• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAYANAN BIMBINGAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PIRAMID UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL ANAK : Studi Kuasi Eksperimen pada anak-anak TK di Kecamatan Sukasari Bandung Tahun Ajaran 2010-2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LAYANAN BIMBINGAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PIRAMID UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL ANAK : Studi Kuasi Eksperimen pada anak-anak TK di Kecamatan Sukasari Bandung Tahun Ajaran 2010-2011."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Sistematika Penulisan

1 8 9 9 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Kompetensi Sosial 1. Definisi Kompetensi Sosial

2. Kompetensi Sosial Anak Usia Prasekolah

3. Peran Penting Kompetensi sosial pada Anak Usia Prasekolah

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Sosial B. Konsep Bimbingan dan Konseling

1. Definisi dan Asumsi BK perkembangan 2. Prinsip-prinsip BK Perkembangan 3. Visi dan Misi BK Perkembangan 4. Tujuan BK Perkembangan 5. Fungsi BK Perkembangan 6. Komponen BK Perkembangan

(2)

iv 7. Penyelenggaraan BK di TK C. Konsep Model Pembelajaran Piramid

1. Model Pembelajaran Piramid a. Level 1 (Universal intervention)

b. Level 2 (Intervensi Pencegahan/Preventif) c. Level 3 (Treatment)

2. Keunggulan Model Pembelajaran Piramid

a. Membina hubungan yang positif dengan anak b. Mendesain lingkungan belajar yang suportif c. Menggunakan strategi pengajaran sosial emosional d. Memberikan layanan individual secara intensif

D. Layanan Bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid

1. Kesamaan Konsep BK Perkembangan dan Model Pembelajaran Piramid

2. Implementasi Layanan Bimbingan dengan Menggunakan Model Pembelajaran Piramid di TK

47 49 49 51 55 58 61 61 63 66 67 68 68 77

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

B. Populasi dan Sampel Penelitian

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

E. Adaptasi Model Pembelajaran Piramid sebagai Layanan Bimbingan untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Anak 1. Studi Pendahuluan

2. Uji Pakar

3. Uji Coba Terbatas F. Instrumen Penelitian

1. Instrumen untuk Mengukur Kompetensi Sosial

2. Instrumen Pola Asuh yang Diterima Anak dari Orang Tua

(3)

v 3. Instrumen Sosio Ekonomi Anak G. Analisis Data

H. Prosedur Penelitian

110 111 111 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Profil Kompetensi Sosial Anak di TK di Kecamatan Sukasari Bandung

a. Gambaran Umum Kompetensi Sosial Anak di Kecamatan Sukasari Bandung

b. Gambaran Umum Kompetensi Sosial Anak di TK di Kecamatan Sukasari Bandung Dilihat dari Jenis kelamin

c. Gambaran Umum Kompetensi Sosial Anak di TK di Kecamatan Sukasari Bandung Dilihat dari Jenis TK d. Gambaran Umum Kompetensi Sosial Anak di TK di

Kecamatan Sukasari Bandung Dilihat dari Aspek Keterampilan Sosial dan Kematangan Emosional

2. Hasil Uji Efektivitas layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid

a. Uji Asumsi Statistik

b. Efektivitas LBMPP dalam Meningkatkan Kompetensi sosial Anak

c. Keefektivan LBMMP untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Berdasarkan Jenis Kelamin

d. Keefektivan LBMMP untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Berdasarkan Jenis TK

e. Keefektivan LBMMP untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua

f. Keefektivan LBMMP untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Berdasarkan Sosio Ekonomi Keluarga

(4)

vi B. Pembahasan

1. Gambaran Umum Kompetensi Sosial Anak TK di Kecamatan Sukasari Bandung Tahun 2010-2011

2. Uji Efektivitas LBMPP untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Anak

3. Uji Efektivitas LBMPP untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Anak Berdasarkan Jenis Kelamin, Jenis TK, Pola Asuh dan Sosio Ekonomi

149 149

157

162

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan B. Rekomendasi

1. Rekomendasi untuk Peneliti Selanjutnya 2. Rekomendasi untuk Praktisi di Lapanagan 3. Rekomendasi untuk Pembuat Kebijakan

168 171 171 171 172 DAFTAR PUSTAKA

(5)
(6)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Di Indonesia jumlah anak yang memiliki perilaku yang bermasalah bahkan sampai menjurus ke arah kriminal cukup tinggi. Data dari Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) menyatakan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir jumlah anak nakal yang ditangani oleh yayasan tersebut mencapai 69 kasus, jauh dari perkiraan semula yang diperkirakan hanya akan menangani sekitar 30 kasus (SAMIN: 2007). Peningkatan jumlah kenakalan pada anak juga diperkuat oleh data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang menyatakan bahwa terdapat lima ribu anak yang saat ini tersangkut hukum pidana dan tengah menjalani proses persidangan (Virdhani: 2009).

(7)

2

Banyaknya anak-anak yang memiliki perilaku yang bermasalah terutama di sekolah seperti yang diungkapkan di atas menunjukkan masih banyak anak-anak yang memiliki kompetensi sosial yang rendah. Rendahnya kompetensi sosial yang dimiliki anak merupakan suatu hal yang harus memperoleh perhatian penting dari pihak sekolah terutama bimbingan dan Konseling (BK). BK seyogyanya berusaha keras melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi sosial anak baik dalam aktivitasnya, program, kerjasama maupun dalam layanannya, sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

(8)

3

Alasan lain mengapa kompetensi sosial seyogyanya dikembangkan sejak dini karena kompetensi sosial merupakan pondasi untuk berkembangnya kemampuan akademik anak. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Raver dalam Smith (nd) bahwa pada tahun-tahun pertama, prestasi akademik akan dibangun di atas pondasi kompetensi sosial anak dan diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh National Education Goals Panel (1997) bahwa anak yang diterima di sekolah dengan kemampuan sosial yang baik akan mudah menjalin hubungan dengan teman-temannya dan lulus dengan predikat lebih baik. Selain itu anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses secara akademik (Leafgran, 1989). Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brooks and Dubois, (1995) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan beradaptasi pada tahun pertama anak ketika memasuki dunia sekolah dengan prediksi kesuksesan akademik anak dikemudian hari.

Sebaliknya anak yang memiliki kompetensi sosial yang rendah cenderung memperoleh prestasi akademik yang rendah pula. Raver (nd) menyatakan bahwa anak-anak tidak akan dapat belajar membaca, menulis

maupun berhitung jika mereka memiliki masalah yang dapat mengalihkan

perhatian mereka dari aktivitas belajar, seperti memiliki masalah dalam

(9)

4

kompetensi sosial yang baik bukan saja mengakibatkan anak menjadi tidak bahagia dan sering kesepian tapi juga berdampak pada rendahnya prestasi akademik anak.

Keterkaitan antara kompetensi sosial yang rendah dengan buruknya prestasi akademik anak juga dijelaskan oleh hasil laporan guru Taman Kanak-kanak tentang hasil pengamatannya terhadap anak-anak didiknya yang menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki motivasi belajar dan kompetensi sosial yang rendah cenderung lebih sulit belajar menulis dan berhitung (Rimm-Kaufman, Pianta, & Cox, 2000). Kesulitan tersebut terjadi dikarenakan sedikitnya ada dua alasan utama yaitu: Pertama, anak-anak yang memiliki kompetensi sosial yang rendah cenderung menjadi anak-anak yang sulit diatur karena mereka impulsif dan menjadi pengacau di kelasnya seperti tidak bisa duduk diam dan berlari-lari di dalam kelas. Kedua, anak-anak yang memiliki kompetensi sosial yang rendah cenderung mendapat penolakan dari teman-temannya yang mengakibatkan mereka kurang nyaman belajar di sekolah, terisolasi dan pada akhirnya mempengaruhi konsentrasi dan belajar anak (Katerine, et al. 2007).

