• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 289

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor

Officieren

dan Stasiun KAI di Kota Cimahi

Jeremy Meldika

jeremy meldika@gmail.com

Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Perancangan Kebijakan (SA PPK), Institut Teknologi Bandung . Abstrak

Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI Kota Cimahi merupakan beberapa bangunan kolonial yang terlihat ikonik di Kota Cimahi. Societeit Voor Officieren sendiri memiliki kekhasan karena bangunan ini tampak megah dan berbeda dari bangunan sekitarnya. Selain itu, bangunan ini terletak di pertigaan jalan sehingga kemegahan bangunan ini dapat terlihat dari tiga sisi jalan yang berbeda. Stasiun Kota Cimahi juga memiliki kekhasan berbeda dari Societeit Voor Officieren, yaitu bentuk fasad yang terlihat merespon iklim tropis di Indonesia. Tujuan penulisan artikel ini sendiri adalah untuk menjelaskan, menjabarkan, dan mendiskusikan lebih lanjut desain ornamen pada fasad depan dan langgam yang digunakan bangunan kolonial yang dahulu dijadikan sebagai fungsi privat yaitu societeit dan fungsi publik yaitu station. Pada artikel ini penulis menitikberatkan pada bangunan Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI Kota Cimahi yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Kasus pada artikel ini adalah mendokumentasikan ornamen yang ada pada kedua bangunan tersebut serta bagaimana desain fasad dapat merespon fungsi bangunan. Secara umum, bangunan Societeit Voor Officieren menggunakan desain fasad dengan gaya arsitektur Neo Klasik yang dapat dilihat dari c iri-ciri dominan yang ada, yaitu desain yang simetris penuh dan penggunaan pilar-pilar. Sedangkan Stasiun Kota Cimahi menggunakan desain fasad dengan gaya arsitektur Vernacular Belanda yang sudah menggunakan unsur iklim tropis pada bangunannya.

Kata-kunci : desain, fasad, ornamen, societeit, stasiun

Pendahuluan

Keindahan dan kemegahan sebuah bangunan dapat dilihat dari fasad sebuah bangunan karena fasad/tampak luar yang dilihat pertama kali oleh seseorang sebelum melihat interior bangunan itu sendiri. Indonesia sendiri tampaknya merupakan ‘gudang’ atau ‘museum’ dari arsitektur kolonial karena Indonesia mengalami masa penjajahan Belanda yang sangat lama, yaitu 100 tahun lebih. Penulis ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana seorang arsitek Belanda pada jaman dulu dapat memunculkan kekhasan bangunan melalui fasad dan bagaimana sebuah fasad dapat merespon fungsi bangunan itu sendiri. Bangunan Societeit Voor Officieren itu sendiri dipilih karena bangunan ini memiliki kekhasan mulai dari c iri bangunan yang berbeda dengan lingkungan sekitar dan bagaimana letak bangunan ini yang berada di tengah-tengah pertigaan jalan, yaitu Jalan Gatot Subroto dan Jalan Stasiun. Pemilihan Stasiun KAI Kota Cimahi juga dikarenakan bangunan ini dekat dengan bangunan Societeit Voor Officieren dan juga memiliki kekhasan tersendiri dari fasadnya. Selain itu juga kedua bangunan ini memiliki privasi bangunan yang berbeda di mana Societeit Voor Officieren memiliki privasi lebih tinggi dibandingkan bangunan stasiun yang bersifat publik. Tujuan tulisan ini adalah untuk mendiskusikan dan menjabarkan ciri-ciri gaya desain fasad arsitektur pada masa kolonial pada kedua bangunan tersebut, mengategorikannya, serta menganalisis bagaimana desain fasad depan beserta ornamennya sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.

(2)

Keterkaitan Desain Fasad Depan pada Bangunan ‘The Historich’ dan Stasiun di Kota Cimahi

A 290 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Societeit Voor Officieren dan Stasiun Kereta Api Kota Cimahi

Societeit Voor Officieren atau yang jika diterjemahkan menjadi klub untuk pekerja Belanda itu sendiri saat ini memiliki nama ‘The Historich’. Bangunan ini dibangun pada tahun 1866 dan pengerjaannya dilakukan bersamaan dengan pembangunan Rumah Sakit Dustira di Cimahi yang merupakah rumah sakit militer. Sesuai dengan namanya, bangunan ini digunakan untuk tempat berpesta, tempat hiburan, dan sebagai tempat seni pertunjukan bagi para pekerja Belanda, khususnya anggota militer dan golongan tertentu. Setelah kemerdekaan, bangunan ini berganti nama menjadi Balai Pradjoetrit lalu diganti kembali menjadi Gedung Sudirman yang digunakan untuk Kantor DPRD Kota Cimahi. Setelah itu berakhir nama menjadi The Historich yang digunakan untuk gedung serba guna untuk pernikahan atau pesta lainnya. Ciri khas dari bangunan ini adalah adanya empat buah pilar yang menopang bangunan sehingga bangunan ini tampak megah. Jika malam hari, penggunaan lampu menambah kemegahan dari bangunan ini. Gaya bangunan ini mirip dengan gaya bangunan pada bangunan eropa yang kebanyakan berlanggam Neo klasik.

Stasiun Cimahi atau Station te Tjimahi pada masanya merupakan salah satu stasiun yang terbilang cukup penting di Pulau Jawa. Kota Cimahi pada masa penjajahan Belanda dijadikan sebagai pusat militer Belanda di Pulau Jawa karena letak Kota Cimahi yang dinilai cukup strategis. Kota Cimahi itu sendiri berada di simpang tiga jalur kereta api maupun jalan raya, yaitu Bogor-Bandung dan Cikampek-Padalarang. Sesuai fungsi bangunan ini yaitu sebagai pemberhentian transportasi darat, keberadaan Stasiun Kota Cimahi berperan penting juga untuk mengakomodasi kebutuhan militer Belanda dari Batavia ke Cimahi dan daerah Bandung sekitarnya. Bangunan ini dibangun pada tahun 1884 yang dilakukan bersamaan dengan pembangunan jalur kereta Bandung -Cianjur. Karakteristik bangunan ini terletak pada ornamen jendelanya dan penggunaan kanopi/cantilever yang merespon iklim tropis.

Gambar 1. Bangunan Societeit Voor Officieren yang diambilantara tahun 1895 – 1910

Sumber : media-kitlv .nl

Gambar 2. Bangunan Station te Tjimahi

yang diambil pada tahun 1907 Sumber : media-kitlv .nl

(3)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 291 Landasan

Arsitektur Kolonial dari masa ke masa mengalami banyak perubahan. Pada abad ke 16 hingga abad ke 18, bangunan memiliki bentuk yang panjang dan cenderung sempit. Atapnya memiliki bentuk yang curam dan dinding depan yang bertingkat. Lalu pada tahun 1800 hingga tahun 1902 muncullah gaya arsitektur Neo Klasik yang memiliki karakteristik denah yang simetris dan terdiri dari satu lantai, memiliki pilar menjulang dengan gaya Yunani, serta beratap perisai. Kemudian pada tahun 1902 sampai 1920 arsitektur kolonial di Indonesia mulai beradaptasi dengan arsitektur lokal seperti menggunakan gevel/gable pada fasad depan, penggunaan tower yang biasanya digunakan pada bangunan katedral, serta ventilasi bangunan yang lebar dan tinggi. Lalu memasuki tahun 1920 hingga 1940 mulai muncul bentuk bangunan modern yang menggunakan langgam International Style dan Art Deco, yaitu dengan menggunakan atap datar dan bentuk bangunan yang asimetris dan lebih dinamis dengan penggunaan domiasi garis lengkung.

Berikut ini adalah rincian gaya arsitektur kolonial dari masa ke masa menurut Furuhitho (2005):

 Gaya Neo Klasik

1. Denah simetris penuh dengan satu lantai 2. Memiliki tembok yang tebal

3. Langit-langit tinggi 4. Berlantai marmer

5. Beranda depan dan belakang sangat luas

6. Pilar menjulang dengan gaya Yunani (doric, ionic, korinthia) 7. Menggunakan atap perisai

 Gaya Vernacular Belanda

1. Penggunaan gevel/gable pada fasad depan dengan bentuk

gable

bervariasi, seperti

curvilinear gable, stepped gable, gambrel gable,

dan

pediment

(dengan

entablure

)

2. Penggunaan tower yang memiliki bentuk bermacam-macam (bulat, segiempat ramping, dan dikombinasikan dengan

gevel

depan) dan dormer

3. Banyak ventilasi dan bukaan yang lebar dan tinggi untuk aliran udara

4. Membuat galeri sepanjang bangunan untuk menghindari sinar matahari langsung dan hujan

5. Orientasi bangunan ke arah Utara Selatan

 Gaya Neo Gothic

1. Denah berbentuk kotak dan tidak salib

2. Tidak menggunakan penyangga/flying buttress karena atap yang tidak terlalu tinggi 3. Jendela berbentuk busur lancip

4. Plafon pada langit-langit berbentuk lekukan gothic yang terbuat dari besi 5. Terdapat dia buah menara pada desain fasad muka

 Gaya International Style 1. Atap datar

2. Bentuk bangunan kubus 3. Berwarna putih

4. Bentuknya asimetris dengan void saling tindih 5. Menggunakan gevel horizontal

 Gaya Art Deco

1. Bentuk masif

2. Atap datar

3. Perletakan asimetris dari bentukan geometris

(4)

Keterkaitan Desain Fasad Depan pada Bangunan ‘The Historich’ dan Stasiun di Kota Cimahi

A 292 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Pembahasan

Bangunan Societeit Voor Officieren sendiri memiliki ciri bangunan yang hampir mirip dengan Gaya Neo Klasik. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan empat buah pilar yang menjulang tinggi pada bagian fasad depan bangunan. Selain itu juga fasad depan bangunan ini sangat simetris mengikuti posisi bangunan yang berada di pertigaan jalan. Hal yang menarik adalah adanya ornamentasi bentuk ionic yang melengkung pada puncak pilar serta penggunaan alur sulur pada jalusi jendela. Bangunan ini juga menggunakan atap perisai yang terbuat dari genteng serta menggunakan detail-detail pada pertemuan antara dinding bangunan dan atap.

Gambar 3. Gambar tampak depan bangunan Societeit Voor Officieren. Sumber : Dokumentasi Penulis, Maret 2017

Gambar 4. Ornamen gaya Yunani pada pilar di bangunan Societeit Voor Officieren yang menggunakan bentuk ionic serta detail kotak-kotak pada dinding bangunan.

Sumber : Dokumentasi Penulis, Maret 2017

Gambar 5. Ornamen pada jendela bangunan yang menggunakan jalusi, penggunaan corak pada bagian atas

jendela, dan adanya pagar serambi (stoep) Sumber : https://ridw anderful.com

(5)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 293

Dari fasade tersebut dapat dilihat bahwa bangunan ini ingin menunjukkan sisi kemegahan dan keindahan layaknya sebuah acara hiburan yang indah dan membuat terpukau. Pemilihan ornamen ionic yang merupakan lambang dari wanita juga menunjukkan sisi feminin dan romantis pada bangunan ini di mana berfungsi untuk menghibur para tentara yang dominan diisi oleh kaum pria. Penggunaan tangga pada bagian teras dan pagar pada serambi (stoep) juga menunjukkan hierarki dan sisi privasi yang tinggi pada bangunan ini, di mana hanya orang tertentu yang dapat memasuki kawasan bangunan ini.

Berbeda dengan bangunan Societeit Voor Officieren , bangunan Stasiun KAI Kota Cimahi memiliki langgam yang sudah menyesuaikan dengan iklim tropis basah, yaitu Gaya Vernacular Belanda. Bentuk fasad pada dasarnya simetris dengan entrance berada di tengah bangunan. Jendela pada bagian atas bangunan memiliki jalusi yang mirip dengan jalusi pada bangunan Societeit Voor Officieren . Selain itu juga terdapat penyangga kanopi yang bentuknya mirip dengan jalusi jendela pada bagian atas.

Secara keseluruhan bangunan stasiun ini lebih mengikuti bentuk bangunan tradisional dimana atap yang digunakan sudah memakai jurai untuk merespon iklim basah di Indonesia serta penggunaan kanopi di setiap jendela untuk menghindari sinar matahari langsung.

Berbeda halnya dengan bangunan Societeit Voor Officieren yang berfungsi untuk kaum tertentu, bangunan stasiun ini digunakan untuk publik sehingga desain fasad yang digunakan tidak semegah bangunan Societeit Voor Officieren. Bangunan ini lebih difungsikan untuk kebutuhan transportasi umum sehingga agaknya lebih mementingkan kenyamanan dan keamanan dibanding sisi estetika. Kenyamanan yang dimaksud ialah menyesuaikan bangunan dengan iklim setempat, yaitu ditandai dengan atap yang menggunakan jurai, banyaknya bukaan untuk sirkulasi udara yang baik, serta kanopi pada jendela untuk menghindari sinar matahari langsung.

Gambar 6. Gambar tampak depan bangunan Stasiun KAI Kota Cimahi.

Sumber : Dokumentasi Penulis, Maret 2017

Gambar 7. Ornamen pada jendela di bagian atas stasiun serta detail penopang kanopi.

(6)

Keterkaitan Desain Fasad Depan pada Bangunan ‘The Historich’ dan Stasiun di Kota Cimahi

A 294 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa langgam yang digunakan pada kedua bangunan ini berbeda, dimana bangunan Societeit Voor Officieren memiliki langgam Neo Klasik sedangkan bangunan Stasiun KAI Cimahi lebih ke arah langgam Vernacular Belanda. Sesuai dengan fungsinya, bangunan Societeit Voor Officieren sebagai tempat hiburan/societeit ingin menampilkan sisi megah dan cantik pada fasad depan dengan penggunaan pilar, ornamen ionic, dan tangga yang menunjukkan tingkat hierarki. Akan tetapi berbeda dengan bangunan Stasiun KAI Cimahi sebagai bangunan publik, fasad depan yang ingin ditunjukkan ialah tampilan yang ramah dan nyaman kepada pengguna yang sesuai dengan iklim setempat.

Kelebihan tulisan ini ialah hasil dokumentasi yang terpercaya karena dilakukan oleh penulis langsung ke lapangan dan data yang diperoleh juga sesuai dengan fakta yang ada. Adapun kekurangannya ialah penulis tidak dapat secara detail mendokumentasikan ornamen fasad bangunan karena akses tertutup pada bangunan Societeit Voor Officieren sehingga penulis tidak dapat masuk ke area dalam.

Ucapan Terimakasih

Penulis ingin menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Arsitektur Kolonial di ITB, yaitu Bapak Bambang Setiabudi yang telah memberikan inspirasi dan pelajaran untuk menulis artikel mengenai bangunan kolonial. Penulis berharap tulisan ini ke depannya dapat diperbarui lebih baik lagi dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik serta saran untuk menyempurnakan artikel ini akan sangat diterima untuk pengembangan pengetahuan baik untuk penulis sendiri maupun untuk pembaca.

Daftar Pustaka

Pujantara, R. (2013). “Karakteristik Fasade Bangunan Peninggalan Kolonialisme dan Sebaran Spasialnya di KotaMakassar”,https://www.researchgate.net/publication/276059880_KARAKTERISTIK_FASADE_BANGUNAN_P ENINGGALAN_KOLONIALISME_DAN_SEBARAN_SPASIALNYA_DI_KOTA_MAKASSAR, diakses pada tanggal 4 Maret 2017

Historich. (2012). “Societeit Voor Officieren Cimahi”, http://thehistorich.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 4 Maret 2017

Furuhitho. (2005). “Arsitektur Kolonial”, http://furuhitho.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/40781/arsitektu r%2Bkolonial%2Bbahan%2BA.pdf, diakses pada tanggal 25 Maret 2017

Krier, R. (2001). Komposisi Arsitektur. Terjemahan. Jakarta: Erlangga

J.M Nas, Peter.(2009). Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia. Jakarta: Gramedia

Tabel 1. Perbedaan karakteristik fasad depan pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun Kota Cimahi. Sumber : Dokumentasi Penulis, Maret 2017

Kar akteristik Societeit Voor Officieren Station te T jimahi

Proporsi bangunan Simetris penuh Simetris

Pilar Terdapat pilar dengan ornamen ukiran ionic Tidak memiliki pilar Tangga teras Menggunakan tangga teras sebagai hierarki (lebih

priv at)

Tidak menggunakan tangga teras (lebih publik)

Pagar serambi Menggunakan pagar serambi dengan hiasan pot

bunga diatasny a Tidak menggunakan pagar serambi Bukaan jendela dan

v entilasi Hany a di bagian baw ah bangunan

Terdapat bukaan di bagian dekat atap dan bany ak bukaan di bagian baw ah C antilev er jendela Tidak menggunakan cantilev er jendela

Menggunakan cantilev er y ang lebar dengan peny angga y ang memiliki bentuk mirip

gelombang O rnamen jendela Menggunakan jalusi dengan bentuk alur sulur

bunga pada jendela depan

Menggunakan jalusi dengan alur bunga pada v entilasi atas dan jalusi kay u biasa pada

jendela baw ah

A tap Perisai dan lebih tipis Perisai dengan jurai dan tampak tinggi

Gambar

Gambar 1. Bangunan  Societeit Voor  Officieren  yang diambil antara tahun  1895 – 1910
Gambar 5. Ornamen pada jendela bangunan yang menggunakan jalusi, penggunaan corak pada bagian atas  jendela, dan adanya pagar serambi ( stoep )
Gambar 7. Ornamen pada jendela di bagian atas stasiun serta detail penopang kanopi.
Tabel 1. Perbedaan karakteristik fasad depan pada  Societeit Voor Officieren  dan Stasiun Kota Cimahi

Referensi

Dokumen terkait