BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Banyak pihak sekarang ini yang mengritik tajam sistem pendidikan
di Indonesia. Ada yang merasa bahwa sekolah-sekolah di negeri ini hanya
menghasilkan manusia-manusia yang tak berkarakter dan tidak siap terjun
ke dunia nyata. Banyak individu yang memiliki kecerdasan tinggi, tetapi
rendah dalam kecerdasan emosi dan kecerdasan adversitas (Ronnie, 2006).
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada
perguruan tinggi (Buku Peraturan Penyelenggara Kegiatan Akademik Dalam
Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa
termasuk dalam usia dewasa awal yaitu antara 18-40 tahun. Masa ini adalah
masa yang mempunyai karakteristik, dimana kebiasaan, harapan, tuntutan,
cita-cita, kebutuhan, minat, dan segala pola hidup yang diwarnai oleh
idealisme yang tinggi.
Kehidupan seorang mahasiswa tidaklah statis, melainkan selalu
dinamis dan diwarnai oleh berbagai masalah yang ada, baik itu masalah
yang ringan maupun yang berat. Berbagai masalah tersebut ada yang
bersumber dari dalam diri ataupun yang berasal dari lingkungan. Bentuk
masalah yang dihadapi seperti ketika menghadapi masalah misalnya
kegagalan dalam menjalani proses belajar, tidak mendapatkan nilai sesuai
dengan yang diinginkan, terlalu lelah dalam menjalani rutinitas kuliah,
berdaya. Saat menghadapi masalah seperti itu maka akan berdampak
munculnya perasaan kecewa, sedih, marah, malu, takut, putus asa, tidak
bermakna, rendah diri, dan perasaan negatif lainnya (Hutasoit, 2009).
Dalam menyikapi suatu permasalahan yang ada, setiap orang
mempunyai cara yang berbeda-beda, sehingga ada yang berakhir dengan
kegagalan dan ada juga yang berakhir dengan kesuksesan. Demikian pula
dalam dunia pendidikan, seseorang mungkin akan mengalami kesulitan.
Kesulitan itu dapat diatasi supaya seseorang dapat mencapai prestasi yang
baik dalam proses belajarnya. Ada orang yang berhasil dan mencapai
prestasi dengan baik, ada juga yang sebaliknya yang gagal dan mendapatkan
prestasi belajar yang kurang baik (Hardika, 2011).
Kualitas mahasiswa salah satunya dapat dilihat dari prestasi
akademik yang diraihnya. Prestasi akademik adalah hasil belajar terakhir
yang dicapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu, yang mana di
sekolah prestasi akademik siswa biasanya dinyatakan dalam bentuk angka
atau simbol tertentu. Kemudian dengan angka atau simbol tersebut, orang
lain atau siswa sendiri akan dapat mengetahui sejauh mana prestasi
akademik yang telah dicapai (Suryabrata, 2006). Kemauan untuk meraih
prestasi dalam hal ini, yaitu individu mampu untuk mengubah hambatan
menjadi peluang keberhasilan dalam mencapai sebuah tujuan yang disebut
sebagai adversity quotient.
Adversity quotient merupakan salah satu faktor penting dalam
kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan
dalam mencapai tujuan tertentu. Pengertian mengubah hambatan disini,
yaitu individu mampu mengelola, mengatasi dan merespon permasalahan
yang ada. Menurut Stoltz (2000) seseorang yang mampu mengubah
hambatan menjadi sebuah peluang adalah seseorang yang akan mampu
berjuang dalam situasi apapun untuk mencapai kesuksesan.
Adversity quotient mendasari semua segi kesuksesan, termasuk
dalam karier dan kehidupan seseorang. Seseorang yang memiliki adversity
quotient tinggi akan mampu menikmati produktivitas, kinerja, vitalitas,
keuletan, kesehatan, pengetahuan, perbaikan, motivasi dan kesuksesan yang
jauh lebih besar dengan terus berjuang dalam menghadapi masalah yang
muncul serta memiliki keinginan untuk berkembang sebagai bentuk
aktualisasi diri. Dengan memiliki adversity quotient yang tinggi seseorang
akan dapat mengatasi hambatan-hambatan atau masalah yang muncul dalam
kehidupannya, tidak terlepas masalah yang dialami mahasiswa saat berada
dalam masalah belajar di dunia pendidikan. Sebaliknya seseorang yang
memiliki adversity quotient rendah akan merasa tak berdaya, mudah
menyerah dan pesimis saat menghadapi berbagai rintangan ataupun
bentuk-bentuk kesengsaraan lainnya. Sikap yang demikian jelas bukanlah sebuah
kesuksesan (Stoltz, 2000).
