• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PROSES MIXING AKTIVATOR (EM 4) DAN BIO HS DENGAN METODE DUAL TRAY PADA PROSES KOMPOSTING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIFITAS PROSES MIXING AKTIVATOR (EM 4) DAN BIO HS DENGAN METODE DUAL TRAY PADA PROSES KOMPOSTING."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

EFEKTIFITAS PROSES MIXING AKTIVATOR (EM 4)

DAN BIO HS DENGAN METODE DUAL TRAY

PADA PROSES KOMPOSTING

Oleh :

IMADE IRAWAN HENDRA GUNAWAN 0852010044

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JATIM SURABAYA

(2)

DAN BIO HS DENGAN METODE DUAL TRAY

PADA PROSES KOMPOSTING

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

IMADE IRAWAN HENDRA GUNAWAN 0852010044

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J ATIM SURABAYA

(3)

SKRIPSI

EFEKTIFITAS PROSES MIXING AKTIVATOR (EM 4)

DAN BIO HS DENGAN METODE DUAL TRAY

PADA PROSES KOMPOSTING

oleh :

IMADE IRAWAN HENDRA GUNAWAN NPM: 0852010044

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : ……… Tanggal : ……… Menyetujui

Pembimbing Penguji I

Ir. Naniek Ratni JAR.,M.Kes Dr. Ir. Munawar, MT.

NIP: 19590729 198603 2 001 NIP : 19600401 198803 1001

Mengetahui Penguji II

Ketua Program Studi

Dr.Ir. Munawar, MT Ir. Yayok Suryo Purnomo, MS.

NIP : 19600401 198803 1001 NIP: 19600601 1987031 001 Penguji III

Okik Hendriyanto C.,ST.,MT NIP: 3 7507 99 0172 1

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

(4)

Nama Lengkap Imade Irawan Hendra Gunawan

NPM 0852010044

Tempat/tanggal lahir Denpasar / 30 April 1990 Alamat Asrama Polda Bali Blok I / 4

Denpasar - Bali Telp. Rumah (0361) 241630

Nomor Hp. 087851509511

Email [email protected]

Pendidikan

No Nama Univ/Sekolah Jurusan Mulai Keterangan

Dari Sampai

No. Kegiatan Tempat/Judul Selesai tahun

1 Kuliah Lapangan Water Treatment Megumi, Bali dan Pengelolaan Hutan Mangrove, Bali

2010 2 Kunjungan Pabrik IPAL SIER,PT. Multi Bintang Indonesia

Mojokerto, IPLD Sewon Bantul, PT. Sritex 4 Kerja Praktek PDAM Denpasar. Studi Proses Pengolahan

Air Minum Kota Denpasar

2011

5 PBPAB Pengolahan Air Buangan Pabrik Bir 2012

6 SKRIPSI Efektifitas Proses Mixing Aktivator (EM 4) dan Bio HS Dengan Metode Dual Tray pada Proses Komposting

2012

Orang Tua

Nama I Komang Susanta

Alamat Asrama Polda Bali Blok I / 4 Denpasar - Bali

Telp (0361) 241630

(5)

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat TuhanYang Maha Esa, akhirnya saya dapat meyelesaikan skripsi saya yang berjudul “EFEKTIFITAS PROSES MIXING AKTIVATOR (EM 4) DAN BIO HS DENGAN METODE DUAL TRAY PADA PROSES KOMPOSTING”.

Skripsi saya ini merupakan bagian dari syarat kelulusan dan syarat untuk mendapatkan gelar S1 Teknik Lingkungan. Dengan adanya skripsi saya ini diharapkan membawa manfaat yang besar baik bagi mahasiswa Teknik Lingkungan UPN “Veteran” maupun bagi masyarakat umum.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada : 1. Ir. Naniek Ratni JAR.,M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jatim.

2. Dr.Ir. Munawar, MT.T selaku ketua Program Studi Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ir. Naniek Ratni JAR.,M.Kes.. selaku Dosen pembimbing skripsi saya yang telah sabar membimbing. Terima kasih Ibu atas segala bimbingan dan bantuanya.

(6)

Akhirnya, semoga skripsi saya ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan terlebih bagi generasi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jatim juga bagi masyarakat luas pada umumnya.

Surabaya, Oktober 2012

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

INTISARI ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 3

I.3 Tujuan Penelitian... 3

I.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum Sampah ... 4

II.2 Macam-macam Karakteristik Sampah ... 5

II.2.1 Penggolongan Sampah berdasarkan Asalnya ... 5

II.2.2 Penggolongan Sampah berdasarkan Komposisinya ... 6

II.2.3 Penggolongan Sampah berdasarkan Bentuknya ... 6

II.2.4 Penggolongan Sampah berdasarkan Lokasinya ... 7

(8)

II.3.3 Sampah Berbahaya ... 10

II.4 Timbulan Sampah Negara-negara Berkembang ... 11

II.4.1 Kondisi Sosial dan Budaya ... 12

II.4.2 Kondisi Tata Kota Perkotaan di Indonesia ... 13

II.5 Proses Pengkomposan ... 14

II.5.1 Pengkomposan Sampah ... 15

II.5.2 Bahan Baku Kompos Sampah ... 17

II.5.3 Tempat Pengkomposan ... 18

II.6 Penggunaan Effective Microorganisms (EM4) dalam Pengkomposan ... 19

II.6.1 Penggunaan Bio HS ... 20

II.7 Kompos sebagai Salah Satu Contoh Pupuk Organik ... 23

II.7.1 Untuk Tanaman Hias ... 23

II.7.2 Untuk Tanaman Sayuran ... 24

II.7.3 Untuk Tanaman Buah-Buahan ... 24

II.7.4 Untuk Tanaman Lainnya ... 24

II.8 Prinsip Proses Pengkomposan ... 25

II.8.1 Mikrobiologi yang Mempengaruhi Proses Pengkomposan ... 25

II.9 Standar Kualitas Kimia pada Komposting dengan Metode Biasa ... 27

(9)

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 Bahan yang Digunakan ... 28

III.2 Alat yang Digunakan ... 28

III.3 Variable Penelitian ... 29

III.3.1 Variable Peubah ... 29

III.3.2 Variable Tetap ... 29

III.4 Prosedur Kerja ... 29

III.4.1 Proses Komposting ... 30

III.5 Kerangka Penelitian ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Pengaruh Banyaknya Volume Mikroorganisme Terhadap Kualitas Kimia Kompos ... 34

IV.1.1 Pengaruh Banyaknya Volume Mikroorganisme terhadap Nilai Karbon Organik (C) ... 34

IV.1.2 Pengaruh Banyaknya Volume Mikroorganisme terhadap Nilai Nitrogen (N) ... 35

IV.1.3 Pengaruh Banyaknya Volume Mikroorganisme terhadap Nilai Phosfor (P) ... 36

IV.1.4 Pengaruh banyaknya Volume Mikroorganisme terhadap Nilai Kalium (K) ... 37

(10)

IV.2 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai C Organik, N, P, K dan C/N RASIO ... 39 IV.2.1 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai

Karbon Organik (C)... 39 IV.2.2 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai

Nitrogen (N) ... 40 IV.2.3 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai

Phosfor (P) ... 41 IV.2.4 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai

Kalium (K) ... 42 IV.2.5 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai

C/N Rasio... 43 IV.3 Pengaruh Komposting Metode Dual Tray Apabila

Dibandingkan dengan Komposting Biasa (One Tray) terhadap Kualitas Kimia Kompos yang Dihasilkan ... 44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.5 Kondisi optimum proses pengkomposan ... 17 Tabel 3.5 Jumlah dosis pemakaian aktivaktor dan waktu uji pada Proses

komposting ... 32 Tabel 4.1.1 Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai C

organik ... 34 Tabel 4.1.2. Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai N

(Nitrogen) ... 36 Tabel 4.1.3 Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai P

(Phosfor)... 37 Tabel 4.1.4 Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai K

(Kalium) ... 39 Tabel 4.3.1 Kualitas kimia kompos organik dengan metode (one tray)

dengan waktu kematangan kompos 30 hari ... 44 Tabel 4.3.2 Kualitas kimia kompos organik dengan metode dual tray

(12)

Gambar 2.6.1 Mikroorganisme yang terkandung dalam Bio HS ... 22

Gambar 2.8.1 Fungi... 26

Gambar 2.8.2 Bakteri ... 26

Gambar 2.8.3 Protozoa ... 26

Gambar 3.4.1 Prosedur Kerja ... 31

Gambar 3.4.2 Skema Proses Komposting ... 31

Gambar 3.4.3 Aktivator EM 16 kemasan ... 32

Gambar 3.4.4 Aktivator EM 4 ... 32

Gambar 3.4.5 Bak Komposter Berpori ... 32

Gambar 4.1.1 Hubungan antara banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai karbon organik (%) ... 34

Gambar 4.1.2 Hubungan antara banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai nitrogen (%) ... 35

Gambar 4.1.3 Hubungan antara banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai phospor (%)... 36

Gambar 4.1.4 Hubungan antara banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai kalium (%) ... 37

Gambar 4.1.5 Hubungan antara banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai C/N rasio (%) ... 38

(13)

Gambar 4.2.2 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai nitrogen (%) ... 40 Gambar 4.2.3 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai

phosphor (%) ... 41 Gambar 4.2.4 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai

kalium (%) ... 42 Gambar 4.2.5 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai

(14)

serius. Salah satu upaya mengatasi masalah sampah di kota besar adalah dengan melakukan penekanan pada proses pengomposan. Pengomposan merupakan suatu teknik pengolahan limbah padat yang mengandung bahan organik biodegradable. Selain menjadi pupuk organik kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air dan menahan air serta zat hara lain. Pada umumnya proses pengomposan biasa berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk mempercepat waktu pengomposan serta memperoleh kualitas kimia kompos yang baik dengan konsentrasi pemakaian aktivator seefisien mungkin. Pada penelitian ini proses pengomposan dilakukan dalam skala lab menggunakan campuran antara aktivator EM4 dan Bio Hs dengan metode dual tray (bertingkat) dengan perbandingan pemakaian aktivator 1:1 dimana variable volume pemakaian aktivator sebesar 60 ml,70 ml, 90 ml, 100 ml serta variable waku yang diteliti selama 5, 10, 15, dan 20 hari dengan proses aerob. Dari hasil analisa diperoleh konsentrasi penggunaan aktivator 100 ml efektif untuk menurunkan C/N RASIO (tingkat kematangan kompos) dari konsentrasi C/N RASIO awal 58 turun menjadi 10 pada lama waktu pengomposan 10 hari dengan kadar C organik (37.11), nilai N (3.42), nilai K (1.17) dan nilai P (9.2). Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh cukup bagus. Karena sudah memasuki standar SNI 19-7030-2004

(15)

ABSTRACT

Trash is one of problems needed to get the serious attention. One of efforts to tackle the trash problem in large city is by making emphasize on the composting process. Composting is a processing technique of solid waste containing biodegradable organic matter. In addition to be the organic fertilizer, compost may also capable to repair the structure of land, increase land capability in absorp water and retain water and other utritional substances. In general, the composting process commomly takes place within the quite long time, thus the Purpose of this Research was intended to accelerate the composting time and to obtain the good compost chemical quality with the activator use concentration as efficient as possible. In this research the Composting Process was conducted in the lab scale using the mixture between the EM4 activator and Bio Hs by the dual tray (staged) method with the proportion of activator use 1 : 1 in which the activator use volumes variable were as much as 60 ml, 70 ml, 90 ml, 100 ml and the times variable researched were 5, 10, 15, and 20 days with the aerobic process. Of the analysis results obtained the activation use concentration of 100 ml was effective to lower the C/N RATIO (compost maturity level) from the initial C/N RATIO concentration of 58 dropped to 10 in the composting time length of 10 days with the contents of organic C (37.11), N value (3.42), K value (1.17) abd P value (9.2). This case indicated that the obtained results were good enough. Due to it has already entered in the SNI standard 19-7030-2004.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Data dari Dinas Kebersihan Kota Surabaya saja masalah sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk. Permasalahan yang saat ini dialami oleh pemerintah Kota Surabaya

adalah tata cara pengelolaan sampah dari sumber sampah awal hingga ke pembuangan akhir. Tingginya volume sampah harian di kota Surabaya

(17)

2

Salah satu upaya mengatasi masalah sampah di Kota Surabaya adalah dengan melakukan penekanan pada proses pengkomposan .Anonimous, (2010)

proses pengkomposan yang paling sederhana dengan memisahkan sampah organik dan anorganik memerlukan sosialisasi yang intensif dari pemerintah kepada masyarakat. Pengkomposan merupakan suatu teknik pengolahan limbah padat yang mengandung bahan organik biodegradable (dapat diuraikan mikroorganisme). Selain menjadi pupuk organic kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air dan menahan air serta zat hara lain. Pengkomposan alami akan membutuhkan waktu lama yaitu 2 – 3 bulan bahkan 6 – 12 bulan. Pengkomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan aktifator kusumayati, (2004).

Effective Microorganisme (EM 4) dan Bio HS merupakan Aktivator yang dapat

membantu mempercepat proses pengkomposan dan bermanfaat meningkatkan unsure hara kompos. Dari penjelasan tersebut maka timbul gagasan adanya penelitian pengkomposan sampah kota dengan kombinasi EM4 dan Bio HS

tersebut guna mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas kompos yang dihasilkan serta bahan kompos optimal yang dapat diaplikasikan di TPA regional. Melalui pengkomposan sampah kota menggunakan kombinasi aktifator EM4 dan Bio HS

(18)

rumus, Prasetyo (2008) agar diperoleh rasio C/N standart pengkomposan berikut kisaran kelembaban (kadar air) standart untuk proses pengkomposan dengan perbandingan komposisi antara sampah kota organik dengan serbuk gergaji sesuai dengan jumlah timbulan sampah asli di lapangan (TPA regional).

