• Tidak ada hasil yang ditemukan

B.1i.Artikel Ilmiah Mekanisme dan Taktik Bertahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "B.1i.Artikel Ilmiah Mekanisme dan Taktik Bertahan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Mekanisme dan Taktik Bertahan ; Penolakan Realita Dalam Konseling

Oleh : Sigit Sanyata

sanyatasigit@uny.ac.id

Abstrak

Mekanisme individu untuk menghindari kenyataan yang sedang dihadapi merupakan representasi dari ketidakmampuan memandang dirinya secara obyektif. Perilaku menghindari dapat dikaji dalam dua bagian yaitu mekanisme pertahanan (defense mechanism) dan taktik pertahanan (defense tactic). Mekanisme pertahanan sering dimaknai sebagai perilaku tidak sadar yang muncul dari individu untuk memenuhi kebutuhan atau perilaku tidak menerima sesuatu yang tidak diinginkannya, sedangkan taktik bertahan memiliki konsep yang sama dengan mekanisme bertahan tetapi yang membedakan pada sumber kemunculannya. Namun yang penting adalah mengupayakan konseli tidak melakukan pertahanan diri melalui komunikasi yang efektif antara konselor dengan konseli. Kecakapan konselor dalam menguasai keterampilan dasar dalam konseling akan menjaga mekanisme dan taktik bertahan yang dilakukan oleh konseli maupun konselor.

Kata kunci ; mekanisme bertahan, taktik bertahan

Pendahuluan

Salah satu gejala yang tidak dapat dihindari dalam proses konseling adalah munculnya

perilaku bertahan dari konseli yang menutupi situasi yang sebenarnya. Upaya menghindari

realita merupakan bentuk ketidakmampuan individu dalam menilai dirinya, sehingga

menutupi keadaan yang sebenarnya. Perilaku ini jika dibiarkan membuat konseli tidak dapat

memahami dirinya (self understanding) padahal kunci dari keberhasilan konseling adalah

kemampuan individu untuk melihat dirinya secara obyektif. Cavanagh (1982) menyatakan

bahwa hal-hal yang mungkin tersembunyi berkaitan dengan keinginan, perasaan dan

motif-motif tertentu. Gejala-gejala tersebut secara signifikan dapat membuat konseli mengalami

kecemasan. Sebagai upaya untuk mengatasi kecemasan maka salah satu tujuan konseling

adalah menganalisis keadaan psikologis konseli sehingga dapat memberikan bantuan

secara tepat dan benar.

Mekanisme pertahanan merupakan perilaku yang tidak disadari atau bawah sadar

sehingga individu merasa mendapatkan sesuatu yang diperlukan walaupun secara realita

tidak ada. Makna lain dari defense mechanism merupakan suatu keinginan seseorang untuk

tidak menerima sesuatu yang tidak diinginkannya walaupun realitanya ada. Dalam kondisi

tertentu, mekanisme pertahanan adalah sesuatu yang sangat diabaikan dalam diri

seseorang. Selain itu, secara alamiah mekanisme pertahanan merupakan sesuatu yang

telah ada sejak dini dalam kehidupan. Mekanisme pertahanan pada prinsipnya muncul

(2)

Orang cenderung menyembunyikan hal-hal negatif dalam dirinya. Situasi ini tidak

menguntungkan dalam perkembangan kepribadian seseorang. Konselor haru memiliki

pengetahuan yang mendalam mengenai mekanisme pertahanan, karena bagaimanapun

juga hal ini menjadi problem kepribadian yang menyangkut ; Pertama. bagian kepribadian

yang disembunyikan tidak hilang. Pertahanan diri merupakan representasi dari penolakan

terhadap realita yang sedang dialami dan dirasakan konseli sehingga tetap akan

mengganggu kepribadiannya. Penolakan terhadap realita sebagai bentuk ketidakmampuan

dalam menghadapi situasi yang sebenarnya sehingga memiliki asumsi bahwa dengan

menolaknya maka kecemasan akan hilang atau memperoleh toleransi dari orang lain.

Kedua. Menyembunyikan bagian dari kepribadian. Bentuk pertahanan diri merupakan

aktivitas konseli dalam menutupi keadaan yang sebenarnya terjadi sehingga konselor belum

mampu memahami kepribadian konseli secara utuh. Tugas konselor adalah mengeksplorasi

kepribadian konseli yang tersembunyi. Ketiga. Memakan energy yang seharusnya dapat

bermanfaat dalam proses perkembangan dan pertumbuhannya. Aktivitas dalam pertahanan

diri akan menghabiskan energi konseli karena konseli akan terfokus pada proses bertahan

yang dilakukannya.

