• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL KESEMPATAN KEDUA KARYA JUSRA CHANDRA: TINJAUAN FEMINISME SASTRA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL KESEMPATAN KEDUA KARYA JUSRA CHANDRA: TINJAUAN FEMINISME SASTRA."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh:

ROSITA ISMINARTI

A 310 060 204

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

xi

Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Judul: Citra Perempuan dalam Novel Kesempatan Kedua Karya Jusra Chandra Tinjauan Feminisme Sastra. Skripsi. 2010.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan struktur yang membangun dasar novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra. (2) Mendeskripsikan citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan objek penelitian adalah citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra menggunakan analisis feminisme.

Data penelitian berupa kata-kata dalam rangkaian kalimat dan sumber data primer adalah novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra yang diterbitkan oleh PT Grasindo, Jakarta, 2006 setebal 275 halaman. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan, simak dan catat. Teknik analisis data menggunakan model pembacaan semiotic, yaitu. hermeneutik dan heuristik.Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) analisis struktur di atas dapat disimpulkan bahwa antara alur, dan penokohan dan latar merupakan penunjang tema. Alur cerita dalam novel dipengaruhi oleh kepribadian suami yang kurang menghargainya sebagai seorang isteri dan tema yang dipilih, yaitu: ” kesabaran, keteguhan dan ketegaran seorang isteri kepada suaminya yang kurang menghargainya sebagai seorang isteri”. (2) Citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra, yaitu: (a) citra perempuan sebagai seorang isteri yang setia, (b) citra perempuan sebagai isteri yang sabar dan tabah, (c) citra perempuan sebagai seorang isteri yang tegas, (d) citra perempuan yang memperhatikan keluarga, dan (e) citra perempuan di bidang pendidikan dan karier.

(3)

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan sebuah fenomena dan produk sosial sehingga yang terlihat dalam karya sastra adalah sebuah entitas masyarakat yang bergerak, baik yang berkaitan dengan pola, struktur, fungsi maupun aktivitas dan kondisi sosial budaya sebagai latar belakang kehidupan masyarakat pada saat karya sastra itu diciptakan (Fananie, 2002: 193). Ratna (2004: 60) mengatakan bahwa pada dasarnya antara sastra dengan masyarakat terdapat hubungan yang hakiki. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d) hasil karya itu dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Karya sastra diciptakan tidak hanya melalui imajinasi yang dilakukan oleh pengarang, tetapi dapat juga dari hasil pengalaman batin pengarang. Pengalaman batin pengarang tersebut berupa peristiwa atau problem dunia yang menarik sehingga muncul gagasan dan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Biasanya, masalah yang diketengahkan adalah masalah-masalah yang sedang terjadi (Sangidu, 2004: 34).

Sastra merupakan karya imajinasi yang menggambarkan kehidupan bermasyarakat yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh

(4)

kalangan masyarakat. Hasil dari imajinasi yang dilakukan oleh pengarang tersebut akan dituangkan ke dalam bentuk karya sastra. Bentuk karya sastra tersebut misalnya drama, cerpen, puisi, dan novel (Waluto dan Soliman, 1993: 12).

Karya sastra merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Dalam karya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan dengan konvensi sastra. Artinya sastra mempunyai konvensi sendiri di samping konvensi bahasa. Konvensi sastra disebut sebagai konvensi tambahan oleh Preminger (dalam Pradopo, 2003: 69) dengan istilah (meaning) untuk bahasa dan (significance) untuk arti sastra.

Karya sastra merupakan karya sebenarnya yang terwujud karena pengalaman pribadi, seperti apa yang dilihat atau dialami dalam kehidupan sehari-hari, untuk dinikmati dipelajari dan ditanggapi oleh pembaca atau penikmat karya sastra. Karya sastra sangat berpengaruh terhadap kehidupan mansia, karena di dalamnya dapat diambil amanat atau pelajaran untuk kehidupan.

(5)

cerita dengan suatu alur cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif.

Gambaran perempuan dalam novel Kesempatan Kedua tercermin melalui tokoh utama wanitanya, yang merupakan gambaran pribadi seorang wanita dalam menghadapi, menyikapi, dan menyelesaikan setiap permasalahan kehidupan yang dihadapi. Jusra Chandra sebagai pengarang menginginkan pembaca untuk dapat mengetahui lebih jelas tentang pandangannya terhadap citra perempuan yang digambarkan dalam novel Kesempatan Kedua.

