• Tidak ada hasil yang ditemukan

“POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA” (Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orangtua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA” (Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orangtua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan Surabaya)."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan

Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

RIZQA DIENDA DEWANTI 0643010120

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Kualitatif Tentang Pola komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Palaksanaan Teknis Dinas pondok Sosial Kalijudan

Surabaya) Disusun Oleh : Rizqa Dienda Dewanti

0643010120  

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 21 – Mei – 2010

Menyetujui, PEMBIMBING

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 195812251990011001

TIM PENGUJI Ketua 1.

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 195812251990011001

Sekretaris

2.

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 0035 1 Anggota 3.

Dr. Catur Suratnoaji, M.Si NPT. 3 6804 94 0028 1 Mengetahui,

DEKAN

(3)

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Kualitatif Tentang Pola komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Palaksanaan Teknis Dinas pondok Sosial Kalijudan

Surabaya)

Disusun Oleh : Rizqa Dienda Dewanti

0643010120    

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, PEMBIMBING

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 195812251990011001

Mengetahui, DEKAN

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan Hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

sripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk melanjutkan skripsi dengan

judul ” POLA KOMUNIKASI ANTARA PEGAWAI DINAS SOSIAL DENGAN ANAK

TUNAGRAHITA ”. Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran serta

dorongan moril baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya

penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat

dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, MSi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UPN ”VETERAN” Jawa Timur.

2. Bpk. Juwito, S.Sos. MSi selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UPN

”VETERAN” Jawa Timur.

3. Bpk. Ir. Didiek Tranggono, MSi, selaku Dosen pembimbing laporan skripsi

saya.

4. Bpk. Juwito, S.Sos. MSi, selaku Dosen Wali yang memberi masukan dan

arahan selama kuliah.

5. Kepada seluruh dosen Ilmu Komunikasi UPN ”VETERAN” Jatim, terima

(5)

iv

6. Kepada Ibu Hj. Rosalia Endang Setyawati selaku kepala UPTD Pondok

Sosial Kalijudan Surabaya.

7. Buat sahabat saya Venny yang selalu menemaniku bimbingan, nemenin

penulis mencari buku untuk referensi skripsi ini, serta untuk support,

memberi masukan dan mendengarkan keluh kesahku dalam mengerjakan

laporan ini dan doanya

8. Buat adik-adik saya (bhe2q, kecenk, dan lia) terima kasih sudah mau

mendengarkan dan menemani selama skripsi buat ini.

9. Juga buat sahabat saya Didin dan Julb memberikan motivasi, terima kasih

banyak atas waktu, doa, bantuan, dukungan, serta semangat yang telah

kalian berikan. Dan juga buat teman-teman baikku Jurusan Ilmu

Komunikasi angkatan 2006.

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak mungkin disebutkan satu

persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya.

11. Ayahanda Dadang Hidayat dan Ibunda Endang Setyawati, yang telah

memberikan doa restu semangat moril maupun materiil serta telah mampu

membimbing, mendidik dan membahagiakan saya sebagai peneliti, sembah

bakti saya. Buat kakak2q mbak putri, mas bedjo dan mbak sari terimakasih

atas dorongan moral, dan menghiburq selama ak bingung dalam

mengerjakan skripsi. Serta mas Sholikin yang setia menemaniku selama ini,

memberikan dorongan, motivasi dan dukungan kepada saya untuk

(6)

v

melimpahkan kemuliaan Rahmat dan Hidayah – Nya pada kita semua,

Amin.. )

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan Berkah, Rahmat dan

Hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Untuk itu penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat

membangun karena hal tersebut sangat membantu menghanturkan pada

kesempurnaan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Surabaya, Mei 2010

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 15

2.1.1 Teori Atribusi ... 15

2.2. Komunikasi ... 16

2.3. Komunikasi Interpersonal ... 17

2.3.1 Definisi Komunikasi Interpersonal ... 17

2.3.2 Proses Komunikasi Interpersonal ... 19

2.4. Pengertian Pola Komunikasi ... 21

2.4.1.Pengertian Keluarga ... 22

2.4.2.Fungsi Keluarga ... 22

2.4.3.Pola Komunikasi Dalam Keluarga ... 25

2.4.4.Pengertian Orang Tua ... 28

2.4.5.Pengertian Anak ... 29

(8)

2.5. Tunagrahita ... 31

2.5.1 Ciri Fisik dan Penampilan Anak Tunagrahita ... 33

2.5.2 Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita ... 33

2.6 Karakteristik Tunagrahita ... 34

2.6.1 Pendekatan Anak Tunagrahita ... 37

2.7 Kerangka Berfikir ... 37

BAB III METODOLOGI ... 40

3.1.Metode Penelitian ... 40

3.2.Pembatasan Masalah ... 43

3.3.Lokasi Penelitian ... 44

3.4.Unit Analisis Penelitian ... 44

3.5.Subjek Informasi Penelitian ... 46

3.6.Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.7.Teknik Analisis Data ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 83

(9)

4.2.1 Pola Komunikasi Pada Anak Tunagrahita ... 57

4.3 Pembahasan ... 72

BAB V : KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 83

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : In Depth Interview ... 83

(11)

 

ABSTRAKSI

RIZQA DIENDA DEWANTI, “POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA” (Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orangtua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan Surabaya) SKRIPSI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pola Komunikasi antara Orangtua Asuh dengan Anak Tunagrahita. Karena adanya krisis ekonomi dan urbanisasi yang berlebih sehingga semakin banyak Penyandang Maasalah kesejahteraan Sosial (PMKS) di Indonesia dan salah satunya adalah adanya anak tunagrahita. Maka peneliti mengangkat masalah tersebut untuk mengetahui bagaimana Pola Komunikasi atau binaan yang diberikan oleh Orangtua Asuh terhadap Anak Tunagrahita. Untuk itulah digunakan analisis Deskriptif Kualitatif

sebagai suatu metode analisis in-depth interview sebagai pengumpulan data. Landasan Teori yang digunakan adalah konsep Teori atribusi, Komunikasi Interpersonal, Keluarga, Pola Komunikasi. Analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini menggunakan keknik in-depth interview dipakai sebagai teknik pengumpulan data, karena teknik tersebut memungkinkan untuk menggali bagaimana pola komunikasi, aksi, dan interaksi berlangsung diantara subyek penelitian.

Hasil dari penelitian ini, berdasarkan tiga pola komunikasi yaitu Authoritative (Demokratis), Orangtua asuh menggunakan pola komunikasi ini untuk menerapkan kepada anak Tunagrahita dengan dapat menerima kondisi anak tunagrahita dan orangtua asuh memberi kesempatan anak untuk bisa berkembang, namun tetap ada pengawasan atau kontrol jika anak asuhnya bersalah orangtua asuh mengingatkan dengan teguran dan sesekali orangtua asuh memberikan hukuman fisik. Authoritarian (Otoriter), Orangtua asuh memiliki sifat kontrol yang tinggi dan lebih memaksakan kehendaknya tanpa memberi kesempatan anak asuhnya atau anak tunagrahita untuk menjadi komunikator jika anak tersebut berbuat salah, orangtua asuh cenderung menggunakan hukuman fisik. Dan dalam pola komunikassi permissive (Membebaskan) orangtua asuh menggunakan komunikasi ini untuk membebaskan anak tunagrahita dalam berinteraksi atau bersosialisasi dengan orang lain.

