Absorbent Dressing Sponge Berbasis Alginat-Kitosan Berkurkumin Untuk Luka Derajat Eksudat Sedang-Besar
Arindha Reni Pramesti1, Dyah Hikmawati2, Nanik Siti Aminah3
1
Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
2
Staf Pengajar Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
3
Staf Pengajar Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Email : [email protected]
Abstract
It had been synthesized an absorbent dressing sponge made from alginate, chitosan, and curcumin. The method employed in this study was freeze dry technique for 24 hours at temperature of -800C and continued drying in lyophilizer for 24 hours. The result is characterized by use of FTIR, absorb test with PBS solution (Phospate Buffer Saline) pH 7,4; moisture test with electronic moisture balance, and cytotoxicity test with MTT assay. In vivo test was carried out on mice for 3 days and made the histological preparation. The result of FTIR verified that alginate absorption, chitosan, curcumin which was shown by the emerged of characterized absorption band, namely hydroxyl group (-OH) and primary amine (-NH2) from chitosan, O-Na from alginate, and C=C aromatic from curcumin.
Sponge which possess good absorption and unbroken when absorb PBS solution should compose from alginate:chitosan 1:2 in comparison, 0:4, and 1:4 with each absorption percentage 2547%, 2066%, and 1749% respectively. All of them also point out result non-toxic on MTT assay with cell percentage lives is more than 100%. The result of moisture test and observation of histopathological anatomy on alginate:chitosan sponge 0:4, 1:4, and 1:2 are consistent where the more moisture percentage the better reepithelialization and collagen density. High water content will moist the area around the wound, as a result it will fasten the process
of wound healing. Alginate:chitosan sponge 0:4, 1:4, and 1:2 contained 42,9% , 32,7%, dan 20,4% moisture which the reepithelialization percentage is 100%, 100%, and 88% with level of the collagen density are very close, close, and medium density. Sponge from alginate:chitosan 0:4 in comparison is potential used for absorbent dressing sponge.
Abstrak
Telah dilakukan sintesis absorbent dressing sponge berbahan alginat, kitosan, dan kurkumin. Metode yang dilakukan adalah dengan teknik freeze dry selama 24 jam pada suhu -800C dan dilanjutkan pengeringan dalam lyophilizer selama 24 jam. Hasilnya dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, uji absorb dengan larutan PBS (Phospate Buffer Saline) pH 7,4, uji kadar air dengan electronic moisture balance, dan uji sitotoksisitas dengan MTT assay. Uji in vivo dilakukan pada mencit selama 3 hari dan dibuat preparat histologinya. Hasil analisis data FT-IR membuktikan serapan alginat, kitosan, kurkumin ditunjukkan dengan munculnya pita serapan khas yaitu adanya gugus hidroksil (-OH) dan amina primer (-NH2) dari kitosan, O-Na dari alginat, dan C=C aromatik dari
kurkumin. Sponge yang memiliki daya absorb baik dan tidak hancur ketika menyerap cairan PBS adalah sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 1:2 , 0:4, dan 1:4 dengan persentase absorb masing-masing 2547%, 2066%, dan 1749%. Ketiganya juga menunjukkan hasil tidak toksik pada uji MTT dengan persentase sel hidup lebih dari 100%. Hasil uji kadar air dan pengamatan histopatologi anatomi pada sponge alginat:kitosan 0:4, 1:4, dan 1:2 bersesuaian, dimana semakin banyak persentase kadar airnya maka re-epitelisasi dan kepadatan kolagen yang terbentuk makin bagus karena lingkungan luka lembab mempercepat proses penyembuhan luka. Sponge alginat:kitosan 0:4, 1:4, dan 1:2 memiliki persentase kadar air 42,9%, 32,7%, dan 20,4%. Persentase re-epitelisasinya masing-masing 100%, 100%, dan 88% dengan tingkat kepadatan kolagen sangat rapat, rapat, dan kerapatannya sedang. Sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 0:4 berpotensi digunakan sebagai absorbent dressing sponge.
Pendahuluan
Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi eksternal sampai penyembuhan alami terjadi dan dari gesekan dengan pakaian (Johnson, 2004). Pemilihan dressing (balutan) yang tepat merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih dressing (balutan luka) yang optimal antara lain jika luka kering maka harus dilembabkan, jika luka memiliki eksudat yang luas maka cairan harus diserap, jika luka memiliki jaringan nekrotik atau debris asing maka jaringan tersebut harus dibuang, dan jika luka mengalami infeksi maka harus diterapi dengan antibiotik (Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 2010).