(10)

5

adalah untuk dapat membantu anak agar dapat berkembang secara optimal baik dalam aspek pribadi, sosial, belajar maupun karirnya.

Namun sayangnya sampai saat ini peran BK untuk mengembangkan kompetensi sosial di Taman Kanak-kanak (TK) belum maksimal. Berdasarkan hasil wawancara, survey dan pengamatan peneliti terhadap sejumlah TK di Bandung TK diperoleh data bahwa guru pada umumnya berperan sebagai pendidik dan sekaligus pembimbing di TK. Sedangkan upaya membantu anak agar memiliki kompetensi sosial yang tinggi baru pada kegiatan pembiasaan serta pemberian nasehat, teguran atau hukuman pada anak yang memperlihatkan perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan guru dan dilakukan secara insidental.

(11)

6

Terlihat bahwa pendekatan bimbingan konvensional seperti yang dikemukakan di atas tidak memberikan dampak yang baik pada perkembangan kompetensi sosial anak. Oleh karena itu untuk dapat membantu anak memiliki kompetensi sosial yang baik maka model bimbingan konvensional perlu diperbaiki. Upaya meningkatkan kompetensi sosial anak harus dilaksanakan secara sistematik, berkesinambungan, komprehensif, melibatkan seluruh personil sekolah dan ditujukan pada semua anak.

(12)

7

(2008) bahwa Model Pembelajaran Piramid efektif menurunkan perilaku negatif anak secara signifikan dan dapat meningkatkan perilaku positif anak khususnya pada anak-anak yang berpotensi memiliki masalah perilaku dan anak-anak yang didiagnosis memiliki ketidakmampuan (berkebutuhan khusus). Lebih lanjut Funk menyatakan bahwa intervensi yang terdapat dalam Model Pembelajaran Piramid memiliki keunggulan diantaranya dalam membangun hubungan yang positif dengan anak diciptakan dengan cara menampilkan kelas yang nyaman, penghargaan dari guru, rasio komentar positif lebih dominan dibanding komentar negatif, mendukung rutinitas, dan memvisualkan aturan dan prosedur di dalam kelas. Model Pembelajaran Piramid juga menggunakan strategi pengajaran sosial emosional yang dilakukan dengan standar yang konkrit, dilakukan setiap hari, dan guru sebagai model.

(13)

8 B. Rumusan Masalah

Merujuk pada uraian-uraian pada latar belakang penelitian di atas, permasalahan utama yang dihadapi dalam penelitian ini adalah “Apakah layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid

dapat meningkatkan kompetensi sosial anak?” Berdasarkan permasalahan

pokok ini pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya adalah “Apakah terdapat perbedaan kompetensi sosial antara anak yang diberi layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dengan anak yang diberi layanan bimbingan konvensional. Bagaimanakah tingkat kompetensi sosial anak yang diberi LBMPP dan anak yang diberi bimbingan secara konvensional jika ditinjau dari jenis kelamin, jenis sekolah, pola asuh dan sosio ekonomi anak. Penelitian ini juga turut mengukur kompetensi sosial anak secara umum di Kec. Sukasari Bandung. Secara khusus pertanyaan tersebut dirinci sebagai berikut.

1. Seperti apa profil kompetensi sosial anak di TK Kecamatan Sukasari Bandung pada tahun periode 2010-2011?

2. Apakah ada perbedaan kompetensi sosial yang signifikan antara anak yang diberi LBMPP dengan anak yang diberi layanan bimbingan secara konvensional?

3. Apakah terdapat perbedaan kompetensi sosial anak menurut interaksi antara:

(14)

9

c. Variasi layanan bimbingan dengan pola asuh orang tua d. Variasi layanan bimbingan dengan sosio ekonomi keluarga

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian terhadap layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid untuk meningkatkan kompetensi sosial adalah sebagai berikut.

1. Memperoleh data profil kompetensi sosial anak TK di Kecamatan Sukasari Bandung Tahun periode 2010-2011.

2. Menelaah efektivitas layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dalam meningkatkan kompetensi sosial anak TK. 3. Menelaah kompetensi sosial anak berdasarkan variasi layanan

bimbingan, jenis kelamin, jenis sekolah, pola asuh, dan sosio ekonomi, serta interaksi diantara variabel tersebut.

D. Manfaat penelitian

Ada tiga manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.

(15)

10

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bimbingan yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan kompetensi sosial anak.

3. Layanan Bimbingan dengan Menggunakan Model Pembelajaran Piramid sebagai salah satu hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu inovasi dalam meningkatkan kompetensi sosial yang dilakukan secara komprehensif, sistematik dan untuk seluruh anak.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian tentang layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dijabarkan dalam lima bab yaitu sebagai berikut.

Bab 1 berisi tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan dan definisi operasional

Bab 2 berisi tentang landasan teoritik yang meliputi konsep tentang kompetensi sosial, layanan bimbingan, Model Pembelajaran Piramid dan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid.

Bab 3 berisi tentang metode penelitian yang meliputi desain penelitian, definisi operasional, pengembangan instrumen, pengembangan program, populasi dan sampel penelitian, serta analisis data.

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix method). Pendekatan kualitatif khususnya dilakukan dalam mengadaptasi Model Pembelajaran Piramid sebagai layanan bimbingan untuk meningkatkan kompetensi sosial, dalam kegiatan ini peneliti melakukan studi pendahuluan, uji pakar dan uji coba terbatas sehingga layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid untuk meningkatkan kompetensi sosial anak layak digunakan dalam penelitian.

(17)

sebagai kelompok kontrol yaitu kelompok yang diberi layanan bimbingan yang berjalan sebagaimana biasanya atau konvensional. Lebih jelasnya desain eksperimen ini berbentuk sebagai berikut.

O1 X1 O2 O3 - O4

Keterangan: O = observasi

X= tindakan (intervensi)

Variabel dalam penelitian ada tiga yang terdiri dari (1) variabel bebas yaitu layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dan layanan bimbingan konvensional, (2) variabel terikat yaitu kompetensi sosial emosional dan (3) variabel moderator yaitu jenis kelamin, jenis TK, pola asuh dari orang tua, sosio ekonomi anak. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah model percobaan faktorial yaitu model penelitian yang bertujuan untuk melihat interaksi diantara faktor yang dicobakan (Smart statistika, nd). Faktor-faktor yang dicobakan dalam penelitian ini ada empat yaitu pola asuh orang tua, sosio ekonomi, jenis kelamin dan kategori sekolah (sebagai variabel moderator). Oleh karena itu ada tiga desain faktorial yang digunakan yaitu desain faktorial 2x4, 2x3, dan 2x2. Penjabaran dari masing-masing desain faktorial adalah sebagai berikut.

(18)

dengan empat model pola pengasuhan orang tua yaitu outhoritarian, authoritative, permisive indulgent dan permisive indifferent.

2. Desain faktorial 2x3 yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dua model layanan bimbingan yaitu layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dan layanan bimbingan konvensional dengan tiga kategori sosio ekonomi yaitu keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III plus.

3. Desain faktorial 2x2 yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dua model layanan bimbingan yaitu layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dan layanan bimbingan konvensional dengan dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan serta kategori sekolah yaitu TK inti dan TK imbas dengan pengkategorian level TK berdasarkan data dari Diknas Kota Bandung.

Secara skematik desain eksperimen dalam penelitian ini disajikan menurut model desain faktorial sebagai berikut.