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah segala sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia untuk mempertahankan hidup. Karena manusia adalah makhluk sosial

yang membutuhkan manusia lain untuk mempertahankan hidupnya.

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak pertama

manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi.

Hubungan antar manusia tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi itu

komunikasi verbal (bahasa) maupun non verbal (simbol, gambar, atau media

komuniksi lainnya). Selain itu komunikasi dilakukan karena mempunyai fungsi

untuk mempertahankan kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan

memperoleh kebahagiaan.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari

kata lain comunication dan bersumber dari kata komunis yang berarti sama. Sama

disini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy, 2002 : 3).

Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi

yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan

maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan

oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap,

pendapat atau perilaku baik secara lisan maupun tidak langsung melalui media

(Effendy, 2002 : 5).

(13)

2

Komunikasi interpersonal biasa disebut komunikasi antar pribadi. Adapun

yang dimaksud dengan komunikasi intrpersonal adalah suatu proses penerimaan

pesan dari seseorang kepada orang lain atau kelompok kecil kepada kelompok

kecil lainnya dengan beberapa efek dan umpan balik. Lebih lanjut, menurut

Devito dalam Liliweri (1997), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman

pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik

yang langsung.

Ciri unik lainnya adalah bahwa komunikasi interpersonal juga menurut

adanya tindakan yang saling memberi dan menerima antar pelaku yang terlibat

dalam komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku yang ada dalam proses

komunikasi antar pribadi saling bertukar informasi, pikiran dan gagasan

(Sandjaja, 1993 : 117)

Komunikasi Antarpersonal (Interpersonal communication) adalah

komunikasi antara komunikator dengan seseorang komunikan. Komunikasi ini

dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku

seseorang.

Karena sifatnya dialogis berupa percakapan arus balik bersifat langsung.

Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, Pada saat

komunikasi dilancarkan komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu

positif atau negatife, berhasil atau tidak, jika tidak ia dapat meyakinkan

komunikan ketika itu juga karena ia dapat memberi kesempatan kepada

(14)

3

Pentingnya situasi komunikasi antarapersonal seperti itu bagi komunikator

ialah karena ia dapat mengetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya. Ia dapat

mengetahui namanya, pekerjaannya, pendidikannya, agamanya, pengalamanya,

cita-citanya dan yang penting artinya untuk mengubah sikap, pendapat atau

perilakunya. Dengan demikian komunikator dapat mengarahkannya ke suatu

tujuan sebagaimana ia inginkan (Onong Uchjana 2008 : 8).

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau

lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat sehingga

pesan yang dimaksud dapat dipahami. ( Djamarah 2004 : 1).

Terdapat 3 pola komunikasi hubungan orang tua dan anak menurut (Yusuf, 2001

:51) :

a. Authoritarian ( cenderung bersikap bermusuhan )

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance (penerimaan) rendah, namun

kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando

mengharuskan atau meerintah anak untuk melakukan (sesuatu tanpa kompromi),

bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedangkan dipihak anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa

tidak bahagia, mudah terpengaruh stress, tidak mempunyai arah masa depan yang

jelas serta tidak bersahabat.

Ciri pada pola komunikasi ini menekankan segala aturan orang tua harus

ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena – mena tanpa dapat dikontrol oleh

anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang

(15)

4

disiplin , yakni menaaati peraturan, akan tetapi bisa jadi ia hanya mau

menunjukkan kedisiplinan dihadapan orangtua padahal hati berbicara lain,

sehingga ketika dibelakang orang tua anak bersikap dan bertindak liar pula.

Dalam hal tersebut anak-anak tunagrahita harus menaati peraturan-peraturan

yang ada dalam panti, dan peraturan-peraturan ini tidak mudah bagi orangtua asuh

untuk menyampaikan kepada anak tunagrahita. Begitu pula bagi anak tunagrahita

juga tidak mudah untuk mengikuti peraturan yang ada didalam panti, karena

anak-anak tunagrahita yang cenderung terbiasa hidup di jalanan.

Misalnya dalam hal makan anak tunagrahita sewaktu di jalanan terbiasa makan

sembarangan atau makanan apapun yang ditemunya akan dimakan untuk

menahan laparnya tapi waktu didalam panti orangtua asuh akan bersikap keras

kepada anak tunagrahita tersebut.

Orangtua merasa segala tindakannya benar dan cenderung selalu

menyudutkan anak dengan alasan demi kemajuan anak , cendurung orang tua

tidak memberikan kesempatan anak untuk mengungkapkan perasaannya sehingga

anak tersebut malas untuk berinteraksi dari orangtua.

Kebanyakan anak pada pola komunikasi authoritarian ini bersifat tertutup dan

rasa stress yang tinggi. Pada pola komunikasi authoritarian ini orangtua

memegang peran yang sangat dominan saat berkomunikasi dengan anak.

b.Permissive ( cenderung berperilaku bebas )

Dalam hal ini sikap orang tua untuk menerima tinggi namun kontrolnya

(16)

5

Sedangkan anak bersikap impluisif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya

diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya serta prestasinya rendah.

Sifat pola komunikasi ini children centered yakin segala aturan dan ketetapan

keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua.

Orang tua menuruti segala kemauan anak, Anak cenderung bertindak

semena-mena tanpa pengawasan orang tua. Dari segi negatif anak kurang disiplin dengan

aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan

tersebut secara bertanggung jawab maka anak akan menjadi seorang yang

mandiri, kreatif atau inisiatf dan mampu mewujudkan aktualisasinya.

Berdasarkan asumsi peneliti bahwa kesibukan orang tua membuat minimnya

interaksi antara orangtua dengan anak. Orangtua memberikan kepercayaan

seutuhnya pada seorang anak untuk menjalankan aktivitasnya dengan kontrol

yang rendah.

Pola komunikasi tersebut orangtua asuh membebaskan anak tunagrahita

untuk melakukan kebiasaannya. Misalnya tidur, anak tunagrahita terbiasa tidur di

jalanan atau disembarang tempat hingga orangtua asuh bersikap keras terhadap

anak-anak tunagrahita tersebut.

Pada pola komunikasi permissive anak lebih menempati peran dominant saat

berkomunikasi dengan orang tua asuh.

c. Authoritative ( cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan )

Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) daan kontrolnya tinggi, bersikap

(17)

6

pendapat atau pernyataan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan

yang baik dan buruk.

Sedangkan anak bersikap barsahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu

mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, memiliki rassa ingin tahu yang

tinggi dan memiliki tujuan atau arah hidup yang jelas, berorientasi terhadap

prestasi.

