PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS DAN
KECEPATAN GERAK TORCH
TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN BAJA AISI 4140
PADA PROSES FLAME HARDENING
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Oleh :
EKO YULI PURNOMO NIM. I1404014
JURUSAN TEKNIK MESINFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS DAN KECEPATAN GERAK
TORCH TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN BAJA AISI 4140 PADA
PROSES FLAME HARDENING
Disusun oleh :
Eko Yuli Purnomo NIM. I1404014
Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari…….tanggal…. Desembar 2010.
1. Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT NIP. 196810041999031002
2. Wahyu Purwo Raharjo, ST. MT NIP. 197202292000121001
3.Prof. Dr. Kuncoro, ST. MT NIP. 197101031997021001
Mengetahui
Wahyu Purwo Raharjo, ST., MT. NIP. 19720229 200012 001 ………..
………..
Effect Shaft Rotation Speed and Torch Movement Speed of Surface Hardness AISI 4140 Steel on Flame Hardening Process
Eko Yuli Purnomo
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Indonesia email : ypsoul@yahoo.co.id
Abstract
The aim of this research is to investigated the effect of shaft rotation speed and torch movement speed on the steel surface hardness. Surface hardening is metode to increases steel surface hardness. The metal that have surface treatment increase hardness characteristic on the surface, but maintains ductility in the middle.
Flame hardening is a metode used for surface hardening. The material used in this research is shaft steel AISI 4140. Flame hardening process on shaft held by spindle to rotated on certain speed. The shaft surface heated by torch, followed by cooler moving horizontally. The variations of shaft rotation speed are 0.37 rpm, 0.75 rpm, 1.15 rpm. The variations of torch movement are 4 mm/minutes, 8 mm/minutes. Both of them are regulated by inverter. The type of flame is carburation flame.
As the result, the highest hardness occur on 0.37 rpm shaft rotation speed with 4 mm/minutes torch movement speed. The surface hardness of this specimen reaches 814.1 HV and 311 HV in the middle. Based on microstructure photograph, it show that martensite appears in the surface followed by pearlite and ferrite phase. It indicates that the specimen is hard on the surface and ductile in the middle.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
* Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan,
maka bersama kesulitan pasti ada kemudahan *
(Q.S. Al-Insyirah; 5-6)
* Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.*
(QS. Ali Imran:139)
* HANYA YANG BERANI MELAWAN RASA TAKUT YANG BISA
MERUBAH SEGALANYA *
(E.yuli purnama)
*Usung KEBERANIAN, tepis ketakutan, hilangkan keraguan.
Bermimpilah karena semua berawal dari sebuah impian *
(E.yuli purnama)
PERSEMBAHAN
Dengan nama-Nya yang telah menciptakan alam semesta dan seisinya. Segala puji bagi Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan ridho-Nya. Kepada mereka yang telah berjasa atas segalanya. Kupersembahkan sebuah karya tugas akhir dalam bentuk skripsi yang kurangkai selama ini, sehingga penulis lulus dari Universitas Sebelas Maret dengan gelar Sarjana Teknik. Tanpa mereka segalanya tidak berarti apa-apa. Mereka semua adalah :
1. Bapak Hasanudin MZ., Ibu Tukini, karena beliaulah penulis sampai disini. Beserta saudara dari bapak dan ibu semua.
2. Kakek dan Nenek di Lampung dan di Solo
3. Adik-adikku : Dwi Susilowati, Cepy Ridho, Ghifari Azhar, Shalli Alwasy (keceriaan kalian adalah pengobat gundah-ku).
4. Bapak Eko Surojo, S.T., M.T., dan Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T., Dosen-dosen hebat yang telah membimbing Tugas Akhir dari awal hingga selesai.
5. Nanik Sulistyowati, sahabat dan teman sejati dengan sabar dan setia menemaniku dikala susah maupun senang.
6. Makhriza Apriyanto, my big brother: Thank’s Brow (kita selesaikan apa yang kita mulai).
7. RWD team solidarity (Dwi masruri, Danang W, Eko purwanto, Mas Ngadiman), Himawan, Yogik, Doni, Joko S, Anziz, Mulyantara, Mas Maruto, M. Abadi, Willis Nalagni, Marlon, Anziz, dan semuanya.
8. Ajusta Brata, Mapala fakultas teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya serta menetapkan hati sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan skripsi ini. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar sarjana teknik di Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dibalik keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, maka sudah sepantasnya penulis menghaturkan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak Eko Surojo, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing skripsi I yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan skripsi.
2. Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan
5. Bapak Wahyu Purwo R, S.T., M.T., selaku Dosen Penguji Sidang Pendadaran yang telah memberikan saran-saran.
6. Bapak-bapak dosen yang telah berkenan menyampaikan ilmunya.
7. Keluarga tercinta yang telah memberikan sumbangan besar baik moral maupun material.
8. Teman-teman S1 yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Keluarga besar Ajusta Brata.
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penu lis b erh ar ap masu kan dan s ar an d ari pa ra p emb ac a s ehin g ga skripsi ini men jadi l eb ih b ai k. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis pribadi dan pembaca pada umumnya.