Tabel 3.1

Skema Desain Faktorial 2x4 antara Layanan Bimbingan dengan Pola Asuh Orang Tua

Pola Asuh

Layanan Bimbingan

LBMPP (kelompok

eksperimen)

LBK (kelompok kontrol)

Outhoritarian Sel O-KE Sel O-KK

Authoritative Sel A-KE Sel A-KK

Permissive indulgent Sel PU-KE Sel PU-KK

Permissive indifferent Sel PI-KE Sel PI-KK

Keterangan:

(19)

A = Authoritative KE = Kelompok eksperimen PU = Permissive indulgent KK = Kelompok kontrol

Tabel 3.2

Skema Desain Faktorial 2x5 antara Layanan Bimbingan dengan Sosio Ekonomi Keluarga

Sosio Ekonomi

Program Layanan Bimbingan

LBMPP (kelompok

eksperimen)

LBK (kelompok kontrol)

keluarga sejahtera II Sel A-KE Sel A-KK

keluarga sejahtera III Sel B-KE Sel B-KK

keluarga sejahtera III plus. Sel C-KE Sel C-KK

Keterangan:

A = Keluarga sejahtera II B = Keluarga sejahtera III C = Keluarga sejahtera III plus KE = Kelompok eksperimen KK = Kelompok kontrol

Tabel 3.3

Skema Desain Faktorial 2x2 antara Layanan Bimbingan dengan Jenis Kelamin dan Jenis TK

Kategori sekolah Jenis Kelamin

Program Layanan Bimbingan

LBMPP (kelompok

eksperimen)

LBK (kelompok kontrol)

Inti Laki-laki Sel NL-KE Sel NL-KK

Perempuan Sel NP-KE Sel NP-KK

Imbas Laki-laki Sel ML-KE Sel ML-KK

Perempuan Sel MP-KE Sel ML-KK

Keterangan:

NL = TK Inti jenis kelamin laki-laki NP = TK Inti jenis kelamin perempuan ML = TK Imbas jenis kelamin laki-laki MP = TK Imbas jenis kelamin perempuan KE = Kelompok eksperimen

KK = Kelompok kontrol

B. Populasi dan Sampel Penelitian

(20)

Berdasarkan data dari Dinas Kota Bandung pada tahun 2010/2011 jumlah TK di Kecamatan Sukasari Bandung berjumlah 20 TK yang terdiri dari tiga TK inti dan 17 TK imbas. Data selengkapnya tentang jumlah TK di kecamatan sukasari dapat dilihat pada lampiran 3.1.

Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling karena subyek populasi berasal dari dua sekolah yang memiliki kategori berbeda yaitu TK Inti dan TK Imbas. Pengambilan sampel dimulai dengan cara memilih secara acak empat TK yang terdiri dari dua TK Inti dan dua TK Imbas. Selanjutnya dua TK inti yang terpilih sebagai sampel penelitian kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Begitu juga dengan dua TK Imbas yang terpilih sebagai sampel penelitian selanjutnya dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Langkah-langkah pengambilan sampel secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1

Teknik Pengambilan Subyek Sampel Populasi TK

seKecamata n Sukasari Bandung

Dipilih secara acak 4

TK yg tergolong TK

inti dan TK imbas

2 TK Inti yang terpilih

2 TK Imbas Yang terpilih

Kel. Eksperimen

Kel. Kontrol

Kel. Eksperimen

(21)

Subyek sampel pada level TK inti terpilih dua TK yaitu TK Aisiyah 11 di Jl. Sarimanah 1 No 38 Sukasari Bandung selanjutnya dikelompokan sebagai kelompok eksperimen dan TK Puspa Mekar yang beralamat di Jl. Sarijadi Blok 14 Sukasari Bandung yang selanjutnya dikelompokan sebagai kelompok kontrol. Sedangkan TK Imbas terpilih dua TK yaitu TK Armia di Jl. Sarimadu Barat No. 125 Sukasari Bandung yang selanjutnya dikelompokan sebagai kelompok eksperimen dan TK Aisiyah 7 di Jl. Sindangsirna No 7 Sukasari Bandung yang selanjutnya dikelompokkan sebagai kelompok kontrol. Surat pernyataan kesediaan dari masing-masing TK tersebut terdapat pada lampiran 3.2.

(22)

Tabel 3.4

Jumlah Subjek Sampel Penelitian

Level sekolah

Jenis Kelamin

Program Layanan Bimbingan

Total

LBMPP Piramid

(eksperimen)

LBK (kontrol)

Inti Perempuan 9 5 14

Laki-laki 10 3 13

Imbas Perempuan 6 5 11

Laki-laki 5 5 10

T

Toottaall 4488

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini ada tiga yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel moderator. Upaya untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran istilah terhadap variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini maka perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Variabel bebas dalam penelitian adalah layanan bimbingan dengan

menggunakan Model Pembelajaran Piramid dan layanan bimbingan konvensional

(23)

a. Membangun hubungan yang positif dengan anak yang dilakukan

dengan empat cara: (1) Menyapa setiap anak di depan pintu dengan menyebut namanya; (2) Ikut terlibat dalam aktivitas rutin dan bermain anak; (3) Memberikan respon positif pada setiap peilaku positif anak; (4) Memahami karakteristik anak dalam upaya menjalin interaksi dan komunikasi yang efektif dengan anak.

b. Menciptakan lingkungan belajar yang suportif dilakukan dengan tiga

cara yaitu (1) Melakukan penilaian terhadap lingkungan belajar; (2) Melakukan perubahan sederhana terhadap lingkungan belajar berdasarkan hasil penilaian; (3) Menetapkan, mengajarkan, dan mengimplementasikan aturan di sekolah.

c. Menggunakan strategi pengajaran sosial emosional dilakukan dengan

empat cara (1) Mengajarkan emotional literacy; (2) Mengajarkan kemampuan mengontrol sikap impulsif dan rasa marah; (3) Mengajarkan kemampuan mengatasi masalah (konflik); (4) Mengajarkan kemampuan berteman dan mempertahankan pertemanan.

d. Memberikan layanan inidvidual secara intensif hanya ditujukan pada

(24)

Fox (1996); (3) mengembangkan rencana untuk meningkatkan perilaku positif anak, termasuk mengembangkan strategi pencegahan perilaku nakal, mengajarkan keterampilan sosial dan cara merespon perilaku anak.

Layanan Bimbingan Konvensional dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan yang dilakukan guru dalam proses kegiatan pembelajaran sehari-hari seperti apa adanya. Layanan bimbingan konvensional adalah upaya membantu anak untuk meningkatkan kompetensi sosial anak yang dilakukan dengan cara pembiasaan, pemberian nasehat, teguran dan hukuman/ancaman. Layanan bimbingan konvensional diperlukan sebagai pembanding dengan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kompetensi sosial anak

(25)

tinggi dan kemauan untuk menolong orang lain yang membutuhkan bantuan, mampu berkonsentrasi, mengendalikan emosi, memiliki rasa aman dan tidak mudah cemas.

2. Variabel Moderator dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua, sosio

ekonomi, jenis kelamin dan kategori sekolah.

a. Pola asuh orang tua adalah gaya pengasuhan orang tua yang dilihat dari dua dimensi yaitu kontrol dan kehangatan. Berdasarkan kedua dimensi tersebut maka pola asuh yang diberikan orang tua dapat dibedakan menjadi empat model yaitu pola asuh (1) outhoritarian yaitu kontrol yang tinggi dan kehangatan yang rendah; (2) authoritative yaitu kontrol yang tinggi dan kehangatan yang tinggi; (3) permissive indulgent yaitu kontrol yang rendah dan kehangatan yang tinggi; dan (4) permissive indifferent yaitu kontrol yang rendah dan kehangatan yang rendah.

b. Sosio ekonomi adalah tingkat ekonomi anak yang dilihat dari tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang mengkategorisasikan sosio ekonomi keluarga menjadi 5 kategori yaitu (1) Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin), (2) Keluarga Sejahtera I (miskin), (3) Keluarga Sejahtera II, (4) Keluarga Sejahtera III, (5) Keluarga Sejahtera III plus.

(26)

d. Kategori sekolah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah TK Inti dan TK Imbas yang berdasarkan pada ketentuan dari Dinas Kota Bandung.