Bimbingan dan Konseling bertujuan membantu individu untuk
menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai
yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya. Insan seperti
itu adalah insan yang mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami
diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri
sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu
mewujudkan diri sendiri secara optimal (Prayitno, 1999). Sedangkan,
konselor adalah tenaga pendidik professional yang bekerja dengan
masalah-masalah personal, emosional, sosial, pendidikan, dan pekerjaan, yang
kesemuanya itu untuk mencegah timbulnya masalah, pengentasan masalah,
dan menunjang perkembangan individu anggota masyarakat Chiles & Eiken
(dalam Prayitno, 1999).
Konselor dimasa depan bekerja disemua bidang kehidupan,
mengabadikan peranan dan jasanya untuk meningkatkan kualitas kehidupan
dan sumber daya manusia, membantu individu warga masyarakat dari
berbagai umur, mencegah timbulnya masalah dan mengentaskan berbagai
masalah yang dihadapi warga masyarakat, dan menjadikan tahap
perkembangan yang orang lain jalani menjadi optimal ( Prayitno, 1990). Jadi
sebagai seorang calon Konselor, sebelum menjalankan pekerjaannya
dengan memberikan pertolongan kepada orang lain, terlebih dahulu seorang
konselor harus dapat menolong dirinya sendiri. Oleh karena itu sebagai
mahasiswa bimbingan dan konseling dibutuhkan kemampuan untuk
bertahan menghadapi rintangan dengan mengelola kesulitan menjadi
peluang, yakni adversity quotient sebagai bekal untuk menjadi calon
Hubungan antara adversity quotient dengan prestasi akademik di
dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat penting dalam
mencapai keberhasilan berprestasi mahasiswa, karena kecerdasan akademis
saja tidak cukup untuk memberikan kesiapan kepada individu pada saat
menghadapi kegagalan secara akademis, maka harus dibekali dengan
adversity quotient. Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
prestasi akademik siswa atau mahasiswa, faktor tersebut berasal dari dalam
diri mahasiswa maupun dari luar diri mahasiswa.
Menurut Azwar (2004) secara umum, ada dua faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi antara lain faktor fisik dan faktor
psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti
penglihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor
non fisik, seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan
mental. Faktor eksternal meliputi faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik
menyangkut kondisi tempat belajar, sarana dan perlengkapan belajar, materi
pelajaran dan kondisi lingkungan belajar. Faktor sosial menyangkut
dukungan sosial dan pengaruh budaya. Jadi adversity quotient
mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang, orang-orang yang
memiliki adversity quotient tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang
tinggi, demikian pula sebaliknya.
Hardika (2011) telah melakukan penelitian kepada 160 siswa-siswi
ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan
prestasi belajar seseorang. Setelah dilakukan pengolahan data dengan
mengkorelasikan hasil dari angket adversity quotient dengan prestasi yang
didapatkan pada mid semester siswa-siswi SMA Kristen Kalam Kudus
Sukoharjo didapatkan angka korelasi sebesar 0.153 (r=0,153) dengan hasil
korelasi positif tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi skor adversity
quotient seseorang maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang
dimilikinya. Signifikansi sebesar 0.027 dengan syarat signifikansi p<0.05
(signifikansi lebih kecil dari 0.05) maka dapat diartikan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Hutasoit (2009) juga menunjukkan
bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient
dengan prestasi belajar pada ranah kognitif siswa SMA Negeri 2 Ambon
dengan koefisien korelasi sebesar 0,309. Sumbangan efektif adversity
quotient terhadap prestasi belajar pada ranah kognitif siswa sebesar 9,6 %,
sedangkan sisanya 0,04 % disumbangkan oleh faktor-faktor lain. Prestasi
belajar pada ranah kognitif siswa SMA Negeri 2 Ambon termasuk dalam
kategori tinggi. Adversity quotient pada siswa SMA Negeri 2 Ambon
termasuk dalam kategori tinggi.
Hasil penelitian yang berbeda juga ditemukan oleh Bintari (2011)
yang melakukan penelitian kepada peserta didik Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Seyegan, dengan rentang usia 15 tahun sampai 18 tahun sebanyak
signifikan antara adversity quotient dan prestasi akademik. Semakin tinggi
adversity quotient semakin tinggi prestasi akademik yang diraih anggota
Tonti. Sedangkan hasil dari penelitian ini menemukan bahwa tidak ada
hubungan positif antara adversity quotient dan prestasi akademik pada
anggota Tonti siswa SMA. Hasil analisis yang dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 12.00 for Windows menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan positif antara adversity quotient dengan prestasi
akademik pada anggota Tonti siswa SMA. Besarnya nilai koefisien korelasi
(r) antara adversity quotient dan prestasi akademik adalah -0,368, dengan
nilai probabilitas kesalahan (p) 0,014.