2.2.4 Pengerasan Permukaan………... 7
2.2.5 Flame Hardening... 8
2.2.6 Case Depth... 10
2.2.7 Nyala Oksi Asetilen... 10
2.2.8 Pengujian Kekerasan... 11
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian... 12
3.2 Bahan Penelitian... 12
3.3 Alat Penelitian... 13
3.4 Parameter Penelitian... 16
3.5 Pelaksanaan Penelitian... 17
3.5.1 Tahap Persiapan... 17
3.5.2 Tahap Pengambilan Data... 18
3.6 Teknis Analisis Data... 19
3.7 Cara Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian... 19
3.8 Diagram Alir Penelitian………. 19
BAB IV. DATA DAN ANALISA 4.1 Raw Material... 21
4.2 Pengaruh Kecepatan Putar Poros Terhadap Kekerasan Permukaan ... 17
4.3 Pengaruh Kecepatan Gerak Torch Terhadap Kekerasan Permukaan. ... 18
4.3.1 Pengaruh Kecepatan Putar terhadap Faktor Bentuk dan Ukuran Butir... 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan... 32
5.2 Saran... 32
DAFTAR PUSTAKA... 33
DAFTAR TABEL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.3. Hubungan kadar karbon dengan kekerasan (Calister, 1994)... 7
Gambar 2.4. Prinsip flame surface hardening... 8
Gambar 2.5. Hasil pengukuran kedalaman pengerasan berdasarkan ISO (Suratman, 1994)... 9
Gambar 2.6. Nyala api netral(Harsono, 2000)... 9
Gambar 2.7. Nyala api karburasi (Harsono, 2000)... 10
Gambar 2.8. Nyala api oksidasi (Harsono, 2000)... 11
Gambar 2.9. Skema uji keras vickers dan jejak pembebanannya... 11
Gambar 3.1. Poros baja AISI 4140... 12
Gambar 3.10. Alat pendukung pengujian automatic flame hardening... 16
Gambar 3.11. Panjang nyala karburasi... 17
Gambar 3.12. Dimensi spesimen (satuan dalam milimeter)... 17
Gambar 13. Laju pendinginan spesimen di dalam furnace... 18
Gambar 3.14. Diagram alir penelitian... 20
Gambar 4.1. Grafik hubungan kekerasan terhadap posisi pengujian pada raw material... 22
Gambar 4.3. Posisi titik uji keras spesimen... 23
Gambar 4.4. Grafik pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan pada spesimen... 24
Gambar 4.5. Struktur mikro spesimen v4-n37... 25
Gambar 4.6. Struktur mikro spesimen v4-n75... 25
Gambar 4.7. Struktur mikro spesimen v4-n115... 26
Gambar 4.8. Grafik pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan spesimen dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit dengan masing-masing kecepatan putar poros 0,37 rpm... 28
Gambar 4.9. Grafik pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan spesimen dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit dengan masing-masing kecepatan putar poros 0,75 rpm... 28
Gambar 4.10. Grafik pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan spesimen dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit dengan masing-masing kecepatan putar poros 1,15 rpm... 28
Gambar 4.11. Posisi titik uji pada spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37. 29
Gambar 4.12. Perbandingan kekerasan antara spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37... 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Pengaruh Kecepatan Putar Poros Dan Kecepatan Gerak Torch Pemanas Terhadap Kekerasan Permukaan Baja AISI 4140
Pada Proses Flame Hardening
Eko Yuli Purnomo
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kecepatan putar poros dan kecepatan gerak torch terhadap kekerasan permukaan baja. Pengerasan permukaan (surface hardening) merupakan salah metode untuk meningkatkan kekerasan permukaan logam. Logam yang mengalami pengerasan permukaan akan mempunyai sifat keras di permukaan, sedangkan pada bagian tengah/inti logam akan tetap ulet.
Metode yang dapat digunakan untuk pengerasan permukaan salah satunya adalah flame hardening. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja poros AISI 4140. Proses flame hardenig pemanasannya dilakukan dengan nyala oksiasetilin, dimana poros dicekam pada spindle kemudian diputar melalui motor dengan kecepatan putar tertentu. Permukaan poros yang berputar dipanaskan dengan torch pemanas yang diikuti torch pendingin yang bergerak horisontal. Variasi kecepatan putar poros adalah 0,37 rpm, 0,75 rpm, dan 1,15 rpm. Variasi kecepatan gerak torch adalah 4 mm/menit dan 8 mm/menit. Kecepatan putar poros dan kecepatan gerak torch digerakkan oleh motor yang diatur oleh inverter. Jenis nyala api yang digunakan adalah nyala karburasi.
Dari hasil pengujian yang menunjukkan nilai kekerasan tertinggi adalah variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan kecepatan gerak torch 4 mm/menit. Kekerasan permukaan pada spesimen ini mencapai 814,1 HV sedangkan pada bagian tengah spesimen kekerasanya adalah 311 HV. Hasil foto struktur mikro menunjukkan bahwa fasa martensit tampak pada permukaan spesimen dan pada bagian seterusnya diikuti fasa perlit dan ferit. Hal ini menunjukkan bahwa spesimen bersifat keras pada permukaannya, sedangkan pada bagian tengah tetap ulet atau lunak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Industri logam di Indonesia sangat berperan penting sebagai industri dasar
untuk kemajuan bidang industri lainnya. Dimana studi tentang pengolahan
maupun perlakuan logam menjadi sangat penting untuk menghasilkan produk
dengan kualitas logam sesuai dengan yang diinginkan. Pada beberapa elemen
mesin misalnya rear axle dan roda gigi memerlukan sifat keras atau kuat di
permukaan dan lunak atau ulet di bagian tengah. Permukaan baja perlu dikeraskan
karena pada dasarnya kekerasan terkait dengan sifat kekuatan atau ketahanan aus.
Semakin keras suatu permukaan baja maka sifat kekuatan atau ketahanan aus juga
akan lebih baik.
Metode yang dapat digunakan untuk pengerasan permukaan salah satunya
adalah metode flame hardening. Metode flame hardening merupakan metode
pengerasan permukaan yang dilakukan dengan cara memanaskan permukaan
komponen baja secara cepat hingga di atas temperatur titik kritis (critical point)
sehingga membentuk fasa austenit kemudian diquenching secara cepat
(menggunakan air atau udara bertekanan) untuk mengubah struktur austenit
menjadi martensit yang yang memiliki sifat keras (Amstead dkk, 1995).
