ii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motif kegiatan berolahraga pada perempuan middle-age di komunitas “X” kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan accidental sampling dan sampel penelitian ini berjumlah 50 orang.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti dengan mengembangkan teori self determination dari
Deci&Ryan yang terdiri dari 30 item. Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan rumus Rank Spearman dan uji reliabelitas menggunakan alpha cronbach, keseluruhan dari 30 item diterima dengan validitas berkisar antara 0,300-0,831 dan reliabelitas sebesar 0,939. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji korelasi Spearman dengan program SPSS 17.0.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran mengenai motif kegiatan berolahraga pada perempuan middle-age di komunitas “X” kota Bandung. Sebanyak 78% perempuan middle-age digerakan oleh fitness motive, sebanyak 72% digerakan oleh interest/enoment motive, sebanyak 70% digerakan oleh competence motive, sebanyak 66% digerakan oleh social motive, dan sebanyak 62% digerakan oleh appearance motive
iii
Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
This study aims to describe the motive of exercising activities on middle - age women in the community " X " in Bandung . The selection of samples using accidental sampling and sample numbering 50 people .
Measuring instruments used in this study is a questionnaire prepared by the researcher to develop a self-determination theory of Deci & Ryan which consists of 30 items . Based on the validity of test results using the formula and the
Spearman Rank test reliabelitas using Cronbach alpha , total of 30 items received with validity ranges from 0.300 to 0.831 and 0.939 reliabelitas . The data obtained were analyzed using Spearman correlation test using SPSS 17.0 .
Based on the results of the study , obtained a description of the motivation to exercise activities in middle - age women in the community " X " in Bandung . A total of 78 % of middle - age women driven by the motive of fitness , as much as 72 % driven by interest / enoment motive , as much as 70 % driven by competence motive , as much as 66 % driven by a social motive , and as much as 62 % driven by the motive appearance.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR BAGAN ... xi
DAFTAR GRAFIK... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 8
1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1. Maksud Penelitian ... 8
1.3.2. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ... 9
1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 9
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 9
viii
Universitas Kristen Maranatha
1.6. Asumsi ... 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self Determination Theory ... 20
2.1.1. Definisi Self Determination Theory ... 20
2.1.2. Faktor-faktor basic needs ... 21
2.1.3. Motivasi dalam Self Determination ... 24
2.1.4. Motif Berolahraga dalam Self Determination ... 26
2.1.4.1. Fitness ... 26
2.1.4.2. Appearance ... 27
2.1.4.3. Competence/Challenge ... 27
2.1.4.4. Social ... 27
2.1.4.5. Enjoyment ... 27
2.2. Middle-Age ... 27
2.2.1. Perubahan Usia Tengah Baya ... 27
2.2.2. Perubahan Fisik ... 28
ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian ... 31
3.1.1. Bagan Prosedur Penelitian ... 31
3.2. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 32
3.2.1. Variabel Penelitian ... 32
3.2.2. Definisi Operasional ... 32
3.3. Alat Ukur ... 33
3.3.1. Motives for phsycal activities measures – revised (MPAM-R) ... 33
3.3.2. Prosedur Pengisian ... 34
3.3.3. Sistem Penilaian ... 34
3.3.4. Data Pribadi ... 34
3.3.5. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 35
3.3.5.1. Validitas ... 35
3.3.5.2. Reliabilitas ... 36
3.4. Populasi Sasaran Dan Teknik Pengambilan Sampel ... 36
3.4.1. Populasi Sasaran ... 36
3.4.2. Karakteristik Populasi ... 37
3.4.3. Teknik Penarikan Sampel ... 37
3.4.4. Ukuran Sampel ... 37
3.5. Teknik Analisis Data ... 37
x
Universitas Kristen Maranatha BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Responden ... 39
4.2. Hasil ... 39
4.2.1. Motif Berolahraga ... 39
4.3. Pembahasan ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 45
5.2. Saran ... 46
5.2.1. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 46
5.2.2. Saran Gunalaksana ... 47
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RUJUKAN
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 18
xii
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GRAFIK
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner MPAM-R
Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkiraan bertambahnya jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu
tahun 1990 – 2025, tergolong tercepat di dunia. Menurut hasil Sensus Penduduk
pada tahun 2012 jumlah lansia sebanyak 28 juta jiwa atau sekitar delapan persen
dari jumlah penduduk Indonesia dan diperkirakan akan menjadi 25,5 juta pada
tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke empat
dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Usia harapan hidup penduduk
Indonesia saat ini berdasarkan berdasarkan proyeksi Bappenas 2012 telah
mencapai 71 tahun.
http://www.antaranews.com/berita/341398/jumlah-lansia-capai-716-juta-pada-2050.