Mekanisme Pertahanan (Defense Mechanism)

Teori Freud secara gamblang menjelaskan tentang mekanisme pertahanan diri sebagai

bentuk dari ketidaksadaran individu dalam menghadapi realita. Jika konselor memakai

konsep teori Freud maka seorang konselor dituntut untuk memahami bentuk-bentuk

pertahanan diri yang sering dilakukan seseorang. Secara singkat bentuk-bentuk mekanisme

pertahanan yaitu ;

1. Represi. Didefinisikan sebagai upaya individu untuk menghilangkan frustrasi, konflik

batin, dan bentuk-bentuk kecemasan lain yang ada dalam dirinya. Dalam proses

konseling, seseorang yang melakukan represi biasanya tidak bersedia menceritakan

permasalahan yang membuat cemas dirinya. Hal ini dilakukan karena sebagai usaha

untuk menghilangkan kecemasan dari perasaannya.

2. Denial. Diartikan sebagai individu yang selalu menyangkal kenyataan tidak

menyenangkan yang terjadi dalam dirinya, dalam proses konseling perilaku denial

sering terjadi ketika konselor berusaha mengeksplorasi pengalaman yang dirasakan

oleh konseli tetapi karena konseli merasa tidak ingin perasaan itu diketahui oleh orang

lain maka ia berusaha menolak kenyataan yang dialaminya.

3. Proyeksi. Konseli melakukan proyeksi dengan mengalihkan perbuatan tidak

menyenangkan atau kekeliruan kepada orang lain. Termasuk di dalamnya segala

(3)

lain, dengan kata lain konseli berperilaku selalu menyalahkan pihak di luar dirinya

sebagai penyebab setiap persoalan.

4. Rasionalisasi. Merupakan upaya mencari-cari alasan yang dapat diterima secara social

untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Seorang konseli

akan berusaha membuat berbagai alasan dengan harapan konselor tidak mengetahui

atau menganggap dia sebagai orang yang berperilaku normal.

5. Intelektualisasi. Upaya seseorang untuk menghadapi situasi yang menekan

perasaannya dengan jalan analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan.

Dengan analisa intelektual yang dilakukannya ia berharap tidak terganggu dengan

situasi tersebut.

6. Pembentukan reaksi. Memungkinkan seseorang untuk melarikan diri dari gangguan

perasaan atau keinginan dengan mengumpamakan kebalikan dari kejadian tersebut.

Seorang konseli yang sakit hati, reaksi yang diperbuat adalah menampakkan

kegembiraan, seolah-olah tidak terjadai apa-apa dengan dirinya.

7. Introyeksi. Terjadi ketika seseorang memperoleh pendapat atau nilai-nilai orang lain,

walaupun bertentangan dengan dengan sikap/prinsip yang dipegangnya. Konseli

dengan pertahanan ini menerima apa saja yang disarankan oleh orang lain tanpa ada

tanggapan dan argumentasi mengapa menerima pendapat tersebut.

Konsep Taktik Bertahan (Defense Tactic)

Bentuk lain dari mekanisme pertahanan adalan taktik pertahanan. Secara umum

memiliki tujuan yang sama yaitu menyembunyikan realita dari orang lain, tetapi keduanya

merupakan aktivitas yang berbeda. Mekanisme pertahanan merupakan aktivitas

intrapersonal sedangkan taktik pertahanan merupakan petahanan yang mengarah pada

interpersonal. Beberapa bentuk taktik pertahanan adalah ;

1. Pedestaling (bertumpuan). Konseli menggunakan taktik ini untuk mengharapkan

konselor sebagai tumpuan dalam hidupnya. Dalam kaitan ini paling tidak taktik bertahan

berfungi untuk ; memposisikan konselor sebagai orang yang sulit untuk berhadapan

langsung dengannya; konseli memposisikan dirinya sebagai orang yang selalu berada

di bawah konselor sehingga peran social yang dilakukan adalah apa yang disarankan

oleh konselor; karena sejak awal konseli ingin mendapatkan jawaban atas masalah

yang dihadapinya maka konseli tidak ingin dianalisa secara psikologis.