Proses flame hardening pada poros, pemanasannya dilakukan dengan nyala
oksiasetilin, yang mana poros dicekam pada spindle kemudian diputar melalui
motor dengan kecepatan putar tertentu. Permukaan poros yang berputar
dipanaskan dengan torch pemanas yang diikuti torch pendingin yang bergerak
horisontal dengan variasi kecepatan yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan
nilai kekerasan yang tinggi, diperlukan lama flame heating yang terbaik pada
daerah/area yang dikenai proses flame hardening. Hasil kekerasan, yakni
kekerasan permukaan dan kedalaman pengerasan dari proses flame hardening ini
sangat dipengaruhi oleh parameter kecepatan gerak torch dan parameter kecepatan
commit to user
Harga kekerasan tertinggi dicari melalui proses pemanasan pada permukaan
material dengan torch pemanas, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan
pendinginan secara tiba-tiba dengan nozzle pendingin. Proses pengerasan
dilakukan secara otomatis dengan alat flame hardening dengan melakukan variasi
terhadap kecepatan putar poros dan kecepatan gerak torch, sehingga akan
didapatkan harga kekerasan tertinggi.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:
1. Komposisi kimia pada spesimen homogen.
2. Temperatur air pendingin konstan.
3. Kecepatan gerak torch konstan.
4. Kecepatan putar poros konstan.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mencari harga kekerasan dari baja karbon yang
dikenai perlakuan panas flame hardening dengan variasi kecepatan gerak torch
dan kecepatan putar poros.
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Mampu menambah pengetahuan yang dapat berguna dalam bidang perlakuan
panas dalam aplikasinya sebagai flame hardening.
2. Mampu diterapkan pada industri perlakuan panas pada logam di tingkat
menengah ke bawah sebagai upaya peningkatan kualitas produk.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
2. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat
penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
3. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat
dan pelaksanaan penelitian, langkah percobaan dan pengambilan data.
4. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data
hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.
5. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat petanyaan
singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta merupakan
jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran hipotesii. Saran
memuat pertimbangan penulis yang ditunjukkan kepada para peneliti yang
commit to user LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Sari dkk (2004) melakukan penelitian tentang pengerasan permukaan pada
baja AISI 1050. Pada hasil penelitian dapat diamati bahwa jumlah keausan pada
logam induk berkurang dengan quenching oli, tetapi ketahanan aus tidak
meningkat jika menggunakan proses induction hardening dan termochemical
yang lain. Meskipun demikian, jumlah keausan pada logam induk berkurang
secara signifikan dengan metode thermal spraying. Bahkan dengan penambahan
remelting threatment setelah penyemprotan akan mengurangi keausan sampai
jumlah yang kecil. Jadi penerapan remelting treatment setelah penyemprotan
berperan lebih penting dalam mengurangi keausan
Lee dkk (2003) melakukan studi eksperimen tentang pengaturan kekerasan
permukaan dan kedalaman pengerasan dari baja 12Cr dengan menggunakan
proses flame hardening. Pada percobaan ini, perubahan temperatur dari baja 12Cr
dikontrol secara presisi untuk mengetahui temperatur permukaan dan pengaruh
kecepatan pendinginan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, proses flame
hardening meningkatkan kekerasan baja 12Cr (dari kekerasan dasar, 250 HV)
sampai 420–550 HV. Semakin tinggi laju pendinginan, maka pengerasan pada
material semakin dalam.
Nurkhozin (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh proses flame
hardening pada baja tempa. Dari pengujian kekerasan didapatkan nilai kekerasan
tertinggi (yaitu 865.8 HVN ) pada spesimen dengan kombinasi perlakuan tempa,
anneal dan flame hardening. Pada pengamatan struktur mikro, spesimen dengan
kombinasi perlakuan tempa, anneal dan flame hardening terbentuk struktur
martensit dan ferrit.
Nelu dkk (2008) melakukan penelitian tentang pengerasan permukaan pada
baja karbon rendah (A3k) yang menggunakan YAG:Nd pulse laser. Pada
penelitian yang dilakukan, energi laser, frekuensi dan penyetelan fokus sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pengaruh pengerasan permukaan dengan sinar laser terhadap struktur makro dan
struktur mikro baja karbon rendah. Hasil dari penelitian ini adalah kekerasan
meningkat (98-169 HV).
Danang (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan torch dan
jenis nyala api terhadap kekerasan permukaan baja karbon pada proses automatic
flame surface hardening. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan 28
mm/menit dengan nyala karburasi, menghasilkan kekerasan pada permukaan
spesimen yang optimal yaitu 879,10 HV pada permukaan dan 232,80 HV pada
bagian bawah spesimen.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Perlakuan Panas pada Baja
Untuk memperoleh sifat mekanik dan struktur mikro yang diinginkan, dapat
dilakukan dengan perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan panas didefinisikan
sebagai proses yang terdiri pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan
padat untuk memperoleh sifat yang diinginkan (Clark dan Varney, 1962).
Perlakuan panas dapat mengubah baja dengan cara mengubah ukuran dan
bentuk butirnya serta mengubah struktur mikronya. Diagram fasa besi-karbon
seperti pada gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara temperatur dan fasa yang
terbentuk dan batas antara daerah fasa dapat terlihat dengan jelas.
commit to user
Proses perlakuan panas dengan cara full annealing sering digunakan pada
baja karbon rendah hingga baja karbon tinggi yang akan dikenai proses
permesinan setelah mengalami proses deformasi plastis. Logam yang akan dianil
di austenisasi dengan cara memanaskan logam sebesar 15-400C (30-70 0F) di atas
garis A3 (temperatur eutectoid) (gambar 2) sampai keseimbangan tercapai. Logam
kemudian didinginkan dengan cara perlahan-lahan dengan cara mematikan
furnace sehingga temperatur logam turun dengan rata-rata penurunan yang sama,
yang mana hal ini membutuhkan waktu yang lama. Struktur mikro hasil dari
proses full anneal dari baja karbon adalah perlit kasar yang mempunyai sifat
relatif ulet (Callister, 1994).