Menurut kementerian kesehatan, peningkatan jumlah penduduk lansia ini
sebagai konsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan angka
harapan hidup bisa berarti baik dan buruk. Baik karena angka ini menunjukkan
perbaikan kesehatan masyarakat. Peningkatan usia harapan hidup penduduk
Indonesia ini dicapai antara lain karena kemajuan di bidang teknologi kedokteran,
perawatan kesehatan, pembangunan di bidang ekonomi. Namun bisa berarti
buruk karena meningkatkan jumlah masyarakat yang rentan terhadap berbagai
2
Peningkatan usia harapan hidup mempunyai dampak bagi terjadinya
gangguan kesehatan pada middle-age, diantaranya penyakit-penyakit yang
berisiko kematian yang muncul sejalan dengan menuanya seseorang. Middle-age
merupakan saat orang dewasa mulai berpikir lebih jauh mengenai berapa banyak
waktu yang tersisa dalam hidup mereka. Para peneliti menemukan bahwa individu
yang berusia middle-age sebenarnya lebih takut menghadapi kematian
dibandingkan individu yang berusia dewasa awal maupun dewasa akhir (Kalish &
Reynolds).
Perubahan – perubahan yang terjadi pada fase middle-age tidak hanya
mencakup perubahan-perubahan yang arahnya negatif saja melainkan juga
melibatkan perubahan yang arahnya positif. Menurut The Seattle Longitudinal
Study, saat individu berusia 34 sampai 50 tahun, mereka adalah kelompok usia yang paling sehat, paling tenang, paling bisa mengontrol diri, dan juga paling
bertanggung jawab (Phillips,2011). Sejumlah perubahan fisik menandai masa
middle-age, yang beberapa diantara perubahan itu mulai tampak diawal usia 30 tahunan. Akan tetapi pada beberapa titik/bagian usia 40 tahun-an, menurunnya
perkembangan fisik menunjukan bahwa masa middle-age telah datang.
Status kesehatan menjadi persoalan utama pada masa ini, sehingga
seseorang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengkhawatirkan kesehatan
dibandingkan pada masa dewasa awal. Selain itu sebuah penelitian menemukan
bahwa perempuan berusia middle-age lebih memfokuskan perhatian pada daya
3
Universitas Kristen Maranatha perempuan berusia middle-age lebih menganggap tanda-tanda penuaan sebagai
pengaruh negatif terhadap penampilan fisiknya (www.detikhealth.com).
Fase middle-age dikarakteristikan sebagai penurunan umum dari
kebugaran fisik dan penurunan dalam kesehatan. Terjadi penurunan tingkat
metabolisme dan kekuatan otot-otot, serta penurunan yang tajam dalam produksi
hormon estrogen pada perempuan middle-age sebagai dampak menopause
sehingga meningkatkan kerentanan kaum perempuan paruh baya terhadap
pelbagai macam penyakit, seperti osteoporosis, penyakit jantung koroner, tekanan
darah tinggi, hingga kanker, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam
sistem syaraf, perubahan penampilan merupakan resiko-resiko yang terjadi saat
memasuki middle-age. Adapun masalah utama kesehatan pada middle-age
berkisar pada penyakit kardiovaskuler, kanker, dan kelebihan berat badan.
Menjadi terlalu gemuk adalah masalah kesehatan utama pada masa middle-age.
Bagi kelebihan berat badan mencapai 30 persen atau lebih, akan meningkatkan
resiko terjadinya kematian sebesar 40 persen (Santrock, 1995).
Saat perempuan memasuki usia middle-age berbagai risiko akan dialami
olehnya, tidaklah heran jika perempuan middle-age secara sadar memilih untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membuatnya mampu melewati krisis
paruh baya ini. Salah satu caranya adalah dengan menjaga dan memelihara
kesehatan fisik dan psikologisnya melalui aktivitas berolahraga secara teratur.
Berolahraga secara teratur sangat berkaitan dengan penurunan risiko kondisi
kronis misalnya, osteoporosis, diabetes, depresi, penyakit kardiovaskular. Dalam
4
mengatakan bahwa bahwa setiap orang yang menjaga kebugaran tubuh di saat
usia paruh baya, memiliki kemungkinan untuk mendapat memertahankan
kehidupan 14 tahun lebih lama dari yang tidak menjaga kesehatan. Resiko ini
lebih ditekankan pada penyakit kardiovaskular, orang yang punya jantung kuat
saat berusia paruh baya cenderung hidup sehat 14 tahun lebih lama daripada
kebanyakan orang.