Kedudukan orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan di ambil bersama

dengan mempertimbangkan kedua belah pihak, anak diberi kebebesan yang

bertanggung jawab artinya apa yang dilakukan oleh anak tetapi harus dibawah

pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral akibat

positif dari pola komunikasi ini adalah anak akan menjadi seorang individu yang

mempercayai orang lain, bertanggung jawab, tidak munafik, jujur. Namun akibat

negatif anak akan cendurung merongrong kewibawaan otoritas orang tua.

Pola komunikasi ini orangtua asuh anak-anak tunagrahita dalam bermain

sesuai dengan kemauannya tetapi tetap dalam kawasan orangtua asuh. Misalnya

anak tunagrahita yang biasa bermain dijalan bebas seperti manjat-manjat, lari-lari,

dan lainnya. didalam panti orangtua asuh akan membiarkan mereka memanjat

selama tidak membahayakan tapi, jika panjatannya membahayakan orangtua asuh

akan memperingatinya (Yusuf, 2001:51-52).

Pada pola komunikasi authoritative peran orangtua dan anak saat

berkomunikasi berjalan seimbang, masing-masing memahami perannya sebagai

(18)

7

Perbedaan pola komunikasi orangtua terhadap anak seperti itulah yang

membuat perbedaan perkembangan kejiwaan dan emosi pada diri seorang anak.

Begitu pentingnya faktor komunikasi dalam keluarga sehingga cara tepat untuk

memperlancar perkembangan emosi dan kejiwaan anak adalah dengan

membangun kualitas komunikasi yang baik dalam keluarga dan menciptakan

ruang komunikasi yang intensif dengan keluarga.

Pola komunikasi keluarga yang kurang baik dan kurang perhatian antar

anggota keluarga serta rendahnya pendidikan moral yang di tanamkan orangtua

pada diri seorang anak menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang pada diri

anak, Salah satunya adalah anak menjadi gelandangan, dengan demikian seorang

anak merasa bebas dan memiliki dunianya untuk mendapatkan apa yang dia mau.

Tanpa disadari oleh anak bahwa perilakunya tersebut salah, Bahwa dunia anak

adalah dunia yang khas bukan miniature dunia orang dewasa, maka semangat

berkomunikasi kepada anak adalah bukan memberitahukan sesuatu yang dianggap

baik dari sudut pandang orang dewasa melainkan duduk sejajar bersama anak,

berempati dan menemani anak.

Tugas anak yang seharusnya adalah belajar dan bermain dengan lingkungan

atau temannya bukan bekerja untuk memenuhi kebutuhan atua mendapatkan

kepuasan pribadi dan keluarga.

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih

berganti, bias dari orang tua ke anak atau dari anak ke orangtua, ataupun dari anak

keanak. Dalam komunikasi keluarga, tanggung jawab orangtua adalah mendidik

(19)

8

sejumlah norma yang diwariskan orangtua pada anak, misalnya norma agama,

norma akhlak, norma social, norma etika dan estetika dan juga norma moral

(Bahri, 2004 : 37)

Komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis dalam rangka

membangun pendidikan yang baik. Pola komunikasi keluarga yang dibangun akan

mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak, serta mempengaruhi

kondisi kejiwaan anak, secara langsung dan tak langsung.

Sebuah keluarga akan berfungsi secara optimal bila didlamnya terdapat pola

komunikasi yang terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung rasa aman, dan

nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriswanto, 2005 : 9)

Selain itu fungsi atau tugas anak menjadi menyimpang, karena adanya

masalah sosial salah satunya yakni kemiskinan ataupun generasi muda dalam

masyarakat modern yaitu generasi muda masuk kedalam masyarakat modern

karena adanya implikasi dan media untuk mengikuti model atau trend.

Akibat situasi krisis ekonomi dan urbanisasi berlebih (over urbanizxation) di

kota-kota besar, salah satu masalah sosial yang membutuhkan pemecahan segera

adalah Anjal (anak jalanan) yang belakangan ini makin mencemaskan di berbagai

kota besar, sebagaian dari anak jalanan memiliki hendaya perkembangan

fungsional (Tunagrahita) yang seharusnya membutuhkan perhatian khusus.

Namun, karena keadaan ekonomi yang kurang ataupun orang tua yang tidak bisa

menerima keadaan anak dengan kondisi seperti itu. Padahal bagi anak tunagrahita

yang dibutuhkannya adalah penangan khusus atau perhatian khusus untuk

(20)

9

Tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan

keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata

sedemikian rupa, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,

komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus.

Dalam penanganan demikian maka Pemerintah melakukan pendekatan dengan

membina anak-anak tunagrahita untuk memperoleh berbagai bentuk pelayanan

yang diberikan kepada klien (orang yang menerima bantuan atau pelayanan di

bidang usaha kesejahteraan sosial).

Permasalahan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengangkat dalam

sebuah kajian tentang Pola Komunikasi Antara Orang tua asuh dengan Anak

Tunagrahita di Unit Pelaksana Teknis Dinas Dimana Orang tua asuh yang

dimaksud adalah pegawai Dinsos di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial

Kalijudan yang khusus menangani keberadaan anak tunagrahita dan memiliki

peranan penuh terhadap klien, peranan yang dimaksud baik dalam psikis ataupun

biologis seperti orang tua kandung kepada anaknya.

Orangtua asuh adalah Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan

anak kandungnya atas dasar kemanusiaan. (Wright : 1991:12).

Orangtua asuh biasa disebut juga perorangan, kelompok atau lembaga atau

organisasi, atau badan yang memberikan bantuan kepada anak asuh usia sekolah

dari keluarga tidak mampu agar dapat mengikuti pendidikan dasar 9 tahun sampai

tamat. (http://www.gn-ota.or.id/aboutus/tanya.php?sec=7&mode=id).

Dinas sosial Provinsi Jawa Timur adalah Piranti Negara yang ada di tingkat

(21)

10

pembangunan kesejahteraan sosial untuk menangani masalah-masalah

kesejahteraan sosial di wilayah kerja kota Surabaya.

Lokasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok sosial Kalijudan, beralamat di

Jalan Kalijudan Indah kav XV nomer 2-4. Komplek Perumahan PT. Perumahan

Diponggo Kelurahan Kalijudan, Kecamatan Mulyorejo Kota Surabaya. Dengan

memiliki Luas tanah ± 9.089 M2.

Salah satu tujuan keberadaan atau adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kalijudan yaitu untuk mengentas atau menangani permasalahan kesejahteraan

sosial yang biasa disebut PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial).

Anak tuna grahita memiliki fungsi intelektual tidak statis kelompok tertentu,

termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik dibanding

temannya, tetapi mayoritas dari anak tuna grahita terutama yang tergolong ringan

terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tuna

grahita terdeteksi setelah masuk sekolah tes IQ mungkin bisa dijadikan indikasi

dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak

selamanya tercermin pada hasil IQ latihan, perjalanan, motivasi, dan lingkungan

sosial sangat besar pengaruh pada kemampuan adaptif seeorang.