(6)

Menurut Sugihastuti, dan Suharto (2005: 15) dasar pemikiran dalam penelitian sastra berprespektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra. Pertama, kedudukan dan tokoh para perempuan seperti tercermin dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih didominasi oleh laki-laki. Dengan demikian, upaya pemahamannya merupakan keharusan untuk mengetahui ketimpangan jender dalam karya sastra, seperti terlihat dalam realitas sehari-hari masyarakat. Kedua, dari resepsi pembaca karya sastra Indonesia, secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia tertinggal dari laki-laki, misalnya dalam hal latar sosial pendidikannya, pekerjaannya, perannya dalam masyarakat dan pendeknya derajat mereka sebagai bagian integral dan susunan masyarakat. Perspektif feminis bahwa perempuan mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dapat ikut serta dalam segala aktivitas kehidupan kemasyarakatan bersama laki-laki.

Kritik sastra feminis merupakan salah satu teori kritik sastra yang paling dekat untuk dipakai sebagai alat penjawabnya. Dalam arti leksikal, feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Moeliono, dkk dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 18)

(7)

kehidupannya. Karya ketiga yang dihasilkan menarik untuk diteliti karena peneliti bisa masuk dan memahami novel tersebut.

Keunggulan novel tersebut terletak pada penggambaran perempuan yang sabar dan tangguh digambarkan secara nyata dan jelas. Novel tersebut berisi tentang kesetiaan istri kepada suaminya, walaupun suaminya bertindak tidak adil dan sesuka hati pada istrinya.

Keunggulan penulis novel Kesempatan Kedua adalah penulis berani mengeluarkan karya yang bukan di bidangnya. Jusra Chandra sering mendapatkan penghargaan, di antaranya novelnya yang berjudul Good and Evil yang bisa membangun motivasi pembacanya, selain itu ia aktif dalam

menulis artikel di harian Kompas.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikembangkan secara rinci alasan diadakan penelitian ini sebagai berikut.

1. Novel Kesempatan Kedua mempunyai banyak keistimewaan, salah satunya adalah menggambarkan kehidupan perempuan dengan berbagai problematika yang dihadapinya.

2. Novel Kesempatan Kedua mengungkapkan dimensi feminis yang kompleks dan menarik untuk dikaji.

(8)

4. Analisis terhadap novel Kesempatan Kedua diperlukan guna menentukan kontribusi pemikiran dalam memahami masalah-masalah feminis di masyarakat sesuai dengan ajaran agama Islam.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menentukan judul penelitian ini “Citra Perempuan dalam Novel Kesempatan Kedua Karya Jusra Chandra Tinjauan Feminisme Sastra”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta mengenai pada sasaran yang dinginkan. Sebuah perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas, yang dapat berakibat penelitiannya menjadi tidak fokus. Perlu di ketahui juga bahwa penelitian yang baik bukan penelitian yang objek kajiannya ataupun dangkal, melainkan penelitian yang objek kajiannya menfokus dan mendalam.

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah analisis struktural novel Kesempatan Kedua yang meliputi tema, alur, latar, dan penokohan. Kemudian menganalisis citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra dengan Tinjauan Feminisme Sastra.

C. Perumusan Masalah

(9)

1. Bagaimana struktur yang membangun novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra?

2. Bagaimana citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra?

D. Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari pembahasan, maka ada dua tujuan penelitian yang perlu dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu.

1. mendeskripsikan struktur yang membangun dasar novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra.

2. mendeskripsikan citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra

E. Manfaat Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat mencapai tujuan penelitian secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini sebagai berikut.

a. Manfaat Teoretis

(10)

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengaplikasikan teori sastra feminis dalam mengungkapkan novel Kesempatan Kedua.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang citra perempuan dengan tinjauan feminism sastra.

2. Melalui pemahaman mengenai citra perempuan diharapkan dapat membantu pembaca dalam mengungkapkan makna dalam novel Kesempatan Kedua.

F. Tinjauan Pustaka

Fungsi tinjauan pustaka adalah untuk mengembangkan secara sistematik penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian sastra yang pernah dilaksanakan. Dalam suatu penelitian memerlukan keaslian. Oleh karena itu, penelitian memerlukan tinjauan pustaka.