Efek dari berolahraga bukan saja untuk mewujudkan badan yang bugar,
tetapi juga menyehatkan mental. Apalagi, buat wanita yang memasuki usia paruh
baya, olah raga akan membuatnya tampil lebih percaya diri. Tim peneliti dari
Penn State University coba meneliti hubungan ini. Sejumlah 255 wanita 40-60
tahun dilibatkan untuk diketahui efek olahraga pada tubuh mereka. Mereka
diberikan beban berolahraga dengan tingkat sedang dan berat. Setelah beberapa
waktu diamati, mereka semakin berenergi dan bersemangat dalam melakukan
berbagai aktivitas dengan berolahraga teratur. Kepercayaan dirinya meningkat.
Alhasil, selain mampu menjaga diri dari obesitas, olahraga ternyata juga mampu
membawa mood yang lebih baik buat para pelakunya.
Menurut Landers dalam The Journal of Sport and Exercise Psychology,
dengan menggerakkan tubuh selama 10 menit setiap hari maka kesehatan mental
akan meningkat dengan cepat. Selain itu daya pikir akan bertambah jernih dan
yang menggembirakan dapat mengurangi ketegangan atau stress serta membuat
perasaan menjadi riang selalu. Dengan berolahraga juga dapat memerlambat
proses penuaan, yaitu membantu tubuh mencegah penurunan daya kerja otak dan
5
Universitas Kristen Maranatha aktivitas olahraga dengan kecakapan kognitif pada partisipan pria dan perempuan
berusia 40 - 70 tahun. Orang-orang yang giat berolahraga memiliki kemampuan
bernalar, daya ingat, dan waktu reaksi lebih cepat dibandingkan mereka yang
kurang/tidak pernah berolahraga.
Selain keuntungan-keuntungan di atas, aktifitas fisik atau berolahraga
dilakukan dengan tujuan yang berkaitan dengan penampilan dan bentuk tubuh,
sebagai manifestasi dari proses internalisasi makna keindahan fisik perempuan
berdasarkan sosial budaya yang digambarkan oleh media (Mutrie dan Choi 2000;
Theberge 1997). Upaya perempuan untuk mencapai diri yang ideal merupakan
proses internalisasi dari budaya (Carver 1996; Eccles 1994).
Dengan demikian, media, sosial budaya, norma dan tekanan dari
lingkungan juga memberikan gambaran tentang alasan perempuan middle-age
mengembangkan alasannya dalam berolahraga. Hal penting yang dapat dilihat
adalah dengan memertimbangkan motif yang menetapkan dan memengaruhi
berkembangnya suatu perilaku (Ryan dan Deci 2002).
Perempuan middle-age berolahraga untuk menurunkan berat badan,
menjaga bentuk tubuh, atau memerbaiki penampilan mereka (Frederick dan Ryan,
1993; McDonald dan Thompson 1992; Silberstein et al. 1988; Tiggemann dan
Williamson 2000). Perempuan middle-age yang memiliki alasan berkaitan dengan
penampilan menganggap bahwa olahraga sangat penting untuk mengontrol berat
badan, bentuk tubuh, dan daya tarik penampilannya. Berolahraga dapat
mengurangi ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dan dapat mengurangi rasa
6
tubuh ideal memberikan tekanan tentang tujuan seorang perempuan memilih
aktifitas fisik atau olahraga yang berkaitan dengan penampilan dan pembentukan
tubuh yang dapat diperoleh dari berolahraga (Blaine dan McElroy 2002; Theberge
1997).
Meningkatnya kesadaran individu akan pentingnya menjaga kesehatan
melalui olah raga secara teratur, juga diperlihatkan oleh komunitas “X”
perempuan paruh baya di kota Bandung. Dilihat dari jenis aktivitasnya,
perempuan middle-age di komunitas tersebut memilih senam sebagai jenis
olahraga yang mereka lakukan. Berdasarkan hasil wawacancara yang dilakukan
terhadap 10 perempuan middle-age di komunitas tersebut, diketahui bahwa
mereka memiliki motif yang berbeda-beda dalam berolahraga.
Sebanyak 60% perempuan middle-age yang menyatakan berolahraga agar
terhindar dari penyakit dan tetap bugar atau merujuk pada fitness motive.
Sebanyak 20% perempuan middle-age yang berolahraga karena ingin menjaga
penampilan dengan mempertahankan berat badan sehingga tetap terlihat menarik,
atau merujuk pada appearance motive. Sedangkan sebanyak 20% perempuan
middle-age berolahraga karena ingin memiliki banyak teman baru dan dapat bersama dengan teman-temannya, merujuk pada Social motive.
