POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA
(Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan
Surabaya)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
RIZQA DIENDA DEWANTI 0643010120
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA
(Studi Kualitatif Tentang Pola komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Palaksanaan Teknis Dinas pondok Sosial Kalijudan
Surabaya) Disusun Oleh : Rizqa Dienda Dewanti
0643010120
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 21 – Mei – 2010
Menyetujui, PEMBIMBING
Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 195812251990011001
TIM PENGUJI Ketua 1.
Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 195812251990011001
Sekretaris
2.
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 0035 1 Anggota 3.
Dr. Catur Suratnoaji, M.Si NPT. 3 6804 94 0028 1 Mengetahui,
DEKAN
POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA
(Studi Kualitatif Tentang Pola komunikasi Orang Tua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Palaksanaan Teknis Dinas pondok Sosial Kalijudan
Surabaya)
Disusun Oleh : Rizqa Dienda Dewanti
0643010120
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui, PEMBIMBING
Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 195812251990011001
Mengetahui, DEKAN
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan Hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
sripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk melanjutkan skripsi dengan
judul ” POLA KOMUNIKASI ANTARA PEGAWAI DINAS SOSIAL DENGAN ANAK
TUNAGRAHITA ”. Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran serta
dorongan moril baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya
penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, MSi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN ”VETERAN” Jawa Timur.
2. Bpk. Juwito, S.Sos. MSi selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UPN
”VETERAN” Jawa Timur.
3. Bpk. Ir. Didiek Tranggono, MSi, selaku Dosen pembimbing laporan skripsi
saya.
4. Bpk. Juwito, S.Sos. MSi, selaku Dosen Wali yang memberi masukan dan
arahan selama kuliah.
5. Kepada seluruh dosen Ilmu Komunikasi UPN ”VETERAN” Jatim, terima
iv
6. Kepada Ibu Hj. Rosalia Endang Setyawati selaku kepala UPTD Pondok
Sosial Kalijudan Surabaya.
7. Buat sahabat saya Venny yang selalu menemaniku bimbingan, nemenin
penulis mencari buku untuk referensi skripsi ini, serta untuk support,
memberi masukan dan mendengarkan keluh kesahku dalam mengerjakan
laporan ini dan doanya
8. Buat adik-adik saya (bhe2q, kecenk, dan lia) terima kasih sudah mau
mendengarkan dan menemani selama skripsi buat ini.
9. Juga buat sahabat saya Didin dan Julb memberikan motivasi, terima kasih
banyak atas waktu, doa, bantuan, dukungan, serta semangat yang telah
kalian berikan. Dan juga buat teman-teman baikku Jurusan Ilmu
Komunikasi angkatan 2006.
10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya.
11. Ayahanda Dadang Hidayat dan Ibunda Endang Setyawati, yang telah
memberikan doa restu semangat moril maupun materiil serta telah mampu
membimbing, mendidik dan membahagiakan saya sebagai peneliti, sembah
bakti saya. Buat kakak2q mbak putri, mas bedjo dan mbak sari terimakasih
atas dorongan moral, dan menghiburq selama ak bingung dalam
mengerjakan skripsi. Serta mas Sholikin yang setia menemaniku selama ini,
memberikan dorongan, motivasi dan dukungan kepada saya untuk
v
melimpahkan kemuliaan Rahmat dan Hidayah – Nya pada kita semua,
Amin.. )
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan Berkah, Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Untuk itu penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat
membangun karena hal tersebut sangat membantu menghanturkan pada
kesempurnaan skripsi ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Surabaya, Mei 2010
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 13
1.3. Tujuan Penelitian ... 13
1.4. Kegunaan Penelitian ... 13
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 15
2.1.1 Teori Atribusi ... 15
2.2. Komunikasi ... 16
2.3. Komunikasi Interpersonal ... 17
2.3.1 Definisi Komunikasi Interpersonal ... 17
2.3.2 Proses Komunikasi Interpersonal ... 19
2.4. Pengertian Pola Komunikasi ... 21
2.4.1.Pengertian Keluarga ... 22
2.4.2.Fungsi Keluarga ... 22
2.4.3.Pola Komunikasi Dalam Keluarga ... 25
2.4.4.Pengertian Orang Tua ... 28
2.4.5.Pengertian Anak ... 29
2.5. Tunagrahita ... 31
2.5.1 Ciri Fisik dan Penampilan Anak Tunagrahita ... 33
2.5.2 Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita ... 33
2.6 Karakteristik Tunagrahita ... 34
2.6.1 Pendekatan Anak Tunagrahita ... 37
2.7 Kerangka Berfikir ... 37
BAB III METODOLOGI ... 40
3.1.Metode Penelitian ... 40
3.2.Pembatasan Masalah ... 43
3.3.Lokasi Penelitian ... 44
3.4.Unit Analisis Penelitian ... 44
3.5.Subjek Informasi Penelitian ... 46
3.6.Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.7.Teknik Analisis Data ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 83
4.2.1 Pola Komunikasi Pada Anak Tunagrahita ... 57
4.3 Pembahasan ... 72
BAB V : KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 83
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : In Depth Interview ... 83
x
ABSTRAKSI
RIZQA DIENDA DEWANTI, “POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA ASUH DENGAN ANAK TUNAGRAHITA” (Studi Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Orangtua Asuh Dengan Anak Tunagrahita Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan Surabaya) SKRIPSI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pola Komunikasi antara Orangtua Asuh dengan Anak Tunagrahita. Karena adanya krisis ekonomi dan urbanisasi yang berlebih sehingga semakin banyak Penyandang Maasalah kesejahteraan Sosial (PMKS) di Indonesia dan salah satunya adalah adanya anak tunagrahita. Maka peneliti mengangkat masalah tersebut untuk mengetahui bagaimana Pola Komunikasi atau binaan yang diberikan oleh Orangtua Asuh terhadap Anak Tunagrahita. Untuk itulah digunakan analisis Deskriptif Kualitatif
sebagai suatu metode analisis in-depth interview sebagai pengumpulan data. Landasan Teori yang digunakan adalah konsep Teori atribusi, Komunikasi Interpersonal, Keluarga, Pola Komunikasi. Analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini menggunakan keknik in-depth interview dipakai sebagai teknik pengumpulan data, karena teknik tersebut memungkinkan untuk menggali bagaimana pola komunikasi, aksi, dan interaksi berlangsung diantara subyek penelitian.
Hasil dari penelitian ini, berdasarkan tiga pola komunikasi yaitu Authoritative (Demokratis), Orangtua asuh menggunakan pola komunikasi ini untuk menerapkan kepada anak Tunagrahita dengan dapat menerima kondisi anak tunagrahita dan orangtua asuh memberi kesempatan anak untuk bisa berkembang, namun tetap ada pengawasan atau kontrol jika anak asuhnya bersalah orangtua asuh mengingatkan dengan teguran dan sesekali orangtua asuh memberikan hukuman fisik. Authoritarian (Otoriter), Orangtua asuh memiliki sifat kontrol yang tinggi dan lebih memaksakan kehendaknya tanpa memberi kesempatan anak asuhnya atau anak tunagrahita untuk menjadi komunikator jika anak tersebut berbuat salah, orangtua asuh cenderung menggunakan hukuman fisik. Dan dalam pola komunikassi permissive (Membebaskan) orangtua asuh menggunakan komunikasi ini untuk membebaskan anak tunagrahita dalam berinteraksi atau bersosialisasi dengan orang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah segala sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia untuk mempertahankan hidup. Karena manusia adalah makhluk sosial
yang membutuhkan manusia lain untuk mempertahankan hidupnya.
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak pertama
manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi.
Hubungan antar manusia tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi itu
komunikasi verbal (bahasa) maupun non verbal (simbol, gambar, atau media
komuniksi lainnya). Selain itu komunikasi dilakukan karena mempunyai fungsi
untuk mempertahankan kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan
memperoleh kebahagiaan.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari
kata lain comunication dan bersumber dari kata komunis yang berarti sama. Sama
disini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy, 2002 : 3).
Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi
yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan
maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap,
pendapat atau perilaku baik secara lisan maupun tidak langsung melalui media
(Effendy, 2002 : 5).
2
Komunikasi interpersonal biasa disebut komunikasi antar pribadi. Adapun
yang dimaksud dengan komunikasi intrpersonal adalah suatu proses penerimaan
pesan dari seseorang kepada orang lain atau kelompok kecil kepada kelompok
kecil lainnya dengan beberapa efek dan umpan balik. Lebih lanjut, menurut
Devito dalam Liliweri (1997), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman
pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik
yang langsung.
Ciri unik lainnya adalah bahwa komunikasi interpersonal juga menurut
adanya tindakan yang saling memberi dan menerima antar pelaku yang terlibat
dalam komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku yang ada dalam proses
komunikasi antar pribadi saling bertukar informasi, pikiran dan gagasan
(Sandjaja, 1993 : 117)
Komunikasi Antarpersonal (Interpersonal communication) adalah
komunikasi antara komunikator dengan seseorang komunikan. Komunikasi ini
dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku
seseorang.
Karena sifatnya dialogis berupa percakapan arus balik bersifat langsung.
Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, Pada saat
komunikasi dilancarkan komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu
positif atau negatife, berhasil atau tidak, jika tidak ia dapat meyakinkan
komunikan ketika itu juga karena ia dapat memberi kesempatan kepada
3
Pentingnya situasi komunikasi antarapersonal seperti itu bagi komunikator
ialah karena ia dapat mengetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya. Ia dapat
mengetahui namanya, pekerjaannya, pendidikannya, agamanya, pengalamanya,
cita-citanya dan yang penting artinya untuk mengubah sikap, pendapat atau
perilakunya. Dengan demikian komunikator dapat mengarahkannya ke suatu
tujuan sebagaimana ia inginkan (Onong Uchjana 2008 : 8).
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami. ( Djamarah 2004 : 1).
Terdapat 3 pola komunikasi hubungan orang tua dan anak menurut (Yusuf, 2001
:51) :
a. Authoritarian ( cenderung bersikap bermusuhan )
Dalam pola hubungan ini sikap acceptance (penerimaan) rendah, namun
kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando
mengharuskan atau meerintah anak untuk melakukan (sesuatu tanpa kompromi),
bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.
Sedangkan dipihak anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa
tidak bahagia, mudah terpengaruh stress, tidak mempunyai arah masa depan yang
jelas serta tidak bersahabat.
Ciri pada pola komunikasi ini menekankan segala aturan orang tua harus
ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena – mena tanpa dapat dikontrol oleh
anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang
4
disiplin , yakni menaaati peraturan, akan tetapi bisa jadi ia hanya mau
menunjukkan kedisiplinan dihadapan orangtua padahal hati berbicara lain,
sehingga ketika dibelakang orang tua anak bersikap dan bertindak liar pula.
Dalam hal tersebut anak-anak tunagrahita harus menaati peraturan-peraturan
yang ada dalam panti, dan peraturan-peraturan ini tidak mudah bagi orangtua asuh
untuk menyampaikan kepada anak tunagrahita. Begitu pula bagi anak tunagrahita
juga tidak mudah untuk mengikuti peraturan yang ada didalam panti, karena
anak-anak tunagrahita yang cenderung terbiasa hidup di jalanan.
Misalnya dalam hal makan anak tunagrahita sewaktu di jalanan terbiasa makan
sembarangan atau makanan apapun yang ditemunya akan dimakan untuk
menahan laparnya tapi waktu didalam panti orangtua asuh akan bersikap keras
kepada anak tunagrahita tersebut.
Orangtua merasa segala tindakannya benar dan cenderung selalu
menyudutkan anak dengan alasan demi kemajuan anak , cendurung orang tua
tidak memberikan kesempatan anak untuk mengungkapkan perasaannya sehingga
anak tersebut malas untuk berinteraksi dari orangtua.
Kebanyakan anak pada pola komunikasi authoritarian ini bersifat tertutup dan
rasa stress yang tinggi. Pada pola komunikasi authoritarian ini orangtua
memegang peran yang sangat dominan saat berkomunikasi dengan anak.
b.Permissive ( cenderung berperilaku bebas )
Dalam hal ini sikap orang tua untuk menerima tinggi namun kontrolnya
5
Sedangkan anak bersikap impluisif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya
diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya serta prestasinya rendah.
Sifat pola komunikasi ini children centered yakin segala aturan dan ketetapan
keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua.
Orang tua menuruti segala kemauan anak, Anak cenderung bertindak
semena-mena tanpa pengawasan orang tua. Dari segi negatif anak kurang disiplin dengan
aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan
tersebut secara bertanggung jawab maka anak akan menjadi seorang yang
mandiri, kreatif atau inisiatf dan mampu mewujudkan aktualisasinya.
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa kesibukan orang tua membuat minimnya
interaksi antara orangtua dengan anak. Orangtua memberikan kepercayaan
seutuhnya pada seorang anak untuk menjalankan aktivitasnya dengan kontrol
yang rendah.
Pola komunikasi tersebut orangtua asuh membebaskan anak tunagrahita
untuk melakukan kebiasaannya. Misalnya tidur, anak tunagrahita terbiasa tidur di
jalanan atau disembarang tempat hingga orangtua asuh bersikap keras terhadap
anak-anak tunagrahita tersebut.
Pada pola komunikasi permissive anak lebih menempati peran dominant saat
berkomunikasi dengan orang tua asuh.
c. Authoritative ( cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan )
Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) daan kontrolnya tinggi, bersikap
6
pendapat atau pernyataan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan
yang baik dan buruk.
Sedangkan anak bersikap barsahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu
mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, memiliki rassa ingin tahu yang
tinggi dan memiliki tujuan atau arah hidup yang jelas, berorientasi terhadap
prestasi.
Kedudukan orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan di ambil bersama
dengan mempertimbangkan kedua belah pihak, anak diberi kebebesan yang
bertanggung jawab artinya apa yang dilakukan oleh anak tetapi harus dibawah
pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral akibat
positif dari pola komunikasi ini adalah anak akan menjadi seorang individu yang
mempercayai orang lain, bertanggung jawab, tidak munafik, jujur. Namun akibat
negatif anak akan cendurung merongrong kewibawaan otoritas orang tua.
Pola komunikasi ini orangtua asuh anak-anak tunagrahita dalam bermain
sesuai dengan kemauannya tetapi tetap dalam kawasan orangtua asuh. Misalnya
anak tunagrahita yang biasa bermain dijalan bebas seperti manjat-manjat, lari-lari,
dan lainnya. didalam panti orangtua asuh akan membiarkan mereka memanjat
selama tidak membahayakan tapi, jika panjatannya membahayakan orangtua asuh
akan memperingatinya (Yusuf, 2001:51-52).
Pada pola komunikasi authoritative peran orangtua dan anak saat
berkomunikasi berjalan seimbang, masing-masing memahami perannya sebagai
7
Perbedaan pola komunikasi orangtua terhadap anak seperti itulah yang
membuat perbedaan perkembangan kejiwaan dan emosi pada diri seorang anak.
Begitu pentingnya faktor komunikasi dalam keluarga sehingga cara tepat untuk
memperlancar perkembangan emosi dan kejiwaan anak adalah dengan
membangun kualitas komunikasi yang baik dalam keluarga dan menciptakan
ruang komunikasi yang intensif dengan keluarga.
Pola komunikasi keluarga yang kurang baik dan kurang perhatian antar
anggota keluarga serta rendahnya pendidikan moral yang di tanamkan orangtua
pada diri seorang anak menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang pada diri
anak, Salah satunya adalah anak menjadi gelandangan, dengan demikian seorang
anak merasa bebas dan memiliki dunianya untuk mendapatkan apa yang dia mau.
Tanpa disadari oleh anak bahwa perilakunya tersebut salah, Bahwa dunia anak
adalah dunia yang khas bukan miniature dunia orang dewasa, maka semangat
berkomunikasi kepada anak adalah bukan memberitahukan sesuatu yang dianggap
baik dari sudut pandang orang dewasa melainkan duduk sejajar bersama anak,
berempati dan menemani anak.
Tugas anak yang seharusnya adalah belajar dan bermain dengan lingkungan
atau temannya bukan bekerja untuk memenuhi kebutuhan atua mendapatkan
kepuasan pribadi dan keluarga.
Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih
berganti, bias dari orang tua ke anak atau dari anak ke orangtua, ataupun dari anak
keanak. Dalam komunikasi keluarga, tanggung jawab orangtua adalah mendidik
8
sejumlah norma yang diwariskan orangtua pada anak, misalnya norma agama,
norma akhlak, norma social, norma etika dan estetika dan juga norma moral
(Bahri, 2004 : 37)
Komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis dalam rangka
membangun pendidikan yang baik. Pola komunikasi keluarga yang dibangun akan
mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak, serta mempengaruhi
kondisi kejiwaan anak, secara langsung dan tak langsung.
Sebuah keluarga akan berfungsi secara optimal bila didlamnya terdapat pola
komunikasi yang terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung rasa aman, dan
nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriswanto, 2005 : 9)
Selain itu fungsi atau tugas anak menjadi menyimpang, karena adanya
masalah sosial salah satunya yakni kemiskinan ataupun generasi muda dalam
masyarakat modern yaitu generasi muda masuk kedalam masyarakat modern
karena adanya implikasi dan media untuk mengikuti model atau trend.
Akibat situasi krisis ekonomi dan urbanisasi berlebih (over urbanizxation) di
kota-kota besar, salah satu masalah sosial yang membutuhkan pemecahan segera
adalah Anjal (anak jalanan) yang belakangan ini makin mencemaskan di berbagai
kota besar, sebagaian dari anak jalanan memiliki hendaya perkembangan
fungsional (Tunagrahita) yang seharusnya membutuhkan perhatian khusus.
Namun, karena keadaan ekonomi yang kurang ataupun orang tua yang tidak bisa
menerima keadaan anak dengan kondisi seperti itu. Padahal bagi anak tunagrahita
yang dibutuhkannya adalah penangan khusus atau perhatian khusus untuk
9
Tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata
sedemikian rupa, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus.
Dalam penanganan demikian maka Pemerintah melakukan pendekatan dengan
membina anak-anak tunagrahita untuk memperoleh berbagai bentuk pelayanan
yang diberikan kepada klien (orang yang menerima bantuan atau pelayanan di
bidang usaha kesejahteraan sosial).
Permasalahan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengangkat dalam
sebuah kajian tentang Pola Komunikasi Antara Orang tua asuh dengan Anak
Tunagrahita di Unit Pelaksana Teknis Dinas Dimana Orang tua asuh yang
dimaksud adalah pegawai Dinsos di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial
Kalijudan yang khusus menangani keberadaan anak tunagrahita dan memiliki
peranan penuh terhadap klien, peranan yang dimaksud baik dalam psikis ataupun
biologis seperti orang tua kandung kepada anaknya.
Orangtua asuh adalah Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan
anak kandungnya atas dasar kemanusiaan. (Wright : 1991:12).
Orangtua asuh biasa disebut juga perorangan, kelompok atau lembaga atau
organisasi, atau badan yang memberikan bantuan kepada anak asuh usia sekolah
dari keluarga tidak mampu agar dapat mengikuti pendidikan dasar 9 tahun sampai
tamat. (http://www.gn-ota.or.id/aboutus/tanya.php?sec=7&mode=id).
Dinas sosial Provinsi Jawa Timur adalah Piranti Negara yang ada di tingkat
10
pembangunan kesejahteraan sosial untuk menangani masalah-masalah
kesejahteraan sosial di wilayah kerja kota Surabaya.
Lokasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok sosial Kalijudan, beralamat di
Jalan Kalijudan Indah kav XV nomer 2-4. Komplek Perumahan PT. Perumahan
Diponggo Kelurahan Kalijudan, Kecamatan Mulyorejo Kota Surabaya. Dengan
memiliki Luas tanah ± 9.089 M2.
Salah satu tujuan keberadaan atau adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kalijudan yaitu untuk mengentas atau menangani permasalahan kesejahteraan
sosial yang biasa disebut PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial).
Anak tuna grahita memiliki fungsi intelektual tidak statis kelompok tertentu,
termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik dibanding
temannya, tetapi mayoritas dari anak tuna grahita terutama yang tergolong ringan
terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tuna
grahita terdeteksi setelah masuk sekolah tes IQ mungkin bisa dijadikan indikasi
dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak
selamanya tercermin pada hasil IQ latihan, perjalanan, motivasi, dan lingkungan
sosial sangat besar pengaruh pada kemampuan adaptif seeorang.
Pada dasarnya gejala-gejala yang diderita oleh anak tuna grahita sama dengan
yang dimiliki anak autis. Anak autis diklasifikasikan sebagai ketidak normalan
perkembangan neuro yng menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal,
kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bias terdeteksi
pada anak berumur paling sdiit satu tahun. Autisme empat kali lebih banyak
11
Sedangkan tuna grahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental
Retardation). Tuna berarti merugi, dan Grahita berarti pikiran, Retardasi Mental
(Mental Retardation/ Mentally Retarded) berarti terbelakangan mental, selain itu
tuna grahita sering disepadankan dengan istilah-istilah sebagai berikut :
- Lemah pikiran (Feeble-Mended)
- Terbelakang Mental (Mentally Retared)
- Bodoh / Dungu (Idiot)
- Pandir (Imbecile)
- Tolol (Moron)
- Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau butuh rawat mental sub
normal, defisit mental, defisit kognitif, cacat mental, deficiensi mental,
gangguan intelektual (http//www.google.Prestasikita.com/index.php ; 23
februari 2010, 17.00).
Tunagrahita atau Keterbelakangan Intelektual, Tunagrahita (Reyardasi
mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sedemikian rupa,
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas – tugas akademik, komunikasi maupun
sosial, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus.
Untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang, secara umum biasanya
diukur melalui tes Intelegensi yang hasilnya disebut tes IQ (intelligence quotient),
yang dibagi menjadi :
a. Tunaghrahita ringan biasanya memiliki IQ 70-55
12
c. Tunaghrahita berat biasanya memiliki IQ 40-25
d. Tunagrahita berat sekali biasanya memiliki IQ <25
Para ahli Indonesia menggunakan klasifikasi :
a. Tunagrahita ringan IQnya 50-70
b. Tunagrahita sedang IQnya 30-50
c. Tunagrahita berat dan sangat berat IQnya kurang dari 30 (Anonymous,
2004 : 17).
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitataif yakni meyakini bahwa realitas itu berwajah banyak, bersifat holistik,
dan tidak bias dipisah-pisahkan. Pendekatan kualitatif memandang individu itu
sangat beragam sehingga tidak mungkin dikelompokkan dalam satu sifat
Disini akan diteliti mengenai pola komunikasi keluarga di dalam Ponsos
Kalijudan yang digunakan orangtua asuh dalam membina anak tuna grahita di
dasarkan pada data kualitatif yang diperoleh dengan teknik in-depth interview.
Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan
data, karena teknik tersebut memungkinkan untuk menggaali bagaimana pola
komunikasi di dalam Pondok sosial, aksi, dan interaksi berlangsung diantaranya
subyek penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk mengindetifikasi apa saja mengenai bagaimana
pola komunikasi dan pembinaan yang diberikan oleh Pegawai Ponsos terhadap
13
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
“Bagaimanakah pola komunikasi antara Orangtua Asuh dengan Anak
Tunagrahita di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya?”
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi antara Orang
Tua Asuh dengan Anak Tunagrahita di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian dibidang ilmu
komunikasi, yang berkaitan dengan pola komunikasi yang membina anak tuna
grahita di dalam Pondok Sosial Kalijudan . Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola komunikasi
organisasi dalam lingkungan pondok sosial terhadap Anak Tunagrahita.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
orangtua asuh yang dalam hal ini adalah pegawai Dinas sosial kalijudan Surabaya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Teori Atribusi
Teori ini diperkenalkan oleh Heider pada tahun 1958 melalui bukunya yang
berjudul “The Psychoogi Interpersonal Reletion”. Heider mengemukakan, jika
anda melihat perilaku orang lain, maka anda harus melihat sebab tindakan
Dengan demikian anda sebagai pihak yang memulai komunikasi harus
mempunyai kemampuan untuk memprediksi perilaku yang tampak di depan anda.
Heider seperti di kutip Rahmat (1998) mengungkapakan ada dua jenis Atribusi,
yaitu atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran (Liliweri 1997:52).
Contoh, jika anda mengamati perilaku seseorang pertama-tama anda harus
bisa menentukan dahulu apa yang menyebabkan perilaku itu terjadi, apakah faktor
situsional ini atau personal. Dalam teori atribusi lazim disebut kuaalitas eksternal
dan kualitas internal. Intinya hanya mempertanyakan perilaku orang lain tersebut
dipengaruhi oleh faktor situasional atau faktor-faktor personal. Itulah “atribusi
kausalitas”.
Kedua yaitu atribusi kejujuran, Robet A, Baron dan Byrne yang dikutip
Rahmat (1988) mengemukakan, ketika seorang memperlihatkan atribusi kejujuran
maka ada dua hal yang harus diamati :
15
1. Sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat umum.
2. Sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari anda akibat
pernyataan anda.
Makin besar jarak antara pendapat pribadi dengan pendapat umum maka kita
makin percaya bahwa dia jujur.
Lain lagi dengan pendapat Effendi (Liliweri, 1997) pada hakekatnya
komuniksi antar pribadi adalah komunikasi antara seoarang komunikator, yaitu
yang menyampaikan pesan dengan komunikan, yaitu menerima pesan. Effendi
berpendapat bahwa jenis komunikasi tersebut dianggap cara komunikasi yang
paling efektif untuk sikap, pendapat, atau perilaku manusia.
2.2Komunikasi
Komunikasi merupakan sebuah kata yang abstrak dan memiliki sebuah arti.
Kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin yang communis , yang berarti “sama”,
atau communicare yang berarti “membuat sama” (Mulyana, 2001:41). Demikian
pula pakar komunikasi mencoba untuk mendefinisikan komunikasi, diantaranya
adalah (Effendy, 2001:10).
Harrold Lasswell (Pakar ilmu komunikasi) menyatakan bahwa cara yang baik
untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut
“Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect” (Komunikasi
16
yang menimbulkan efek tertentu). Carl L Hovland (Psikolgi Eksperimen, seorang
pelopor komunikasi Amerika) menyatakan: “Comunication is the process to
modify the behavior of other individuals” (Komunikasi adalah proses mengubah
perilaku orang lain).
2.3 Komunikasi Interpersonal
2.3.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi interpersonal secara berbeda-beda, dan berikut ini adalah tiga sudut pandang definisi utama,
diantaranya :
a. Berdasarkan Komponen
Komunikasi intewrpersonal didefinisikan dengan mengamati
komponen-komponen utamanya, yaitu mulai dari penyampaian pesan oleh satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampak hingga peluang untuk memberikan umpan balik.
b. Berdasarkan Hubungan Diadik
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua
orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Sebagai contoh komunikasi
17
Definisi ini disebut juga dengan definisi diadik, yang menjelaskan bahwa selalu
ada hubungan tertentu yang terjadi antara dua orang tertentu.
c. Berdasarkan Perkembangan
Komunikasi interpersonal dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari
komunikasi yang bersifat tak pribadi (impersonal) menjadi komunikasi pribadi
yang lebih intim (Defito, 1997 : 231)
Ketiga definisi diatas membantu dalam menjelaskan yang dimaksud dengan
komunikasi interpersonal dan bagaimana komunikasi tersebut berkembang, bahwa
komunikasi interpersonal dapat berubah apabila mengalami suatu perkembangan,
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua
orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.
Komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dan anak bertujuan
untuk menciptakan hasil yang baik dan maksimal. Artinya, setiap individu yang
terlibat didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk
membina suatu hubungan yang harmonis. Dibawah ini akan dijelasskan lebih
lanjut bagaimana proses komunikasi interpersonal berlangsung demi tercapainya
ssuatu hubungan interpersonal yang baik.
Dalam komunikasi antar pribadi dapat dilihat adanya umpan balik seketika
karena proses komunikasinya dilakukan ndengan bertatap muka, sehingga dalam
komunikasi antarpribadi ini juga harus diperhatikan mengenai umpan balik yang
terjadi, seperti yang telah dijelaskan olehteori Atribusi bahwa pihak yang
18
memprediksi perilaku umpan balik yang akan terjadi, karena kualitas dalam
kualitas komunikasi dapat dilihat dari bagaimana proses yang terjadi dapat
menimbulkan umpan balik yang positif atau juga dapat disebut dengan istilah
“how to communicate”.
Lebih khususnya dalam komunikasi interpersonal arus komunikasi yang
terjadi adalah skunder atau berputar, artinya setiap individu mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan komunikan dalam proses
komunikasi. Karena dalam komunikasi antarpribadi efek atau umpan balik dapat
terjadi seketika.
2.3.2 Proses Komunikasi Interpersonal
Setiap definisi komunikasi interpersonal diatas, menunjukkan adanya suatu
proses dalam komunikasi. Adapun proses komunikasi merupakan tahapan-tahapan
penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Berdasarkan
definisi yang dikutip dari Philip kotler dalam bukunya Marketing Management
(Effendy, 2001 : 18), yang mengacu pada pradigma Harold Lasswell, terdapat
unsure-unsur komunikasi dalam proses komunikasi, yaitu :
a. Sender adalah komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.
19
c. Message adalah pesan yang merupakan seperangkat lambing bermakna yang disampaikan oleh komunikator.
d. Media adalah saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.
e. Decoding disebut juga dengan pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan
olehkomunikator kepadanya.
f. Receiver adalah komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
g. Response adalah tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterima pesan.
h. Feedback adalah umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila pesan tersampaikan / disampaikan kepada komunikator.
i. Noise adalah gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan
pesan yang disampaikan olek komunikator kepadanya.
Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau informasi
dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran, serta perasaan.
Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap
individu, dimana mereka dapat berbagi rasa, pengetahuan, serta mempererat
20
interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian atu saling mempengaruhi
antara seorang dengan orang lainnya (djamadin, 2004 ; 17-19).
Dengan adanya kesembilan unsur komunikasi diatas, diharapkan adanya
suatu peningkatan hubungan interpersonal yang baik antara orang tua dan anak
yang dapat terjadi melalui sebuah pembicaraan.
2.4Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetakan. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke
komunikan melalui media tertentu sehingga pesan yang dimaksud dapat diterima.
Dengan demikian, yang dimaksud pola komunikasi adalah pola hubungan
antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara
yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami ( Bahri,2004:1 ).
Tubbs dan moss mengatakan bahwa pola komunikasi atau hubungan ini dapat
dicirikan oleh komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer,
suatu bentuk perilaku akan diikuti oleh lawannya. Contohnya perilaku dominan
dari suatu partisipan mendatangkan perilaku tunduk lainnya. Dalm simetris,
tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu
dengan dominasi kepatuhan dengan kepatuhan ( Tubss dan Moss, 2001 : 26 ).
Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi
21
(Sunarto,2000:1). Disini kita mulai melihat bagaimana proses interaksi
menciptakan struktur sistem. Bagaimana merespon satu sama lain menentukan
jenis hubungan yang mereka miliki.
Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola
hubungan antara dua orang atau lebih dalm proses pengiriman dan penerimaan
pesan yang mengkatkan dua komponen, yaitu gambar atau rencana yang meliputi
langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang
merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia
atau kelompok dan organisasi.
2.4.1 Pengertian Keluarga
Menurut sigelma dan Shaffer (dalam yusuf, 2001: 36), bahwa keluarga unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap di dunia (univerce)
atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalm sistem yang lebih besar.
Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga atau yang terdiri dari ayah , ibu dan
anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin. Sedangkan keluarga luas adalah
satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan kaum
22
2.4.2 Fungsi Keluarga
Yusuf (2001:39) menyebutkan beberapa fungsi keluarga dari sudut pandang sosiologi, fungsi keluarga dapat di klasifikasikan kedalam fungsi-fungsi berikut :
1. Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas,
kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi ; (a)
Pangan, sandang, papan, (b) hubungan sexsual suami istri dan (c) reproduksi
atau pengembangan keturunan.
2. Fungsi Ekonomis
Keluarga merupakn unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat
primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan
sesuatu.
3. Fungsi Pendidikan ( Edukatif )
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak.
Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” sosial budaya
bagi anak. Fungsi keluarga dalm pendidikan adalah menyangkut penanaman,
pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan
23
4. Fungsi Sosialisasi
Lingkungan keluarga merupakan factor penentuan (determinant factor) yang
sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang, Keluarga berfungsi
sebagai miniatur masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.
Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan
kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerjasama
dengan orang lain, bersikap toleransi, menghargai pendapat gagasan orang
lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan
heterogen (etnis, ras, agama, budaya).
5. Fungsi Perlindungan (protektif)
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari
gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik
psikologi) bagi para anggotanya.
6. Fungsi Rekreatif
Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberkan kenyamanan,
keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya. Maka dari itu,
maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek
dekorasi interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama,
24
7. Fungsi Agama (religious)
Keluarga berfungsi sebagai penanam nilai-nilai agama kepada anak agar
mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban
mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari
dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang
memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan yang memiliki mental yang
sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban-beban psikologis dan mampu
menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi
aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan
serta kesejahteraan masyarakat.
2.4.3 Macam-macam Pola Komunikasi
Menurut Yusuf (2001:51) terdapat tiga pola komunikasi hubungan orang tua
dan anak yaitu :
a. Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan)
Dalam pola hubungan ini sikap acceptance (penerimaan) rendah, namun
kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando
mengharuskan atau meerintah anak untuk melakukan (sesuatu tanpa
kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap
25
merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh stress, tidak mempunyai arah masa
depan yang jelas serta tidak bersahabat.
b. Permissive (cenderung berperilaku bebas)
Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) orang tua tinggi.Namun
kontrolnya rendah, member kebebasan kepada anak untuk menyatakan
dorongan atau keinginannya, Sedangkan anak bersikap impulsif serta agresif,
kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah
hidupnya, prestasinya rendah.
c. Authoritative (cenderung terhindar dan kegelisahan dan kekacauan)
Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) dan kontrolnya tinggi, bersikap
responsive terhadap kebutuhan anak untuk menyatakan pendapat atau
pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan
yang buruk. Sedangkan anak bersikap sahabat, memiliki rasa percaya diri,
mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan atau arah hidup yang
jelas, dan berorientasi terhadap prestasi.
Begitu pentingnya faktor komunikasi dalam keluarga, hal ini dikuatkan oleh
pernyataan Wright (1991:93) yang mengatakan bahwa salah satu cara terpenting
untuk membantu anak-anak menjadi orang dewasa adlah dengan mengajarkan
berkomunikasi kepada mereka secara positif. Pertumbuhan dan perkembangan
seorang anak dipengaruhi oleh urutan kelahiran dan keluarga, struktur syaraf dan
26
keluarga menjadi peran penting dalam pembentukan kepribadian dan tingkah laku
anak.
Pendapat ini dibenarkan oleh Ahmadi (1999:248), mengatakan bahwa suasan
rumah yang hangat dan adanya perhatian, pengakuan, pengertian, penghargaan,
kasih saying dan saling percaya, akan melahirkan anak-anak yang kelak hidup
dengan nilai-nilai yang positif pula.
Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator
dan komunikan adarasa percaya, terbuka sportif untuk saling menerima satu sama
lain. (Rakhmat, 2002:129). Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran
komunikasi orang tua dengan anak-anak adalah :
1. Mau mendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan
sesering mungkin sampai pada perasaan dan permasalhan yang mendalam
dan mendasar.
2. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan
menunjukan perhatian melalui isyarat-isyarat verbal dan nonverbal saat
komunikasi berlangsung.
3. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk
mengutarakan pikiran atau perasaannya dan kebebasan untuk menunjukkan
reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan
27
Menurut Hastuti (dalm Kartono, 1994 : 154), pola komunikasi orang tua dengan
anak yang berjalan secara harmonis dapat mengakibatkan :
1. Pikiran anak akan berkembang karena dapat mengungkapkan isi hatinya atau
pikirannya dan dapat memberikan usul-usul serta berpendapat berdasarkan
penalaran.
2. Orang tua anggota keluarga lainnya akan mengetahui dan mengikuti
perkembangan jaln pikiran anak dan perasaan anak selanjutnya.
2.4.4 Pengertian Orangtua
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia orangtua adalah ayah dan ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991 : 12), Orangtua dibagi menjadi tiga macam
yaitu :
1. Orang tua kandung
Oarng tua kandung adalah Ayah dan Ibu yang mempunyai hubungan darah
secara biologis (yang melahirkan).
2. Orangtua Angkat
Pria dan wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orangtua sendiri
28
3. Orangtua asuh
Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas
dasar kemanusiaan.
Dari pengertian diatas maka orangtua adalah pria dan wanita yang
mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun sosial dan mampu
mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup orang lain yang
dianggap anak secara berkesinambungan.
2.4.5 Pengertian anak
Anak adlah fase tumbuh kembang secara fisik maupun emosi setiap manusia,
menurut Hurlock (dalam Yusuf, 2001 : 21) bahwa usia yang disebut sebagai anak
yaitu diantara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Periode anak ini dipandang
sebagai masa “stom and strees”, frustasi, konflik dan penyesuaiandiri, mimpi dan
melamunkan cinta, dan perasaan terisolasi atau tersisihkan dari kehidupan sosial
budaya kerap muncul pada diri seorang anak.
Anak usia 11 tahun sampai 24 tahun di Indonesia diistilahkan sebagai remaja.
Menurut Sarlito (2007:2), Remaja adalah periode transisi antara masa anak-anak
ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun dimana seseorang menunjukan
tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya.
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, remaja dibagi dalam tiga
29
1. Remaja Awal (Early Adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran
baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.
Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal adalh remaja dengan
usia 11 tahun sampai 24 tahun.
2. Remaja Madya (Middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ada
kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri dalam kondisi kebingungan
karena tidak tahu harus memilih yang mana : perkataan tidak peduli, ramai
atau sendiri, optimis atau pesimis, ideal atau materialistis.
Remaja madya adalah remaja dengan batasan usia 15 tahun hingga 19 tahun.
3. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Remaja akhir adalah remaja dengan usia 20 tahun sampai 24 tahun. Tahap
ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian lima hal di bawah ini.
30
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam
pengalaman-penglaman baru.
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan dari diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public)
Sedangkan kamus besar Indonesia menyatakan bahwa pengertian anak dibagi
menjadi empat macam yaitu :
1. Anak Kandung
Anak kandung adalah pria dan wanita yang mempunyai hubungan darah
secara biologis (lahir) dalam sebuah keluarga.
2. Anak Angkat
Pria dan Wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orangtua sendiri
berdasarkan ketentuan hokum tau adat yang berlaku.
3. Anak Asuh
Anak yang mencari biaya hidup dengan meminta bantuan pada orangtua yang
31
4. Anak Tiri
Anak hasil hubungan dari istri suami yang telah bercerai namun di anggap
sebagai anak sendiri oleh keluarga istri ataupun suami yang telah menikah
lagi. Hubungan ikatan yang baik itu secara biologis maupun sosial yang
berkesinambungan pada pria dan wanita yang dianggap anak.
2.5 Tunagrahita
Berdasarkan Association of Mental Retardation (AAMR) dari Luckasson (1992). Definisi anak Tunagrahita sebagai berikut
Mental retardation “refers to substantial limitations in present functioning. It
is characterized by significantly subverage intellectual functioning, existing
concurrently with related limitations in two or more of the following applicable
adaptive skills areas: communication, self care, home living, social skill,
community use, self direction, healt and safety, functional academic, leidure and
work. Mental retardation manifests before age 18” (Delphie, 2009 : 67).
(Keterbelakangan memtal “mengacu pada keterbatasan di masa kini
subsantantial berfungsi. Hal ini dicirikan oleh fungsi intelektual rata-rata secara
signifikan, yang ada bersamaan dengan keterbatasan terkait dalam dua atau lebih
hal berikut ketrampilan adaptif yang berlaku bidang: komunikasi, perawatan diri,
32
kesehatan dan keselamatan, fungsional akademis, waktu luang dan bekerja.
Mental mewujud sebelum usia `18 tahun) (Delphie, 2009 : 67).
Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara
signifikan berada di bawah rata-rata normal. Bersamaan dengan itu pula,
tunagrahita mengalami kekurangan dalam tingkah laku dan penyesuaian. Semua
itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya. Dengan demikian,
seorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga factor, yaitu:
(1) Keterhambataan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata,
(2) Ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan
(3) Terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Anynomous,
2004:17)
2.5.1 Ciri Fisik dan Penampilan Anak Tunagrahita
1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.
2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.
3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat.
4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan
kosong).
33
6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut atau ngiler (Anynomous, 2004: 19).
2.5.2 Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita
Dalam belajar ketrampilan membaca, ketrampilan motorik, ketrampilan
lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya.
a. Perbedaan Tunagrahita dalam mempelajari ketrampilan terletak pada
karakteristik belajarnya.
b. Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita terdapat pada tiga daerah
yaitu:
1. Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut.
2. Generalisasi dan transfer ketrampilan yang baru diperoleh.
3. Perhatiannya terhadap tugas yang diembannya. (Anynomous, 2004:19
2.6 Karakteristik Tunagrahita
Berdasarkan bidang perilaku adaptif, maka karakteristik anak hendaya
perkembengan fungsional (Tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.Mempunyai dasar secara fisiologi, sosial, dan emosional sama seperti
34
b.Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali
melakukan kesalahan (expectancy for failure).
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi
kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan (outerdirectedness)
d.Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e.Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial
(sociobehavioral).
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karaktristik belajar.
g.Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h.Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j. Mempinyai kelainan pada sensoris dan gerak.
k.Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatri dan gejala-gejala
deskriptif menurut hasil penelitian dari Meins tahun 1995 (Delphie, 2009 : 66-67) .
2.6.1 Pendekatan anak Tunagrahita
35
dilakukan secara psikososial, intervensi fisik, dan pemberian tugas-tugas kegiatan
yang tidak menyimpang dengan ketrampilan-ketrampilan fungsional yang ada
dalam kurikulum (Delphie, 2009 : 290).
Dalam setting pendidikan, fungsi psikososial mengacu pada
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Latihan-latihan kecakapan hidup (life skills), misalnya berkaitan dengan
masalah kecakapan hidup yang mendasar tentang bagaimana mengatur
kesehatan diri dan mengatur rumah, mampu berpergian dalam kota,
mengikuti sebuah aturan permainan, mengatur penggunaan uang sesuai
dengan konsep-konsep diri yang telah mereka punyai. Kunci sukses dalam
kegiatan ini adalah pemberian motivasi terhadap siswa.
2. Latihan-latihan yang mengarah pada ketrampilan sosial yang dapat
menyiapkan siswa untuk mampu hidup di masyarakat. Oleh karena itu,
ketrampilan sosial ini tidak terlepas dengan isi kurikulum. Adanya defisit
pada ketrampilan sosial dapat mengakibatkan munculnya perilaku-perilaku
yang tidak diharapkan. Siswa dengan hendaya perkembangan fungsional
kadangkala mempunyai perilaku yang menunjukan ketidakdewasaan atau
perilaku yang tidak pada tempatnya. Keterampilan sosial ini perlu
dipersiapkan dalam suatu pelatihan dengan berbagai kesempatan yang
menyertakan aturan-aturan belajar dan norma-norma yang bersifat sosial
atau bermasyarakat. Dalam pembelajarannya perlu dilibatkan tentang cara
36
sudah dapat di atasi, dan pihak yang dapat membantu saat permasalahan
muncul.
3. Latihan-latihan dengan kawan sebaya. Kegiatan ini biasanya dapat dipakai
siswa lain sebagai fasilitator. Kawan sebaya dapat berupa siswa dengan
hendaya perkembangan fungsional ataupun siswa normal dalam
pendidikan insklusif (Smith, et. Al., 2002 : 2 dan 16-219).
4. Latihan dengan kawan sebaya dapat diterapkan dengan berbagai cara.
Latihan ini dapat digunakan untuk segala tujuan sesuai dengan
keperluannya. Program latihan dengan kawan sebaya terdiri atas dua tipe,
yaitu sebagai berikut :
a. Siswa normal mempelajari tentang kebutuhan dan tantangan-tantangan
dari siswa yang mempunyai kebutuhan khusus.
b. Kawan sebaya melatih fasilitas sosial yang diperlukan bagi kepentingan
pembelajaran. Dalam hal ini kawan sebaya menjadi sebuah fasilitator
untuk dapat menjembatani persahabatan antara siswa berkebutuhan khusus
dengan siswa-siswa lainnya yang ada di sekolah tersebut (Delphie, 2009 :
290-291).
Tujuan utama setiap program, yaitu mempersiapkan anak Tunagrahita untuk
dapat hidup secara mandiri serta dapat menghidupi diri sendiri dan keluarganya
secara sukses setelah anak Tunagrahita keluar dari panti. Oleh karena itu, setiap
37
pembelajaran dan kebutuhan setiap individu. Pembelajaran tersebut dikenal
sebagai model pembelajaran secara alami diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi siswa beberapa segi, meliputi kemampuan bekerja atau dapat
mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, mampu
menata rumah tangga, mampu memanfaatkan waktu luang, keterlibatan anggota
keluarga, kesehatan fisik dan mental, tanggung jawab pribadi, serta hubungan
pribadi dengan pribadi lain.
2.7 Kerangka Berfikir
Angka Gepeng di Indonesia semakin banyak, termasuk peningkatan anak tunagrahita. Hubungan keluarga di dalam Ponsos Kalijudan dapat terganggu
karena kehadiran Anak tunagrahita yang mulanya hanya membina mahasiswa
berprestasi, hal ini dikarenakan kehadiran anak tunagrahita tidak dapat
menyesuaikan diri atau tidak sempurna secara fisik ataupun mental.
Awal kehadiran anak tuna grahita di dalam pondok sosial, tidak banyak orang
tua asuh yang dapat berinteraksi serta mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
dengan anak asuhnya. Sehingga, orang tua asuh tidak bisa menyampaikan pesan
kepda anak asuhnya dengan maksimal.
Tanpa pola komunikasi, dukungan, dan latihan-latihan yang baik oleh
keluarga Ponsos Kalijudan dalam membina anak tunagrahita, maka anak
tunagrahita tidak akan berkembang dengan baik sesuai yang diharapkan orangtua
38
Oleh karena itu pola komunikasi sangat dibutuhkan untuk menggali kelebihan
serta bakat dan mengarahkan perilaku yang ada pada si anak dengan orang lain,
termasuk dengan teman-temanya atau orang-orang yang ada di dalam ponsos.
Dalam Pondok Sosial Kalijudan, orang tua asuh yang membina anak
tunagrahita bertanggung jawab memberikan pendidikan dan terapi kepada
anak-anak asuhnya tentang bagaimana anak-anak dapat mengurangi perilaku yang lazim,
agar anak dapat bersikap dan berperilaku yang seperti anak normal lainnya.
Dengan demikian Orangtua Asuh lebih intens dalam menerapkan komunikasi
interpersonal dalam membimbing anak tunagrahita dengan baik dan maksimal
agar anak tersebut dapat berkembang dengan baik sehingga anak tidak tergantung
kepada orang lain dan anak bisa diterima dalam masyarakat luar untuk
bersosialisasi dan menghadapi lingkungan disekitarnya demi masa depan ank
tersebut.
Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi interpersonal yang efektif.
Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan dan
pengaruh pada sikap, hubungan dan tindakan makin baik (Effendy, 2002:8).
Komunikasi yang efektif juga akan menimbulkan hubungan yang makin baik
diantara kedua belah pihak. Dan hubungan yang harmonis dan penuh kasih saying
akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak yang baik pula (Rahmat,
2002:13).
Peneliti tertarik untuk mengangkat dalam sebuah kajian tentang Pola
39
yang dimaksud adalah Pegawai Dinas sosial di Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kalijudan dimana pegawai tersebut yang menghabiskan waktu paling banyak
dengan anak-anak tunagrahita, disini peneliti ingin mengetahui bagaimana
komunikasi atau binaan yang diberikan orangtua asuh kepada kliennya.
Didalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan
data, karena teknik tersebut memungkinkan untuk menggali bagaimana pola
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Pada penelitian ini penulis tidak membicarakan hubungan antara variable
sehingga tidak ada pengukuran variable x dan y. Penelitian ini difokuskan pada pola
komunikasi antara Orangtua asuh dengan anak Tunagrahita di Pondok sosial
Kalijudan, yang beralamat di Villa Kalijudan Indah Kav XV nomer 2-4 Surabaya.
Sehingga tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan
menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian
yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa
adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2003 : 53).
Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran secara sistematis,
faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.
Priset sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual.
Melalui kerangka konseptual (landasan teori), priset melakukan operasionalisasi
konsep yang akan menghasilkan variable beserta indikatornya. Riset ini untuk
menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar
variabel. (Rachmat 2007 : 69)
Menurut Rachmat dalam bukunya riset komunikasi, secara umum riset yang
menggunakan metodologi kualitatif mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
41
1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada seeting lapangan, periset
adalah instrument pokok riset.
2. Perekam yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan
catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti documenter.
3. Analisis data lapangan
4. Melaporkan hasil termasuk diskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan
komentar.
5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai
bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan
produk konstruksi sosial.
6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana
sebagai penggalian interprestasi data.
7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.
8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan
individu-individu.
9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth).
10.Prosedur riset : empiris-rasional dan tidak berstruktur.
11.Hubungan antara teori, konsep dan data : data memunculkan atau membentuk
teori baru.
Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan
antara peneliti dan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi,
42
meskipun mempunyai bahaya bias peneliti. Metode kuallitatif yang digunakan adalah
pendekatan fenomenologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-oarng biasa
dalam situasi-situasi tertentu dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku
orang, dan pendekatan interaksi simbolik, yang berasunsi bahwa pengalaman
manusia ditengahi oleh penafsiran, dimana menjadi paradigma konseptual melebihi
dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan,
status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan
masyarakat tau lingkungan fisik lainnya.
Untuk meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala sosial yang ada peneliti
menggunakan pendekatan fenomenologis, dimana peneliti berusaha “Mengungkap”
proses interprestasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang
diteliti. Peneliti berusaha mendalami aspek “subjek” dari perilaku manusia dengan
cara masuk ke dunia konseptua orang-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti
apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan pada peristiwa dalam kehidupan
sehari-hari. Pendekatan ini bukan berarti peneliti mengetahui arti sesuatu bagi
orang-orang yang di teliti (Moleong,1996 : 4-13).
Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian dan
sebagai instrumen harus mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri,
menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data
secepatnya dan memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan
mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim
atau idionsinkratik (Moleong,2002 :121).
43
Penelitian kulitatif mempunyai karakteristik pokok yakni mementingkan makna
dan konteks, dimana proses penelitiannya lebih bersifat siklus dari pada linier.
Dengan demikian pengumpulan data dan analisa data berlangsung secara simultan,
lebih mementingkan ke dalam dibanding keluasan penelitian, sementara peneliti
sendiri merupakan instrumen kunci. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) yang
didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin
sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara mendalam (indepth
interview) (Bondan dalam moleong,2002 : 117).
Pendekatan kualitatif sifatnya fenomenologis untuk memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu, realitas
sosial, memberikan tekanan tebuka tentang kehidupan sosial. Dalam konteks ini studi
deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi keluarga pada anak
anuitas di Surabaya (Moleong,2002 : 9).
3.2 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada pola komunikasi keluarga Pola
komunikasi keluarga Pondok sosial Kalijudan yaitu antara Orangtua asuh (Pegawai
Dinas Soaial Kalijudan) dengan anak tunagrahita di Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kalijudan Surabaya. Proses komunikasi pada anak tunagrahita menentukan konsep
hubungan antara keduanya dan membawa dampak di dalam perubahan perilaku dan
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat diamati bentuk-bentuk pola
komunikasi keluarga khususnya orangtua asuh yang dapat memberikan pendidikan
44
dan terapi kepada anak-anak asuhnya tentang bagaimana anak tersebut dapat
menghilangkan keterbelakangan mentalnya, agar anak dapat bersikap dan
berperilaku yang seperti anak normal lainnya, untuk bersosialisasi dan menghadapi
lingkungan disekitarnya demi masa depan anak dan anak tidak tergantung lagi
dengan orang lainnya.
3.3 Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pondok Sosial Kalijudan yang beralamat di Villa Kalijudan Indah Kav XV nomer
2-4 Surabaya. Sebagai lokasi dimana penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa pondok sosial tersebut memiliki binaan khusus untuk Anak dengan Hendaya
Perkembangan Fungsional yaitu mengalami hambatan belajar, lambat belajar,
gangguan emosi, gangguan interaksi sosial, dan tidak dapat mengurus diri sendiri
sesuai dengan umurnya atau biasa disebut Tunagrahita.
Didalam Pondok sosial tersebut memiliki binaan sejumlah anak-anak Tunagrahita
yang dapat dinilai berat dalam memahi segala hal.
3.4 Unit Analisis Penelitian
Dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak
mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (construction)
dengan tujuan bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang
nantinya dikembangkan kedalam generalisasi, maksud yang kedua dari sampling