Keaslian penelitian dapat dilakukan melalui paparan tinjauan pustaka yang berkaitan dnegna feminisme, di antaranya Retno Triwijayanti (2004) dalam skripsinya dengan judul “Citra Wanita dalam Novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi, Karya AA. Navis: Tinjauan Sastra Feminis”. Skripsi. Skripsi ini

(11)

kesabaran dan ketegaran wanita dalam masyarakat, b) ketekunan dan keuletan wanita dalam pekerjaan, c) wanita terbelakang dalam pendidikan, d) wanita tertindas dalam keluarga e) wanita menjadi objek pelecehan seksual, f) wanita terbelakang dalam pekerjaan.

Penelitian dilakukan oleh Ani Fatirohmah (2005) dalam skripsinya berjudul “Citra Wanita Dalam Novel Putri Karya Putu Wijaya: Tinjauan Sastra Feminis”. Skripsi. Hasil analisis dapat disimpulkan: (1) citra wanita dalam keluarga, (2) wanita dalam masyarakat, (3) wanita dalam bidang pendidikan, (4) wanita dalam kemanusiaan, (5) wanita dalam bidang seksual.

Ani Nataria Wijayanti (2005) dengan judul skripsi “Citra Wanita Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Sastra Feminis”. Skripsi. Hasil analisis dapat disimpulkan (1) citra wanita sebagai istri, seorang istri yang taat, patuh, dan setia pada suami, (2) citra wanita sebagai seorang ibu, seorang wanita yang tetap memberikan perhatian dan kasih sayangnya pada anaknya walaupun mempunyai keturunan darah biru tapi ia tidak membeda-bedakan derajat dalam masyarakat, (4) citra wanita sebagai objek pelecehan seksual, wanita yang telah memutuskan sebagai perek, (5) citra wanita dalam peran kemanusiaan, wanita yang mempunyai jiwa sosial, (6) citra wanita dalam pengambilan keputusan, gambaran wanita yang berani mengambil keputusan yang dianggap benar.

(12)

Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburahman El Shirazi, meliputi: a) citra wanita sebagai istri yang penuh cinta, kasih sayang dan perhatian kepada suami, b) citra wanita sebagai istri yang setia, c) citra wanita sebagai istri yang menghargai pendapat suami, dan d) citra wanita sebagai istri pendukung suami.

Suwarti (2009) dengan judul skripsi “Ketidakadilan Jender Dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang: Kajian Sastra Feminis”. Skripsi. Aspek yang dikaji adalah ketidakadilan jender dalam novel Perempuan Kembang Jepun pada tokoh perempuan yang ada dalam novel

tersebut dari aspek sastra feminis

(http://etd.eprints.ums.ac.id/3574/1/A310040093.pdf. Diakses Kamis, 11

Maret 2010).

Roni Samsuri (2009) dengan penelitiannya yang berjudul “Citra

Remaja Perempuan Metropolitan dalam Halaman Muka Majalah Gogirl!”. Dalam penelitian ini penulis ingin merepresentasikan cita remaja perempuan metropolitan seperti yang terdapat dalam halaman muka majalah Gogirl! Penelitian ini hanya dibatasi pada teks dan gambar yang terdapat dalam halaman muka majalah Gogirl! (http://one.indoskripsi.com/judul-

skripsi/psikologi/citra-remaja-perempuan-metropolitan-dalam-halaman-muka-majalah-gogirl majalah citra remaja perempuan. Diakses Kamis, 11 Maret

2010).

(13)

yang meneliti novel Kesempatan Kedua dengan tinjauan feminisme sastra. Maka penelitian ini tidak diragukan keaslian dan keorisinalan dapat dipertanggung jawabkan.

G. Landasan Teori

1. Teori Strukturalisme

Pendekatan struktural merupakan sebuah pendekatan awal dalam penelitian sastra. Pendekatan struktural juga sangat penting bagi sebuah analisis karya sastra. Di dalam suatu karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya, unsur-unsur tersebut saling mengisi dan berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dalam sebuah karya sastra.

Menurut Teeuw (1984: 121), strukturalisme sastra adalah pendekatan yang menekankan pada unsur-unsur di dalam segi intrinsik dan sudut karya sastra.

Analisis struktur merupakan prioritas pertama sebelum yang lain-lain. Tanpa analisis yang demikian, kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra itu sendiri tidak akan tertangkap (Teeuw, 1984:61). Tujuan analisis struktural adalah membongkar dan memaparka secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).