D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Asumsi atau anggapan dasar dari penelitian ini adalah bahwa penerapan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid di TK belum diberlakukan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Anak yang diberi layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid memiliki tingkat kompetensi sosial yang lebih tinggi daripada anak yang diberi layanan bimbingan konvensional. 2. Terdapat interaksi antara layanan bimbingan dan jenis kelamin dalam

mempengaruhi kompetensi sosial anak.

3. Terdapat interaksi antara layanan bimbingan dan jenis TK dalam mempengaruhi kompetensi sosial anak.

4. Terdapat interaksi antara layanan bimbingan dan pola asuh orang tua dalam mempengaruhi kompetensi sosial anak.

(27)

E. Adaptasi Model Pembelajaran Piramid sebagai Layanan Bimbingan

untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Anak

Layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid merupakan model yang diadaptasi dari Teaching Pyramid Model yang dikembangkan oleh Fox at al. (2008). Proses adaptasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu studi pendahuluan, uji pakar dan uji coba di lapangan. Kegiatan tersebut dilakukan agar Model Pembelajaran Piramid sebagai layanan bimbingan untuk meningkatkan kompetensi sosial anak layak untuk diimplementasikan di TK Kecamatan Sukasari Bandung.

1. Studi Pendahuluan

(28)

Desember 2010 dengan menyebarkan kuesioner kepada 60 guru di Kecamatan Sukasari Bandung.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut diperoleh data sebagai berikut. (1) Guru menyatakan bahwa masalah yang umumnya ditemukan guru di lapangan adalah perilaku bermasalah yaitu sebanyak (100%) masalah kemampuan kognitif, bahasa dan perkembangan motorik (0%), (2) waktu belajar umumnya dilakukan selama dua sampai tiga jam (90%) dan lebih dari tiga jam (10%); (3) metode pengajaran umumnya dilakukan secara klasikal (95%) sedangkan secara area (5%); (4) jumlah guru mengajar per kelas adalah satu orang per kelas (60%) sedangkan dua orang perkelas (25%) dan lebih dari dua orang guru perkelas (15%); (5) jumlah anak per kelas kurang dari 15 anak (65%) antara 16-25 anak (30%) dan lebih dari 25 anak (5%); (6) Di TK tidak tersedia tenaga psikolog atau konselor (100%) (7) Upaya guru dalam meningkatkan kompetensi sosial umumnya dilakukan dengan cara pembiasaan (100%) memberi nasehat (100%), teguran (90%). Angket studi pendahuluan beserta tabulasi data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.3. dan 3.4.

Berdasarkan kondisi lapangan seperti yang telah dikemukakan di atas maka layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid hipotetik dirumuskan sebagai berikut.

(29)

lapangan adalah masalah perilaku sosial terutama pada aspek pengendalian emosional.

b. Mengingat waktu belajar di TK umumnya dilaksanakan selama dua sampai tiga jam maka layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dalam pelaksanaannya diintegrasikan dalam proses pembelajaran sehari-hari dengan durasi waktu antara 30-35 menit sehingga diharapkan pemberian layanan bimbingan tidak akan mengganggu materi belajar yang telah ditetapkan di TK.

c. Guru kelas sekaligus berfungsi sebagai guru pembimbing dikarenakan pada umumnya TK tidak memiliki tenaga psikolog atau konselor yang dapat dimintai bantuannya setiap saat.

d. Mengingat jumlah anak di TK umumnya berkisar antara 20-25 anak dengan sistem pembelajaran klasikal maka media yang digunakan seperti buku dimodifikasi menjadi Flip Chart sehingga dapat dibuat lebih besar dan dapat digunakan di kelas dengan jumlah anak yang banyak.

2. Uji Pakar

(30)

meningkatkan kompetensi sosial anak oleh berbagai pihak yang terdiri dari dosen tim pembimbing disertasi, penimbang yang terdiri dari tiga orang dosen yaitu Dr. Agus Taufik, M.Pd., Dr. Solehuddin, MA, M.Pd. dan Dr. Mamat Supriatna serta dua guru TK. Berdasarkan kajian pakar tersebut diperoleh saran perbaikan sebagai berikut.

a. Pada bagian pendahuluan sebaiknya diperjelas lagi tentang pentingnya meningkatkan kompetensi sosial pada anak sejak dini beserta dengan penjelasan yang komprehensif tentang Model Pembelajaran Piramid beserta keunggulannya.

b. Pada bagian dua sebaiknya diungkap tentang prosedur atau pedoman pelaksanaan layanan bimbingan yang meliputi konsep Model Pembelajaran Piramid yang mencakup definisi opreasional, sasaran dan tujuan layanan, langkah-langkah pelaksanaan layanan, kriteria guru, kriteria keberhasilan layanan, dan peralatan serta media yang digunakan.

c. Pada bagian tiga belum terlihat jelas jenjang Model Pembelajaran Piramid seperti yang dijelaskan pada bagian dua.

d. Perlu dirancang pelatihan sederhana bagi guru agar dapat mengimplentasikan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dengan baik mengingat guru bukan berlatar belakang pendidikan Bimbingan dan Konseling.

(31)

3. Uji Coba Terbatas

Uji coba layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dilakukan di TK Tunas Harapan Sukasari Bandung dengan terlebih dahulu menyelenggarakan pertemuan pada guru-guru yang terlibat dalam penelitian. Melalui pertemuan tersebut diharapkan para guru dapat memahami dan mengimplementasikan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid yang akan diterapkan di TK. Pelaksanaan uji coba di lapangan dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Pelaksanaan ujicoba terbatas ini secara umum dimaksudkan untuk melihat apakah layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dapat meningkatkan kompetensi sosial anak secara signifikan. Secara khusus uji coba terbatas ini, terutama diarahkan kepada tiga aspek penting dalam rangka perbaikan layanan bimbingan yaitu melihat kelemahan, kendala dalam mengimplementasikan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dan memperoleh masukan dari guru melalui kegiatan berdiskusi dan melakukan refleksi dengan guru segera setelah pemberian layanan bimbingan berlangsung. Peneliti dalam kegiatan tersebut berperan langsung sebagai observer dan pewawancara.

(32)

Pembelajaran Piramid khususnya dalam menggunakan strategi pengajaran sosial emosional, namun masih perlu latihan dan pembiasaan untuk memberikan respon positif dan menahan diri untuk tidak mengucapkan kata ancaman. Peneliti juga menemukan bahwa upaya mengajarkan aturan pada anak yang dapat dipahami dan diimplementasikan tidak dapat dilakukan hanya satu pertemuan, hal tersebut terbukti tiga aturan yang diajarkan yaitu aturan menyimpan sepatu, berbaris dan di dalam kelas yang dilakukan selama tiga hari, masing-masing satu hari satu aturan tidak dipatuhi anak. Media yang digunakan dalam mengajarkan aturan yaitu foto anak dari sekolah lain menyebabkan fokus perhatian anak tertuju pada gambar anak di foto tersebut sehingga anak-anak ribut menanyakan tentang siapa dan dimana anak yang ada di dalam foto dan melupakan pengajaran tentang aturan. Penemuan lainnya adalah tidak ditersedianya alat elektronik seperti LCD dan komputer di TK, sehingga penayangan video dengan tema cerita menolong teman yang rencananya akan ditayangkan melalui LCD tidak terlaksana.

Berdasarkan temuan yang dihasilkan dari pelaksanaan uji coba terbatas maka dilakukan perbaikan-perbaikan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid sebagai berikut.

(33)

memvisualkan aturan, hari kedua mengingat kembali dan mengurutkan aturan, hari ketiga mengingat, menghias dan menempel aturan di kelas. b. Media yang digunakan anak dalam menetapkan aturan yang semula

digunakan foto dari anak lain, diubah mejadi dengan menggunakan foto anak di sekolah tersebut.

c. Kegiatan menayangkan film tentang bagaimana berperilaku baik dengan menggunakan video atau infokus dihilangkan. Hal tersebut dilakukan karena umumnya TK tidak memiliki infokus ataupun video yang dapat digunakan untuk menayangkan film.