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, muncul pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah (research question) sebagai berikut :

- Seberapa besar pengaruh prosess komposting terhadap pendegradasian kuota

sampah yang kian signifikan

I.3 Tujuan Penelitian Tujuan :

- Uji efektifitas serta konsentrasi dari kombinasi aktivaktor EM4 dan Bio HS

apabila diaplikasikan pada proses komposting dengan metode dual tray (bertingkat)

I.4 Manfaat Penelitian

1. Mempercepat waktu proses komposting sampah.

(19)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

II.1 Gambaran Umum Sampah

Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan. Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas manusia, lebih lanjut menyebabkan bertambahnya sampah. Faktor yang mempengaruhi jumlah sampah selain aktivitas penduduk antara lain adalah : jumlah atau kepadatan penduduk, sistem pengelolaan sampah, keadaan geografi, musim dan waktu, kebiasaan penduduk, teknologi serta tingkat sosial ekonomi. Nuryanto.,(2008)

Ciri-ciri yaitu :

a. Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya.

b. Dari segi sosial ekonomis, sampah adalah bahan yang sudah tidak ada harganya.

(20)

Sampah dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu sampah perkotaan, sampah industri dan sampah berbahaya. Dari pembagian jenis sampah tersebut dapat di peroleh bagaimana cara perlakuan terhadap masing masing jenis sampah tersebut dan bagaimana penanganan yang tepat.

II.2 Macam-Macam dan Karakteristik Sampah

Penggolongan sampah ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu didasarkan atas asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya, sifat danjenisnya. Penggolongan sampah seperti itu penting sekali diketahui dan diadakan, selain untuk mengetahui macam-macam sampah dan sifatnya juga sebagai dasar penanganan dan pemanfaatan sampah.

II.2.1 Penggolongan sampah berdasar kan asalnya

Sampah dapat dijumpai disegala tempat dan hampir disemua kegiatan. Berdasarkan asalnya, maka dapat digolongkan sampah-sampah sebagai berikut : a. Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah

sampah dari asrama rumah sakit, hotel-hotel dan kantor. b. Sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik.

c. Sampah dari hasil kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sampah dari kegiatan pertanian sering disebut limbah hasil-hasil pertanian.

d. Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar dan sampah toko.

(21)

6

II.2.2 Penggolongan sampah berdasar kan komposisinya

Pada suatu kegiatan mungkin akan menghasilkan jenis sampah yang sama, sehingga komponen-komponen penyusunan juga akan sama. Misalnya sampah yang hanya terdiri atas kertas, logam atau daun-daunan saja. Setidak tidaknya apabila tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam :

a. Sampah yang seragam; sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton, kertas karbon, dan masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang seragam.

b. Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum.

II.2.3 Penggolongan sampah berdasar kan bentuknya

Sampah dari rumah-rumah makan pada umumnya merupakan sisa-sisa air pencuci, sisa-sisa makanan yang bentuknya berupa cairan atau seperti bubur. Sedangkan beberapa pabrik menghasilkan sampah berupa gas, uap air, debu, atau sampah berbentuk padatan.

Dengan demikian berdasarkan bentuknya ada tiga macam sampah, yaitu a. Sampah berbentuk padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng,

plastik.

(22)

c. Sampah berbentuk gas, misalnya karbon dioksida, ammonia dan gas-gas lainnya.

II.2.4 Penggolongan sampah berdasar kan lokasinya

Baik di kota atau di luar kota, banyak dijumpai sampah bertumpuk-tumpuk. Berdasarkan lokasi terdapatnya sampah, dapat dibedakan :

Sampah kota (urban), yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di daerah-daerah di luar perkotaan,

misalnya di desa, di daerah permukaan, di pantai.

II.2.5 Penggolongan sampah berdasar kan pr oses terjadinya Berdasarkan proses terjadinya, dibedakan antara :

a. Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya karena proses alami, misalnya rontoknya daun-daunan di pekarangan rumah.

b. Sampah non-alami, ialah sampah yang terjadinya karena kegiatan-kegiatan manusia.

II.2.6 Penggolongan sampah berdasar kan sifatnya

Terdapat dua macam sampah yang sifat-sifatnya berlainan yaitu :

a. Sampah organik, yang terdiri dari atas daun-daunan, kayu, kertas, karbon, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, dan oleh karenanya tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikrobia.

(23)

8

II.3 Penggolongan Sampah Berdasar kan J enisnya

Berdasarkan atas jenisnya, sampah dapat digolongkan menjadi sembilan golongan, yaitu :

a. Sampah makanan (sisa-sisa makanan termasuk makanan ternak ) b. Sampah kebun atau pekarangan

c. Sampah kertas d. Sampah plastik e. Sampah kain f. Sampah kayu g. Sampah logam

h. Sampah gelas dan keramik

(24)

II.3.1 Sampah per kotaan

Sampah perkotaan terdiri dari berbagai jenis, yaitu : a. Sampah organik

b. Sampah non organik c. Sampah debu dan residu d. Sampah jalan

e. Sampah kontruksi

(25)

10

plester, papan triplek, plumbing, genteng, eternity, sisa bagian dari kabel, pipa dan sebagainya.

II.3.2 Sampah industri

Sampah industri merupakan sampah yang berasal dari sisa aktivitas dari industri. Biasanya sampah industri berupa sisa bahan baku, pembungkus, bahan kimia, sampah kebun dan sisa makanan.

II.3.3 Sampah berbahaya

Sampah berbahaya merupakan sampah yang memerlukan penanganan tersendiri. Sampah berbahaya memiliki sifat : mudah menyala, korosif, reaktif dan beracun. Sampah berbahaya ini dikategorikan menjadi lima yaitu : bahan radio aktif, bahan kimia, sampah biologi, sampah lahan yang mudah terbakar, dan bahan yang mudah meledak. khususnya mengenai sampah ini dapat menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan, kesehatan dan keamanan, serta pencemaran. Inayah, (2009). Gangguan tersebut dapat disebutkan sebagai berikut ;

a. Sampah dapat menimbulkan pencemaran atau pengotoran. Pencemaran dapat berupa udara yang kotor karena mengandung gas-gas yang terjadi dari perombakan sampah, bau yang tidak sedap, daerah yang becek dan kadang-kadang berlumpur lebih-lebih apabila musim hujan.

(26)

c. Kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah. Keadaan ini disebabkan karena selama proses perombakan sampah menjadi senyawa-senyawa sederhana diperlukan oksigen yang diambil dari udara di sekitarnya. Karena kekurangan oksigen kehidupan flora dan fauna menjadi terdesak. Beberapa jenis tanaman, hewan-hewan dan ikan akan menjadi mati. Sehingga akan mengganggu ekologi daerah di sekitar sampah. Apabila hal tersebut dibiarkan terus-menerus, dapat terjadi akibat yang lebih parah, misalnya tanah menjadi gersang (kurus).

d. Gas-gas yang dihasilkan selama degradasi sampah dapat membahayakan kesehatan dan bahkan kadang-kadang beracun serta dapat mematikan.

e. Berbagai penyakit dapat timbul dari sampah. Penyakit ini dapat ditularkan oleh lalat atau serangga lainnya, binatang-binatang seperti tikus dan anjing.

II.4 Timbulan Sampah Negara-negara Ber kembang

(27)

12

II.4.1 Kondisi sosial dan budaya

(28)

II.4.2 Kondisi tata kota perkotaan di Indonesia

Kondisi perkotaan di Indonesia, khususnya kota-kota besar dibagi menjadi beberapa area, yaitu kawasan komersial, kawasan pertokoan dan kawasan perkantoran. Lokasi kawasan industri biasanya berada di luar kota dan kawasan tersebut biasanya hanya untuk lokasi industri saja, akan tetapi ada sebagian yang berlokasi di dalam kota. Kawasan industri mempunyai tata letak bangunan yang sudah didesain berdasarkan konsep industrial estate, sehingga kawasan ini mempunyai ciri khas tersendiri. Sudarso,(1985).

Kawasan permukaan di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu kawasan pemukiman mewah, kawasan pemukiman menengah dan kawasan miskin kota. Kawasan pemukiman mewah biasanya berupa rumah-rumah tinggal di kota-kota

satelit, kawasan apartemen dan kawasan elit perkantoran, seperti pemukiman di BSD Lipoo Karawaci, Bukit Sentul, kawasan Menteng serta Pesona Khayangan

dan sebagainya. Untuk kawasan pemukiman ini sudah tersedia lengkap fasilitas dan infrastruktur pendukung, seperti pusat perbelanjaan, kantor pertokoan internet dan sebagainya. Perencanaan tata letaknya pun menganut system barat, sehingga lebih tertata.

(29)

14

Kawasan pemukiman miskin kota mempunyai ciri khas yaitu kawasan pemukiman ini sangat padat, biasanya sebagian besar bangunan pemukiman tersebut non permanen dan sisanya permanen. Begitu padatnya kawasan ini, akses atau jalan masuk ke kawasan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat. Pelayanan infrastruktur yang didapatkan hanya pelayanan listrik, akan tetapi itupun hanya sebagian. Sudarso,(1985).

II.5 Pr oses Pengkomposan

Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali. Yuwono.,(2006). Menurut Sulistryoni (2005), sampah organik di bedakan menjadi sampah organik yang mudah membusuk (misalnya sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah) dan sampah organic yang tidak mudah membusuk (misal: plastik dan kertas). Kegiatan atau aktivitas pembuangan sampah merupakan kegiatan yang tanpa akhir.

(30)

II.5.1 Pengkomposan sampah

Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan -bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik,seperti urea. Sampah kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah-pilah, kompos yang rubbish harus dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan sebagi kompos hanyalah sampah-sampah jenis garbage saja. Sulistryoni (2005).

Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah, maka sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapat ditingkatkan. Apalagi untuk kondisi tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut harus ditambahkan kompos. Menurut Yuwono ,(2006) banyak faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor-faktor tersebut antara lain :

(31)

bahan-16

bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan, misalnya residu pestisida.

b. Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat dan baik pula proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan homogen, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktivitas mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2 yang

dihasilkan.

c. Nutr ien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien Karbohidrat, misalnya antara 20% – 40% yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2, kalau bandingan sumber nitrogen dan sumber Karbohidrat yang terdapat di dalamnya (C/N-rasio) = 10 : 1. Untuk proses pengomposan nilai optimum adalah 25 : 1, sedangkan maksimum 10 : 1

(32)

baik agar proses dekomposisi untuk bahan -bahan yang memerlukan), dan penambahan starter (preparat mikroba) kompos dapat pula dilakukan, misalnya untuk jerami. Agar proses pengomposan bisa berjalan secara optimum, maka kondisi saat proses harus diperhatikan. Kondisi optimum proses pengomposan bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.5 Kondisi optimum proses pengkomposan

PARAMETER NILAI

C/N – RASIO BAHAN 30 – 35: 1

C/P - RASIO BAHAN 75 – 150 : 1 Bentuk/ukuran materi 1,3 – 3,3,cm untuk proses pabrik

dan untuk proses biasa sederhana

3,3 – 7,6 cm

Kadar air bahan 50 – 60%

Aerasi 0,6 – 1,8 m3 udara/hari/kg bahan selalu proses termofilik, sedang untuk proses selanjutnya makin berkurang

Tempratur Maksimum 55oC

Sumber: Unus, (2002)

II.5.2 Bahan baku kompos sampah

Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses biologis karena selama proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba, seperti bakteri dan jamur, berperan aktif. Yuwono ,(2006). Dijelaskan lebih lanjut agar peranan mikroba di dalam pengolahan bahan baku menjadi kompos berjalan secara baik, persyaratan-persyaratan berikut harus dipenuhi :

a. Kadar air bahan baku : daun-daun yang masih segar atau tidak kering, kadar airnya memenuhi syarat sebagai bahan baku. Dengan begitu, daun yang sudah

(33)

18

mikroba dalam mengolah bahan baku menjadi kompos. Seandainya sudah kering, bah an baku tersebut harus diberi air secukupnya agar menjadi lembab. b. Bandingan sumber C (Karbon) dengan N (zat lemas) bahan bandingan ini

umumnya disebut rasio/bandingan C/N. dengan bandingan tersebut proses pengomposan berjalan baik dengan menghasilkan kompos bernilai baik pula, paling tinggi 30, yang artinya kandungan sumber C berbanding dengan kandungan sumber = 30 : 1. Sebagai contoh, kalau menggunakan jerami sebagai bahan baku kompos, nilai rasio C/N -nya berkisar 15 – 25, jadi terlalu rendah. Karena itu, bahan baku tersebut harus dicampur dengan benar agar nilai rasio C/N-nya berkisar 30.

c. Misalnya, lima bagian sampah yang terdiri atas daun-daunan dari pekarangan dicampur dengan dua bagian kotoran kandang, akan mencapai nilai rasio C/N mendekati 30, atau lima bagian sampah tersebut dicampur dengan lumpur

(34)

a. Berbentuk lubang dengan ukuran 100 x 75 x 50 cm atau 2,5 x 1 x1 m (panjang, lebar, dan tinggi), bisa lebih, bisa juga kurang, tergantung kepada lahan yang dapat digunakan sebagai tempat pembuatan kompos, serta bahan baku yang akan dibuat atau diproses. Bentuk lubang mudah dibuat. Selain itu, setiap bahan baku yang akan dimasukkan hanya tinggal dijatuhkan kedalamannya. Namun, kejelekan dari tempat berbentuk lubang ini ialah kalau musim hujan akan tergenang air sehingga proses pengomposan akan terhambat. Tambahan pula, bahan sukar untuk dicampurkan sampai merata. b. Berbentuk bak, baik dengan dinding yang terbuat dari batu bata (tembok), dari

bambu, dari kayu ataupun dari bahan-bahan lainnya. Kebaikan dari tempat ini ialah mudah untuk mencampurkan bahan, tidak tergenang air di musim hujan. Adapun kejelekannya, memerlukan biaya yang cukup mahal untuk membuat dinding.

II.6 Penggunaan Effective Microorganisms (EM4) Dalam Pengkomposan

Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dalam

(35)

20

fosfat dan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap penyakit tanaman. EM4 dapat digunakan untuk pengomposan, karena mampu mempercepat proses dekomposisi sampah organik. Setyowati, (2008).

Setiap bahan organik akan terfermentasi oleh EM 4 pada suhu 40 – 50oC. Pada proses fermentasi akan dilepaskan hasil berupa gula, alkohol, vitamin, asam laktat, asam amino, dan senyawa organic lainnya serta melarutkan unsur hara yang bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi sehingga mudah diserap oleh tanaman. Proses fermentasi sampah organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk, sehingga secara naluriah serangga dan hama tidak tertarik untuk berkembang biak di sana. Kusumayati,(2004)

II.6.1 Penggunaan Bio HS

Kandungan mikroobakteri non patogen dalam BIO HS dan fungsinya pada proses komposting, bakteri yang ada di bawah ini semua bekerja pada proses komposing.

(36)

a. Mikrobakteri Lipolitic/Lignolitic

Mikrobakteri atau mikroorganisme ini bila bertemu dengan substratnya yaitu lemak/lignin maka mikroba tersebut akan menghasilkan enzim lipase atau lignase yg berperan dalam perombakan lemak serta mampu mengikat NH4+ sehingga hasil akhir berupa partikel yang lebih sederhana akan dengan mudah diserap oleh pori-pori tanah.

Lipolitic/Lignolitic + lemak enzim lipase ∞ NH4

b. Mikrobakteri Cellulotic

Mikrobakteri ini berperan dalam perombakan serat kasar, bila mikrobakteri ini bertemu dengan substratnya maka secara alamiah akan menghasilkan enzim seilulosa untuk menghidrolisa derivat seilobiosa menjadi glukosa dan pada akhirnya difermentasikan dalam bentuk etanol CO2 dan amoniak

Cellulotic + lemak selulosa derivat seilobiosa glukosa CO2 +

amoniak

c. Mikrobakteri Pr oteolitic

mikrobakteri atau mikroorganisme ini saat bertemu dengan derviat protein akan menghasilkan enzim protase yang dapat merombak protein menjadi peptida sederhana dan akan dihidrolisa menjadi asam amino, CO2 dan H2O

(37)

22

d. Mikrobakteri Amilolitic

Mikrobakteri atau mikroorganisme ini saat bertemu dengan substratnya akan menghasilkan enzim amilase yang mampu menghidrolisa karbohidrat menjadi ketoacid dan selanjutnya dirombak lagi menjadi asam amino yang mudah terserapolehtanah mikrobakteri atau mikroorganisme yang terkandung dalam BIO HS sebagian besar bersifat aerob (memerlukan udara dalam proses kerjanya) dan sebagian kecil bersifat anaerob (tidak memerlukan udara dalam proses kerjanya). Mikrobakteri itu akan mampu memfiksasi nitrogen bebas nonsimbiotik dan mengikat bau busuk menjadi bagian protein yang akan membantu proses metabolisme

Amilolitic + lemak amilase karbohidrat ketoacid asam amino Fungsi BIO HS di bidang pertanian:

a. Sebagai bakteri pengurai bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana dalam waktu yang relatif lebih cepat.

b. Memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

c. Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi. d. Menyehatkan tanaman.

II.7 Kompos Sebagai Salah Satu Contoh Pupuk Organik

(38)

II.7.1 Untuk tanaman hias

Sebaiknya, kompos dicampurkan secara merata terlebih dahulu dengan tanah sebelum bibit ditanamkan. Berbeda dengan pupuk pabrik, kelebihan penggunaan kompos tidak akan menyebabkan tanaman layu atau mati. Untuk tanaman hias di dalam pot maka campuran tanah dengan kompos akan merupakan tempat yang paling baik dan memenuhi syarat bagi tanaman, baik dari segi

pertumbuhan dan perkembangannya ataupun dari segi kesehatannya (dari kemungkinan adanya serangan hama atau penyakit tanaman). Biasanya

bandingan campuran 1 : 1 antara tanah dengan kompos merupakan bandingan yang sesuai.

II.7.2 Untuk tanaman sayuran

Kompos dapat dicampurkan terlebih dahulu selama pengelolaan tanah (seperti untuk tanaman hias) atau kemudian ditaburkan di sekeliling bibit/tanaman yang ditanamkan, bergantung kepada jenis tanaman sayuran, penggunaan kompos dapat berkisar antara lima sampai dua puluh per hektarnya. Untuk tanaman sayuran seperti kubis (kol), misalnya penanaman tanpa penambahan tetap diberi pupuk pabrik, hasilnya tidak akan baik. Tanpa kompos misalnya tidak mungkin di daerah Pangalengan, Lembang, Pacet, atau Cipanas akan menghasilkan sayuran bernilai baik atau sangat baik seperti sekarang. Tanpa kompos, pertanian sayuran tidak akan sebaik sekarang hasilnya.

II.7.3 Untuk tanaman buah-buahan

(39)

24

umumnya di bawah ujung daun terluar. Pada lubang tersebut kemudian di tambahkan kompos.

II.7.4 Untuk tanaman lainnya

Untuk tanaman lainnya, biasanya bergantung kepada jenis dan keadaan tanah tempat tanaman tersebut ditanamkan. Untuk padi huma misalnya, penambahan kompos bersamaan dengan bibit yang baru ditanamkan. Sedangkan untuk padi sawah, kompos disebarkan waktu tanah sawah diolah.

II.8 Pr insip Pr oses Pengkomposan

Pada dasarnya prinsip dari proses pengkomposan adalah untuk

menurunkan rasio C/N bahan organic shingga sama dengan C/N rasio tanah (< 20). Semakin tinggi Rasio C/N dari bahan organic maka semakin lama proses

pengkomposan yang dilakukan

II.8.1 Mikrobiologi yang mempengaruhi pr oses pengkomposan 1. Bakteri

2. Fungi

3. Atino Misetes 4. Protozoa

(40)

Gambar 2.8.1 Fungi

Gambar 2.8.2 Bakteri

(41)

26

II.9 Standar Kualitas Kimia Pada Pengkomposan Dengan Metode Biasa Pada proses pengomposan yang dilakukan dengan cara normal kualitas kimia yang dihasilkan memang sudah sesuai standart. Kompos yang sudah matang kandungan hara nya kurang lebih : 1,69c %N, 0,34 % P205 dan 2,81 % K. Dengan kata lain seratus kilogram kompos setara dengan1,69 kg urea, 0,34 SP-36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg urea/ha 75 kg SP-36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka kompos yang dibutuhkan kurang lebih 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang besar memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar dan berimplikasi pula pada biaya produksi. Pengolahan kompos untuk meningkatkan kualitas kompos antara lain dengan melakukan cara : Pengeringan, penghalusan, penambahan dengan bahan kaya hara, penambahan dengan mikroba bermanfaat, pembuatan granul dan pengemasan.

II.9.1 Standar kualitas kompos

Indonesia telah memiliki standart kualitas kompos yaitu SNI 19-7030-2004

(42)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

III.1 Bahan Yang Digunakan 1. Sampel sampah Organik 2. Aktivator EM 4 1000 ml 3. Bio HS 1000 ml

4. Urea 5. Fosfat 6. Glukosa

III.2 Alat Yang Digunakan

1. Keranjang plastik berpori (Bisa digunakan keranjang cucian yang banyak dijual di pasar) dan telah di modifikasi menjadi bertingkat.

2. Dua buah bantal sekam (Notes: Sekam bisa dibeli di tukang tanaman, dan dimasukkan ke dalam kain berjaring seperti dalam gambar yang dibentuk bantal-bantal kecil)

3. Scoop

4. Kain hitam tipis (berpori)

(43)

28

III.3 Variable Penelitian III.3.1 Variable peubah

1. Aktivator EM 4 dan Bio HS dengan variasi dosis ; 60 ml,70 ml,90 ml,100 ml 2. Variasi waktu uji proses composting ; 5 hari,10 hari, 15 hari ,dan 20 hari III.3.2 Variable tetap

1. Sampah organik dengan sampel 5kg 2. Ukuran partikel 1 – 2 cm

3. pH 6.8 -7.3

4. Sistem pengkomposan dengan Aerobik 5. Suhu < 65O C dan rasio C/N tanah < 20

6. Perbandingan konsentrasi volume pemakaian EM4 dan Bio HS 1:1

III.4 Pr osedur Kerja

Aklimitasi Bakteri selama 1 bulan

1. Perbandingan pada saat proses seding

Seding EM4 : 7 Liter air : 70 ml (EM4) Seding Bio HS : 4 liter air : 10 ml Bio Hs 2. Pemberian nutrient pada saat proses seding

(44)

III.4.1 Pr oses komposting

1. Siapkan keranjang berpori yang telah dimodifikasi bertingkat.

2. Lapisi setiap dinding keranjang (samping dan bawah) dengan kardus 3. Masukan bantal sekam pertama ke dalam keranjang.

4. Masukan sampah organik yang sudah dicacah ditengah-tengah kompos.

5. Penambahan EM4 dan Bio HS,yang telah di seding siap untuk digunakan, aduk dengan scoop secara perlahan.

6. Tutup campuran sampah yang telah siap dengan bantal sekam kedua. 7. Tutup permukaan komposter dengan kain hitam berpori.

8. Letakkan tutup komposter di atas kain hitam berpori.

(45)

30

Gambar 3.4.1 Prosedur Kerja

(46)

Gambar Alat

Gambar 3.4.3 Aktivator EM 16 kemasan

Gambar 3.4.4 Aktivator EM 4

Gambar 3.4.5 Bak Komposter Berpori Kombinasi aktivator EM 4 dan Bio HS Dosis pemakaian

Waktu komposting

pH 5 hari 10 hari 15 hari 20 hari

C / N C / N C / N C / N

60 ml

6.8 – 7.3

70 ml

90 ml

100 ml

(47)

32

III.5 Kerangka Penelitian

J udul

EFEKTIFITAS PROSES MIXING AKTIVATOR (EM 4) DAN Bio HS DENGAN METODE DUAL TRAY

PADA PROSES KOMPOSTING

Studi Literatur

Persiapan alat dan bahan

Pelaksanaan Penelitian

Analisa Hasil

Pembahasan Hasil

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur kerja yang tercantum dalam bab tiga dan dilaksanakan di laboratorium menggunakan mix antara EM 4 Dan Bio Hs dengan variable volume mikroorganisme 60 ml, 70ml, 90ml, dan 100 ml dimana variable waktu yang ditentukan selama 5, 10, 15, dan 20 hari. Penelitian ini dilakukan dengan proses aerob dimana perbandingan penggunaan aktivator mikroorganismenya 1 : 1 dengan metode dual tray (bertingkat).

IV.1 Pengaruh Banyaknya Penggunaan Volume Mikroor ganisme Ter hadap Kualitas Kimia Kompos

IV.1.1 Pengaruh Banyaknya Penggunaan Volume Mikr oorganisme Ter hadap Nilai Karbon Organik (C)

(49)

34

Gambar 4.1.1 Hubungan antara banyaknya penggunaan volume mikroorganisme terhadap nilai karbon organik (%)

Dari tabel 4.1.1 dan gambar 4.1.1 terlihat bahwa semakin besar konsentrasi volume efektif mikroorganisme yang digunakan akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah karbon organik selama proses pengkomposan.Titik tertinggi penurunan kadar karbon (C) terlihat Pada konsentrasi volume 100 (29,75). Hal ini dikarenakan semakin tinggi volume mikroorganisme yang digunakan maka semakin banyak jumlah mikroba yang akan tumbuh, nilai C (karbon) akan menurun dikarenakan karbon berfungsi sebagai makanan untuk proses perkembangbiakan mikroba tersebut. Setyowati., (2008).

PENGARUH J UM LAH VOLUM E AKTIVATOR TER HADAP NILAI C ORGANIK

(50)

IV.1.2 Pengaruh Banyaknya Penggunaan Volume Mikroor ganisme Ter hadap Nilai Nitrogen (N)

Tabel 4.1.2. Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai N (Nitrogen)

Gambar 4.1.2 Hubungan antara banyaknya penggunaan volume mikroorganisme terhadap nilai nitrogen (%)

(51)

36

Dari tabel 4.1.2 dan gambar 4.1.2 terlihat bahwa kenaikan tertinggi nilai N berada pada konsentrasi volume aktivator 100 ml. Perkembangan jumlah mikroorganisme yang baik di tandai dengan meningkatnya nilai N. Setyowati.,(2008). Pada konsentrasi 100 ml proses mineralisasi terjadi secara maksimal dibanding dengan konsentrasi volume aktivator dibawahnya ini disebabkan karena Jumlah mikrobakteri yang tumbuh lebih banyak. Pada konsentrasi ini nitrogen lebih lama terasimilasi pada saat proses metabolisme disebabkan kadar mikroba yang tumbuh lebih banyak. Pada konsentrasi volume aktivator 60 ml proses metabolisme lebih cepat terjadi dimana kadar nitrogen lebih cepat tersaimilasi seiring lebih sedikitnya kadar mikroba yg tumbuh pada konsentrasi volume ini

IV.1.3 Pengaruh Banyaknya Penggunaan Volume Mikr oorganisme Ter hadap Nilai Phosfor (P)

Tabel 4.1.3 Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai P (Phosfor)

(52)

Gambar 4.1.3 Hubungan antara banyaknya penggunaan volume mikroorganisme terhadap nilai phospor (%)

Dari tabel 4.1.3 dan gambar 4.1.3 dapat dilihat kadar P (fosfor) terbanyak berada pada konsentrasi volume terendah yaitu 60 ml. Hal ini terjadi karena pada akhir pengomposan, mikroorganisme menghisap sebagian fosfor untuk membentuk zat putih telur dalam tubuhnya. Kompleks putih telur merupakan salah satu hasil akhir pengomposan yang penting. Setyowati,(2008)..Pada konsentrasi terendah (60ml) kompos yang dihasilkan lebih lama matang sehingga proses penghisapan fosfor oleh mikroorganisme terjadi lebih lama. Pada Konsentrasi efektif mikroorganisme tertinggi (100 ml) kompos yang dihasilkan akan paling cepat matang, maka semakin banyak kesempatan mikroorganisme untuk menghisap sebagian fosfor pada kompos yang telah matang tersebut. Prasetyo, (2008)

PENGARUH J UMLAH VO LUME AKTIVATO R TERHADAP NILAI PHO S PO R (P)

(53)

38

IV.1.4 Pengaruh Banyaknya Penggunaan Volume Mikroor ganisme terhadap Nilai Kalium (K)

Tabel 4.1.4 Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai K (Kalium)

Konsentrasi Volume

Gambar 4.1.4 Hubungan antara banyaknya penggunaan volume mikroorganisme terhadap nilai kalium (%)

(54)

Dari tabel 4.1.4 dan gambar 4.1.4 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penambahan konsentrasi volume efektif mikroorganisme terhadap kandungan kalium pada kompos .Dari grafik ditunjukkan bahwa sampel yang penambahan konsentrasi efektif mikrorganismenya paling banyak (100 ml), memiliki kandungan kalium yang paling banyak pula. Hal ini terjadi karena pada penambahan konsentrasi volume yang paling banyak akan memiliki mikroorganisme pengurai yang paling banyak pula sehingga unsur kalium yang diuraikan dari bahan kompos oleh mikroorganisme tersebut lebih banyak dibandingkan dengan sampel yang mendapat tambahan konsentrasi volume lebih sedikit. Setyowati,(2008).

IV.1.5 Pengaruh Banyaknya Penggunaan Volume Mikroor ganisme terhadap Nilai C/N Rasio

Tabel 4.1.5 Jumlah dosis pemakaian aktivaktor dan waktu uji pada proses komposting

(55)

40

Gambar 4.1.5 Hubungan antara banyaknya penggunaan volume mikroorganisme terhadap nilai C/N rasio (%)

Dari gambar 4.1.5 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penambahan konsentrasi volume efektif mikroorganisme terhadap C/N Rasio.Pada penambahan konsentrasi volume yang paling banyak (100ml), proses pengomposan yang terjadi cepat. Setyowati,(2008).yang menyatakan bahwa C/N rasio akan lebih cepat turun (kompos cepat matang) pada bahan dasar kompos yang memiliki kandungan nitrogen yang cukup besar dimana nantinya kelebihan nitrogen tersebut justru menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme yang ada sehingga mikroorganisme dapat cepat tumbuh dan mempercepat proses pengomposan

(56)

IV.2 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan Ter hadap Nilai C Organik, N, P, K dan C/N RASIO

IV.2.1 Pengar uh Waktu (T) Pengomposan Ter hadap Nilai Kar bon Or ganik (C)

Gambar 4.2.1 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai karbon organik (%)

Dari gambar 4.2.1 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh lamanya waktu pengomposan terhadap nilai C (Karbon organik) dimana nilai C karbon tertinggi berada pada fase hari ke 5 dan terjadi penurunan signifikan di fase hari pengomposan ke 20 .Hal in terjadi dikarenakan semakin lama waktu dari proses pengkomposan maka nilai C (karbon) akan menurun karena jumlah mikroba yang akan bertambah dan terus tumbuh .Dalam proses perkembangbiakannya mikroba memakan karbon organik sebagai bahan makanannya. R.Siburian., (2006)

(57)

42

IV.2.2 Pengaruh Waktu (T) Pengomposan terhadap Nilai Nitr ogen (N)

Gambar 4.2.2 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai nitrogen (%)

Dari gambar 4.2.2 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh lamanya waktu pengomposan terhadap nilai N total, dari graik kondisi optimum terlihat pada fase hari ke 15 Hal ini terjadi karena pada fase hari ke 15 mikroba melakukan metabolisme sehingga aktifitasnya meningkatkan ukuran sel. Selanjutnya sel tersebut menggunakan karbon organik sebagai makanannya dan memperbanyak diri. Pada fase hari ke 15, penguraian berjalan semakin baik ini dapat dilihat dengan meningkatnyai kadar N yang berada pada titik tertinggi (3,45) selanjutnya mikroorganisme mencapai kestimbangan dimana jumlah mikroorganisme yang tumbuh sama dengan jumlah mikroorganisme yang mati pada fase ini aktivitas mikroorganisme akan menurun ini ditunjukan pada fase hari ke 20 pengomposan. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya makanan dan nutirisi dalam hal ini substansi yang mengandung karbon .Selama proses mineralisasi kadar nitrogen akan terus menurun seiring waktu pengomposan maka disarankan agar konsentrasi aktivator perlu ditingkatkan. R.Siburian., (2006)

(58)

IV.2.3 Pengaruh waktu (T) pengomposan terhadap nilai phosfor (P)

Gambar 4.2.3 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai phosphor (%)

Dari gambar 4.2.3 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh lamanya waktu pengomposan terhadap nilai P. Pengaruh waktu lamanya pengomposan berpengaruh terhadap kenaikan nilai P ini dapat dilihat pada fase hari ke 5 dan 10. Hal ini terjadi karena komposisi sampah yang bervariasi sehingga proses mineralisai berjalan lambat dengan demikian ketersediaan unsur hara semakin meningkat sesuai dengan lama waktu pengomposan. Pada fase hari ke 15 sampai 20 kadar P mencapai kondisi maksimum dikarenakan mikroorganisme mencapai kestimbangan dimana jumlah mikroorganisme yang tumbuh sama dengan jumlah mikroorganisme yang mati pada fase ini aktivitas mikroorganisme akan menurun. dikarenakan kurangnya makanan dan nutirisi dalam hal ini substansi yang mengandung karbon. Mikroorganisme menghisap sebagian fosfor untuk membentuk zat putih telur dalam tubuhnya. Kompleks putih telur merupakan salah satu hasil akhir pengomposan yang penting. Selanjutnya semakin lama waktu pengomposan jumlah mikroorganisme yang mati akan meningkat dimana

(59)

44

kadar fosfor akan tetap meningkat dikarenakan kadar fosfor yang dihisap akan

semakin menurun seiring jumlah mikroorganisme yang menurun. R.Siburian., (2006) Pengaruh waktu (T) pengomposan terhadap nilai kalium (K)

Gambar 4.2.4 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai kalium (%) Dari gambar 4.2.4 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh lamanya waktu pengomposan terhadap nilai K. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengomposan dilakukan akan semakin banyak mikroba yang tumbuh dan menguraikan kalium yang terdapat pada bahan kompos tersebut . R.Siburian., (2006)

Pengaruh waktu (T) pengomposan terhadap nilai C/N Rasio

Gambar 4.2.5 Hubungan lama waktu (T) pengomposan terhadap nilai C/N (%)

(60)

Dari gambar 4.2.5 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh lamanya waktu pengomposan terhadap nilai C/N RASIO. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengomposan dilakukan akan semakin banyak mikroba yang tumbuh dan pengurain berjalan baik. Prasetyo,(2008). Pada grafik dilihat C/N RASIO melakukan penurunan maksimum berada pada fase hari ke 20 disebabkan karena pada fase ini mikroba mulai memperbanyak diri. Jumlah mikroba bertamabah ditandai dengan kenaikan nilai N. Pada dasarnya kompos akan cepat matang pada bahan kompos yang mempunyai kandungan nitrogen yang besar atau mendapat tambahan nitrogen. R.Siburian., (2006)

IV.3 Pengaruh Komposting Metode Dual Tray Apabila Dibandingkan Dengan Komposting Biasa (One Tray) Ter hadap Kualitas Kimia Kompos Yang Dihasilkan

Tabel 4.3.1 Kualitas kimia kompos organik dengan metode (one tray) dengan waktu kematangan kompos 30 hari

Parameter Satuan Kadar SNI Min SNI Mak waktu kematangan kompos 10 hari

Parameter Satuan Kadar SNI Min SNI Mak

C.Organik % 37.11 9,8 32

N total % 3.42 0,4

RASIO C/N 11 10 20

(61)

46

Dari tabel 4.3.1 dan tabel 4.3.2 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh beda pengomposan biasa (one tray) dengan pengomposan yang menggunakan metode dual tray. Hal ini dapat dilihat dari kualitas kimia kompos yang dihasilkan setelah disesuaikan dengan standar SNI 19-7030-2004 pengomposan dengan metode dual tray cendrung lebih efektif untuk menghasilkan kualitas kimia kompos yang baik.

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan pengamatan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penambahan konsentrasi aktivator berpengaruh terhadap penurunan nilai C organik dari konsentrasi C awal (70,4) menjadi (29,75). Dan berpengaruh terhadap kenaikan nilai N (nitrogen) konsentrasi awal 1,2 menjadi 3,45 serta berpengaruh terhadap kenaikan nilai K(kalium) dari konsentrasi awal 2,7 menjadi 18, 07 masing masing pada konsentrasi aktivator 100ml .penambahan konsentrasi aktivator ini juga mempengaruhi tingkat kematangan kompos (C/N RASIO) menjadi lebih singkat yaitu dalam 10 hari dengan C/N RASIO 11 pada konsentrasi volume 100 ml. Berbanding sebaliknya, penambahan konsentrasi aktivator tidak berpengaruh terhadap nilai P (phospor). Konsentrasi terendah 60 ml kadar P nya cendrung lebih besar (2,63) dibanding konsentrasi tertinggi aktivator 100 ml dengan kadar P (1,3).

2. Pengaruh waktu pengomposan berpengaruh terhadap penurunan nilai C organik. Berbanding terbalik dengan kenaikan nilai N, K (kalium) serta

(63)

48

3. Konsentrasi optimum dari hasil penelitian ini untuk tingkat kematangan kompos (C/N RASIO) yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah konsentrasi volume aktifator 100 ml dengan (C/N RASIO) 11 Pada waktu pengomposan 10 hari dengan kadar C organik (37.11), nilai N (3.42), nilai K (1.17) dan nilai P (9.2).

V.2 Sar an

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Inayah, 2009, “Pengendalian Limbah Organik Melalui Pembuatan Pupuk Cair “, Jurnal Kesehatan Lingkungan

Indriasari, Anindita., R.R. 2007, “Pengolahan Air Limbah Septic Tank Rumah Susun Menggunakan Rotary Biological Contactor (RBC) Skala

Laboratorium“, Program studi Teknik Lingkungan, ITS., Surabaya

Kusumayati, Y., 2004, “Peran Effective Microorganism–4 (EM4) Dalam

Meningkatkan Kualitas Kimia Kompos Ampas Tahu“, Program studi

Kesehatan Masyarakat, Muhamadiyah., Surakarta

Nugroho, K., 2008, “Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga Studi Kasus Di Sampang Kota Semarang“, Program

Magister Ilmu Lingkungan,Universitas Diponegoro,Semarang

Prasetyo, A.,2008, “Uji Mikroobiologis Kompos Organik“, Program Pendidikan Biologi., Muhamadyah., Surakarta

Siburian, R., 2006, “Pengaruh Konsenstrasi dan Waktu Inkubasi EM4 Terhadap

Kualitas Kimia Kompos“, Program studi Teknik Kimia,Universitas Nusa

Cendana..

Setyowati, E., 2008, “Uji Mikroobiologis Kompos Organik dengan Penambahan

EM4 dan Limbah Tomat“, Program Pendidikan Biologi., Muhamadyah.,

Surakarta

Nuryanto, 2008, “Pengolahan Sampah Rumah Tangga “, Pustaka Rumah, Jakarta Sugihmoro, 1994, “Penggunaan Effective Microorganisme 4 (EM4) dan Bahan

Organik Pada Tanaman Jahe “, Institute Pertanian Bogor

Sudarso,1985, “Pembuangan Sampah “, Pusdiknakes, Jakarta

Sulistryoni, L., 2005, “Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya

Kompos“, Jurnal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2.NO.1.1

Standar Nasional Indonesia.,2004, “Spesifikasi Kompos Dari Sampah Organik

Domestik SNI–19-030-2004“, Badan Standar Nasional Indonesia., Jarkarta

(65)

A 1

LAMPIRAN A

Tabel A.1. Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai C organik Konsentrasi Volume

Tabel A.2. Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai N (Nitrogen)

(66)

Tabel A.3. Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai P (Phosfor)

Tabel A.4. Pengaruh banyaknya volume mikroorganisme terhadap nilai K (Kalium)

(67)

A 3

Pengaruh Banyaknya Volume Mikroorganisme Terhadap Nilai C/N Rasio Pada Masing-masing Waktu Komposting

Tabel A.5 Jumlah dosis pemakaian aktivaktor dan waktu uji pada proses komposting Kombinasi aktivaktor EM 4(aerobic) dan Bio HS

Dosis pemakaian

Waktu komposting

pH 5 hari 10 hari 15 hari 20 hari

C / N C / N C / N C / N

0 ml 58 58 58 58

6.8 -7.3

60 ml 17 16 13 12

70 ml 16 16 14 11

90 ml 14 13 13 11

(68)
(69)

A 5

(70)
(71)

B 1

LAMPIRAN B

CARA DAN HASIL ANALISA

B.1 Pr insip Analisa pH

Pada dasarnya proses komposting yang baik standart Ph nya 6.8 – 7.3

B.2 Bahan dan Alat

Sample kompos hasil mix antara EM4 dengan Bio HS Variable : 60 ml, 70 ml , 90 ml, 100 ml

Variable waktu : 5, 10, 15, 10 hari Ph meter

Timbangan

B.3 Pr osedur Kerja

1. Sample kompos : 100 ml air 2. Shaker selama 5 menit 3. Uji dengan Ph meter

B.4 Hasil analisa

Variable waktu 5 hari

(72)

Variable waktu 10 hari Sample 60 ml (10 hari) = 6.8 Sample 70 ml (10 hari) = 6.8 Sample 90 ml (10 hari) = 7.3 Sample 100 ml (10 hari) = 7.28

Variable waktu 15 hari

Sample 60 ml (15 hari) = 6.83 Sample 70 ml (15 hari) = 6.81 Sample 90 ml (15 hari) = 7.12 Sample 100 ml (15 hari) = 7.2

Variable waktu 20 hari

(73)

C 1

LAMPIRAN C

Gambar C.1 Proses seding Bio Hs hari pertama

(74)

Gambar C.3 Proses seding EM4 hari pertama

(75)

C 3

(76)

Gambar C.6 Proses komposting

(77)

C 5

Gambar C.8 Kompos matang sebelum di ayak

Gambar

Tabel 2.5 Kondisi optimum proses pengkomposan
Gambar 2.8.3 Protozoa
Gambar 3.4.1 Prosedur Kerja
Tabel 3.5  Jumlah Dosis Pemakaian Aktivaktor dan Waktu Uji Pada Proses
+7

Referensi

Dokumen terkait