(14)

Totalitas yang dimaksud bahwa struktur terbentuk dari serangkaian unsur, tetapi unsur itu tunduk kepada kaidah-kaidah yang mencirikan sistem sebagai sistem. Dengan kata lain, susunannya sebagai kesatuan akan menjadi konsep lengkap dalam dirinya. Transformasi dimaksudkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah struktur unsur akan mengakibatkan hubungan antar unsur menjadi berubah pula. Pengaturan diri dimaksudkan bahwa struktur itu dibentuk oleh kaidah-kaidah intrinsik dari hubungan antar unsur akan mengatur sendiri bila ada unsur yang berubah atau hilang.

Analisis struktural karya sastra, dalam hal ini fiksi dilakukan dengan cara mengidentifikasikan, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik.

2. Unsur-unsur Novel

Langkah kerja dalam teori Strukturalisme (Nurgiantoro, 2005: 36) adalah:

a. mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara lengkap dan kelas mana tema dan mana tokohnya.

b. mengkaji unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui tema, tokoh, alur, penokohan, latar dalam sebuah karya sastra.

c. mendeskripsikan masing-masing unsur sehingga fungsi tema, alur, penokohan latar dalam sebuah karya sastra.

(15)

Stanton (dalam Jabrohim, 2003: 56) menjelaskan bahwa unsur-unsur pembangun struktur itu disebut fakta sastra terdiri atas tema, alur, penokohan, dan latar, sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, suasana, simbol-simbol, imajinasi di dalam tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.

a. Tema

Menurut Stanton (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 45), tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerengkan sebagaian besar unsurnya dengan cara yang sederhana.

Fananie (2000: 84) mengemukakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena karya sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat. Tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa perasaan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi dan tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Tema juga berupa pandangan pengarang dalam menyiasati permasalahan yang muncul.

Nurgiantoro (2005: 70) mengemukakan bahwa tema adalah sebagai dasar cerita, gagasan dasar sebuah karya sastra. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.

(16)

bersama membuka sebuah totalitas. Bahkan, sebenarnya eksistensi tema itu sendiri bergantung pada bagan unsur yang lain. Tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung melainkan “hanya” secara implisit melalui cerita (Nurgiantoro, 2005: 74).

b. Alur

Menurut Stanton (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 45), alur adalah cerita yang berisi urutan pristiwa, tetapi setiap peristiwa itu dihubungkan secara kausal.

Luxemburg menyebutkan alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku (Luxemburg, et.al, dalam Fananie, 2000: 93).

Nurgiyantoro (2000: 153-154) berpendapat bahwa alur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) alur lurus, maju atau dapat dinamakan progresif dan (2) alur sorot balik, mundur, flash back atau regresif. Sebuah cerita dikatakan regresif jika cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari tahap tengah, bahkan dari tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.

Secara tradisional sebagaimana dikemukakan Petronius (Transl. William Arrowsmith, dalam Fananie, 2000: 93), bahwa struktur plot mencakup tiga bagian seperti berikut.

(17)

2. Conflict (a complication that moves to climax), atau tahap klimaks permasalahan atau puncak permasalahan.

3. Denouement (literary, “unknotting”, the out come of the conflict; the resolution) atau tahap penyituasian atau pemecahan masalah.

Dalam pengertian ini, elemen plot hanyalah didasarkan pada paparan mulainya peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik. Dalam pembagian tersebut tampak bahwa rangkaian peristiwa yang membangun suatu plot merupakan suatu sekuen rangkaian peristiwa yang berkaitan, oleh Aristoteles diistilahkan a continuous sequence of beginning, middle, and end (Abrahams, dalam Fananie, 2000: 93).

c. Penokohan

Yang dimaksud tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 50).

(18)

d. Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk,atau pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 54)

Analisis struktural berusaha memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur instrinsik yang membangun karya sastra, serta menjelaskan interaksi antar unsur-unsur intrinsik dalam membentuk makna yang utuh.

Dapat disimpulkan bahwa analisis struktural adalah analisis yang mengupas tuntas dan memaparkan secara cermat, teliti dan mendalam bagian dari unsur intrinsik karya sastra dan keterkaitan antarunsur intrinsik tersebut yang meliputi tema, tokoh, dan penokohan, alur dan setting serta keterkaitan antar unsur tersebut.