Absorbent dressing merupakan balutan untuk menyerap eksudat luka karena prinsip perawatan luka adalah menciptakan kondisi lembab bukan basah (Pangayoman, 2009). Absorbent dressing konvensional yang masih dipakai hingga sekarang adalah kasa sedangkan Absorbent dressing modern antara lain yang berjenis hidrokoloid dan natrium alginat (Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 2010). Kasa memiliki beberapa kelemahan di antaranya mengkondisikan lingkungan luka dari basah menjadi kering. Hal ini menyebabkan epitel yang terbentuk menempel pada kasa sehingga saat kasa diambil menimbulkan rasa sakit. Penggunaan Absorbent dressing modern seperti natrium alginat diharapkan dapat mengurangi ketidaknyamanan tersebut karena natrium alginat berubah menjadi gel ketika menyerap eksudat sehingga tidak menempel pada epitel kulit. Selain itu, penggantian balutan natrium alginat dapat dilakukan selama 3-4 hari sekali karena alginat bersifat antimikroba sedangkan jika menggunakan kasa perlu penggantian setiap hari untuk menghindari timbulnya infeksi (Ovington, 2002). Balutan luka dari natrium alginat saat ini masih diimpor dari luar negeri. Harga alginat cukup tinggi sehingga menyebabkan harga balutan luka natrium alginat mahal. Bahan baku alginat berasal dari rumput laut coklat (Sargasum sp.) yang melimpah di Indonesia (Mutia, 2009).
Kitosan merupakan senyawa kimia yang merupakan derivate atau turunan dari senyawa kitin. Kitin umumnya diisolasi dari kerangka hewan invertebrata
misalnya cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan laut yang bercangkang lainnya. Kitosan bersifat non toksik, biokompatibel, biodegradabel, dan polikationik dalam suasana asam dan dapat membentuk gel apabila kontak dengan air karena adanya ikatan silang yang terjadi dalam struktur (Sembiring, 2011).
Respon tubuh setelah mengalami luka adalah terjadi proses inflamasi atau peradangan. Saat peradangan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan dan mencegah agen menyebar lebih luas. Agen yang membahayakan ini misalnya kuman, bakteri, mikroba, dan lain-lain yang dapat menghambat proses penyembuhan luka. Optimalisasi proses penyembuhan luka dapat dibantu dengan penambahan agen terapi. Agen terapi ini berupa zat atau bahan yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman, mikroba, jamur, bakteri, dan lain-lain. Salah satu agen terapi yang dapat digunakan adalah kurkumin. Kurkumin merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam temulawak atau kunyit. Kurkumin bersifat anti imflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus, anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Kristina, 2009).
Struktur kitosan maupun alginat memiliki kecenderungan untuk membentuk muatan ionik. Alginat yang bersifat polianion (bermuatan negatif) dan kitosan yang bersifat polikation (bermuatan positif) akan membentuk polielektrolit komplek ketika dicampur. Polielektrolit komplek ini dapat mempercepat penyerapan cairan karena sisi ionik dari alginat maupun kitosan memiliki potensi besar untuk menarik molekul air dengan pembentukan ikatan hidrogen (Meng et.al., 2010).
Hasil penelitian Dai, et al. (2009) yang membuat sponge alginat-kitosan berkurkumin didapatkan hasil apabila komposisi alginat lebih besar daripada kitosan menghasilkan sponge yang kurang bagus daya absorbsinya dibandingkan dengan yang komposisi kitosannya lebih banyak. Pada penelitian tersebut Dai menggunakan dua jenis polimer untuk membentuk ikatan kimia yang komplek. Pada penelitian ini akan dibuat lebih banyak variasi komposisi antara alginat-kitosan serta dibuat yang hanya berkomposisi alginat dan alginat-kitosan saja. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui variasi penyerapan yang terjadi serta memilih sponge mana yang bagus antara campuran atau tidak berupa campuran alginat-kitosan.
Metode Penelitian Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium alginat dari LIPI, kurkumin PureBulk, kitosan yang di beli dari IPB (Institut Pertanian Bogor), sel fibroblas BHK-21 untuk uji MTT, Phospate buffer saline (PBS) untuk uji kemampuan absorb, aquades untuk melarutkan natrium alginat, asam asetat untuk melarutkan kitosan, etanol untuk melarutkan kurkumin.
Alat-alat yang digunakan yaitu Lyophilizer, freezer, loyang, magnetic stirrer, sentrifuse, neraca digital, beker glass, spatula, aluminium foil, pisau, penggaris / pengukur.
Pembuatan Sponge
Sponge dibuat dari percampuran bubuk natrium alginat, kitosan, dan kurkumin yang telah dilarutkan dengan pelarut masing-masing yaitu natrium alginat dilarutkan dalam aquades, kitosan dilarutkan dengan asam asetat, dan kurkumin dilarutkan dengan etanol. Masing-masing larutan dicampur dan di aduk dengan magnetic stirrer agar homogen kemudian disentrifus untuk memisahkan residu dan supernatan. Residunya diambil untuk dijadikan sponge. Residu ini kemudian dituang ke dalam loyang persegi panjang dengan tinggi sekitar 0,5 cm. Loyang di simpan dalam freezer dengan kisaran suhu -800C sampai -1000C selama ± 24 jam dan setelah 24 jam dalam freezer, sampel dikeluarkan dan langsung di lyophilizer selama 24 jam dengan suhu sekitar -1050C dan tekanan dalam miliTorr (Dai, et. al, 2009). Komposisi percampuran alginat-kitosan-kurkumin dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Variasi Sponge
No. Sponge Alginat: Kitosan Kurkumin No. Sponge Alginat: Kitosan Kurkumin
1. A0C4 0 : 4 Tetap 6. A4C1 4 : 1 Tetap
2. A1C2 1 : 2 Tetap 7. A3C1 3 : 1 Tetap
3. A1C3 1 : 3 Tetap 8. A2C1 2 : 1 Tetap
4. A1C4 1 : 4 Tetap 9. A4C0 4 : 0 Tetap
5. A2C2 2 : 2 Tetap
Penelitian Scharstuhl et.al., 2009 menunjukkan bahwa pada konsentrasi kurkumin 5µM fibroblast banyak yang hidup sehingga pada penelitian ini juga menggunakan konsentrasi kurkumin sebesar 5µM. Konsentrasi tersebut dibuat dengan cara melarutkan 1,84 mg kurkumin dalam 1 liter etanol. Kemudian dalam masing – masing sampel digunakan 1 ml kurkumin yang mempunyai konsentrasi 5µM.