Pada dasarnya gejala-gejala yang diderita oleh anak tuna grahita sama dengan

yang dimiliki anak autis. Anak autis diklasifikasikan sebagai ketidak normalan

perkembangan neuro yng menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal,

kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bias terdeteksi

pada anak berumur paling sdiit satu tahun. Autisme empat kali lebih banyak

(22)

11

Sedangkan tuna grahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental

Retardation). Tuna berarti merugi, dan Grahita berarti pikiran, Retardasi Mental

(Mental Retardation/ Mentally Retarded) berarti terbelakangan mental, selain itu

tuna grahita sering disepadankan dengan istilah-istilah sebagai berikut :

- Lemah pikiran (Feeble-Mended)

- Terbelakang Mental (Mentally Retared)

- Bodoh / Dungu (Idiot)

- Pandir (Imbecile)

- Tolol (Moron)

- Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau butuh rawat mental sub

normal, defisit mental, defisit kognitif, cacat mental, deficiensi mental,

gangguan intelektual (http//www.google.Prestasikita.com/index.php ; 23

februari 2010, 17.00).

Tunagrahita atau Keterbelakangan Intelektual, Tunagrahita (Reyardasi

mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan

perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sedemikian rupa,

sehingga mengalami kesulitan dalam tugas – tugas akademik, komunikasi maupun

sosial, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus.

Untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang, secara umum biasanya

diukur melalui tes Intelegensi yang hasilnya disebut tes IQ (intelligence quotient),

yang dibagi menjadi :

a. Tunaghrahita ringan biasanya memiliki IQ 70-55

(23)

12

c. Tunaghrahita berat biasanya memiliki IQ 40-25

d. Tunagrahita berat sekali biasanya memiliki IQ <25

Para ahli Indonesia menggunakan klasifikasi :

a. Tunagrahita ringan IQnya 50-70

b. Tunagrahita sedang IQnya 30-50

c. Tunagrahita berat dan sangat berat IQnya kurang dari 30 (Anonymous,

2004 : 17).

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan

kualitataif yakni meyakini bahwa realitas itu berwajah banyak, bersifat holistik,

dan tidak bias dipisah-pisahkan. Pendekatan kualitatif memandang individu itu

sangat beragam sehingga tidak mungkin dikelompokkan dalam satu sifat

Disini akan diteliti mengenai pola komunikasi keluarga di dalam Ponsos

Kalijudan yang digunakan orangtua asuh dalam membina anak tuna grahita di

dasarkan pada data kualitatif yang diperoleh dengan teknik in-depth interview.

Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan

data, karena teknik tersebut memungkinkan untuk menggaali bagaimana pola

komunikasi di dalam Pondok sosial, aksi, dan interaksi berlangsung diantaranya

subyek penelitian.

Penelitian ini dilakukan untuk mengindetifikasi apa saja mengenai bagaimana

pola komunikasi dan pembinaan yang diberikan oleh Pegawai Ponsos terhadap

(24)

13

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

sebagai berikut :

“Bagaimanakah pola komunikasi antara Orangtua Asuh dengan Anak

Tunagrahita di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi antara Orang

Tua Asuh dengan Anak Tunagrahita di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian dibidang ilmu

komunikasi, yang berkaitan dengan pola komunikasi yang membina anak tuna

grahita di dalam Pondok Sosial Kalijudan . Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini

diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola komunikasi

organisasi dalam lingkungan pondok sosial terhadap Anak Tunagrahita.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

orangtua asuh yang dalam hal ini adalah pegawai Dinas sosial kalijudan Surabaya

(25)

   

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Teori Atribusi

Teori ini diperkenalkan oleh Heider pada tahun 1958 melalui bukunya yang

berjudul “The Psychoogi Interpersonal Reletion”. Heider mengemukakan, jika

anda melihat perilaku orang lain, maka anda harus melihat sebab tindakan

Dengan demikian anda sebagai pihak yang memulai komunikasi harus

mempunyai kemampuan untuk memprediksi perilaku yang tampak di depan anda.

Heider seperti di kutip Rahmat (1998) mengungkapakan ada dua jenis Atribusi,

yaitu atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran (Liliweri 1997:52).

Contoh, jika anda mengamati perilaku seseorang pertama-tama anda harus

bisa menentukan dahulu apa yang menyebabkan perilaku itu terjadi, apakah faktor

situsional ini atau personal. Dalam teori atribusi lazim disebut kuaalitas eksternal

dan kualitas internal. Intinya hanya mempertanyakan perilaku orang lain tersebut

dipengaruhi oleh faktor situasional atau faktor-faktor personal. Itulah “atribusi

kausalitas”.

Kedua yaitu atribusi kejujuran, Robet A, Baron dan Byrne yang dikutip

Rahmat (1988) mengemukakan, ketika seorang memperlihatkan atribusi kejujuran

maka ada dua hal yang harus diamati :

(26)

15 

1. Sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat umum.

2. Sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari anda akibat

pernyataan anda.

Makin besar jarak antara pendapat pribadi dengan pendapat umum maka kita

makin percaya bahwa dia jujur.

Lain lagi dengan pendapat Effendi (Liliweri, 1997) pada hakekatnya

komuniksi antar pribadi adalah komunikasi antara seoarang komunikator, yaitu

yang menyampaikan pesan dengan komunikan, yaitu menerima pesan. Effendi

berpendapat bahwa jenis komunikasi tersebut dianggap cara komunikasi yang

paling efektif untuk sikap, pendapat, atau perilaku manusia.

2.2Komunikasi

Komunikasi merupakan sebuah kata yang abstrak dan memiliki sebuah arti.

Kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin yang communis , yang berarti “sama”,

atau communicare yang berarti “membuat sama” (Mulyana, 2001:41). Demikian

pula pakar komunikasi mencoba untuk mendefinisikan komunikasi, diantaranya

adalah (Effendy, 2001:10).

Harrold Lasswell (Pakar ilmu komunikasi) menyatakan bahwa cara yang baik

untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut

“Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect” (Komunikasi

(27)

16 

yang menimbulkan efek tertentu). Carl L Hovland (Psikolgi Eksperimen, seorang

pelopor komunikasi Amerika) menyatakan: “Comunication is the process to

modify the behavior of other individuals” (Komunikasi adalah proses mengubah

perilaku orang lain).

2.3 Komunikasi Interpersonal

2.3.1 Definisi Komunikasi Interpersonal

Para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi interpersonal secara berbeda-beda, dan berikut ini adalah tiga sudut pandang definisi utama,

diantaranya :

a. Berdasarkan Komponen

Komunikasi intewrpersonal didefinisikan dengan mengamati

komponen-komponen utamanya, yaitu mulai dari penyampaian pesan oleh satu orang dan

penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai

dampak hingga peluang untuk memberikan umpan balik.

b. Berdasarkan Hubungan Diadik

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua

orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Sebagai contoh komunikasi

(28)

17 

Definisi ini disebut juga dengan definisi diadik, yang menjelaskan bahwa selalu

ada hubungan tertentu yang terjadi antara dua orang tertentu.

c. Berdasarkan Perkembangan

Komunikasi interpersonal dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari

komunikasi yang bersifat tak pribadi (impersonal) menjadi komunikasi pribadi

yang lebih intim (Defito, 1997 : 231)

Ketiga definisi diatas membantu dalam menjelaskan yang dimaksud dengan

komunikasi interpersonal dan bagaimana komunikasi tersebut berkembang, bahwa

komunikasi interpersonal dapat berubah apabila mengalami suatu perkembangan,

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua

orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.

Komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dan anak bertujuan

untuk menciptakan hasil yang baik dan maksimal. Artinya, setiap individu yang

terlibat didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk

membina suatu hubungan yang harmonis. Dibawah ini akan dijelasskan lebih

lanjut bagaimana proses komunikasi interpersonal berlangsung demi tercapainya

ssuatu hubungan interpersonal yang baik.

Dalam komunikasi antar pribadi dapat dilihat adanya umpan balik seketika

karena proses komunikasinya dilakukan ndengan bertatap muka, sehingga dalam

komunikasi antarpribadi ini juga harus diperhatikan mengenai umpan balik yang

terjadi, seperti yang telah dijelaskan olehteori Atribusi bahwa pihak yang

(29)

18 

memprediksi perilaku umpan balik yang akan terjadi, karena kualitas dalam

kualitas komunikasi dapat dilihat dari bagaimana proses yang terjadi dapat

menimbulkan umpan balik yang positif atau juga dapat disebut dengan istilah

“how to communicate”.

Lebih khususnya dalam komunikasi interpersonal arus komunikasi yang

terjadi adalah skunder atau berputar, artinya setiap individu mempunyai

kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan komunikan dalam proses

komunikasi. Karena dalam komunikasi antarpribadi efek atau umpan balik dapat

terjadi seketika.

2.3.2 Proses Komunikasi Interpersonal

Setiap definisi komunikasi interpersonal diatas, menunjukkan adanya suatu

proses dalam komunikasi. Adapun proses komunikasi merupakan tahapan-tahapan

penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Berdasarkan

definisi yang dikutip dari Philip kotler dalam bukunya Marketing Management

(Effendy, 2001 : 18), yang mengacu pada pradigma Harold Lasswell, terdapat

unsure-unsur komunikasi dalam proses komunikasi, yaitu :

a. Sender adalah komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

(30)

19 

c. Message adalah pesan yang merupakan seperangkat lambing bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

d. Media adalah saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.

e. Decoding disebut juga dengan pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan

olehkomunikator kepadanya.

f. Receiver adalah komunikan yang menerima pesan dari komunikator.

g. Response adalah tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterima pesan.

h. Feedback adalah umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila pesan tersampaikan / disampaikan kepada komunikator.

i. Noise adalah gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan

pesan yang disampaikan olek komunikator kepadanya.

Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau informasi

dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran, serta perasaan.

Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap

individu, dimana mereka dapat berbagi rasa, pengetahuan, serta mempererat

(31)

20 

interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian atu saling mempengaruhi

antara seorang dengan orang lainnya (djamadin, 2004 ; 17-19).

Dengan adanya kesembilan unsur komunikasi diatas, diharapkan adanya

suatu peningkatan hubungan interpersonal yang baik antara orang tua dan anak

yang dapat terjadi melalui sebuah pembicaraan.

2.4Pengertian Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetakan. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke

komunikan melalui media tertentu sehingga pesan yang dimaksud dapat diterima.

Dengan demikian, yang dimaksud pola komunikasi adalah pola hubungan

antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara

yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami ( Bahri,2004:1 ).

Tubbs dan moss mengatakan bahwa pola komunikasi atau hubungan ini dapat

dicirikan oleh komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer,

suatu bentuk perilaku akan diikuti oleh lawannya. Contohnya perilaku dominan

dari suatu partisipan mendatangkan perilaku tunduk lainnya. Dalm simetris,

tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu

dengan dominasi kepatuhan dengan kepatuhan ( Tubss dan Moss, 2001 : 26 ).

Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi

(32)

21 

(Sunarto,2000:1). Disini kita mulai melihat bagaimana proses interaksi

menciptakan struktur sistem. Bagaimana merespon satu sama lain menentukan

jenis hubungan yang mereka miliki.

Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola

hubungan antara dua orang atau lebih dalm proses pengiriman dan penerimaan

pesan yang mengkatkan dua komponen, yaitu gambar atau rencana yang meliputi

langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang

merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia

atau kelompok dan organisasi.

2.4.1 Pengertian Keluarga

Menurut sigelma dan Shaffer (dalam yusuf, 2001: 36), bahwa keluarga unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap di dunia (univerce)

atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalm sistem yang lebih besar.

Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga atau yang terdiri dari ayah , ibu dan

anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin. Sedangkan keluarga luas adalah

satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan kaum

(33)

22 

2.4.2 Fungsi Keluarga

Yusuf (2001:39) menyebutkan beberapa fungsi keluarga dari sudut pandang sosiologi, fungsi keluarga dapat di klasifikasikan kedalam fungsi-fungsi berikut :

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas,

kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi ; (a)

Pangan, sandang, papan, (b) hubungan sexsual suami istri dan (c) reproduksi

atau pengembangan keturunan.

2. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakn unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat

primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan

sesuatu.

3. Fungsi Pendidikan ( Edukatif )

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak.

Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” sosial budaya

bagi anak. Fungsi keluarga dalm pendidikan adalah menyangkut penanaman,

pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan

(34)

23 

4. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluarga merupakan factor penentuan (determinant factor) yang

sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang, Keluarga berfungsi

sebagai miniatur masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.

Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan

kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerjasama

dengan orang lain, bersikap toleransi, menghargai pendapat gagasan orang

lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan

heterogen (etnis, ras, agama, budaya).

5. Fungsi Perlindungan (protektif)

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari

gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik

psikologi) bagi para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberkan kenyamanan,

keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya. Maka dari itu,

maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek

dekorasi interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama,

(35)

24 

7. Fungsi Agama (religious)

Keluarga berfungsi sebagai penanam nilai-nilai agama kepada anak agar

mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban

mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari

dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang

memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan yang memiliki mental yang

sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban-beban psikologis dan mampu

menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi

aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan

serta kesejahteraan masyarakat.

2.4.3 Macam-macam Pola Komunikasi

Menurut Yusuf (2001:51) terdapat tiga pola komunikasi hubungan orang tua

dan anak yaitu :

a. Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance (penerimaan) rendah, namun

kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando

mengharuskan atau meerintah anak untuk melakukan (sesuatu tanpa

kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap

(36)

25 

merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh stress, tidak mempunyai arah masa

depan yang jelas serta tidak bersahabat.

b. Permissive (cenderung berperilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) orang tua tinggi.Namun

kontrolnya rendah, member kebebasan kepada anak untuk menyatakan

dorongan atau keinginannya, Sedangkan anak bersikap impulsif serta agresif,

kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah

hidupnya, prestasinya rendah.

c. Authoritative (cenderung terhindar dan kegelisahan dan kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) dan kontrolnya tinggi, bersikap

responsive terhadap kebutuhan anak untuk menyatakan pendapat atau

pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan

yang buruk. Sedangkan anak bersikap sahabat, memiliki rasa percaya diri,

mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama,

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan atau arah hidup yang

jelas, dan berorientasi terhadap prestasi.

Begitu pentingnya faktor komunikasi dalam keluarga, hal ini dikuatkan oleh

pernyataan Wright (1991:93) yang mengatakan bahwa salah satu cara terpenting

untuk membantu anak-anak menjadi orang dewasa adlah dengan mengajarkan

berkomunikasi kepada mereka secara positif. Pertumbuhan dan perkembangan

seorang anak dipengaruhi oleh urutan kelahiran dan keluarga, struktur syaraf dan

(37)

26 

keluarga menjadi peran penting dalam pembentukan kepribadian dan tingkah laku

anak.

Pendapat ini dibenarkan oleh Ahmadi (1999:248), mengatakan bahwa suasan

rumah yang hangat dan adanya perhatian, pengakuan, pengertian, penghargaan,

kasih saying dan saling percaya, akan melahirkan anak-anak yang kelak hidup

dengan nilai-nilai yang positif pula.

Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator

dan komunikan adarasa percaya, terbuka sportif untuk saling menerima satu sama

lain. (Rakhmat, 2002:129). Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran

komunikasi orang tua dengan anak-anak adalah :

1. Mau mendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan

sesering mungkin sampai pada perasaan dan permasalhan yang mendalam

dan mendasar.

2. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan

menunjukan perhatian melalui isyarat-isyarat verbal dan nonverbal saat

komunikasi berlangsung.

3. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk

mengutarakan pikiran atau perasaannya dan kebebasan untuk menunjukkan

reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan

(38)

27 

Menurut Hastuti (dalm Kartono, 1994 : 154), pola komunikasi orang tua dengan

anak yang berjalan secara harmonis dapat mengakibatkan :

1. Pikiran anak akan berkembang karena dapat mengungkapkan isi hatinya atau

pikirannya dan dapat memberikan usul-usul serta berpendapat berdasarkan

penalaran.

2. Orang tua anggota keluarga lainnya akan mengetahui dan mengikuti

perkembangan jaln pikiran anak dan perasaan anak selanjutnya.

2.4.4 Pengertian Orangtua

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia orangtua adalah ayah dan ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991 : 12), Orangtua dibagi menjadi tiga macam

yaitu :

1. Orang tua kandung

Oarng tua kandung adalah Ayah dan Ibu yang mempunyai hubungan darah

secara biologis (yang melahirkan).

2. Orangtua Angkat

Pria dan wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orangtua sendiri

(39)

28 

3. Orangtua asuh

Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas

dasar kemanusiaan.

Dari pengertian diatas maka orangtua adalah pria dan wanita yang

mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun sosial dan mampu

mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup orang lain yang

dianggap anak secara berkesinambungan.

2.4.5 Pengertian anak

Anak adlah fase tumbuh kembang secara fisik maupun emosi setiap manusia,

menurut Hurlock (dalam Yusuf, 2001 : 21) bahwa usia yang disebut sebagai anak

yaitu diantara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Periode anak ini dipandang

sebagai masa “stom and strees”, frustasi, konflik dan penyesuaiandiri, mimpi dan

melamunkan cinta, dan perasaan terisolasi atau tersisihkan dari kehidupan sosial

budaya kerap muncul pada diri seorang anak.

Anak usia 11 tahun sampai 24 tahun di Indonesia diistilahkan sebagai remaja.

Menurut Sarlito (2007:2), Remaja adalah periode transisi antara masa anak-anak

ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun dimana seseorang menunjukan

tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya.

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, remaja dibagi dalam tiga

(40)

29 

1. Remaja Awal (Early Adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang

menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran

baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.

Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali

terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal adalh remaja dengan

usia 11 tahun sampai 24 tahun.

2. Remaja Madya (Middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ada

kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri dalam kondisi kebingungan

karena tidak tahu harus memilih yang mana : perkataan tidak peduli, ramai

atau sendiri, optimis atau pesimis, ideal atau materialistis.

Remaja madya adalah remaja dengan batasan usia 15 tahun hingga 19 tahun.

3. Remaja Akhir (Late Adolescence)

Remaja akhir adalah remaja dengan usia 20 tahun sampai 24 tahun. Tahap

ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan

pencapaian lima hal di bawah ini.

(41)

30 

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam

pengalaman-penglaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan

keseimbangan antara kepentingan dari diri sendiri dengan orang lain.

e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public)

Sedangkan kamus besar Indonesia menyatakan bahwa pengertian anak dibagi

menjadi empat macam yaitu :

1. Anak Kandung

Anak kandung adalah pria dan wanita yang mempunyai hubungan darah

secara biologis (lahir) dalam sebuah keluarga.

2. Anak Angkat

Pria dan Wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orangtua sendiri

berdasarkan ketentuan hokum tau adat yang berlaku.

3. Anak Asuh

Anak yang mencari biaya hidup dengan meminta bantuan pada orangtua yang

(42)

31 

4. Anak Tiri

Anak hasil hubungan dari istri suami yang telah bercerai namun di anggap

sebagai anak sendiri oleh keluarga istri ataupun suami yang telah menikah

lagi. Hubungan ikatan yang baik itu secara biologis maupun sosial yang

berkesinambungan pada pria dan wanita yang dianggap anak.

2.5 Tunagrahita

Berdasarkan Association of Mental Retardation (AAMR) dari Luckasson (1992). Definisi anak Tunagrahita sebagai berikut

Mental retardation “refers to substantial limitations in present functioning. It

is characterized by significantly subverage intellectual functioning, existing

concurrently with related limitations in two or more of the following applicable

adaptive skills areas: communication, self care, home living, social skill,

community use, self direction, healt and safety, functional academic, leidure and

work. Mental retardation manifests before age 18” (Delphie, 2009 : 67).

(Keterbelakangan memtal “mengacu pada keterbatasan di masa kini

subsantantial berfungsi. Hal ini dicirikan oleh fungsi intelektual rata-rata secara

signifikan, yang ada bersamaan dengan keterbatasan terkait dalam dua atau lebih

hal berikut ketrampilan adaptif yang berlaku bidang: komunikasi, perawatan diri,

(43)

32 

kesehatan dan keselamatan, fungsional akademis, waktu luang dan bekerja.

Mental mewujud sebelum usia `18 tahun) (Delphie, 2009 : 67).

Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara

signifikan berada di bawah rata-rata normal. Bersamaan dengan itu pula,

tunagrahita mengalami kekurangan dalam tingkah laku dan penyesuaian. Semua

itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya. Dengan demikian,

seorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga factor, yaitu:

(1) Keterhambataan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata,

(2) Ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan

(3) Terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Anynomous,

2004:17)

2.5.1 Ciri Fisik dan Penampilan Anak Tunagrahita

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.

2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.

3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat.

4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan

kosong).

(44)

33 

6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut atau ngiler (Anynomous, 2004: 19).

2.5.2 Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita

Dalam belajar ketrampilan membaca, ketrampilan motorik, ketrampilan

lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya.

a. Perbedaan Tunagrahita dalam mempelajari ketrampilan terletak pada

karakteristik belajarnya.

b. Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita terdapat pada tiga daerah

yaitu:

1. Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut.

2. Generalisasi dan transfer ketrampilan yang baru diperoleh.

3. Perhatiannya terhadap tugas yang diembannya. (Anynomous, 2004:19

2.6 Karakteristik Tunagrahita

Berdasarkan bidang perilaku adaptif, maka karakteristik anak hendaya

perkembengan fungsional (Tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai berikut :

a.Mempunyai dasar secara fisiologi, sosial, dan emosional sama seperti

(45)

34 

b.Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali

melakukan kesalahan (expectancy for failure).

c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi

kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan (outerdirectedness)

d.Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.

e.Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial

(sociobehavioral).

f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karaktristik belajar.

g.Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.

h.Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.

i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.

j. Mempinyai kelainan pada sensoris dan gerak.

k.Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatri dan gejala-gejala

deskriptif menurut hasil penelitian dari Meins tahun 1995 (Delphie, 2009 : 66-67) .

2.6.1 Pendekatan anak Tunagrahita

(46)

35 

dilakukan secara psikososial, intervensi fisik, dan pemberian tugas-tugas kegiatan

yang tidak menyimpang dengan ketrampilan-ketrampilan fungsional yang ada

dalam kurikulum (Delphie, 2009 : 290).

Dalam setting pendidikan, fungsi psikososial mengacu pada

kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Latihan-latihan kecakapan hidup (life skills), misalnya berkaitan dengan

masalah kecakapan hidup yang mendasar tentang bagaimana mengatur

kesehatan diri dan mengatur rumah, mampu berpergian dalam kota,

mengikuti sebuah aturan permainan, mengatur penggunaan uang sesuai

dengan konsep-konsep diri yang telah mereka punyai. Kunci sukses dalam

kegiatan ini adalah pemberian motivasi terhadap siswa.

2. Latihan-latihan yang mengarah pada ketrampilan sosial yang dapat

menyiapkan siswa untuk mampu hidup di masyarakat. Oleh karena itu,

ketrampilan sosial ini tidak terlepas dengan isi kurikulum. Adanya defisit

pada ketrampilan sosial dapat mengakibatkan munculnya perilaku-perilaku

yang tidak diharapkan. Siswa dengan hendaya perkembangan fungsional

kadangkala mempunyai perilaku yang menunjukan ketidakdewasaan atau

perilaku yang tidak pada tempatnya. Keterampilan sosial ini perlu

dipersiapkan dalam suatu pelatihan dengan berbagai kesempatan yang

menyertakan aturan-aturan belajar dan norma-norma yang bersifat sosial

atau bermasyarakat. Dalam pembelajarannya perlu dilibatkan tentang cara

(47)

36 

sudah dapat di atasi, dan pihak yang dapat membantu saat permasalahan

muncul.

3. Latihan-latihan dengan kawan sebaya. Kegiatan ini biasanya dapat dipakai

siswa lain sebagai fasilitator. Kawan sebaya dapat berupa siswa dengan

hendaya perkembangan fungsional ataupun siswa normal dalam

pendidikan insklusif (Smith, et. Al., 2002 : 2 dan 16-219).

4. Latihan dengan kawan sebaya dapat diterapkan dengan berbagai cara.

Latihan ini dapat digunakan untuk segala tujuan sesuai dengan

keperluannya. Program latihan dengan kawan sebaya terdiri atas dua tipe,

yaitu sebagai berikut :

a. Siswa normal mempelajari tentang kebutuhan dan tantangan-tantangan

dari siswa yang mempunyai kebutuhan khusus.

b. Kawan sebaya melatih fasilitas sosial yang diperlukan bagi kepentingan

pembelajaran. Dalam hal ini kawan sebaya menjadi sebuah fasilitator

untuk dapat menjembatani persahabatan antara siswa berkebutuhan khusus

dengan siswa-siswa lainnya yang ada di sekolah tersebut (Delphie, 2009 :

290-291).

Tujuan utama setiap program, yaitu mempersiapkan anak Tunagrahita untuk

dapat hidup secara mandiri serta dapat menghidupi diri sendiri dan keluarganya

secara sukses setelah anak Tunagrahita keluar dari panti. Oleh karena itu, setiap

(48)

37 

pembelajaran dan kebutuhan setiap individu. Pembelajaran tersebut dikenal

sebagai model pembelajaran secara alami diharapkan dapat meningkatkan

kompetensi siswa beberapa segi, meliputi kemampuan bekerja atau dapat

mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, mampu

menata rumah tangga, mampu memanfaatkan waktu luang, keterlibatan anggota

keluarga, kesehatan fisik dan mental, tanggung jawab pribadi, serta hubungan

pribadi dengan pribadi lain.

2.7 Kerangka Berfikir

Angka Gepeng di Indonesia semakin banyak, termasuk peningkatan anak tunagrahita. Hubungan keluarga di dalam Ponsos Kalijudan dapat terganggu

karena kehadiran Anak tunagrahita yang mulanya hanya membina mahasiswa

berprestasi, hal ini dikarenakan kehadiran anak tunagrahita tidak dapat

menyesuaikan diri atau tidak sempurna secara fisik ataupun mental.

Awal kehadiran anak tuna grahita di dalam pondok sosial, tidak banyak orang

tua asuh yang dapat berinteraksi serta mengalami kesulitan untuk berkomunikasi

dengan anak asuhnya. Sehingga, orang tua asuh tidak bisa menyampaikan pesan

kepda anak asuhnya dengan maksimal.

Tanpa pola komunikasi, dukungan, dan latihan-latihan yang baik oleh

keluarga Ponsos Kalijudan dalam membina anak tunagrahita, maka anak

tunagrahita tidak akan berkembang dengan baik sesuai yang diharapkan orangtua

(49)

38 

Oleh karena itu pola komunikasi sangat dibutuhkan untuk menggali kelebihan

serta bakat dan mengarahkan perilaku yang ada pada si anak dengan orang lain,

termasuk dengan teman-temanya atau orang-orang yang ada di dalam ponsos.

Dalam Pondok Sosial Kalijudan, orang tua asuh yang membina anak

tunagrahita bertanggung jawab memberikan pendidikan dan terapi kepada

anak-anak asuhnya tentang bagaimana anak-anak dapat mengurangi perilaku yang lazim,

agar anak dapat bersikap dan berperilaku yang seperti anak normal lainnya.

Dengan demikian Orangtua Asuh lebih intens dalam menerapkan komunikasi

interpersonal dalam membimbing anak tunagrahita dengan baik dan maksimal

agar anak tersebut dapat berkembang dengan baik sehingga anak tidak tergantung

kepada orang lain dan anak bisa diterima dalam masyarakat luar untuk

bersosialisasi dan menghadapi lingkungan disekitarnya demi masa depan ank

tersebut.

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi interpersonal yang efektif.

Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan dan

pengaruh pada sikap, hubungan dan tindakan makin baik (Effendy, 2002:8).

Komunikasi yang efektif juga akan menimbulkan hubungan yang makin baik

diantara kedua belah pihak. Dan hubungan yang harmonis dan penuh kasih saying

akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak yang baik pula (Rahmat,

2002:13).

Peneliti tertarik untuk mengangkat dalam sebuah kajian tentang Pola

(50)

39 

yang dimaksud adalah Pegawai Dinas sosial di Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kalijudan dimana pegawai tersebut yang menghabiskan waktu paling banyak

dengan anak-anak tunagrahita, disini peneliti ingin mengetahui bagaimana

komunikasi atau binaan yang diberikan orangtua asuh kepada kliennya.

Didalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan

data, karena teknik tersebut memungkinkan untuk menggali bagaimana pola

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini penulis tidak membicarakan hubungan antara variable

sehingga tidak ada pengukuran variable x dan y. Penelitian ini difokuskan pada pola

komunikasi antara Orangtua asuh dengan anak Tunagrahita di Pondok sosial

Kalijudan, yang beralamat di Villa Kalijudan Indah Kav XV nomer 2-4 Surabaya.

Sehingga tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan

menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian

yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa

adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2003 : 53).

Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.

Priset sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual.

Melalui kerangka konseptual (landasan teori), priset melakukan operasionalisasi

konsep yang akan menghasilkan variable beserta indikatornya. Riset ini untuk

menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar

variabel. (Rachmat 2007 : 69)

Menurut Rachmat dalam bukunya riset komunikasi, secara umum riset yang

menggunakan metodologi kualitatif mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

(52)

41

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada seeting lapangan, periset

adalah instrument pokok riset.

2. Perekam yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan

catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti documenter.

3. Analisis data lapangan

4. Melaporkan hasil termasuk diskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan

komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai

bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan

produk konstruksi sosial.

6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana

sebagai penggalian interprestasi data.

7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.

8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan

individu-individu.

9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth).

10.Prosedur riset : empiris-rasional dan tidak berstruktur.

11.Hubungan antara teori, konsep dan data : data memunculkan atau membentuk

teori baru.

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan

antara peneliti dan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan

banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi,

(53)

42

meskipun mempunyai bahaya bias peneliti. Metode kuallitatif yang digunakan adalah

pendekatan fenomenologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-oarng biasa

dalam situasi-situasi tertentu dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku

orang, dan pendekatan interaksi simbolik, yang berasunsi bahwa pengalaman

manusia ditengahi oleh penafsiran, dimana menjadi paradigma konseptual melebihi

dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan,

status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan

masyarakat tau lingkungan fisik lainnya.

Untuk meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala sosial yang ada peneliti

menggunakan pendekatan fenomenologis, dimana peneliti berusaha “Mengungkap”

proses interprestasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang

diteliti. Peneliti berusaha mendalami aspek “subjek” dari perilaku manusia dengan

cara masuk ke dunia konseptua orang-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti

apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan pada peristiwa dalam kehidupan

sehari-hari. Pendekatan ini bukan berarti peneliti mengetahui arti sesuatu bagi

orang-orang yang di teliti (Moleong,1996 : 4-13).

Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian dan

sebagai instrumen harus mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri,

menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data

secepatnya dan memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan

mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim

atau idionsinkratik (Moleong,2002 :121).

(54)

43

Penelitian kulitatif mempunyai karakteristik pokok yakni mementingkan makna

dan konteks, dimana proses penelitiannya lebih bersifat siklus dari pada linier.

Dengan demikian pengumpulan data dan analisa data berlangsung secara simultan,

lebih mementingkan ke dalam dibanding keluasan penelitian, sementara peneliti

sendiri merupakan instrumen kunci. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang

menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) yang

didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin

sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara mendalam (indepth

interview) (Bondan dalam moleong,2002 : 117).

Pendekatan kualitatif sifatnya fenomenologis untuk memahami arti peristiwa dan

kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu, realitas

sosial, memberikan tekanan tebuka tentang kehidupan sosial. Dalam konteks ini studi

deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi keluarga pada anak

anuitas di Surabaya (Moleong,2002 : 9).

3.2 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada pola komunikasi keluarga Pola

komunikasi keluarga Pondok sosial Kalijudan yaitu antara Orangtua asuh (Pegawai

Dinas Soaial Kalijudan) dengan anak tunagrahita di Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kalijudan Surabaya. Proses komunikasi pada anak tunagrahita menentukan konsep

hubungan antara keduanya dan membawa dampak di dalam perubahan perilaku dan

pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat diamati bentuk-bentuk pola

komunikasi keluarga khususnya orangtua asuh yang dapat memberikan pendidikan

(55)

44

dan terapi kepada anak-anak asuhnya tentang bagaimana anak tersebut dapat

menghilangkan keterbelakangan mentalnya, agar anak dapat bersikap dan

berperilaku yang seperti anak normal lainnya, untuk bersosialisasi dan menghadapi

lingkungan disekitarnya demi masa depan anak dan anak tidak tergantung lagi

dengan orang lainnya.

3.3 Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan yang beralamat di Villa Kalijudan Indah Kav XV nomer

2-4 Surabaya. Sebagai lokasi dimana penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan

bahwa pondok sosial tersebut memiliki binaan khusus untuk Anak dengan Hendaya

Perkembangan Fungsional yaitu mengalami hambatan belajar, lambat belajar,

gangguan emosi, gangguan interaksi sosial, dan tidak dapat mengurus diri sendiri

sesuai dengan umurnya atau biasa disebut Tunagrahita.

Didalam Pondok sosial tersebut memiliki binaan sejumlah anak-anak Tunagrahita

yang dapat dinilai berat dalam memahi segala hal.

3.4 Unit Analisis Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak

mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (construction)

dengan tujuan bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang

nantinya dikembangkan kedalam generalisasi, maksud yang kedua dari sampling

Referensi

Dokumen terkait

Analisa sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa konsentrasi asam fosfat, suhu aktivasi dan interaksinya berpengaruh terhadap kadar karbon terikat arang aktif

Adanya hubungan hubungan antara kemandirian belajar dengan hasil belajar keterampilan dasar praktik klinik mahasiswa semester I prodi D IV bidan pendidik STIKES

Mengikuti belajar tambahan baik di sekolah maupun di luar sekolah merupakan salah satu solusi dalam menangani permasalahan belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk:

Karena kondisi Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo sebagai rumah sakit peralihan dari tipe kelas C menjadi B, maka diperlukan penerapan asuhan keperawatan yang sesuai

vocabulary which is using word wall in teaching vocabulary in recount text. The topic is based on the students‟ English book of recount text “Holiday” at the eighth grade

MPEG-4 Visual provides a highly flexible toolkit of coding techniques and resources, making it possible to deal with a wide range of types of visual data including rectangular

Kita tahu bahwa gereja-gereja di Asia melakukan hal ini, karena kita membaca dalam Kolose 4:16 kata-kata ini, &#34;Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara

Dalam penelitian ini, kombinasi perlakuan yang memberikan respon tidak berbeda nyata terhadap jumlah akar diduga disebabkan komposisi nutrisi dan pisang yang ditambahkan