Nurgiyantoro, (2007: 216) membagi latar yang terdapat dalam karya fiksi menjadi.

1. Latar tempat

(19)

2. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2007: 230).

3. Latar sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia bisa berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong dalam latar spiritual. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas (Nurgiyantoro, 2007: 234).

Dapat disimpulkan bahwa analisis struktural adalah analisis yang mengupas tuntas dan memaparkan secara cermat, teliti dan mendalam bagian dari unsur intrinsik karya sastra dan keterkaitan antarunsur intrinsik tersebut yang meliputi tema, tokoh, dan penokohan, alur dan setting serta keterkaitan antar unsur tersebut.

3. Teori Kritik Sastra Feminis

(20)

makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi partikal yang dominan (Djajanegara, 2000: 16).

Faham feminis ini lahir dan mulai berkobar pada sekitar akhir 1960-an di Barat, dengan beberapa faktor penting yang mempengaruhinya. Sejak akhir 1960-an ketika kritik sastra feminis dikembangkan sebagai bagian dari gerakan perempuan internasional, anggapan tentang studi kritik sastra feminis ini pun menjadi pilihan menarik. Kritik sastra feminis menawarkan pandangan, bahwa para pembaca perempuan dan kritikus perempuan membawa persepsi, pengertian, dan dugaan yang berbeda pada pengalaman membaca karya sastra apabila dibandingkan dengan laki-laki (Sugihastuti dan Suharto, 2005: 6).

Kritik sastra feminis mempermasalahkan asumsi tentang perempuan yang berdasarkan paham tertentu selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan yang kemudian menimbulkan isu tertentu tentang perempuan. Selain itu, kritik ini berusaha mengidentifikasi suatu pengalaman dan perspektif pemikiran laki-laki dan cerita yang dikemas sebagai pengalaman manusia dalam sastra. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah pemahaman terhadap karya sastra sekaligus terhadap signifikasi berbagai kode jender yang ditampilkan teks berdasarkan hipotesis yang disusun (Showalter via Culler, dalam 2009: 20).

(21)

melihat semua karya sebagai cermin anggapan-anggapan estetika dan politik mengenai jender yang dikenal dengan istilah politik seksual (Millett via Culler dalam Sofia, 2009: 20). Sasaran kritik sastra feminis adalah memberikan respon kritis terhadap pandangan-pandangan yang terwujud dalam karya sastra yang diberikan oleh budayanya kemudian mempertanyakan hubungan antara teks, kekuasaan dan seksualitas yang terungkap dalam teks. (Ruthven dalam Sofia, 2009:23).

Dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang menurut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme diartikan oleh (Geofe dalam Damono, 2000: 84) sebagai teori tentang persamaan antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita.

Sugihastuti dan Suharto (2005: 7) mengemukakan kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang menjadi perbedaan semua yang juga menjadi perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada situasi luar yang mempengaruhi karang mengarang.

(22)

kritik sastra feminis berkembang dari berbagai sumber. Dalam hal ini, diperlukan pandangan luas dalam bacaan-bacaan tentang perempuan. (Sugihastuti dan Suharto 2005: 8)

Arti kritik sastra feminisme secara sederhana adalah sebuah adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia, jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia. Jenis kelamin membuat banyak perbedaan diantara semuanya, perbedaan diantara diri pengarang, pembaca dan faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang. Ada asumsi bahwa wanita memiliki persepsi yang berbeda dengan laki-laki dalam melihat dunia ini (Damono, 2000: 86).

(23)

Batasan umum kritik sastra feminis dikemukakan oleh Culler dalam Sugihastuti, dan Suharto (2005: 7) bahwa kritik sastra feminis adalah cara membaca sebagai perempuan, artinya kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra.

Macam kritik sastra feminis menurut Djajanegara (2000: 28-39) adalah sebagai berikut:

a. Kritik saran feminis ideologis, yaitu kritik sastra feminis yang melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Adapun yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita dalam penelitiannya adalah citra serta stereotype wanita dalam karya sastra. Selain itu meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab mengapa wanita sering ditiadakan, bahkan nyaris diabaikan dalam kritik sastra. b. Kritik sastra feminis-gynocritic atau ginokritik, yaitu kritik sastra

feminis yang mengkaji penulis-penulis wanita. Kajiannya mengenai masalah perbedaan antara tulisan pria dan wanita.

c. Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra marxis adalah kritik sastra feminis yang meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat tokoh-tokoh wanita dalam karya sastra. Lama adalah wanita yang tertindas yang tenaganya dimanfaatkan untuk keperluan laki-laki yang menerima bayaran.