Tujuan utama dari proses anil adalah pelunakan, sehingga baja yang keras
dapat dikerjakan melalui permesinan atau pengerjaan dingin. Bila logam yang
dikeraskan dipanaskan di atas daerah kritis, fasanya kembali menjadi austenit dan
pendinginan perlahan-lahan memungkinkan terjadinya transformasi dari austenit
menjadi fasa yang lebih lunak (Amstead dkk, 1995).
Gambar 2.2. Diagram fasa karbida besi (Calister, 1994)
2.2.3 Proses Quench (Quenching)
Dalam proses pengerasan, baja didinginkan dengan cepat dari temperatur
austenit sehingga mencapai temperatur kamar dalam media quench air atau oli.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya transformasi fasa austenit menjadi
fasa pearlit dan mendapatkan struktur mikro yang diinginkan, yaitu fasa martensit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dibandingkan dengan fasa-fasa yang lain. Harga kekerasan fasa martensit berkisar
antara 450–750 VHN (folknard, 1984).
Gambar 2.3. Hubungan kadar karbon dengan kekerasan (Calister, 1994)
2.2.4 Pengerasan Permukaan
Pengerasan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Amstead
dkk, 1995) :
a. Pengerasan permukaan material yang terbuat dari baja yang mengandung
karbon di bawah 0,3 %, yang tidak dapat dikeraskan secara langsung. Agar dapat
dikeraskan, maka komposisi kimia di permukaan perlu dinaikkan kadar
karbonnya. Proses ini dapat dilakukan dengan cara merendam material di dalam
campuran antara serbuk arang (60 %) dan BaCO3/NaCO3 (40%). Kemudian
dipanaskan pada suhu 825-925 0C selama beberapa waktu. Semakin lama waktu
perendaman, maka semakin dalam karbon yang masuk ke dalam permukaan
material.
b. Pengerasan permukaan benda kerja yang terbuat dari baja yang
mengandung karbon di atas 0.3 %, yang dapat dikeraskan secara langsung. Disini,
benda kerja dipanaskan secara tepat hingga mencapai suhu pengerasan sehingga
suhu ini hanya mencapai kedalaman yang dangkal saja, bagian yang dipanaskan
kemudian diquench. Lapisan atas yang telah dikeraskan hanya menjangkau ke
commit to user induksi.
2.2.5 Flame Hardening (Pengerasan Nyala)
Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi, yaitu
pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan. Tebal lapisan yang
mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama proses
pengerasan tidak ada penambahan unsur-unsur lainya. Pemanasan dilakukan
dengan nyala oksiasetilin yang dibiarkan memanasi permukaan logam sampai
mencapai suhu kritis. Saat suhu tercapai permukaan langsung disemprot dengan
air. Dalam hal ini bagian dalam tak berpengaruh, tebal lapisan yang keras
tergantung pada waktu pemanasan dan suhu nyala (Amstead dkk, 1995).
Semakin lama flame bekerja maka tebal pengerasan akan semakin besar.
Lamanya flame bekerja dapat diatur menurut kebutuhan melalui kecepatan laju
atau jangka waktu di antara pemanasan dan pendinginan. Tingkat kekerasan yang
dihasilkan akan meningkat dengan kecepatan pendinginan media quench. Skema
dari proses flame hardening dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Prinsip Flame Surface Hardening
Pengerasan permukaan Flame hardening memiliki beberapa keuntungan
dan kerugian. Keuntungan dari metode ini antara lain :
a. Waktu pengerasan yang singkat
b. Kedalaman pengerasan dapat diatur
c. Penyusutan benda kerja kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Kerugian dari metode ini adalah kurang cocoknya metoda ini untuk
diterapkan pada benda kerja dengan ukuran besar.
2.2.6 Case Depth
Pengukuran kekerasan dilakukan dari sisi luar ke bagian dalam dari benda
kerja. Menurut standar ISO no. 2693 – 1973 : tebal lapisan didefinisikan sebagai
jarak dari permukaan benda kerja ke suatu bidang yang memiliki kekerasan
dilakukan sebesar 550 HV. Jadi menurut ISO, pengukuran kekerasan dilakukan
dengan metode vikers (Suratman, 1994).
Gambar 2.5. Hasil pengukuran kedalaman pengerasan berdasarkan ISO (Suratman, 1994)
2.2.7 Nyala Api Oksi-asetilen
Gas yang biasa digunakan untuk keperluan flame hardening adalah gas
oksi-asetilen. Gas oksi-asetilen ini dapat diperoleh melalui perangkat las Gas
Oksi-asetilen. Pengeluaran gas dapat diatur dengan mengatur kran dan torch/brander
sehingga dapat menimbulkan 3 macam nyala api yang berbeda (Harsono, 2000) :
1. Nyala api netral
commit to user
asetilen dengan persamaan reaksi pertamanya sebagai berikut :
C2H2 + O2 ®2CO + H2 + kalor
Reaksi ini membentuk kerucut inti (dalam) yang berwarna hijau kebiruan
dan terang nyalanya. Selanjutnya karbon monoksida bersama hidrogen yang
terbentuk bereaksi dengan oksigen yang berasal dari udara dengan suatu
persamaan kimia :
2CO +O2 ®2CO2
2H2 + CO ®2H2O
Pembakaran ini membentuk kerucut luar yang berwarna biru bening. Nyala
ini banyak digunakan, karena tidak berpengaruh terhadap logam yang dilas.