Dilihat dari motif-motif tersebut, perempuan middle-age yang
berolaharaga digerakan oleh motif-motif diatas berhubungan dengan motif yang
berasal dari luar dirinya sehingga merupakan motivasi ekstrinsik. pada individu
dengan motivasi ekstrinsik maka perilakunya akan digerakkan untuk mendapatkan
7
Universitas Kristen Maranatha
hal ini, perempuan middle age yang berolahraga diarahkan oleh body-related
motives, yaitu keinginan untuk meningkatkan penampilan atau badan yang bugar yang merupakan tujuan ekstrinsik, yaitu mendapatkan outcomes ekstrinsik dari
aktivitas yang dilakukannya.
Menurut Self-determination theory, keinginan seseorang untuk berolahraga
juga digerakan oleh competence dan enjoyment motive. Ketika perempuan middle
age yang berolahraga karena ingin tetap menjaga kemampuan dan kapasitas
keterampilan dalam menjaga keseharian, berarti merujuk pada Competence
motive. Akan tetapi, bila keinginan berolahraga dilatarbelakangi oleh perasaan nyaman, menarik, menyenangkan dan ada yang mengatakan berolahraga
berolahraga untuk menghindarkan diri dari stres dan menikmati kegiatan olahraga
tersebut karena sudah menjadi gaya hidupnya maka ini merujuk pada enjoyment
motive.
Perempuan middle age yang berolahraga karena didasari oleh Competence
motive dan interest/enjoyment motive, berhubungan dengan motif dari dalam dirinya sehingga merupakan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik sendiri merujuk
pada keadaan dimana seseorang memulai suatu aktivitas untuk dirinya sendiri
karena merasa aktivitas tersebut menarik dan dapat mencapai kepuasan dengan
melakukan aktivitas tersebut (Ryan & Deci,2002).
Self-determination merupakan salah satu konsep yang berkaitan dengan motivasi dan kepribadian manusia. Seseorang dikatakan telah memiliki
8
dalam dirinya sendiri (motivasi intrinsik) daripada motivasi dari lingkungan atau
dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Penelitian ini penting karena kita dapat
memahami lebih baik tentang hal-hal yang membuat perempuan middle-age
termotivasi dan hal-hal yang menghambat mereka untuk berpartisipasi dalam
kegiatan berolahraga, dan untuk pengembangan strategi yang lebih baik tentang
pentingnya berolahraga bagi perempuan middle-age. Berdasarkan paparan di atas,
peneliti tertarik untuk mengetahui seperti apakah gambaran gambaran motif
kegiatan berolahraga pada perempuan middle-age di komunitas “X” di kota
Bandung menggunakan kerangka Self-determination theory.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui seperti apakah gambaran motif kegiatan
berolahraga pada perempuan middle-age di komunitas “X” di kota Bandung
menggunakan kerangka Self-determination theory.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk memeroleh data empiris dari motif-motif yang melatarbelakangi
perempuan middle-age yang berolahraga di komunitas “X” di kota Bandung
9
Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk memeroleh gambaran mengenai motif kegiatan berolahraga pada
perempuan middle-age yang berolahraga di kota Bandung menggunakan kerangka
Self-determination theory.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
• Sebagai bahan masukan bagi ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi
perkembangan mengenai motif berolahraga pada perempuan middle-age
yang berolahraga di kota Bandung.
• Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lainnya yang tertarik
untuk meneliti lebih lanjut mengenai motif berolahraga dan mendorong
dikembangkannya penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan
topik tersebut.
1.4.2 Kegunaan Praktis
• Dapat menjadi bahan informasi bagi perempuan middle-age tentang
pentingnya motif yang mendasari perempuan middle-age dalam
memertahankan perilakunya untuk berolahraga serta manfaat dari
10
• Dapat menjadi bahan informasi bagi komunitas “X” kota Bandung untuk
dapat mengembangkan strategi yang lebih baik lagi dalam
mempromosikan pentingnya olahraga bagi perempuan middle-age.
1.5 Kerangka Pemikiran
Meskipun batas-batas usia tidak ditentukan secara tegas, Santrock (2002)
menganggap usia dewasa tengah (middle adulthood) sebagai periode
perkembangan yang dimulai kira-kira pada usia 35-45 tahun hingga memasuki
usia 60-an. Dalam kaitannya dengan tugas perkembangan middle-age, waktu
luang merupakan aspek penting dari masa ini karena perubahan pengalaman
beberapa individu pada titik ini berada dalam lingkaran kehidupan orang dewasa.
Perubahan meliputi perubahan fisik, perubahan hubungan dengan pasangan dan
anak-anak, perubahan karier.