(24)

bahwa wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedang tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin pencipta-Nya.

e. Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik yaitu kritik sastra feminis yang mengkaji tentang adanya diskriminasi seksual dari kaum laki-laki putih atau hitam dan diskriminasi rasial dari golongan mayoritas kulit putih, baik laki-laki maupun perempuan.

f. Kritik sastra feminis lesbian, yakni sastra feminis yang hanya meneliti penulis atau tokoh wanita saja. Dalam kritik sastra feminis ini, para pengkritik sastra lesbian lebih keras untuk memasukkan kritik sastra lesbian kedalam kritik sastra feminis serta memasukkan teks-teks lesbian kedalam tradisional maupun kanon feminis.

Sugihastuti dan Suharto (2005: 7) berpendapat, arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita

Di dalam penelitian ini digunakan kritik sastra feminis ideologis karena kritik sastra feminis ini melibatkan wanita dalam kisahnya. Kritik sastra feminis dalam penelitian ini digunakan untuk membahas tentang citra wanita berdasarkan stereotype wanita dalam karya sastra, serta sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan bahkan diabaikan.

(25)

paling rumit sekalipun. Cara ini dapat memperkaya wawasan para pembaca wanita, serta membebaskan cara berpikir mereka Djajanegara (2000: 28).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kritik sastra feminis merupakan kritik sastra dengan kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia.

Novel Kesempatan Kedua belum pernah diteliti dengan tinjauan feminisme sastra. Tinjauan feminisme sastra ini digunakan untuk membahas citra perempuan pada tokoh utama wanita dalam kehidupannya. 2. Citra Perempuan dan Jender

Citra perempuan merupakan suatu jenis sosiologi yang menganggap teks-teks sastra dapat digunakan sebagai bukti adanya berbagai jenis peranan perempuan. Penelitian citra perempuan untuk dua kegunaan berbeda, yaitu: untuk mengungkapkan hakekat stereotype yang menindas yang diubah ke dalam model-model peran serta menawarkan pandangan yang sangat terbatas dari hal-hal yang diharapkan oleh seorang perempuan. Di pihak lain, penelitian citra perempuan digunakan untuk memberikan peluang berpikir tentang perempuan dengan membandingkan bagaimana perempuan telah direpresentasikan dan bagaimana seharusnya perempuan dipresentasikan. (Ruthven dalam Sofia, 2009:23).

(26)

alternatif baru sehingga menyebabkan kaum pria dan wanita memikirkan tentang kemampuan wanita pada saat sekarang (Sugihastuti, 2000: 121).

Citra wanita dalam kehidupan sosialnya berhubungan dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum tergantung kepada bentuk hubungan itu. Hubungan wanita dalam masyarakat dimulai dari hubungannya dengan orang-orang, antar orang, sampai ke hubungan dengan masyarakat umum. Termasuk kedalam hubungan orang-seorang adalah hubungan wanita dengan pria dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000: 125).

Pada dasarnya sosial perempuan merupakan citra perempuan yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat tempat perempuan menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar manusia. Kelompok masyrakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok keluarga luas.

Secara kodrati laki-laki dan perempuan memiliki persamaan dan perbedaan. Dalam wilayah seks, laki-laki dan perempuan mutlak berbeda. Perbedaan itu dijelaskankan oleh Tjokowinoto (dalam Sofia, 2009: 157) dalam tiga hal, yaitu determinan sosial yang dibagi lagi menjadi tiga, antara lain:

1) Fungsi reproduksi, perempuan memiliki alat seksual yang berbeda dengan laki-laki.

(27)

3) Kromosom, perempuan memiliki kromosom XX, sebaliknya laki-laki memiliki kromosom XY.

Secara kodrati, perbedaan-perbedaan itu menumbuhkan sifat saling membutuhkan secara biologis. Akan tetapi, relasi perempuan dan laki-laki tidak hanya dapat dilihat dalam kaitannya dengan ketergantungan antara perbedaan seks. Kuntowijoyo (dalam Sofia,2009:158) menjelaskan bahwa dalam tataran jender perempuan dan laki-laki pun saling membutuhkan, bahkan konsep keluarga merupakan relasi ideal untuk menjalani hidup dan bermasyarakat.

