• Tidak ada hasil yang ditemukan

FEMINISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM : REFLEKSI PEMIKIRAN R.A KARTINI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FEMINISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM : REFLEKSI PEMIKIRAN R.A KARTINI."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

FEMINISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM

(REFLEKSI PEMIKIRAN R.A KARTINI)

SKRIPSI

Oleh:

CHALIMATUS SA’DIYAH

NIM. D01212008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Chalimatus Sa’diyah, D01212008. Feminisme Dalam Pendidikan Islam (Refleksi Pemikiran R.A Kartini). Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Feminisme, Kartini

Fokus penelitian skripsi ini adalah, bagaimana pemikiran R.A Kartini tentang feminisme dalam pendidikan islam. Penelitian pada skripsi ini menggunakan penelitian Kualitatif jenis Studi tokoh dengan jenis pendekatan tematis yaitu aktivatas seseorang didiskripsikan berdasarkan sejumlah tema (topik) yang menggunakan konsep-konsep yang biasanya dipakai untuk mempelajari suatu bidang keilmuan tertentu. Jadi dalam penelitian skripsi ini, peneliti akan mendiskripsikan tentang pemikiran R.A Kartini berdasarkan tema (topik) tentang feminisme dalam pendidikan islam. Dengan menggunakan pendekatan tematis ini, peneliti tidak hanya mendiskripskripsikan tentang pemikiran pendidikan menurut R.A kartini , tetapi juga menganalisisnya.

Maka, untuk mengungkapkan sisi-sisi permasalahan tersebut peneliti merumuskan masalah sebagai berikut (1) Bagaimana konsep Feminisme dalam pendidikan Islam? (2) Bagaimana pemikiran Kartini mengenai pendidikan perempuan? (3) Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan perempuan Kartini dengan konsep feminisme dalam pendidikan Islam?

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa (a) Marginalisasi, Subordinasi, Stereotype, kekerasan, pembagian kerja secara seksual yang merugikan kaum perempuan, kesemuanya harus dihapuskan di dunia pendidikan. (b) Pendidikan perempuan haruslah ditekankan pertama kali sebagai usaha mengejawantahkan pembangunan kepribadian anak bangsa secara menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Seluruh rakyat harus dapat menerima pendidikan secara sama. (c) Pemikiran Kartini relevan dengan konsepsi al-ummu madrasatun, relevan dengan Pendidikan Islam yaitu pengembangan potensi peserta didik melalui proses pendidikan yang mengantar peserta didik menjadi hamba Allah dan khalifah di muka bumi, serta pendidikan tanpa diskriminasi Kartini relevan dengan konsep Feminisme dalam Pendidikan Islam.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 8

E.Definisi Operasional ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G.Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II FEMINISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM ... 19

A.Feminisme ... 19

1. Pengertian Feminisme ... 19

(8)

3. Teori Feminisme ... 24

4. Teologi Feminis dan Dominasi Patriarki Dalam Islam ... 26

B.Pendidikan Islam ... 36

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 36

2. Dasar Pendidikan Islam ... 36

3. Fungsi Pendidikan Islam ... 37

4. Tujuan Pendidikan Islam ... 38

BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN R.A KARTINI ... 45

A.Mengenal R.A Kartini ... 45

1. Biografi ... 45

2. Latar Pendidikan dan Karya-karyanya ... 48

B.Pandangan R.A Kartini Tentang Pendidikan ... 52

1. Aspek Perempuan Sebagai Pendidik Pertama ... 52

2. Aspek Pendidikan dan Pengajaran Bagi Perempuan ... 54

3. Pendidikan Tanpa Diskriminasi ... 56

BAB IV ANALISA FEMINISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM REFLEKSI PEMIKIRAN R.A KARTINI ... 64

A. Analisa Konsep Feminisme Dalam Pendidikan Islam ... 64

B. Analisa Pemikiran Kartini Mengenai Pendidikan Perempuan ... 67

(9)

BAB V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran- saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan islam merupakan salah satu disiplin ilmu keislaman, yang memiliki daya tarik tersendiri untuk terus dikaji secara lebih mendalam dan komprehensif, serta selalu hangat untuk selalu dibicarakan, terutama kalangan akademisi. Hal ini karena pendidikan islam berperan untuk membina manusia secara utuh (kaffah) dan seimbang (tawazzun), baik dari segi aspek rohani maupun jasmani. Apa yang perlu kita ketahui dari pendidikan islam, pertanyaan yang pertama kali yang jelas dilontarkan orang yang baru mengenal pendidikan islam seperti, apa yang dimaksud dengan pendidikan islam? Penulis mengutip dari perkataan Ahmad Tafsir bahwa secara sederhana pendidikan islam adalah pendidikan yang “berwarna” islam. Maka pendidikan yang islami adalah pendidikan yang berdasarkan islam. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran islam itu sangat mewarnai dan mendasari seluru proses pendidikan.1

Dilihat dari sudut etimologis, istilah pendidikan islam sendiri terdiri atas dua kata, yakni “pendidikan dan Islam”. Apa yang dimaksud dengan

pendidikan? Dalam konteks keislaman, definisi pendidikan sering disebut dengan berbagai istilah, yakni al-tarbiyah, al-ta’lim, al-ta’dib, dan

1 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung : PT

(11)

2

riyadhah.setiap istilah tersebut memiliki makna yang berbeda-beda, hal ini

dikarenakan perbedaan konteks kalimatnya dalam penggunaan istilah tersebut. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, semua istilah itu memiliki makna yang sama, yakni pendidikan. Disini penulis mencoba untuk mengkaji, mengkaitkan pendidkan islam dengan pola pemikiran pendidikan R.A Kartini.

Kartini berkeyakinan bahwa laki-laki dan perempuan harus memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan merupakan kata kunci menuju perubahan kehidupan yang lebih baik. Pendidikan merupakan mediator utama pembebasan manusia dari diskriminasi dan penindasan. Khusus kaum perempuan diharapkan kartini bukan hanya menjadi komuditi domestik melainkan bagaimana bisa memasuki peran emansipatoris di dalam pergaulan global yang dinamis dan progresif. Karena perempuan merupakan kunci pembuka bagi pendidikan putra dan putri anak bangsa. Kaum perempuan merupakan taman penghibur dan sekaligus api pendorong bagi anak-anaknya menghadapi masa depan. Sebagai mana dilukiskan kartini dalam suratnya:

“Bukankah dari perempuanlah manusia itu mula-mula sekali

(12)

3

kebaktian dan kejahatan itu kebanyakan tetaplah ada pada manusia selama hidupnya” (RA. Kartini dalam terj. Armin pane, 1990:44).2

Pandangan Kartini tentang pendidikan bisa dijelaskan dalam berbagai Hal. Pertama, kunci kemajuan bangsa terletak pada pendidikan. Karena itu, seluruh anak rakyat harus dapat menerima pendidikan secara sama. Kedua, sistem dan praktik pendidikan tidak mengenal diskriminasi dan siapa saja tanpa membedakan jenis kelamin, agama, keturunan, kedudukan sosial, dan sebagainya berhak memperoleh pendidikan. Ketiga, Pendidikan yang di arahkan pada pencerdasan rakyat secara nasional terbagi ke dalam pendidikan formal (sekolah), pendidikan non-formal (masyarakat) , pendidikan keluarga. Keempat , selain diorientasikan kepada pengetahuan dan keterampilan, maka

pendidikan hendaknya juga diarahkan kepada pembentukan watak dan kepribadian anak / peserta didik. Kelima pendidikan perempuan harus haruslah ditekankan pertama kali sebagai usaha mengejawatkan pembangunan kepribadian anak bangsa secara menyeluruh.3

Pendidikan diyakini Kartini memberikan kemampuan kepada seseorang untuk berpikir rasional dan objektif. Wanita yang berpendidikan akan lebih tepat dalam pengambilan keputusan tentang apa yang seharusnya mereka kerjakan. Pendidikan yang dengan Human Capital yang dihasilkan dapat menentukan jenis dan tingkat pekerjaan mereka. Tingkat pendidikan

2 Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang : UIN – Maliki Press, 2011), h, 129

(13)

4

yang tinggi dipercaya menghasilkan human capital yang tinggi pula, yang pada gilirannya bisa meningkatkan daya tawar mereka yang bersangkutan.4

Kartini merupakan tokoh feminis dunia, berbicara tentang kartini, tidak lepas dari gerakan feminisme dan nilai nilai feminisme, Kartini mencoba mendiskusikan segenap gejolak batin yang lahir dari denyut feminisme kepada sahabat sahabatnya di luar negeri, terutama orang belanda. Semangat untuk menghembuskan angin emansipasi dikalangan perempuan jawa tak pernah pupus darinya. Melalui pendidikan Kartini menaruh harapan untuk kemajuan perempuan. Untuk merombak kultur feodal – patriarkhal yang selama berabad abad membelenggu kaum perempuan dimana kaum hawa hanya dibatasi pada sektor domestik, antara dapur, sumur dan kasur, Kartini berusaha “Menyuntiknya” dengan pendididikan yang sama dengan laki laki.

Kartini percaya bahwa dengan pendidikan kaum perempuan bisa dengan cepat dapat tercerahkan dan jendela masa depan akan terbuka secara lebih baik.

Gagasan tentang pembebasan kaum perempuan dari segala bentuk ketidakadilan tamapaknya akan terus menghangat sejalan dengan perubahan sosial budaya yang telah melanda hampir di semua belahan dunia. Modernisasi telah memungkinkan adanya tranformasi tatanan sosiala yang feodalistik menuju pola sosial yang lebih egaliter dan demokratis. Transformasi tersebut hendaknya tidak dianggap sebagai sebuah tragedi,

(14)

5

tetapi harus dijadikan sebagai satu titik awal untuk mengadakan pemikiran dan perenungan terhadap apa yang telah dicapai manusia di masa lalu. Modernisasi, telah memberi peluang bagi perempuan di bidang bidang yang secara tradisional dianggap hanya milik laki laki. Dalam era modern tidak dibenarkan adanya diskriminasi dalam segala bidang baik secara Ras, agama , maupun jenis kelamin.5

Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan oleh Al-Qur’an setidaknya ada dalam lima hal, yaitu: 1) sama-sama menjadi hamba, 2) sama-sama menjadi khalifah, 3) sama menerima perjanjian primordial, 4) sama-sama terlibat aktif dalam drama kosmis, dan 5) sama-sama-sama-sama berpotensi meraih prestasi.6

Dalam masyarakat islam, perempuan menempati kedudukan penting yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada undang undang atau aturan manusia sebelum islam yang memberikan hak-hak kepada perempuan, seperti yang diberikan Islam. Hal itu disebabkan Islam datang membawa prinsip persamaan diantara seluruh manusia.7 Dalam kapasitas manusia sebagai Hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena

5 Muhammad Salik, Mewujudkan Kesetaraan Gender Melalui Pendidikan Islam, Dalam

jurnal Pendidikan Islam “NIZAMIA” Vol. 7, No. 2, Desember 2004, h.126

6 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Prespektif Al-Qur’an,

(Jakarta:Paramadina, 2001), h 247-264.

7Muhammad Anis Qasim ja’far, al-huquq al-siyasiyyah li al-mar’ah fi al-islam wa al-fikr

(15)

6

masing akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya, pernyataan tersebut tersirat dalam Qur’an Surat An-Nahl : 97

                                Artinya :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Al qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam menyatakan bahwa

laki-laki dan perempuan diciptakan dari zat yang sama. Pernyataan ini mengupas diskriminasi yang menyatakan bahwa Hawa adalah penlengkap Adam, karena diciptakan dari tulang rusuknya. Disamping itu Al qur’an

juga menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan berhak atas semua yang diusahakan. Islam tidak pernah melegalkan penguasaan laki-laki, baik fisik maupun psikologis, terhadap perempuan dalam bentuk apapun.

(16)

7

meninggal dalam keadaan melahirkan.8 Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada satupun ayat Al-qu’an yang menyudutkan kaum perempuan.

Pada sub bahasan ini kiranya menarik untuk ditelaah beberapa hal yang berkaitan dengan kartini. Pertama, potret Kartini sebagai sosok pribadi yang utuh yang dengan gigih memperjuangkan gerakan pendidikan di indonesia dan kritik-kritiknya terhadap kebudayaan jawa. Kedua, cita-cita dan obsesi kartini untuk mewujudkan memajukan dunia pendidikan kaum perempuan yang terdiskriminasi oleh budaya patriakhi, serta implikasi konseptual bagi perkembangan pendidikan selanjutnya. Ketiga, gagasan Kartini tentang ideologi pembebasan perempuan, dilihat dari perpektif pendidikan islam dan prmikiran pendidikan oleh Kartini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah yang akan dibahas dan dicari penyelesaiannya adalah:

1. Bagaimana konsep feminisme dalam pendidikan islam?

2. Bagaimana pemikiran R.A Kartini mengenai pendidikan perempuan? 3. Bagaimana relevansi Pemikiran R.A kartini dengan konsep feminisme

dalam pendidikan islam?

(17)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk:

1. Mendeskripsikan konsep feminisme dalam pendidikan islam.

2. Mendeskripsikan pemikiran R.A Kartini mengenai pendidikan perempuan

3. Mendeskripsikan relevansi Pemikiran R.A kartini dengan konsep feminisme dalam pendidikan Islam

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik pada tataran teoritik maupun praktis.

1. Kegunaan Teoritis

a. Mendapatkan data dan fakta shahih mengenai pokok-pokok konsep feminisme dalam pendidikan islam perspektif R.A Kartini.

b. Memberikan kontribusi pemikiran bagi seluruh pemikir keintelektualan dunia pendidikan Islam, sehingga bisa memberikan gambaran ide bagi pemikir pemula.

(18)

9

2. Praktis

Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada berbagai pihak, yakni diantaranya:

a. Lembaga Penidikan Islam, Penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi atau acuan untuk diterapkan dalam sebuah lembaga yang ingin mewujudkan pendidikan berbasis pengarusutamaan gender pada peserta didik secara umum.

d. Peneliti dan Calon Peneliti. Bagi peneliti, penelitian ini digunakan sebagai pembelajaran untuk mengkaji secara detail tentang feminisme emansipatoris dalam pendidikan islam perspektif R.A Kartini yang ada dalam dunia nyata berdasarkan teori yang pernah diperoleh. Adapun temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi calon peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian di bidang feminisme emansipatoris dalam pendidikan islam perspektif R.A Kartini, dan mungkin juga mengembangkannya dibidang lain.

E. Definisi Operasional

(19)

10

1. Judul skripsi

“Feminisme Dalam Pendidikan Islam (Refleksi Pemikiran R.A Kartini)”

2. Feminisme

Feminisme (Tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, Femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.9

3. Pendidikan Islam

Drs. Burlian Somad menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut aturan Allah, isi pendidikannya menggunakan prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi.

4. Refleksi

Kata atau ucapan dari seseorang.10

(20)

11

5. Pemikiran

proses, cara, perbuatan memikir: problem yg memerlukan dan pemecahan.11

6. R.A Kartini

adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.12

Dapat disimpulkan bahwasanya, Peneliti mengupas tentang judul “Feminisme dalam Pendidikan Islam (Refleksi Pemikiran R.A Kartini), yang mana judul ini dapat diartikan feminisme merupakan gerakan perempuan dan adalah sebuah penyetaraan antara keberadaan dan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam porsi pendidikan islam dan dikomparasikan dengan pola pemikiran pendidikan dari R.A Kartini.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian pada skripsi ini menggunakan penelitian Kualitatif jenis Studi tokoh dengan jenis pendekatan tematis yaitu aktivitas seseorang dideskripsikan berdasarkan sejumlah tema (topik) yang menggunakan konsep-konsep yang biasanya dipakai untuk mempelajari suatu bidang

(21)

12

keilmuan tertentu.13 Jadi dalam penelitian skripsi ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang pemikiran R.A Kartini berdasarkan tema (topik) tentang feminisme dalam pendidikan islam. Dengan menggunakan pendekatan tematis ini, peneliti tidak hanya mendeskripskripsikan tentang pemikiran pendidikan menurut R.A kartini , tetapi juga menganalisisnya. 2. Data dan Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan. Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, dan data sekunder yakni data yang diperoleh dari informasi yang telah di olah oleh pihak lain. Sedangkan sumber data merujuk pada dari mana data penelitian itu diperoleh, data dapat berasal dari orang maupun bukan orang.14

Data yang dipakai dalam penelitian library research ini dapat dikelempokkan menjadi dua, yakni:

a. Data Primer, adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data15 yaitu berupa karya-karya yang ditulis

langsung oleh R.A Kartini.

13 Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh; Metode Penelitian Mengenai Tokoh

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 34

14 Wahidmurni, Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan

(Malang: UM Press, 2008), hlm. 41

15 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

(22)

13

b. Data Sekunder, adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data16 yakni mencakup

kepustakaan yang berwujud buku-buku penunjuang, jurnal, dan karya-karya ilmiah lainnya yang ditulis atau diterbitkan dan berhubungan dengan feminisme dalam pendidikan islam (refleksi pemikiran R.A kartini).

3. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:17

a. Tahap Orientasi. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data secara umum tentang pemikiran R.A Kartini mengenai pendidikan untuk mencari hal-hal yang menarik dan penting untuk diteliti. Dari sini kemudian peneliti menemukan dan menentukan fokus studi terhadap feminisme emansipatoris dalam pendidikan islam.

b. Tahap Eksplorasi. Pada tahap ini, pengumpulan data dilakukan lebih terarah sesuai dengan fokus studi. Setelah menentukan fokus studi tentang feminisme dalam pendidikan islam, peneliti mulai melakukan pengumpulan data sesuai dengan fokus studi.

16Ibid., 225

(23)

14

c. Tahap studi terfokus. Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan studi tentang feminisme dalam pendidikan islam yang dianggap penting dan mempunyai pengaruh signifikan pada masyarakat. 4. Analisis Data

Sesuai dengan karakteristik studi tokoh yang bersifat kualitatif, maka analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan jenis analisis taksonomi (taxonomy analysis) yaitu analisis yang memusatkan perhatian pada domain tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan fenomena atau masalah yang menjadi sasaran studi.18 Artinya, dalam meneliti R.A Kartini, peneliti tidak mendiskripsikan “predikat atau label” yang melekat pada diri R.A Kartini secara umum,

melainkan memilih salah satu domain yaitu R.A Kartini sebagai seorang tokoh feminis muslim, kemudian peneliti melacaknya dan menjelaskannya secara lebih mendalam, pelacakan dimulai dari riwayat pendidikan, karya-karya, kemudian juga pengalaman intelektualnya yang memberikan kontribusi pada pembentukan pribadinya sebagai seorang tokoh feminis muslim.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data dalam penelitian ini adalah:19

(24)

15

a. Menemukan pola atau tema tertentu. Artinya, peneliti melakukan studi tentang tokoh feminisme yaitu R.A Kartini, kemudian peneliti mencari pola peranan yang dilakukan tokoh ini dalam melahirkan berbagai pemikiran tentang gender, baik secara teoritik maupun praktis. Dari sini peneliti menemukan tema yang menarik dan penting untuk diteliti yaitu tentang feminisme emansipatoris dalam pendidikan islam.

b. Mencari hubungan logis antar pemikiran R.A Kartini dalam berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikiran tersebut.

c. Mengklasifikasikan, artinya peneliti membuat pengelompokkan pemikiran R.A Kartini tentang pendidikan . Dengan pengelompokkan semacam ini, peneliti akan dapat menarik kesimpulan.

(25)

16

secara induktif berdasarkan data langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu, pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bersamaan.20

5. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk mendukung signifikansi temuan, maka perlu dilakukan pengecekan keabsahan data studi. Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan kredibilitas data yaitu upaya peneliti untuk menjamin kesahihan data dengan mengkonfirmasikan data yang diperoleh kepada subyek penelitian dengan tujuan untuk membuktikan bahwa apa yang ditemukan peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dan sesuai dengan apa yang dilakukan subyek penelitian.21\

Untuk menjamin kesahihan data, tekhnik pencapaian kreadibilitas data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan tekhnik triangulasi data yaitu dengan cara membandingkan: (1) data-data yang ditulis langsung oleh R.A Kartini yaitu dalam buku Habis gelap terbitlah terang, (2) data yang ditulis langsung oleh R.A Kartini dengan

data-data yang ditulis oleh orang lain yang meneliti atau mengkaji tentang pemikiran beliau.

(26)

17

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan daam karya ilmiah (skripsi) ini, penulis bagi menjadi lima bab, yang kerangka pembahasannya adalah sebagai berikut:

Bab satu Pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan tentang

substansi dan esensi global dari seluruh materi, yang mana pembahasan materi yang ada dalam karya ilmiah (skripsi) ini mewakili secara global pada bab-bab yang lainnya, yang pada ini membahas tentang “Feminisme dalam Pendidikan Islam (Refleksi Pemikiran R.A Kartini)”. Dalam penulisan karya ilmiah (skripsi) ini merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi sehingga saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainya.

Bahasan pada bab ini adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional, kontribusi atau kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab dua Feminisme dan Pendidikan Islam, membahas tentang

feminisme meliputi pengertian, sejarah dn teori serta menjelaskan tentang pendidikan islam meliputi tujuan, fungsi dan lain sebagainya.

Bab tiga Riwayat Hidup R.A. Kartini dan Pemikirannya, pada bab

(27)

18

Bab empat Analisis Pemikiran R.A Kartini, berisi Analisa penulis

mengenai pemikiran R.A kartini yang meliputi Analisa konsep feminisme, analisa pemikiran R.A kartini mengenai pendidikan perempuan dan relevansi feminisme terhadap pendidikan islam.

(28)

BAB II

FEMINISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Feminisme

1. Pengertian Feminisme

Feminisme adalah gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.1 Tujuan feminisme untuk memajukan secara politis dan ekonomi dalam pengertian khusus pemilihan suatu sifat kewanitaan yang agak menonjol. Istilah feminisme munurut pandangan Wolf adalah feminisme sebagai suatu hal yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan. Istiah “feminism” bagi Wolf harus diartian dengan “menjadi manusia”. Pada pemahaman yang demikain maka perempuan akan percaya pada diri mereka sendiri.

Jika emansipasi dikaitkan dengan perempuan emansipasi lebih cenderung pada penekanan partisipasi tanpa mempersoalkan jender. Permpuan dalam dalam pandangan femininsme mempunyai aktivitas tersendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut serta dalam menuntut hak sebagai nanusia secara utuh.2

2. Ruang-Ruang Sosio-Historis Bagi Lahirnya Feminisme

Latar belakang munculnya feminisme dipengaruhi oleh arus-arus pemikian teori. Yang pertama adalah teori sruktural fungsional yang meyakini adanya pembagian peran agar timbul keharmonisan. Teori yang ke dua adalah teori konflik sosial pada dasarnya teori ini muncul untuk

1 W.J.S. Poerardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. h. 281

(29)

20

menentang struktural fungsional. Teori ini menyatakan adanya pembagian peran untuk mencapai keharmonisan. Dan menyatakan bahwa struktur sosial perlu adanya pembagian peran serta aktifitas.

Gerakan feminisme di Indonesia muncul sekitar abad 18-19 M. Tokoh feminisme di Indonesia abad ke-19 R.A. Kartini karena dipengaruhi oleh politik etis, sadar akan kaumnya masih terbelakang dan terkukung dalam budaya feodalis. Ia lahir di Jepara tahun 1870, ia merupakan anak ke-2 dari bupati Jepara. Bermula dari kebiasaannya menulis. Sering kali Ia menulis sebuah surat yang berisikan amarah yang selama ini mengengkang kebebasannya dan menghalangi emansipasi rakyat jawa, kaum perempuan khususnya. Inti dari gerakan Kartini ialah untuk pengarahan, pengajaran agar anak-anak perempuan mendapatkan pendidikan Selain Kartini pada generasi berikutnya muncul pahlawan emansipasi lainnya seperti Dewi Sartika berasal dari Priangan Jawa Barat, Rohana Kudus Sumatera Barat.3

Semakin lama tumbuhlah kesadaran akan emansipasi kaum perempuan. Akhirnya dibentuk sebuah wadah dalam bentuk organisasi. Organisasi dibentuk guna kepentingan kaum perempuan untuk memperjuangkan perempuan dalam perkawinan mempertinggi kecakapan dan pemahaman ibu sebagai pengatur dan pengontrol dalam rumah tangga. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperluas lapangan pekerjan, memperbaiki pendididkan dan mepertinggi kecakapan. Namun sayangnya

(30)

21

oganisasi pada masa itu yang di nilai bertentangan dengan orde baru dibubarkan. Selanjutnya Soeharto menciptakan organisasi yag berbasis “ibuisme” dan pada 1 Oktober 1965 di mulailah rezim pemerintahan orde

baru.

Pada abad ke 20 muncullah organisasi perempuan secara formal. Seperti Putri Mardika tahun 1912 di Jakarta. Organisasi ini dibentuk bertujuan untuk memajukan pendidikan bagi perempuan serta berusaha membiasakan perempuan untuk tampil di depan umum dengan tanpa rasa takut. Kemudian muncul organisasi perempuan di Tasik 1913, Sumedang dan Cianjur 1916, Ciamis 1917.. Organisasi ini di bentuk bertujuan menyediakan sekolah khusus bagi perempuan yang bernama Kartini di Jakarta, kemudian didirikan lagi di Madiun, Malang, Cirebon, Pekalongan, Indramayu dan Rembang. Namun sekolah ini kebanyakan diikuti oleh para kaum bangsawan.

Organisasi perempuan yang bergaris agama muncul pada tahun 1920. Di Yogyakarta ada Aisyiyah sebuah organisasi perempaun dibentuk dalam rangka pemberharuan Muhamdiyah yang bediri tahun 1917. Dan juga pada thun 1925 berdiri Serikat Putri Islam.

(31)

22

menghasiklan keputusan bahwa kesamaan derajat akan tercapai dalam susunan masyarakat yang tidak terjajah. Tahun 1932 organisasi Isteri Sedar di mana organisasi ini tidak hanya terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Organisasi ini dianggap sebagai organisasi yang radikal. Karena menyimpang dari kaedah agama.

Sejarah perkembangan budaya masyarakat dan pemikiran manusia ternyata telah menyadarkan manusia untuk menggugat setiap nilai lama yang mereka anggap tidak relevan lagi. Inilah salah satu aspek yang menyebabkan manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena ia menyadari entitas dirinya.4

Kesadaran ini pula yang melatarbelakangi para pelopor gerakan feminis. Mereka sadar bahwa selama ini jarang terjadi kesetaraan peran antara dua jenis kelamin (pembedaan peran antara dua jenis kelamin yang lebih bersifat sosial kultur ini kemudian lebih populer dengan istilah gender).5

Feminisme adalah sebuah fenomena sosial. Berbicara tentang feminis, tentu akan berbicara tentang perempuan. Feminisme memang lebih identik dengan perempuan, terutama menyakut perjuangan mereka untuk memperoleh kesetaraan (peran) dengan lelaki. Feminis mempunyai banyak makna, diantaranya menurut Dr. Ratna Megawangi seorang feminis Indonesia, feminisme dalam pengertian yang lebih luas

4 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (edisi revisi), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,

2010) Cet-II. h. 7-8

5Simone De Beuvoir, The Second Sex (terjemahan Adriana Venny Aryani) dalam

(32)

23

adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.6

3. Teori-Teori Feminisme

Setiap individu bebas berekspresi untuk mencapai keinginan. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bebas. Tetapi bebas di sini bukan dalam arti sebebas-bebasnya, karena manusia juga makhluk yang berakal dan hakikat manusia juga sebagai makhluk yang beragama. Peran agama di sini akan menjadi aturan-aturan, serta morma dalam berekspresi. Teori ini meyakini adanya realita konflik dalam sosial ketika sumber daya terbatas. Teori ini didukung dengan adanya gerakan feminisme diAmerika tahun 1960an. Gerakan ini sebagai tindakan dari bagian radikal yakni kebebasan bernegara dan kebebasan seksual. Teori feminisme dibagi menjadi 8:

a. Feminisme liberal muncul pada abad 18. Saat berkembangnya masa-masa pencerahan. Tokoh-tokoh yang terkenal pada era ini adalah Margarret Fuller (1810-1850), Hariet Marteniau (1802-1876), Angila Grimke (1792-1873), Orang-orang ini mengkritik aliran politik liberal yang tertuju pada otonomi, persamaan, nilai moral, kebebasan individu, tapi masih saja melakukan tindakan yang mendiskriminasi perempuan. Dengan tujuan pemberian hak

(33)

24

yang sama karena kebebasan berasal dari akar rasional, maka perempuan harus memepunyai kesetaraan dengan laki-laki. Anggapan feminisme liberal adalah keterbelakangan perempuan dari sistem ekonomi. Karena dalam sistem ekonomi perempuan tidak terlibat dalam pembangunan. Berbeda pada zaman ini yang melahirkan konsep yang di dalamnya melibatkan perempuan yang

dikenal dengan “Women Development”.

b. Feminisme Marxis dan sosialis muncul karena tidak adanya kepuasan dengan gagasan feminisme Marxis. Atas kecenderungan Marxis yang menyatakan bahwa penindasan terhadap perempuan jauh di bawah pentingnya penekanan untuk kerja. Perempuan berperan aktif dalam produksi. Oleh karena itu penindasan perempuan adalah bagian dari eksploitasi kelas dalam produksi. Feminisme sosial menegaskan bahwa penyebab penindasan perempuan pada persoalan kelas. Keterkaitan yang rumit antara kapitalis dan patriarki. Karena menurut pandangan feminisme penindasan itu tidak pandang kelas.

(34)

25

d. Feminisme psikoanalis, penindasan perempuan yang terletak pada psyche dan cara berfikir perempuan dengan menggunakan isu-isu drama psikoseksual Oedipus dan kompleksitas kastrasi.

e. Feminisme ekstensialis, pemikiran ini memandang ketertindasan perempuan ialah sebagai merupakan ragam feminisme ekstensialis. f. Feminisme post modern, respon pemikiran tidak hanya dari kondisi

interioritas dan ketertindasan melainkan juga cara berada,berfikir, bicara, keterbukaan, pluralitas, diversitas dan perbedaan.

g. Feminisme multikultural dan global, meyakini bahwa selain patriarki penindasan juga dapat dijelaskan melalui ras, etnisitas, kolonialisme, serta dikotomi dunia satu dan dunia ke tiga.

h. Feminisme ekofemonisme, melihat individu secara koprehensif yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi. Ragam ini berupaya memberikan kesadaran pada perempuan dan berhak untuk mengaktualisasikannya di mana pun ia berada termasuk dalam dunia maskulin.7

4. Teologi Feminis Dan Dominasi Patriarkhi Dalam Islam

Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patriarki yang berkembang luas dalam berbagai masyarakat menempatkan perempuan

(35)

26

pada posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis. Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilitas penduduk, urbanisasi dan revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam kedudukan sosial bagi laki-laki dan perempuan.8

Menurut Johnson, seperti yang dikutip Nasaruddin dalam bukunya “Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an”, ada beberapa hal yang dapat menjadi indikator penghambat perubahan sosial dalam kaitannya dengan tuntutan persamaan hak laki-laki dan perempuan, yaitu:

a. Struktur Sosial

Posisi perempuan masih sering dihadapkan dengan posisi laki-laki. Posisi perempuan selalu dikaitkan dengan lingkungan domestik yang berhubungan dengan urusan keluarga dan kerumahtanggaan. Sementara posisi laki-laki sering dikaitkan dengan lingkungan publik, yang berhubungan dengan urusan-urusan di luar rumah. Dalam struktur sosial, posisi perempuan yang demikian itu sulit mengimbangi posisi laki-laki. Perempuan yang ingin berkiprah di lingkungan publik masih sulit melepaskan diri dari tanggung jawab di lingkungan domestik. Perempuan dalam hal ini kurang berdaya untuk menghindar dari beban ganda tersebut karena tugasnya sebagai pengasuh anak sudah merupakan persepsi budaya secara umum. Kontrol budaya agaknya

8 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an,(Jakarta:

(36)

27

lebih ketat kepada perempuan daripada laki-laki, jika ditilik dari sisi ini.

b. Perempuan sebagai Kelompok Minoritas Unik

Dalam sejarah, kaum perempuan telah memberikan kontribusi terhadap perjuangan keadilan sosial, misalnya penghapusan perbudakan pada awal abad ke-19 dan perjuangan serikat pekerja di akhir abad ke-19, tetapi ada kecenderungan hal-hal itu dilupakan. Berbeda dengan minoritas dalam soal etnis, ras, dan agama, posisi minoritas perempuan cenderung kurang dihormati. Di sejumlah negara, kelompok etnis, ras, dan agama minoritas diperlakukan secara wajar, hak-haknya dijamin dan dipelihara. Sementara itu, hak-hak perempuan sebagai salah satu bagian minoritas dalam masyarakat masih banyak belum diperhatikan. Dari dulu dan mungkin sampai saat ini.

c. Pengaruh Mitos

(37)

28

dengan budaya lainnya ternyata memiliki beberapa kesamaan, seperti yang terdapat dalam mitos di sekitar perempuan. Sebagai contoh mitos perempuan menstruasi, asal-usul kejadian, dan substansi lainnya.

Apabila kita mengaitkan perubahan sosial tersebut dengan Islam. Islam telah berperan penting dalam mentransformasikan pandangan sosial-keagamaan bangsa Arab menjadi sesuai dengan tradisi bagian lain Timur Tengah, termasuk pandangan stereotip terhadap perempuan.

(38)

29

supremasi sesosok dewi dan status tinggi bagi wanita adalah aturan.9 Namun, hal ini berbeda dengan yang terjadi di Mesopotamia dan beberapa daerah lainnya.

Dunia Arab, tempat di mana Nabi Muhammad berdomisili dan menerima wahyu al-Qur’an, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah klasik Mesopotamia yang letaknya memang bersebelahan dengan Jazirah Arab. Mesopotamia dianggap sebagai titik tolak sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia. Bagian awal dari sejarah peradaban masyarakat Mesopotamia berlangsung dari tahun 3500-2400 SM. Ketika itu masyarakat masih berpola penghidupan berburu untuk laki-laki dan meramu untuk wanita. Ciri masyarakat ketika itu masih bersifat egaliter, penindasan berdasarkan kelas dan jenis kelamin masih relatif sedikit. Kemudian suku-suku atau kabilah diperkirakan sudah ada tetapi masih dihimpun dan dipersatukan oleh satu ikatan suci yang bersifat universal, sehingga membentuk suatu masyarakat yang disebut “kotacandi”.10

Lalu, pada awal tahun 2400 SM, ketika jumlah penduduk mulai bertambah dan binatang-binatang buas mulai dijinakkan, maka dengan sendirinya masyarakat mengalami perubahan. Ikatan kekeluargaan mulai terkonsolidasi dan pada saat yang bersamaan telah muncul kekaisaran (empire). Dan disebelah utara Mesopotamia berkembang masyarakat suku (tribalsocieties) yang menerapkan sistem kemasyarakatan tersendiri.

9 Leila Ahmed, Wanita dan Gender dalam Islam, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000),

h. 3

10 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an, (Jakarta:

(39)

30

Mereka mempunyai candi-candi lokal. Suku ini tidak lagi merasa diikat oleh ikatan universal dalam kota-candi, karena mereka sudah hidup dalam suatu komunitas tersendiri. Loyalitas mereka mengalami pergeseran, dari semula ditujukan kepada kuil kemudian ditujukan kepada keluarga dan kabilah mereka. Kondisi seperti ini memungkinkan lahirnya kerajaan yang bersifat lokal.11

Sedangkan untuk pusat-pusat perkotaan sendiri pertama kali muncul di lembah sungai Tigris dan Eufrat. Pertumbuhan masyarakat perkotaan yang kompleks dan semakin pentingnya daya saing militer lebih jauh menancapkan dominasi pria dan melahirkan masyarakat berdasarkan kelas di mana kalangan militer dan elite istana merupakan kelas yang memiliki kekayaan. Keluarga dibentuk dalam corak patriarkal, yang dirancang untuk menjamin maternitas pewaris kekayaan dan kepentingan pria dalam mengendalikan seksualitas wanita menjadi dilembagakan, dikodifikasikan, dan dijunjung tinggi oleh negara. Dan karena berbagai negara-kota yang berbeda berturut-turut menguasai wilayah Mesopotamia, maka hukum-hukum yang mengatur keluarga patriarkat pun berubah, dengan cenderung secara progresif menjadi lebih keras dan lebih restriktif pada wanita. Misalnya saja, Kode Hammurabi (sekitar tahun 1750 SM). Hammurabi muncul sebagai tokoh yang membangun suatukerajaan dan mengembangkan suatu masyarakat multi-kota yang disebut dengan masyarakat Hammurabi. Untuk menciptakan suasana tertib dan aman,

(40)

31

Hammurabi kemudian membuat peraturan-peraturan hukum yang kemudian disebut Kode Hammurabi. Di dalam kode ini, ketentuan-ketentuan khusus yang sifatnya membatasi perempuan sudah diterapkan. Pemberian hak-hak istimewa kepada laki-laki dan pembatasan-pembatasan terhadap perempuan sudah ditemukan dalamnya, seperti ayah atau suami dalam suatu keluarga memegang peranan utama dan kewenangan yang tak terbatas, hak-hak laki-laki lebih diutamakan daripada perempuan, dan tidak sah suatu perkawinan tanpa restu dan izin dari ayah.12

Sekitar abad ke-1000 SM, kemudian muncul suatukerajaan baru yang lebih kuat dan dominan, yaitu Kerajaan Asyiria. Kerajaan ini juga meninggalkan kumpulan peraturan hukum yang dikenal dengan Kode Asyiria, namun peraturan-peraturan hukum ini sebagian besarnya merupakan modifikasi dari Kode Hammurabi. Bahkan Louis M. Epstein mengisyaratkan bahwa Kode Asyiria ini lebih ketat lagi pembatasannya kepada perempuan dibanding Kode Hammurabi. Epstein mencontohkan bahwa Kode Asyiria mengatur sampai kepada urusan busana perempuan, misalnya seorang istri, anak perempuan, dan janda keluarga kerajaan atau kalangan terhormat yang akan bepergian atau mengunjungi tempat-tempat umum harus mengenakan kerudung(hijab).13 Sedangkan wanita dari

kalangan bawah dilarang mengenakannya. Aturan-aturan tentang hijab ini dirinci secara hati-hati, sampai-sampai bagi mereka yang secara ilegal

(41)

32

mengenakan hijab akan dikenai hukuman cambuk, dengan kepala dituangi ter, dan telinga mereka dipotong.

Pada masa-masa berikutnya, entah itu masa kekuasaan Kerajaan Achimed maupun Kerajaan Romawi-Byzantium dan Kerajaan Sasania-Persia, posisi perempuan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Bahkan cenderung semakin terpojok, karena hukum-hukum yang berlaku di dalam masyarakat adalah perpaduan antara warisan nilai-nilai Mesopotamia dan nilai-nilai religius yang bersumber dari kitab-kitab suci, seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan Kitab Talmud. Kitab-kitab suci ini seolah-olah mempersepsikan perempuan sebagai thesecond sex (jenis kelamin kedua), yang harus tunduk dan berada dibawah otoritas

laki-laki. Di dalam kitab-kitab ini juga banyak sekali mitos-mitos misoginis(rasa benci terhadap wanita) yang memojokkan perempuan. Mitos-mitos dan kosmologi perempuan ini berkembang luas di kawasan Timur Tengah sampai Islam berkembang di kawasan itu.14 Khususnya di Jazirah Arab.

Kontinuitas budaya bangsa Arab pra-Islam menurut Lapidus terjadi dalam berbagai bidang, seperti struktur keluarga dan ideologi patriarki. Keluarga masyarakat Arab pra-Islam dapat dibedakan atas lima bentuk, yaitu: kabilah, sub-kabilah, suku, keluarga besar, dan keluarga kecil. Namun, apapun nama dan bentuk kesatuan sosialnya, kedudukan laki-laki di dalam lima kelompok masyarakat tersebut tetap sentral sifatnya. Segala

(42)

33

kebijakan prinsip, baik dalam lingkungan keluarga terkecil sampai kepada lingkungan kelompok terbesar, berada di tangan laki-laki. Sehingga, yang bertindak sebagai pimpinan dalam kelompok-kelompok tersebut adalah laki-laki.Sebaliknya, perempuan berada pada posisi yang subordinatif.15

Seperti pada umumnya masyarakat dikawasan Timur Tengah saat itu, masyarakat bangsa Arab juga menganut sistem patriarki. Otoritas bapak/suami menempati posisi yang dominan dan peranannya penting dalam keluarga. Bapak atau suamilah yang bertanggung jawab terhadap seluruh keutuhan, keselamatan, dan kelangsungan keluarga. Ibu atau istri hanya ikut terlibat sebagai anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Untuk itu, bapak dan kaum laki-laki pada umumnya mendapatkan beberapa hak istimewa sebagai konsekuensi dari tanggung jawab mereka yang sedemikian besar dibanding pihak istri atau perempuan secara umum. Dalam tradisi masyarakat bangsa Arab, pembagian peran sudah terpola dengan jelas. Laki-laki yang berperan mencari nafkah dan melindungi keluarga, sementara perempuan berperan dalam urusan reproduksi, seperti memelihara anak dan menyiapkan makanan untuk seluruh anggota keluarga.

Ideologi patriarki memberikan otoritas dan dominasi kepada laki-laki dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat. Laki-laki-laki pada umumnya memperoleh kesempatan lebih besar daripada perempuan untuk memperoleh prestasi dan prestise dalam masyarakat. Selain itu, laki-laki

(43)

34

tidak hanya mengontrol dalam bidang sosial ekonomi, seluruh pranata sosial, melainkan juga mengontrol jumlah populasi penduduk dalam suatusuku. Jumlah penduduk yang lebih besar daripada sumber daya alam yang dimiliki akan menimbulkan berbagai masalah. Selain peperangan, yang memiliki efek sekaligus sebagai pengendalian jumlah penduduk, cara lain untuk mengontrol keseimbangan jumlah penduduk ialah pembunuhan bayi. Pembunuhan bayi-bayi perempuan secara selektif dan proporsional dilakukan dalam upaya mencegah kemerosotan standar hidup.

Selain dengan motif ekonomi, pembunuhan bayi perempuan ini kemungkinan dilakukan untuk ide pengorbanan yang diserukan oleh kepercayaan agama. Kemungkinan lainnya, yaitu karena khawatir nantinya akan menikah dengan orang asing atau orang yang berkedudukan sosial rendah. Di samping itu, khawatir jika anggota sukunya kalah dalam peperangan akan berakibat pada anggota perempuan akan menjadi harem-harem atau gundik para musuh. Sehingga kelahiran seorang bayi perempuan menjadi aib bagi keluarganya.

(44)

35

masyarakat matriarki berubah menjadi masyarakat patriarki. Hal inilah yang menyebabkan perempuan kemudian ‘terpinggirkan’ dalam kurun waktu yang sangat lama.

B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Kata“pendidikan”yangumum kita gunakan sekarang, dalam bahasa

arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran”

dalam bahasa arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “alama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya “tarbiyah wa ta’lim”

sedangkan “pendidikan islam” dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah

islamiyah”. Kata kerja rabba (mendidik) sudah di gunakan pada zaman nabi muhammad SAW.16 Pendidikan secara teoritis mengandung

pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik

sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan “

menumbuhkan” kemampuan dasar manusia.17

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa proses kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinyasebagai makhluk individu dan social serta dalam hubungannya dengan alam sekitar. Di

16 Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), h. 25

17 M.Arifin, ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

(45)

36

mana proses tersebut ada di dalam nilai-nilai Islami. Yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah dan akhlaq al-karimah.18

2. Dasar Pendidikan Islam

Setiap aktifitas, apabila tidak dilandasi dengan dasar yang tepat dan kuat, maka aktifitas itu sia-sia dan tidak akan mencapai tujuan yang ditetapkan. Demikian juga dengan pendidikan Islam sebagai aktifitas (usaha) sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang islami, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan nilai-nilai islam, akan berjalan instan, dan konstan, serta kuat dan tepat apabila dilandasi dengan dasar tepat dan kuat. Menurut Zakiyah Darajat, bahwa “ Pendidikan Islam harus mempunyai landasan yang kuat kemana semua kegiatan itu dihubungkan atau disandarkan.19

Berkaitan dengan itu, Irsyad Djuweli menyebutkan, bahwa “

landasan dasar pendidikan islam bersumber dari al-quran, al-hadits, dan ijtihad yang merupakan penggunaan akal bagi penafsiran ajaran islam dalam rangka aktualisasi ajarannya sesuai dengan permasalahan dan tantangan umat sepanjang zaman”. Demikian juga Zakiah Daradjat

menyebutkan, dasar pendidikan islam adalah “Al-Quran, As-Sunnah Nabi

Muhammad SAW, yang dapat ddikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah al-mursalah, ihtisan, qiyas dan sebagainya”. Sedangkan

18 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 14-17

(46)

37

menurut Hery Noer Ali menambahkan dasar pendidikan islam selain al-quran, dan al-sunnah Nabi Muhammad SAW adalah ra’yu (hasil pemikiran manusia, seperti ijtihad) yang digunakan secara hirarkis.

3. Fungsi Pendidikan Islam

Pendidikan islam, dengan bertitik tolak dari prinsip iman-islam-ihsan atau aqidah-ibadah-akhlak untuk menuju suatu sasaran kemuliaan manusia dan budaya yang diridloi oleh Allah SWT, setidak-tidaknya memiliki fingsi-fungsi berikut ini:

a. Individualisasi nilai dan ajaran islam demi terbentuknya derajat manusia muttaqin dalam bersikap, berfikir, dan berperilaku.

b. Sosialisasi nila-nilai dan ajaran islam demi terbentuknya umat islam.

c. Rekayasa kultur islam demi terbentuk dan berkembangnya peradaban islam.

d. Menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu, teknologi, dan keterampilan demi terbentuknya para manajer dan manusia profesional.

e. Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari, mengembangkan, serta memelihara ilmu dan teknologi.

(47)

38

g. Pengembangan kualitas muslim dan warga negara sebagai anggota dan pembina masyarakat yang berkuaitas kompetitif.20

4. Tujuan Pendidikan Islam

Beberapa pengamat pendidikan islam, menyatakan bahwa rumusan tujan pendidikan islam lebih pada upaya kebahagiaan dunia dan akhirat, menghamba diri kepada Allah, Memperkuat keislaman, melayani kepentingan masyarakat islam dan akhlak mulia. Tampaknya dalam merumuskan tujuan pendidikan, “Umat islam atau sebagian para ahli pendidikan islam mengalami kesulitan dalam membedakan syariat islam sebafai ilmu yang disusun ulama sebagai tafsir atas wahyu serta syariat islam sebagai ajaran tuhan dalam wahyu yang termaktub dalam al-quran. Islam lalu mengalami penyempitan menjadi hanya ilmu syariat dan ilmu-ilmu islam lainnya.21

Tujuan pendidikan islam yang ada sekarang ini, dirasakan tidaklah benar-benar diarahkan kepada tujuan positif, tetapi tujuan pendidikan islam hanya di orientasikan kepada kehidupan akhirat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu upaya menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan perusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan barat yang datang melalui disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang akan mengancam meledakkan standart-standart moralitas tradisional islam. Implikasinya, rumusan tujuan pendidikan islam lebih bersifat

20 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press Cetakan

I, 1995), h. 94.

(48)

39

metafisik. Misalnya, “secara umum, pendidikan islam bertujuan untuk

meningkatkan keamanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalam peserta didik tentang agama islam, sehingga menjadi manusia muslim yamg beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.” Terlihat,

bahwa rumusannya bersifat normatif dan tidak bersifat problematik.22 Pendidikan Islam sebagai sebuah proses memiliki dua tujuan, yaitu tujuan akhir (tujuan umum) yang disebut sebagai tujuan primer dan tujuan antara (tujuan khusus) yang disebut tujuan sekunder.23 Tujuan umum hanya satu yaitu beribadah kepada Allah, untuk menegakkan syariat Allah. Ibadah menjadi tujuan penciptaan manusia. Manusia tidak mungkin menegakkan syari’ah dalam sepanjang hidupnya dan Allah tidak

membebani seperti ini, namun Allah membebani manusia dengan tugas lain, yaitu sebagai kholifah yang memelihara bumi.

Dalam proses kependidikan, tujuan akhir merupakan tujuan umum atau tujuan tertinggi yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan berbagai komponen tujuan yang akan dijadikan sarana untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Tujuan ini bersifat tetap, berlaku disegala tempat,waktu dan keadaan

Tujan akhir itu menurut kompleksitasnya, secara teoritis dapat dibedakan sebagai berikut:

22Ibid.. ,h. 154.

(49)

40

a. Tujuan Normatif merupakan tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang mampu mengkristalisasikan nilai-nilai yang diinternalisasikan, misalkan:

1) Tujuan Formatif yang bersifat memberikan persiapan dasar yang korektif

2) Tujuan selektif yang bersifat memberikan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang benar dan hal-hal yang salah

3) Tujuan determinative yang bersifat memberikan kemampuan untuk mengarahkan diri kepada sasaran-sasaran yang sejalan dengan proses kependidikan.

4) Tujuan integrative yang bersifat memberikan kemampuan untuk menterpadukan fungsi psikis (penyerapan terhadap rangsangan pelajaran pikiran perasaan kemauan ingatan dan nafsu) kea rah tujuan akhir proses kependidikan.

5) Tujuan aplikatif yang bersifat memberikan kemampuan penerapan segala pengetahuan yang telah diperoleh ke dalam pengamalan

b. Tujuan fungsional, tujuan ini bersasaran pada kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya kognitif, afektif dan psikomotor dari hasil pendidikan yang diperoleh sesuai yang ditetapkan. Tujuan ini meliputi:

(50)

41

telah diinternalisasaikan ked ala pribadi dalam rupa perilaku moral, intelektual dan skill

2) Tujuan social yang bersasaran pada pemberian kemmpuan mengamalkan nilai-nilai kedalam kehidupan sosial, interpersonal interaksional dengan ornag-orang dalam masyarakat

3) Tujuan moral yang bersasaran pada pemberian kemampuan untuk berperilaku sesuai denga tuntutan atas dorongan motivasi yang bersumberpada agama, dorongan social dan dorongan biologis

4) Tujuan professional yang bersasaran pada pemberian kemampuan untuk mengamalkan keahliannya sesuai denga kompetensi.

c. Tujuan operasional

Tujuan ini mempunyai sasaran teknis managerial yang meliputi: 1) Tujuan umum atau tertinggi yang bersasaran pada pencapaian

kemampuan optimal yang menyeluruh (integral) sesuai idealitas yang diingunkan.

2) Tujuan intermediair yang bersifat sementara untuk dijadikan saran mencapai tujuan tertinggi.

(51)

42

4) Tujuan incidental yang bersasaran pada hal-hal yang tidak direncanakan, akan tetapi hal-hal tersebut mempunyai kaitan dengan pencapaian tujuan umum. Tujuan ini bersifat lebih memperlancar pencapaian umum.

5) Tujuan khusus yang bersasaran pada faktor-faktor khusus tertentu yang menjadi salah satu aspek penting dari tujuan umum yaitu memberikan dan mengambangkan kemampuan atau skill khusus pada anak didik sehingga mampu bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang berkaitan erat dengan tujuan umum.24

Tujuan antara pendidikan Islam merupakan penjabaran tujuan akhir yang diperoleh melalui usaha ijtihad para pemikir pendidikan Islam, yang karenanya terikat oleh kondisi locus dan tempus.25 Tujuan ini

dipengaruhi oleh perbedaan geografi dan kondisi perekonomian. Tujuan pendidikan menurut al-Qu’ran adalah mewujudkan manusia yang mengabdi dan shaleh, dan dalam mewujudkan manusia yang mengabdi dan saleh, ikut memberikan andil sekumpulan tujuan khusus seperti tujuan sosial dan intelektual dan lain-lain.

Dalam Islam Allah swt. telah mempublikasikan kedudukan perempuan dalam posisi yang cukup strategis sama dengan laki-laki. Dalam surat al-Hujurat ayat 13 dinyatakan;

















(52)

43

13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat ini menegaskan bahwa di sisi Allah swt. seorang laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang setara dan yang membedakan hanyalah ketakwaannya saja. Selain ayat tersebut masih banyak sekali ayat yang menunjukkan kesetaran perempuan dan pria. Di antaranya surat al-Ahzab ayat 35;









































(53)

44

(54)

BAB III

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN R.A KARTINI

A. Mengenal R.A Kartini

1. Biografi

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879( 28 Rabingulakir 1808), wafat pada tanggal 17 Sepetember 1904 (7 Rejeb 1834). Ia lahir dari keluarga ningrat putra R.M.A.A. Sosroningrat, Bupati Jepara, putra Pangeran Ario Tjondronegoro IV, Bupati Demak. . Ibunya, Mas Ajeng Ngasirah yang berasal dari kalangan rakyat biasa, putra Kyai Haji Madirono seorang guru agama terkenal di desa Telekawur, Jepara dan Nyai Haji Siti Aminah, juga dari desa Telukawur. Ibu Kartini dinikahi oleh ayahnya pada tahun 1872 ketika ia masih berpangkat Wedana di Mayong.

Kemudian, masih dalam kedudukannya sebagai Wedana, pada 1875 sang ayah kawin lagi dengan seorang putri bangsawan tinggi, yang menurut Kartini adalah keturunan langsung Raja Madura yaitu Raden Ajeng Woerjan atau Moerjam, putri R.A.A. Tjitrowikromo, Bupati Jepara sebelum Sosroningrat.1 Istri yang kedua kemudian diangkat menjadi “garwa padmi” atau “Raden Ayu” dan Gusti Putri yang keluar sebagai

First Lady; sedang Mas Ajeng Ngasirah mendapat kedudukan ‘garwa ampil.”2 Urusan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab M.A.

1. Siti Soemandari Soeroto, Kartini, Sebuah Biografi, (Jakarta : Gunung Agung, 1978), h.

14

(55)

46

Ngasirah. Beliau sangat keras dalam mendidik putra-putrinya, termasuk pendidikan agama.

R.M.A.A Sosroningrat memiliki 11 putra dari dua istri. Dari garwa ampil lahir 8 putra putri dan 3 putra putri dari garwa padmi. Semuanya bergelar Raden Ajeng bagi anak perempuan dan Raden Mas bagi anak laki-laki. Ayah Kartini berpandangan progressip, mewarisi sikap ayahnya, sebagai Bupati Demak.

Kartini disuruh menikah oleh orang tuanya, dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang telah memiliki tiga istri. Kartini kemudian menikah pada tanggal 12 November 1903. Sebagai seorang suami, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat sangat mengerti keinginan Kartini. Beliau kemudian mendukung cita-cita Kartini untuk mendirikan sekolah wanita.

Semua anak-anaknya disekolahkan, baik putra maupun putri. Meskipun ada perbedaan dalam tingkatan pendidikan. Kartini dan saudara-saudaranya dimasukkan di Europese Lagere School meskipun muridnya hampir semuanya anak-anak Belanda Indonesia. Mencermati latar belakang keluarga Kartini dapat difahami bila Kartini memiliki potensi unggul untuk dapat dikembangkan menjadi pribadi yang berkualitas. Realisasi perkembangannya sangat dipengaruhi pleh lingkungan kehidupannya, pendidikannya maupun dinamika aktifitas-aktifitasnya.

(56)

47

Kartini-kartini baru. Pada awalnya, pergerakan wanita dilakukan secara perseorangan, dan R.A. Kartini (1879-1904) adalah pelopornya. Setamat dari E.L.S. pada usia 12 tahun terus dipingit dan tidak melanjutkan sekolah karena adat istiadat yang berlaku pada masa itu. Meskipun demikian tidak memadamkan semangatnya untuk maju. Ia banyak belajar dari membaca buku dan surat menyurat dengan teman dan kenalanya. Atas bantuan ikhtiyar teman dan kenalanya seperti Ovink Soer dan lain-lainya, pingitan menjadi longgar.

Kartini berhasrat menjadi guru untuk anak-anak perempuan para bupati yang diusulkan oleh Abendanon, tetapi gagal karena gagasan sekolah tersebut ditolak pemerintah kolonial Belanda, berdasarkan penolakan dari para bupati. Beasiswa belajar di negeri Belanda yang berhasil diajukan oleh van Kol untuk Kartini dan Rukmini, adiknya, juga tidak dapat dilaksanakan. Meskipun banyak mengalami kekecewaan. Kartini berhasil membuka Sekolah wanita yang pertama di Indonesia.3

Raden Ajeng Kartini adalah salah satu figus yang mengambil peran aktif dalam peran aktif dalam perjuangan penuh tantangan. Raden Ajeng Kartini seorang ningrat yang dalam jiwadan mata tekadnya apalagi sebenar-benarnya memiliki kebagsawanan dalam makna yang sangat dalam. Kebangsawanan darah, kebangsawanan pikir, dan hati.4 Perjuangan pemikiran yang digagas oleh R.A Kartini tidak dapat dipisahkan dari latar belakang pendidikan dan situasi lingkungan dimana R.A Kartini tinggal.

(57)

48

2. Latar Belakang Pendidikan Dan Karya - Karyanya

Setelah usia Kartini menginjak angka 6 tahun, Kartini dimasukan di sekolah Europese Legere School tahun 1885. Melalui pendidikan yang singkat itu, Kartini dapat mengecap pengetahuan orang Barat disamping dapat bergaul dengan anak-anak Belanda yang bebas. Selanjutnya Kartini tidak pernah duduk dibangku sekolah yang lebih tinggi setelah tamat Europese Legere School, Sekolah rendah Belanda.

Pada saat Kartini masih menempuh pendidikan disekolah. Datang utusan dari Rembang untuk mengantarkan surat lamaran dari Bupati Rembang, Djoyoadiningrat. Bupati Djoyoadiningrat adalah seorang bupati yang modern dan perpikiran maju, namun demikian keputusan sepenuhnya tetap diberikan kepada R.A Kartini. Menginjak usia 12 tahun, Kartini dipingit sebagaimana perempuan Jawa pada umumnya.5

Pada akhirnya Kartini terpaksa menempuh jalan yang menurut anggapan tradisional sudah digariskan untuk wanita, yakni pernikahan. Namun kepada Bupati Djoyoadiningrat, Kartini mengajukan 4 syarat.6

a. Hendaknya perkawinan dilaksanakan secara sederhana tanpa adat pesta

b. Tidak sudi lagi melakukan sungkem dan mencium kaki mempelai pria

(58)

49

c.

Referensi

Dokumen terkait