Karakterisasi
Uji FTIR dengan FT-IR Jasco 4200 type A, uji kemampuan absorb sponge dengan larutan phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4, uji kadar air dengan electronic moisture balance Shimadzu Libror EB-280 MOC, pengamatan preparat uji histopatologi anatomi dengan mikroskop Olympus Optical Japan, pembacaan uji sitotoksisitas MTT assay dengan Elisa Reader.
Hasil Dan Pembahasan
Hasil pembuatan absorbent dressing sponge tampak pada gambar 1. Bubuk natrium alginat, kitosan, dan kurkumin yang menjadi bahan utama pembuatan absorbent dressing sponge sebelumnya di uji FT-IR pada daerah serapan 4000-400. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.
Gambar 2. Spektrum FTIR sponge A1C2 (Perbandingan alginat:kitosan 1:2) Sponge A1C2 gugus C=C aromatik yang merupakan bagian dari kurkumin muncul pada pita daerah serapan 1548,56 cm-1. Pita serapan gugus karbonil yang merupakan gugus dari alginat dan kurkumin terlihat pada bilangan gelombang 1644,02 cm-1. Gugus hidroksi (O-H) terdapat dalam ketiga bahan yaitu alginat, kitosan, dan kurkumin. Pita serapan gugus tersebut ditemukan pada nilai bilangan gelombang 3442,31 cm-1. Pita serapan gugus C-O dan O-Na berada pada bilangan gelombang 1035,59 cm-1 dan 1421,28 cm-1. Sedangkan gugus amida primer (NH2)
tertutupi oleh pita gugus hidroksi yang melebar karena adanya ikatan hidrogen antar molekul.
Gambar 3. Spektrum FTIR sponge A0C4 (Perbandingan alginat:kitosan 0:4) Data spektra FTIR sponge A0C4, pita serapan gugus karbonil nampak pada bilangan gelombang 1650,77 cm-1 . Gugus karbonil merupakan gugus dari kurkumin. Pita serapan gugus C-C alifatik nampak pada bilangan gelombang 2919,17 cm-1. Gugus hidroksi (O-H) yang merupakan gugus dari kitosan muncul
pada nilai bilangan gelombang 3427,85 cm-1, sedangkan pita serapan gugus NH2
tertutupi oleh pita serapan gugus hidroksi yang melebar karena adanya ikatan hidrogen antar molekul.
Gambar 4. Spektrum FTIR sponge A1C4 (Perbandingan alginat:kitosan 1:4) Data spektra FTIR sponge A1C4, pita serapan gugus karbonil yang merupakan gugus dari kurkumin dan alginat muncul pada daerah serapan 1627,63 cm-1. Pita serapan gugus C-O dan O-Na nampak pada bilangan gelombang 1028,84 cm-1 dan 1404,89 cm-1. Gugus hidroksi (O-H) muncul pada pita daerah serapan 3442,31 cm-1. Gugus hidroksi merupakan gugus yang terdapat dalam alginat, kitosan, dan kurkumin. Pita serapan gugus NH2 tertutupi oleh pita serapan
gugus hidroksi yang melebar karena adanya ikatan hidrogen antar molekul.
Berdasarkan hasil uji FT-IR menunjukkan bahwa ketiga bahan (alginat, kitosan, kurkumin) sudah tercampur dalam sponge. Hal ini dapat dilihat dari munculnya gugus fungsi alginat, kitosan, dan kurkumin dalam sponge. Gugus fungsi alginat yaitu karbonil muncul pada rentang bilangan gelombang 1765-1645 cm-1 , O-H pada rentang 3650-3200 cm-1 , C-O pada rentang 1260-970 cm-1 , dan O-Na pada sekitar 1431 cm-1. Sedangkan gugus serapan khas dari kitosan adalah hidroksi (O-H) dan amina primer (NH2). O-H muncul pada rentang bilangan
gelombang 3650-3200 cm-1, pita serapan gugus NH2 tertutup oleh pita serapan
gugus hidroksi yang melebar karena karena adanya ikatan hidrogen antar molekul air yang ikatannya dapat dilihat pada Gambar 2.12. Kurkumin memiliki gugus khas yang tidak terdapat dalam alginat dan kitosan yaitu C-H aromatik dan C=C aromatik. Namun kedua gugus ini kadang muncul dan kadang tidak. Hal ini
karena kadar kurkumin yang diberikan terlalu kecil yaitu sebesar 5µM sehingga hanya 0,5% kurkumin yang terdapat dalam sponge.
Kemampuan Absorb
Kemampuan absorb sponge menunjukkan banyaknya cairan yang dapat
terserap didalam sponge dihitung dengan rumus E = x 100% , We
menunjukkan berat sponge yang telah menyerap PBS dan Wo adalah berat mula-mula. Dilakukan pengulangan sebanyak 3X dan rata-ratanya yang digunakan. Hasilnya dapat dilihat berupa grafik pada Gambar 5 dan teksturnya terlihat pada Gambar 6.
Gambar 5. Grafik Kemampuan Absorb Sponge
Absorbent Dressing Sponge yang baik adalah yang dapat menjaga lingkungan luka tetap lembab dan mengabsorb eksudat dengan menyimpan cairan luka di dalam sponge untuk mencegah terjadinya maserasi (Coloplast wound dressings, 2010). Maserasi adalah mekanisme pelunakan jaringan oleh kondisi basah yang berkepanjangan sehingga sel akan melemah dan epidermis menjadi mudah terkikis (Carpenito, 2009).
Gambar 7. Tekstur kering dan tekstur basah sponge setelah menyerap larutan PBS (Phosphate Buffer Saline)
Hasil uji kemampuan absorb diperoleh 3 sponge yang memiliki kemampuan absorb dan tekstur yang bagus setelah di uji dengan larutan PBS pH 7,4. Ketiga sponge tersebut yaitu A1C2, A0C4, dan A1C4 dengan perbandingan alginate:kitosan 1:2; 0:4; 1:4 yang masing-masing nilai persentase absorb sebesar 2546%, 2066%, dan 1749%. Ketiga sampel tersebut memiliki perbandingan komposisi kitosan yang lebih besar daripada alginat. Sponge A2C2 yang memiliki perbandingan alginat kitosan seimbang menghasilkan sponge yang hancur. Sedangkan sponge A3C1, A4C0, dan A4C1 yang memiliki perbandingan komposisi alginat lebih besar daripada kitosan menghasilkan sponge yang lembek dan tidak berubah menjadi gel setelah dimasukkan dalam PBS pH 7,4.
Cepatnya proses absorb sponge (30 detik) ketika menyerap cairan PBS (phosphate buffer saline) disebabkan karena sponge membentuk polielektrolit komplek karena alginat yang bersifat polianion (bermuatan negatif) dan kitosan yang bersifat polikation (bermuatan positif) mempercepat penyerapan cairan karena sisi ionik dari alginat maupun kitosan memiliki potensi besar untuk menarik molekul air dengan pembentukan ikatan hidrogen (Meng, et.al., 2010). Namun, rapuhnya sponge yang memiliki komposisi alginat lebih besar daripada kitosan disebabkan karena berdasarkan foto SEM (Scanning Electron Microscopy) pori-pori alginat lebih besar dari pada kitosan yaitu diameter pori alginat sebesar 50-150 µm (Sams, 2009) sedangkan diameter pori kitosan sebesar 500 nm (Erna, 2011) dan ketika dicampur akan timbul serabut-serabut (Dai, et al., 2009). Pori-pori alginat yang besar menyebab dinding-dinding pembatas pada
alginat lebih sedikit sehingga ketika terbentuk sponge, serabut-serabut pada sponge yang komposisi alginatnya lebih besar tidak dapat menahan cairan dengan baik karena sedikitnya dinding pembatas yang dapat menopang serabut untuk menyimpan cairan. Hal tersebut menyebabkan sponge yang memiliki komposisi alginat lebih besar menghasilkan struktur yang lembek dan hancur.
Kadar Air
Untuk mengetahui berapa persentase kandungan air yang terdapat dalam sponge maka dilakukan uji kadar air. Untuk menghitung persentase kadar air digunakan rumus : % kadar air = x 100%. Wo menunjukkan berat awal sponge dan W menunjukkan berat akhir setelah pemanasan. Persentase kadar air dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Persentase Kadar Air. Jenis Sponge % Kadar Air
Sponge A0C4 42,9
Sponge A1C2 20,4
Sponge A1C4 32,7
Sponge A0C4 yang memiliki perbandingan alginat:kitosan 0:4 memiliki kadar air paling tinggi dengan persentase 42,9%. Tingginya kadar air pada sponge yang memiliki perbandingan kitosan lebih besar daripada alginat disebabkan karena adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara kitosan dengan air yang digunakan sebagai media untuk pengenceran asam asetat. Kitosan memiliki sifat mampu mengikat air, hal ini didukung oleh adanya gugus polar (C-O) dan non polar (C-H dan C-C) pada kitosan. Sesuai dengan rumus kimianya, kitosan lebih banyak memiliki gugus O-H daripada alginat sehingga kemampuan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lebih besar. Ikatan hidrogen ini menyebabkan kandungan air dalam sponge masih tinggi walaupun sudah di uapkan dengan proses lyophilizer.
Histopatologi Anatomi (HPA)
Uji histopatologi anatomi dilakukan dengan sebelumnya melakukan perlakuan pada mencit. Mencit diberi perlakuan dengan luka insisi selama 3 hari.
Setelah 3 hari kulit mencit disayat dan dibuat preparat agar dapat dilihat strukturnyadimikroskop.
Parameter yang diamati adalah % re-epitelisasi dan kepadatan kolagen. Kedua parameter ini memegang peran penting dalam penyembuhan luka. Re-epitelisasi merupakan proses perbaikan sel-sel epitel kulit sehingga luka akan tertutup. Semakin cepat terjadi re-epitelisasi akan membuat sktruktur epidermis dan kulit mencapai keadaan normal. Sedangkan kolagen merupakan protein utama yang menyusun komponen matriks ekstra seluler dan merupakan protein terbanyak yang ditemukan dalam tubuh manusia. Persentase re-epitelisasi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus: Re-epitel= X 100%
Tabel III. Persentase Re-epitelisasi.
Sponge Panjang Luka (mm) Reepitelisasi Total TertutupEpitel
Kontrol 1,38 0,67 49%
A1C2 0,82 0,72 88%
A0C4 0,82 0,82 100%
A1C4 0,51 0,51 100%
Gambar 8. Re-epitelisasi kulit mencit hari ke 3. Garis putus-putus menunjukkan daerah luka. Kontrol (Alkohol), sponge A1C2 (alginat:kitosan 1:2), A0C4
(alginat:kitosan 0:4), dan A1C4 (alginat:kitosan 1:4)
Dapat dilihat pada Tabel III bahwa persentase re-epitelisasi pada kulit mencit yang diberi sponge lebih besar daripada yang hanya diberi alkohol. Tingginya persentase re-epitelisasi pada luka yang ditutupi sponge dibandingkan
dengan kontrol disebabkan karena adanya kandungan kurkumin pada sponge. Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan fenolik yang berfungsi sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan sehingga mempercepat penutupan luka. Sebagai antiinflamasi, kurkumin berfungsi untuk membatasi pelepasan mediator inflamasi sehingga terjadi pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan. Selanjutnya reaksi inflamasi akan berlangsung lebih singkat dan proses proliferasi dapat segera terjadi. Sebagai antioksidan, gugus hidroksil pada kurkumin mengakibatkan radikal bebas menjadi tidak aktif sehingga aktivasi terhadap mediator inflamasi oleh radikal bebas dapat dihambat (Indraswary, 2011).
Kepadatan kolagen dihitung dengan menggunakan parameter skoring. Parameter skoring histopatologi untuk kepadatan kolagen (berdasarkan perhitungan 1 lapang pandang, pada objek perbesaran 1000x) (Novriansyah, 2008)
+0 = Tidak ditemukan adanya serabut kolagen pada daerah luka. +1 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka rendah. +2 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka sedang. +3 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka rapat.
+4 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka sangat rapat.
Hasil skoring kepadatan kolagen antara kontrol dan sponge dapat dilihat pada Tabel IV.
Tabel IV. Skor Penilaian Kepadatan Kolagen
Sampel Skor Kepadatan Kolagen
Kontrol +1
A1C2 +2
A0C4 +4
Gambar 9. Kepadatan kolagen (tanda panah) kulit mencit hari ke 3 pada perbesaran 400X. Kontrol (Alkohol), sponge A1C2 (alginat:kitosan 1:2), A0C4
(alginat:kitosan 0:4), dan A1C4 (alginat:kitosan 1:4)
Gambar 10. Kepadatan kolagen (tanda panah) kulit mencit hari ke 3 pada perbesaran 1000X. Kontrol (Alkohol), sponge A1C2 (alginat:kitosan 1:2), A0C4
(alginat:kitosan 0:4), dan A1C4 (alginat:kitosan 1:4)
Kepadatan kolagen yang berbeda antara luka yang ditutupi sponge dengan kontrol diduga karena adanya kurkumin dalam sponge. Interaksi antara kurkumin dan kolagen akan membentuk ikatan hidrogen yang dapat meningkatkan kerapatan kolagen (Fathima, 2009). Sintesis kolagen umumnya dimulai pada hari ke 3 setelah luka dan berlangsung cepat sekitar minggu ke 2-4.
Sitotoksisitas (MTT Assay)
Uji sitotoksisitas dilakukan pada sponge A1C2, A0C4, dan A1C4 dengan menggunakan sel fibroblas BHK-21. Untuk menghitung persentase sel hidup
dapat digunakan rumus : sel hidup= X 100%. Jika persentase sel hidup lebih kecil dari 100% maka material dikatakan bersifat toksik (Harsas, 2008). Data persentase sel hidup disajikan dalam Tabel V.
Tabel V. Persentase Sel Hidup
Pengulangan Sel Hidup (%)
Sponge A1C2 104
Sponge A0C4 103
Sponge A1C4 106
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase sel hidup dari ketiga sponge besarnya diatas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa alginat, kitosan, dan kurkumin yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan absorbent dressing sponge aman digunakan pada kulit karena biokompatibel dengan sel fibroblas.
Kemampuan absorbent dressing sponge dalam menyimpan cairan luka adalah faktor penentu lamanya sponge dapat dipakai. Kemampuan ini menunjukkan persentase absorbnya. Material yang digunakan untuk absorbent dressing sponge juga tidak boleh tertinggal pada luka saat sponge di ambil, menjaga tingkat kelembaban kulit sehingga merangsang pembentukan epitel, dan tidak toksik (Thomas, 2007).
Berdasarkan dari lima uji dapat dinyatakan bahwa di antara tiga sponge yang memiliki daya absorb baik (sponge A1C2, sponge A0C4, sponge A1C4) sponge A0C4 dengan perbandingan alginate:kitosan 0:4 memiliki persentase re-epitelisasi dan kepadatan kolagen yang besar. Sebagai absorbent dressing selain dari sisi daya serap juga harus memperhatikan proses penyembuhan karena tujuan sebagai wound dressing adalah untuk mempercepat penyembuhan luka. Sponge A0C4 juga menunjukkan sifat tidak toksik dan kadar airnya tinggi. Hal ini menciptakan lingkungan luka lembab (moist wound healing) sehingga proses oksigenasi berjalain baik. Permeabilitas gas dalam balutan merupakan faktor yang penting dalam penutupan luka dimana pertukaran oksigen dan karbondioksida mempunyai efek terhadap konsentrasi oksigen di jaringan luka yang akhirnya mempengaruhi proses penyembuhan luka secara seluler.
Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengamatan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Absorbent Dressing Sponge berhasil dibuat dan yang memiliki persentase daya absorb baik adalah sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 1:2, 0:4, 1:4 dengan nilai absorb 2546%, 2066%, dan 1749%.
2. Hasil FTIR menunjukkan bahan baku sudah sesuai dengan gugus fungsinya dan ketiga bahan sudah tercampur dalam sponge dengan munculnya pita serapan karbonil, C-O dan O-Na yang merupakan pita serapan dari alginat. Gugus hidroksil (O-H) dan amina primer (NH2) dari kitosan. Gugus C-H
aromatik dan C=C aromatik dari kurkumin. Hasil MTT assay menunjukkan sponge bersifat tidak toksik dengan persentase sel hidup ≥ 100%. Uji kadar air menunjukkan besarnya persentase kadar air untuk sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 0:4, 1:4, dan 1:2 adalah 42,9%, 32,7%, dan 20,4% dan persentase re-epitelisasinya adalah 100%, 100%, dan 88%. Nilai kepadatan kolagennya adalah sangat rapat, rapat, dan kepadatan sedang. 3. Sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 0:4 berpotensi digunakan
sebagai absorbent dressing sponge karena daya absorbnya tinggi 2066%, persentase re-epitelisasi 100% dengan kepadatan kolagen sangat rapat. Kadar airnya 42,9% sehingga menciptakan lingkungan luka yang lembab dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Daftar Pustaka
A World Union of Wound Healing Societies. 2007. Wound Exudate and The Role of Dressings. London: Medical Education Partnership Ltd.
Anggrianti, Padmi. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Kemukus (Piper cubeba L.) Terhadap Sel HeLa. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Anonim. Universitas Sumatra Utara. http://repository.usu.ac.id/. Diakses tanggal 17 Desember 2011
Anonim. Bab 6 Ikatan Atom dan susunan Atom. http://www.biomed.ee.itb.ac.id/. Diakses tanggal 28 Desember 2011
Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa : andry hartono, Brahmn U. Pendit, Dwi Widiarti. Jakarta : EGC.
Cahyono, JB Suharjo B. 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dalam Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi No. 3 Vol. 20, Juli-September. http://www.dexa-medica.com/. Diakses tanggal 26 Desember 2011.
Dai, Mei, Xiu Ling Zheng, Xu Xu, XiangYe Kong, XingYi LI, Gang Guo, Feng Luo, Xia Zhao, Yu Quan Wei, and Zhiyong Qian. 2009. Research Article : Chitosan-Alginate Sponge : Preparation and Application in Curcumin Delivery for Dermal Wound healing in Rat. Journal of Biomedicine and Biotechnology Volume 2009, Article ID 595126, 8 pages.
Donati, I, Sergio Paoletti. 2009. Material Properties of Alginates. Department of Life Sciences, University of Trieste. Italy.
Febram, Bayu P., Ietje Wientarsih, dan Bambang Pontjo P. 2010. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus). Majalah Obat Tradisional Edisi 15 Hal. 121-137.
Ferrell, Betty R., Nessa Coyle. 2010. Oxford Textbook of Palliative Nursing. New York:Oxford University Press. Inc.
GEMA. 2011. Industri Hilir Rumput laut. Edisi XXXII-Maret. http://www.kemenperin.go.id/. Diakses tanggal 27 Desember 2011
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2. alih bahasa : Bertha Sugiarto. Jakarta : ECG.
Gruendemann, Barbara J., Fernsebner, Billie. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Vol. 1. Alih bahasa : Brahm U. Pendit ..[et al.]. Jakarta : EGC. Hargono, Abdullah, Sumantri, Indro. 2008. Pembuatan Kitosan Dari Limbah
Cangkang Udang Serta aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak kambing. Reaktor, Vol. 12 No. 1, Juni, Hal. 53-57. http://jreaktor.undip.ac.id/. Diakses tanggal 17 Desember 2011.
Harsas, Nadhia Anindhita, 2008, Efek Pemberian Graft Tulang Berbentuk Pasta dengan Berbagai Komposisi dan Konsentrasi terhadap Viabilitas Sel Osteoblas, In Vitro, Jakarta : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Indraswary, Recita. 2011. Efek Konsentrasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Topikal Pada Epitelisasi Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus Sprague Dawley In Vivo. Jurnal Majalah Ilmiah Sultan Agung Vol. XLIX, Juli 20011 (Edisi Khusus FKG).
Johnson, Ruth, and Wendy Taylor. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Alih bahasa : Sari Kurnianingsih, Monica Ester. Jakarta : ECG.
Juniantito, Vetnizah, Prasetyo, Bayu F. 2006. Aktivitas Sediaan Gel Dari Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) Pada Proses Persembuhan Luka Mencit (Mus musculus albinus). J.II Pert.Indon. Vol. 11(1). http://repository.ipb.ac.id/. Diakses tanggal 21 Desember 2011
Junianto. Rendemen dan Kualitas Algin Hasil Ekstraksi Alga (Sargassum sp.) dari Pantai Selatan Daerah Cidaun Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran. Bandung. http://isjd.pdii.lipi.go.id/. Diakses tanggal 26 Desember 2011.
Knoor, D. 1984. Use of Chitinous Polymer In Food – A Challenge For Food Research & Development. Food Tech, 38 : 85-97.
Kozier, B., Erb, Glenora, Berman, A., Snyder, S. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Alih bahasa : Eny Meiliya, esti Wahyuningsih, Devi Yulianti. Jakarta : EGC.
Kristina, Natalini Nova, Noveriza R., Syahid, S.F., Rizal, M. 2009. Peluang Peningkatan kadar Kurkumin Pada Tanaman Kunyit dan Temulawak. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. http://balittro.litbang.deptan.go.id/. Diakses tanggal 25 desember 2011
Lai, Hui L., Asad Abu’Khalil, Duncan Q.M. Craig. 2002. The Preparation and Characterisation of Drug-Loaded Alginate and Chitosan Sponges. International Journal of Pharmaceutics. www.sciencedirect.com.
Lee, Kuen Yong, David J. Mooney. 2011. Alginate: Properties and biomedical applications. Elsevier. www.elsevier.com/locate/ppolysci
Matsjeh, 2004. Sintesis Flavonoid: Potensi Metabolit Sekunder Aromatik Dari Sumber Daya Alam nabati Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan guru Besar dalam Ilmu Kimia. Universitas Gajah Mada.
Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. 2010. Penatalaksanaan Berbagai Jenis Luka menggunakan Dressing. Edisi No. 09 Vol. XXXVI. http://www.jurnalmedika.com/. Diakses tanggal 26 Desember 2011
Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. 2010. Pemilihan Dressing yang Tepat Selamatkan Kaki Diabetes. Edisi No 12 Vol XXXVI. http://www.jurnalmedika.com/. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
Meizarini, Asti. 2005. Sitotoksisitas bahan Restorasi Cyanoacrylate Pada Variasi Perbandingan Powder dan Liquid Menggunakan MTT Assay. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal). Vol. 38. No. 1 Januari 2005:20-24
Meng, X., Feng Tian, Jian Yang, Chun-Nian He, Nan Xing, Fang Li. 2010. Chitosan and Alginate Polyelectrolyte Complex Membranes and Their Properties for Wound Dressing Application. Springer Science+Business Media.
Merck. Curcumin untuk sintesis | Merck Chemicals Indonesia. http://www.merck-chemicals.com/ . Diakses tanggal 17 Desember 2011.
Morison, Moya J., 2003. Manajemen Luka. Alih bahasa : Tyasmono A.F. Jakarta : EGC.
Mutia, Theresia. 2009. Peranan Serat Alam Untuk Bahan Baku Tekstil Medis Pembalut Luka (Wound Dressing). Bandung : Balai Besar Tekstil.
Novriansyah, Robin. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen Di Sekitar Luka Insisi Tikus Wistar Yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hidrokoloid Selama 2 dan 14 Hari. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah
Universitas Diponegoro Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/28847/1/Robin_Novriansyah_Tesis.pdf. Diakses tanggal 3 Juli 2012.
Nunamaker, Elizabeth A., Erin K. Purcell, Daryl R. Kipke. 2006. In Vivo Stability and Biocompatibility of Implanted Calcium Alginate Disks. Wiley InterScience. www.interscience.wiley.com.
Nurdayani, titik. 2011. Makalah Revisi Teknologi Kosmetik. Departemen Farmasi Program Ekstensi FMIPA Universitas Indonesia. Depok. http://www.scribd.com/. Diakses tanggal 26 Desember 2011
Ovington, Liza G. 2002. Hanging Wet-to-Dry Dressings Out to Dry Advances in Skin & Wound Care : The Journal for Prevention and Healing.
Pangayoman, Roys A. 2009. Perawatan Luka. RS. Immanuel; RS Santosa International. Bandung. http://www.docstoc.com. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
Parirokh, M., Sara Askarifard, Shahla Mansouri, Ali A. Haghdoost, Maryam Raoof, Mahmoud Torabinejad. 2009. Effect of Phosphate Buffer Saline On Coronal Leakage of Mineral Trioxide Aggregate. Journal of Oral Science. Protocols Online. 2010. Phosphate Buffered Saline. http://protocolsonline.com.
Diakses tanggal 19 Januari 2012.
Putri, Kartika Hastarina. 2011. Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) Sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rachadini, Novianita. 2007. Uji sitotoksisitas Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora persica) Pada Kultur Sel Dengan Menggunakan Esei MTT. Proposal. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Surabaya.
Romanelli, M., K. Vowden, D. Weir. 2010. Exudate Management Made Easy. www.woundsinternational.com.
Scharstuhl, A., H.A.M. Mutsaers, S.W.C Pennings, W.A. Szarek, F.G.M Russel, F.A.D.T.G Wagener. 2009. Curcumin-Induced Fibroblast Apoptosis and In Vitro Wound Contraction Are Regulated By Antioxidants and Heme Oxygenase : Implications for Scar Formation. Journal Cellular and Molecular Medicine Vol. 13, No.4. Blackwell Publishing.
Sembiring, Bagem Br., Ma’mun, Ginting, Edi Imanuel. Pengaruh Kehalusan Bahan dan Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx). Balai Penelitian tanaman Obat dan Aromatik. http://balittro.litbang.deptan.go.id/. Diakses tanggal 25 Desember 2011. Sembiring, F. 2011. Gliserolisis Antara Minyak Kelapa. Universitas Sumatra
Utara. repository.usu.ac.id/. diakses tanggal 30 Desember 2011.
Sharma, Chandra P., Paul, Willi. 2004. Chitosan and Alginate Wound Dressings : A Short Review. Division of Biosurface Technology, Biomedical Technology Wing Institute for Medical Sciences & Technology. Poojappura, Thiruvananthapuram. http://medind.nic.in/. Diakses tanggal 26 Desember 2011.
Situngkir, Janner. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Fisikokimia Bahan Cetak Gigi Palsu Kalsium Alginat. Tesis. Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/. Diakses tanggal 27 Desember 2011.
Stevens, P.J.M., Bordui, F., Van der Weyde, J.A.G. 1999. Ilmu Keperawatan. Jilid 2. Jakarta : EGC.
Staff UB Modul Praktikum Lab. Pemuliaan Tanaman Universitas Brawijaya. 2012. Modul 5 Uji Mutu Fisik dan Kadar Air. http://labpemuliaantanaman.staff.ub.ac.id/files/2012/03/modul-5.-uji-mutu-fisik-dan-kadar-air.pdf. Diakses tanggal 16 Juli 2012.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sussman, Geoff. 2009.Wound Care Module. Wound Research Wound Foundation of Australia.
Takeuchi, Yoshito. 2009. Metoda Spektroskopik. http://www.chem-is-try.org/. Diakses tanggal 17 Desember 2011.
Tarigan, Rosina, Pemila, Uke. 2007. Perawatan Luka Moist Wound Healing. Program Magister Ilmu keperawatan FMIPA Universitas Indonesia. Depok. Tranggono, Retno Iswari, Latifah, Fatma. 2007. Buku Pegangan Ilmu
Triyono, Bambang. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen Di Sekitar Luka insisi Pada Tikus Wistar Yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan Yang Tidak Diberi Levobupivakain. Tesis. Program Magister Biomedik dan PPDS I Universitas Diponegoro Semarang.
University of Leeds. 2010. The Histology Guide. Faculty of Biological Sciences. http://histology.leeds.ac.uk. Diakses tanggal 25 November 2011.
White R., Keith F. Cutting. 2006. Modern Exudate Management : A Review of Wounds Treatments. World Wide Wounds. www.worldwidewounds.com Wound Essentials. 2008. Wound Exudate : What It Is And How To Manage It.
www.wounds-uk.com. Diakses tanggal 17 Januari 2012.
Yulianto, Kresno. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Viskositas Natrium Alginat Yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum J.G. Agardh (Phaeophyta). UPT Loka Pengembangan Kompetensi SDM Oseanografi Pulau Pari. LIPI. http://elib.pdii.lipi.go.id/. Diakses tanggal 27 Desember 2011
Yuliati, Anita. 2005. Viabilitas Sel Fibroblas BHK-21 Pada Permukaan Resin Akrilik Rapid Heat Cured. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal). Vol. 38. No. 2 April-Juni 2005:68-72