2. Humor. Walaupun humor secara umum merupakan perilaku yang sehat, tetapi dalam

konseling perilaku ini dapat dijadikan sebagai taktik bertahan. Humorr dapat dijadikan

sebagai perilaku bertahan dalam tiga hal yaitu ; dijadikan sebagai media untuk

mengalihkan topic bahasan ; dijadikan sebagai cara menyatakan kemarahan kepada

(4)

3. Agreebleness (menyetujui). Konseli yang bertahan dengan cara ini ditandai dengan

persetujuan semua yang dikatakan oleh konselor, tanpa mempertimbangkan apakah

yang dikatakan konselor sesuai dengan keyakinannya atau tidak. Dalam konseling,

agreeableness mempunyai fungsi bertahan untu ; menghindari konflik dengan konselor;

menyembunyikan jati diri yang sebenarnya dan untuk menghindarkan diri dari tanggung

jawab atas pengambilan keputusan.

4. Cuteness (bersikap manis). Bersikap manis biasanya ditampakkan oleh orang dewasa

untuk menyelamatkan diri dari perilaku yang tidak tepat. Bersikap manis biasanya

bersifat non verbal yang meliputi gerakan amta, mulut, goyangan kepala dan bahasa

tubuh. Perilaku ini memilki fungsi ; jika seseorang mempersepsikan diri sebagai orang

yang manis maka persepsi tersebut akan menyembunyikan perilaku mereka yang

merusak. Perilaku manis terkadang digunakan untuk merayu konselor agar menyukai

dan melindungi konseli. Bersikap manis akan menyembunyikan kecemasan seseorang

akan tanggung jawabnya dalam menyelesaikan masalah.

5. Being confuse (berbuat bingung). Merupakan sebagai cara bertahan dengan alas an ;

kebingungan dapat dijadikan pelindung konseli dalam menghadapi kenyataan yang

tidak menyenangkan. Daripada mengakui adanaya kecemasan akibat suatu peristiwa,

seseorang terkadang mengalihkan perhatiannya pada perasaan bingung mengapa hal

itu terjadi, alasan lain menampakkan kebingungan adalah adar konselor sulit mengambil

tindakan. Bersikap bingung juga akan membuat konselor menjadi bingung sehingga proses konseling terselubung oleh perilaku “bingung” sehingga tidak dapat menyentuh masalah yang sebenarnya. Dengan kebingungan dimungkinkan akan saling

menyalahkan.

6. Acting stupid (bertindak bodoh). Berperilaku bodoh menunjukkan tanggapan seseorang

dimana dia berpura-pura tidak memahami konsekuensi dari perilakunya yang merusak.

Tindakan berpura-pura bodoh dapat muncul karena beberapa alasan yaitu perilaku

tersebut dapat melindungi dari kenyataan yang menimbulkan kecemasan,

menghindarkan seseorang dari tanggung jawab terhadap perilaku mereka, dengan

perilaku pura-pura bodoh dapat mengaburkan permasalahan sebenarnya sehingga

konselor terkesan dipaksa untuk focus pada kebodohan tersebut bukan pada perilaku

merusak yang sebenarnya.

7. Helplessness (ketidakberdayaan). Sebagian konseli mengikuti proses konseling dengan

tanpa harapan. Mereka melakukan hal ini dengan salah satu sebab tidak mampu

menggambarkan masalah yang dihadapi. Konseli tidak tahu apa yang menjadi

penyebab masalah dan tidak tahu harus berbuat apa untuk mengatasi masalah yang

dialaminya. Ketidakberdayaan merupakan taktik bertahan karena menganggap konselor

(5)

konselor sebagai seseorang yang harus mengetahui masalah konseli, apa yang

menyebabkan dan bagaimana menyelesaikannya. Selama konseli merasa tidak

berdaya maka konseli tetap merasa tidak ada perubahan sehingga menyebabkan

konselor yakin bahwa konseli benar-benar dalam keadaan tidak berdaya.

8. Being upset (merasa kesal). Konseli yang datang kepada konselor kadang-kadang

merasa kesal, namun rasa kesal dapat merupakan sebuah pertahanan karena dapat

memberikan gangguan yang memadai sehingga konseli tidak mengenali apa yang

menyebabkan ia merasa kesal atau langkah-langkah apa yang harus dilakukannya.

