• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPERIMENTAL BENDUNGAN BUKAAN BAWAH UNTUK RETENSI BANJIR EXPERIMENTAL DAMS OPENING UNDER FLOOD RETIONSION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPERIMENTAL BENDUNGAN BUKAAN BAWAH UNTUK RETENSI BANJIR EXPERIMENTAL DAMS OPENING UNDER FLOOD RETIONSION"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPERIMENTAL BENDUNGAN BUKAAN BAWAH UNTUK

RETENSI BANJIR

EXPERIMENTAL DAMS OPENING UNDER FLOOD RETIONSION

Muh. Husni Tamrin, Mary Selintung, Muh. Arsyad Thaha

Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi

Muh. Husni Tamrin

Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Universitas Hasanuddin

Makassar, 90245

Hp : 0853 96596 999

(2)

ABSTRAK

Masalah banjir terjadi karena adanya interaksi peristiwa alam serta campur tangan manusia di daerah pengaliran sungai dan permasalahan timbul karena kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai dimana mereka sering memanfaatkan sungai sebagai tempat sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh efektivitas bendungan bukaan bawah dalam mereduksi debit banjir dan untuk menganalisa hubungan antara debit banjir (Q max), diameter lubang (d) dan waktu

pengaliran (t) dalam mereduksi banjir. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sungai, Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin. Simulasi model fisik dilakukan pada 36 simulasi pengaliran. dibagi dalam 2 simulasi pengaliran, yang pertama tanpa bendungan bukaan bawah, yang kedua dengan bendungan bukaan bawah. Hasil penelitian menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit banjir maksimum berbanding lurus dengan diameter lubang bendungan retensi, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk pengeluaran debit banjir maksimum untuk kembali ke pengaliran debit normal berbanding terbalik dengan diameter lubang bendungan retensi. Pemasangan bendungan retensi dapat mereduksi banjir, yang mana semakin kecil diameter lubang, reduksi banjir semakin besar. Hal ini terlihat pada pemasangan bendung retensi dengan diameter 4.50 cm dapat mereduksi banjir mencapai 50 %, diameter 5.50 cm dapat mereduksi banjir sebesar 30 % - 35 % dan pemasangan bendungan retensi dengan diameter lubang 6.50 cm dapat mereduksi debit banjir sebesar 25% - 30%.

Kata kunci : Reduksi Banjir, Debit banjir (Q max), diameter lubang (d), waktu pengaliran (t)

ABSTRACT

Flooding problems occur due to the interaction of natural events and human intervention in the drainage area of the river and the problems arise because of lack of awareness of the people who live along the river where they often use the river as a trash can. This study aims to assess the effectiveness of the dam openings under the influence in reducing flood discharge and to analyze the relationship between flood discharge (Q max), the hole diameter (d) and the drainage time (t) in reducing flooding. This is an experimental study conducted in River Engineering Laboratory, Center for Research Activities (PKP) Hasanuddin University. Physical model simulations performed on 36 simulated drainage. divided into two drainage simulation, the first with no openings below the dam, the dam openings were both down. The results showed that the time required to reach the maximum flood discharge is directly proportional to the diameter of the hole dam retention, whereas the time required for the maximum flood discharge expenses to return to normal drainage of discharge is inversely proportional to the diameter of the hole retention dam. Installation can reduce flood retention dam, which is the smaller diameter of the hole, the greater the reduction of flooding. This can be seen in the installation of retention weir 4:50 cm in diameter can reduce the flooding reaches 50%, 5:50 cm diameter could reduce flooding by 30% - 35% with a retention dam and mounting hole diameter 6:50 cm flood discharge can be reduced by 25% - 30%.

(3)

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dilanda berbagai bencana alam

akibat perubahan cuaca/iklim global, yang ditandai seringnya banjir, kekeringan,

tanah longsor serta kebakaran hutan dan lahan. Salah satu fenomena alam yang

menimbulkan kerugian besar adalah bencana banjir. Fenomena banjir tidak dapat

terlepas dari siklus hidrologi yang terjadi di dunia. Perjalanan air di bumi terjadi

dalam suatu wadah yang disebut daerah aliran sungai (DAS).

Di dalam sistem DAS, fenomena banjir merupakan dampak negatif yang

terjadi di bagian hilir DAS akibat buruknya pengelolaan di daerah hulu. Dalam suatu

DAS, terdapat hubungan sebab akibat antara bagian hulu dan hilir DAS. Pengelolaan

yang dilakukan di hulu akan memberikan dampak pada wilayah hilir. DAS sendiri

dapat dianggap sebagai suatu prosesor, dengan input berupa air hujan serta output

berupa hasil air (debit air limpasan) di wilayah hilir. Agar keluaran yang dihasilkan

baik, maka di dalam DAS perlu dilakukan upaya pengelolaan.

Montarcih, (2010) mengatakan bahwa dalam suatu DAS terdapat satu sifat

khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap masukan hujan. Tanggapan

ini diandaikan untuk masukan hujan dengan besaran dan penyebaran tertentu.

Tanggapan demikian dalam konsep model hidrograf dikenal sebagai hidrograf

satuan.

Suyono, (2008) mengatakan mengatakan defenisi sungai adalah sebagian

besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang

lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat,

akhirnya melimpah ke danau atau laut. Linsley, (1989) suatu alur yang panjang

diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur

sungai.

Sungai atau saluran terbuka menurut Triatmodjo, (1996) adalah saluran

dimana air mengalir dengan muka air bebas. Pada saluran terbuka, misalnya sungai

(saluran alam), variabel aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu.

Salah satu cara untuk pengendalian debit banjir dengan membangun suatu

Bendungan. Sugianto, (2002) bendungan digunakan untuk menampung dan

(4)

mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air

sungai disebelah hilir bendungan..

Bedungan retensi berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai

sehingga puncak banjir dapat dikurangi dan untuk menggantikan peran lahan resapan

yang dijadikan lahan tertutup, perumahan dan perkantoran.

Pada umumnya,

bendungan biasanya menggunakan spillway untuk mengalirkan kelebihan debit air di

bendungan, pada penelitian ini bendungan menggunakan bukaan bawah / dasar untuk

menahan kelebihan air dan mengalirkannya secara terkontrol yang keluar dari lubang

konduit pada periode dengan curah hujan tinggi yang berpotensi menimbulkan

banjir.

Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya Darsono, (2008) penelitian

ini mengkaji tentang efisiensi pendistribusian banjir dengan menyusun konsep

“Flood Distribution Management” di DAS perkotaan (Urban Rivers) sehingga dapat

dijadikan acuan dalam memecahkan permasalahan sungai perkotaan. Daerah Aliran

Sungai Ciliwung dijadikan lokasi uji coba atau studi kasus penyusunan konsep

“Flood Distribution Management”. Software yang di gunakan sebagai alat bantu

didalam penelitian ini adalah HECHMS dan HECRAS, yang merupakan publik

software. HECHMS adalah model hidrologi, sedang HECRAS adalah model

hidrolika satu dimensi. Hasil penelitian menunjukan pengendalian banjir terpadu

adalah konsep yang paling cocok untuk pengendalian banjir sungai perkotaan seperti

Ciliwung. Cara pengendalian banjir non-fisik sangat diperlukan untuk mengatasi

banjir sungai perkotaan dan keseimbangan hulu-hilir, dimana sistem distribusi banjir

(Flood Distribution) merupakan bagiannya.

Anwar,

(2009)

mengkaji

penentuan

koefisien

aliran

permukaan

menggunakan tabel, dalam penentuan debit banjir terkadang menimbulkan keraguan,

karena belum tentu cocok diterapkan pada setiap daerah aliran sungai (DAS).

Kondisi ini menuntut usaha pengembangan model pendugaan debit banjir yang dapat

memenuhi kondisi fisik DAS. Apalagi jika dikaitkan dengan usaha pengendalian

banjir pada DAS tersebut. Oleh karena itu, perlu diteliti penentuan karakteristik fisik

DAS yang berpengaruh terhadap koefisien aliran permukaan, menyusun bentuk

hubungan karakteristik bentuk hubungan karakteristik fisik DAS dan koefisien aliran

(5)

permukaan. Penelitian ini menemukan karakteristik fisik DAS Bango (anak Sungai

Brantas) yang berpengaruh terhadap koefisien aliran permukaan adalah rasio

percabangan sungai, kemiringan rerata DAS, kerapatan drainase, indeks Gravelius,

panjang sungai utama, dan faktor penggunaan lahan. Peramalan banjir rencana dan

alokasi luas jenis penggunaan lahan setiap sub DAS pada DAS Bango yang

didasarkan pada karakteristik fisik DAS memberikan pengaruh nyata terhadap

keseimbangan tata air pada DAS Bango, yang ditunjukkan dengan penurunan debit

banjir hasil optimasi terhadap debit banjir rencana kondisi existing sehingga dapat

digunakan sebagai landasan pengendalian banjir.

Zulkarnain, (2011) mengevaluasi kondisi umum masalah banjir di kota

Tebing Tinggi akibat seringnya air meluap di Sungai Padang Kota Tebing Tinggi.

Oleh karena itu dibuat salah satu solusi penanggulangan masalah banjir dengan

mengevaluasi tinggi tanggul Sungai Padang Tebing Tinggi. Diharapkan dengan

perencanaan tinggi tanggul yang sesuai dengan debit banjir maksimum Sungai

Padang maka banjir yang selalu terjadi di kota Tebing Tinggi dapat diminimalisasi

secara perlahan. Di dalam studi kasus tentang permasalahan banjir Sungai Padang

Kota Tebing Tinggi ini diawali dengan pengumpulan data primer dan sekunder yang

berkenaan dengan lokasi serta inventarisasi data curah hujan dan data kondisi

eksisting sungai. Selanjutnya dilakukan analisa frekuensi curah hujan dan dilakukan

perhitungan debit banjir rencana dengan metode Mean Annual Flood, Melchior dan

Haspers. Dari hasil analisa debit banjir rancangan, untuk merencanakan tanggul

banjir digunakan debit banjir kala ulang 25 tahun dengan metode Mean Annual

Flood diperoleh Q25= 335,792 m

3

/detik, sedangkan kombinasi metode

Melchior-Log Pearson III Q25= 450,197 m

3

/detik dan kombinasi metode Melchior-Haspers

Q25= 519,971 m

3

/detik, kombinasi metode Haspers-Log Pearson III Q25= 1.280,405

m

3

/detik dan kombinasi Haspers-Haspers Q25= 1.478,847 m

3

/detik. Hasil

perhitungan dengan menggunakan standard step method menunjukkan bahwa terjadi

penambahan elevasi muka air banjir yang sudah tidak mampu lagi untuk ditampung

oleh Sungai Padang.

(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh efektivitas bendungan

bukaan bawah dalam mereduksi debit banjir dan menganalisa hubungan antara debit

banjir, diameter lubang dan waktu pengaliran dalam mereduksi banjir.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknik Sungai, Pusat Kegiatan

Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin, dengan waktu penelitian mulai 1 Juni

sampai 23 Juni 2012. Rancangan model penelitian bisa dilihat pada Gambar 1.

Triatmodjo, (2003) model fisik digunakan apabila fenomena fisik dapat

direproduksi dengan kesamaan yang cukup dengan memperkecil dimensi bangunan

yang sesungguhnya.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium.

Rancangan model observasi dibawah kondisi buatan (artificial condition), dimana

kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti, dengan demikian penelitian

eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi

terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol, dengan tujuan untuk menyelidiki ada

tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut

dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok

eksperimen dan menyediakan kontrol untuk perbandingan.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan dengan 36 kali simulasi/pengaliran, yaitu 9

simulasi tanpa pemasangan bendungan retensi untuk 3 variasi debit banjir. Variasi

debit banjir yang diberikan adalah Q1 = 5.612,50 cm

3

/det, Q2 = 8.385,75 cm

3

/det

dan Q3 = 12210 cm

3

/det.

Sedangkan simulasi dengan pemasangan bendungan retensi dilakukan

sebanyak 27 simulasi dengan 3 variasi debit banjir, 3 variasi waktu 5 menit, 10 menit

15 menit dan 3 variasi diameter lubang. Variasi diameter lubang yang digunakan

adalah D1 = 4,5 cm, D2 = 5,5 Cm dan D3 = 6,5 Cm.

Pengukuran dilakukan terhadap kecepatan dan ketinggian aliran pada setiap

simulasi pengaliran yang dilakukan. Untuk simulasi dengan pemasangan bendungan

(7)

retensi dilakukan pengukuran kecepatan dan ketinggian aliran di hulu dan dihilir

bendungan dengan tujuan memprediksi besarnya debit yang dapat direduksi oleh

bendungan bukaan bawah yang dipasang.

HASIL

Penelusuran banjir tanpa bendungan bukaan bawah hasil simulasinya

sebagai berikut simulasi dengan pengaliran debit banjir Q

1

= 5.617 cm

3

/det pada

saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 6200 cm

3

/det

dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 240 detik, dan untuk kembali

ke debit normal diperlukan waktu selama 1080 detik. Simulasi dengan pengaliran

debit banjir Q

2

= 8.583 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya

debit puncak sebesar 8000 cm

3

/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak

selama 360 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu selama 1200

Detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q

3

= 12.210 cm

3

/det pada saluran

penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 9800 cm

3

/det dengan

waktu untuk sampai pada debit puncak selama 360 detik, dan untuk kembali ke debit

normal diperlukan waktu selama 1320 detik.

Penelusuran banjir dengan pemasangan bendungan bukaan bawah diameter

4,50 cm hasil simulasinya sebagai berikut, simulasi dengan pengaliran debit banjir

Q

1

= 5.617 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak

sebesar 3870 cm

3

/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 750

detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 3000 detik.

Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q

2

= 8.583 cm

3

/det pada saluran penelitian

mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 4258 cm

3

/det dengan waktu untuk

sampai pada debit puncak selama 720 detik, dan untuk kembali ke debit normal

diperlukan waktu sebesar 3120 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q

3

=

12.210 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak

sebesar 4647 m

3

/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 690

detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 3360 detik.

Penelusuran Banjir dengan pemasangan bendungan bukaan bawah diameter

5,50 cm hasil simulasinya sebagai berikut simulasi dengan pengaliran debit banjir Q1

(8)

= 5.617 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak

sebesar 3900 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 720

detik, dan untuk kembali kedebit normal diperlukan waktu sebesar 3120 detik.

Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q2 = 8.583 cm

3

/det pada saluran penelitian

mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 5500 cm3/det dengan waktu untuk

sampai pada debit puncak selama 700 detik, dan untuk kembali kedebit normal

diperlukan waktu sebesar 1680 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q3 =

12.210 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak

sebesar 6900 m3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 680

detik, dan untuk kembali kedebit normal diperlukan waktu sebesar 2040 detik.

Penelusuran Banjir dengan pemasangan bendungan bukaan bawah diameter

6,50 cm hasil simulasinya sebagai berikut, simulasi dengan pengaliran debit banjir

Q1 = 5.617 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak

sebesar 5000 cm

3

/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 600

detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 1200 detik.

Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q2 = 8.583 cm

3

/det pada saluran penelitian

mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 6600 cm

3

/det dengan waktu untuk

sampai pada debit puncak selama 580 detik, dan untuk kembali kedebit normal

diperlukan waktu sebesar 1320 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q3 =

12.210 cm

3

/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak

sebesar 7400 cm

3

/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 550

detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 1440 detik.

hasilnya dapat dilihat sebagaimana yang terangkum pada Tabel 1 (lampiran).

PEMBAHASAN

Hubungan antara diameter lubang dengan debit banjir maksimum yang

terjadi dibagian hilir dari bendungan bukaan bawah dapat dinyatakan bahwa semakin

besar diameter lubang bendungan bukaan bawah, debit banjir maksimum yang

terjadi di bagian hilir dari bendungan bukaan semakin besar, atau dapat dinyatakan

bahwa semakin kecil tampungan dari bendungan, hal ini terjadi untuk ketiga kondisi

variasi debit banjir rencana yang diberikan.

(9)

Hubungan antara diameter lubang dengan waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai debit maksimum dapat dinyatakan bahwa semakin besar diameter lubang

bendungan retensi maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak

semakin lama, hal ini terjadi untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang

diberikan.

Hubungan antara diameter lubang dengan waktu yang dibutuhkan untuk dari

kondisi debit maksimum ke kondisi pengaliran debit normal, dapat dinyatakan

bahwa semakin besar diameter lubang bendungan retensi maka waktu yang

dibutuhkan untuk kembali ke pengaliran debit normal semakin cepat, hal ini terjadi

untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang diberikan.

Hubungan antara diameter lubang dengan reduksi banjir yang oleh

bendungan bukaan bawah dinyatakan bahwa semakin besar lubang bendungan

bukaan bawah persentase reduksi banjir semakin kecil, dimana bendungan bukaan

bawah dengan diameter 4,50 cm reduksi banjir mencapai 50%, untuk bendungan

bukaan bawah dengan diameter 5,50 cm reduksi banjir berkisar antara 30% - 35%,

dan untuk bendungan bukaan bawah dengan diameter 6,50 cm reduksi banjir berkisar

antara 25% - 30%.

Bilangan tak berdimensi digunakan untuk menyatakan hubungan antar

parameter serta dipakai untuk menggambarkan hasil-hasil penelitian. Untuk

menentukan bilangan tak berdimensi tersebut dapat dilakukan dengan analisis

dimensi. Beberapa cara/metode yang umum digunakan untuk analisis dimensi yaitu

Metode Basic Echelon, Metode Buckingham, Metode Rayleight, Metode Stepwise

dan Metode Langhaar (Yuwono, 1996). Untuk penelitian ini digunakan metode

Langhaar karena variabel yang berpengaruh relatif sedikit serta metode ini tersusun

sistemik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemasangan bendungan retensi dapat

mereduksi banjir, yang mana semakin kecil diameter lubang, reduksi banjir semakin

besar dan semakin besar diameter lubang bendungan retensi maka waktu yang

dibutuhkan untuk kembali ke pengaliran debit normal semakin cepat, hal ini terjadi

(10)

untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang diberikan. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan kemiringan dasar saluran di

hulu bendungan retensi perlu divariasikan mengingat waktu untuk mencapai debit

puncak juga dipengaruhi oleh kemiringan dasar saluran, namun dalam penelitian ini

digunakan kemiringan dasar saluran yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar (2008), Model Koefisien Aliran Permukaan Menggunakan Pendekatan

Karakteristik Fisik DAS pada DAS Bango, Universitas Brawijaya, Malang

Darsono (2008). Konsep “Flood Distribution Management”. Universitas

Diponegoro, Semarang

Linsley (1989). Hidrologi Untuk Insinyur. Penerbit Erlangga, Jakarta

Montarcih (2010). Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung

Sugianto (2002). Banjir & Beberapa Metode Pengendaliannya. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta

Suyono (2008). Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Pradnya Paramita, Jakarta

Triatmodjo (1996). Hidrolika 1. Beta Offset, Yogyakarta

Triatmodjo (2003). Hidrolika 2. Beta Offset, Yogyakarta

Yuwono (1996), Perencanaan Model Hidraulik, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Zulkarnain. (2011). Evaluasi Pengendalian Banjir Sungai Padang. Universitas

Sumatera Utara, Medan

(11)

LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil penelitian di Laboratorium

Sumber : Hasil olah data penelitian, Tahun 2013

cm3/det (cm) (cm3/det) (det) (det) (%)

Tanpa Dam 6156.15 4.5 3076.15 600 1800 50.03 5.5 3944.40 780 960 35.93 6.5 4160.00 840 780 32.43 Tanpa Dam 7967.40 4.5 3729.60 540 2130 53.19 5.5 5470.50 690 1260 31.34 6.5 6562.50 720 870 17.63 Tanpa Dam 9835.35 4.5 4593.60 480 2160 53.30 5.5 6890.40 540 1800 29.94 6.5 7392.00 600 1140 24.84 Q1 = 5617.50 Q2 = 8583.75 Q3 = 12210,00 Debit Banjir Masukan (Qn) Diameter Lubang Bendung Retensi (d) Debit Banjir Maksimum Yang Terjadi (Qmax) Waktu pengaliran sampai Debit Banjir

Maksimum (tmax)

Waktu yang dibutuhkan dari debit banjir maksimum ke debit

Reduksi Banjir

(12)

19.70 4.00 A A' - 0.10 - 0.30 - 0.10 0.50 1.75 3.00 0.43 ± 0.00 10.00 B B' POTONGAN A-A' 0.43 1.76 0.50 0.43 0.90 POTONGAN B-B' 0.43 1.76 0.50 0.43 0.90 h1 h2 0.20 0.20

Gambar

Tabel 1. Hasil penelitian di Laboratorium
Gambar 1. Rancangan model penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) karakteristik modul berbasis model pembelajaran NTGD; (2) kelayakan modul berbasis model pembelajaran NTGD; (3)

Lama waktu penyampaian laporan keuangan dapat berpengaruh kepada nilai perusahaan di pasar, karena ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan dan kualitas

Kesimpulan yang dapat diambil dari Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Penerimaan Asisten Praktikum dengan Menggunakan Metode Tsukamoto adalah sebagai berikut:. Sistem

[r]

Banda Aceh - Medan 01 REGIONAL I - MEDAN LHOKSEUMAWE KOTA LHOKSEUMAWE 0013B004 BP OLASVI KLINIK PRATAMA SAMUDERA BARU 01 REGIONAL I - MEDAN LHOKSEUMAWE KOTA

Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian dari Mulyanto (2014) yang menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap

NDONESIA memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi. Ini dapat dilihat dari banyaknya kerajaan pernah berdiri bahkan berkuasa di Indonesia yang silih berganti

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas hipoglikemik ekstrak air daun Angsana terhadap kadar glukosa darah (KGD) dan terhadap histopatologi sel beta pada