Beberapa perubahan fisik yang terjadi pada masa middle-age antara lain
timbulnya uban, kulit mulai keriput, gigi yang menguning, tubuh semakin lama
semakin pendek karena otot-otot melemah, punggung orang dewasa melemah
karena piringan sendi di tulang belakang mengalami penurunan,tulang-tulang
bergeser lebih dekat antara yang satu dengan yang lainnya, sulit melihat
objek-objek yang dekat, daya akomondasi mata menurun, kemampuan untuk
memfokuskan dan mempertahankan gambar pada retina mengalami penurunan
paling tajam pada usia 40 dan 59 tahun, penurunan pada sensitivitas pendengaran.
Pada usia ini juga terjadi periode menopaose, dimana pada periode ini haid
11
Universitas Kristen Maranatha menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan bagi wanita, seperti hot flushses,
mual, letih, dan cepatnya denyut jantung. Hal ini disebabkan oleh menurunnya
produksi hormon estrogen oleh indung telur, penurunan kebugaran fisik, masalah
kesehatan utama pada masa dewasa madya antara lain penyakit kanker,
kardiovaskuler, dan obesitas (Santrock,1995).
Menurut Santrock, perempuan middle-age melakukan berbagai upaya
untuk menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada fase
usia tersebut, salah satunya dengan mengikuti olahraga secara teratur sebagaimana
dilakukan oleh komunitas perempuan middle-age di kota Bandung. Secara umum,
berolahraga secara rutin bertujuan mengurangi resiko-resiko akibat perubahan
fisik yang terjadi. Akan tetapi secara spesifik, berdasarkan kerangka dari
Self-determination theory, motif seseorang berolahraga dapat berbeda-beda dan dibedakan menjadi lima jenis motif. Peranan motif yang merupakan faktor yang
berasal dari dalam diri yang sangat penting dalam mendasari perilaku yang
dimunculkan oleh perempuan middle-age.
Motif yang pertama yaitu Fitness, merujuk pada motivasi untuk aktif
berolahraga karena berkeinginan menjadi sehat secara fisik, kuat dan berenergi.
Misalnya Perempuan middle-age berolahraga karena dengan melakukan aktivitas
tersebut ia merasa lebih bugar dan tidak cepat lelah dalam melakukan aktivitas
kesehariannya. Contoh lain bagi perempuan middle-age yang memiliki tekanan
darah tinggi yang aktif berolahraga, ia merasa tekanan darahnya relatif lebih
12
Motif kedua yaitu Appearance, berarti berolahraga karena ingin menjadi
aktif, lebih menarik secara fisik, memiliki bentuk tubuh yang ideal, dan
memeroleh atau memertahankan berat badan yang diinginkan. Perempuan middle-
age berolahraga dikarenakan ingin memertahankan bentuk tubuhnya, memiliki tubuh yang kencang karena menurut mereka dengan usia mereka, memiliki berat
badan yang berlebih akan memunculkan banyak penyakit. Selain itu, dengan
memertahankan bentuk tubuhnya, mereka tetap menjaga penampilan mereka
walaupun sudah berada di usia yang tidak muda lagi.
Motif yang berikutnya yaitu Social, merujuk pada perempuan middle-age
untuk menjadi aktif berolahraga agar bisa bersama dengan teman dan bertemu
orang baru. Misalnya, bagi perempuan middle-age yang selama ini menghabiskan
waktunya dirumah bagi mereka dengan berolahraga maka mereka akan
mendapatkan teman baru selain di lingkungan keluarga mereka di rumah. Selain
itu, bagi mereka dengan mendapatkan teman baru mereka juga lebih semangat
dalam berolahraga.
Perempuan middle-age yang berolahraga karena didasari oleh Fitness, Appearance, dan Social motive karena berkaitan dengan motive dari luar dirinya sehingga merupakan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik berarti perempuan
middle-age berperilaku didasarkan motivasi dari luar dirinya. Apabila wanita middle-age termotivasi secara ekstrinsik maka perilakunya akan digerakkan untuk
mendapatkan reward atau outcomes yang tidak berhubungan dengan perilaku
tersebut. Dalam hal ini, perempuan middle age yang berolahraga diarahkan oleh
13
Universitas Kristen Maranatha dengan berolahraga perempuan middle-age merasa ia dapat memertahankan
bentuk tubuh yang ideal dan menjaga berat badannya tetap stabil dan memiliki
badan yang bugar yang merupakan tujuan ekstrinsik, yaitu mendapatkan outcomes
ekstrinsik dari aktivitas yang dilakukannya.
Berdasarkan self-determination teori, aktifitas fisik yang bertujuan dengan
body-related motives akan di rasakan sebagai sesuatu yang bersifat controling, dan akan melemahkan behavioral dan motivasi dari perempuan middle-age (Ryan
et al 1992). Perempuan middle-age merasa bahwa olahraga berkaitan dengan
bentuk tubuh ideal, sehingga mereka merasa bahwa dengan berolahraga, mereka
akan mendapatkan bentuk tubuh ideal dan dapat meningkatkan penampilan
mereka. Mereka tidak memahami dengan benar manfaat dan pentingnya
berolahraga. Perempuan middle-age yang berolahraga dikarenakan factor yang berasal dari luar dirinya yaitu motivasi ekstrinsik yang didasarkan oleh outcomes,
ketika mereka merasa sudah mendapatkan outcomes dari kegiatan yang mereka
jalani, maka mereka cenderung untuk tidak melanjutkan kegiatan tersebut,
sehingga perempuan middle-age yang digerakan oleh motivasi ekstrinsik dalam
berolahraga bukan merupakan suatu kegiatan yang akan berkelanjutan atau
bertahan lama.
Motif perempuan middle-age berolahraga berikutnya adalah Competence,
merujuk pada kegiatan rutin berolahraga karena untuk meningkatkan
kemampuannya, untuk memenuhi tantangan, dan untuk memeroleh keterampilan
yang baru. Perempuan middle-age berolahraga dikarenakan untuk menguasai
14
aerobic, di usia mereka yang sudah tidak muda lagi mereka tetap mengikuti
olahraga ini dikarenakan menurut mereka, usia tidak menjadi penghalang bagi
mereka untuk tetap kuat dan memenuhi tantangan mereka dalam mengikuti gerak
yang diajarkan oleh instruktur aerobic mereka selain itu mereka juga memeroleh
ketrampilan baru yaitu berbagai macam gerakan baru yang mereka lakukan saat
mengikuti aerobic.
Motif yang terakhir yaitu interest/enjoyment merujuk kegiatan rutin
berolahraga karena olahraga merupakan kegiatan yang menyenangkan, menarik
dan membuat nyaman. Perempuan middle-age yang digerakan oleh
interest/enjoyment motive merasa bahwa kegiatan berolahraga yang dilakukannya membuatnya nyaman, sehingga kegitan berolahraga merupakan kegiatan yang
wajib yang harus dilakukannya, selain itu ia juga mendapatkan pengalaman yang
menyenangkan dari kegiatan yang dilakukannya, ia juga merasa dengan
berolahraga dapat menghilangkan atau menurunkan tingkat stress dan dengan
berolahraga ia akan mendapatkan sense of well being.
Perempuan middle-age yang berolahraga karena didasari oleh Competence
dan interest/enjoyment motive, karena berkaitan dengan motif dari dalam dirinya sehingga merupakan motivasi intrinsik. Perempuan middle-age yang dipengaruhi
oleh motivasi intrinsik berperilaku karena tergerak oleh kekuatan dari dalam
dirinya yang sudah memiliki sistem nilai yang kuat dan tujuan yang jelas, berarti.
Perempuan middle-age yang memiliki motivasi intrinsik menunjukan
kepuasannya dengan terikat dalam kegiatan itu sendiri, yaitu mendapatkan
15
Universitas Kristen Maranatha Perempuan middle-age yang didasari oleh motivasi intrinsik, berkaitan dengan keterikatannya dalam melakukan kegiatan tersebut. Perempuan middle-age yang didasari oleh motivasi intrinsik, menganggap kegiatan berolahraga sudah menadi
bagian dari aktivitasnya sehingga kegiatan berolahraga bagi mereka akan terus
berkelanutan.
Menurut sudut pandang kesehatan, untuk memahami secara benar cara
untuk meningkatkan motivasi dalam berolahraga merupakan hal yang sangat
penting. Dilihat dari kerangka self-determination theory (SDT), berolahraga
berkaitan atau berhubungan erat dengan vitalitas dan kebahagiaan individu (Ryan
& Frederick,1997). Dari motif-motif yang sudah dijabarkan diatas, motif-motif
tersebut merupakan hasil dari need seseorang. Saat seseorang aktif berolahraga, ia
akan lebih berenergi dan mendapatkan kepuasan mendalam dari psychological
needs yang berkontribusi pada sense of wellness seseorang. Setiap perempuan middle-age yang berolahraga memiliki tiga kebutuhan dasar, menurut self-determination theory, kebutuhan tersebut adalah need competence, need autonomy dan need relatedness.