Hasil observasi dan wawancara peneliti dengan guru di lapangan dapat dilihat pada lampiran 3.6. Sedangkan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid untuk meningkatkan kompetensi sosial anak yang telah disempurnakan berdasarkan hasil studi pendahuluan, uji pakar dan uji coba terbatas dapat dilihat pada lampiran 3.7.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen untuk mengukur kompetensi sosial anak, pola asuh orang tua dan sosio ekonomi keluarga. Masing-masing instrumen tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Instrumen untuk mengukur kompetensi sosial anak

(34)

dikembangkan oleh Janus, at al. sejak tahun 1999 dan dinyatakan selesai (final) dan dapat digunakan pada tahun 2000. Berdasarkan kajian peneliti tentang EDI dari Janus et al. (2007) diperoleh data sebagai berikut.

a. EDI adalah instrumen yang digunakan guru untuk mengidentifikasi kesiapan belajar anak di sekolah yang dilihat dari lima aspek yaitu (a) kesehatan fisik, (b) kompetensi sosial, (c) kematangan emosional, (d) perkembangan bahasa dan kognitif, serta (e) komunikasi dan pengetahuan umum. EDI juga dilengkapi dengan dua skala tambahan untuk mengidentifikasi keterampilan dan permasalahan khusus yang dimiliki anak. Kelima aspek tersebut bersifat parsial, artinya kelima aspek memiliki pengukuran yang secara tersendiri sehingga setiap aspek dapat digunakan secara tersendiri pula.

b. EDI untuk mengukur kompetensi sosial anak memuat 58 item yang terbagi dalam 3 kategori jawaban. Item satu dan dua menuntut jawaban sangat baik/baik, sedang, buruk/sangat buruk dan tidak tahu. Item 3 sampai dengan 21 menuntut jawaban sering/betul sekali, kadang-kadang/kadang betul, tidak pernah/tidak betul, dan tidak tahu.

(35)

menghasilkan informasi yang baru sudah dihilangkan. EDI pertama kali diujicobakan di Kanada pada tahun 1999 pada 18 komunitas dengan subjek sampel sebanyak 45.000 (empat puluh lima ribu) anak. Tahun 2000-2001 diujicobakan kembali di Ontario Kanada dengan subjek sampel 90.000 (Sembilan puluh ribu) anak. Tahun 2001-2002 EDI diimplementasikan di British Columbia, Alberta, Saskatchewan, Ontario, New Brunswick dan Nova Scotia dengan jumlah subjek sampel totalnya 150.000 (seratus lima puluh ribu) anak. Tahun 2007 EDI telah diujicobakan pada 520.000 (lima ratus dua puluh anak TK. Meskipun demikian dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas ulang. Uji validitas dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi product moment (r) hitung (rxy) dengan menggunakan SPSS versi 18.0 diperoleh nilai df = n – 2 =

(36)

dan reliabilitas instrumen kompetensi sosial beserta hasil rekapitulasi validitas item dapat dilihat pada lampiran 3.8.

d. Pensekoran instrumen kompetensi sosial dilakukan dengan menggunakan skor rata-rata ideal dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a) Mencari skor maksimal ideal

Skor Maksimum Ideal = jumlah soal x skor maksimal Variabel Skor Maksimal Ideal Kompetensi Sosial = 55 x 3 = 165

Keterampilan Sosial = 33 x 3 = 99 Kematangan Emosional = 22 x 3 = 66

b) Mencari skor minimum ideal

Skor Minimum Ideal = jumlah soal x skor mimimal

Variabel Skor Minimal Ideal Kompetensi Sosial = 55 x 0 = 0

Keterampilan Sosial = 33 x 0 = 0 Kematangan Emosional = 22 x 0 = 0

c) Mencari rentang

Rentang = Skor Maksimum Ideal – Skor Minimum Ideal Variabel Skor Rentang Ideal Kompetensi Sosial = 165 - 0 = 165 Keterampilan Sosial = 33 - 0 = 33 Kematangan Emosional = 22 - 0 = 22

d) Interval = Rentang / 5

Variabel Interval

(37)

Berdasarkan langkah-langkah di atas maka diperoleh kategori kompetensi sosial dan aspeknya berdasarkan skor ideal sebagai berikut.

Tabel 3.5

Rentang Skor Kompetensi Sosial Anak

Variabel Kategori Interval

Kompetensi sosial

Berkembang Sangat Baik 133-165

Berkembang Baik 100-165

Sesuai dengan Batas Normal 67-99

Kurang Berkembang 34-66

Sangat Kurang Berkembang 0-33

Tabel 3.6

Rentang Skor Berdasarkan Aspeknya yaitu Keterampilan Sosial dan Kematangan Emosional

Variabel Kategori Interval

Keterampilan sosial

Berkembang Sangat Baik 80-99

Berkembang Baik 60-79

Sesuai dengan Batas Normal 41-59

Kurang Berkembang 21-40

Sangat Kurang Berkembang 0-20

Kematangan emosional

Berkembang Sangat Baik 54-66

Berkembang Baik 41-53

Sesuai dengan Batas Normal 27-40

Kurang Berkembang 14-26

Sangat Kurang Berkembang 0-13

[image:37.595.124.519.192.592.2]
(38)

dalam Bahasa Inggris oleh Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil terjemahan ulang dan instrumen asli dibandingkan dan hasilnya mirip, sehingga peneliti berkesimpulan bahwa terjemahan instrumen valid untuk digunakan dalam penelitian. Instrumen asli untuk mengukur kompetensi sosial anak, surat ijin, dan instrument yang telah diterjemahkan dalam bahasa Insonesia dapat dilihat pada lampiran 3.9., 3.10., 3.11. Sedangkan prosedur penyaduran instrumen secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2.

Proses Penyaduran Instrumen (Pedoman Karya Ilmiah BK UPI) Telaah Manual Instrumen

Penerjemahan Penerjemah 1

Penerjemahan Penerjemah 2

Integrasi Terjemahan 1 dan 2

Penerjemahan kembali

Instrumen tersadur

[image:38.595.134.509.242.624.2]
(39)

2. Instrumen untuk mengukur pola asuh

Instrumen untuk mengukur pola asuh dan sosio ekonomi dikembangkan sendiri oleh peneliti. Peneliti menentukan pola asuh orang tua dilihat dari dua dimensi gaya pengasuhan yaitu dimensi asuh responsif dan dimensi asuh penuh tuntutan. Dimensi asuh responsive (parental responsiveness) ditandai dengan orang tua memupuk perkembangan individualitas anak, memberikan kepercayaan pada anak untuk mengatur dirinya sendiri, senantiasa menunjukkan keterlibatan dalam kegiatan anak, turut merasakan keadaan diri anak, serta memenuhi kebutuhan dan tuntutan anak. Sedangkan dimensi penuh tuntutan (parental demandingness) yang ditandai dengan menuntut anak untuk terintegrasi kegiatannya sesuai dengan keinginan orang tua, menuntut kematangan anak terutama dalam hal tanggung jawab, selalu mengawasi dan terlibat dalam urusan anak, memberikan aturan untuk mendisiplinkan anak yang disertai konfrontasi jika anak tidak mematuhi aturan (Baumrind dalam Tarsidi 2007).

(40)

item pernyataan yang menuntut jawaban selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Kisi-kisi dan instrumen pola asuh dapat dilihat pada lampiran 3.12.