9. Religiousity. Religiusitas dalam konteks pertahanan berbeda dengan religiusitas yang

sehat. Keyakinan/agama dijadikan pelarian dari masalah yang dihadapi. Konseli

mengharapkan pertolongan dari Tuhannya tanpa ada upaya untuk menyelesaikan

masalahnya. Agama dapat menjadi pertahanan jika konseli menggunakannya untuk

menekan perasaan marah, cemburu, keraguan dan tidak percaya. Konseli seperti ini

menganggap bahwa memiliki perasaan-perasaan tersebut membuat mereka menjadi

pribadi yang lebih buruk. Faktanya jika mereka bukan orang yang “religious” maka

mereka akan mencari cara agar tidak bersinggungan dengan perasaan yang dapat

menimbulkan kecemasan. Agama dapat digunakan oleh konseli agar tetap berada pada

jarak yang aman sehingga tidak terlalu mencampuri urusan konseli. Konselor dipaksa

untuk menghirmati keyakinan konseli (meskipun bisa terjadi keyakinan tersebut bersifat

merusak).

10. Decoying. Konseli dengan model ini akan melakukan pertahanan atas kekeliruan yang

mereka lakukan dengan berbagai argumentasi yang sekiranya dengan argumentasi itu

dapat membujuk konselor tidak masuk dalam wilayah persoalan yang sebenarnya.

Dalam proses konseling seseorang seringkali menggunakan pertahanan sehingga yang

terjadi adalah tidak semua hal dapat terungkap dalam proses konseling. Dalam kondisi ini

jika tidak diantisipasi oleh konselor maka konseling tidak akan mencapai hasil maksimal. Hal

ini dimungkinkan karena orang yang menggunakan pertahanan diri akan selalu

mengungkapkan data yang bertentangan dengan hal yang sebenarnya terjadi dan

dirasakan. Pertahanan diri tidak hanya dilakukan oleh konseli tetapi konselorpun memiliki

peluang untuk melakukan pertahanan pada waktu proses konseling. Konselor walaupun

dalam posisi sebagai orang yang memberi bantuan akan tetapi tidak menutup kemungkinan

melakukan pertahanan, baik dalam kehidupan sehari-hari sebagai pribadi maupun sebagai

konselor. Dalam pandangan Cavanagh (1982) konselor yang melakukan pertahanan diri

biasanya masih meragukan kemampuannya sendiri sebagai seorang praktisi konseling.

Teori Cavanagh mendeskripsikan bahwa konselor yang tidak melakukan pertahanan akan

(6)

antara konselor dengan konseli akan memunculkan saling percaya. Kondisi dinamis ini akan

mampu mengungkap realitas yang sedang dialami atau dirasakan konseli. Seorang konselor

harus memiliki kepekaan untuk dapat memahami apakah konseli menceritakan keadaan

yang sebenarnya. Kondisi ini akan membawa pada kemampuan konseli untuk membuka diri

(self disclosure). Keterbukaan merupakan hal yang sangat mendalam dalam proses

konseling karena sebagai ukuran keberhasilan konselor dalam membangun hubungan dan

menerapkan keterampilan konseling.

Pertahanan diri sering dianalogikan dengan tongkat penyangga. Seorang inidividu yang

sehat kepribadiannya tidak memerlukan tongkat penopang, tetapi bagi individu yang

memiliki kepribadiaan kurang sehat maka diperlukan alat penyangga. Analog ini tentunya

untuk mempermudah memahami konsep pertahanan diri individu. Sebagai upaya untuk

membantu individu dengan menghilangkan pertahanan diri yang dilakukan. Konselor

mencermati kondisi yang dimungkinkan memunculkan pertahanan diri. Cavanagh (1982)

menyebutkan bahwa salah satu pemicu munculnya pertahanan adalah situasi krisis. Pada

situasi krisis, konseli berpeluang membuat pertahanan untuk menolak realita (stress). Dalam

situasi krisis konseli dibantu untuk mengungkapkan realita secara efektif dengan

menerapkan berbagai keterampilan dasar konseling. Kemampuan konselor membangun

kepercayaan dan dapat menjadi model bagi konseli akan membantu individu dapat

menghadapi keadaan yang sebenarnya. Strategi lain yang dapat dipakai untuk membantu

konseli agar tidak melakukan pertahanan diri, dengan menjelaskan kemungkinan seseorang

menggunakan pertahanan diri ketika menghadapi situasi tertentu. Mekanisme ini oleh

Cavanagh disebut sebagai nudging. Konselor secara jelas mendeskripsikan berbagai

aktivitas yang dapat dipakai oleh konseli dalam bertahan. Konsep ini berbeda dengan

defense shoving, dimana konselor justru menekan (tidak memberikan respon) pada

pertahanan diri yang ditunjukkan oleh konseli.