(28)

Berdasarkan fakta ilmiah dan kesaksian kaum perempuan sendiri, sesungguhnya perempuan itu secara fisik dan akal pikiran lebih lemah dibandingkan lelaki. Hanya saja, kelemahan tersebut tidak membuat perempuan tidak berdaya, tetapi justru kelemahan tersebut menjadi senjata dan modal utama. Dengan senjata dan modal tersebut, mereka sanggup menundukkan dan menguasai kaum lelaki. Sejarah juga membuktikan bahwa sekuat-kuatnya seorang lelaki, pasti akan tunduk dan bersimpuh dihadapan perempuan. Kelemahan itu juga menjadi perisai, pelindung dan penyelamat kaum perempuan. Sebab, ia sanggup menundukkan kaum lelaki yang lebih kuat dari dirinya (Al-Buthi, 2002: 201).

(29)

Citra wanita dalam aspek keluarga, wanita berperan sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai anggota keluarga masing-masing peran mendatangkan konsekuensi sikap sosial yang satu dengan yang lainnya bergayutan. Sebagai istri misalnya, wanita mencintai suami, memberikan motivasi, dan sebagai pendamping dalam kehidupan suami (Khairuddin, 1995: 21).

Hadiz dan Eddyana (2005: 21) menjelaskan bahwa dalam pasal 31 UU R.I NO. 1 tahun 1974 tentang perkawinan berisi tentang hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukannya suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dan masyarakat.

Citra wanita dalam keluarga berperan sebagai istri mepunyai hak-hak yang sama dengan suami. Hak-hak-hak tersebut antara lain: (1) dalam memperoleh cinta, kasih sayang, dan perhatian, (2) memperoleh kesetiaan, (3) berpendapat, dan (4) memperoleh dukungan suami dalam menjalani kehidupan (Sugihastuti, 2000: 116).

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Strategi Penelitian

(30)

tidak terpancang (grounded research/ penelitian penjelajahan). Pada penelitian yang sifatnya terpancang (embedded research), batasan tersebut menjadi semakin tegas dan jelas karena penelitian jenis ini sama sekali bukan penelitian grounded yang bersifat penjelajahan, tetapi sudah terarah pada batasan atau focus tertentu yang dijadikan sasaran dalam penelitian (Sutopo, 2006: 136-139).

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif yang sering digunakan tidak dikaitkan dengan tingkatan penelitian, tetapi dimaksudkan bahwa sifat penelitian kualitatif selalu menyajikan temuannya dalam bentuk deskriptif kalimat yang rinci, lengkap dan mendalam mengenai proses mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi (Sutopo, 2006: 139).

2 . Objek penelitian

Setiap penelitian mempunyai objek yang akan diteliti. Objek adalah unsur-unsur yang bersama-sama dengan sasaran penelitian membentuk kata dan konteks data (Sudaryanto, 1993: 30). Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah citra wanita dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra menggunakan analisis feminisme.

3. Data dan Sumber Data a. Data

(31)

penelitian ini berupa kutipan-kutipan kalimat dan paragraf dalam novel Kesempatan Kedua dengan tinjauan feminisme sastra.

b. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini kepustakaan yaitu berupa buku, transkrip, majalah dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan perincian sebagai berikut:

1) Sumber data primer

Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung didapat dan diperoleh penulis untuk keperluan penelitian (Surachmad, 1999: 163). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra, PT. Gramedia, Jakarta, 2006, cetakan pertama.

2) Sumber data sekunder

Sumber data sekunder, yaitu data yang dahulu dikumpulkan orang diluar penyidik, walaupun yang dikumpulkan itu adalah data asli (Surachmad, 1999: 163). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku dan artikel yang mempunyai relevansi untuk memperkuat argumentasi dan melengkapi hasil penelitian ini. Seperti buku karangan Burhan Nurgiantoro berjudul Teori Pengkajian Fiksi.

4. Teknik Pengumpulan Data

(32)

yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh datar dan konteks kesustraan dengan dunia nyata memetik yang mendukung untuk dianalisis. Sumber-sumber tertulis yang digunakan dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan dalam pengkajian sastra terutama dalam kajian citra perempuan yang ditinjau dengan feminisme sastra.

