• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan masing-masing kelompok 1 dengan pelatihan berjalan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan masing-masing kelompok 1 dengan pelatihan berjalan dengan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua kelompok perlakuan masing-masing kelompok 1 dengan pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set kelompok II dengan pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 4 repetisi 5 set, yang dilakukan empat kali seminggu selama empat minggu. Data yang didapat berupa : karakteristik subjek penelitian, data lingkungan penelitian, dan data kekuatan otot lengan dengan memakai Hand Dynamometer dalam satuan Kg pada masing-masing kelompok.

5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek

Karakteristik subjek penelitian terdiri dari umur, tinggi badan, berat badan, panjang (lengan), kebugaran fisik dengan menggunakan tes lari 2,4 km dalam satuan menit (waktu tempuh lari 2,4 km) yang datanya diambil sebelum pelatihan. Deksripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek SMP Negeri 9 Denpasar Karaksteristik Subjek Rerata + SB Kelompok 1 (n=14) Kelompok 2 (n=14) Umur (th) Tinggi Badan (cm) Berat Badan (kg) Panjang lengan (cm)

Waktu tempuh lari 2,4 km (mnt) 13,82 + 0,33 165,54 + 2,76 55,00 + 6,84 89,08 + 6,22 11,58 + 0,64 13,83 + 0,48 165,23 + 2,98 54,77 + 6,34 90,62 + 3,30 11,62 + 0,64 50

(2)

Berdasarkan tabel 5.1 maka rerata waktu tempuh lari 2,4 km kelompok I sebesar 11,58 menit dan simpangan baku, 0,64, sedangkan pada kelompok II rerata waktu tempuh lari 2,4 km 11,62 simpangan bakunya sebesar 0,64. Sedangkan waktu tempuh lari 2,4 km pada kedua kelompok menunjukkan berada pada kategori baik (Nala, 2002).

5.2 Lingkungan Penelitian

Kondisi lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah suhu, dan kelembaban relatif udara tempat pengambilan data. Hasilnya dicantumkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Data Deskriptif Suhu dan Kelembaban Relatif Udara Keadaan

Lingkungan

Rerata + SB

Awal Minimum Maximum

Rerata + SB Akhir Suhu (oC) Kelembaban (%) 28,69 + 0,71 72,55 + 4,26 27,60 68,00 30,00 80,00 28,70 + 0,71 72,56 + 4,26 Berdasarkan Tabel 5.2 rentang suhu berkisar antara 27,60-30,00C, sedangkan kelembaban relatif berada pada 68% sampai 80%. Kondisi lingkungan selama pelatihan berdasarkan pengukuran berada pada batas normal. Anggota sampel sudah teradaptasi dengan lingkungan pelaksanaan pelatihan yang sekaligus sebagai tempat olahraga sehari-hari, dengan demikian kondisi lingkungan tidak mempengaruhi pelaksanaan penelitian.

(3)

5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data

Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data hasil test kekuatan otot lengan yang memakai Hand Dynamometer dalam satuan Kg pada masing-masing kelompok, sebelum dan sesudah pelatihan. Uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene Test, yang hasilnya tertera pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Hasil uji normalitas dan homogenitas kekuatan otot lengan, sebelum dan sesudah pelatihan siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar Kekuatan otot lengan p.Uji Normalitas p.Homogenitas

(Shapiro-Wilk) (Levene-test) N. Kelompok 1 =14 orang N. Kelompok 2=14 orang Sebelum Pelatihan 0, 978 0,968 2,311 Sesudah Pelatihan 0, 984 0, 971 2,412 Selisih 0,600 0,300 2,493

Hasil uji normalitas (Spahiro Wilk-Test) tes kekuatan otot lengan sebelum pelatihan semua kelompok berdistribusi normal (p > 0,05). Demikian juga dengan sesudah pelatihan maupun selisih kekuatan otot tangan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok berdistribusi normal (p > 0,05).

Hasil uji homogenitas (Lavene-Test) menunjukkan kedua kelompok sebelum dan sesudah pelatihan serta selisih kekuatan otot lengan pada masing-masing kelompok p > 0,05, yang berarti kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan adalah homogen.

(4)

5.4 Uji Beda Rerata Kekuatan Otot Lengan Sebelum Pelatihan Kelompok I dan Sebelum Pelatihan Pada Kelompok II Siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

Untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan kekuatan otot lengan sebelum dan sebelum pelatihan pada masing-masing kelompok digunakan uji t-berpasangan (paired t-test) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.4

Tabel 5.4

Uji Beda Rerata Kekuatan otot lengan Sebelum pelatihan antara Kelompok I dan Kelompok II Siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

Sebelum Sebelum

Variabel pelatihan pelatihan Beda Rerata ± SB t p pelatihan (Kg) (Kg)

berjalan Kelompok I Kelompok II dengan tangan n=14 n=14

19,64 ± 16,79 ± 2,85 29,44 0,00

Untuk mengetahui gambaran grafik kekuatan otot lengan antara sebelum dan sebelum pelatihan pada masing-masing kelompok disajikan pada gambar 5.4.

Gambar 5.4 Grafik kekuatan otot lengan Sebelum pelatihan kelompok I dan sebelum Pelatihan kelompok II Subjek siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

(5)

5.5 Uji Beda Rerata Kekuatan Otot Lengan Sebelum Pelatihan Kelompok I dan Sesudah Pelatihan Kelompok II Siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

Untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok digunakan uji t-berpasangan (paired Samples t-test) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.5

Tabel 5.5

Uji Beda Rerata Kekuatan otot lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar Kelompok I dan Kelompok II

Sebelum Sesudah

pelatihan pelatihan Beda Rerata ± SB t p (Kg) (Kg)

Kelompok 1 19,07 ± 20,57± 1,5 29,44 0,00 Kelompok 2 18,86 ± 19,53 ± 0,67 16,92 0,00

Tabel 5.5 memperlihatkan beda rerata kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok yang dianalisis dengan uji t- berpasangan (paired samples t-test) menunjukkan bahwa kedua pelatihan menghasilkan perbedaan kekuatan otot lengan yang bermakna (p < 0,05).

Untuk mengetahui gambaran grafik peningkatan kekuatan otot lengan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok disajikan pada gambar 5.5.

(6)

Gambar 5.5 Grafik Peningkatan kekuatan otot lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Subjek siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

5.6 Persentase Peningkatan Kekuatan otot lengan Sebelum Pelatihan dan Sesudah Pelatihan Subjek Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar.

Persentase peningkatan kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan empat kali seminggu selama enam minggu pada kedua kelompok pelatihan dapat disajikan dalam Tabel 5.6

Tabel 5.6

Persentase Peningkatan Kekuatan otot lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Subjek Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

Kelompok Hasil Analisis Rerata Kekuatan otot lengan Sebelum (Kg) Rerata Kekuatan otot lengan Sesudah (Kg) Rerata Selisih kekuatan otot lengan (Kg) Persentase Peningkatan (%) Kelompok-1 19,64 24,79 5,15 26 % Kelompok -2 16,79 21,50 4,71 28 %

(7)

Untuk melihat persentase rerata peningkatan kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan dari kedua kelompok dapat juga disajikan dalam bentuk Grafik 5.6

Gambar 5.6 Grafik Persentase Rerata Peningkatan kekuatan otot lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Siswa kelas VII SMP Negeri 9 Denpasar

Berdasarkan persentase rerata peningkatan kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan empat kali seminggu selama enam minggu pada Tabel 5.6 dan grafik 5.6 menunjukkan bahwa persentase rerata peningkatan kekuatan otot lengan pada pelatihan kelompok 1 lebih besar dari kelompok 2.

5.7 Uji Beda Rerata dan Selisih Kekuatan Otot Lengan Pada Kelompok I Sebelum dan Sesudah dan Kelompok II Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Uji beda ini bertujuan untuk membandingkan rerata kekuatan otot lengan pada tes awal (sebelum pelatihan) dan tes akhir (sesudah pelatihan) pada kedua kelompok yang diberikan perlakuan berupa pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set pada kelompok 1 dan empat repetisi 5 set pada kelompok 2. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t- Independent (tidak berpasangan) disajikan pada Tabel 5.7.

(8)

Tabel 5.7

Uji Beda Rerata dan Selisih Kekuatan otot lengan pada Masing - Masing Kelompok

Kelompok Subjek

N Beda Rerata + SB Kekuatan otot lengan

(Kg) p Sebelum Perlakuan Kelompok-1 Kelompok-2 14 14 19.64 + 2.65 16.79 + 2.61 0,000 Sesudah Perlakuan Kelompok-1 Kelompok-2 14 14 24.79 + 2.15 21.50 + 2.45 0,000 Selisih pelatihan Kelompok-1 Kelompok-2 14 14 5,15 + 2,64 4,71 + 2,25 0,000

Tabel 5.7 memperlihatkan beda rerata kekuatan otot lengan sebelum pelatihan antara pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dengan pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter empat repetisi 5 set menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna, begitu juga sesudah pelatihan tidak menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05).

Sedangkan beda rerata selisih antara pelatihan 1 dengan pelatihan 2 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna hasil perlakuan kelompok 1 dibanding perlakuan kelompok 2 terhadap hasil tes kekuatan otot lengan bila dilihat dari selisihnya.

5.8 Uji Beda Rerata dan Selisih Kekuatan Otot Lengan Pada Tes Akhir Kedua Kelompok Pelatihan

Uji beda ini bertujuan untuk membandingkan rerata kekuatan otot lengan pada tes akhir kelompok 1 dan tes akhir kelompok 2 yang diberikan

(9)

perlakuan pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set pada kelompok-1 dan empat repetisi 5 set pada kelompok-2.

Hasil analisis kemaknaan dengan uji t- Independent (tidak berpasangan) disajikan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8

Uji Beda Rerata dan Selisih Kekuatan otot lengan Kelompok 1 dan Kelompok 2

Kelompok Subjek

N Beda Rerata + SB Kekuatan otot lengan

(Kg) p Sesudah pelatihan Sesudah pelatihan Kelompok-1 Kelompok-2 14 14 24,79 + 2.15 21,50 + 2.24 Selisih 14 3,29 + 2,09 0,00

Tabel 5.8 memperlihatkan beda rerata kekuatan otot lengan sesudah pelatihan kelompok 1 berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dan sesudah pelatihan kelompok 2 berjalan dengan tangan jarak 5 meter empat repetisi 5 set menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05).

Sedangkan beda rerata selisih sesudah pelatihan kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna hasil perlakuan kelompok 1 dibanding perlakuan kelompok 2 terhadap hasil tes kekuatan otot lengan bila dilihat dari selisihnya.

(10)

BAB VI PEMBAHASAN

SATE 6.1 Kondisi Subjek

Sampel berjumlah 28 orang dari Subjek kelas VII yang berjumlah 150 orang. Rerata umur subjek penelitian 13.82 tahun pada kelompok pelatihan-1 dan 13,83 tahun pada kelompok pelatihan II. Dilihat dari rerata umur, maka subjek dapat diberikan pelatihan berjalan dengan tangan menurut Bompa (2003). Mulai umur 11-12 tahun dapat dilatih menolak peluru dengan 4 kg dengan spesialisasinya berkisar antara umur 13-15 tahun (Nala, 2002).

Oleh karena umur sudah cukup maka pelatihan yang diterapkan tidak berefek negatif terhadap struktur dan fungsi tubuh atau dengan perkataan lain pelatihan yang diterapkan aman bagi subjek.

Rerata tinggi badan subjek penelitian adalah 165,54 cm pada kelompok pelatihan-1 dan 165,23 cm pada kelompok pelatihan-2. Hal ini berada pada batas nutrisi ringan sampai normal (standar WHO) yang berada pada persentil ke-50 (Soetjiningsih, 2005). Dengan demikian dari segi tinggi badan, subjek tidak ada kekurangan gizi yang berarti, sehingga subjek dapat diberikan dan dapat mengembangkan pelatihan yang diterapkan.

Rerata berat badan siswa SMP Negeri 9 Denpasar, yang dilibatkan sebagai subjek penelitian adalah 55,00 kg pada kelompok pelatihan-1 dan 54,77 kg pada kelompok pelatihan-2. Rerata berat badan ini berada pada mal nutrisi ringan sampai normal yang diambil pada persentil ke-50 standar WHO

(11)

(Soetjiningsih, 2005). Ini juga berarti subjek penelitian tidak ada kekurangan gizi yang berarti dan aktivitas pelatihan dapat dikembangkan.

Rerata panjang lengan yang dilibatkan sebagai subjek penelitian adalah 89,08 cm pada kelompok pelatihan-1 dan 90,62 cm pada kelompok pelatihan-2 Rerata waktu tempuh lari 2,4 km dari subjek penelitian adalah 11,58 menit pada kelompok pelatihan-1 dan 11,62 menit pada kelompok pelatihan-2. Dengan nilai rerata waktu tempuh lari 2,4 km ini maka kebugaran fisik pada kedua kelompok pelatihan menunjukkan berada pada kategori sedang, yaitu 10,49-12,10 menit (Cooper, 2003). Kebugaran fisik kategori sedang dipilih dengan pertimbangan subjek penelitian diasumsikan mampu melakukan pelatihan yang akan diterapkan dan kategori ini lebih banyak ada pada populasi tersebut. Tingkat kebugaran fisik yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan sehingga tidak dapat melakukan pelatihan semaksimal mungkin.

Hasil analisis karakterisik subjek penelitian kedua kelompok tidak ada perbedaan bermakna, karena subjek telah dikontrol. Dengan demikian karakterisik subjek penelitian yang meliputi : umur, tinggi badan, berat badan, panjang lengan, dan kebugaran fisik pada kelompok pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dan pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 4 repetisi 5 set untuk kedua kelompok pelatihan tersebut adalah sama.

Apabila sesudah pelatihan selama empat minggu ada perbedaan hasil kekuatan otot lengan, hal ini diakibatkan dari perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok.

(12)

6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian

Pelatihan dilaksanakan di lapangan SMP Negeri 9 Denpasar pada pukul 16.00 – 17.30 dengan variasi suhu antara 27,60-30,00 C dan kelembaban relatif berada pada 60%-80%. Berdasarkan data kelembaban relatif tempat pelatihan berlangsung masih dalam batas nyaman. Kondisi ini sangat mendukung pelaksanaan pelatihan, karena menurut Manuaba (1993) daerah yang nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan aktivitas pelatihan adalah pada kelembaban relatif yang berkisar antara 70-80%. Disamping itu tempat ini sering dipakai untuk kegiatan olahraga sehari-hari.

Mengingat siswa hampir setiap hari berada di tempat pengambilan data maka otomatis subjek sudah biasa terhadap lingkungan atau dengan kata lain lingkungan yang dipakai pengambilan data dalam keadaan nyaman. Lingkungan yang nyaman akan mengurangi pengeluaran keringat berlebihan sehingga subjek dapat beraktivitas maksimal dan dapat menghasilkan penampilan terbaik.

6.3 Distribusi dan Varians Subjek Penelitian

Distribusi subjek penelitian kedua kelompok sebelum dan sesudah pelatihan, dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test, sedangkan homoginitas varians antara kedua kelompok pelatihan diuji dengan Levene Test. Variabel yang diuji adalah kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok dan selisih antara kekuatan otot lengan sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok. Hasil

(13)

uji normalitas dan homogenitas untuk semua variabel tersebut menunjukkan p > 0,05 (tabel 5.3). Dengan demikian kedua kelompok baik sebelum perlakuan, sesudah perlakuan dan selisih antara kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah perlakuan berdistribusi normal dan homogen. Data yang memiliki sebaran normal dan homogen merupakan data parametrik (Dahlan, 2004), maka selanjutnya digunakan uji parametrik.

6.4 Pengaruh Pelatihan Berjalan Dengan Tangan Jarak 5 Meter 5 Repetisi 4 Set dan 4 Repetisi 5 Set Terhadap Kekuatan Otot Lengan

Sesudah pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dan 4 repetisi 5 set empat kali seminggu selama enam minggu, diperoleh data hasil tes awal dan tes akhir. Rerata kekuatan otot lengan pada kelompok-1 sebelum pelatihan sebesar 19,64 Kg dan sesudah pelatihan sebesar 24,79 Kg. Rerata kekuatan otot lengan sebelum pelatihan pada kelompok-2 sebesar 16,79 Kg dan sesudah pelatihan sebesar 21,50 Kg.

Berdasarkan analisis hasil tes kekuatan otot lengan antara tes awal dan tes akhir pada masing-masing kelompok dengan menggunakan uji t- paired test (Tabel 5.5), dapat disampaikan bahwa pada rerata kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan diperoleh nilai t = 29,44 dan p = 0,00 pada kelompok 1, sedangkan pada kelompok 2 nilai t = 16.92 dan p = 0,00. Dengan demikian rerata kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan diperoleh nilai p < 0,05 pada kedua kelompok perlakuan.

(14)

Hal ini berarti bahwa rerata kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok pelatihan terdapat perbedaan yang bermakna. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa kedua tipe pelatihan yang diterapkan dapat meningkatkan kekuatan otot lengan secara bermakna. Berarti hipotesis satu yaitu pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set meningkatkan kekuatan otot lengan dan hipotesis dua yaitu pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 4 repetisi 5 set meningkatkan kekuatan otot lengan terbukti.

Peningkatan hasil kekuatan otot lengantersebut sesuai dengan pendapat Pate, (2004), bahwa pelatihan yang dilakukan selama 6-8 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti yaitu mengalami peningkatan 10-20%. Pelatihan dengan frekuensi empat kali seminggu adalah sesuai dengan pemula dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti. Selanjutnya Bompa (2004), menyatakan proses pelatihan yang dilakukan secara sistematis, progresif, dan berulang-ulang akan memperbaiki sistem organ tubuh sehingga penampilan atlet mencapai optimal (Fox, 2003).

Kekuatan otot lengan dipengaruhi oleh kedua pokok komponen biomotorik yaitu kekuatan dan kelentukan, untuk meningkatkan kekuatan otot lengan dapat dilakukan dengan pelatihan beban (Nala, 2002). Pelatihan beban adalah latihan yang terorganisir dengan membuat otot-otot tubuh berkontraksi sebagai respon terhadap beban eksternal, tahanan tubuh atau peralatan lain untuk menstimulasi pertumbuhan dan kekuatan (Rogers, 2009).

(15)

Pada pelatihan otot, prinsip latihan yang sangat penting adalah progressive overload principle (Wilmore dan Costill, 2004).

Maksud prinsip ini adalah memberikan beban kerja di atas beban kerja yang biasa dilakukan oleh otot agar kemampuan otot tersebut dapat meningkat, dan selanjutnya sesudah kemampuan otot tersebut meningkat maka beban yang diberikan harus lebih tinggi lagi untuk menghasilkan kemampuan yang lebih meningkat lagi. Dengan menerapkan program pelatihan prinsip ini, maka otot akan senatiasa memperoleh rangsang yang memungkinkannya berubah, atau dengan kata lain mengalami adaptasi latihan (Cahyani, 2006). Pengaplikasian prinsip beban berlebih dalam pelatihan beban memerlukan manipulasi dari intensitas (beban), frekuensi dan durasi (jumlah repetisi, set dan periode istirahat). Di antara kelima variabel tersebut, intenstias memberikan efek yang paling besar dari hasil program pelatihan beban (Plowman dan Smith, 2008).

Rangsangan pelatihan yang optimum untuk membangun kekuatan otot lengan adalah pelatihan dengan intensitas tinggi dan repetisi yang cepat (Lawrenson, 2008). Tipe pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter bermakna dalam meningkatkan kekuatan otot lengan. Menurut Radcliffe dan Forentinos (2005) pelatihan otot-otot adalah mempersiapkan otot-otot tersebut agar bekerja lebih efisien, dan juga bertujuan untuk mengembangkan kecepatan dan kekuatan otot lengan yang sangat diperlukan oleh seorang atlet untuk memperbaiki penampilannya. Dalam penelitian Secher, mendapatkan

(16)

aktivitas satu kaki secara bergantian dan dua kaki secara bersamaan, sangat bermakna meningkatkan kekuatan otot , dan kecepatan karena adanya perbaikan sistem dan fungsi kerja otot-otot yang terlibat (Secher, 2008)

Pada otot yang dilatih dengan pelatihan anaerobik, akan terjadi peningkatan pada serabut otot tipe cepat sehingga mempengaruhi peningkatan kekuatan otot lengan ototnya Costill, (2008). Pelatihan loncat tegak dilakukan dari posisi berdiri tegak langsung ke sikap jongkok dengan sudut 900 antara tungkai atas dan bawah terus menolak ke atas bertumpu pada kedua kaki secara bersamaan dan salah satu tangan menyentuh batas ketinggian. Saat melakukan gerakan jongkok tersebut terjadi peregangan otot. Pada otot yang diregangkan secara tiba-tiba dan cepat akan ada sinyal kuat menjalar pada otot tersebut. peregangan yang terjadi akan memacu aktivitas saraf sensoris dan motoris atau mendorong terjadinya kontraksi otot. Aktivitas ini dilakukan secara berulang-ulang (sesuai repetisi). Peningkatan aktivitas sistem saraf ini akan membangkitkan kontrak konsentrik yang lebih kuat dan cepat.

Pengaruh pelatihan kekuatan otot lengan dapat meningkatkan tidak saja ligamen, tendon, tetapi juga tenaga anerobik, tenaga aerobik dan daya tahan. Hairy (2009), pelatihan yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi otot, ini terjadi karena banyakanya myofibril, ukuran myofibril, kepaatan darah kapiler, saraf, tendon, ligamen dan banyaknya kontraktil myosin meningkat secara proporsional (Astrand, 2000).

(17)

Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dan 4 repetisi 5 set yang dilakukan secara teratur menyebabkan terjadinya kontraksi pada otot-otot lengan dan otot tersebut terangsang untuk meningkatkan kemampuan sesuai beban pelatihan. Pelatihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terukur dengan takaran yang sesuai, akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi akibat peningkatan kemampuan organ tubuh dalam menghasilkan energi, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas fisik (penampilan).

Sehingga terjadi adaptasi terhadap beban yang dilakukan. Dengan beradaptasinya terhadap beban pelatihan secara otomatis terjadi peningkatan hasil berupa kekuatan otot lengan.

Penggunaan energi yang diperlukan untuk aktivitas otot berasal dari kombinasi anaerobik dan aerobik. Apakah produksi energi didominasi oleh sistem ATp-PC (phosphagen) atau glikolisis terutama tergantung pada lamanya aktivitas. Secara umum sistem ATP-PC dapat mensuplai energi dalam bentuk ATP untuk kerja yang memakan waktu 1-5 detik; latihan intensif lebih dari 5-6 detik akan dimulai pemakaian ATP yang diproduksi dari glikolisis. Hal ini harus ditekankan bahwa transisi dari sistem ATP-PC peningkatan ketergantungan pada glikolisis selama latihan, proses ini tidak terjadi secara tiba-tiba namun terjadi pergeseran secara bertahap dari sistem energi satu ke sistem lainnya.

(18)

Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin pendek durrasi dari suatu aktivitas, makin besar kontribusi produksi energi secara naerob dan sebaliknya semakin panjang durasi, semakin besar kontribusi dari produksi energi secara aerob. Sebagai gambaran pada latihan yang memerlukan waktu 10 detik kontribusi produksi ATP secara anerobik adalah 90% dan aerobik 10%; latihan dengan waktu 20 detik, sumber ATP secara anerobik adalah 80% dan aerobik 20% (Powers dan Howley, 2004).

Pada dasarnya kelima sistem energi (ATP-PC), anaerobik laktat, aerobik) terlibat dalam penyediaan energi untuk semua durasi latihan. Sistem ATP-PC merupakan sumber energi utama untuk aktivitas latihan lebih kecil dari 10 detik dan masih memberikan kontribusi penyediaan energi kurang lebih 8% untuk aktivitas maksimal sampai dua menit. Metabolisme anaerobik (sistem ATP-PC dan anerobik laktat /LA) lebih dominan dalam mensuplai energi untuk latihan yang memerlukan waktu lebih kecil dari lima menit.

Namun demikian latihan dengan waktu 10 menit masih mengggunakan sedikitnya 15% energi yang berasal dari sistem ini. Makin panjang durasi, makin banyak sistem asam laktat yang terlibat dibanding dengan sistem fosfagen. Mulai latihan dengan waktu lima menit, sistem aerobik adalah sistem yang dominan (Plowman dan Smith, 2008).

Berdasarkan sistem penyediaan energi, dengan memperhatikan intensitas, repetisi dan lama pelatihan maka energi yang dipergunakan untuk pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dan 4 repetisi 5

(19)

set ini memakai energi yang terutama berasal dari metabolisme anaerobik laktat/sistem ATP-PC. Energi dari sistem ATP-PC dapat memenuhi kebutuhan energi kurang dari 10 detik untuk aktivitas maksimal. Kreatin (creatine), terutama dalam bentuk creatine monohydrate berfungsi sebagai pertolongan ergogenik karena perannya pada refosforilasi ATP dari ADP dan pengaruhnya secara teoritis terhadap penampilan (performance) dan daya tahan terhadap kelelahan (Plowman dan Smith, 2008).

Pelatihan dengan jumlah repetisi 8-10 tiap set adalah jumlah repetisi yang ideal untuk hipertrofi otot, yang merupakan salah satu tujuan dalam pelatihan beban. Hal ini disebabkan karena perkembangan otot maksimum hanya dapat dicapai dengan mengaktivasi seluruh spektrum serabut otot. Pola repetisi dengan rentang yang sedang akan memberikan hasil yang lebih baik dibanding rentang repetisi yang rendah bahkan yang tinggi karena kedua jenis serabut otot, baik serabut otot tipe cepat maupun tipe lambat terlibat dan waktu otot dalam keadaan tegang cukup panjang agar otot dapat bekerja pada potensial penuh. Repetisi sedang juga menyebabkan pelepasan maksimal dari beberapa hormon, termasuk testosteron dan hormon pertumbuhan (growth hormone). Di samping itu repetisi sedang dapat dianggap sebagai suatu “pompa” otot, yang mengisi otot dengan suplai darah. Hal ini menyebabkan peningkatan hidrasi dalam sel otot (Nala, 2007).

Penelitian menunjukkan bahwa sel dalam keadaan hidrasi akan menstimulasi sintesis protein. Dengan demikian otot akan memiliki persediaan

(20)

bahan mentah yang cukup untuk membentuk protein kontraktil yang baru, yang merupakan dasar utama untuk pertumbuhan otot (Lawrension, 2008). Jumlah repetisi 5-10 tiap set termasuk repetisi sedang yang dipakai dalam meningkatkan kekuatan otot lengan otot. Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi empat set dan 4 repetisi 5 set yang diterapkan dalam pelatihan ini berada dalam rentangan repetisi sedang yang efektif dalam meningkatkan kekuatan otot lengan (Sadoso, 2002).

6.5 Perbedaan Pengaruh Pelatihan Berjalan Dengan Tangan Jarak 5 Meter 5 Repetisi 4 Set dan 4 Repetisi 5 set Terhadap Kekuatan otot lengan

Kekuatan otot lengan antar kelompok sebelum dan sesudah pelatihan yang diuji dengan uji-t tidak berpasangan menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna p > 0,05,). Ini menunjukkan bahwa data awal antara kelompok-1 dengan kelompok-2 adalah sebanding, atau dengan kata lain kondisi awal data adalah sama. Oleh karena itu perbedaan data akhir mutlak disebabkan oleh pelatihan yang diterapkan.

Rerata tes akhir kekuatan otot lengan antar kelompok pelatihan tidak terjadi perbedaan yang bermakna p > 0,05, hal ini memungkinkan disebabkan oleh beberapa faktor misalnya kurangnya intensitas pelatihan, durasi, dan lamanya pelatihan. Oleh karena itu dicobalah dianalisis selisih antara sebelum dan sesudah pelatihan antar kedua kelompok. Hasil yang didapatkan dari selisih tersebut berbeda bermakna p < 0,05.

(21)

Pada pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set oleh kelompok-1 memerlukan waktu 12 detik (satu detik saat akan berjalan, merangkak. Dengan waktu istirahat aktif lima menit untuk tiap set, maka waktu yang diperlukan untuk satu kali pelatihan adalah empat menit 36 detik di luar waktu pemanasan dan pendinginan.

Pelatihan pada kelompok-2 yaitu berjalan dengan tangan jarak 5 meter 4 repetisi 5 set memerlukan waktu sembilan detik tiap set. Dengan waktu istirahat lima menit untuk tiap set, maka waktu yang diperlukan untuk satu kali pelatihan adalah sembilan menit 36 detik di luar waktu pemanasan dan pendinginan / total waktu yang dihabiskan (pemanasan, inti, pendinginan) untuk satu hari pelatihan adalah 31 menit 36 detik untuk kelompok-1 dan 34 menit 36 detik untuk kelompok-2.

Dalam melakukan gerak berjalan dengan tangan jarak 5 meter gerakan dilakukan berpasangan satu sebagai pelaku dan satu sebagai pemegang kedua kaki, kedua tangan bertumpu menopang berat badan, dilanjutnya menuju gerak ke depan melewati garis finis kembali ke garis start, gerakan ini dihitung satu repetisi, gerakan ini dilaukan seraca berulang sesuai dengan repetisi dan set masing-masing kelompok.

Istirahat antar set merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pelatihan beban. Istirahat antar set diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi otot beristirahat agar tidak terjadi kelelahan otot. Tujuan dari waktu

(22)

pemulihan antar set adalah untuk mengisi kembali simpanan adenosin trifosfat (ATP) dan kreatinfosfat dalam otot.

Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set dan 4 repetisi 5 set dalam penelitian ini menggunakan waktu istirahat antar set 5 menit, dalam waktu tiga menit ini denyut nadi sudah kembali normal berdasarkan test percobaan sebelum penelitian, dengan tanpa memperhatikan kategori kebugaran fisik orang coba. Penelitian yang dilakukan oleh Fleck dan Kraemer (2007), melaporkan bahwa waktu istirahat 2-5 menit antar set adalah waktu yang paling baik (Plowman dan Smith, 2008; Nala, 2002).

Berdasarkan perbedaan rerata kekuatan otot lengan tersebut, dengan persentase perbedaan rerata peningkatan hasil kekuatan otot lengan kelompok satu sebesar 36,71 % dan kelompok dua sebesar 33,62 %. Pelatihan yang telah diterapkan selama enam minggu dengan frekuensi empat kali seminggu pada kedua kelompok perlakuan menghasilkan persentase peningkatan kekuatan otot lengan yang bermakna. Tabel 5.6 menunjukkan perbedaaan rerata peningkatan kekuatan otot lengan di antara kedua kelompok diuji dengan t-test independent hasilnya menunjukkan nilai p < 0,05, pada tabel 5.5 menunjukkan persentase peningkatan kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan. Peningkatan rerata kelompok-1 lebih besar daripada kelompok-2. Sehingga dapat dikatakan pelatihan kelompok-1 lebih baik daripada kelompok-2. Sehingga dapat dikatakan kekuatan otot lengan lebih baik pada kelompok I Dengan demikian hipotesis terbukti.

(23)

Pelatihan yang menggunakan repetisi tinggi akan menghasilkan kecepatan lebih besar dibandingkan dengan pelatihan repetisi lebih rendah. Dalam pelatihan ini, repetisi kelompok-1 lebih banyak dari kelompok-2, sehingga beban yang ditanggung kelompok-1 lebih berat pada setiap setnya. Dengan beban yang lebih berat pada setiap set secara otomatis memerlukan kemampuan dan tenaga yang lebih besar untuk menyelesaikan beban tersebut sebelum istirahat (Pate, 2004),

Dengan demikian otot terbiasa melakukan beban kerja yang lebih berat. Sehingga otot beradaptasi terhadap beban kerja yang dilakukan. Selain itu gerakan berjalan dengan tangan jarak 5 meter yang dilatih berulang-ulang selam empat minggu pada masing-masing kelompok. Akan terpola pada sistem saraf pusat sebagai pengalaman sensoris. Pengalaman sensoris yang semakain sering dilakukan akan semakin kuat terpola dalam sistem saraf (Guyton dan Hall 2008).

Pengulangan yang tinggi akan menjadikan pelatihan menjadi sangat efektif dan hal ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang merupakan salah satu dari waktu yang dihabiskan setiap set dan total waktu dalam satu hari pelatihan, 2 lebih lama dari kelompok-1 dan adanya waktu istirahat yang lebih banyak karena jumlah set yang lebih banyak pada kelompok-2 dibandingkan kelompok-1. (Fox, 2007). Dengan repetisi yang lebih sedikit tiap set dan waktu istirahat yang sama antar set menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan antara waktu kerja dan istirahat

(24)

pada kelompok-2. Pemulihan yang tidak adekuat menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat pada set berikut (Valeo, 2009). Sehingga adaptasi yang terjadi kurang efektif dibanding kelompok-1.

Beban kerja yang lebih berat tiap set pada kelompok-1 memacu tubuh/bagian tubuh untuk memenuhi kebutuhan beban kerja tersebut, baik dengan cara menambah maupun memperbesar serabut otot termasuk memenuhi kebutuhan pemakaian energi.

Selain itu total waktu yang dihabiskan kelompok-1 untuk menyelesaikan jumlah beban yang sama (5 repetisi, kekuatan otot lengan Kg) dalam satu hari pelatihan lebih cepat daripada kelompok-2. Dengan total waktu yang lebih cepat dan repetisi yang lebih banyak tiap set menyebabkan kemampuan reflek yang lebih baik dan pengalaman sensoris yang lebih kuat terpola pada sistem saraf pusat. Akibat adaptasi tersebut menyebabkan pelatihan kelompok-1 menjadi lebi baik dibandingkan pelatihan kelompok-2.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suputra (2004) tentang pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter dalam meningkatkan kekuatan otot lengan pada klub sepak bola Guntur Denpasar, repetisi yang lebih banyak menghasilkan kekuatan otot lengan yang lebih baik.

(25)

Pelatihan berjalan dengan tangan 9 repetisi 4 set lebih efektif dibandingkan 6 repetisi 6 set dalam meningkatkan kekuatan otot lengan pada siswa SD No. 1 Pesanggaran (Wirata, 2010).

Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter yang menitik beratkan kekuatan lebih meningkatkan kekuatan otot lengan dibandingkan dengan yang menitik beratkan kecepatan (Hartanto, 2004).

(26)

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set empat kali seminggu selama enam minggu meningkatkan kekuatan otot lengan siswa SMP Negeri 9 Denpasar. Secara bermakna (p < 0,05) sebesar 36,71%.

2. Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 4 repetisi 5 set empat kali seminggu selama enam minggu meningkatkan kekuatan otot lengan siswa SMP Negeri 9 Denpasar. Secara bermakna (p < 0,05) sebesar 33,64 %.

3. Pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set empat kali seminggu selama enam minggu lebih meningkatkan kekuatan otot lengan dari pada 4 repetisi 5 set siswa SMP Negeri 9 Denpasar dilihat dari peningkatan selisih kekuatan otot lengan pada kedua kelompok pelatihan.

7.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah :

(27)

1. Metode pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot lengan karena dengan tipe pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter terbukti meningkatkan kekuatan otot lengan. Bagi guru dan pembina olahraga dapat memilih pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set untuk meningkatkan kekuatan otot lengan.

2. Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang berjalan dengan tangan jarak 5 meter dengan membandingkan tempat landasan berjalan dan kecepatan yang berbeda, hal ini agar memberikan dampak yang berbeda, baik dari kerasnya landasan dan kecepatan melaju ke depan dengan tangan

3. Waktu istirahat antar set perlu disesuaikan dengan kategori kebugaran fisik subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian.

Gambar

Gambar 5.5  Grafik  Peningkatan  kekuatan  otot  lengan  Sebelum    dan  Sesudah  Pelatihan  Subjek  siswa  kelas  VII  SMP  Negeri  9  Denpasar
Gambar 5.6   Grafik  Persentase  Rerata  Peningkatan  kekuatan  otot  lengan   Sebelum dan Sesudah Pelatihan Siswa kelas VII SMP Negeri 9  Denpasar

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA KADAR SERUM ASAM URAT DAN KEJADIAN KLINIS KARDIOVASKULAR MAYOR SELAMA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT PADA PASIEN PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT DI

nryÊtfÊfLqÊNfh 1618.nryÊtfÊfLqÊNfh thopahjdÊ 1619... nghdÊdpádÊ nryÊtdÊ

Dari analisis data arah dan kecepatan angin di pesisir pantai Bitung ini dipakai untuk perencanaan bangunan pantai serta dapat memberikan gambaran distribusi

Mutia Silviyantri Daniar. POTENSI ALAM DAN KEPARIWISATAAN KEPULAUAN KARIMUNJAWA JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH SEBAGAI MEDAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA REKREASI. Sugiyanto,

Mata merah yang disebabkan oleh virus dan alergi yang dapat menyebabkan produksi air mata lebih banyak dari biasanya gejalanya mata gatal dan panas..

Dari hasil penelitian mengenai bukti langsung yang meliputi fasilitas sarana dan prasarana sudah sangat baik dan masyarakat sudah sangat senang dengan adanya

Komitmen Pemerintah, baik Pemerintah (Pusat) maupun Pemerintah Daerah, bahkan sampai ke Pemerintahan Desa/Kelurahan, harus diimplementasikan dalam bentuk kebijakan

Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan budianasetiawan@gmail.com.. untuk menyemayamkan jenazah pada masa lalu, sampai sekitar abad ke-17. Ketika itu seseorang yang