Need yang pertama adalah need competence. Self-determination theory
sama halnya dengan teori lain dalam mengetahui pentingnya competence dalam
memotivasi perilaku. Saat melakukan suatu tingkah laku, seseorang
membutuhkan suatu pengalaman yang dirasa efektif atau memberikan dampak
baik dan rasa percaya diri. Dengan kerangka self-determination theory,
16
Misalnya saat berolahraga, perempuan middle-age mendapatkan respon positif
dari instrukturnya saat ia tetap aktif dan mengikuti arahan dari instrukturnya saat
berolahraga atau saat perempuan middle-age mampu mengikuti sampai selesai
dan tetap bersemangat, contoh lain misalnya saat perempuan middle-age
mendapatkan respon positif dari temannya yang berolahraga bersama-sama
dengan dirinya, maka motivasi berolahraganya pun akan meningkat.
Need yang kedua yaitu need autonomy. Need autonomy merupakan hasrat universal perempuan middle-age untuk mau serta mampu untuk memilih atau
membuat keputusan, dan bertindak sesuai dengan minat yang ada pada dirinya
yang melibatkan sikap inisiatif dan pengaturan tingkah laku itu sendiri ( Deci
dan Ryan, 2009 ). Need autonomy itu berarti kebutuhan perempuan middle-age
untuk bertindak sesuai dengan minat yang ada pada dirinya dan mampu
membuat keputusan sendiri serta mengesahkan tindakannya. Perempuan
middle-age memilih atau mengambil keputusan untuk ikut berpartisipasi dan tetap terikat dalam kegiatan berolahraga tersebut didasarkan oleh dorongan internal
didalam dirinya.
Need yang kedua yaitu need relatedness. Self-determination theory berpendapat bahwa merasa terhubung dan menjadi bagian dari suatu kelompok
sangat penting untuk kesehatan dan integritas. Konsep dari relatedness mengacu
pada hubungan dengan orang lain, meliputi perasaan menjadi bagian dari suatu
kelompok dan dipedulikan oleh orang lain. Dalam kegiatan berolahraga misalnya
keterlibatan orang lain apakah itu dukungan, kepedulian, atau latihan secara
17
Universitas Kristen Maranatha merasa bahwa menjadi bagian dari komunitas tersebut dan merasa terhubung
dengan individu lain yang berada di komunitas tersebut yang juga
bersama-sama melakukan kegiatan berolahraga, mereka merasa saling mendukung
serta memberikan semangat saat berolahraga.
Perempuan middle-age di komunitas “X” Kota Bandung terdorong
oleh hasrat untuk memenuhi ketiga kebutuhan tersebut. Ketiga kebutuhan itu
merupakan suatu kesatuan, ada di dalam diri individu, sehingga apabila
semakin banyaknya kebutuhan yang terpenuhi secara memadai maka
perempuan middle-age akan lebih termotivasi secara intrinsik (Ryan dan
18
Bagan 1.1 Kerangka Pikir Perempuan middle-age yang
berolahraga di komunitas “X” kota Bandung
Competence
Social Fitness Appearance Interest/enjoyment
Motif KebutuhanKompetensi
19
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi
• Perempuan yang memasuki usia middle-age akan mengalami berbagai
macam gangguan kesehatan yang menyertainya sehingga olahraga
mnenadi salah satu cara yang dipilih untuk menurunkan resiko
permasalahan tersebut.
• Keaktifan perempuan middle-age untuk berolahraga dan tetap
memertahankan aktivitasnya itu ditentukan oleh motif-motif yaitu
interest/enjoyment, competence, appearance, dan fitness.
• Perempuan middle-age yang digerakan oleh motivasi intrinsik akan
lebih dapat memertahankan kegiatan mereka untuk berolahraga
kegiatan berolahraga bagi perempuan middle-age merupakan kegiatan
45 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 50 orang perempuan middle-age
yang berolahraga di komunitas “X” Kota Bandung, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut :
1) Sebagian besar perempuan middle-age yang berolahraga di komunitas “X”
Kota Bandung didasari oleh fitness motive. Hal ini berarti perempuan
middle-age di komunitas “X” Kota Bandung didasari oleh keinginan untuk menjadi sehat secara fisik, kuat, dan berenergi selama berolahraga.
2) Dalam memertahankan kegiatan berolahraga, responden di komunitas “X”
digerakan oleh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. hal ini
dikarenakan responden selama berolahraga mendapatkan hasil yang
bersifat kontinum atau berkelanutan berupa badan yang tetap bugar
sehingga walaupun fitness motive mereka tinggi, mereka tetap akan terus
berolahraga karena bagi mereka, olahraga sudah merupakan bagian dari
46
Universitas Kristen Maranatha
3) Responden yang digerakan oleh motivasi intrinsik tercermin oleh dua
motif yaitu interest/enjoyment motive dan competence motive. Responden dalam penelitian ini menunjukan competence motive yang juga cukup
tinggi walaupun faktor usia responden yang berada pada fase dewasa
madya, mereka ingin tetap dapat melakukan gerakan-gerakan aerobic di
usia mereka yang sudah tidak muda lagi.
5.2. Saran
5.2.1. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
• Bila ingin melakukan penelitian berdasarkan self-determination theory dan
menggunakan alat ukur MPAM-R sebaiknya mengambil data pada jumlah
sampel yang lebih besar dan sampel tidak berasal dari suatu komunitas
yang sama agar dapat diperoleh data yang lebih komprehensif terhadap
motif-motif yang memengaruhi seseorang berolahraga.
• Bila ingin melakukan penelitian berdasarkan self-determination theory dan
menggunakan alat ukur MPAM-R sebaiknya mengambil sampel dari jenis
olahraga yang berbeda agar dapat memahami bagaimana motif-motif
memengaruhi individu untuk berpartisipasi dalam jenis olahraga yang
berbeda.
• Bila ingin melakukan penelitian mengenai motif kegiatan berolahraga
dengan menggunakan alat ukur MPAM-R, sebaiknya mengambil sampel
47
diperoleh nantinya serta dapat membandingkan motif berolahraga yang
dimiliki oleh individu yang berbeda usia.
5.2.2. Saran Gunalaksana
1) Bagi keluarga serta pasangan dari perempuan middle-age untuk lebih
memahami kondisi fisik dan kesehatan, serta manfaat dari menikmati
kegiatan berolahraga sehingga dapat memberikan dukungan bagi
perempuan middle-age untuk lebih menikmati kegiatan berolahraga karena
dengan menikmatinya, perempuan middle-age bukan hanya mendapatkan
manfaat dari segi fisik tetapi juga dapat terhindar dari stress, selain itu agar
mereka tetap menjalankan rutinitasnya dalam berolahraga.
2) Bagi komunitas “X” kota Bandung, memberikan gambaran mengenai
motif kegiatan berolahraga pada perempuan middle-age yang berolahraga
sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi pihak komunitas “X” untuk
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Blaine dan McElroy 2002; Theberge 1997, Midlife Women's Physical Activity Goals.
Deci.L.Edward and Ryan.M.Richard, 2001. Handbook Of Self-Determination
Research.
The University of Rochester Press. Singapore: National Institute Of Education Library.
International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2012, 9:78. (http://www.ijbnpa.org/content/9/1/78, diunduh 8 Juli 2013).
Landers. M. Daniel, 2008. Journal of Sport and Exercise Psychology
(https://www.presidentschallenge.org/informed/digest/docs/199712digest.pd f, diunduh 21 Maret 2011).
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Ryan & Deci, Ryan, R. M., & Deci, E. L, 2002. Overview of self-determination theory: An organismic dialectical perspective In R. M. Ryan & E. L. Deci (Eds.), Handbook of self-determination research.
Rochester, N.Y.: The University of Rochester Press.
Santrock, John W. 2004. Life Span Development. Jakarta : Erlangga Indonesia.
Segar L. Michelle, Eccles S. Jacquelynne, Peck C. Stephen & Richardson R Caroline., 2007 Sex Roles Midlife Women’s Physical Activity Goals: Sociocultural Influences and Effects on Behavioral Regulation. Published online: 4 October 2007. Diunduh 21 Maret 2011
Strelan et al, 2003. Weight-Related Sport Motives and Girls’ Body Image, Weight Control Behaviors, and Self-Esteem.
DAFTAR RUJUKAN
Deci & Ryan, 2001. Self Determination Theory.
(http://www.selfdeterminationtheory.org/questionnaires/10questionnaires/4 8, diunduh Februari 2009).
Jumlah lansia capai 71,6 juta pada 2050,2012
(http://www.antaranews.com/berita/341398/jumlah-lansia-capai-716-juta-pada-2050, diunduh Maret 2013).
Ketika motivasi ekstrinsik menjadi efektif, 2009.
(http://psikologiolahraga.wordpress.com/2009/03/04/ketika-motivasi-ekstrinsik-menjadi-efektif/, diunduh Maret 2009).
Sehat Saat Paruh Baya Bikin Umur Lebih Panjang,2012.
(http://health.detik.com/read/2012/11/13/082832/2089940/766/sehat-saat-paruh-baya-bikin-umur-lebih-panjang-14-tahun, diunduh Maret).
Self Determination Theory, 2001.