Hal penting yang perlu dipahami adalah motive dalam menggunakan pertahanan.

Seseorang menggunakan prinsip bertahan disebabkan karena dua hal yaitu ; pada

waktu-waktu sebelumnya pernah memakai pertahanan dan dianggap mampu mengatasi persoalan

yang dihadapi sehingga ada kecenderungan untuk mengulang aktivitas yang sama. Kedua,

sistem bertahan dapat digunakan untuk membatasi informasi berkaitan dengan pikiran,

motif, dan perasaan. Posisi konselor sebagai manusia tidak menutup kemungkinan

melakukan pertahanan. Pengetahuan konselor tentang perilaku individu tidak secara

otomatis sebagai alat untuk melakukan pertahanan tetapi pengetahun tentang perilaku

dapat untuk menjustifikasi atas perilaku negative yang diperbuatnya. Deskripsi tersebut

menjelaskan bahwa peluang untuk melakukan pertahanan diri dapat dilakukan oleh konseli

maupun konselor. Pada situasi ini orang yang berperan dalam membangun komunikasi

(7)

pada dirinya-sendiri untuk menjaga hubungan konseli-konselor secara professional

sehingga konselor mempunyai kesempatan untuk memberikan bantuan seluas-luasnya.

Simpulan

Pertahanan diri dapat dipakai oleh konselor dan konseli dalam menolak realita.

Konselor sebagai helper harus peka terhadap gejala yang menunjukkan pertahanan diri.

Konseli melakukan pertahanan dalam dua seting yaitu mekanisme bertahan dan taktik

bertahan. Mekanisme bertahan sering dipakai untuk melakukan defense secara

intrapersonal, sedangkan taktik bertahan cenderung interpersonal. Kedua jenis sistem

bertahan sama-sama dipakai untuk menutupi atau menolak realita sebagai bentuk

ketidakmampuan individu dalam memandang dirinya secara obyektif. Sistem bertahan

cenderung muncul secara tidak disadari oleh individu tetapi dapat terlihat melalui refleksti

pikiran, perasaan, dan motif seseorang. Hal urgen yang perlu dipahami oleh konselor adalah

bahwa sistem bertahan dapat dilakukan oleh konselor sehingga kematangan kepribadian,

penguasaan keterampilan dan pengetahuan konselor menjadi salah satu kompetensi yang

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Cavanagh, Michael E. 1982. The Counseling Experience: A Theoretical and Practical Approach. California : Brooks/Cole.

Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. United States of America. Brooks/Cole.

Muhammad Surya. 2003. Psikologi Konseling. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.

Referensi

Dokumen terkait

Suasana dialogis diatas menuntun analisis Ahmad Amin menggambarkan telah adanya soal tidak mau melibatkan diri dalam pertikaian dan perselisihan diantara sesame kaum

Dari hasil kuisioner yang telah dibagikan, dapat disimpulkan bahwa Taman Inspirasi sudah cukup nyaman untuk dijadikan sebuah tempat untuk berkumpul karena fasilitas

Diharapkan melalui teknik role playing dapat meningkatkan penguasaan kompetensi interpersonal, karena dengan melakukan role playing akan membantu individu untuk

Keterkaitan fakta dengan opini dalam dunia jurnalis ialah para jurnalis dapat memberitakan sebuah hal atau kejadian yang berdasarkan fakta dengan cara observasi sederhana

Dalam makalah ini telah disajikan sebuah metode baru untuk mencari syarat perlu dan cukup keberadaan solusi keseimbangan titik pelana lingkar tertutup dari suatu permainan

Sudo /etc/init.d/samba restart.. Webmin mampu mengadministrasi dari komputer dihidupkan sampai komputer akan dimatikan. Webmin hanya perantara konfigurasi antarmuka

Guru kemarin lebih banyak berharap kepada pemerintah, dan tentu ini saya respon dengan baik, agar misalnya fasilitas perpustakaan itu bisa dibikin lebih baik lagi, kemudian

Adapun saran-saran yang dapat diberikan kepada Perpustakaan Universitas Andalas adalah sebagai berikut: (1) dari hasil penelitian, seharusnya pustakawan di bidang teknologi