2. Nyala api karburasi (Carburizing Flame)
Nyala ini terjadi bila volume oksigen lebih sedikit dari volume asetilen,
kemudian akan membentuk 3 daerah nyala api :
Gambar 2.7. Nyala api karburasi (Harsono, 2000)
a. Nyala api inti , yang akan menyebabkan terbentuknya karbon monoksida,
karbon, dan hidrogen menurut persamaan :
2C2H2 + O2 ®2CO + 2C + H2
b. Nyala api tengah, yaitu teroksidasinya C dengan O2 menurut persamaan :
2C + 2O2 ®2CO2
c. Nyala api luar, yaitu hasil pembakaran CO2 dan H2 menurut persamaan :
2CO + O2 ® 2CO2
2H2 + O2 ®2H2O
Nyala api karburasi cenderung menimbulkan terak pada permukaan benda
kerja dan dalam prakteknya nyala api ini banyak digunakan untuk mengelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
3. Nyala api oksidasi (Oxidizing Flame)
Nyala yang terjadi bila volume oksigen lebih banyak dari volume asetilen. Karena
sifat oksidasinya kuat, maka nyala ini banyak digunakan untuk memotong logam.
Gambar 2.8. Nyala api oksidasi (Harsono, 2000)
2.2.8 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan yang digunakan pada penelitian ini adalah pengujian
kekerasan mikro Vickers. Pengujian ini menggunakan alat uji keras mikro
vickers, dimana penumbuk yang digunakan berupa piramida intan yang dasarnya
berbentuk bujur sangkar. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai
beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari
pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. Beban yang biasa digunakan
pada pengujian kekerasan Vickers berkisar 1 sampai 2000 gram.(Dieter, 1998).
Gambar 2.9. Skema uji keras vickers dan jejak pembebanannya
Besarnya kekerasan Vickers dapat ditentukan dari persamaan (JIS, 1981) :
VHN = 1,8542
L P
Dimana : P = beban yang diterapkan (Kg)
L = rata-rata diagonal bekas penekanan
commit to user METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material dan Metalographi serta di
Laboratorium Proses Produksi Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret.
3.2 Bahan Penelitian
a. Poros Baja SCM 440 (AISI 4140)
Gambar 3.1. Poros Baja AISI 4140
b. Gas Asetilen dan gas oksigen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3.3 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ditunjukkan
pada skema alat flame hardening di bawah ini.
Gambar 3.3. Skema alat dan proses flame hardening
Spesifikasi alat yang digunakan antara lain adalah :
a. Motor Listrik.
Motor Listrik digunakan untuk memutar power screw, sehingga akan
menggerakkan torch pemanas.
Motor Listrik yang digunakan adalah motor induksi 3-phase dengan
spesifikasi:
· Merk : TECO
· Type : AEEF
· Output : ½ HP 0,37 kW
· Hz :50 – 60
· Volt :220 / 380
· AMP S :2,0 / 1,2
· RPM :1370 – 1680
· Design :JIS–C4210
· Weight :11 Kg
· Bearing : 6202ZZ
commit to user Gambar 3.4. Motor Listrik
b. Inverter
Inverter digunakan untuk memengatur putaran dari motor listrik, yaitu
dengan menaikkan atau menurunkan frekuensi listrik.
Inverter yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut :
· Merk :SVO151CS – 1
· Input : 220 – 230 V
16 A
1 Phase
50/60 Hz
· Output :0 – input V
8 A
3 Phase
0 – 400 Hz
Gambar 3.5. Inverter
c. Torch Pemanas
Torch pemanas digunakan untuk memanaskan spesimen dengan
menggunakan gas asetilen dan oksigen. Melalui alat ini juga besarnya debit gas
asetilen dan oksigen dapat diatur untuk menentukan jenis nyala api. Diameter dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Gambar 3.6. Torch Pemanas
d. Nozzle Pendingin
Nozzle pendingin digunakan untuk menyemprotkan air untuk meng-quench
spesimen setelah dipanaskan. Pada alat ini dilengkapi dengan kran yang berfungsi
untuk mengatur debit air pendingin. Diameter dari nozzle pendingin adalah 5 mm.
Gambar 3.7.Nozzle Pendingin
e. Pompa Aquarium
Alat ini digunakan untuk mensirkulasi air pada nozzle pendingin. Pompa
akuarium yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut :
· Merk :Atman
· FL maks :1300 L/h
· H maks :1,2 meter
· Daya :25 W 50 Hz
· Voltase :AC 220/240V
Gambar 3.8. Pompa Aquarium
f. Mesin uji keras Vickers
Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya kekerasan spesimen sebelum dan
commit to user
Gambar 3.9. Alat Uji Keras Vickers
Peralatan pendukung pengujian flame hardening :
a. Flow meter, untuk mengukur konsumsi gas oksigen dan asetilen.
b. Belt, untuk mentransmisi gerak motor listrik untuk memutar power screw.
c. Bak , menampung air pendingin sebelum dan sesudah digunakan.
d. Gerinda potong, untuk memotong plat baja dan spesimen.
e. Pematik api, untuk menyalakan api pada torch pemanas.
Gambar 3.10. Alat pendukung pengujian automatic flame hardening
3.4 Parameter
Parameter proses flame surface hardening yang dibuat tetap adalah:
a. Tekanan kerja gas oksigen sebesar 5 kg/cm2
b. Tekanan kerja gas asetilen sebesar 2,5 kg/cm2
c. Jarak torch pemanas dengan spesimen sebesar 5 mm
d. Jenis nyala api pada torch pemanas adalah karburasi
e. Debit air pendingin adalah 1000 cc/menit
(a) (b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Sedangkan parameter yang diubah-ubah adalah :
a. Kecepatan putar poros.
b. Kecepatan gerak torch pemanas.
Gambar 3.11. Panjang nyala karburasi
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Tahap Persiapan.
1. Pembuatan spesimen dari baja poros dengan dimensi :
Ø
3
0
100
Gambar 3.12. Dimensi Spesimen (satuan dalam milimeter).
2. Melakukan proses annealing dengan urutan sebagai berikut :
a. Memasukkan spesimen kedalam furnace pemanas.
b. Memanaskan spesimen sampai temperatur 8500 C.
c. Setelah temperatur mencapai 8500 C, maka spesimen ditahan
selama 30 menit dengan temperatur konstan.
d. Setelah 30 menit, mematikan furnace dan
menunggu/mendinginkan spesimen di dalam furnace sampai
temperaturnya rendah (±3000 C)
e. Mengeluarkan spesimen dari dalam tungku.
3. Mengukur specimen dengan alat uji keras vickers.
4. Persiapan dan pemasangan seluruh alat ukur yang digunakan dalam
pengujian, seperti: inverter, dan alat pendukung lainnya.
commit to user
Gambar 13. Laju pendinginan spesimen di dalam furnace
3.5.2 Tahap Pengambilan Data.
Tahap pengujian/pengambilan data terdiri dari :
1. Memasang spesimen pada spindel.
2. Membuka katup tabung gas asetilen dengan tekanan kerja 2,5 kg/cm2 .
3. Membuka katup tabung oksigen dengan tekanan kerja sebesar 5 kg/cm2.
4. Menyalakan torch pemanas dengan nyala api karburasi.
5. Menghidupkan inverter untuk menggerakkan motor, mengatur kecepatan
putar poros 0,37rpm dan kecepatan gerak torch 4mm/menit.
6. Frekuensi pada inverter di-nolkan hingga motor listrik berhenti berputar.
7. Torch pemanas dan nozzle pendingin dimatikan kemudian dikembalikan
posisinya seperti semula.
8. Mengulangi langkah (1) – (8) dengan variasi sebagai berikut :
Tabel 3.1 Parameter yang digunakan
No Kecepatan
9. Melakukan uji keras mikro vickers pada spesimen setelah dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3.6 Teknik Analisis Data
Dari data yang telah diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis data
yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap besarnya kekerasan spesimen
dan struktur mikro spesimen setelah mengalami preoses flame hardening.
3.7 Cara Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian
Dari data-data yang diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis
terhadap nilai kekerasan yang dihasilkan sebelum dan sesudah peroses
berlangsung. Nilai kekerasan dan struktur mikro material hasil pengujian ini
diambil yang terbaik, sehingga akan didapatkan variasi percobaan flame
hardening yang menghasilkan nilai kekerasan optimal untuk spesimen.
3.8 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Pengadaan bahan baja poros AISI 4140
Pemotongan spesimen dengan dimensi : P =100 mm
D = 30 mm
Pengujian komposisi kimia
commit to user
Gambar 3.14. Diagram alir penelitian A
Proses Annealing
Pengujian kekerasan vikers dan pengujian struktur mikro
Proses flame hardening
Variasi kecepatan putar poros:0,37 rpm, 0,75 rpm, 1,15 rpm. Variasi kecepatan torch:4 mm/menit, 8 mm/ menit.
Pengujian kekerasan vikers dan pengujian struktur mikro
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ditunjukkan pada Tabel 4.1. Berdasarkan dari hasil uji komposisi yang telah
dilakukan, spesimen uji termasuk jenis baja karbon medium dengan kandungan
karbon 0,401 %. Jenis baja karbon ini dapat dikeraskan secara langsung sehingga
proses perlakuan flame hardening dapat diaplikasikan pada bahan ini.
Tabel 4.1 Komposisi Unsur Spesimen
Unsur Kandungan (%) Unsur Kandungan (%)
commit to user
untuk mengembalikan sifat material seperti semula, sehingga pengaruh deformasi
plastis menjadi hilang dan kekerasan material menjadi turun.
Gambar 4.1. Grafik hubungan kekerasan terhadap posisi pengujian pada raw material
Struktur mikro raw material sebelum dan sesudah anil dapat ditunjukkan
pada gambar 4.2. Raw material mempunyai fasa perlit yang halus yang
ditunjukkan Gambar 4.2. Setelah mengalami proses full anneal struktur mikronya
berubah menjadi perlit. Struktur perlit yang terbentuk berukuran lebih besar atau
biasa disebut perlit kasar (coarse perlite), hal ini terjadi karena full anneal proses
pendinginannya sangat lambat.
(a) Raw material (b) setelah anil
Gambar 4.2. Struktur mikro raw material sebelum dan sesudah anil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Besar butir austenit akan menentukan besar butir setelah pendinginan. Proses
pendinginan yang sangat lambat akan menyebabkan terjadinya transformasi fasa
austenit menjadi fasa perlit. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya besar
butir yang kasar. Perlit dapat ditunjukkan berupa bagian yang gelap, sedangkan
bagian yang terang adalah ferrit.
4.2 Pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan permukaan.
Nilai kekerasan spesimen diambil dari 8 titik yang berbeda. Masing-masing
titik diambil dari permukaan poros menuju ke bagian tengah poros. Jarak dari
masing-masing titik telah ditentukan seperti Gambar 4.3.Untuk mempermudah
arah analisa, maka variasi dari spesimen dikodekan dengan nama di bawah ini:
Tabel 4.2. Kode variasi
Kode Definisi
Raw Material awal ( baja AISI 4140 )
Anil Material setelah perlakuan anil
V4-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit
V4-n75 kecepatan putar poros 0,75 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit
V4-n115 kecepatan putar poros 1,15 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit
V8-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mm/menit
V8-n75 kecepatan putar poros 0,75 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mm/menit
V8-n115 kecepatan putar poros 1,15 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mm/menit
Gambar 4.3. Posisi titik uji keras spesimen
commit to user
dilakukan proses flame hardening ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada spesimen
v4-n37 mempunyai kekerasan tertinggi di permukaan mencapai 814 HV,
spesimen n75 mempunyai kekerasan permukaan 730 HV dan spesimen
v4-n115 mempunyai kekerasan permukaan sebesar 584 HV. Gambar 4.4
menunjukkan bahwa spesimen v8-n37 mempunyai kekerasan di permukaan 468
HV, spesimen v8-n7 mempunyai kekerasan 331 HV dan spesimen v8-n115
mempunyai kekerasan 286 HV. Gambar 4.4 menunjukkan sebuah hubungan,
dimana pada kecepatan gerak torch yang sama semakin cepat putaran poros maka
kedalaman kekerasan semakin dangkal dan juga berpengaruh terhadap nilai
kekerasan yang semakin rendah.
Nilai kekerasan permukaan yang paling dalam terjadi pada spesimen
v4-n37 yang ditunjukkan Gambar4.4. Hal ini disebabkan konsentrasi panas pada
variasi ini lebih tinggi sehingga fasa austenit yang terjadi sampai dalam.
Gambar 4.4. Grafik pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan pada spesimen
Sehingga ketika spesimen didinginkan secara cepat maka akan terbentuk fasa
martensit. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115
mencapai 0.35 mm. Pada spesimen v4-n75 kedalaman pengerasan mencapai 1.75
0
Jarak Pengujian ( mm dari permukaan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
mm dan pada spesimen v4-n37 kedalaman pengerasan mencapai 2.4 mm. Pada
spesimen v8-n37, spesimen v8-n75 dan spesimen v8-n115 nilai kekerasannya
tidak mencapai 550 HV.
Struktur mikro pada spesimen hasil pengerasan ini dapat ditunjukkan pada
Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. Gambar 4.5.a menunjukkan bahwa
tampak fasa martensit yang cukup merata. Daerah transisi yang tersusun fasa
martensit, perlit dan ferit ditunjukkan Gambar 4.5.b. Daerah transisi ini adalah
batas antara daerah yang terkena pengaruh oleh flame hardening dengan daerah
yang tidak terkena pengaruh oleh flame hardening. Daerah yang tidak terpengaruh
flame hardening ditunjukkan Gambar 4.5.c. Hal ini ditunjukkan dengan besar
butir yang kasar, dimana tersusun fasa perlit dan fasa ferit.
( a ) Tepi ( b ) Transisi ( c ) Tengah
Gambar 4.5. Struktur mikro spesimen v4-n37.
( a ) Tepi ( b ) Transisi ( c ) Tengah
Gambar 4.6. Struktur mikro spesimen v4-n75
200 µm 200 µm 200 µm
200 µm 200 µm 200 µm
perlit ferrit
martensit
martensit
commit to user
yang ditunjukkan Gambar 4.6.a dibanding Gambar 4.5. Pada gambar 4.6.b
menunjukkan daerah transisi masih nampak sedikit fasa martensit, kemudian
didominasi fasa perlit yang cukup besar dan sebagian kecilnya adalah fasa ferit.
Gambar 4.6.c menunjukkan daerah yang tidak terpengaruh flame hardening. Ini
ditunjukkan dengan besar butir kasar, dimana tersusun fasa perlit dan fasa ferit.
( a ) Tepi ( b ) Transisi ( c ) Tengah Gambar 4.7. Struktur mikro spesimen v4-n115
Daerah tepi tidak ada lagi fasa martensit yang terbentuk pada daerah ini
sehingga kekerasan material pada variasi ini mulai turun yang ditunjukkan pada
Gambar 4.7.a. Fasa yang terbentuk disini adalah fasa perlit yang halus. Kemudian
daerah transisi, fasa yang terbentuk adalah perlit dan ferit yang ditunjukkan pada
Gambar 4.7.b. Dalam hal ini kekerasan lebih rendah dibandingkan dengan
spesimen yang lain. Daerah yang tidak terpengaruh flame hardening ditunjukkan
Gambar 4.7.c. Hal ini ditunjukkan dengan besar butir yang kasar tersusun oleh
fasa perlit dan fasa ferit.
4.3 Pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan permukaan.
Dari uji keras mikro vikers, nilai rata-rata kekerasan spesimen setelah
dilakukan proses flame hardening ditunjukkan Gambar 4.8, Gambar 4.9 dan
Gambar 4.10. Pengaruh kecepatan gerak torch (4mm/menit, 8mm/menit) dengan
kecepatan putar poros 0.37 rpm ditunjukkan Gambar 4.8. Pengaruh kecepatan
gerak torch (4 mm/menit, 8mm/menit) dengan kecepatan putar poros 0.75 rpm
ditunjukkan pada Gambar 4.9. Pengaruh kecepatan gerak torch (4mm/menit,
8mm/menit) dengan kecepatan putar poros 1.15 rpm ditunjukkan Gambar 4.10.
50 µm 50 µm 200 µm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Kecepatan putar poros yang sama (0,37 rpm) untuk kecepatan gerak torch
4 mm/menit menghasilkan kekerasan permukaan yang lebih tinggi di permukaan
spesimen, yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Kedalaman pengerasan untuk
kecepatan torch 4 mm/menit juga lebih dalam dibanding dengan kecepatan torch
8 mm/menit. Menurut standar ISO, kedalaman pengerasan pada spesimen v4-n37
mencapai 2.5 mm dan pada spesimen v8-n75 kedalaman pengerasan tidak tercapai
karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV sesuai standar ISO. Dari penjelasan
diatas didapatkan hubungan bahwa pada kecepatan putar poros yang sama (0.37
rpm), kecepatan gerak torch 4 mm/menit menghasilkan pengerasan yang lebih
dalam dibanding dengan 8 mm/menit. Hal ini disebabkan ketika menggunakan
kecepatan gerak torch 4 mm/menit panas yang bekerja pada spesimen mampu
mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan
pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan cukup dalam.
Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mm/menit panas yang bekerja tidak
mencapai temperatur austenit.
