i
i
TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSA UTAMA MENURUT
ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN
DI BKPM WILAYAH SEMARANG PERIODE TRIWULAN I
TAHUN 2014
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar ahli
Madia Perekam Medis (Amd, PK) dari Program Studi Rekam Medis
dan Informasi Kesehatan
Oleh :
RISA UMI SETIAWATI
D22.2011.01100
PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI
KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN
NUSWANTORO
SEMARANG
2014
ii
HALAMAN HAK CIPTA
© 2014
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini secara khusus kupersembahkan kepada :
Rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT
Yang selalu memberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan tugas
akhir ini
Junjungan Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di hari akhir
kelak,
Bapak dan ibu tercinta yang tak pernah berhenti berdoa dan memotifasi
Serta memberi dukungan moril dan materil
Terima kasih, bu Dyah atas bimbingan KTI selama ini
Terima kasih, bu kriswi selaku wali dosen dan reviewer yang selalu sabar
membimbingku
Semua dosen-dosen yang telah mencurahkan segenap waktu dan pikiran
memberikan dan mengajarkan ilmu pengetahuan
Terima kasih, semua karyawan di BKPM Wilayah Semarang yang welcome
serta membimbingku saat melakukan penelitian
Buat adekku Erma Safitri yang selalu jail tapi selalu semangatin aku
Terima kasih semua temen-temenku di RMIK yang selalu memberikan semangat
dan selalu mensupportku, perpus bareng, ngampus bareng, main bareng
memberikan hiburan di sela-sela pembuatan KTI selama ini serta bertukar
pikiran dalam pembuatan karya tulis ini
Almamater tercinta, Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Semarang
Thanks sekali lagi buat semuanya yang tidak disebutkan namanya satu per satu.
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Risa Umi Setiawati
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 06 April 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kebonharjo RT 09/ RW 05 No. 14
Kel.Tanjung Mas , Kec. Semarang Utara
Semarang, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1999 - 2005 SDN Tanjung Mas 02 Semarang 2. Tahun 2005 - 2008 SMPN 25 Semarang
3. Tahun 2008 - 2011 SMAN 1 Buluspesantren Kebumen
4. Program Sudi D-III Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul tinjauan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014.
Adapun karya tulis ilmiah ini disusun guna melengkapi persyaratan penyelesaian program studi Diploma III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
Penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. DR. Ir. Edi Noersasongko, M. Kom selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
2. DR. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
3. Arif kurniadi, M.Kom selaku Ka Progdi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
4. Dr.A.A Sg.Sri Rika Puniwati selaku kepala BKPM Wilayah Semarang yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang.
5. Kunarti, A.Md.PK sebagai coordinator unit pendaftaran dan rekam medis BKPM Wilayah Semarang.
6. Sri Wahyuningsih, A.Md.PK, SKM sebagai pembimbing di bagian Rekam Medis di BKPM Wilayah Semarang.
viii
7. Dyah Ernawati, S.Kep,Ns,M.Kes Selaku pembimbing akademik yang selalu sabar dan memberikan pengarahan.
8. Seluruh karyawan BKPM Wilayah Semarang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian di BKPM Wilayah Semarang. 9. Semua pihak yang tidak disebutkan pleh peneliti satu persatu.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Semarang, Juli 2014
ix
Program Studi D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2014
ABSTRAK RISA UMI SETIAWATI
TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSA UTAMA MENURUT ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI BKPM WILAYAH SEMARANG PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014.
Akurasi kode diagnosa utama pada dokumen rekam medis memberikan pengaruh penting pada informasi yang dihasilkan dalam proses pencatatan indeks penyakit dan pelaporan morbiditas di BKPM Wilayah Semarang. Berdasarkan survey awal ditemukan ketidakakuratan kode diagnosis pada 20 Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan mencapai 75% karena ketidaksesuaian pemeriksaan penunjang dengan diagnosa utama. Hasil pemeriksaan penunjang tidak menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis. Peneliti tertarik melakukan penelitian karena ingin mengetahui tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis rawat jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan cross sectional serta jenis penelitian explanatory. jumlah populasi adalah 100 dokumen rekam medis rawat jalan.
Hasil pengamatan tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan sebanyak 59 (59%) diagnosa yang akurat dan sebanyak 41 (41%) diagnosa yang tidak akurat. Dalam pemberian kode diagnosa di BKPM Wilayah Semarang menggunakan ICD-10 volume 1 dan 3, untuk menghasilkan kode yang akurat.
Dari hasil pengamatan bahwa petugas koding mengkode dengan benar. Namun dari total sampel 100 dokumen ditemukan jumlah diagnosis yang sesuai sebesar 29 dokumen dan jumlah diagnosis yang tidak sesuai sebesar 71 dokumen. Petugas koding lebih memilih kode yang tidak spesifik karena penulisan diagnosis dokter yang yang tidak spesifik.
Kata kunci : Akurasi Kode, Diagnosa Utama Kepustakaan : 20 buah , th 1994 – 2012
x
Diploma of Medical Record Program and Health Information Faculty of Social Healt of University Dian Nuswantoro Semarang
2014
ABSTRACT RISA UMI SETIAWATI
REVIEW THE ACCURACY OF THE MAIN DIAGNOSIS CODE ACCORDING TO ICD-10 IN OUTPATIENT MEDICAL RECORD DOCUMENTS IN THE AREA OF BKPM SEMARANG IN THE FIRST QUARTER OF 2014.
The primary diagnosis code accuracy on medical record documents provide an important influence on the information generated in the process of recording and reporting disease morbidity index in Semarang Region BKPM. Based on the initial survey found inaccuracies in the diagnosis code 20 Outpatient medical record Documents reach the 75% due to discrepancies with supporting main Diagnostics checks. Ancillary inspection results are not the reason for the consideration of establishment of the diagnosis. Researchers interested in doing research to find out the level of accuracy of the primary diagnosis code according to ICD-10 on an outpatient medical record documents in the area of Semarang BKPM quarter I in 2014. This research aims to know the primary diagnosis code accuracy review on outpatient medical Record Documents in the area of Semarang BKPM quarter I year 2014.
This research uses the observation method with cross sectional approach as well as the kind of explanatory research. the population is 100 outpatient medical record documents.
Observations the primary diagnosis code accuracy according to ICD-10 on an outpatient medical record document as much as 59 (59%) of accurate diagnosis and as many as 41 (41%) inaccurate diagnosis. In administering diagnostic code in the area of Semarang BKPM using ICD-10 volume 1 and 3, in order to produce an accurate code.
From the observations that the officers properly encode the coding. However, out of a total sample of 100 documents found the number of the appropriate diagnosis of 29 of the document and the number of inappropriate diagnosis of 71 documents. Coding clerk prefer code that is not specific because the doctor's diagnosis that the writing was not specific.
Key word : Accuracy Code, The Primary Diagnosis Book’s resources : 20 books, 1994 - 2012
xi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Hak Cipta ... ii
Halaman Persetujuan ... iii
Halaman Pengesahan ... iv
Halaman Persembahan ... v
Riwayat Hidup ... vi
Kata Pengantar ... vii
Abstrak ... ix
Abstract ... x
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Daftar Grafik ... xvi
Daftar Lampiran ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 3 E. Keaslian Penelitian ... 4 F. Ruang Lingkup ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis ... 6
B. Koding ... 7
C. ICD-10 ... 9
D. Struktur ICD-10 ... 9
E. Formulir RM.02 (Lembar Riwayat Poliklinik) ... 10
xii
G. Pengertian Diagnosis Utama ... 11
H. Macam-macam Diagnosis Menurut WHO ... 11
I. Faktor-faktor Pengaruh Akurasi Kode Penyakit ... 12
J. Aturan Morbiditas... 15
K. Aturan Reseleksi Kondisi Utama ... 17
L. Pedoman Pencatatan Data Diagnosis Dalam Analisis Kondisi Tunggal Data Morbiditas ... 19
M. Kerangka Teori ... 20
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 21
B. Kerangka Konsep ... 21
C. Identifikasi Variabel ... 21
D. Definisi Operasional ... 21
E. Populasi dan Sampel ... 22
F. Instrument Penelitian ... 23
G. Metode Pengumpulan Data ... 23
H. Pengolahan Data ... 24
I. Analisis Data ... 24
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengamatan ... 26 B. Pembahasan ... 32 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 39 B. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian ... 4
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 21
Tabel 4.1 Kode Diagnosa Utama Akurat dan Tidak Akurat ... 30
Tabel 4.2 Tingkat Ketidaksesuaian Kode Diagnosa Utama ... 35
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori... 20
xv
DAFTAR GRAFIK
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian 2. Surat Jawaban Penelitian
3. Struktur Organisasi Unit Rekam Medis BKPM Wilayah Semarang 4. Check List Diagnosa Utama Dan Akurasi Kode
5. Prosedur Tetap Instruksi Kerja Koding Dan Indeksing 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Rumah sakit menurut SK No.983/Menkes/SKI/IX/1992 mempunyai tugas dan fungsi utama sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat, selain itu rumah sakit dapat digunakan sebagai pelayanan rujukan medis spesialistik yang mempunyai fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan kesehatan juga berfungsi sebagai tempat pendidikan dan penelitian dan salah satu faktor yang ikut mendukung upaya tersebut adalah melalui penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit.(1) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan rekam medis dan peraturan-peraturan lain yang mendukung kewajiban untuk menyelenggarakan rekam medis serta menyimpan, menjaga dan bertanggung jawab atas kerahasiaan dokumen rekam medis pasien.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 269 tahun 2008 tentang rekam medis disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.(2)
Diagnosis adalah suatu penyakit atau keadaan yang diderita oleh seorang pasien yang menyebabkan seorang pasien memerlukan atau mencari dan menerima asuhan medis dan tindakan medis (medical
2
care).(3) Kecepatan dan ketepatan koding dari suatu diagnosis sangat
tergantung kepada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut. Tenaga medis memiliki tanggung jawab menetapkan diagnosis, kemudian tenaga rekam medis yang bertugas menetapkan kode sesuai diagnosis. Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait, tidak boleh diubah, oleh karena itu penetapan diagnosis harus spesifik sehingga dapat dikoding dengan akurat. Koding ini harus tepat dan sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10.
Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang juga telah menyelenggarakan rekam medis dan menggunakan ICD-10 sebagai pedoman dalam pelaksanaan koding penyakit. Pada Unit Rawat Jalan pemberian kode diagnosa penyakit di BKPM wilayah Semarang didasarkan pada diagnosa utama yang terdapat pada formulir RM.2 atau lembar riwayat penyakit rawat jalan dalam dokumen rekam medis.
Berdasarkan survey awal pada bulan Mei 2014 masih ditemukan ketidakakuratan kode diagnosis pada 20 Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di ruang filling yang mencapai 75%. Ditemukan ketidaksesuaian hasil laboratorium dan hasil radiologi dengan diagnosa utama. Hasil pemeriksaan penunjang tidak menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk meneliti tentang
“Tinjauan Akurasi Kode Diagnosa Utama Menurut ICD-10 Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang Periode Triwulan I Tahun 2014”.
3
B. Rumusan Masalah
Bagaimana tinjauan akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis rawat jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui tinjauan akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis rawat jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui prosedur koding diagnosa utama Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.
b. Mengetahui diagnosis utama Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.
c. Menganalisis akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.
d. Mengetahui persentase kode akurat dan tidak akurat pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.
D. Manfaat Penelitian
4
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang akurasi kode diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.
2. Bagi akademik
Sebagai tambahan pengetahuan bagi mahasiswa mengenai pelaksanaan ICD-10 dalam mengkoding penyakit pada Dokumen Rekam Medis.
3. Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan serta pembelajaran tentang akurasi kode diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil 1. Deny kartika sari Keakuratan kode diagnosis utama neoplasma penyakit kandungan (non persalinan) pada dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-Metode observasi dengan pendekatan cross sectional serta jenis penelitian secara 2% dokumen akurat, 98% dokumen yang tidak akurat. Ketidaktelitian petugas koding dalam mengkode diagnosis akan mempengaruhi ketidakakuratan kode diagnosis utama.
5
10 di RSUD Tugurejo
Semarang 2007.
explanatory.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah :
1. Penelitian ini meneliti tinjauan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan, sedangkan penelitian diatas meneliti Keakuratan kode diagnosis utama neoplasma penyakit kandungan (non persalinan) pada dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-10.
2. Penelitian ini dilakukan pada triwulan 1 tahun 2014 sedangkan penelitian diatas dilakukan pada tahun 2007.
F. Ruang Lingkup
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk lingkup ilmu rekam medis. 2. Lingkup Materi
Lingkup materi dalam penelitian ini adalah klasifikasi penyakit dan tindakan berdasarkan ICD-10.
3. Lingkup Lokasi
Lokasi penelitian adalah bagian filling BKPM wilayah Semarang. 4. Lingkup Metode
Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pendekatan desain
cross sectional.
6
Dokumen rekam medis Rawat Jalan pada lembar RM.2 (lembar riwayat poliklinik).
6. Lingkup waktu
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rekam Medis
1. Pengertian Rekam Medis
Pengertian rekam medis menurut Surat Peraturan Menteri Kesehatan RI No.749a tahun 1989, pasal 10 tentang dokumen rekam medis adalah berkas rekam medis milik sarana kesehatan, isi rekam medis milik pasien dan merupakan berkas yang wajib di jaga kerahasiaannya. Menurut Huffman E K ,1992 rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya dan memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.(4)
2. Manfaat Rekam Medis
a. Bukti tertulis (documentary advidence) tentang pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit dan keperluan lain.
b. Alat untuk analisa dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
c. Alat untuk melindungi kepentingan hukum bagi pasien, dokter, tenaga kesehatan lainnya dirumah sakit.
d. Untuk penelitian dan pendidikan.
8
3. Kegunaan Rekam Medis
a. Administration ,data dan informasi yang dihasilkan rekam medis
dapat digunakan manajemen untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan berbagai sumber daya.
b. Legal , sebagai alat bukti hukum yang dapat melindung hukum
terhadap pasien, profider kesehatan dan pengelola serta pemilik sarana kehatan.
c. Financial, setiap jasa yang diterima pasien bila dicatat dengan
lengkap dan benar maka dapat digunakan untuk menghitung biaya yang harus dibayar pasien.
d. Reasearch, berbagai macam penyakit yang telah dicatat ke dalam
dokumen rekam medis dapat dilakukan penelusuran guna penelitian.
e. Education, para mahasiswa dapat belajar dan mengembangkan
ilmunya dengan menggunakan dokumen rekam medis.
f. Documentation, rekam medis sebagai dokumen karena memiliki
sejarah medis seseorang.(4)
B. Koding
1. Pengertian Koding
Koding adalah suatu kegiatan yang mentransformasikan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi suatu bentuk kode, yang memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisis data. Sistem koding dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai aspek dari asuhan keperawatan. Data asuhan kesehatan dapat
9
direpresentasikan dalam bentuk kode atau sistem numerik. Kode tersebut mewakili suatu deskripsi naratif yang mungkin mempunyai arti yang berbeda bagi masing-masing orang.(5)
2. Tujuan Koding
Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan informasi kesehatan. Data klinis yang terkode dibutuhkan untuk me-retrive informasi guna kepentingan asuhan pasien, penelitian, peningkatan performansi pelayanan, perencanaan dan manajemen sumber daya, serta untuk mendapatkan reimbursement yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Pedoman sederhana koding
a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode, kemudian carilah dalam buku ICD volume 3 pada bagian yang sesuai.
b. Temukan lead termnya.
c. Bacalah semua catatan yang tercantum dibawah lead term.
d. Bacalah semua terminologi yang ada dalam kurung dibelakang lead term, dan juga semua terminologi yang tercantum dibawah lead term sampai seluruh kata dalam pernyataan diagnostic telah selesai diikuti.
e. Ikuti dengan hati-hati cross references (kata see dan see also) yang termasuk dalam indeks.
f. Rujuk dalam tabulasi dalam volume 1 untuk verivikasi kecocokan nomor kode terpilih.
g. Berpedomanlah pada inclusion atau exlusion terms. Yang ada dibawah kode terpilih, atau dibawah judul bab, blik atau kategori.
10
h. Tentukan kode yang sesuai.(5)
C. ICD-10
1. Pengertian ICD-10
ICD-10 adalah singkatan dari The International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems-10 th Revision. Fungsi dasar dari ICD adalah sebagai klasifikasi penyakit,
cedera, dan sebab kematian untuk tujuan statistik. World Health
Organization (WHO) mempromosikan klasifikasi tersebut dengan
tujuan agar berbagai Negara didunia dapat merekam data kesehatannya dengan cara yang sama dan komparabel.
2. Tujuan ICD
a. Untuk mempermudah perekaman yang sistematis, untuk keperluan analisis, interpretasi dan komparasi data morbiditas maupun mortalitas yang dikumpulkan dari berbagai daerah pada saat berlainan.(5)
b. Untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik, yang memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisi data.
D. Struktur ICD -10
Struktur dasar ICD adalah suatu daftar kode tunggal dari ketegori 3-karakter, yang masing-masing dapat dibagi lebih lanjut menjadi subkategori 4-karakter. Sebagai pengganti dari sistem koding numerik pada revisi sebelumnya, revisi ke-sepuluh ini menggunakan kode
11
alfanumerik dengan sebuah huruf dibagian depan dan angka pada posisi kedua, ketiga dank ke-empat. Struktur dasar ICD dikembangkan berdasarkan klasifikasi yang disusun oleh William Farr, sebagai :
1. Penyakit-penyakit epidemi.
2. Penyakit-penyakit umum/ konstitusional.
3. Penyakit-penyakit yang terlokalisir pada letak tertentu. 4. Penyakit-penyakit tumbuh kembang.
5. Cedera/luka.(5)
E. Formulir RM.02 (Lembar Riwayat Poliklinik)
Informasi yang perlu dicatat yaitu anamnesa pasien. Informasi tentang identitas formulir RM.02 sebagai berikut :
1. Nama pasien 2. Alamat 3. Telepon 4. Umur
5. Jenis kelamin 6. Nomor rekam medis
F. Formulir Pendukung Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan
Formulir pendukung pada dokumen rekam medis selain RM-02 diantaranya adalah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dibawah ini dijelaskan pengertiannya :
12
Lembar anamnesa yaitu formulir yang berisikan catatan tentang hasil kegiatan wawancara antara pasien dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien.
b. Pemeriksaan fisik
Lembar pemeriksaan fisik yaitu formulir yang berisi tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang didalamnya meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
c. Pemeriksaan penunjang
Suatu formulir yang berisi tentang hasil pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap.(6)
G. Pengertian Diagnosis Utama
Diagnosa merupakan kata/phara yang digunakan oleh dokter untuk menyebut suatu penyakit yang diderita seorang pasien, ata keadaan yang menyebabkan seorang pasien memerlukan/ mencari/ menerima asuhan medis.(3)
H. Macam-macam diagnosis menurut WHO
1. Principal diagnosis
Adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit. 2. Other diagnosis
13
Diagnosis selain principal diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi dimana pasien mendapatkan pengobatan, atau dimana dokter mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan untuk memasukkannya dalam pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.
3. Complication
Suatu diagnosis tambahan yang menggambarkan suatu kondisi yang muncul setelah dimulainya observasi dan perawatan di rumah sakit yang mempengaruhi perjalanan penyakit pasien atau asuhan medis yang dibutuhkan. Komplikasi adalah suatu kondisi yang muncul selama pasien dirawat di rumah sakit yang memperpanjang Length Of
Stay (LOS) pasien tersebut setidaknya satu hari rawat pada 75%
kasus.(6)
I. Faktor-faktor Pengaruh Akurasi Kode Penyakit
Faktor-faktor yang mempengaruhi kode adalah : 1. Tenaga medis
Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan utama pada seorang pasien bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, khususnya data klinis yang tercantum dalam dokumen rekam medis. Data klinis berupa riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah pengobatan, laporan operasi atau prosedur lain merupakan input yang akan dikoding oleh petugas koding dibagian rekam medis. Beberapa hal yang dapat menyulitkan petugas koding antara lain adalah penulisan diagnosis tidak lengkap, tulisan yang tidak terbaca, penggunaan singkatan atau istilah yang tidak baku atau tidak
14
dipahami, dan keterangan atau rincian penyakit yang tidak sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan.
2. Petugas koding
Akurasi koding (penentuan koding) merupakan tanggung jawab tenaga rekam medis, khususnya tenaga koding. Kurangnya tenaga pelaksana rekam medis khususnya tenaga koding baik dari segi kualitas amupun kuantitas merupakan faktor terbesar dari penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit di Indonesia. Kualitas petugas koding di unit rekam medis dapat dilihat dari :
a. Pengalaman kerja
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat mendukung dalam pelaksanaan tugasnya. Petugas koding yang berpengalaman dapat menentukan kode penyakit lebih cepat berdasarkan ingatan dan kebiasaan. Namun pengalaman kerja saja belumlah cukup untuk menghasilkan kode yang akurat dan presisi, bila tidak ditunjang dengan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.
b. Pendidikan
Salah satu penyebab kesalahan dalam keakuratan koding yaitu kurangnya pengetahuan mengenai aturan-aturan dalam koding yang menggunakan ICD-10. Dalam kurikulum pendidikan tenaga ahli madya perekam medis dan informasi kesehatan, kemampuan koding merupakan salah satu kompetensi utama yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.
15
c. Pelatihan
Tenaga rekam medis yang belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan khusus dibidang perekam medis dan informasi kesehatan, maka harus mengikuti pelatihan tenaga rekam medis yang bersifat aplikatif berupa in house atau in the job training. Pelatihan tersebut diharapkan membantu meningkatkan pemahaman dan ketrampilan tenaga koding.
d. Faktor lain
Kualitas tenaga kerja atau sumber daya manusia pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor sumber daya manusia lain seperti usia, motivasi, sistem remunerasi, sanksi, dan lain-lain.
3. Kelengkapan dokumen rekam medis
Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis, yang mencerminkan pula mutu pelayanan dirumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsitensi dan kelengkapan isinya.
4. Kebijakan
Kebijakan rumah sakit yang dituangkan dalam bentuk SK Direktur, Protap (Prosedur Tetap) atau SOAP (Standard Operating Procedures) akan mengikat dan mewajibkan semua petugas dirumah sakit yang terlibat dalam pengisian lembar-lembar rekam medis
16
melaksanakannya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
5. Sarana dan prasarana
Sesuai dengan standar pelayanan rekam medis, maka fasilitas dan peralatan yang cukup harus disediakan guna tercapainya pelayanan yang efisien. BukuI ICD, Kamus Kedokteran (Kamus Terminologi Medis) dan Kamus Bahasa Inggris merupakan sarana yang penting bagi tenaga koding. Dalam Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia (1997), yang termasuk prasarana adalah (5) :
a. Permenkes No.749a (yang sekarang diperbarui dengan Permenkes No 377).
b. Juknis Rekam Medis.
Sedangkan sarananya adalah :
a. ATK (Alat Tulis Kerja) b. Computer dan printer
c. Daftar Tabulasi Dasar (DTD) d. Formulir Rekam Medis (RL) e. Buku ICD
J. Aturan Morbiditas
Informasi harus disusun secara sistematis menggunakan metode standar pencatatan. Adapun yang harus diperhatikan dalam penulisan diagnosis adalah :
17
Masing-masing pernyataan diagnostik harus seinformatif mungkun (selengkap) mungkin agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada kedalam kategori ICD yang paling spesifik.
2. Diagnosis atau gejala yang tak tentu
Bilamana sampai dengan akhir episode perawat tidak didapatkan diagnosis pasti (defite) tentang penyakit atau masalah, maka informasi yang paling spesifik dan kondisi yang diketahui memerlukan perawatan atau pemeriksaan saat itulah yang direkam. Hal ini dilakukan dengan menyatakan suatu gejala, masalah atau temuan abnormal sebagai diagnosis. Pernyataan diagnosis yang ditulis sebagai “mungkin” (possible), “dipertanyakan” (questionable), atau “curiga” (suspected), menunjukkan bahwa kondisi tersebut sudah dipertimbangkan namun belum dapat dipastikan.
3. Alasan non-morbid kontak dengan pelayanan kesehatan
Suatu periode perawatan atau saat kontak dengan pelayanan kesehatan tidak selalu berkaitan dengan pengobatan / pemeriksaan penyakit / cedera saat ini. Periode tersebut juga dapat terjadi seseorang yang (mungkin) tidak dalam keadaan sakit namun membutuhkan atau menerima pelayanan kesehatan tertentu : rincian dari keadaan tersebut diatas haruslah direkam sebagai “main
condition” (kondisi utama).
4. Kondisi ganda
Suatu periode perawatan menyangkut sejumlah kondisi yang saling terkait (misalnya cedera multiple, sequalae multiple akibat penyakit atau luka sebelumnya atau kondisi multiple yang terjadi pada
18
penyakit HIV), maka salah satu kondisi yang jelas paling parah serta membutuhkan lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan lainnya harus direkam sebagai “main condition” (kondisi utama), sedangkan yang lain sebagai “other condition”. Bila tidak ada kondisi yang lebih dominan, maka istilah seperti “multiple fractures”, “multiple
head injuries” atau “HIV disease resulting in multiple infections” dapat
direkam sebagai “main condition” yang diikuti oleh daftar kondisi tersebut.
5. Kondisi akibat sebab luar
Kondisi cedera, keracunan atau akibat lain dari sebab luar terekam, sangat penting artinya untuk menggambarkan secara lengkap kondisi yang ada dan keadaan lingkungan yang menyebabkan timbulnya hal tersebut.
6. Pengelolaan terhadap sequalae
Suatu periode perawatan ditunjukan untuk pengobatan atau pemeriksaan dari kondisi residual (sequalae) dari suatu penyakit yang sudah tidak ada lagi, sequelle tersebut harus digambarkan secara lengkap dan disebutkan kondisi awalnya, disertai indikasi yang jelas bahwa penyakit awalnya sudah tidak ada lagi.(6)
K. Aturan Reseleksi Kondisi Utama
1. Rule MB 1
Bilamana suatu kondisi minor atau kondisi yang sudah lama terjadi, atau masalah yang bersifat insidential tercatat sebagai kondisi utama. Sedangkan kondisi yang lebih signifikan dan lebih relevan
19
terhadap pengobatan yang diberikan dan atau yang lebih sesuai dengan spesialisasi yang merawat pasien, terekam sebagai kondisi lain.
2. Rule MB 2
Bilamana beberapa kondisi yang tak dapat dikode dengan kondisi multiple ataupun kategori kombinasi, terekam sebagai kondisi utama sedangkan rincian lain pada catatan mengacu pada salah satu kondisi sebagai kondisi utama berdasarkan pelayanan kesehatan yang diterima pasien.
3. Rule MB 3
Bila suatu gejala (sympton) atau tanda (sign) yang umumnya terklasifikasi dalam bab XVII, atau masalah non-morbid yang terklasifikasi pada bab XXI terekam sebagai kondisi utama dan hal tersebut secara jelas menggambarkan tanda, gejala atau permasalahan dari kondisi yang didiagnosis di bagian lain, sedangkan perawatan atau pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien tersebut sesuai dengan gambaran diagnosisi tadi, maka lakukan reseleksi dengan memilih diagnosis yang terakhir sebagai kondisi utama yang harus dikode.
4. Rule MB 4
Apabila diagnosis terekam sebagai kondisi utama menggambarkan suatu kondisi dengan istilah yang lebih umum, sedangkan terminonogi yang lebih spesifik atau dapat memberikan informasi yang lebih presisi tentang lokasi atau gambaran lengkap dari kondisi tersebut diletakkan dibagian lain, maka reseleksilah
20
kondisi yang lebih spesifik tadi sebagai kondisi utama yang akan dikode.
5. Rule MB 5
Bilamana suatu gejala atau tanda direkam sebagai kondisi utama dengan indikasi bahwa kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi lainnya, atau sebab lain diluar yang terekam, maka sebaiknya pilih gejala (symptom) tersebut sebagai kondisi utama. Sedangkan bila terdapat dua atau lebih kondisi yang terekam sebagai pilihan diagnosis utama dan keduanya memungkinkan atau dipilih sebagai kondisi utama, maka pilihlah yang pertama kali direkam. Namun aturan MB 5 ini tidak dianjurkan untuk digunakan apabila masih ada pilihan atau alternative lain yang lebih baik, karena sangat rawan menyebabkan ketidakakurasian informasi diagnostik.(6)
L. Pedoman Pencatatan Data Diagnosis Dalam Analisis Kondisi Tunggal Data Morbiditas
1. Umum (general).
2. Kekhususan dan detail (specifity and detail).
3. Diagnosis yang belum pasti atau symptom (uncertain diagnoses or
symptoms).
4. Kontak dengan pelayanan kesehatan untuk alasan bukan sakit. 5. Kondisi ganda (Multiple condition).
6. Kondisi akibat kausa luar (condition due external causes). 7. Pengobatan kondisi sisa (sequelle).(10)
21
M. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Kresnowati, Lily. Modul KPT I General Koding. Semarang, 2008. (Tidak Dipublikasikan) Kebijakan : 1. SK 2. Protap 3. Akreditasi, dll Petugas koding : 1. Pendidikan 2. Pelatihan 3. Pengalaman kerja 4. Motivasi, dll Tenaga medis / paramedis : 1. Dokter 2. Perawat 3. Bidan KODING Sarana/prasarana : 1. ICD-10, ICOPIM, ICD-O, ICF, dll 2. Kamus bhs.inggris 3. Kamus kedokteran (terminologi) 4. Standar pelayanan medis Kelengkapan dokumen rekam medis : 1. Identitas 2. Hasil pemeriksaan /pengobatan 3. Tindakan/ pelayanan 4. Kesalahan /kekurangan pencatatan Pelaporan Kode morbiditas : Penulisan diagnosa utama
22
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian explanatory dengan metode observasi dan pendekatan cros sectional. Penelitian cros
sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara
faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen).(7)
B. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
C. Identifikasi Variabel
1. Diagnosa utama 2. Koding
3. Kode kategori akurat dan tidak akurat
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Nama Variabel Definisi Operasional
1. Diagnosa utama
Diagnosis utama adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit.
Diagnosis utama Koding Kode morbiditas :
a. Akurat b. Tidak akurat
23
No. Nama Variabel Definisi Operasional
2. Koding Koding merupakan tahapan – tahapan yang dilakukan oleh petugas koding dalam menetapkan kode diagnosis suatu penyakit berdasarkan aturan morbiditas ICD-10.
3. Kode akurat a. Keakuratan b. Tingkat
keakuratan
Kode akurat yaitu kode yang sesuai dengan kaidah ICD-10. Sedangkan kode yang tidak akurat adalah kode yang tidak sesuai dengan kaidah ICD-10. Prosentase kode yang akurat berdasarkan ICD-10. Prosentase hasil keakuratan diagnosis utama Rumus = jumlah kode akurat x 100% Jumlah dokumen yang diteliti
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah lembar RM-02 atau lembar riwayat poliklinik dokumen rekam medis rawat jalan pada bagian ruang filling pada tahun 2014 yaitu sebanyak 13581 DRM Rawat Jalan.
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling ( sampel acak sederhana).(8) Besar sampel yang diperoleh dari hasil perhitungan sejumlah 100 berkas RM, dengan perhitungan terhadap jumlah populasi yang diteliti dengan rumus sebagai berikut :
24 n = N = 13581 1 + N ( d² ) 1 + 13581 (0,1²) = 13481 = 99,98 100 DRM Rawat Jalan 135,83 Keterangan :
n : besarnya sampel N : jumlah populasi d² : tingkat kesalahan (0,1) / 10%
3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel random kemudian menjatuhkan pensil pada tabel setelah pensil tersebut menyentuh , salah satu nomor urut dalam tabel, no tersebut menjadi nomor urut pertama yang akan menjadi sampel dan dicari kedalam indeks penyakit.
F. Instrument Penelitian
1. Check – list
Digunakan untuk menulis diagnosis dan kode penyakit yang diteliti untuk mengetahui akurat atau tidaknya kode yang ditulis dokter. 2. ICD-10 Volume 1 dan volume 3
Untuk mengoreksi kode yang sudah dihasilkan.
G. Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, karena data yang digunakan diperoleh dari komputer. Data sekunder yaitu data yang sudah diolah kembali. Pengumpulan data dilakukan
25
dengan cara observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada lembar RM-02 atau lembar riwayat poliklinik pada dokumen rekam medis rawat jalan.
H. Pengolahan Data
Terhadap data yang sudah diperoleh, dilakukan pengolahan data sebagai berikut :
1. Editing yaitu memeriksa kembali penulisan data yang dikumpulkan dari hasil observasi.
2. Cross check yaitu melakukan cross check diagnosis yang ditemukan pada dokumen rekam medis rawat jalan.
3. Tabulating yaitu membuat tabel untuk mengelompokan data diagnosa utama yang akurat dan tidak akurat untuk kemudian di deskripsikan hasil dari prosentase akurasi data diagnosa tersebut.
4. Calculating untuk mencari prosentasi tingkat akurasi kode diagnosa utama pada dokumen rekam medis rawat jalan.
I. Analisis Data
Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriftif untuk mendapatkan gambaran tingkat akurasi kode diagnosa utama Dokumen Rekam Medis sesuai dengan keadaan sebenarnya tanpa melakukan uji statistik.
1. Menghitung prosentase kode diagnosa yang akurat dan tidak akurat dengan rumus sebagai berikut :
26
a. Kode akurat
= Ʃ kode diagnosa utama yang akurat x100% Ʃ popolasi yang diteliti
b. Kode tidak akurat
= Ʃ kode diagnosa utama yang tidak akurat x100% Ʃ popolasi yang diteliti
2. Hasil yang dapat dianalisis secara deskriftif, yaitu mengenai tinjauan ketidakakuratan kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014. Kemudian dari hasil penelitian yang didapat tersebut dibandingkan dengan teori untuk ditarik kesimpulan.
27
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Sejarah Singkat BKPM Wilayah Semarang
Didirikan pertama kali pada tanggal 2 September 1962, dengan nama Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru (BP4), yang terletak di Jl. Pandanaran No. 25 Semarang. Tenaga yang melaksanakan pelayanan saat itu sebanyak 23 orang pegawai. Kunjungan BP4 dari tahun ke tahun terus bertambah banyak, sehingga tempat pelayanan kurang mencukupi dan kurang memenuhi syarat untuk pelayanan.
Pada tanggal 4 Februari 1980, BP4 Semarang pindah ke Jl. KH Achmad Dahlan No. 39 Semarang. Pimpinan BP4 sejak berdiri sampai sekarang adalah sebagai berikut :
Tahun 1962 – 1970, dipimpin dr. R. Soemartono, Ahli Paru-paru Tahun 1970 – 1984, dipimpin dr. R. Soemanto, Ahli Paru-paru Tahun 1984 – 1988, dipimpin oleh dr. Agus Djupri
Tahun 1988 – 1992, dipimpin oleh dr. Raharjo, SP
Tahun 1992 – 1994, dipimpin oleh dr. Hermawati Anantaraharja Tahun 1994 – 2002, dipimpin oleh dr. Endang Merdekaningsih Tahun 2002 – 2010, dipimpin oleh dr. Nurhayati, M.Kes
Tahun 2010 – 2014, dipimpin oleh dr. I.G.A. Trimurti, M.Kes. Tahun 2014 – sekarang sebagai Kepala BKPM Semarang adalah Dr.A.A Sg.Sri Rika Puniwati.
28
Awalnya Pelayanan BKPM Wilayah Semarang mempunyai tujuan sosial, menolong masyarakat yang terkena penyakit paru-paru dengan pelayanan secara Cuma-Cuma. Karena harga obat semakin meningkat dan masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan semakin banyak, sedangkan kondisi keuangan pemerintah tidak mencukupi, maka BP4 diganti nama menjadi Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4), sesuai yang tertuang dalam SK Menkes No. 144/Menkes/SK/IV/1978 tahun 1978. Sejak penggantian nama tersebut maka penderita penyakit paru-paru yang berobat dipungut biaya sekedarnya. Kemudian sebagai dasar tarif pelayanan kesehatan di BP4 maka diterbitkan Surat Edaran Dirjen Binkesmas Departemen Kesehatan RI No. 958/BM/DJ/KEU/VI/1992, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pola Tarif Pelayanan Kesehatan di BP4. Pada tahun 2001 diterbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2001 tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Dengan adanya Otonomi Daerah, nama BP4 berubah menjadi Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) sesuai dengan Perda Propinsi Jawa Tengah No. 1 Tahun 2002 tentang Pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Perda tersebut maka BP4 tidak hanya melaksanakan pelayanan pengobatan saja, tetapi juga melaksanakan pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan pelayanan kesehatan paru dituntut tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan perorangan
29
saja, tetapi juga melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Untuk itu pada bulan Juni 2008 disahkan melalui Pergub No. 42 Tahun 2008 terjadi perubahan nomenklatur dari Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) menjadi Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang.
a. Visi
”BKPM Wilayah Semarang menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan Paru dan Pernafasan yang profesional bagi masyarakat”.
b. Misi
1) Melaksanakan pelayanan kesehatan paru dan pernafasan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh masyarakat. 2) Meningkatkan profesionalisme, dedikasi dan loyalitas serta
kesejahteraan.
3) Menggerakan peran serta masyarakat untuk melaksanakan pembangunan kesehatan Paru secara terpadu dan berintegrasi dengan lintas sektor.
c. Tujuan
Meningkatkan status kesehatan paru dan pernafasan bagi masyarakat melalui upaya penanggulangan Penyakit Paru dan Pernafasan secara menyeluruh.
2. Struktur Organisasi Unit Rekam Medis BKPM Wilayah Semarang (terlampir)
30
3. Prosedur koding dan Fungsi Petugas Koding
Prosedur koding dan fungsi dari petugas koding berdasarkan buku instruksi kerja yang telah disahkan oleh kepala BKPM Wilayah Semarang adalah :
a. Petugas koding / indeksing menerima DRM lengkap dari assembling.
b. Petugas koding / indeksing melihat diagnosa yang tercantum dalam formulir RM 02 / RM 03.
c. Petugas koding / indeksing meneliti keakuratan diagnosa berdasarkan pemeriksaan penunjang (laboratorium,radiologi, dll). d. Petugas koding / indeksing menetapkan kode diagnosa
berdasarkan ICD-10.
e. Petugas koding / indeksing menulisakn kode diagnosa pada formulir RM 02, RM 03.
f. Petugas koding / indeksing melihat kembali diagnosa masing - masing klinik pada komputer, dengan membuka log in masing - masing klinik.
g. Petugas koding / indeksing merubah kode diagnosa bila terjadi kesalahan pengisisan di komputer.
h. Petugas koding / indeksing menyerahkan DRM lengkap ke urusan filling.
i. Petugas koding / indeksing mencetak indeks penyakit bulanan, dan rekapan indeks penyakit.(14)
31
4. Diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan
Berdasarkan observasi penelitian di BKPM Wilayah Semarang diketahui bahwa diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan terdiri dari berbagai macam diagnosa yang ditulis oleh dokter yaitu principal diagnosis (diagnosis utama) dan other diagnosis (diagnosis lain). Sehingga aturan morbiditas dan reseleksi koding morbiditas dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan seleksi ulang (reseleksi) kondisi utama yang akan dikode, meskipun tanpa merubah penulisan diagnosis. Aturan reseleksi diberi nama RULE MB 1, RULE MB 2, RULE MB 3, RULE MB 4, RULE MB 5. Hal ini penting dilakukan untuk agar kode benar-benar dapat mewakili gambaran informasi diagnostik yang terkan dung dalam dokumen.(6) 5. Tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen
Rekam Medis Rawat Jalan
Hasil penelitian yang didapat dari total sampel sejumlah 100 dokumen. Jumlah kode diagnosa yang akurat sebesar 59 dokumen dan jumlah kode diagnosa utama yang tidak akurat sebesar 41 dokumen.
Tabel 4.1
Kode Diagnosa Utama Akurat dan Tidak Akurat
Total sampel
Jumlah kode diagnosa akurat
Jumlah kode diagnosa tidak akurat
32
6. Prosentase tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan
Berdasarkan data tersebut didapatkan angka prosentase tingkat akurasidokumen rekam medis rawat jalan yang diteliti sebesar :
Kode akurat = Ʃ Kode Diagnosa Akurat X 100%
Ʃ Sampel Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan
= 59 x 100% 100
= 59 %
Kode tidak skurat = Ʃ kode diagnosa tidak akurat x 100%
Ʃ Sampel Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan = 41 x 100%
100 = 41 %
Grafik 4.1
Daftar Prosentase Kode Diagnosa Utama Akurat dan Tidak Akurat
Prosentase Tingkat Akurasi Kode
Diagnosa Utama
kode akurat 59 % kode tidak akurat 41%
33
Dengan demikian dapat diketahui hasil prosentase akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014 yaitu dokumen yang akurat 59% lebih besar daripada dokumen yang tidak akurat sebanyak 41%.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan observasi terhadap sampel 100 dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang pada triwulan I tahun 2014 didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Tingkat Akurasi Kode Diagnosa Utama
Berdasarkan Dirjen RI , Direktorat Medis, dalam buku Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit dokter memegang peranan penting dalam penulisan diagnosa. Dalam aturan morbiditas disebutkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi akurasi kode morbiditas diantaranya adalah tenaga medis, dalam hal ini adalah dokter.(9) Penulisan diagnosa utama yang spesifik akan membantu petugas koding dalam pemberian kode diagnosa utama dengan tepat dan akurat.
Berdasarkan hasil penelitian pada 100 sampel Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014 yaitu dokumen yang akurat 59 lebih besar daripada dokumen yang tidak akurat sebanyak 41.
34
a. Dokter menulis diagnosa utama check up kode petugas Z71.9. Pasien datang untuk mendapatkan surat pemeriksaan kesehatan guna memenuhi syarat TKHI, usia 47 tahun, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium cholesterol 239 mg/dl dengan nilai normal < 200 mg/dl, dan diberikan resep untuk obat neurodex tab sehingga kode peneliti adalah Z02.2. Dokter tidak mendiagnosa dan memberi tindakan pada hypercholesterolemia. Petugas koding tidak boleh menuliskan kode diagnosa tanpa diagnosa dokter, sehingga perlu mengklarifikasikan kepada dokter bahwa hasil pemeriksaan penunjang bisa menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis dan dapat diberikan tindakan atau terapi.
Proses penetapan diagnosis adalah :
Buka ICD-10 volume 3 tahun 2004 atau 2010 halaman 234 Examination
- medical (for) (of) - - admission to
- - - residential institution Z02.2
Buka ICD-10 volume 1 tahun 2004 atau 2010 halaman 1088 Z02.2 Examination for admission to residential institutions b. Dokter menulis diagnosa utama fracture kode petugas T14.2
sedangkan hasil pemeriksaan radiologi menunjukan fracture complete multiple os humerus dekstra dan fracture complete os radius dekstra sehingga kode peneliti adalah T02.2.
35
Proses penetapan diagnosis adalah :
Buka ICD-10 volume 3 tahun 2004 atau 2010 halaman 257 Fracture
- multiple - - limb
- - - upper (one) T02.2
Buka ICD-10 volume 1 tahun 2004 atau 2010 halaman 915 T02.2 fracture involving multiple regions of one upper limb Fracture of sites classifiable to S42.-, S32.-, and T10 of one upper limb
2. Tingkat prosentase akurasi kode diagnosa utama
Jumlah prosentase kode yang tidak akurat sebesar 41% sedangkan prosentase kode yang akurat sebesar 59%. Berdasarkan hasil penelitian di BKPM Wilayah Semarang ditemukan beberapa kasus diantaranya yaitu ketidaksesuaian hasil laboratorium dan hasil radiologi dengan diagnosa utama, diagnosa yang menjadi focus of
treatment sebagai diagnosa utama, pemeriksaan penunjang tidak
menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis, dokter tidak memberi terapi dan tindakan pada temuan abnormal pada hasil pemeriksaan penunjang, dokter tidak menuliskan diagnosis yang spesifik sehingga petugas koding tidak memilih kode yang spesifik. Dari total sampel 100 dokumen ditemukan jumlah diagnosis yang sesuai sebesar 29 dokumen dan jumlah diagnosis yang tidak sesuai sebesar 71 dokumen.
36
Tabel 4.2
Hasil Tingkat Ketidaksesuaian pemeriksaan penunjang dengan kode diagnosa utama
Total sampel Jumlah kode sesuai
Jumlah kode tidak sesuai
100 29 71
3. Faktor yang mempengaruhi akurasi kode diagnosa utama a. Tenaga koding
1) Pengalaman kerja
Akurasi kode diagnosis merupakan tanggung jawab dari tenaga rekam medis dalam mengkaji berkas rekam medis pengkode yang berpengalaman dan sudah bekerja cukup lama bisa memberikan kode-kode diagnosis utama lebih cepat dan akurat.(11) Petugas koding yang bertugas di unit rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang terdapat 2 orang petugas koding yang sudah bekerja selama 2 tahun dan 5 tahun sudah berpengalaman.
2) Pendidikan
Menurut DR. H. Soejoga, MPH, tahun 1996 tentang profesionalisme bidang Rekam Medis di Rumah Sakit didukung oleh latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu DIII Rekam Medis. Hal tersebut juga telah dituangkan dalam Pedoman Pengolahan Rekam Medis di Rumah Sakit.(11) Pendidikan terakhir petugas koding di BKPM Wilayah
37
Semarang adalah lulusan D III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
3) Pelatihan
Kebijakan Depkes yang mengatur tentang pelatihan, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelatihan bagi profesi kesehatan diperlukan untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna tenaga kesehatan. Upaya ini meliputi dalam bidang teknis, fungsional, dan administrasi.(12) Petugas koding di BKPM Wilayah Semarang yang bekerja selama 5 tahun pernah mengikuti pelatihan khusus dibidang koding yaitu pelatihan sesama anggota koding rekam medis di masing – masing BKPM di Indonesia. Sedangkan petugas koding yang bekerja selama setahun belum pernah mengikuti pelatihan khusus dibidang koding.
b. Tenaga medis
Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan utama pada seorang pasien bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, khususnya data klinis yang tercantum dalam dokumen rekam medis. Hasil observasi di BKPM Wilayah Semarang masih ditemukan beberapa hal-hal yang menyulitkan petugas koding antara lain adalah penulisan diagnosis tidak spesifik, ketidaksesuaian hasil pemeriksaan penunjang dangan diagnosa utama dan kondisi abnormal pada hasil pemeriksaan penunjang tidak menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis dan pemberian terapi.
38
c. Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan
Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis sangat mempengaruhi mutu rekam medis, yang mencerminkan pula mutu pelayanan dirumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsitensi dan kelengkapan isinya. Hasil observasi di BKPM Wilayah Semarang tidak ditemukan beberapa hal terkait ketidaklengkapan lembar formulir Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan.
d. Saranan dan prasarana
Berdasarkan buku pelatihan penggunaan klasifikasi internasional mengenai penyakit Revisi X (ICD-10) oleh Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik, dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya petugas koding dalam mengkode memerlukan alat bantu. Meliputi buku ICD-10 volume 1, 2, 3, kamus kedokteran, dan kamus bahasa inggris.(13) Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberian kode diagnosa utama dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang sudah mendukung kegiatan pengkodean yaitu buku ICD-10 volume 1 dan volume 3 dan ICD-10 electronic.
e. Kebijakan dan protap
Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No. 50/ Menkes/ 1998/ tentang penggunaan ICD-10 sebagai klasifikasi statistik internasional untuk penyakit dan masalah kesehatan lain.(3) di BKPM Wilayah Semarang sudah terdapat kebijakan instruksi kerja
39
koding dan indeksing mencakup tenaga medis. Isi dari instruksi kerja koding dan indeksing adalah :
1) Petugas koding / indeksing menerima DRM lengkap dari assembling.
2) Petugas koding / indeksing melihat diagnosa yang tercantum dalam formulir RM 02 / RM 03.
3) Petugas koding / indeksing meneliti keakuratan diagnosa berdasarkan pemeriksaan penunjang (laboratorium,radiologi, dll).
4) Petugas koding / indeksing menetapkan kode diagnosa berdasarkan ICD-10.
5) Petugas koding / indeksing menulisakn kode diagnosa pada formulir RM 02, RM 03.
6) Petugas koding / indeksing melihat kembali diagnosa masing - masing klinik pada komputer, dengan membuka log in masing - masing klinik.
7) Petugas koding / indeksing merubah kode diagnosa bila terjadi kesalahan pengisisan di komputer.
8) Petugas koding / indeksing menyerahkan DRM lengkap ke urusan filling.
9) Petugas koding / indeksing mencetak indeks penyakit bulanan, dan rekapan indeks penyakit.(14)
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan tentang tinjauan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014 dapat disimpulakan sebagai berikut :
1. Di BKPM Wilayah Semarang sudah terdapat kebijakan instruksi kerja koding dan indeksing mencakup tenaga medis. instruksi kerja koding dan indeksing yang telah disahkan oleh kepala BKPM Wilayah Semarang.
2. Diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan terdiri dari berbagai macam diagnosa yang ditulis oleh dokter yaitu
principal diagnosis (diagnosis utama) dan other diagnosis
(diagnosis lain).
3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel random. Dari 100 dokumen rekam medis rawat jalan yang diteliti, didapatkan kode diagnosa utama yang akurat sebanyak 59 dokumen sedangkan yang tidak akurat sebanyak 41 dokumen.
4. Tingkat prosentase akurasi kode diagnosa utama dokumen rekam medis rawat jalan yaitu sebanyak 59% yang akurat dan 41% tidak akurat.
41
B. Saran
1. Direktur atau kepala BKPM Wilayah Semarang dapat membuat kebijakan tentang penulisan diagnosis utama pada dokumen rekam medis rawat jalan sesuai dengan aturan morbiditas. Untuk mempermudah petugas koding dalam pemberian kode diagnosa utama.
2. Petugas koding :
a. Hasil pemeriksaan penunjang penting dilihat untuk mempertimbangkan kode diagnosis yang spesifik apabila diagnosa utama yang ditulis dokter tidak spesifik.
b. Aturan morbiditas dan reseleksi koding morbiditas dapat digunakan petugas koding sebagai pedoman untuk melakukan seleksi ulang (reseleksi) kondisi utama yang akan dikode, meskipun tanpa merubah penulisan diagnosis.
c. Apabila ditemukan kondisi abnormal pada hasil pemeriksaan penunjang, petugas koding tidak boleh menuliskan kode diagnosa tanpa diagnosa dokter, sehingga perlu mengklarifikasikan kepada dokter bahwa hasil pemeriksaan penunjang bisa menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis dan dapat diberikan tindakan atau terapi.
3. Dokter :
a. Dokter sebaiknya mempertimbangkan kondisi abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk mendiagnosa dan diberikan tindakan.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Shofari, Bambang, 2004. Pengelolaan Sistem Rekam Medis. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997. Dirjen Pelayanan
Medis Pedoman Pengelolaan Rekam Medis di Rumah Sakit Indonesia.
Jakarta.
3. Kresnowati, Lily, 2005. Hand Out ICD-10. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)
4. Huffman.E.K, 1994. Health Information Management, Physician Record
Company, Berwyn, Illinois.
5. Kresnowati, Lily, 2008. Modul KPT I General Koding. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)
6. Kresnowati, Lily, 2012. Modul Klasifikasi Tindakan II Morbiditas Koding. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)
7. Riyanto, Agus, 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta.
8. Notoatmodjo, Soekidjo, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.
9. Dirjen RI, Direktorat Pelayanan Medis, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI no 269 / PERMENKES / PER / III / 2008, Penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit.
10. Ikatan Alumni Akademi Perekam Kesehatan Indonusa Esa Unggul, 1999.
43
11. Soejoga, 1998. Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Pengembangan Program Rekam Medis di Indonesia. Semarang.
12. Untoro, Sis, 1998. Mempersiapkan SDM Bagi Profesi dan Rekam Medis
Informasi Kesehatan. Semarang.
13. Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik, 1997. Pelatihan
Penggunaan Klasifikasi Internasional Mengenai Penyakit Revisi I.
Jakarta.
14. Prosedur Tetap BKPM Wilayah Semarang, 2010. Instruksi Kerja Koding
dan Indeksing. Semarang.
15. Depkes RI. Dirjen Yanmed, 2000. Pelatihan Penggunaan Klasifikasi
Internasional Mengenai Penyakit Revisi X (ICD-10). Jakarta.
16. Vicent, Gaspers. Penarikan Contoh Acak Sederhana (Simple Random
Sampling).
17. DepKes RI, 1999. Pedoman Penggunaan ICD-10 Seri 1. Jakarta.
18. World Health Organization, 2004. International Statistical Clasification Of
Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 1). Geneva.
19. World Health Organization, 2004. International Statistical Clasification Of
Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 2). Geneva.
20. World Health Organization, 2004. International Statistical Clasification Of