• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSA UTAMA MENURUT ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI BKPM WILAYAH SEMARANG PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSA UTAMA MENURUT ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI BKPM WILAYAH SEMARANG PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

i

TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSA UTAMA MENURUT

ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN

DI BKPM WILAYAH SEMARANG PERIODE TRIWULAN I

TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar ahli

Madia Perekam Medis (Amd, PK) dari Program Studi Rekam Medis

dan Informasi Kesehatan

Oleh :

RISA UMI SETIAWATI

D22.2011.01100

PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI

KESEHATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN

NUSWANTORO

SEMARANG

2014

(2)

ii

HALAMAN HAK CIPTA

© 2014

(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini secara khusus kupersembahkan kepada :

Rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT

Yang selalu memberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan tugas

akhir ini

Junjungan Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di hari akhir

kelak,

Bapak dan ibu tercinta yang tak pernah berhenti berdoa dan memotifasi

Serta memberi dukungan moril dan materil

Terima kasih, bu Dyah atas bimbingan KTI selama ini

Terima kasih, bu kriswi selaku wali dosen dan reviewer yang selalu sabar

membimbingku

Semua dosen-dosen yang telah mencurahkan segenap waktu dan pikiran

memberikan dan mengajarkan ilmu pengetahuan

Terima kasih, semua karyawan di BKPM Wilayah Semarang yang welcome

serta membimbingku saat melakukan penelitian

Buat adekku Erma Safitri yang selalu jail tapi selalu semangatin aku

Terima kasih semua temen-temenku di RMIK yang selalu memberikan semangat

dan selalu mensupportku, perpus bareng, ngampus bareng, main bareng

memberikan hiburan di sela-sela pembuatan KTI selama ini serta bertukar

pikiran dalam pembuatan karya tulis ini

Almamater tercinta, Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Semarang

Thanks sekali lagi buat semuanya yang tidak disebutkan namanya satu per satu.

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Nama : Risa Umi Setiawati

Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 06 April 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kebonharjo RT 09/ RW 05 No. 14

Kel.Tanjung Mas , Kec. Semarang Utara

Semarang, Jawa Tengah

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1999 - 2005 SDN Tanjung Mas 02 Semarang 2. Tahun 2005 - 2008 SMPN 25 Semarang

3. Tahun 2008 - 2011 SMAN 1 Buluspesantren Kebumen

4. Program Sudi D-III Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul tinjauan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014.

Adapun karya tulis ilmiah ini disusun guna melengkapi persyaratan penyelesaian program studi Diploma III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

Penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. DR. Ir. Edi Noersasongko, M. Kom selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. DR. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

3. Arif kurniadi, M.Kom selaku Ka Progdi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

4. Dr.A.A Sg.Sri Rika Puniwati selaku kepala BKPM Wilayah Semarang yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang.

5. Kunarti, A.Md.PK sebagai coordinator unit pendaftaran dan rekam medis BKPM Wilayah Semarang.

6. Sri Wahyuningsih, A.Md.PK, SKM sebagai pembimbing di bagian Rekam Medis di BKPM Wilayah Semarang.

(8)

viii

7. Dyah Ernawati, S.Kep,Ns,M.Kes Selaku pembimbing akademik yang selalu sabar dan memberikan pengarahan.

8. Seluruh karyawan BKPM Wilayah Semarang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian di BKPM Wilayah Semarang. 9. Semua pihak yang tidak disebutkan pleh peneliti satu persatu.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Semarang, Juli 2014

(9)

ix

Program Studi D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2014

ABSTRAK RISA UMI SETIAWATI

TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSA UTAMA MENURUT ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI BKPM WILAYAH SEMARANG PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014.

Akurasi kode diagnosa utama pada dokumen rekam medis memberikan pengaruh penting pada informasi yang dihasilkan dalam proses pencatatan indeks penyakit dan pelaporan morbiditas di BKPM Wilayah Semarang. Berdasarkan survey awal ditemukan ketidakakuratan kode diagnosis pada 20 Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan mencapai 75% karena ketidaksesuaian pemeriksaan penunjang dengan diagnosa utama. Hasil pemeriksaan penunjang tidak menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis. Peneliti tertarik melakukan penelitian karena ingin mengetahui tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis rawat jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.

Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan cross sectional serta jenis penelitian explanatory. jumlah populasi adalah 100 dokumen rekam medis rawat jalan.

Hasil pengamatan tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan sebanyak 59 (59%) diagnosa yang akurat dan sebanyak 41 (41%) diagnosa yang tidak akurat. Dalam pemberian kode diagnosa di BKPM Wilayah Semarang menggunakan ICD-10 volume 1 dan 3, untuk menghasilkan kode yang akurat.

Dari hasil pengamatan bahwa petugas koding mengkode dengan benar. Namun dari total sampel 100 dokumen ditemukan jumlah diagnosis yang sesuai sebesar 29 dokumen dan jumlah diagnosis yang tidak sesuai sebesar 71 dokumen. Petugas koding lebih memilih kode yang tidak spesifik karena penulisan diagnosis dokter yang yang tidak spesifik.

Kata kunci : Akurasi Kode, Diagnosa Utama Kepustakaan : 20 buah , th 1994 – 2012

(10)

x

Diploma of Medical Record Program and Health Information Faculty of Social Healt of University Dian Nuswantoro Semarang

2014

ABSTRACT RISA UMI SETIAWATI

REVIEW THE ACCURACY OF THE MAIN DIAGNOSIS CODE ACCORDING TO ICD-10 IN OUTPATIENT MEDICAL RECORD DOCUMENTS IN THE AREA OF BKPM SEMARANG IN THE FIRST QUARTER OF 2014.

The primary diagnosis code accuracy on medical record documents provide an important influence on the information generated in the process of recording and reporting disease morbidity index in Semarang Region BKPM. Based on the initial survey found inaccuracies in the diagnosis code 20 Outpatient medical record Documents reach the 75% due to discrepancies with supporting main Diagnostics checks. Ancillary inspection results are not the reason for the consideration of establishment of the diagnosis. Researchers interested in doing research to find out the level of accuracy of the primary diagnosis code according to ICD-10 on an outpatient medical record documents in the area of Semarang BKPM quarter I in 2014. This research aims to know the primary diagnosis code accuracy review on outpatient medical Record Documents in the area of Semarang BKPM quarter I year 2014.

This research uses the observation method with cross sectional approach as well as the kind of explanatory research. the population is 100 outpatient medical record documents.

Observations the primary diagnosis code accuracy according to ICD-10 on an outpatient medical record document as much as 59 (59%) of accurate diagnosis and as many as 41 (41%) inaccurate diagnosis. In administering diagnostic code in the area of Semarang BKPM using ICD-10 volume 1 and 3, in order to produce an accurate code.

From the observations that the officers properly encode the coding. However, out of a total sample of 100 documents found the number of the appropriate diagnosis of 29 of the document and the number of inappropriate diagnosis of 71 documents. Coding clerk prefer code that is not specific because the doctor's diagnosis that the writing was not specific.

Key word : Accuracy Code, The Primary Diagnosis Book’s resources : 20 books, 1994 - 2012

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Hak Cipta ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persembahan ... v

Riwayat Hidup ... vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Grafik ... xvi

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 3 E. Keaslian Penelitian ... 4 F. Ruang Lingkup ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis ... 6

B. Koding ... 7

C. ICD-10 ... 9

D. Struktur ICD-10 ... 9

E. Formulir RM.02 (Lembar Riwayat Poliklinik) ... 10

(12)

xii

G. Pengertian Diagnosis Utama ... 11

H. Macam-macam Diagnosis Menurut WHO ... 11

I. Faktor-faktor Pengaruh Akurasi Kode Penyakit ... 12

J. Aturan Morbiditas... 15

K. Aturan Reseleksi Kondisi Utama ... 17

L. Pedoman Pencatatan Data Diagnosis Dalam Analisis Kondisi Tunggal Data Morbiditas ... 19

M. Kerangka Teori ... 20

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 21

B. Kerangka Konsep ... 21

C. Identifikasi Variabel ... 21

D. Definisi Operasional ... 21

E. Populasi dan Sampel ... 22

F. Instrument Penelitian ... 23

G. Metode Pengumpulan Data ... 23

H. Pengolahan Data ... 24

I. Analisis Data ... 24

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengamatan ... 26 B. Pembahasan ... 32 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 39 B. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian ... 4

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 21

Tabel 4.1 Kode Diagnosa Utama Akurat dan Tidak Akurat ... 30

Tabel 4.2 Tingkat Ketidaksesuaian Kode Diagnosa Utama ... 35

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori... 20

(15)

xv

DAFTAR GRAFIK

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian 2. Surat Jawaban Penelitian

3. Struktur Organisasi Unit Rekam Medis BKPM Wilayah Semarang 4. Check List Diagnosa Utama Dan Akurasi Kode

5. Prosedur Tetap Instruksi Kerja Koding Dan Indeksing 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rumah sakit menurut SK No.983/Menkes/SKI/IX/1992 mempunyai tugas dan fungsi utama sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat, selain itu rumah sakit dapat digunakan sebagai pelayanan rujukan medis spesialistik yang mempunyai fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan kesehatan juga berfungsi sebagai tempat pendidikan dan penelitian dan salah satu faktor yang ikut mendukung upaya tersebut adalah melalui penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit.(1) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan rekam medis dan peraturan-peraturan lain yang mendukung kewajiban untuk menyelenggarakan rekam medis serta menyimpan, menjaga dan bertanggung jawab atas kerahasiaan dokumen rekam medis pasien.

Dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 269 tahun 2008 tentang rekam medis disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.(2)

Diagnosis adalah suatu penyakit atau keadaan yang diderita oleh seorang pasien yang menyebabkan seorang pasien memerlukan atau mencari dan menerima asuhan medis dan tindakan medis (medical

(18)

2

care).(3) Kecepatan dan ketepatan koding dari suatu diagnosis sangat

tergantung kepada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut. Tenaga medis memiliki tanggung jawab menetapkan diagnosis, kemudian tenaga rekam medis yang bertugas menetapkan kode sesuai diagnosis. Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait, tidak boleh diubah, oleh karena itu penetapan diagnosis harus spesifik sehingga dapat dikoding dengan akurat. Koding ini harus tepat dan sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10.

Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang juga telah menyelenggarakan rekam medis dan menggunakan ICD-10 sebagai pedoman dalam pelaksanaan koding penyakit. Pada Unit Rawat Jalan pemberian kode diagnosa penyakit di BKPM wilayah Semarang didasarkan pada diagnosa utama yang terdapat pada formulir RM.2 atau lembar riwayat penyakit rawat jalan dalam dokumen rekam medis.

Berdasarkan survey awal pada bulan Mei 2014 masih ditemukan ketidakakuratan kode diagnosis pada 20 Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di ruang filling yang mencapai 75%. Ditemukan ketidaksesuaian hasil laboratorium dan hasil radiologi dengan diagnosa utama. Hasil pemeriksaan penunjang tidak menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk meneliti tentang

“Tinjauan Akurasi Kode Diagnosa Utama Menurut ICD-10 Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang Periode Triwulan I Tahun 2014”.

(19)

3

B. Rumusan Masalah

Bagaimana tinjauan akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis rawat jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui tinjauan akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis rawat jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui prosedur koding diagnosa utama Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.

b. Mengetahui diagnosis utama Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.

c. Menganalisis akurasi kode diagnosis utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.

d. Mengetahui persentase kode akurat dan tidak akurat pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM Wilayah Semarang.

D. Manfaat Penelitian

(20)

4

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang akurasi kode diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.

2. Bagi akademik

Sebagai tambahan pengetahuan bagi mahasiswa mengenai pelaksanaan ICD-10 dalam mengkoding penyakit pada Dokumen Rekam Medis.

3. Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan serta pembelajaran tentang akurasi kode diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No. Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil 1. Deny kartika sari Keakuratan kode diagnosis utama neoplasma penyakit kandungan (non persalinan) pada dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-Metode observasi dengan pendekatan cross sectional serta jenis penelitian secara 2% dokumen akurat, 98% dokumen yang tidak akurat. Ketidaktelitian petugas koding dalam mengkode diagnosis akan mempengaruhi ketidakakuratan kode diagnosis utama.

(21)

5

10 di RSUD Tugurejo

Semarang 2007.

explanatory.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah :

1. Penelitian ini meneliti tinjauan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan, sedangkan penelitian diatas meneliti Keakuratan kode diagnosis utama neoplasma penyakit kandungan (non persalinan) pada dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-10.

2. Penelitian ini dilakukan pada triwulan 1 tahun 2014 sedangkan penelitian diatas dilakukan pada tahun 2007.

F. Ruang Lingkup

1. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk lingkup ilmu rekam medis. 2. Lingkup Materi

Lingkup materi dalam penelitian ini adalah klasifikasi penyakit dan tindakan berdasarkan ICD-10.

3. Lingkup Lokasi

Lokasi penelitian adalah bagian filling BKPM wilayah Semarang. 4. Lingkup Metode

Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pendekatan desain

cross sectional.

(22)

6

Dokumen rekam medis Rawat Jalan pada lembar RM.2 (lembar riwayat poliklinik).

6. Lingkup waktu

(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Pengertian rekam medis menurut Surat Peraturan Menteri Kesehatan RI No.749a tahun 1989, pasal 10 tentang dokumen rekam medis adalah berkas rekam medis milik sarana kesehatan, isi rekam medis milik pasien dan merupakan berkas yang wajib di jaga kerahasiaannya. Menurut Huffman E K ,1992 rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya dan memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.(4)

2. Manfaat Rekam Medis

a. Bukti tertulis (documentary advidence) tentang pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit dan keperluan lain.

b. Alat untuk analisa dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.

c. Alat untuk melindungi kepentingan hukum bagi pasien, dokter, tenaga kesehatan lainnya dirumah sakit.

d. Untuk penelitian dan pendidikan.

(24)

8

3. Kegunaan Rekam Medis

a. Administration ,data dan informasi yang dihasilkan rekam medis

dapat digunakan manajemen untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan berbagai sumber daya.

b. Legal , sebagai alat bukti hukum yang dapat melindung hukum

terhadap pasien, profider kesehatan dan pengelola serta pemilik sarana kehatan.

c. Financial, setiap jasa yang diterima pasien bila dicatat dengan

lengkap dan benar maka dapat digunakan untuk menghitung biaya yang harus dibayar pasien.

d. Reasearch, berbagai macam penyakit yang telah dicatat ke dalam

dokumen rekam medis dapat dilakukan penelusuran guna penelitian.

e. Education, para mahasiswa dapat belajar dan mengembangkan

ilmunya dengan menggunakan dokumen rekam medis.

f. Documentation, rekam medis sebagai dokumen karena memiliki

sejarah medis seseorang.(4)

B. Koding

1. Pengertian Koding

Koding adalah suatu kegiatan yang mentransformasikan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi suatu bentuk kode, yang memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisis data. Sistem koding dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai aspek dari asuhan keperawatan. Data asuhan kesehatan dapat

(25)

9

direpresentasikan dalam bentuk kode atau sistem numerik. Kode tersebut mewakili suatu deskripsi naratif yang mungkin mempunyai arti yang berbeda bagi masing-masing orang.(5)

2. Tujuan Koding

Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan informasi kesehatan. Data klinis yang terkode dibutuhkan untuk me-retrive informasi guna kepentingan asuhan pasien, penelitian, peningkatan performansi pelayanan, perencanaan dan manajemen sumber daya, serta untuk mendapatkan reimbursement yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.

3. Pedoman sederhana koding

a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode, kemudian carilah dalam buku ICD volume 3 pada bagian yang sesuai.

b. Temukan lead termnya.

c. Bacalah semua catatan yang tercantum dibawah lead term.

d. Bacalah semua terminologi yang ada dalam kurung dibelakang lead term, dan juga semua terminologi yang tercantum dibawah lead term sampai seluruh kata dalam pernyataan diagnostic telah selesai diikuti.

e. Ikuti dengan hati-hati cross references (kata see dan see also) yang termasuk dalam indeks.

f. Rujuk dalam tabulasi dalam volume 1 untuk verivikasi kecocokan nomor kode terpilih.

g. Berpedomanlah pada inclusion atau exlusion terms. Yang ada dibawah kode terpilih, atau dibawah judul bab, blik atau kategori.

(26)

10

h. Tentukan kode yang sesuai.(5)

C. ICD-10

1. Pengertian ICD-10

ICD-10 adalah singkatan dari The International Statistical

Classification of Diseases and Related Health Problems-10 th Revision. Fungsi dasar dari ICD adalah sebagai klasifikasi penyakit,

cedera, dan sebab kematian untuk tujuan statistik. World Health

Organization (WHO) mempromosikan klasifikasi tersebut dengan

tujuan agar berbagai Negara didunia dapat merekam data kesehatannya dengan cara yang sama dan komparabel.

2. Tujuan ICD

a. Untuk mempermudah perekaman yang sistematis, untuk keperluan analisis, interpretasi dan komparasi data morbiditas maupun mortalitas yang dikumpulkan dari berbagai daerah pada saat berlainan.(5)

b. Untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik, yang memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisi data.

D. Struktur ICD -10

Struktur dasar ICD adalah suatu daftar kode tunggal dari ketegori 3-karakter, yang masing-masing dapat dibagi lebih lanjut menjadi subkategori 4-karakter. Sebagai pengganti dari sistem koding numerik pada revisi sebelumnya, revisi ke-sepuluh ini menggunakan kode

(27)

11

alfanumerik dengan sebuah huruf dibagian depan dan angka pada posisi kedua, ketiga dank ke-empat. Struktur dasar ICD dikembangkan berdasarkan klasifikasi yang disusun oleh William Farr, sebagai :

1. Penyakit-penyakit epidemi.

2. Penyakit-penyakit umum/ konstitusional.

3. Penyakit-penyakit yang terlokalisir pada letak tertentu. 4. Penyakit-penyakit tumbuh kembang.

5. Cedera/luka.(5)

E. Formulir RM.02 (Lembar Riwayat Poliklinik)

Informasi yang perlu dicatat yaitu anamnesa pasien. Informasi tentang identitas formulir RM.02 sebagai berikut :

1. Nama pasien 2. Alamat 3. Telepon 4. Umur

5. Jenis kelamin 6. Nomor rekam medis

F. Formulir Pendukung Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan

Formulir pendukung pada dokumen rekam medis selain RM-02 diantaranya adalah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dibawah ini dijelaskan pengertiannya :

(28)

12

Lembar anamnesa yaitu formulir yang berisikan catatan tentang hasil kegiatan wawancara antara pasien dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien.

b. Pemeriksaan fisik

Lembar pemeriksaan fisik yaitu formulir yang berisi tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang didalamnya meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

c. Pemeriksaan penunjang

Suatu formulir yang berisi tentang hasil pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap.(6)

G. Pengertian Diagnosis Utama

Diagnosa merupakan kata/phara yang digunakan oleh dokter untuk menyebut suatu penyakit yang diderita seorang pasien, ata keadaan yang menyebabkan seorang pasien memerlukan/ mencari/ menerima asuhan medis.(3)

H. Macam-macam diagnosis menurut WHO

1. Principal diagnosis

Adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit. 2. Other diagnosis

(29)

13

Diagnosis selain principal diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi dimana pasien mendapatkan pengobatan, atau dimana dokter mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan untuk memasukkannya dalam pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.

3. Complication

Suatu diagnosis tambahan yang menggambarkan suatu kondisi yang muncul setelah dimulainya observasi dan perawatan di rumah sakit yang mempengaruhi perjalanan penyakit pasien atau asuhan medis yang dibutuhkan. Komplikasi adalah suatu kondisi yang muncul selama pasien dirawat di rumah sakit yang memperpanjang Length Of

Stay (LOS) pasien tersebut setidaknya satu hari rawat pada 75%

kasus.(6)

I. Faktor-faktor Pengaruh Akurasi Kode Penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi kode adalah : 1. Tenaga medis

Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan utama pada seorang pasien bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, khususnya data klinis yang tercantum dalam dokumen rekam medis. Data klinis berupa riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah pengobatan, laporan operasi atau prosedur lain merupakan input yang akan dikoding oleh petugas koding dibagian rekam medis. Beberapa hal yang dapat menyulitkan petugas koding antara lain adalah penulisan diagnosis tidak lengkap, tulisan yang tidak terbaca, penggunaan singkatan atau istilah yang tidak baku atau tidak

(30)

14

dipahami, dan keterangan atau rincian penyakit yang tidak sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan.

2. Petugas koding

Akurasi koding (penentuan koding) merupakan tanggung jawab tenaga rekam medis, khususnya tenaga koding. Kurangnya tenaga pelaksana rekam medis khususnya tenaga koding baik dari segi kualitas amupun kuantitas merupakan faktor terbesar dari penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit di Indonesia. Kualitas petugas koding di unit rekam medis dapat dilihat dari :

a. Pengalaman kerja

Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat mendukung dalam pelaksanaan tugasnya. Petugas koding yang berpengalaman dapat menentukan kode penyakit lebih cepat berdasarkan ingatan dan kebiasaan. Namun pengalaman kerja saja belumlah cukup untuk menghasilkan kode yang akurat dan presisi, bila tidak ditunjang dengan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.

b. Pendidikan

Salah satu penyebab kesalahan dalam keakuratan koding yaitu kurangnya pengetahuan mengenai aturan-aturan dalam koding yang menggunakan ICD-10. Dalam kurikulum pendidikan tenaga ahli madya perekam medis dan informasi kesehatan, kemampuan koding merupakan salah satu kompetensi utama yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.

(31)

15

c. Pelatihan

Tenaga rekam medis yang belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan khusus dibidang perekam medis dan informasi kesehatan, maka harus mengikuti pelatihan tenaga rekam medis yang bersifat aplikatif berupa in house atau in the job training. Pelatihan tersebut diharapkan membantu meningkatkan pemahaman dan ketrampilan tenaga koding.

d. Faktor lain

Kualitas tenaga kerja atau sumber daya manusia pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor sumber daya manusia lain seperti usia, motivasi, sistem remunerasi, sanksi, dan lain-lain.

3. Kelengkapan dokumen rekam medis

Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis, yang mencerminkan pula mutu pelayanan dirumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsitensi dan kelengkapan isinya.

4. Kebijakan

Kebijakan rumah sakit yang dituangkan dalam bentuk SK Direktur, Protap (Prosedur Tetap) atau SOAP (Standard Operating Procedures) akan mengikat dan mewajibkan semua petugas dirumah sakit yang terlibat dalam pengisian lembar-lembar rekam medis

(32)

16

melaksanakannya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

5. Sarana dan prasarana

Sesuai dengan standar pelayanan rekam medis, maka fasilitas dan peralatan yang cukup harus disediakan guna tercapainya pelayanan yang efisien. BukuI ICD, Kamus Kedokteran (Kamus Terminologi Medis) dan Kamus Bahasa Inggris merupakan sarana yang penting bagi tenaga koding. Dalam Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia (1997), yang termasuk prasarana adalah (5) :

a. Permenkes No.749a (yang sekarang diperbarui dengan Permenkes No 377).

b. Juknis Rekam Medis.

Sedangkan sarananya adalah :

a. ATK (Alat Tulis Kerja) b. Computer dan printer

c. Daftar Tabulasi Dasar (DTD) d. Formulir Rekam Medis (RL) e. Buku ICD

J. Aturan Morbiditas

Informasi harus disusun secara sistematis menggunakan metode standar pencatatan. Adapun yang harus diperhatikan dalam penulisan diagnosis adalah :

(33)

17

Masing-masing pernyataan diagnostik harus seinformatif mungkun (selengkap) mungkin agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada kedalam kategori ICD yang paling spesifik.

2. Diagnosis atau gejala yang tak tentu

Bilamana sampai dengan akhir episode perawat tidak didapatkan diagnosis pasti (defite) tentang penyakit atau masalah, maka informasi yang paling spesifik dan kondisi yang diketahui memerlukan perawatan atau pemeriksaan saat itulah yang direkam. Hal ini dilakukan dengan menyatakan suatu gejala, masalah atau temuan abnormal sebagai diagnosis. Pernyataan diagnosis yang ditulis sebagai “mungkin” (possible), “dipertanyakan” (questionable), atau “curiga” (suspected), menunjukkan bahwa kondisi tersebut sudah dipertimbangkan namun belum dapat dipastikan.

3. Alasan non-morbid kontak dengan pelayanan kesehatan

Suatu periode perawatan atau saat kontak dengan pelayanan kesehatan tidak selalu berkaitan dengan pengobatan / pemeriksaan penyakit / cedera saat ini. Periode tersebut juga dapat terjadi seseorang yang (mungkin) tidak dalam keadaan sakit namun membutuhkan atau menerima pelayanan kesehatan tertentu : rincian dari keadaan tersebut diatas haruslah direkam sebagai “main

condition” (kondisi utama).

4. Kondisi ganda

Suatu periode perawatan menyangkut sejumlah kondisi yang saling terkait (misalnya cedera multiple, sequalae multiple akibat penyakit atau luka sebelumnya atau kondisi multiple yang terjadi pada

(34)

18

penyakit HIV), maka salah satu kondisi yang jelas paling parah serta membutuhkan lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan lainnya harus direkam sebagai “main condition” (kondisi utama), sedangkan yang lain sebagai “other condition”. Bila tidak ada kondisi yang lebih dominan, maka istilah seperti “multiple fractures”, “multiple

head injuries” atau “HIV disease resulting in multiple infections” dapat

direkam sebagai “main condition” yang diikuti oleh daftar kondisi tersebut.

5. Kondisi akibat sebab luar

Kondisi cedera, keracunan atau akibat lain dari sebab luar terekam, sangat penting artinya untuk menggambarkan secara lengkap kondisi yang ada dan keadaan lingkungan yang menyebabkan timbulnya hal tersebut.

6. Pengelolaan terhadap sequalae

Suatu periode perawatan ditunjukan untuk pengobatan atau pemeriksaan dari kondisi residual (sequalae) dari suatu penyakit yang sudah tidak ada lagi, sequelle tersebut harus digambarkan secara lengkap dan disebutkan kondisi awalnya, disertai indikasi yang jelas bahwa penyakit awalnya sudah tidak ada lagi.(6)

K. Aturan Reseleksi Kondisi Utama

1. Rule MB 1

Bilamana suatu kondisi minor atau kondisi yang sudah lama terjadi, atau masalah yang bersifat insidential tercatat sebagai kondisi utama. Sedangkan kondisi yang lebih signifikan dan lebih relevan

(35)

19

terhadap pengobatan yang diberikan dan atau yang lebih sesuai dengan spesialisasi yang merawat pasien, terekam sebagai kondisi lain.

2. Rule MB 2

Bilamana beberapa kondisi yang tak dapat dikode dengan kondisi multiple ataupun kategori kombinasi, terekam sebagai kondisi utama sedangkan rincian lain pada catatan mengacu pada salah satu kondisi sebagai kondisi utama berdasarkan pelayanan kesehatan yang diterima pasien.

3. Rule MB 3

Bila suatu gejala (sympton) atau tanda (sign) yang umumnya terklasifikasi dalam bab XVII, atau masalah non-morbid yang terklasifikasi pada bab XXI terekam sebagai kondisi utama dan hal tersebut secara jelas menggambarkan tanda, gejala atau permasalahan dari kondisi yang didiagnosis di bagian lain, sedangkan perawatan atau pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien tersebut sesuai dengan gambaran diagnosisi tadi, maka lakukan reseleksi dengan memilih diagnosis yang terakhir sebagai kondisi utama yang harus dikode.

4. Rule MB 4

Apabila diagnosis terekam sebagai kondisi utama menggambarkan suatu kondisi dengan istilah yang lebih umum, sedangkan terminonogi yang lebih spesifik atau dapat memberikan informasi yang lebih presisi tentang lokasi atau gambaran lengkap dari kondisi tersebut diletakkan dibagian lain, maka reseleksilah

(36)

20

kondisi yang lebih spesifik tadi sebagai kondisi utama yang akan dikode.

5. Rule MB 5

Bilamana suatu gejala atau tanda direkam sebagai kondisi utama dengan indikasi bahwa kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi lainnya, atau sebab lain diluar yang terekam, maka sebaiknya pilih gejala (symptom) tersebut sebagai kondisi utama. Sedangkan bila terdapat dua atau lebih kondisi yang terekam sebagai pilihan diagnosis utama dan keduanya memungkinkan atau dipilih sebagai kondisi utama, maka pilihlah yang pertama kali direkam. Namun aturan MB 5 ini tidak dianjurkan untuk digunakan apabila masih ada pilihan atau alternative lain yang lebih baik, karena sangat rawan menyebabkan ketidakakurasian informasi diagnostik.(6)

L. Pedoman Pencatatan Data Diagnosis Dalam Analisis Kondisi Tunggal Data Morbiditas

1. Umum (general).

2. Kekhususan dan detail (specifity and detail).

3. Diagnosis yang belum pasti atau symptom (uncertain diagnoses or

symptoms).

4. Kontak dengan pelayanan kesehatan untuk alasan bukan sakit. 5. Kondisi ganda (Multiple condition).

6. Kondisi akibat kausa luar (condition due external causes). 7. Pengobatan kondisi sisa (sequelle).(10)

(37)

21

M. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Kresnowati, Lily. Modul KPT I General Koding. Semarang, 2008. (Tidak Dipublikasikan) Kebijakan : 1. SK 2. Protap 3. Akreditasi, dll Petugas koding : 1. Pendidikan 2. Pelatihan 3. Pengalaman kerja 4. Motivasi, dll Tenaga medis / paramedis : 1. Dokter 2. Perawat 3. Bidan KODING Sarana/prasarana : 1. ICD-10, ICOPIM, ICD-O, ICF, dll 2. Kamus bhs.inggris 3. Kamus kedokteran (terminologi) 4. Standar pelayanan medis Kelengkapan dokumen rekam medis : 1. Identitas 2. Hasil pemeriksaan /pengobatan 3. Tindakan/ pelayanan 4. Kesalahan /kekurangan pencatatan Pelaporan Kode morbiditas : Penulisan diagnosa utama

(38)

22

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian explanatory dengan metode observasi dan pendekatan cros sectional. Penelitian cros

sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara

faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen).(7)

B. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

C. Identifikasi Variabel

1. Diagnosa utama 2. Koding

3. Kode kategori akurat dan tidak akurat

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Nama Variabel Definisi Operasional

1. Diagnosa utama

Diagnosis utama adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit.

Diagnosis utama Koding Kode morbiditas :

a. Akurat b. Tidak akurat

(39)

23

No. Nama Variabel Definisi Operasional

2. Koding Koding merupakan tahapan – tahapan yang dilakukan oleh petugas koding dalam menetapkan kode diagnosis suatu penyakit berdasarkan aturan morbiditas ICD-10.

3. Kode akurat a. Keakuratan b. Tingkat

keakuratan

Kode akurat yaitu kode yang sesuai dengan kaidah ICD-10. Sedangkan kode yang tidak akurat adalah kode yang tidak sesuai dengan kaidah ICD-10. Prosentase kode yang akurat berdasarkan ICD-10. Prosentase hasil keakuratan diagnosis utama Rumus = jumlah kode akurat x 100% Jumlah dokumen yang diteliti

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah lembar RM-02 atau lembar riwayat poliklinik dokumen rekam medis rawat jalan pada bagian ruang filling pada tahun 2014 yaitu sebanyak 13581 DRM Rawat Jalan.

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling ( sampel acak sederhana).(8) Besar sampel yang diperoleh dari hasil perhitungan sejumlah 100 berkas RM, dengan perhitungan terhadap jumlah populasi yang diteliti dengan rumus sebagai berikut :

(40)

24 n = N = 13581 1 + N ( d² ) 1 + 13581 (0,1²) = 13481 = 99,98 100 DRM Rawat Jalan 135,83 Keterangan :

n : besarnya sampel N : jumlah populasi d² : tingkat kesalahan (0,1) / 10%

3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel random kemudian menjatuhkan pensil pada tabel setelah pensil tersebut menyentuh , salah satu nomor urut dalam tabel, no tersebut menjadi nomor urut pertama yang akan menjadi sampel dan dicari kedalam indeks penyakit.

F. Instrument Penelitian

1. Check – list

Digunakan untuk menulis diagnosis dan kode penyakit yang diteliti untuk mengetahui akurat atau tidaknya kode yang ditulis dokter. 2. ICD-10 Volume 1 dan volume 3

Untuk mengoreksi kode yang sudah dihasilkan.

G. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, karena data yang digunakan diperoleh dari komputer. Data sekunder yaitu data yang sudah diolah kembali. Pengumpulan data dilakukan

(41)

25

dengan cara observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada lembar RM-02 atau lembar riwayat poliklinik pada dokumen rekam medis rawat jalan.

H. Pengolahan Data

Terhadap data yang sudah diperoleh, dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing yaitu memeriksa kembali penulisan data yang dikumpulkan dari hasil observasi.

2. Cross check yaitu melakukan cross check diagnosis yang ditemukan pada dokumen rekam medis rawat jalan.

3. Tabulating yaitu membuat tabel untuk mengelompokan data diagnosa utama yang akurat dan tidak akurat untuk kemudian di deskripsikan hasil dari prosentase akurasi data diagnosa tersebut.

4. Calculating untuk mencari prosentasi tingkat akurasi kode diagnosa utama pada dokumen rekam medis rawat jalan.

I. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriftif untuk mendapatkan gambaran tingkat akurasi kode diagnosa utama Dokumen Rekam Medis sesuai dengan keadaan sebenarnya tanpa melakukan uji statistik.

1. Menghitung prosentase kode diagnosa yang akurat dan tidak akurat dengan rumus sebagai berikut :

(42)

26

a. Kode akurat

= Ʃ kode diagnosa utama yang akurat x100% Ʃ popolasi yang diteliti

b. Kode tidak akurat

= Ʃ kode diagnosa utama yang tidak akurat x100% Ʃ popolasi yang diteliti

2. Hasil yang dapat dianalisis secara deskriftif, yaitu mengenai tinjauan ketidakakuratan kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014. Kemudian dari hasil penelitian yang didapat tersebut dibandingkan dengan teori untuk ditarik kesimpulan.

(43)

27

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Sejarah Singkat BKPM Wilayah Semarang

Didirikan pertama kali pada tanggal 2 September 1962, dengan nama Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru (BP4), yang terletak di Jl. Pandanaran No. 25 Semarang. Tenaga yang melaksanakan pelayanan saat itu sebanyak 23 orang pegawai. Kunjungan BP4 dari tahun ke tahun terus bertambah banyak, sehingga tempat pelayanan kurang mencukupi dan kurang memenuhi syarat untuk pelayanan.

Pada tanggal 4 Februari 1980, BP4 Semarang pindah ke Jl. KH Achmad Dahlan No. 39 Semarang. Pimpinan BP4 sejak berdiri sampai sekarang adalah sebagai berikut :

Tahun 1962 – 1970, dipimpin dr. R. Soemartono, Ahli Paru-paru Tahun 1970 – 1984, dipimpin dr. R. Soemanto, Ahli Paru-paru Tahun 1984 – 1988, dipimpin oleh dr. Agus Djupri

Tahun 1988 – 1992, dipimpin oleh dr. Raharjo, SP

Tahun 1992 – 1994, dipimpin oleh dr. Hermawati Anantaraharja Tahun 1994 – 2002, dipimpin oleh dr. Endang Merdekaningsih Tahun 2002 – 2010, dipimpin oleh dr. Nurhayati, M.Kes

Tahun 2010 – 2014, dipimpin oleh dr. I.G.A. Trimurti, M.Kes. Tahun 2014 – sekarang sebagai Kepala BKPM Semarang adalah Dr.A.A Sg.Sri Rika Puniwati.

(44)

28

Awalnya Pelayanan BKPM Wilayah Semarang mempunyai tujuan sosial, menolong masyarakat yang terkena penyakit paru-paru dengan pelayanan secara Cuma-Cuma. Karena harga obat semakin meningkat dan masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan semakin banyak, sedangkan kondisi keuangan pemerintah tidak mencukupi, maka BP4 diganti nama menjadi Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4), sesuai yang tertuang dalam SK Menkes No. 144/Menkes/SK/IV/1978 tahun 1978. Sejak penggantian nama tersebut maka penderita penyakit paru-paru yang berobat dipungut biaya sekedarnya. Kemudian sebagai dasar tarif pelayanan kesehatan di BP4 maka diterbitkan Surat Edaran Dirjen Binkesmas Departemen Kesehatan RI No. 958/BM/DJ/KEU/VI/1992, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pola Tarif Pelayanan Kesehatan di BP4. Pada tahun 2001 diterbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2001 tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Dengan adanya Otonomi Daerah, nama BP4 berubah menjadi Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) sesuai dengan Perda Propinsi Jawa Tengah No. 1 Tahun 2002 tentang Pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Perda tersebut maka BP4 tidak hanya melaksanakan pelayanan pengobatan saja, tetapi juga melaksanakan pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif.

Seiring berjalannya waktu, perkembangan pelayanan kesehatan paru dituntut tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan perorangan

(45)

29

saja, tetapi juga melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Untuk itu pada bulan Juni 2008 disahkan melalui Pergub No. 42 Tahun 2008 terjadi perubahan nomenklatur dari Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) menjadi Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang.

a. Visi

”BKPM Wilayah Semarang menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan Paru dan Pernafasan yang profesional bagi masyarakat”.

b. Misi

1) Melaksanakan pelayanan kesehatan paru dan pernafasan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh masyarakat. 2) Meningkatkan profesionalisme, dedikasi dan loyalitas serta

kesejahteraan.

3) Menggerakan peran serta masyarakat untuk melaksanakan pembangunan kesehatan Paru secara terpadu dan berintegrasi dengan lintas sektor.

c. Tujuan

Meningkatkan status kesehatan paru dan pernafasan bagi masyarakat melalui upaya penanggulangan Penyakit Paru dan Pernafasan secara menyeluruh.

2. Struktur Organisasi Unit Rekam Medis BKPM Wilayah Semarang (terlampir)

(46)

30

3. Prosedur koding dan Fungsi Petugas Koding

Prosedur koding dan fungsi dari petugas koding berdasarkan buku instruksi kerja yang telah disahkan oleh kepala BKPM Wilayah Semarang adalah :

a. Petugas koding / indeksing menerima DRM lengkap dari assembling.

b. Petugas koding / indeksing melihat diagnosa yang tercantum dalam formulir RM 02 / RM 03.

c. Petugas koding / indeksing meneliti keakuratan diagnosa berdasarkan pemeriksaan penunjang (laboratorium,radiologi, dll). d. Petugas koding / indeksing menetapkan kode diagnosa

berdasarkan ICD-10.

e. Petugas koding / indeksing menulisakn kode diagnosa pada formulir RM 02, RM 03.

f. Petugas koding / indeksing melihat kembali diagnosa masing - masing klinik pada komputer, dengan membuka log in masing - masing klinik.

g. Petugas koding / indeksing merubah kode diagnosa bila terjadi kesalahan pengisisan di komputer.

h. Petugas koding / indeksing menyerahkan DRM lengkap ke urusan filling.

i. Petugas koding / indeksing mencetak indeks penyakit bulanan, dan rekapan indeks penyakit.(14)

(47)

31

4. Diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan

Berdasarkan observasi penelitian di BKPM Wilayah Semarang diketahui bahwa diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan terdiri dari berbagai macam diagnosa yang ditulis oleh dokter yaitu principal diagnosis (diagnosis utama) dan other diagnosis (diagnosis lain). Sehingga aturan morbiditas dan reseleksi koding morbiditas dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan seleksi ulang (reseleksi) kondisi utama yang akan dikode, meskipun tanpa merubah penulisan diagnosis. Aturan reseleksi diberi nama RULE MB 1, RULE MB 2, RULE MB 3, RULE MB 4, RULE MB 5. Hal ini penting dilakukan untuk agar kode benar-benar dapat mewakili gambaran informasi diagnostik yang terkan dung dalam dokumen.(6) 5. Tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen

Rekam Medis Rawat Jalan

Hasil penelitian yang didapat dari total sampel sejumlah 100 dokumen. Jumlah kode diagnosa yang akurat sebesar 59 dokumen dan jumlah kode diagnosa utama yang tidak akurat sebesar 41 dokumen.

Tabel 4.1

Kode Diagnosa Utama Akurat dan Tidak Akurat

Total sampel

Jumlah kode diagnosa akurat

Jumlah kode diagnosa tidak akurat

(48)

32

6. Prosentase tingkat akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan

Berdasarkan data tersebut didapatkan angka prosentase tingkat akurasidokumen rekam medis rawat jalan yang diteliti sebesar :

Kode akurat = Ʃ Kode Diagnosa Akurat X 100%

Ʃ Sampel Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan

= 59 x 100% 100

= 59 %

Kode tidak skurat = Ʃ kode diagnosa tidak akurat x 100%

Ʃ Sampel Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan = 41 x 100%

100 = 41 %

Grafik 4.1

Daftar Prosentase Kode Diagnosa Utama Akurat dan Tidak Akurat

Prosentase Tingkat Akurasi Kode

Diagnosa Utama

kode akurat 59 % kode tidak akurat 41%

(49)

33

Dengan demikian dapat diketahui hasil prosentase akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014 yaitu dokumen yang akurat 59% lebih besar daripada dokumen yang tidak akurat sebanyak 41%.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan observasi terhadap sampel 100 dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang pada triwulan I tahun 2014 didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Tingkat Akurasi Kode Diagnosa Utama

Berdasarkan Dirjen RI , Direktorat Medis, dalam buku Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit dokter memegang peranan penting dalam penulisan diagnosa. Dalam aturan morbiditas disebutkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi akurasi kode morbiditas diantaranya adalah tenaga medis, dalam hal ini adalah dokter.(9) Penulisan diagnosa utama yang spesifik akan membantu petugas koding dalam pemberian kode diagnosa utama dengan tepat dan akurat.

Berdasarkan hasil penelitian pada 100 sampel Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan di BKPM wilayah semarang periode triwulan I tahun 2014 yaitu dokumen yang akurat 59 lebih besar daripada dokumen yang tidak akurat sebanyak 41.

(50)

34

a. Dokter menulis diagnosa utama check up kode petugas Z71.9. Pasien datang untuk mendapatkan surat pemeriksaan kesehatan guna memenuhi syarat TKHI, usia 47 tahun, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium cholesterol 239 mg/dl dengan nilai normal < 200 mg/dl, dan diberikan resep untuk obat neurodex tab sehingga kode peneliti adalah Z02.2. Dokter tidak mendiagnosa dan memberi tindakan pada hypercholesterolemia. Petugas koding tidak boleh menuliskan kode diagnosa tanpa diagnosa dokter, sehingga perlu mengklarifikasikan kepada dokter bahwa hasil pemeriksaan penunjang bisa menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis dan dapat diberikan tindakan atau terapi.

Proses penetapan diagnosis adalah :

Buka ICD-10 volume 3 tahun 2004 atau 2010 halaman 234 Examination

- medical (for) (of) - - admission to

- - - residential institution Z02.2

Buka ICD-10 volume 1 tahun 2004 atau 2010 halaman 1088 Z02.2 Examination for admission to residential institutions b. Dokter menulis diagnosa utama fracture kode petugas T14.2

sedangkan hasil pemeriksaan radiologi menunjukan fracture complete multiple os humerus dekstra dan fracture complete os radius dekstra sehingga kode peneliti adalah T02.2.

(51)

35

Proses penetapan diagnosis adalah :

Buka ICD-10 volume 3 tahun 2004 atau 2010 halaman 257 Fracture

- multiple - - limb

- - - upper (one) T02.2

Buka ICD-10 volume 1 tahun 2004 atau 2010 halaman 915 T02.2 fracture involving multiple regions of one upper limb Fracture of sites classifiable to S42.-, S32.-, and T10 of one upper limb

2. Tingkat prosentase akurasi kode diagnosa utama

Jumlah prosentase kode yang tidak akurat sebesar 41% sedangkan prosentase kode yang akurat sebesar 59%. Berdasarkan hasil penelitian di BKPM Wilayah Semarang ditemukan beberapa kasus diantaranya yaitu ketidaksesuaian hasil laboratorium dan hasil radiologi dengan diagnosa utama, diagnosa yang menjadi focus of

treatment sebagai diagnosa utama, pemeriksaan penunjang tidak

menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis, dokter tidak memberi terapi dan tindakan pada temuan abnormal pada hasil pemeriksaan penunjang, dokter tidak menuliskan diagnosis yang spesifik sehingga petugas koding tidak memilih kode yang spesifik. Dari total sampel 100 dokumen ditemukan jumlah diagnosis yang sesuai sebesar 29 dokumen dan jumlah diagnosis yang tidak sesuai sebesar 71 dokumen.

(52)

36

Tabel 4.2

Hasil Tingkat Ketidaksesuaian pemeriksaan penunjang dengan kode diagnosa utama

Total sampel Jumlah kode sesuai

Jumlah kode tidak sesuai

100 29 71

3. Faktor yang mempengaruhi akurasi kode diagnosa utama a. Tenaga koding

1) Pengalaman kerja

Akurasi kode diagnosis merupakan tanggung jawab dari tenaga rekam medis dalam mengkaji berkas rekam medis pengkode yang berpengalaman dan sudah bekerja cukup lama bisa memberikan kode-kode diagnosis utama lebih cepat dan akurat.(11) Petugas koding yang bertugas di unit rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang terdapat 2 orang petugas koding yang sudah bekerja selama 2 tahun dan 5 tahun sudah berpengalaman.

2) Pendidikan

Menurut DR. H. Soejoga, MPH, tahun 1996 tentang profesionalisme bidang Rekam Medis di Rumah Sakit didukung oleh latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu DIII Rekam Medis. Hal tersebut juga telah dituangkan dalam Pedoman Pengolahan Rekam Medis di Rumah Sakit.(11) Pendidikan terakhir petugas koding di BKPM Wilayah

(53)

37

Semarang adalah lulusan D III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

3) Pelatihan

Kebijakan Depkes yang mengatur tentang pelatihan, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelatihan bagi profesi kesehatan diperlukan untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna tenaga kesehatan. Upaya ini meliputi dalam bidang teknis, fungsional, dan administrasi.(12) Petugas koding di BKPM Wilayah Semarang yang bekerja selama 5 tahun pernah mengikuti pelatihan khusus dibidang koding yaitu pelatihan sesama anggota koding rekam medis di masing – masing BKPM di Indonesia. Sedangkan petugas koding yang bekerja selama setahun belum pernah mengikuti pelatihan khusus dibidang koding.

b. Tenaga medis

Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan utama pada seorang pasien bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, khususnya data klinis yang tercantum dalam dokumen rekam medis. Hasil observasi di BKPM Wilayah Semarang masih ditemukan beberapa hal-hal yang menyulitkan petugas koding antara lain adalah penulisan diagnosis tidak spesifik, ketidaksesuaian hasil pemeriksaan penunjang dangan diagnosa utama dan kondisi abnormal pada hasil pemeriksaan penunjang tidak menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis dan pemberian terapi.

(54)

38

c. Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan

Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis sangat mempengaruhi mutu rekam medis, yang mencerminkan pula mutu pelayanan dirumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsitensi dan kelengkapan isinya. Hasil observasi di BKPM Wilayah Semarang tidak ditemukan beberapa hal terkait ketidaklengkapan lembar formulir Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan.

d. Saranan dan prasarana

Berdasarkan buku pelatihan penggunaan klasifikasi internasional mengenai penyakit Revisi X (ICD-10) oleh Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik, dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya petugas koding dalam mengkode memerlukan alat bantu. Meliputi buku ICD-10 volume 1, 2, 3, kamus kedokteran, dan kamus bahasa inggris.(13) Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberian kode diagnosa utama dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang sudah mendukung kegiatan pengkodean yaitu buku ICD-10 volume 1 dan volume 3 dan ICD-10 electronic.

e. Kebijakan dan protap

Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No. 50/ Menkes/ 1998/ tentang penggunaan ICD-10 sebagai klasifikasi statistik internasional untuk penyakit dan masalah kesehatan lain.(3) di BKPM Wilayah Semarang sudah terdapat kebijakan instruksi kerja

(55)

39

koding dan indeksing mencakup tenaga medis. Isi dari instruksi kerja koding dan indeksing adalah :

1) Petugas koding / indeksing menerima DRM lengkap dari assembling.

2) Petugas koding / indeksing melihat diagnosa yang tercantum dalam formulir RM 02 / RM 03.

3) Petugas koding / indeksing meneliti keakuratan diagnosa berdasarkan pemeriksaan penunjang (laboratorium,radiologi, dll).

4) Petugas koding / indeksing menetapkan kode diagnosa berdasarkan ICD-10.

5) Petugas koding / indeksing menulisakn kode diagnosa pada formulir RM 02, RM 03.

6) Petugas koding / indeksing melihat kembali diagnosa masing - masing klinik pada komputer, dengan membuka log in masing - masing klinik.

7) Petugas koding / indeksing merubah kode diagnosa bila terjadi kesalahan pengisisan di komputer.

8) Petugas koding / indeksing menyerahkan DRM lengkap ke urusan filling.

9) Petugas koding / indeksing mencetak indeks penyakit bulanan, dan rekapan indeks penyakit.(14)

(56)

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan tentang tinjauan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada dokumen rekam medis rawat jalan di BKPM Wilayah Semarang periode triwulan I tahun 2014 dapat disimpulakan sebagai berikut :

1. Di BKPM Wilayah Semarang sudah terdapat kebijakan instruksi kerja koding dan indeksing mencakup tenaga medis. instruksi kerja koding dan indeksing yang telah disahkan oleh kepala BKPM Wilayah Semarang.

2. Diagnosa utama pada Dokumen Rekam Medis Rawat Jalan terdiri dari berbagai macam diagnosa yang ditulis oleh dokter yaitu

principal diagnosis (diagnosis utama) dan other diagnosis

(diagnosis lain).

3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel random. Dari 100 dokumen rekam medis rawat jalan yang diteliti, didapatkan kode diagnosa utama yang akurat sebanyak 59 dokumen sedangkan yang tidak akurat sebanyak 41 dokumen.

4. Tingkat prosentase akurasi kode diagnosa utama dokumen rekam medis rawat jalan yaitu sebanyak 59% yang akurat dan 41% tidak akurat.

(57)

41

B. Saran

1. Direktur atau kepala BKPM Wilayah Semarang dapat membuat kebijakan tentang penulisan diagnosis utama pada dokumen rekam medis rawat jalan sesuai dengan aturan morbiditas. Untuk mempermudah petugas koding dalam pemberian kode diagnosa utama.

2. Petugas koding :

a. Hasil pemeriksaan penunjang penting dilihat untuk mempertimbangkan kode diagnosis yang spesifik apabila diagnosa utama yang ditulis dokter tidak spesifik.

b. Aturan morbiditas dan reseleksi koding morbiditas dapat digunakan petugas koding sebagai pedoman untuk melakukan seleksi ulang (reseleksi) kondisi utama yang akan dikode, meskipun tanpa merubah penulisan diagnosis.

c. Apabila ditemukan kondisi abnormal pada hasil pemeriksaan penunjang, petugas koding tidak boleh menuliskan kode diagnosa tanpa diagnosa dokter, sehingga perlu mengklarifikasikan kepada dokter bahwa hasil pemeriksaan penunjang bisa menjadi alasan pertimbangan penegakan diagnosis dan dapat diberikan tindakan atau terapi.

3. Dokter :

a. Dokter sebaiknya mempertimbangkan kondisi abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk mendiagnosa dan diberikan tindakan.

(58)

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Shofari, Bambang, 2004. Pengelolaan Sistem Rekam Medis. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997. Dirjen Pelayanan

Medis Pedoman Pengelolaan Rekam Medis di Rumah Sakit Indonesia.

Jakarta.

3. Kresnowati, Lily, 2005. Hand Out ICD-10. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)

4. Huffman.E.K, 1994. Health Information Management, Physician Record

Company, Berwyn, Illinois.

5. Kresnowati, Lily, 2008. Modul KPT I General Koding. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)

6. Kresnowati, Lily, 2012. Modul Klasifikasi Tindakan II Morbiditas Koding. Semarang. (Tidak Dipublikasikan)

7. Riyanto, Agus, 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta.

8. Notoatmodjo, Soekidjo, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.

9. Dirjen RI, Direktorat Pelayanan Medis, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI no 269 / PERMENKES / PER / III / 2008, Penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit.

10. Ikatan Alumni Akademi Perekam Kesehatan Indonusa Esa Unggul, 1999.

(59)

43

11. Soejoga, 1998. Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Pengembangan Program Rekam Medis di Indonesia. Semarang.

12. Untoro, Sis, 1998. Mempersiapkan SDM Bagi Profesi dan Rekam Medis

Informasi Kesehatan. Semarang.

13. Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik, 1997. Pelatihan

Penggunaan Klasifikasi Internasional Mengenai Penyakit Revisi I.

Jakarta.

14. Prosedur Tetap BKPM Wilayah Semarang, 2010. Instruksi Kerja Koding

dan Indeksing. Semarang.

15. Depkes RI. Dirjen Yanmed, 2000. Pelatihan Penggunaan Klasifikasi

Internasional Mengenai Penyakit Revisi X (ICD-10). Jakarta.

16. Vicent, Gaspers. Penarikan Contoh Acak Sederhana (Simple Random

Sampling).

17. DepKes RI, 1999. Pedoman Penggunaan ICD-10 Seri 1. Jakarta.

18. World Health Organization, 2004. International Statistical Clasification Of

Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 1). Geneva.

19. World Health Organization, 2004. International Statistical Clasification Of

Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 2). Geneva.

20. World Health Organization, 2004. International Statistical Clasification Of

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

waktu yang diperlukan untuk 10 diagnosa yaitu 73,63 menit dikoding oleh 1 orang petugas koding, tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan beban kerja coder dengan keakuratan

operasi sectio cesarean di kode 082.9 tanpa melihat indikasi lain yang terdapat dalam dokumen rekam medis, bahkan terkadang kode tersebut tidak sesuai dari

Instrument penelitian yang dugunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner berupa pertanyaan terkait karakteristik, sikap dan pengetahuan petugas rekam medis tentang kode

Penyebab dari ketidaktepatan dalam pemilihan kode diagnosis utama tersebut berdasarkan wawancara dan observasi kepada petugas koding adalah sebagai berikut :

Petugas hanya mengkode berdasarkan klasifikasi tertentu, misalnya untuk semua kasus partus dengan operasi sectio cesarean di kode 082.9 tanpa melihat indikasi lain yang terdapat

Kesimpulan dari penelitian ini adalah proses koding di RSUD Tugurejo Semarang khususnya pada pasien dengan kasus neoplasma periode triwulan I tahun 2014 belum sesuai dengan aturan

Berdasarkan data di atas diperoleh hubungan dari tingkat pengetahuan tenaga koder dengan tingkat kelengkapan dokumen medis terhadap ketepatan kode diagnosa utama Seksio Cesarean

Hasil dari laporan ini adalah perilaku mempengaruhi adanya ketidaklengkapan pada pengisian kode diagnosa rekam medis rawat jalan RS Husada Utama sehingga pihak rumah sakit diharuskan