[image:40.595.125.516.225.596.2]

Pensekoran untuk instrumen pola asuh orang tua dilakukan dengan pengkategorisasian dengan menggunakan teknik persentil, dimana pola asuh orang tua dikategorikan menjadi 4 yaitu outhoritarian, authoritative, permisif indulgent, dan permisif indifferent. Perhitungan kategorisasi pola asuh orang tua dilakukan berdasarkan skor ideal antara dimensi kontrol (Demandingness) dan dimensi Kehangatan (Responsiveness) yang dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Skor Ideal Pola Asuh Dimensi Kontrol (Demandingness) dan Dimensi Kehangatan (Responsiveness)

Langkah Perhitungan Dimensi Kontrol

(Demandingness)

Dimensi Kehangatan (Responsiveness) Skor Maksimal

Ideal

Jumlah soal x skor maksimal

16 x 4 = 64 17 x 4 = 68

Skor Minimal Ideal

Jumlah soal x skor minimal

16 x 0 = 0 17 x 0 = 0

Rentang

Skor maks ideal – skor min ideal

64 – 0 = 64 68 – 0 = 68

Interval Rentang : 2 64 : 2 = 32 68 : 2 = 34

(41)
[image:41.595.133.516.142.570.2]

Tabel 3.8

Ketegorisasi Pola Asuh yang Diterima Anak dari Orang Tua Berdasarkan Dimensi Kontrol dan Kehangatan

Kategorisasi

Dimensi Kontrol

(Demandingness)

Kehangatan (Responsiveness) Authoritarian X ≥ 32 (tinggi) X < 34 (rendah) Authoritative X ≥ 32 (tinggi) X ≥ 34 (tinggi) Permissive Indulgent X < 32 (rendah) X ≥ 34 (tinggi) Permissive Indifferent X < 32 (rendah) X < 34 (rendah)

Sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi product moment (r) hitung (rxy) dengan menggunakan SPSS

versi 18.0 Pada instrumen pola asuh df = n – 2 = 48– 2 = 46 dengan nilai df = 46 dan pada nilai alpha sebesar 95% didapat nilai t(0,95;46) = 1,68. Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesis dengan kriteria sebagai berikut jika t hitung positif, dan t hitung ≥ t tabel, maka butir soal valid, sedangkan jika t hitung negatif, dan t hitung < t tabel, maka butir soal tidak valid. Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 35 item yang tidak valid dan sebanyak 32 item yang valid. Item-item yang tidak valid tidak diikutsertakan dalam pensekoran.

(42)

3. Instrumen untuk mengukur sosio ekonomi

Instrumen untuk mengukur tingkat sosio ekonomi anak berupa pilihan ganda tentang tingkat sosio ekonomi yang dilihat dari tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang mengkategorisasikan tingkat sosio ekonomi keluarga menjadi 5 kategori yaitu (1) Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin), (2) Keluarga Sejahtera I (miskin), (3) Keluarga Sejahtera II, (4) Keluarga Sejahtera III, (5) Keluarga Sejahtera III plus. Instrumen sosio ekonomi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.16.

Sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu instrument sosio ekonomi dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi product moment (r) hitung (rxy) dengan

menggunakan SPSS versi 18.0 Pada instrumen sosio ekonomi diperoleh nilai df = n – 2 = 48– 2 = 46 dengan nilai df = 46 dan pada nilai alpha sebesar 95% didapat nilai t(0,95;46) = 1,68. Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesis dengan kriteria sebagai berikut jika t hitung positif, dan t hitung ≥ t tabel, maka butir soal valid, sedangkan jika t hitung negatif, dan t hitung < t tabel, maka butir soal tidak valid. Berdasarkan kriteria tersebut semua item dalam instrumen sosio ekonomi yang berjumlah enam item valid.

(43)

validitas dan reliabilitas instrumen sosio ekonomi anak beserta rekapitulasi hasil validitas item selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.15.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik karena datanya berdistribusi normal dan variannya homogen. Menjawab pertanyaan utama dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan kompetensi sosial anak dari dua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan Uji t. Menjawab masalah kedua mengenai interaksi antar variabel bebas dengan variabel kontrol yaitu jenis kelamin, jenis sekolah, pola asuh yang diterima anak dari orang tua, sosio ekonomi anak akan digunakan analisis Anova dua jalur. Semua data akan dianalisis dengan menggunakan fasilitas SPSS versi 18.

H. Prosedur Penelitian

(44)

1. Melakukan analisis teoritik dan pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu untuk memperoleh pemahaman tentang dua hal pokok yaitu Model Pembelajaran Piramid dan kompetensi sosial;

2. Mengadaptasi MPP sebagai layanan bimbingan untuk meningkatkan kompetensi sosial anak berdasarkan kajian teori, studi pendahuluan, uji pakar dan uji coba terbatas.

3. Mengembangkan draf awal LBMPP serta instrumennya; 4. Melakukan validasi terhadap instrumen.

5. Melakukan pengarahan untuk guru-guru yang terlibat dalam kolaborasi penelitian;

6. melakukan uji coba terbatas;

7. Melakukan analisis dan diskusi memperbaiki kelemahan-kelemahan; 8. Melakukan pretes kemudian eksperimen dan postes.

(45)

Gambar 3.3.

Alur Pelaksanaan Penelitian Identifikasi masalah, potensi dan peluang

terkait dengan kompetensi sosial anak

Identifikasi karakteristik layanan bimbingan di TK

Telaah teori dan identifikasi layanan bimbingan untuk meningkatkan

kompetensi sosial anak

Draf awal instrumen Draf awal Program Layanan

Bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid

Konsultasi Judgment Konsultasi Judgment

Analisis Analisisi

Pengarahan pada guru TK

Uji coba terbatas

Program layanan bimbingan dengan menggunakan Model

Pembelajaran Piramid

Instrumen

Analisis layanan bimbingan dgn menggunakan Model Pembelajaran Piramid

dan Instrumen

Pretes, Pelaksanaan eksperimen, Postes

(46)
(47)
(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat kompetensi sosial anak TK di Kecamatan Sukasari Bandung umumnya berada pada kategori sangat berkembang baik dan berkembang baik. Begitu juga jika dilihat dari aspeknya yaitu aspek keterampilan sosial sebagian besar berada pada kategori sangat berkembang baik dan berkembang baik pada aspek kematangan emosional juga hampir semuanya memiliki kompetensi sosial yang tinggi yaitu berada pada kategori sangat berkembang baik dan berkembang baik.

Namun data hasil penelitian tersebut di atas perlu dimaknai secara hati-hati mengingat data kompetensi sosial anak diperoleh hanya dari satu sumber yaitu guru sehingga kemungkinan datanya bersifat isaptif yaitu hanya menggambarkan kondisi baik tidaknya kompetensi sosial diantara anak di dalam kelasnya sendiri. Selain itu kondisi sekolah yang pada umumnya kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan kompetensi sosial secara optimal juga menjadi salah satu alasan kenapa data hasil penelitian tersebut perlu dimaknai secara hati-hati.

(49)

pada kategori sangat berkembang baik jumlahnya tidak jauh berbeda antara anak yang berasal dari TK Inti dan TK Imbas.

Uji efektivitas layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid terhadap data hasil penilaian guru dan asisten peneliti menunjukkan hasil berbeda. Hasil penilaian asisten peneliti menunjukkan bahwa layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran piramid efektif meningkatkan kompetensi sosial anak dibanding layanan bimbingan konvensional, sedangkan hasil penilaian guru menunjukkan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dan layanan bimbingan konvensional sama efektifnya dalam meningkatkan kompetensi sosial anak. Namun jika dilihat dari aspeknya yaitu aspek keterampilan sosial dan kematangan emosional hasil penilaian keduanya (guru dan asisten peneliti) menunjukkan hasil yang sama yaitu layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid efektif meningkatkan kompetensi sosial pada aspek keterampilan sosial namun dalam meningkatkan kematangan emosional layanan bimbingan konvensional lebih efektif.

(50)

Piramid dengan pola asuh orang tua dan sosio ekonomi keluarga dalam mempengaruhi keterampilan sosial. Jika dilihat dari aspek kematangan emosional anak maka tidak terdapat interaksi antara layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid dengan jenis kelamin, pola asuh orang tua dan sosio ekonomi keluarga dalam mempengaruhi kematangan emsoional anak.