Meko (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan
adversity quotient dengan prestasi belajar siswa XI TKJ SMK N 2 Soe
Kabupaten TTS Provinsi NTT Semester I tahun ajaran 2010/2011, dan
menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara adversity
quotient dengan prestasi belajar matematika siswa kelas XI TKJ Negri 2
Soe pada semester I. Hasil dari analisa data penelitian diperoleh besarnya
nilai signifikansi antara adversity quotient dengan prestasi belajar
matematika siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 2 Soe adalah sebesar 0,762
maka nilai signifikansi yang diperoleh >0,05, sehingga hal ini bermakna
bahwa hubungan antara adversity quotient dan prestasi belajar sangat rendah
atau dapat dikatakan tidak ada hubungan yang signifikansi. Besarnya nilai
korelasi = -0,056 masuk dalam kategori sangat rendah, sehingga korelasi
kelas XI TKJ SMK Negeri 2 Soe adalah korelasi = -0,056 yang berlawanan
arah. Hubungan antara adversity quotient dan prestasi belajar adalah sangat
rendah atau dapat dikatakan tidak ada hubungan. Untuk tanda negatif pada
nilai r, yaitu r = -0,056 bermakna hubungan antara adversity quotient
dengan prestasi adalah berlawanan arah. Hubungan yang berlawan arah ini
dimana semakin tinggi adversity quotient siswa semakin rendah belajar
matematika siswa dan sebaliknnya, semakin rendah prestasi belajar
matematika siswa kelas XI TKJ SMK Negri 2 Soe.
Dari hasil pra penelitian data awal tentang adversity quotient,
penulis membagikan skala adversity quotient berdasarkan teori dari Stoltz
(2000). Berikut merupakan hasil pra penelitian pada 30 mahasiswa BK
[image:8.595.101.510.212.763.2]FKIP UKSW angkatan 2012.
Tabel 1.1 Hasil Pra Penelitian
No. Kategori Interval Frekuensi %
1. Rendah 0-59 0 0,0 %
2. Agak Sedang 60-94 0 0,0 %
3. Sedang 95-134 19 63,3 %
4. Agak Tinggi 135-165 11 36,7 %
5. Tinggi 166-200 0 0,0 %
JUMLAH 30
MEAN 1,3007E2
Mengenai aspek-aspek adversity quotient, dari hasil pra penelitian
diketahui bahwa dari 30 mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan
2012 terdapat 63,3 % mahasiswa yang mempunyai adversity quotient dalam
kategori sedang,
Dengan demikian berdasarkan latar belakang di atas, penulis
tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Antara Adversity Quotient
Dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa BK FKIP UKSW Angkatan
2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan
prestasi akademik mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara adversity quotient dengan
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat teoritis
Apabila dalam penelitian ini ditemukan hasil ada hubungan
positif signifikan antara adversity quotient dengan prestasi akademik,
maka temuan ini sejalan dengan temuan Hardika (2011). Tetapi apabila
hasil penelitian ini menemukan tidak ada hubungan signifikan, maka
penelitian ini sejalan dengan temuan Bintari (2011) yang menemukan
tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara adversity quotient
dengan prestasi akademik.
1.4.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
praktis terutama bagi penulis, penelitian ini sangat bermanfaat
terutama dalam memberikan gambaran mengenai adversity quotient
pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling agar tetap gigih melalui
saat-saat yang penuh dengan tantangan yaitu dengan menjadikannya
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I dengan judul Pendahuluan yang berisi : Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian , Manfaat Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
Bab II dengan judul Landasan Teori yang berisi : Pengertian
Prestasi Akademik, Tujuh Kemampuan Para Peraih Prestasi dalam
Mengubah Kegagalan Menjadi Batu Loncatan, Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keberhasilan Belajar di Perguruan Tinggi, Pengukuran
Prestasi Akademik, Ciri-Ciri Individu yang Berprestasi, Pengertian
Adversity Quotient, Teori Pendukung Adversity Quotient, Tipe Individu
dalam Adversity Quotient, Dimensi-Dimensi Adversity Quotient,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient, Mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Konseling, Penelitian yang Relevan, Hubungan antara
Adversity Quotient dengan Prestasi Akademik, Hipotesis.
Bab III dengan judul Metode Penelitian yang berisi : Jenis
Penelitian, Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Subyek Penelitian,
Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.
Bab IV dengan judul Pelaksanaan dan Hasil Penelitian yang berisi
: Gambaran Subyek Penelitian, Pelaksanaan Penelitian, Deskripsi dan
Hasil Penelitian, Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan.