• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS OPEN FRACTURE LEFT FIBULA DISTAL THIRD GRADE II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS OPEN FRACTURE LEFT FIBULA DISTAL THIRD GRADE II"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

i LAPORAN KASUS

OPEN FRACTURE LEFT FIBULA DISTAL THIRD GRADE II

Oleh

dr. Aslesa Wangpathi Pagehgiri

Pembimbing

dr. Cokorda Gde Oka Dharmayuda, SpOT(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(2)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang merupakan salah satu tugas dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. Laporan Kasus ini membahas tentang Open Fracture Left Tibia Distal Third Grade II Open Fracture Left Fibula Distal Third Grade II.

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memperdalam wawasan tentang open fracture serta melatih kemampuan membuat tulisan ilmiah dan prasyarat dalam mengikuti pendidikan bedah lanjut II di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada

1. dr. I Ketut Wiargitha, Sp.B(K) Trauma sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah FK Unud/RSUP Sanglah yang telah memberikan motivasinya.

2. dr. Cokorda Gde Oka Dharmayuda, SpOT(K) sebagai pembimbing yang telah dengan tulus memberikan saran dan masukan baik akademik maupun moril sampai laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu dengan segala keredahan hati penulis menerima saran dan kritik untuk perbaikan laporan kasus ini

Denpasar, 20 Mei 2019

(3)

3 DAFTAR ISI

JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II LAPORAN KASUS ... 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA... 10

3.1 Fraktur Tibia dan Fibula ... . 10

3.2 Mekanisme Cedera ... 10

3.3 Gambaran Klinis ... 10

3.4 Penatalaksanaan ... 11

3.5 Fraktur Terbuka ... 18

3.6 Manajemen Paska Operasi ... 20

3.7 Komplikasi ... 20

BAB IV PEMBAHASAN ... 23

BAB V PENUTUP... 24

(4)

4 BAB I

PENDAHULUAN

Karena posisi nya di subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan lebih sering mengalami fraktur terbuka (23,5% dalam satu penelitian besar), daripada tulang panjang lainnya. Mekanisme tersering adalah jatuh, kecelakaan olahraga dan transportasi, dengan mekanisme energi- tinggi terlihat lebih sering pada pasien yang lebih muda (Blom AW, et al, 2018; Azar FM, et al, 2017). Cidera langsung yang menghancurkan atau menembus kulit di atas fraktur; ini biasanya cedera energi tinggi dan penyebab paling umum adalah kecelakaan sepeda motor (Blom AW, et al, 2018), seperti pada kasus ini.

Istilah fraktur terbuka (open fracture) mengindikasikan adanya hubungan antara fraktur dan lingkungan luar dan melibatkan cedera pada jaringan lunak dan kulit pada daerah sekitar tulang yang fraktur. Karena hal ini sering terjadi pada fraktur dengan energy tinggi, kerusakan pada tulang dan jaringan lunak dapat berat (Rüedi TP and Murphy WM., 2000).

Penanganan dimulai dari lokasi kecelakaan. Luka fraktur terbuka harus ditutup dengan bahan terbersih yang tersedia. Untuk transportasi ke rumah sakit tungkai yang terluka dapat didukung dengan membalutnya ke kaki yang lain tetapi air splint lebih baik dan seharusnya tersedia di sebagian besar pada ambulans (Dandy DJ and Edward DJ. 2009).

Untuk fraktur terbuka, penggunaan fiksasi internal harus disertai dengan debridemen yang baik dan tepat serta penutupan tulang yang ekspos dan pemakaian implan secara cepat (Blom AW, et al, 2018).

(5)

5 BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : I Wayan Suardita Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tanggal Lahir : 31 Desember 1960 Umur : 58 tahun

CM : 00630241

Alamat : Jalan Patih Nambi No.62 Ubung Kaja, Denpasar Utara

MRS : 13/5/2019

Ruangan : Ratna

2.2 Anamnesis Keluhan Utama: Nyeri pada betis kiri Riwayat Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada betis kiri setelah terjatuh dari sepeda motor 30 menit sebelum tiba di rumah sakit. Tidak ada riwayat tidak sadar, tidak ada mual, dan tidak muntah muntah.

MOI : pasien pengendara motor, terjatuh sendiri dengan posisi terjatuh kearah kiri dan kaki kiri tertimpa sepeda motor.

Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik Tanda Vital

TD : 120/70 mmHg N : 84 x/ menit

(6)

6 Tx : 36,5 C

RR : 18 x / menit

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-) THT : Kesan tenang

Maksillofacial : Dalam batas normal Thorax : Insp : simetris,

Palp : nyeri,krepitasi (-/-) Perc : Sonor/sonor

Aus : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), Po: Ves +/+, rh -/-, wh -/- Abdomen: Insp : distensi (-)

Aus : BU (+) Palp : defans (-) Per : timpani

Ekstremitas : hangat ~ sesuai status lokalis Anogenital : Anus (+), Genital (+) normal

Status Lokalis Left Leg Region

L : Swelling (+), bruise (+), deformitas (+) angulasi

F : Tenderness (+) ovar distal leg, CRT < 2 detik, AVN distal (+) M : Active ROM calcaneus terbatas karena nyeri

(7)

7 Foto Klinis

Gambar 1. Regio cruris (S)

2.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (13/05/2019) DL HGB 14,42 WBC 8,28 HCT 42,78 PLT 227,30

(8)

8 Kimia SGOT 29,1 SGPT 23,90 GDS 108 BUN 16,40 SC 1,07 K 3,91 Na 137 FH PPT 14,9 APTT 30,5 INR 1,23 Penunjang Radiologis

(9)

9 2.5 Diagnosa

OF Left Tibia Distal Third Grade II OF Left Fibula Distal Third Grade II Vulnus appertum region cruris (S)

2.6 Penatalaksanaan Medikamentosa

Analgetika Ketorolac 30 mg @8 jam intravena Antibiotika Ceftriaxone 1 gr @12 jam intravena Antitetanus Tetagam intramuskular

Operatif

Debridement + ORIF PS urgent

Radiologis paska operasi

(10)

10 FOLLOW UP Tanggal S O A P 14/5/2019 Nyeri paska operasi minimal Tidak ada demam HD Stabil Status Lokalis Regio Cruris (S) L : Luka paska operasi tertutup kasa steril, rembesan (-) F : pulsasi arteri dorsalis pedis kuat, tidak ada parestesi, CRT<2 detik M : ROM terbatas karena nyeri OF Left Tibia Distal Third Grade II OF Left Fibula Distal Third Grade II IVFD NaCl 0,9% 16 tpm Ceftriaxone 1 gr @12 jam IV Ketorolac 30 mg @12 jam IV 15/5/2019 Nyeri paska operasi minimal Tidak ada demam HD Stabil Status Lokalis Regio Cruris (S) L : Luka paska operasi tertutup kasa steril, rembesan (-) F : pulsasi arteri dorsalis OF Left Tibia Distal Third Grade II OF Left Fibula Distal Third Grade II IVFD NaCl 0,9% 16 tpm Ceftriaxone 1 gr @12 jam IV Ketorolac 30 mg @12 jam IV

(11)

11 pedis kuat, tidak ada parestesi, CRT<2 detik M : ROM terbatas karena nyeri 16/5/2019 Nyeri paska operasi minimal Tidak ada demam HD Stabil Status Lokalis Regio Cruris (S) L : Luka paska operasi tertutup kasa steril, rembesan (-) F : pulsasi arteri dorsalis pedis kuat, tidak ada parestesi, CRT<2 detik M : ROM terbatas karena nyeri OF Left Tibia Distal Third Grade II OF Left Fibula Distal Third Grade II IVFD NaCl 0,9% 16 tpm Ceftriaxone 1 gr @12 jam IV Ketorolac 30 mg @12 jam IV 17/5/2019 Nyeri paska operasi minimal Tidak ada demam HD Stabil Status Lokalis Regio Cruris (S) L : Luka paska operasi tertutup kasa OF Left Tibia Distal Third Grade II OF Left Fibula Distal Third Grade II IVFD NaCl 0,9% 16 tpm Ceftriaxone 1 gr @12 jam IV Ketorolac 30 mg @12 jam

(12)

12 steril, rembesan (-) F : pulsasi arteri dorsalis pedis kuat, tidak ada parestesi, CRT<2 detik M : ROM terbatas karena nyeri IV Poliklinis Non weight bearing

(13)

13 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

Karena posisi nya di subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan lebih sering mengalami fraktur terbuka (23,5% dalam satu penelitian besar), daripada tulang panjang lainnya. Mekanisme tersering adalah jatuh, kecelakaan olahraga dan transportasi, dengan mekanisme energi- tinggi terlihat lebih sering pada pasien yang lebih muda (Blom AW, et al, 2018).

3.2 MEKANISME CEDERA

Kekuatan puntir menyebabkan fraktur spiral kedua tulang kaki pada tingkat yang berbeda; kekuatan angulasi menghasilkan fraktur miring transversal atau pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Cedera tidak langsung, biasanya berenergi rendah; dengan fraktur miring panjang atau spiral, salah satu fragmen tulang dapat menembus kulit dari dalam. Cidera langsung yang menghancurkan atau menembus kulit di atas fraktur; ini biasanya cedera energi tinggi dan penyebab paling umum adalah kecelakaan sepeda motor (Blom AW, et al, 2018).

3.3 GAMBARAN KLINIS

Tungkai harus diperiksa dengan cermat untuk tanda-tanda kerusakan jaringan lunak: memar, bengkak hebat, menghancurkan atau meremajakan kulit, luka terbuka, perubahan peredaran darah, denyut nadi lemah atau tidak ada, berkurang atau hilangnya sensasi dan ketidakmampuan untuk menggerakkan jari kaki. Setiap kelainan bentuk harus diperhatikan sebelum memelintir anggota gerak. Selalu waspada terhadap tanda-tanda sindrom kompartemen yang akan dating (Blom AW, et al, 2018).

Sinar-X

Seluruh panjang tibia dan fibula, serta sendi lutut dan pergelangan kaki, harus dilihat. Jenis fraktur, levelnya dan derajat angulasi serta perpindahan dicatat.

(14)

14 Deformitas rotasi dapat diukur dengan membandingkan lebar antar ruang tibiofibular di atas dan di bawah fraktur (Blom AW, et al, 2018).

3.4 PENATALAKSANAAN

Tujuan utamanya adalah (Blom AW, et al, 2018) :

1) Untuk membatasi kerusakan jaringan lunak dan menjaga (atau mengembalikan, dalam kasus patah tulang terbuka) penutup kulit

2) Untuk mencegah - atau setidaknya mengenali - sindrom kompartemen 3) Untuk mendapatkan dan mempertahankan alignment fraktur

4) Untuk mulai menahan berat badan lebih awal (pemuatan meningkatkan penyembuhan)

5) Untuk memulai gerakan sendi sesegera mungkin

Penanganan dimulai dari lokasi kecelakaan (Dandy DJ and Edward DJ. 2009). Penanganan segera.

Luka fraktur terbuka harus ditutup dengan bahan terbersih yang tersedia. Untuk transportasi ke rumah sakit tungkai yang terluka dapat didukung dengan membalutnya ke kaki yang lain tetapi air splint lebih baik dan seharusnya tersedia di sebagian besar

ambulans. Kehilangan darah akibat fraktur tibia adalah antara 1 dan 3 unit dan transfusi tidak diperlukan kecuali ada perdarahan dari tempat lain (Dandy DJ and Edward DJ, 2009).

Pengobatan definitif.

Posisi fragmen harus ditahan dalam posisi yang sudah direduksi selama 10-16 minggu dengan salah satu teknik berikut (Dandy DJ and Edward DJ. 2009) :

1. Cast immobilization. 2. Fiksasi internal. 3. Fiksasi eksternal.

(15)

15 Cast immobilization. Fraktur direduksi di bawah anestesi umum dan gips diaplikasikan dari pangkal paha ke kaki. Sampai baik dalam plestering, aplikasikan gips secara bertahap, dimulai dengan pelindung kaki di sekeliling tulang kering dan perpanjang ini di atas dan di bawah untuk dipasangkan pada lutut dan kaki secara terpisah. Sirkulasi pada kaki harus diobervasi dengan baik selama 24 jam pertama. Fraktur harus diperiksa secara radiologis segera setelah reduksi, 24 jam kemudian dan pada 1 minggu, 2 minggu dan kemudian setiap bulan setelah cedera. Tumit dipakai berjalan dapat diterapkan dan weight bearing diijinkan setelah sebulan jika fraktur stabil dan posisinya memuaskan (Dandy DJ and Edward DJ. 2009).

Fiksasi internal diindikasikan untuk fraktur yang tidak stabil dan pasien dengan fraktur multipel. Pelat dan sekrup, sekrup saja, wire atau intramedullary nails bisa digunakan; pilihan teknik tergantung pada pola fraktur. Meskipun fiksasi anatomi yang rigid merupakan pilihan menarik, operasi ini dapat menjadi cedera kedua pada ekstremitas dan dapat diikuti oleh infeksi (Dandy DJ and Edward DJ. 2009).

Fiksasi eksternal diperlukan jika ada luka kotor atau kehilangan kulit yang luas. Fiksasi tidak sekaku pelat atau intramedullary nailing tetapi akan mempertahankan reduksi dan panjang sampai jaringan lunak telah sembuh. Meskipun alat fiksasi terlihat mengerikan, hal ini dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien. Pilihan perawatan tergantung pada bentuk ujung tulang dan keadaan jaringan lunak (Dandy DJ and Edward DJ. 2009).

Fraktur Energi Rendah

Fraktur berenergi rendah dalam keadaan tertentu dapat ditangani dengan metode non-operatif. Jika fraktur tidak bergeser atau sedikit bergeser, gips panjang penuh dari paha atas ke leher metatarsal diaplikasikan dengan lutut sedikit tertekuk hingga pergelangan kaki pada sudut kanan (Gambar 31.20). Pergeseran pada fraktur fibular, kecuali jika melibatkan sendi pergelangan kaki, tidak penting dan dapat diabaikan. Apposisi tidak harus lengkap tetapi perataan harus hampir sempurna dan rotasi benar-benar sempurna. Posisi diperiksa dengan sinar-X. Derajat minor angulasi masih dapat diperbaiki dengan membuat sayatan melintang pada plester dan menyisipkannya ke posisi yang lebih baik. Jika ada pembengkakan yang berlebihan, gips terbelah. Setelah 2 minggu, posisi diperiksa dengan sinar-X. Perubahan dari gips di atas ke bawah mungkin terjadi sekitar 4-6 minggu, ketika fraktur menjadi 'lengket'.

(16)

16 Alternatifnya adalah “Sarmiento cast” yang memungkinkan fleksi lutut tetapi memberikan stabilitas tambahan. Gips dipertahankan (atau diperbarui jika menjadi longgar) sampai fraktur menyatu, yaitu sekitar 8 minggu pada anak-anak tetapi jarang di bawah 12 minggu pada orang dewasa (Blom AW, et al, 2018).

Metode Fixasi Pembedahan

Closed intramedullary nailing. Ini adalah metode pilihan untuk fiksasi internal pada sebagian besar fraktur poros tibialis. Fraktur berkurang di bawah kontrol sinar-X dan intensifikasi gambar. Ujung proksimal tibia terbuka; kawat penuntun diturunkan melewati kanal meduler dan kanal tersebut dipasang ulang. Paku dengan ukuran dan bentuk yang sesuai kemudian dimasukkan dari ujung proksimal melintasi lokasi fraktur. Sekrup pengunci melintang dimasukkan di proksimal dan distal berakhir (Gambar 31.21). Paska operasi, partial weight-bearing dimulai sesegera mungkin, berkembang menjadi full weight-bearing saat ini terasa nyaman. Untuk fraktur diaphyseal, penyatuan dapat terjadi pada lebih dari 95% kasus. Untuk fraktur metafisis dekat ujung tulang, metode ini lebih teknis tetapi, karena teknik telah berkembang, telah menjadi umum dilakukan dan merupakan cara terbaik untuk mengelola cedera ini. Perawatan harus diambil: mungkin ada ekstensi intra-artikular yang ada dari garis fraktur metafisis dan ada potensi penyebaran fraktur ke dalam sendi ketika nail dilewatkan (Blom AW, et al, 2018).

Plate fixation. Plating dapat digunakan untuk fraktur metafisis yang dianggap tidak cocok dengan nailing. Hal ini juga kadang-kadang digunakan untuk fraktur diafisis tibialis yang tidak stabil pada anak-anak karena menghindari potensi kerusakan pada plat pertumbuhan dari melewati intramedullary nail melalui fisis yang masih terbuka. Sebelumnya, kerugian dari fiksasi lempeng termasuk kebutuhan untuk mengekspos tempat fraktur dan, dengan demikian, pengupasan jaringan lunak di sekitar fraktur, yang dapat meningkatkan risiko memperkenalkan infeksi dan menunda penyatuan. Teknik pelapisan yang lebih baru mengatasi kekurangan ini. Pelat digeser melewati fraktur melalui 'sayatan akses' proksimal dan distal pada aspek anterolateral tibia dan kemudian dipasang pada tulang hanya pada fraktur level ini. Metode pelapisan 'submuscular' ini menjaga jaringan lunak di sekitar lokasi fraktur lebih baik daripada pelapisan terbuka konvensional, dan ini memberikan stabilitas relatif yang tampaknya mempercepat penyatuan. Namun, jaringan lunak masih berisiko menggunakan teknik

(17)

17 ini, dan perawatan yang cukup diperlukan dalam penanganan jaringan untuk meminimalkan risiko komplikasi luka.

Fiksasi eksternal. Ini adalah alternatif yang lebih jarang digunakan. Teknik ini terutama memiliki peran dalam fraktur tulang panjang, segmental, dan multifragmen. Fiksasi eksternal monolateral paling sering digunakan sebagai metode fiksasi sementara pada fraktur terbuka pada orang dewasa tetapi dapat juga digunakan sebagai metode definitif. Fiksasi ini lebih sering digunakan pada anak-anak. Kelemahan teknik ini adalah terkenanya sendi untuk keperluan stabilisasi, yang dapat menyebabkan kekakuan dan potensi infeksi pada lokasi penusukan (pinsite infection). Fixator eksternal melingkar memberikan stabilitas yang lebih baik dan seringkali tidak perlu melibatkan sendi. Dalam kedua kasus, jaringan disekitar fraktur tidak akan terganggu (Blom AW, et al, 2018)..

Fraktur Energi Tinggi

Awalnya, pertimbangan yang paling penting adalah viabilitas jaringan lunak yang rusak dan tulang yang mendasarinya. Jaringan di sekitar fraktur harus diganggu sesedikit mungkin. Fraktur kominutif dan segmental, yang berhubungan dengan kehilangan tulang, dan fraktur dengan energi tinggi yang secara inheren tidak stabil, membutuhkan stabilisasi bedah dini. Untuk fraktur tertutup, paling umum dilakukan dengan intramedullary nailing sehingga jaringan di sekitar fraktur dibiarkan tidak terganggu. Dalam kasus yang disertai tulang hilang, cacat kecil dapat diobati dengan bone graft elektif yang dapat ditunda sesuai kebutuhan; opsi penyelamatan ekstremitas untuk defek yang lebih besar meliputi bone transport atau gangguan kompresi (pemendekan akut untuk menutup defek, dengan pemanjangan berikutnya pada tingkat yang berbeda) dengan fixator eksternal melingkar (Blom AW, et al, 2018).

(18)

18 Anterolateral Approach to Tibia (Jordan C and Mirzabeigi E, 2000)

(19)
(20)

20 Lateral approach to fibula (Jordan C and Mirzabeigi E, 2000)

(21)

21 3.5 FRAKTUR TERBUKA

Istilah fraktur terbuka (open fracture) mengindikasikan adanya hubungan antara fraktur dan lingkungan luar dan melibatkan cedera pada jaringan lunak dan kulit pada daerah sekitar tulang yang fraktur. Karena hal ini sering terjadi pada fraktur dengan energy tinggi, kerusakan pada tulang dan jaringan lunak dapat berat (Rüedi TP and Murphy WM., 2000).

Untuk fraktur terbuka, penggunaan fiksasi internal harus disertai dengan debridemen yang baik dan tepat serta penutupan tulang yang ekspos dan pemakaian implan secara cepat; Alternatifnya, fiksasi eksternal (atau internal) sementara diawal dapat lebih aman jika prasyarat tersebut tidak dapat dipenuhi dan fiksasi definitif dapat ditunda sampai kondisi stabil dapat dicapai. Di Inggris semua fraktur terbuka berenergi tinggi dikelola di Pusat Trauma Mayor di mana ahli bedah ortopedi dan plastik dapat bersama-sama mengelola cedera ini untuk memberikan perawatan

(22)

22 standar tertinggi menurut pedoman Standar BOA untuk Trauma (BOAST 4) (Blom AW, et al, 2018).

Penanganan yang tepat untuk pengobatan fraktur tibialis terbuka adalah (Blom AW, et al, 2018) :

1. Antibiotika 2. Debridemen 3. Stabilisasi

4. Penutupan jaringan lunak yang cepat 5. Rehabilitasi

Antibiotik dimulai segera. Sefalosporin generasi pertama atau kedua atau co-amoxiclav sesuai dalam banyak kasus dan harus dilanjutkan sampai penutupan jaringan lunak atau maksimal 72 jam. Pembuktian untuk penggunaan antibiotik yang berkepanjangan masih kurang. Debridemen fraktur dan penutup yang cepat tetap merupakan pertahanan terkuat melawan infeksi (Blom AW, et al, 2018).

Luka harus difoto pada inspeksi pertama di Departemen Darurat dengan fotografi medis atau menggunakan kamera yang terdaftar di rumah sakit, dan kemudian ditutup dengan pembalut steril. Foto tersebut kemudian dapat dicetak untuk dimasukkan dalam catatan kasus pasien untuk dijadikan catatan dan mencegah gangguan lebih lanjut pada luka. Debridemen yang adekuat hanya mungkin dilakukan jika luka aslinya diperlebar. Luka harus ditinjau dan didiskusikan dengan ahli bedah plastik, terutama jika tampaknya ada kebutuhan untuk flap kulit atau flap lokal atau free flap. Idealnya debridemen harus dilakukan disertai pembuangan material asing; ini termasuk tulang tanpa perlekatan jaringan lunak yang adekuat. Luka dan lokasi fraktur kemudian dicuci dengan sejumlah besar normal saline. Luka Gustilo grade I dapat ditutup, terutama dari fraktur energy rendah, dan fraktur ini kemudian diperlakukan seperti pada cedera tertutup (Blom AW, et al, 2018).

Luka yang lebih parah, idealnya, harus ditutup atau ditutup pada operasi pertama selama debridemen telah menyeluruh dan keterampilan ahli bedah plastik yang baik. Jika ada jaringan dengan viabilitas yang meragukan yang memerlukan tindakan lain, atau flap lokal yang dianggap tidak sesuai, operasi elektif kedua dapat diperlukan. Hal ini memungkinkan debridemen lebih lanjut dan, semoga, waktu yang cukup untuk merencanakan penutupan dengan free tissue transfer. Penutup sementara

(23)

23 tulang yang terbuka sering dilakukan dengan menggunakan alat penutupan vakum yang dapat mengurangi edema, meningkatkan aliran darah lokal dan mendorong pembentukan jaringan granulasi (Blom AW, et al, 2018).

Penting untuk menstabilkan fraktur. Untuk cedera Gustilo I, II dan IIIA, locked intramedullary nailing diperbolehkan jika penutupan luka definitif dpat dilakukan pada saat debridemen. Untuk tingkat yang lebih parah dari fraktur tibialis terbuka, fiksasi definitif harus dilakukan hanya pada saat penutup jaringan lunak definitif. Jika hal ini tidak memungkinkan pada saat debridemen primer, fraktur harus distabilkan sementara dengan spanning external fixator atau plat sementara melalui defek terbuka.Pertukaran fiksasi sementara dengan intramedullary nail dapat dilakukan pada titik ketika penutupan jaringan lunak definitif dilakukan - idealnya dalam waktu 5 hari dari cedera (Blom AW, et al, 2018).

3.6 MANAJEMEN PASKA OPERASI

Pembengkakan sering terjadi setelah fraktur tibialis; bahkan setelah fiksasi skeletal, jaringan lunak terus membengkak selama beberapa hari. Tungkai harus diangkat dan evaluasi klinis sering dilakukan untuk melihat tanda-tanda sindrom kompartemen. Setelah tindakan intramedullary nailing pada fraktur transversal atau fraktur oblik pendek, weight-bearing dapat dimulai dalam beberapa hari dan ditingkatkan menjadi full weight saat terasa nyaman. Jika fraktur kominutif atau segmental, artinya hampir seluruh beban akan diambil oleh nail pada awalnya, hanya partial weightbearing diizinkan sampai beberapa kalus terlihat pada X-ray (Blom AW, et al, 2018).

3.7 KOMPLIKASI

KOMPLIKASI AWAL

Cedera Vaskuler. Fraktur setengah proksimal tibia dapat mencederai arteri poplitea. Ini adalah keadaan darurat pada urutan pertama, membutuhkan eksplorasi dan perbaikan. Kerusakan pada salah satu dari dua pembuluh tibialis mayor juga dapat terjadi dan sering tidak diperhatikan jika tidak ada iskemia kritis (Blom AW, et al, 2018).

(24)

24 Sindrom Kompartemen. Fraktur tibialis - terbuka dan tertutup - adalah penyebab tersering sindrom kompartemen di ekstremitas bawah. Kombinasi edema jaringan dan perdarahan (oozing) menyebabkan pembengkakan di kompartemen otot dan ini dapat memicu iskemia. Faktor risiko lainnya adalah fraktur tibialis proksimal, severe crush injury, periode iskemik yang panjang sebelum revaskularisasi (pada fraktur terbuka tipe IIIC), penundaan lama untuk terapi, syok hemoragik, operasi yang sulit dan berkepanjangan, dan fraktur yang tetap dalam keadaan distraksi (Blom AW, et al, 2018).

Infeksi. Fraktur terbuka selalu berisiko mengalami infeksi; bahkan perforasi kecil harus diperlakukan dengan baik dan debridemen dilakukan sebelum luka ditutup. Jika diagnosis dicurigai, swab luka dan sampel darah harus diambil. Jika debridemen diperlukan, sampel jaringan dalam akan membantu diagnosis mikrobiologis dan pengobatan antibiotik harus ditahan sampai sampel telah diambil. Jika tidak, maka antibiotik harus dimulai segera, menggunakan terapi intravena. Setelah hasil laboratorium diperoleh, antibiotik yang lebih tepat dapat digunakan. Dengan infeksi yang terjadi, fiksasi skeletal tidak harus ditinggalkan jika fiksasi stabil; kontrol infeksi dan penyatuan fraktur lebih mungkin jika fiksasi aman. Namun, jika ada implan lepas, implan harus dilepas dan diganti dengan fiksasi eksternal (Blom AW, et al, 2018).

KOMPLIKASI LAMBAT

Malunion. Pemendekan ringan (hingga 1,5 cm) biasanya memiliki konsekuensi kecil, tetapi deformasi rotasi dan angulasi, selain tidak enak dilihat, dapat melumpuhkan karena lutut dan pergelangan kaki tidak lagi bergerak di bidang yang sama. Angulasi harus dicegah di semua tahap; apapun yang lebih dari 7 derajat di kedua bidang tidak dapat diterima. Angulasi pada bidang sagital, terutama jika disertai dengan pergelangan kaki equinus yang kaku, menghasilkan peningkatan kekuatan yang nyata pada lokasi fraktur selama berjalan; ini dapat menyebabkan refraksi atau non-serikat pekerja (Blom AW, et al, 2018).

Angulasi varus atau valgus akan mengubah sumbu pemuatan melalui lutut atau pergelangan kaki, menyebabkan peningkatan tekanan di beberapa bagian sendi. Ini sering disebut sebagai penyebab osteoartritis sekunder; Namun, sementara ini

(25)

25 mungkin benar untuk deformitas sudut dekat dengan sendi, studi jangka panjang telah gagal untuk menunjukkan bahwa itu berlaku untuk deformitas moderat di sepertiga tengah tulang. Perataan rotasi harus mendekati sempurna (dibandingkan dengan kaki yang berlawanan). Ini mungkin sulit dicapai dengan metode tertutup, tetapi harus mungkin dengan locked intramedullary nailing. Kelainan bentuk lanjut, jika ditandai, dapat dikoreksi dengan tibial osteotomy (Blom AW, et al, 2018).

Delayed union. Fraktur berenergi tinggi akan lambat untuk menyatu. Jika ada kontak yang tidak memadai di situs fraktur, baik melalui kehilangan tulang atau kominusi, pencangkokan tulang 'profilaksis' dini dapat dipertimbangkan pada pasien berisiko tinggi. Jika ada kegagalan penyatuan yang terlihat pada pencitraan sinar-X bulan ke-6, intervensi sekunder harus dipertimbangkan. Nail pertama dicabut, salurannya dipasang kembali dan nail yang lebih besar dimasukkan. Jika fibula telah bersatu sebelum tibia, itu harus di osteotomi untuk memungkinkan aposisi dan kompresi yang lebih baik dari fragmen tibialis (Blom AW, et al, 2018).

Non-union. Ini mungkin terjadi karena terdapat tulang yang hilang atau infeksi yang dalam, tetapi penyebab yang umum adalah perawatan yang salah. Baik risiko dan konsekuensi dari persatuan yang tertunda belum dikenali, atau splintage telah dihentikan terlalu cepat, atau pasien dengan fraktur yang baru saja bersatu telah berjalan dengan pergelangan kaki equinus yang kaku (Blom AW, et al, 2018). Hypertrophic non-union dapat diobati dengan intramedullary nailing (atau exchange nailing) atau compression plating. Selain itu, Atrophic non-union membutuhkan graft tulang. Jika fibula telah bersatu, segmen kecil harus dipotong sehingga memungkinkan kompresi fragmen tibialis. Kasus-kasus yang tidak dapat sulit mungkin memerlukan teknik-teknik radikal Ilizarov (Blom AW, et al, 2018).

Kekakuan persendian. Imobilisasi gips yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekakuan pada pergelangan kaki dan kaki, yang dapat bertahan selama 12 bulan atau lebih meskipun sudah melakukan latihan aktif. Ini dapat dihindari dengan mengubah functional brace segera setelah aman untuk melakukannya, biasanya dalam 4-6 minggu (Blom AW, et al, 2018).

Osteoporosis. Osteoporosis pada fragmen distal sangat umum terjadi pada semua bentuk pengobatan sehingga dianggap sebagai konsekuensi 'normal' dari fraktur

(26)

26 tibialis. Pembebanan aksial tibia penting dan penopang berat harus dilakukan kembali sesegera mungkin. Setelah fiksasi eksternal yang berkepanjangan, perawatan khusus harus diambil untuk mencegah fraktur stres distal (Blom AW, et al, 2018).

Complex regional pain syndrome. Hal ni tidak jarang pada fraktur sepertiga distal tibia. Latihan harus dilakukan selama periode perawatan (Blom AW, et al, 2018).

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Aspek Diagnosis

Pasien laki-laki usia 58 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri pada betis kiri setelah terjatuh dari kecelakaan sepeda motor dengan kaki kiri tertimpa sepeda motor. Pada pemeriksaan fisik regio cruris kiri didapatkan deformitas dengan angulasi dengan nyeri pada palpasi dan dengan pulsasi serta sensoris yang normal pada distal ekstremitas bawah kiri. Didapatkan vulnus appertum dengan diameter 1 cm pada bagian medial cruris.

Dari pemeriksaan foto polos cruris sinistra AP/Lateral didapatkan gambaran fraktur komplit pada 1/3 distal os tibia dan fibula sinistra, displaced (+), shortening, disertai soft tissue swelling. Pasien didiagnosis dengan Open fracture left tibia distal third grade 2 dan Open fracture left fibula distal third grade 2 berdasarkan temuan klinis dan penunjang tersebut diatas.

4.2 Aspek Penatalaksanaan

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah dilakukan dengan manajemen medikamentosa dan operatif. Manajemen medikamentosa dengan pemberian analgetika injeksi ketorolac 30 mg setiap 8 jam melalui intravena, pemberian antibiotika Ceftriaxone 1 gr tiap 12 jam intravena, dan pemberian antitetanus tetagam 250 IU melaui intramuscular.

Manajemen operatif dengan dilakukan tindakan debridement dan tindakan open reduction internal fixation (ORIF) dan pemasangan plate screw urgent pada os tibia dan os fibula.

(27)

27 .

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Fraktur tibia tibia lebih sering mengalami fraktur karena posisinya di subkutan, dan lebih sering mengalami fraktur terbuka daripada tulang panjang lainnya. Mekanisme tersering adalah jatuh, kecelakaan olahraga dan transportasi (Blom AW, et al, 2018; Azar FM, et al, 2017). Cidera langsung yang menghancurkan atau menembus kulit di atas fraktur; ini biasanya cedera energi tinggi dan penyebab paling umum adalah kecelakaan sepeda motor (Blom AW, et al, 2018).

Istilah fraktur terbuka menunjukkan adanya hubungan antara fraktur dan lingkungan luar dan melibatkan cedera pada jaringan lunak dan kulit pada daerah sekitar tulang yang fraktur (Rüedi TP and Murphy WM., 2000).

Penanganan yang tepat untuk pengobatan fraktur tibialis terbuka (Blom AW, et al, 2018) adalah (1) antibiotika, (2) debridemen, (3) stabilisasi, (4) penutupan jaringan lunak yang cepat, dan (5) rehabilitasi. Untuk fraktur terbuka, penggunaan fiksasi internal harus disertai dengan debridemen yang baik dan tepat serta penutupan tulang yang ekspos dan pemakaian implan secara cepat (Blom AW, et al, 2018).

(28)

28 DAFTAR PUSTAKA

Blom AW, et al. 2018. Apley and Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma Tenth Edition. Boca Raton : CRC Press.

Jordan C and Mirzabeigi E. 2000. Atlas of Orthopedic Surgical Exposure. New York : Thieme.

Rüedi TP and Murphy WM. 2000. AO Principles of Fracture Management. New York : Thieme.

Dandy DJ and Edward DJ. 2009. Essential Orthopaedics and Trauma. New York : Elsevier.

Azar FM, et al. 2017. Campbell’s Operative Orthopaedics Thirteenth Edition. Philadelphia : Elsevier.

Gambar

Gambar 1.  Regio cruris (S)
Foto Cruris AP/lateral paska operasi

Referensi

Dokumen terkait