Teknik simak dan teknik catat dalam penelitian ini berarti peneliti sebagai instrumen melakukan penyamakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer (Subroto dalam skripsi Lina Azizah, 2008: 15 ). Teknik simak dan teknik catat dipergunakan untuk mencapai sasaran penelitian karya sastra yang berupa teks novel Kesempatan Kedua dalam rangka memperoleh data yang diinginkan. Hasil penyamakan itu dicatat itu disertakan pula kode sumber datanya untuk pengecekan ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data.

5. Validitas Data

Dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi yang merupakan cara yang paling umum untuk digunakan bagi peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif. Patton (dalam Sutopo, 2006: 92) menyatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu sebagai berikut:

(33)

2. Trianggulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau pun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa penelitian yang lain.

3. Trianggulasi metodologis, dilakukan peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.

4. Trianggulasi teoritis, dilakukan peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Jenis teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi teoritis, yakni dilakukan dengan cara menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. 6. Teknik Analisis Data

Untuk menemukan citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua menggunakan teknik pembacaan model semiotik yakni pembacaan

heuristik dan hermeneutik. Menurut Riffaterre (dalam Sangidu, 2004: 19), pembacaan heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda linguistik. Pembacaan heuristik juga dapat dilakukan secara struktural (Pradopo dalam Sangidu, 2004: 19). Pembacaan ini berasumsi bahwa bahasa bersifat referensial, artinya bahasa harus dihubungkan dengan hal-hal nyata.

(34)

kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan bekerja secara terus-menerus lewat pembacaan teks sastra secara bolak-balik dari awal sampai akhir (Riffaterre dan Culler dalam Sangidu, 2004: 19). Salah satu tugas hermeneutik adalah menghidupkan dan merekonstruksi sebuah teks dalam yang melingkupinya agar sebuah pernyataan itu tidak mengalami aliensi dan menyesatkan.

Sastra harus ditempatkan dalam fungsinya sebagai sosial-budaya. Sastra adalah tindak komunikasi atau gejala semiotik. Tegasnya, sastra adalah tanda. Oleh karena itu analisis novel Kesempatan Kedua akan dilanjutkan dengan pendekatan semiotik yang berhubungan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik.

Langkah awal analisis novel Kesempatan Kedua, yaitu memaparkan strukturnya dengan menggunakan metode pembacaan heuristik, pada tahap ini pembaca dapat menemukan arti secara linguistik (Abdullah dalam Sangidu, 2004: 19). Selanjutnya dilakukan pembacaan hermeneutik, yaitu peneliti bekerja secara terus-menerus lewat pembacaan teks sastra secara bolak-balik dari awal sampai akhir untuk mengungkapkan aspek sosial dalam novel Kesempatan Kedua.

I. Sistematika Penulisan

(35)

yang akan dibahas dalam penelitian. Sistematika dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I pendahuluan memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II terdiri dari latar belakang sosial budaya pengarang, teori-teori sosial, latar belakang penciptaan dan biografi pengarang yang memuat riwayat hidup pengarang, hasil karya pengarang, serta ciri khas kepengarangannya.

Bab III memuat analisis struktur yang terkandung dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra yang akan dibahas dalam tema, alur,

penokohan, latar atau setting.

Bab IV merupakan bab inti dari penelitian yang akan membahas Citra Perempuan dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra.

Referensi

Dokumen terkait

struktural novel tersebut, analisis citra perempuan dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy dengan tinjauan feminisme sastra dan yang terakhir adalah bentuk implementasinya

“Citra Wanita dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Sastra Fem inisme”.. Surakarta: Universitas

melibatkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. b) Kritik sastra feminis ginokritik, dalam raga mini termasuk penelitian tentang sejarah karya

Menganalisis relevansi dari hasil analisis citra wanita tokoh utama yang terdapat dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif sebagai alternatif bahan

Saran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca penelitian citra wanita dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy dengan menggunakan tinjauan

CITRA SOSIAL PEREMPUAN DALAM NOVEL PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI: KAJIAN

Novel Kompromi karya Soesilo Toer merupakan objek dari kajian feminisme. Berikut hasil analisis data dalam novel Kompromi karya Soesilo Toer yang berhubungan

10 Geby Rahmayani, Atika Wasilah MAPPING KAJIAN KRITIK FEMINISME CITRA PEREMPUAN DESA DALAM NOVEL “SUTI:Perempuan Pinggir Kota” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO Simpulan kritik feminis ini