Penelitian ini juga menemukan bahwa pada kelompok kontrol yang diberi layanan layanan bimbingan konvensional terjadi penurunan kompetensi sosial khususnya pada aspek keterampilan sosial. Kesimpulan tersebut dibuktikan dengan diperolehnya nilai negatif untuk peningkatan keterampilan sosial anak baik hasil penilaian guru maupun asisten peneliti. Sumbangan terbesar terjadinya penurunan keterampilan sosial di kelompok kontrol adalah ada pada anak laki-laki, TK Imbas dan pola asuh permissive indulgent yang memiliki nilai negatif cukup besar.

(51)

langkah-langkah pelaksanaan, kriteria guru, kriteria keberhasilan dan media serta peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid; Bagian ketiga berisi langkah-langkah kegiatan mulai dari level 1,2, dan 3; Bagian empat berisi tentang instrumen dan media yang digunakan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka di bawah ini dikemukakan beberapa rekomendasi berdasarkan hasil penelitian tersebut, yaitu sebagai berikut.

1. Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya

a. Kegiatan mengukur kompetensi sosial anak disarankan menggunakan menggunakan instrumen lebih dari satu dan menggunakan informasi dari berbagai sumber serta menggunakan instrumen model lain seperti observasi agar data yang dihasilkan tidak bersifat isaptif.

b. Guru dalam melaksanakan layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid seyogyanya terlebih dahulu memperoleh pelatihan yang terstandarisasi

2. Rekomendasi untuk guru atau praktisi

(52)

emosi maka dalam implementasinya perlu ditambahkan materi-materi lain yang relevan dalam meningkatkan pengendalian emosional anak, misalnya metode time out atau yang lainnya.

b. Menurut perancangnya (Lisa Fox et al.) layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid didesain untuk digunakan guru baik secara individual maupun tim. Namun berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap proses implementasi layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid sebaiknya dilakukan secara tim agar guru dapat berdiskusi dan saling memberikan penilaian terhadap apa yang akan dilakukan guru. Selain itu pelibatan kepala sekolah dalam implementasi layanan bimbingan dengan menggunakan Model Pembelajaran Piramid sangat penting dalam rangka menyamakan visi dan tujuan antara yang dilakukan guru dan keinginan kepala sekolah.

3. Rekomendasi untuk pembuat kebijakan

(53)

173

DAFTAR PUSTAKA

Andrew, T. (2008). Respectful Classroom Environment Creative Positive Learning Environment that Promotes Respect [Online]. Tersedia:

http://classroom-management-tips.suite101.com/article.cfm/respectful_classroom_environment [11 Maret 2010]

Bohlin, D. at al. (2001). Behavioral Inhibition as a Precursor of Peer Social Competence in Early School Age: The Interplay with Attachment and Nonparental Care. Merrill-Palmer Quarterly [Online]. Tersedia: http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-133051200/behavioral-inhibition-precursor-peer.html [1 Januari 2010]

Boivin, M. (2005). The Origin of Peer Relationship Difficulties in Early Childhood and Their Impact on Children’s Psychosocial Adjustment and Development, Encyclopedia on Early Childhood Development, Centre of Excellence for Early Childhood Development. [Online]. Tersedia: www.child-encyclopedia.com/documents/BoivinANGxp.pdf [14 Maret 2010]

Campbell, D.E. (nd). Building Positive Relationships. Source: Pearson Allyn Bacon Prentice Hall [Online]. Tersedia:

http://www.education.com/reference/article/building-positive-relationships-students/ [9 Januari 2010.]

Center Social Emotional Foundations in Early Learning (CSEFEL). (nd). Teaching Pyramid Model, the University of Illinois at Urbana-Champaign, under the direction of US Department of Human Services, National Child Care and Head Start Bureaus [Online]. Tersedia: http://csefel.uiuc.edu/ [23 Mei 2010]

Cherri, O. (1987). The Development of Social Competence in Children. Source: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education Urbana IL [Online]. Tersedia: http://wrap.warwick.ac.uk/3406/ [4 Januari 2010]

Cherry, K. (nd). Parenting Style and Its Correlates: The Four Styles of Parenting [Online]. Tersedia:

http://psychology.about.com/od/developmentalpsychology/a/parenting-style.htm [5 Maret 2010]

(54)

174

Tersedia: http://www.drbenkim.com/good-relationship-with-children.html [16 Mei 2010]

Changkuan, S. (2007). Direct and Indirect Effects of Parenting Style with Child Temperament, Parent-Child Relationship, and Family Functioning on Child Social Competence in the Chinese Culture: Testing the Latent Models. University of North Texas (UNT) Electronic Theses and Dissertations [Online]. Tersedia:

http://digital.library.unt.edu/ark:/67531/metadc3592/ [7 Februari 2010] Corsini, D. (2002). Developing Positive Relationship wih Children. Associate

Professor School of Family Studies University of Connecticut, Storrs, CT. National Network for Child Care [Online]. Tersedia:

http://www.nncc.org/Prof.Dev/sac53_develop.pos.relat.html [26 Juli 2010] Departemen Penddidikan Nasional. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan formal. Depdiknas.

Denham, S. A. and Queenan, P. (2003). Preschool Emotional Competence: Pathway To Social Competence. Journal of Child Development. Vol. 74, No 1, 238-256 [Online]. Tersedia: http://www.jstor.org/pss/3696354 [11 Maret 2010]

Dimitra, H. (2010). Families' Social Backgrounds Matter: Socio-Economic Factors, Home Learning and Young Children's Language, Literacy and Social Outcomes [Online]. Tersedia: http://wrap.warwick.ac.uk/3406/ [3 Agustus 2010]

Evertson, C.M. (nd). Classroom Management - Creating a Learning Environment, Setting Expectations, Motivational Climate, Maintaining a Learning Environment, When Problems Occur [Online]. Tersedia:

http://education.stateuniversity.com/pages/1834/Classroom-Management.html [21 Mei 2010]

Fox, L. et al. (2003). The teaching pyramid: A model for supporting social competence and preventing challenging behavior in young children. Young Children 58 (4): 48-52 [Online]. Tersedia:

www.devereuxearlychildhood.org/pdfs/pilotstudyyear1 [12 Maret 2010] Foster, W. and Jhonson, S. (1998). Spending Smarter: A Funding Guide for Policy

(55)

175

Funk, J (2008). How Social and Emotional Competence Encourages and Supports Healthy Behaviors [Online]. Tersedia: Http//: article_view.aspx.htm [15 Maret 2010]

Griffin, et al. (2001). Social Competence and Substance Use Among Rural Youth: Mediating Role of Social Benefit Expectancies of Use. Journal of Youth

and Adolescence [Online]. Tersedia:

http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-77875851/social-competence-and-substance.html [27 Februari 2010]

Gurian, A. (nd) Parenting Styles/Children's Temperaments [Online]. Tersedia: http://www.aboutourkids.org/articles/parenting_styleschildren039s_temper aments_match [1 Maret 2010.]

Hammeter, L. (2001). Pilot study of the Devereau Early Childhood Assessment Program Year 1 (1999-2000). Research Bulletin No. 1, pp. 1-2 [Online]. Tersedia: www.devereuxearlychildhood.org/pdfs/pilotstudyyear1 [19 Maret 2010]

Harralson, T.L. and Lawler, K.A. (1992). The Relationship of Parenting Styles and Social Competency to Type A Behavior in Children. Oct;36(7):625-34. University of Tennessee, Knoxville 37996. Thesis [Online]. Tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1403997 [11 Maret 2010.]

Hasting, et al (nd). Children's Development of Social Competence Across Family Types [Online]. Tersedia:

http://en.wikisource.org/wiki/Children%27s_Development_of_Social_Co mpetence_Across_Family_Types/Introduction [3 Januari 2010]

Hay, D.F. (2005) Early Peer Relations and their Impact on Children’s Development Cardiff University, WALES [Online]. Tersedia:

www.childencyclopedia.com/pages/PDF/HayANGxp-Peers.pdf [24 Maret 2010]

Hymel, M. and Vaillancourt, R. (2008). Peer Effects. International Encyclopedia of the Social Sciences. Copyright [Online]. Tersedia:

http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3045301911.html [11 Maret 2010] Janus, M. et al. (2005). Early Development Instrument: Factor

structure,Sub-domains and Multiple Challenge. Index Eric Duku.

