• Tidak ada hasil yang ditemukan

fase testing

N/A
N/A
nur auliyah

Academic year: 2023

Membagikan "fase testing"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Yang perlu diperhatikan dalam fase testing /contoh testing (penilaian dari uji coba prototipe).

Gambar Design Thinking Flow

Sumber Gambar : https://medium.com/design-jam-indonesia/apa-itu-design-thinking- 63c8416c9dd0

Sesuai sifatnya yaitu berpusat pada pengguna, Design Thinking memiliki satu fase yang khusus ditujukan untuk mengamati kualitas pengalaman pengguna ketika berinteraksi dengan suatu rancangan produk/layanan. Fase ini disebut sebagai user-testing atau uji coba kepada pengguna.

Karena yang diharapkan adalah pengalaman yang sedekat mungkin dengan kenyataan, maka penyajian rancangan tidak bisa dilakukan dengan sekadar paparan; rancangan harus dibuat

sedemikian rupa sehingga pengguna dapat mencoba berinteraksi dengannya. Hal tersebut mendasari keberadaan fase prototype.

Pengembangan prototipe adalah bagian integral dari Design Thinking dan rancangan yang berpusat pada pengguna, karena prototipe memungkinkan kita menguji ide-ide serta memperbaikinya dalam waktu singkat (Dam & Siang, 2021). Namun mengapa pembuatan prototipe begitu penting?

Bukankah membuat prototipe adalah kerepotan tersendiri? Mengapa tidak langsung membangun produknya saja?

Anda dan tim sudah melakukan riset selama berbulan-bulan untuk merancang sebuah produk.

Produk ini sudah memenuhi semua kriteria ideal Anda dan tim, pengembangannya pun

membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk persiapan peluncuran, Anda telah memproduksi ribuan produk. Namun setelah diluncurkan, lebih dari setengah produk Anda dikembalikan oleh pembeli.

Alasannya hampir semua sama: produk ini tidak mudah digunakan di rumah mereka yang sempit.

Situasi tersebut seringkali terjadi - orang menghabiskan banyak sumber daya untuk mengembangkan berbagai rancangan, tetapi baru menyadari di akhir proses bahwa rancangan mereka tidak tepat guna atau tidak dibutuhkan. Di sinilah peran prototipe menjadi penting. Prototipe memungkinkan kita untuk menguji asumsi dan menyadari kelemahan ide sebelum terlalu banyak sumber daya yang dihabiskan. Dengan membuat prototipe, kita bisa “gagal lebih awal (dan murah), memperbaiki lebih awal, agar mencapai sukses lebih awal.” Demikian penting nilai fase prototipe ini, sehingga IDEO - studio desain yang berperan besar mempopulerkan metodologi Design Thinking - menyatakan, “Jika sebuah gambar mewakili ribuan kata, maka sebuah prototipe mewakili ribuan rapat.”

Berikut adalah definisi prototipe menurut Dam & Siang (2021): Prototipe adalah model sederhana dari sebuah solusi. Prototipe dipergunakan untuk menguji/validasi ide, asumsi, dan aspek-aspek lain dari sebuah konsep dengan cepat serta murah, sehingga perancang dapat melakukan perbaikan lebih awal atau mengubah arah rancangan jika dirasa perlu.

(2)

Dasar pemikiran fase prototyping adalah fakta bahwa para perancang hebat bukannya tidak pernah gagal. Sebaliknya mereka sering gagal, tetapi kegagalan tersebut tidak membuat mereka berhenti mencoba (Kelley, 2022). Inovasi yang baik tidak muncul dari ketiadaan, melainkan hasil dari eksperimen yang dilakukan berulang-ulang. Salah satu contoh terkenal adalah Thomas Alva Edison yang berhasil menyempurnakan bola lampu listrik setelah melalui seribu eksperimen. Ketika ditanya bagaimana rasanya gagal seribu kali, Edison menjawab bahwa ia tidak gagal seribu kali; tetapi bola lampu tersebut dikembangkan dalam seribu tahapan (iterasi).

1. Jenis-jenis prototipe

Ada berbagai cara untuk membuat prototipe, dan ada berbagai jenis prototipe yang dapat dipilih sesuai kebutuhan pengujian. Pemilihan jenis prototipe biasanya didasarkan pada tahapan perancangan; pada tahapan awal, Anda mungkin akan memilih jenis prototipe paling sederhana karena ide rancangan Anda masih belum sepenuhnya terbentuk. Pada tahap-tahap akhir perancangan, setelah sekian.

literasi, Anda mungkin memilih prototipe yang lebih rumit, spesifik dan mendekati produk aslinya. Sesuai kebutuhan, prototipe dapat pula dibuat untuk menunjukkan keseluruhan rancangan (prototipe horizontal) atau dibuat untuk menguji 1-2 fitur khusus pada rancangan (prototipe vertikal).

Dari tingkat fungsionalitas dan detail fiturnya, prototipe terbagi menjadi:

a. Low fidelity prototype (prototipe ketepatan rendah)

Umumnya digunakan pada tahap-tahap awal perancangan, jenis prototipe ini lebih sederhana, mudah dibuat dan menggunakan bahan yang murah misalnya kertas.

Prototipe hadiah yang Anda buat pada pertemuan 2 adalah contoh low fidelity prototype. Kelebihan low fidelity prototype: murah dan cepat, perubahan atau iterasi mudah dilakukan, setiap orang bisa membuat, lebih cocok untuk menunjukkan gambaran umum produk, mendorong munculnya ide dan saran perbaikan karena prototipe ini jelas terlihat belum selesai. Sedangkan kekurangannya adalah: kurang nyata, terlalu sederhana sehingga pengguna sulit berinteraksi dengan prototipe, kerumitan rancangan mungkin tidak muncul pada prototipe.

b. High fidelity prototype (prototipe ketepatan tinggi)

Kerap digunakan pada tahap-tahap akhir perancangan, jenis prototipe ini dibuat lebih menyerupai produk akhir dengan fungsi dan fitur yang lebih detail. Contoh high fidelity prototype yang kita temui sehari-hari adalah versi Beta dari produk digital (Whatsapp, fitur “studio effect” Zoom, dll). Kelebihan dari high fidelity prototype adalah: lebih menarik - semua orang bisa membayangkan bentuk akhir produk, uji coba akan menghasilkan masukan yang lebih akurat, dapat diujicobakan secara luas, dan potensi penggunaannya lebih jelas terlihat. Kekurangannya: lebih mahal dan sulit dibuat, pengguna cenderung memberi masukan pada detail alih-alih fitur utama, perancang lebih sulit membuat perbaikan/modifikasi besar.

Dari segi material dan penggunaan, ada berbagai variasi prototipe:

a. Sketsa dan diagram - prototipe paling sederhana. Karena bentuknya dua dimensi, mudah dibuat dan diubah, namun kurang interaktif dan sulit menunjukkan fitur kompleks.

b. Paper prototype - termasuk low fidelity prototype, dibuat dari berbagai jenis kertas.

Dapat berupa 2D atau 3D. Murah, mudah dibuat dan diubah, memungkinkan interaksi terbatas..

(3)

c. Model fisik - maket dan 3D print termasuk jenis prototipe ini. Model dapat dibuat menggunakan bahan-bahan siap pakai seperti Lego, mainan hewan atau tumbuhan, dan lain-lain. Penggunaan bahan siap pakai memudahkan modifikasi pada model sehingga memungkinkan lebih banyak iterasi.

d. Storyboard - berupa urutan peristiwa yang ditampilkan secara visual dalam bentuk gambar dan tulisan. Dapat digunakan untuk mensimulasikan sistem atau produk jasa.

e. Persona and Journey - umumnya digunakan untuk mensimulasikan sistem atau produk jasa. Persona adalah tokoh imajiner dengan karakteristik yang menyerupai pengguna.

Journey atau customer journey, seperti namanya, menggambarkan urutan ‘perjalanan’

pengguna ketika mencoba suatu sistem atau layanan. Kualitas pengalaman pengguna juga dapat divisualisasi dalam journey sehingga perancang dapat memetakan

bagianbagian rancangan yang perlu diperbaiki (yaitu, bagian yang pengalaman penggunanya kurang baik/negatif).

Membuat Media Berdasarkan Rancangan Prototype

Setelah mengeksplorasi berbagai jenis prototipe, mari membangun prototipe untuk rancangan media pembelajaran yang sudah Anda buat. Silakan berkumpul dengan rekan kelompok Anda dan amati ide media pembelajaran pilihan kelompok. Diskusikan jenis prototipe apa yang akan Anda buat untuk menguji coba ide Anda. Beberapa pertanyaan ini dapat menjadi panduan dalam mempertimbangkan dan memilih prototipe:

1. Berapa banyak sumber daya yang kelompok Anda miliki untuk membangun prototipe?

(waktu, tenaga, dana, ketersediaan alat-bahan, dan lain sebagainya)

2. Seberapa interaktif dan akurat prototipe yang Anda perlukan? Ingatlah bahwa semakin tinggi fidelity dari prototipe, proses pembuatannya akan semakin sulit tetapi

interaktivitasnya juga semakin besar - artinya, masukan dari pengguna juga akan semakin akurat.

3. Bagaimana kelompok Anda akan menguji prototipe tersebut? Apakah akan diujikan beberapa kali pada sejumlah kecil pengguna, atau diujikan satu kali pada banyak pengguna? Ini akan mempengaruhi strategi teknis seperti pilihan material, ukuran, dan perbanyakan prototipe.

Grafik prioritas dalam memilik prototype

Sumber gambar : Modul Design Thinking PPG Prajabatan 2022

(4)
(5)

TAHAP USER TESTING ATAU UJI COBA PENGGUNA

Gambar Design Thinking Flow

Sumber Gambar : https://medium.com/design-jam-indonesia/apa-itu-design-thinking- 63c8416c9dd0

Testing the prototype

Tahapan terakhir dalam proses design thinking adalah test. Istilah lain test adalah uji kelayakan/keterbacaan/keberterimaan sebuah prototipe produk yang nantinya akan dikembangkan menjadi produk final atau dibuat dalam jumlah yang besar. Uji kelayakan dan keefektifan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana prototipe yang telah dibuat tersebut mampu memecahkan masalah dan sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Kegiatan pada tahap ini diantaranya: 1) menguji kelayakan desain 2) mengukur ketahanan sumber daya/ bahan 3) melihat keefektifan sistem kerja 4) mengevaluasi kelemahan setiap komponen Uji kelayakan setidaknya dilakukan oleh ahli (expert) untuk mendapatkan masukan atas kekurangan atau tambahan penyempurnaaan produk. Umumnya, tahap uji coba dilakukan pada lingkup tertentu dengan skala terbatas. Frekuensi uji coba produk disesuaikan dengan ketercapaian indikator keberhasilan, bahkan bisa sampai berkali-kali agar mendapatkan hasil yang valid dan reliabel. Apabila pada tahap ini prototipe masih memiliki beberapa kelemahan dari aspek bahan, komponen, dan sistem kerjanya, maka harus dilakukan revisi/

perbaikan. Prototipe yang telah melalui tahapan tes dan hasilnya terbukti mampu memecahkan masalah, bisa dilanjutkan untuk dikembangkan menjadi produk final dan diproduksi dalam skala masal.

Saat memulai testing, jangan tergesa-gesa untuk langsung menjelaskan semua hal. Biarkan

user untuk mencoba memahami produk mu. Dengan begitu anda juga bisa sekaligus mengecek

apakah rancangan yang anda buat sudah cukup intuitif.

(6)

Sampaikan yang perlu disampaikan dan berusaha lah untuk menghargai waktu mereka. Saat melakukan testing, usahakan untuk merekam berjalannya testing dan alokasikan orang lain untuk mencatat dan mengamati proses testing. Hal ini ditujukan agar kita dapat lebih leluasa memandu tester dalam proses testing.

Sesuai fase Design Thinking, setelah menghasilkan satu prototipe media pembelajaran, Anda perlu melakukan apa yang disebut user testing atau uji coba kepada pengguna.

Pada fase ini, Anda akan mendalami seberapa jauh ide solusi Anda dapat menjawab kebutuhan spesifik pengguna (peserta didik), juga memahami aspek apa yang perlu dikembangkan lebih jauh dari solusi tersebut.

Gambar Fase Testing dalam Design Thinking

Sumber gambar : https://bumncerdas.id/upload/kursus/materi/6e902f5a-1187-4b6a- 8ec3-411ca64a8defpdf.pdf

1. Tahap Awal

LANGKAH PERTAMA adalah menyepakati bentuk uji coba. Ada berbagai cara untuk melakukan uji coba pada pengguna. Anda dan kelompok dapat memilih salah satu atau menggabungkan beberapa metode, sesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan kelompok.

1. Berdasarkan intervensi penguji: dengan moderasi VS tanpa moderasi

Metode “tanpa moderasi” artinya penguji berperan sepenuhnya sebagai pengamat. Pengguna dibebaskan untuk berinteraksi dengan prototipe. Metode

“dengan moderasi” artinya penguji memberikan penjelasan dan arahan selama proses uji coba.

2. Berdasarkan kedekatan dengan pengguna: uji coba langsung VS uji coba jarak jauh

Dalam uji coba langsung, penguji bertatap muka langsung dengan pengguna.

Pada uji coba jarak jauh, pengguna berinteraksi dengan prototipe dalam natural setting atau tempat asli mereka (misal, guru dan peserta didik mencoba prototipe aplikasi digital di kelas sementara penguji mengamati backend data).

Kelebihannya, respon yang didapat akan lebih akurat/alamiah. Kekurangannya, penguji tidak dapat melakukan dialog/konfirmasi dengan pengguna.

3. Berdasarkan tipe data yang dihasilkan: eksploratif VS asesmen VS komparatif

(7)

Metode eksploratif bersifat open-ended atau terbuka. Pengguna dapat memberikan umpan balik dalam bentuk apapun: komentar, saran, respon emosi, dan lain sebagainya. Biasanya dilakukan pada tahapan awal pengembangan rancangan untuk mengidentifikasi potensi dan ide-ide baru untuk rancangan. 7.

Metode asesmen bertujuan menguji tingkat kepuasan pengguna terhadap rancangan. Umumnya ditujukan untuk mengukur fungsionalitas sebuah rancangan. 8. Pada metode komparatif, pengguna diberi beberapa pilihan solusi yang serupa dan diminta memilih satu. Metode ini berguna untuk mengukur kompetitor (dalam konteks produk komersial).

2. Tahap Kedua

LANGKAH KEDUA setelah memilih metode uji coba adalah merencanakan uji coba. Pilih sasaran pengguna sesuai jenjang yang kelompok Anda pilih. Apakah Anda akan menyasar beberapa pengguna saja dan melakukan uji coba mendalam? Atau Anda menyasar sekelompok pengguna (misal guru dan peserta didik dalam satu kelas) dan mengamati respon mereka terhadap media pembelajaran Anda?

Rencanakan sesuai tujuan dan kemampuan kelompok Anda.

3. Tahap Ketiga

LANGKAH KETIGA yaitu melaksanakan uji coba, dapat Anda lakukan di luar kelas.

Jika memungkinkan rekamlah sesi uji coba tersebut. Sewaktu memfasilitasi kegiatan uji coba, akan berguna jika Anda menerapkan tips berikut dari Interaction Design Foundation.

Strategi dalam memfasilitasi kegiatan uji coba

1. Jika pengguna bingung/kesulitan saat berinteraksi dengan prototipe, biarkan, jangan terlalu banyak dibantu. Kesulitan yang dialami pengguna adalah masukan bagi kita.

2. Gunakan jeda dan berdiam diri jika perlu. Jeda tersebut dapat memancing pengguna untuk menyampaikan sesuatu atau bertindak lebih jauh, yang bisa jadi adalah masukan berharga.

3. Namun, jangan terlalu lama berdiam diri sewaktu pengguna sedang berinteraksi dengan prototipe Anda. Katakan “ya”, “oke” dan sejenisnya agar pengguna tetap nyaman.

4. Gunakan nada yang monoton kepada pengguna. Sembunyikan emosi Anda agar tidak mempengaruhi respon pengguna.

5. Jika pengguna bertanya, bertanyalah balik. Contoh, jika pengguna bertanya,

“Mengapa ada benda ini di sini? (sambil menunjuk satu bagian prototipe)”

Anda dapat merespon, “menurut pendapat Anda, apa guna benda itu?

Menurut Anda, benda itu perlu ada atau tidak?”

4. Tahap Keempat

LANGKAH KEEMPAT, Setelah melakukan uji coba, himpun data respon pengguna dalam matriks evaluasi seperti di bawah ini. Selain mengandalkan catatan, Anda dapat memutar ulang rekaman video atau dokumentasi lain (jika ada) untuk menemukan hal-hal menarik yang terlewatkan. Tuliskan pula rincian peristiwa yang menguatkan pendapat Anda mengenai respon tersebut.

Tabel

(8)

Masukan dari pengguna (contoh cara mengisi) Hal yang sudah baik/berhasil:

Peserta didik menyukai permainannya (semua peserta didik tampak antusias dan terlibat aktif saat guru membawakan permainan)

Hal yang kurang baik/kurang berhasil:

Kotak kemasan prototipe susah dibuka (80% pengguna perlu bantuan untuk membuka kotak)

Ide-ide yang muncul:

Menambahkan hadiah bagi pemenang permainan (saran dari peserta didik A)

Pertanyaan/kebingungan yang muncul:

“Mengapa benda ini ada di sini?”

(merujuk ke tombol lampu di prototipe)

Berdasarkan masukan tersebut, diskusikan perbaikan apa saja yang perlu dibuat pada prototipe media pembelajaran Anda. Simpan hasil diskusi kelompok sebagai catatan untuk iterasi.

Sebagai tambahan referensi, coba refleksikan pembelajaran dari berbagai mata kuliah lain, lalu petakan ide-ide yang dapat digunakan untuk memperbaiki prototipe kelompok Anda.

Tabel

Nama Mata Kuliah Ide – Ide Perbaikan

Setelah mengikuti perkuliahan hingga di tahap ini, Anda bersama kelompok dan rekan sekelas telah menciptakan berbagai media pembelajaran inovatif dengan metodologi Design Thinking. Alangkah disayangkan bukan, jika inovasi Anda hanya berhenti pada tahap ini? Mari melangkah lebih jauh agar inovasi Anda memberikan dampak nyata pada dunia pendidikan. Bersama kelompok Anda, diskusikan tindak lanjut yang ingin dilakukan terkait prototipe media pembelajaran yang sudah dibuat.

Sebagai inspirasi, tindak lanjut kelompok dapat berupa salah satu atau beberapa langkah berikut: 1. Menyempurnakan (iterasi) prototipe berdasarkan masukan- masukan yang sudah ada; 2. Menggunakan prototipe pada praktik mengajar di sekolah; 3. Menyebarluaskan prototipe melalui media sosial untuk menginspirasi guru/pendidik lain; dll Langkah-langkah di atas hanya berupa inspirasi. Anda dan kelompok bebas menentukan langkah tindak lanjut yang akan diambil; silakan sesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan/minat kelompok.

Daftar Pustaka

(9)

https://www.hotjar.com/usability-testing/methods/, diakses pada 19 Desember2022 Pukul 19:50 Panke, S. (2019). Design Thinking in Education: Perspectives, Opportunities and Challenges. Open Education Studies.

https://medium.com/design-jam-indonesia/apa-itu-design-thinking-63c8416c9dd0, diakses pada 19 Desember 20:08

Referensi

Dokumen terkait