) dikenal juga sebagai Exercise-Induced Bronchotictionco (EIB) adalah suatu keadaan penyempitan saluran nafas yang terjadi setelah aktifitas fisik. Prevalensi EIB tidak ketahui dengan pasti, tetapi latihan fisik diketahui sebagai salah satu pencetus serangan asma. EIB bisa juga terjadi pada individu yang tidak ada riwayat asma.1.2

Pengurangan aktivitas fisik adalah hal yang wajar pada individu asma. Hal ini disebabkan oleh obstruksi saluran nafas dan meningkatnya sensitivitas terhadap berbagai rangsangan (termasuk aktivitas fisik).

(7)

ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA

2

Aktivitas fisik berguna dan perlu untuk individu asma karena dapat memperbaiki kapasitas fisik, mengurangi sesak nafas dan memperbaiki kesulitasn bernafas terkait aktivitas fisik. Individu dengan derajat obstruksi saluran nafas ringan sampai sedang dapat melakukan latihan fisik sama seperti orang sehat. Latihan fisik sebaiknya meliputi latihan ketahanan dan latihan fleksibilitas. Aktivitas yang baik dan dianjuran adalah berenang, jalan, bersepeda, olahraga dengan bola, serta latihan aerobik.1.2

Patogenis

Kebanyakan individu dengan asma merasakan kesulitan bernafas selama latihan fisik yang diebabkan menyempitnya saluran nafas. Hal ini disebut obstruksi yang disebabkan oleh latihan fisik (exercise-induced airway obstruction). Obstruksi saluran nafas yang disebabkan oleh latihan fisik diartikan sebagai keadaan dimana Arus PuncakEekspirasi (APE) lebih besar atau sama dengan 15% atau Volume Ekspirasi Paksa (VEP) lebih besar atau sama dengan 10% bergantung pada latihan fisik. Obstruksi muncul saat latihan fisik atau umumnya 5-15 menit kemudian dan bertahan selama 30-60 menit. Terkadang gejala menghilang dengan sendirinya. Derajat obstruksi saluran nafas terkait latihan fisik bervariasi tergantung pada intensitas latihan, tipe aktivitas, dan lingkungan sekitar dimana latihan fisik dilakukan. Sebagai contoh, berlari menimbulkan lebih banyak gejala dibandingkan jogging ataupun berjalan. Didapatkan gejala lebih sering muncul apabila latihan fisik dilakukan pada lingkungan yang dingin, udara kering dibandingkan pada lingkungan yang hangat dengan udara

(8)

yang lembab. Polusi udara juga ternyata dapat meningkatkan derajat obstruksi saluran nafas terkait latihan fisik. Pada sekitar 20-50% individu dengan asma, obstruksi saluran nafas terkait latihan fisik ini juga dapat diamati beberapa jam setelah latihan fisik. Hal ini disebut sebagai reaksi fase lambat.1,3

Ada dua teori berkaitan dengan asma terkait latihan fisik, teori hiperosmolar dan teori airway rewarming. Teori hiperosmolar berpendapat bahwa saat latihan fisik terjadi peningkatan ventilasi yang mengakibatkan membran mukosa bronkus kering karena udara yang melewati saluran nafas harus dilembabkan dan akibatnya saluran nafas kehilangan kelembabannya. Hal ini menimbulkan rangsangan hiperosmolar yang mengaktifkan sel sekitarnya seperti sel mast, sehingga terjadi bronkokonstriksi. Teori airway rewarming berpendapat bahwa saat latihan fisik terjadi peningkatan ventilasi udara yang suhunya lebih dingin daripada suhu tubuh yang menyebabkan vasokonstriksi dari membran mukosa bronkus. Setelah latihan fisik terjadi vasodilatasi dan pembuluh darah yang mengalami vasodilatasi terisi oleh darah, membengkak dan mengobstruksi saluran nafas.2.3

Diagnosis

Keluhan yang muncul pada asma terkait latihan fisik biasanya adalah batuk, mengi, sesak nafas atau dada terasa berat selama atau setelah latihan fisik. Dapat diasumsikan bahwa seorang individu akan merasakan gejala abnormal ini dan akan mencari pertolongan medis,

(9)

ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA

4

namun banyak individu tidak mengenali gejala ini dan baru mencari pertolongan medis saat didesak oleh orang lain. Terdapat gejala ringan lain selain batuk, mengi dan sesak nafas yang dialami oleh individu dengan asma terkait latihan fisik seperti tidak enak badan, nyeri kepala, nyeri perut, kram otot, kelelahan atau pusing.2.4,

Tes provokasi bronkus penting pada beberapa keadaan seperti :

1. Untuk mengkonfirmasi diagnosis asma terkait latihan fisik saat meragukan,

2. Untuk menapis atlet pada bidang olahraga yang didapatkan insidensi tingkat asma terkait latihan fisik tinggi,

3. Untuk studi epidemiologi untuk mengetahui insidensi asma terkait latihan fisik.

Tes provokasi yang sering digunakan terutama untuk penegakan diagnosis pada atlet adalah tes inhalasi metakolin. Selain itu tes eucapnic voluntary hyperventilation (EVH) dengan udara kering juga digunakan pada atlet Olympic namun tes ini memerlukan peralatan yang mahal dan relatif kompleks. Tes lain seperti tes inhalasi mannitol dapat digunakan sebagai gantinya.3

(10)

Saat diagnosis asma terkait latihan fisik Exercise-Induced Asthma (EIA) ditegakkan atau disimpulkan, pengobatan asma direkomendasikan untuk diberikan. Contohnya pada atlet olahraga, pengobatan EIA meliputi pertimbangan jenis latihan yang menyebabkan asma. Namun pada beberapa jenis atlet, hal ini tidak memungkinkan karena mereka berlomba pada bidang tersebut. Untuk atlet beberapa olahraga rekreasional maka mereka dapat mengatur jenis latihan dan dapat menghindari kondisi-kondisi tertentu yang dapat memperberat keadaan seperti cuaca, banyak, polusi. Sebagai tambahan, latihan pemanasan tertentu dapat mengurangi derajat keparahan asma terkait latihan fisik. Contohnya seorang atlet harus melakukan pemanasan hingga 80-90% kapasitas maksimum mereka sebelum memulai latihan formal. Hal ini dapat mengurangi derajat keparahan asma namun tidak sepenuhnya mencegah terjadinya asma terkait latihan fisik.

Farmakoterapi diberikan untuk mencegah terjadinya Exercise-Induced Asthma terutam sebelumlatihan fisik. Terapi paling efektif adalah short-acting beta agonist dalam 15 menit sebelum memulai latihan fisik. Inhalasi kromolin dapat ditambahkan bila SABA saja tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada individu dengan asma kronis persisten (FEV 1 kurang dari 80% prediksi dan gejala muncul lebih dari 2x/minggu), obat-obatan kontroler harian harus dimulai dan obat pencegahan sebelum latihan fisik juga harus diberikan.3,4.5

Ringkasan

Exercise-Induced Asthma (EIA) adalah suatu keadaan t erjadinya pnyempitan saluran pernapasan saat latihan fisik. Bisa terjadi pada penderitan asma dengan pencetus latihan fisik, tetapi juga bisa terjadi pada penderita bukan penderita asma. EIA mudah ditegakkan tetapi sering tidak

(11)

ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA

6

terdiagnosis dengan baik. Pasien EIA harus dianjurkan untuk melakukan pemanasan sebelum latihan fisik. Pengobatan farmakologi SABA

hendaknya diberikan terutama sekali sebelum latihan fisik. Pengobatan secara konfrehensif hendaknya didiskusikan dengn penderita agar mendapatkanhasil yang memuaskan.

Daftar Pustaka

1. GINA. Global strategy for asthma management and prevention, Global Initiative for Asthma (GINA); 2015. Availeble at: http://www.ginasthma.org/local/uploads/files/GINA_Report_2015_ Aug11.pdf

2. Jonathan P, Parsons, Teal S ,
Hallstrad, John G, Mastronarde, David A Kaminsky. An Official American Thoracic Society Clinical Practice Guideline: Exercise-induced Bronchoconstriction. Am J Respir Crit Care Med Vol 187, Iss. 9, pp 1016–1027, May 1, 2013

3. Hayden, Mary Lou, MS, Stuart W. Stoloff, MD Gene L. Colice, MD, Nancy K. Ostrom, MD, Nemr S. Eid, MD , Jonathan P. Parsons, MD. Exercise-induced bronchospasm: A case study in a nonasthmatic patient. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners 24 (2012) 19–23

4. T.H. Lee*, S.P. O'Hickey, Exercise-induced asthma and late phase

(12)

5. Emtner, Margareta. Asthma. professional associations for physical activity, sweden. http://www.fyss.se/wp-content/uploads/2011/02/ fyss_2010_english.pdf

Referensi

Dokumen terkait