(56)

176

http://www.vanderbilt.edu/csefel/modules/module1/handout5.html [1 Februari 2010.]

Katerine, et al. (2007). Children’s Support Services: Providing a System of Care for Urban Preschoolers with Signifi Cant Behavioral Challenges. In Childhood Education: Infancy through Adolescence (Annual Theme 2006). Journal for the Association for Early Childhood Education International, 82(5), 289-292 [Online]. Tersedia: http://www.athealth.com/Consumer/disorders/ChildSocialSkills.html [12 Juli 2010]

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. (nd). [Online]. Tersedia: http://www.ham.go.id/ham/public_html/index.php?view=article&catid=95

%3Anews&id=1033%3A5-ribu-anak-indonesia-tersangkut-kasus-hukum&tmpl=component&print=1&page=&option=com_content&Itemid =152 [1 Maret 2010]

Knapczyk, R. and Rodes, M. (2008). Prekindergartners Left Behind: Expulsion Rates in State Prekindergarten Systems. Retrieved July 24, 2006 [Online], Tersedia: http://www.fcd us.org/PDFs/Nationa-lPreKExpulsionPaper03.02_new.pdf [12 Maret 2010]

Lockwood, R. L., Kitzmann, K. M.; and Cohen, R. (2001). The Impact of Sibling Warmt and Conflict on Children’s Social Competence with Peers.

Research online. Academic journals [Online]. Tersedia:

www.Questia.com/Journals http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-79147698/impact-sibling-warmth-and.html [1 Januari 2010.]

McLaughlin's, J. (nd). Creating a Positive Classroom Environment [Online]. Tersedia:

http://sitemaker.umich.edu/mclaughlin_portfolio/creating_a_positive_class room_environment [3 Maret 2010.]

McClellan, T. and Katz, C. (1993). What is the Best Way to Asses Young Childrens Social Competence [Online]. Tersedia: http://www.athealth.com/Consumer/disorders/ChildSocialSkills.html [11 Maret 2010]

Mendiknas (2011). Baru 15 Persen, Guru PAUD Berkualifikasi [Online]. Tersedia: http://kemdiknas.go.id/list_berita/2011/6/1/kualifikasi-guru-paud.aspx [11 Juni 2011]

(57)

177

National Education Goals Panel. (1997). Foundation for Child Development

[Online]. Tersedia:

www.fcd-us.org/PDFs/NationalPreKExpulsionPaper03.02_new.pdf>. [9 Juli Maret 2010]

Oden, S. (1987). The Development of Social Competence in Children. ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education Urbana IL. ERIC Identifier: ED281610 [Online]. Tersedia:

http://www.ericdigests.org/pre-925/social.htm [13 Juli 2010]

Papalia, D. E., Olds, S. W. and Feldman, R. D. (2002). A Chlid’s World, Infancy Through Adolescence. Ninth Edition. New York, USA: Mcgraw- Hill Companies, Inc [Online]. Tersedia: http://www.amazon.com/Childs-World-Infancy-Through-Adolescence/dp/0072841664 [23 Agustus 2010] Patricia, H. and Christiane M. (2004). Early Interventions to Improve Peer

Relations/Social Competence of Low-Income Children Lehigh University, USA & New York University, USA. Thesis [online]. Tersedia:

www.child-encyclopedia.com/Pages/PDF/Manz-McWayneANGxp.pdf [6 Maret 2010]

Pfeiffer, K. (2009). Friendship Skills for Three-Year-Olds Teaching Preschool Children about Taking Turns and Solving Conflicts [Online]. Tersedia: http://interchildrelationships.suite101.com/article.cfm/friendship_skills_fo r_threeyearolds [29 Maret 2010]

Read, E. (1993). Prekindergartens Left Behind: Expulsion Rates in State Prekindergarten Programs. FCD Policy Brief [Online]. Tersedia: www.challengingbehavior.org/rph_social_dev_school_rediness.pdf [2 Februari 2010]

Riskinanti, K. (2009). Hubungan Antara Tingkat Otoritas Orang Tua dengan Tingkat Kompetensi Sosial Pada Remaja Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.

Rydell, A. M., Hagekull, B. and Bohlin, G. (1997). Measurement of Two Social Competence Aspect In Middle Childhood. Journal of Development Psychology. Vol. 33, No 05, 824- 833. Amirican Psychological [Online]. Tersedia: Association. http://psycnet.apa.org/journals/dev/34/1/2/ [11 September 2010]

Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia SAMIN. (nd). Tingkat Kenakalan

Anak [Online]. Tersedia:

(58)

178

s-kenakalan-anak-meningkat-masih-banyak-pelanggaran-hak-anak&catid=16%3Aarchive&Itemid=32&lang=in [23 Maret 2010]

Saripah, I. (2010). Model Konseling Kognitif Perilaku untuk Menanggulangi Bulliying Anak. Disertasi. UPI. Tidak Diterbitkan.

Smith, B. J. (nd). Linking Social Development and Behavior to School Readiness. University of Colorado-Denver and Health Sciences Center [Online]. Tersedia:

www.challengingbehavior.org/rph_social_dev_school_rediness.pdf [9 Juli 2010]

Schmidt, J.J. (1999). Counseling in Schools; Essential Services and Comprehensive Program. Boston: Allyn and Bacon.

Sciarra, M. and Daniel. T. (2004). School Counseling; Foundation and Contemporary Issues. Canada: Thomson Brooks/Cole.

Supriatna, M. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi; Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: Rajawali Pers.

Torres, V.M. et al. (2003). Social Background, Gender and Self Reported Social Competence 11 dan 12 year old in Andalusian Children, Electronic Journal of research eduattional psychology 2003 [Online]. Tersedia:

http://www.investigacion-psicopedagogica.org/revista/articulos/2/english/Art_2_25.pdf [23 September 2010]

Wilde, J. et al. (2001). Theory of Mind in Preadolescence: Relations Between Social Understanding and Social Competence Development. Volume 8, Issue 2, pages 237–255, July 1999. Blackwell Publishers Ltd. [Online]. Tersedia:

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1467-9507.00093/abstract. Article first published online: 25 DEC 2001 DOI: 10.1111/1467-9507.00093 1999 [2 April 2010]

Wells, C. and Bierman, G. (2001). Encyclopedia of Childhood and Adolescence. The Pennsylvania State University [Online]. Tersedia:

http://findarticles.com/p/articles/mi_g2602/is.../ai_2602000487/ - [11 Maret 2010]

(59)

179

Walker, S. (2005). Gender Differences in the Relationship Between Young Children’s Peer-Related Social Competence and Individual Differences in Theory of Mind. The Journal of Genetic Psychology. School of Early Childhood. Queensland University of Technology, Brisbane, Australia [Online]. Tersedia:

(60)

180

La Fontana dan Cillesen (2002)

Caldarella & Merrell dalam Hasting et al., tt)

Ladd, (2000)

Santrok (1995)

Lois (2002)

Brooks and Dubois, (1995)

Leafgran, (1989)

Huffman, Mehlinger, & Kerivan, 2000

Springett and Pauw (1987)

Levitz and Noel, 1989

Brown, 2001

Earl, 2004

Azakaya

Ford dalam (Gunawan, 2011)

Diane and Lilian, (2008)

Myrick (1993: 25)

(61)

181

Gambar

Tabel 3.1  Skema Desain Faktorial 2x4 antara Layanan Bimbingan
Tabel 3.3   Skema Desain Faktorial 2x2 antara Layanan Bimbingan dengan
Gambar 3.1   Teknik Pengambilan Subyek Sampel
Tabel 3.4  Jumlah Subjek Sampel Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait