• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SALAK VARIETAS GULA PASIR (Salacca edulis) PADA PERLAKUAN MEDIA TANAM ORGANIK YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SALAK VARIETAS GULA PASIR (Salacca edulis) PADA PERLAKUAN MEDIA TANAM ORGANIK YANG BERBEDA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SALAK VARIETAS GULA PASIR (Salacca edulis) PADA PERLAKUAN

MEDIA TANAM ORGANIK YANG BERBEDA

I Nyoman Adijaya dan Esty Asriyana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jalan By Pas Ngurah Rai, Pesanggaran-Denpasar

[email protected]

ABSTRAK

Salak varietas Gula Pasir memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan salak Bali. Sebagian besar salak varietas Gula Pasir dibudidayakan di Karangasem. Ketersediaan bibit merupakan hambatan utama dalam pengembangannya. Umumnya dibutuhkan sekitar 6-8 bulan sampai bibit dapat dipindahkan ke lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formula media tanam bibit yang paling efektif. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap, empat ulangan dengan 400 tanaman per ulangan. Media yang diuji terdiri dari M1 (tanah); M2 (tanah + pupuk kandang 1:1); M3 (tanah + pupuk kandang + sekam padi 1:1:1), dan M4 (tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji 1:1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam bibit mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Media tanah + pupuk kandang (1:1) merupakan media terbaik untuk pembibitan yang ditunjukkan oleh peningkatan komponen pertumbuhan bibit. Bobot kering total per tanaman umur lima bulan adalah 2,63 g, meningkat 77,70% dibandingkan dengan perlakuan M1.

Kata kunci: Salacca edulis Var., gula pasir media bibit, kompos, tanah, pertumbuhan

PENDAHULUAN

Salak merupakan salah satu komoditas spesifik lokal di Bali. Beragam kultivar yang ditemukan dan tercatat ada 15 kultivar yang ditemukan di sentra produksi salak di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem (Guntoro, 2004). Salak Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis salak lainnya yaitu memiliki bunga sempurna atau berumah satu sehingga pada budidayanya tidak memerlukan bantuan manusia dalam penyerbukannya.

Salah satu kultivar yang diberi nama salak varietas Gula Pasir telah ditetapkan sebagai varietas unggul berdasarkan SK Menteri Pertanian RI No. 584/Kpts/TP.240/7/94 tanggal 23 Juli 1994. Varietas ini memiliki kelebihan yaitu rasa manis yang khas namun memiliki produktivitas yang lebih rendah. Wijana (1997) menyatakan bahwa perbedaan khas dari salak yang tumbuh di Bali adalah dari segi rasa yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah salak varietas Bali yang mempunyai rasa daging buah manis, asam dan ada rasa sepat; kelompok kedua adalah salak varietas Gula Pasir yang rasanya manis tetapi tanpa rasa asam dan sepat. Hal ini menjadikan salak varietas Gula Pasir lebih unggul dari salak Bali baik dari segi kualitas maupun nilai ekonomi. Salak varietas Gula Pasir memiliki daging buah yang rasanya jauh lebih manis dibandingkan dengan salak Bali. Rasa manis ini sudah dapat dirasakan sejak buahnya masih muda. Berdasarkan sifat-sifat unggulnya, salak varietas Gula Pasir mulai dikembangkan juga di luar sentra produksinya seperti di Kabupaten Gianyar, Bangli, Badung, Tabanan dan Buleleng.

Populasi salak varietas Gula Pasir di Kabupaten Karangasem tahun 1996 hanya 1.000 pohon (Wijana, 1997), pada tahun 2008 populasinya meningkat menjadi 1.500.000 pohon (Rai, 2009; Rai et al., 2010), dan tahun 2012 dilaporkan populasinya mencapai 1.815.016 pohon (Anonimus, 2013).

(2)

Di Kabupaten Tabanan salak varietas Gula Pasir banyak dikembangkan di Kecamatan Pupuan dan Selemadeg, karena secara ekonomis salak varietas Gula Pasir memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan jenis salak lainnya. Sarmiati et al. (2000) menyatakan perbedaan kualitas (cita rasa) ini juga berdampak terhadap nilai jual dari salak varietas Gula Pasir, dimana harga jual salak varietas Gula Pasir jauh lebih tinggi dibandingkan dengan salak Bali dengan perbandingan harga 10:1.

Kendala utama yang ditemui dalam pengembangan salak varietas Gula Pasir adalah ketersediaan bibit dengan kualitas baik. Sukewijaya et al. (2009) menyatakan pembibitan di tingkat petani memerlukan waktu kurang lebih 6-8 bulan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke lapangan. Pembibitan yang dilakukan petani umumnya dengan pendederan biji pada guludan yang telah disiapkan.

Perbanyakan salak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara generatif (biji) dan vegetatif (cangkok anakan). Masing-masing cara perbanyakan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Guntoro (2004) menyatakan perbanyakan dengan biji membutuhkan waktu 5-6 tahun sampai tanaman berproduksi, sedangkan dengan cara klonal (pencangkokan anakan) hanya membutuhkan waktu 2,5 tahun untuk berproduksi.

Kekurangan dari cara klonal adalah sulit menyediakan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu tertentu karena anakan yang ada pada tanaman salak induk jumlahnya terbatas. Selain itu kekuranghati-hatian dalam mencangkok akan menyebabkan masuknya penyakit pada tanaman induk karena pelukaan. Pemupukan terhadap tanaman induk juga akan berpengaruh terhadap produksi, tanaman induk yang tidak dipupuk akan mengalami penurunan produksi.

Penggunaan biji sebagai sumber bibit pada tanaman salak lebih banyak dilakukan di tingkat petani. Permasalahan yang dihadapi petani adalah kurangnya pengetahuan untuk memproduksi bibit yang baik, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif lama (lebih dari enam bulan) sampai bibit dapat dipindahkan ke lahan. Cara umum yang banyak dilakukan petani adalah mendeder biji langsung pada guludan tanpa menggunakan polibag dan media tanam.

Pembibitan dalam polibag dengan menggunakan media tanam yang baik akan mampu mempercepat dan meningkatkan kualitas dan ketersediaan bibit. Penggunaan media tanam yang baik akan mempercepat pemindahan bibit ke lapang (umur lima bulan). Kelebihan lain dari pembibitan menggunakan polibag adalah bibit yang dihasilkan pada saat dipindahkan ke lapangan akan langsung dapat beradaptasi dengan lingkungannya dengan minimnya stagnasi pertumbuhan tanaman (Guntoro, 2004).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan media tanam yang baik dan pemanfaatan polibag sebagai wadah mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bibit. Media tanam seperti campuran tanah dengan pupuk kandang, sekam, serbuk gergaji dan bahan lainnya terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit sehingga dapat dijadikan alternatif sebagai media tanam (Putri, 2008).

BAHAN DAN METODE

Kajian dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, sejak April sampai September 2013. Perlakuan yang diuji adalah jenis media tanam pembibitan untuk salak varietas Gula Pasir. Media tanam yang diuji adalah tanah (M1), tanah + pupuk kandang (1:1) (M2), tanah + pupuk kandang + sekam padi (1:1:1) (M3), dan tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji (1:1:1) (M4).

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat ulangan, masing 400 polibag/ulangan. Campuran media tanam menggunakan perbandingan volume karena masing-masing

(3)

berukuran diameter 12 cm dan tinggi 15 cm, sampai kurang lebih lima cm dari bagian bagian atas polibag. Polibag yang telah terisi dengan media tanam ditempatkan di rumah pesemaian yang dinaungi paranet.

Pengecambahan biji (pre nursery) dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke polibag. Biji salak yang diambil dari buah yang telah masak fisiologis direndam selama 24 jam kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran dua kg yang dapat menampung 50-100 biji salak. Ujung plastik bagian bawah diberikan lubang untuk memberikan aerasi terhadap benih sedangkan plastik bagian atas diikat agak longgar. Penyiraman terhadap benih dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban. Bibit umur 3-4 minggu yang telah berkecambah sempurna dipindahkan ke polibag yang telah diberi media tanam sesuai perlakuan.

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman setiap bulan. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun yang dilakukan pada 40 sampel tanaman/perlakuan. Pengukuran panjang akar tanaman, bobot total tanaman (bobot segar dan bobot kering oven) serta shoot-root ratio dilakukan pada bulan keempat. Penghitungan shoot-shoot-root ratio (Harjadi, 1979) menggunakan formula sebagai berikut :

Analisis data menggunakan analisis sidik ragam dan diuji lanjut dengan uji BNT taraf 5%, apabila ada pengaruh nyata dari perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap komponen pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh nyata jenis media tanam pertumbuhan tanaman. Perlakuan media tanam tanah + pupuk kandang sapi (M2) memberikan pertumbuhan terbaik yang ditunjukkan dengan tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot segar tanaman tertinggi, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanah + pupuk kandang + sekam padi (1:1:1) (M3) dan tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji (1:1:1) (M4) (Tabel 1). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian pada pembibitan cendana dimana penggunaan pupuk organik mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti peningkatan bobot akar, bobot total dan tinggi tanaman (Putri, 2008).

Bobot segar akar tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji (1:1:1) (M4) berbeda nyata dengan kontrol (M1), walaupun tidak berbeda nyata dengan M2 dan M3 (Tabel 1). Hal ini menunjukkan perbaikan sifat fisik media tanam berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman salak varietas Gula Pasir.

Jenis media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman. Perlakuan M2 menghasilkan bobot kering total tertinggi dan berbeda nyata dengan M1 dan M3 (Tabel 2). Penggunaan media tanam M4 memberikan bobot kering akar tertinggi. Hal ini menunjukkan penggunaan media tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji (1:1:1) (M4) memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan akar tanaman. Zaller (2006; 2007) menyatakan bahwa alokasi biomassa ke akar berhubungan dengan proporsi kompos pada media tanam. Semakin tinggi tinggi proporsi kompos pada campuran media maka proporsi akar akan meningkat.

(4)

Tabel 1. Pertumbuhan tanaman dan bobot segar bibit salak varietas Gula Pasir umur 5 bulan pada beberapa jenis media tanam.

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah daun terbuka (helai)

Bobot segar daun + batang (g)

Bobot segar akar (g) Bobot segar total (g) M1 34,65 a 3,33 b 8,38 b 1,88 c 10,25 b M2 37,23 a 3,63 a 12,10 a 3,54 a 15,64 a M3 36,48 a 3,55 a 9,63 ab 2,63 b 12,25 ab M4 36,18 a 3,48 ab 10,38 ab 3,63 a 14,00 ab BNT 5% - 0,12 2,29 0,23 3,62 Keterangan: M1 : tanah

M2 : tanah + pupuk kandang (1:1)

M3 : tanah + pupuk kandang + sekam padi (1:1:1) M4 : tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji (1:1:1)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%.

Tabel 2. Bobot kering dan shoot-root ratio bibit salak varietas Gula Pasir umur lima bulan pada beberapa media tanam. Perlakuan Bobot kering daun +

batang (g) Bobot kering akar (g) Bobot kering total (g) Shoot ratio (%) Root ratio (%) M1 1,19 b 0,29 c 1,48 c 80,65 a 19,35 b M2 2,11 a 0,52 a 2,63 a 80,38 a 19,62 b M3 1,42 b 0,39 b 1,81 b 78,20 ab 21,80 b M4 1,46 b 0,55 a 2,01 ab 72,55 b 27,45 a BNT 5% 0,34 0,04 0,49 6,75 2,63 Keterangan: M1 : tanah

M2 : tanah + pupuk kandang (1:1)

M3 : tanah + pupuk kandang + sekam padi (1:1:1) M4 : tanah + pupuk kandang + serbuk gergaji (1:1:1)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%.

Pada Tabel 2 juga terlihat perbandingan antara bobot kering tanaman di atas tanah dan di bawah tanah (shoot-root ratio), yang mencerminkan pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan tanaman baik terhadap daun, batang maupun akar. Pemberian bahan organik pada media tanam meningkatkan perkembangan akar sehingga komposisi akar meningkat dibandingkan pada media tanam yang hanya menggunakan tanah saja. Perkembangan akar pada media tanam yang menggunakan tambahan bahan organik menjadi lebih baik ditandai dengan peningkatan berat kering akar. Adanya perbaikan terhadap sifat fisik tanah akibat penambahan bahan organik memacu perkembangan akar tanaman. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan root ratio tanaman. Kurniaty et al. (2010) menyatakan penambahan bahan organik pada media tanam akan memberikan kondisi yang dapat membantu pergerakan air dan udara dalam media menjadi lebih baik. Kondisi ini juga akan mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh tanaman.

Penambahan bahan organik pada media tanam bibit salak memberikan perbaikan terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Hal ini berpengaruh positif terhadap perkembangan tanaman, yang ditunjukkan dengan peningkatan bobot kering tanaman. Pemberian pupuk organik akan meningkatkan kandungan hara

(5)

peningkatan aktivitas fotosintesis tanaman, sedangkan perbaikan sifat fisika tanah berpengaruh terhadap perkembangan akar. Sitompul dan Guritno (1995) dalam Astranindita (2011) menyatakan daun berfungsi dalam menyerap CO2 untuk fotosintesis sedangkan akar berfungsi dalam menyerap air dan unsur hara.

KESIMPULAN

Perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit salak varietas Gula Pasir. Media tanam M2 (tanah + pupuk kandang sapi perbandingan 1:1) memberikan pertumbuhan terbaik yang ditunjukkan dengan parameter pertumbuhan yang paling baik (bobot basah dan bobot kering total tertinggi).

Penggunaan serbuk gergaji pada media tanam dapat dijadikan alternatif pada pembibitan salak varietas Gula Pasir.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada tim pengkaji salak varietas Gula Pasir (I Made Rai Yasa, Putu Agus Kertawirawan, I Putu Sugiarta dan Putu Yosi Priningsih) atas dukungan dalam pelaksanaan pengkajian dari persiapan, pelaksanaan kegiatan, pengumpulan data dan analisis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2013. Program Penyuluhan Pertanian BPP Bebandem. UPT Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. 45 hlm.

Astranindita H. 2011. Pengaruh Macam Media Tanam dan Kultivar terhadap Pertumbuhan Bibit Salak Lokal Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakartra.26 hlm.

Guntoro S. 2004. Budidaya Salak Bali. Yogjakarta: Penerbit Kanisius. 43 hlm. Harjadi MMSS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 197 hlm.

Kurniaty R, B Budiman, dan M Suartana. 2010. Pengaruh Media dan Naungan Terhadap Mutu Bibit Suren (Toona sureni MERR.). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7(2): 77-83.

Putri AI. 2008. Pengaruh Media Organik Terhadap Indeks Mutu Bibit Cendana. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 21(1): 1-8.

Sarmiati N, W Suparmi, dan MA Trisnawati. 2000. Upaya Pelestarian Salak Gula Pasir melalui Pelatihan dan Pembinaan dengan Teknik Pencangkokan di Desa Sibetan. Singaraja: Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan MIPA Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. 9 hlm.

Sukewijaya IM, N Rai, dan MS Mahendra. 2009. Development of salak bali as an organic fruit. As. J. Food Ag-Ind. Special Issue: S37-S43.

Wijana G. 1997. Pelestarian dan Pengembangan Salak Varietas Gula Pasir. Denpasar: Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar. 25 hlm.

Zaller JG. 2006. Vermicompost as a substitute for peat in potting media: Effects on germination, biomass allocation, yields and fruit quality of three tomato varieties. Scientia Horticulturae 112 (2007) 191-199.

(6)

Zaller JG. 2007. Vermicompost in seedling potting media can affect germination, biomass allocation, yields and fruit quality of three tomato varieties. European Journal of Soil Biology 43: S332e-S336.

DISKUSI Yuni (Balittro)

Tanya: Benih salak gula pasir diperjualbelikan dalam polybag atau cabutan. Spek benih siap edar bagaimana (tinggi tanaman, jumlah daun, dan lain-lain) ?.

Jawab: Bibit biasanya dijual di dalam polybag. Akan tetapi jika akan membibitkan sendiri, bisa membeli benihnya. Bibit siap edar/tanam biasanya dengan kriteria yang telah memiliki jumlah daun terbuka empat helai (berumur lima bulan).

Gambar

Tabel 2. Bobot kering dan shoot-root ratio bibit salak varietas Gula Pasir umur lima bulan pada beberapa media tanam

Referensi

Dokumen terkait