Pengaruh dari besarnya kecepatan gerak torch terhadap nilai kekerasan
permukaan sangat tinggi ditunjukkan Gambar 4.9. Hal ini dilihat dari nilai
kekerasan tertinggi pada kecepatan torch 4 mm/menit sebesar 729 HV dan 8
mm/menit sebesar 331 HV. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada
spesimen v4-n75 mencapai 1.7 mm. Kemudian spesimen v8-n75 kedalaman
kekerasan menurut standar ISO tidak tercapai, karena nilai kekerasan kurang dari
550 HV. Variasi kecepatan 4 mm/menit kekerasan sebesar 584 HV dan kecepatan
8 mm/menit sebesar 287 HV yang ditunjukkan Gambar 4.10. Kedalaman
pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115 mencapai 0.3 mm, untuk
spesimen v8-n115 kedalaman pengerasan menurut standar ISO tidak tercapai.
Penggunaan kecepatan gerak torch 4 mm/menit panas yang bekerja pada
spesimen mampu mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah
mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan
cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mm/menit panas yang
bekerja tidak mencapai temperatur austenit. sehingga walaupun pendinginanya
commit to user
Gambar 4.8. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 0,37 rpm)
Gambar 4.9. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 0,75 rpm)
Gambar 4.10. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 1,15 rpm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kecepatan gerak torch ternyata juga berpengaruh terhadap keseragaman
nilai kekerasan pada permukaan spesimen yang ditunjukkan pada Gambar 4.11
dan Gambar 4.12. Perbandingan nilai kekerasan dari spesimen dengan kecepatan
putar poros yang sama (0.37 rpm) dan kecepatn gerak torch berbeda (4 mm/menit,
8 mm/menit) yang ditunjukkan pada Gambar 4.12. Dalam hal ini bilamana
masing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang hampir sama seperti
ditunjukkan Gambar 4.12.a maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada
spesimen tersebut dinyatakan merata. Kemudian bilamana maasing-masing titik
memiliki nilai kekerasan yang berbeda maka kekerasan permukaan yang
dihasilkan pada spesimen tersebut tidak merata yang ditunjukkan Gambar 4.12.b.
Gambar 4.11. Posisi titik uji keras pada spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37
(a) Spesimen v4-n37 (b) Spesimen v8-n37 Gambar 4.12. Perbandingan kekerasan antara spesimen v4-n37
dan spesimen v8-n37
jarak pengujian (m m dari perm ukaan)
k
titik 1 titik 2 titik 3
0
jarak pengujian (mm dari perm ukaan)
k
titik 1 titik 2 titik 3
Titik 2 Titik 3
(mm) 0.1 0.3 0.5 1.0 1.5 2 3 6
commit to user
yang ditunjukkan Gambar 4.11. Nilai kekerasan spesimen v4-n37 antara titik 1,
titik 2 dan titik 3 cukup merata, dibanding dengan spesimen v8-n37. Hal ini
disebabkan oleh keseimbangan kecepatan gerak torch dan kecepatan putar poros.
Pada kecepatan putar poros yang sama, semakin lambat kecepatan gerak torch
maka nilai kekerasan permukaan pada setiap titik akan merata. Sebaliknya
bilamana semakin cepat kecepatan gerak torch maka kekerasan permukaan yang
terjadi tidak merata. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan gerakan
kecepatan gerak torch terhadap kecepatan putar poros. Daerah A adalah bagian
yang terkena flame dan daerah B adalah bagian yang tidak terkena flame yang
ditunjukka pada Gambar 4.13. Pengujian kekerasan pada titik 1 berada pada
daerah A sedangkan titik 1 dan titik 2 berada pada daerah B. Gerak torch yang
terlalu cepat juga mengakibatkan panas dari torch yang mengenai permukaan
spesimen membentuk alur seperti ulir seperti ditunjukkan Gambar 4.13. Kondisi
ini menunjukkan ada bagian yang tidak terkena pengaruh dari flame hardening
sehingga ada bagian yang kekerasanya tinggi dan ada juga bagian yang
kekerasannya rendah.
Gambar 4.13. Spesimen v8-n37
Dari berbagai variasi yang telah dilakukan proses flame hardening, pada
spesimen v4-n37 (kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch
4 mm/menit) menghasilkan nilai kekerasan tertinggi yakni 814 HV. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
penelitian ini material yang digunakan berdiameter 30 mm. Agar kecepatan pada
variasi ini dapat digunakan untuk diameter yang berbeda maka dapat ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut :
v : 2.π.n.R
v : kecepatan tangensial (mm/menit)
n : putaran poros (rpm)
R : jari-jari poros (mm)
commit to user PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa yang telah diperoleh, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan
kecepatan torch 4 mm/menit menghasilkan kekerasan permukaan paling tinggi
dibanding dengan variasi yang lain yaitu 814 HV pada permukaan spesimen.
Bagian tengah spesimen nilai kekerasannya adalah 311 HV.
2. Kedalaman pengerasan pada variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan
kecepatan torch 4 mm/menit mencapai 2.4 mm dari permukaan.
3. Variasi kecepatan putar poros dan gerak torch juga berpengaruh terhadap
keseragaman nilai kekerasan dalam arah keliling. Pada spesimen variasi
kecepatan putar poros 0.37 rpm dan gerak torch 8 mm/menit menghasilkan
keseragaman nilai kekerasan dalam arah keliling yang tidak merata.
4. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan putar poros 0.37 rpm, 0.75
rpm, 1.15 rpm pada kecepatan gerak torch yang sama (8 mm/menit) tidak
dapat mencapai kedalaman pengerasan.
5. Fasa martensit yang terjadi pada permukaan spesimen menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan kekerasan yang tinggi pada daerah tersebut.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan proses penelitian yang telah dilakukan dari
penelitian ini, direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
variasi jarak antara torch dan permukaan spesimen.
2. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
variasi temperatur air pendingin.
3. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh