• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Fiqh Siyasah Terahadap Implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Studi Kasus Di Desa Batang Nadenngan Kec. Sungai Kanan Kab. Labuhanbatu Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Fiqh Siyasah Terahadap Implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Studi Kasus Di Desa Batang Nadenngan Kec. Sungai Kanan Kab. Labuhanbatu Selatan)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP IMPLEMENTASI

PERATURAN MENTERI DESA PDTT RI NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN DAN

PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA ( STUDI KASUS DI DESA BATANG NADENGGAN KEC. SUNGAI KANAN

KAB. LABUHANBATU SELATAN) SKRIPSI

Oleh:

RAPINA PUTRI SIREGAR NIM. 0203163130

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

2

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP IMPLEMENTASI

PERATURAN MENTERI DESA PDTT RI NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN DAN

PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA ( STUDI KASUS DI DESA BATANG NADENGGAN KEC. SUNGAI KANAN

KAB. LABUHANBATU SELATAN) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Syariah Dan Hukum

Oleh:

RAPINA PUTRI SIREGAR NIM. 0203163130

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

i

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP IMPLEMENTASI

PERATURAN MENTERI DESA PDTT RI NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN DAN

PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA ( STUDI KASUS DI DESA BATANG NADENGGAN KEC. SUNGAI KANAN

KAB. LABUHANBATU SELATAN)

Oleh:

RAPINA PUTRI SIREGAR NIM. 0203163130

Menyetujui

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr.Dhiauddin Tanjung, SHi,MA Syofiaty Lubis, MH

NIP.19791020 200901 1 010 NIP.19740127 200901 2 002

Mengetahui, Ketua Jurusan

Fatimah, S.Ag, MA

(4)

ii IKHTISAR

Rapina Putri Siregar, 0203163130, judul: TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DESA PDTT RI NO.4 TAHUN 2O15 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA (STUDI KASUS DI DESA BATANG NA

DENGGAN KEC. SUNGAI KANAN KAB. LABUHANBATU

SELATAN). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan atau implementasi dari Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan serta mengetahui faktor apa saja sebagai penghambat dalam Pengelolaan BUMDes dan pandangan fiqh siyasah terhadap peraturan tersebut. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan, Faktor apa sajakah sebagai penghambat dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan serta bagaimana tinjauan fiqh siyasah terhadap Badan Usaha Milik Desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat yang juga dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. dengan teknik pengumpulan data dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara kepada pihak pengelola BUMDes Batang Nadenggan dilengkapi dengan data primer yang di peroleh langsung dari lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari buku-buku yang bersangkutan dengan pembahasan. Hasil penelitian dalam hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan atau implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa masih mengalami hambatan karena banyak faktor salah satunya adalah modal untuk pengembangan BUMDes Desa Batang Nadenggan dan beberapa faktor lainnya. Fiqh siyasah memandang Peranturan Menteri Desa ini dari dua sisi yaitu kajian Siyasah Dusturiyah dan Siyasah Maliyah. Siyasah Dusturiyah berkaitan dengan Peraturannya dan Siyasah Maliyah berkaitan dengan Pengelolaanya. Peraturan Menteri Desa juga sama halnya dengan wizarah karena ada wazir yang mengeluarkan peraturan. Oleh sebab itu, sebagai lembaga badan usaha milik desa maka BUMDes harus mempunyai semangat kerja yang mampu mengembangkan dan meningkatkannya sehingga terbukanya peluang kerja bagi masyarakat desa khususnya. Hal ini dapat tercapai dengan dukungan pihak pemerintah dan partisipasi dari masyarakat desa.

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Swt. karena dengan berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Diantara kesempurnaan-Nya adalah menghadiahkan akal dan pikiran bagi manusia. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw. yang telah membawa manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang.

Atas izin Allah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Studi Kasus di Desa Batang Nadenggan Kec. Sungai Kanan Kab. Labuhanbatu Selatan)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) di UIN-SU. Penulis menyadari dalam penyelesaian skrispi ada orang-orang hebat yang ada di sekeliling penulis. Oleh karena itu dengan kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Ayahanda H. Kukman Siregar dan Ibunda Hj. Ria Hasibuan yang sangat penulis cintai, dengan kasih sayang dan didikan yang diberikan tanpa mengenal lelah dalam mendukung penulis sampai dapat menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S1).

2. Bapak Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Zulham, M.Hum selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU.

4. Ibunda Fatimah, S.Ag. MA selaku ketua jurusan Siyasah dan Bapak Zaid Alfauza Marpaung, M.H selaku sekretari jurusan Siyasah yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Dr. Dhiauddin Tanjung, SHi, MA selaku dosen Penasihat

(6)

iv

Pembimbing Skripsi II. Karena kesabaran kedua beliau dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang sudah

memberikan ilmu dan memberikan motivasi kepada penulis selama masih kuliah.

7. Saudara kandung penulis Kakak Hj. Kalsum Siregar, Lesma Jumhanna Siregar, Siti Jannah Siregar, Abang Asaluddin Soruan Siregar dan Andus Samin Siregar yang selalu menyayangi penulis.

8. Keponakan tersayang Arsya Rambe, Zahra Harahap, Anisa Khumairoh Siregar, Mahatir Hasibuan, Kaila Harahap, Budi Hasibuan, Wahid Hasibuan, Amelia Hasibuan dan Fazriyati hasibuan.

9. Teman-teman dari Siyasah C stambuk 2016 terkhusus Putri Ramadhani, Masna Hasibuan, Selfia Afriantita, Suci Wulandari, Sakinah Siregar, Aminah Hannum Lubis, Nur Asadah dan Dwi Ambar yang selalu menemani dimasa-masa penulisan skripsi.

10.Teman-teman KKN 71 terkhusus kepada Tetti Dahria Harahap, Halimatussa’diyah Simanungkalit, dan Rosanita Wulansari Harahap yang banyak memberikan pengetahuan kepada penulis.

11.Sahabat tersayang Erni Siregar dan Kurnek Siregar yang sudah menemani dari sejak kecil sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

12.Para Pegawai Badan Usaha Milik Desa Batang Nadenggan yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.

13.Dan seluruh teman-teman yang tidak dapat ditulis satu-persatu, atas motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Medan, November 2020

RAPINA PUTRI SIREGAR 0203163130

(7)

v DAFTAR ISI

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

IKHTISAR ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v BAB I PENDAHULUAN ... 1 A.Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 10 C. Tujuan Penelitian ... 11 D.Manfaat Penelitian ... 11 E. Metode Penelitian... 11 F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A. Fiqh Siyasah ... 15

B. Badan Usaha Milik Desa ... 25

C. BAB III TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32

A.Sejarah dan Asal Usul Desa ... 32

B. Keadaan Demografi Desa ... 34

C. Keadaan Sosial Budaya dan Sarana Prasarana Desa ... 38

D.Keadaan Ekonomi dan Potensi Desa ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

A.Badan Usaha Milik Desa Batang Nadenggan ... 44

B. Faktor Penghambat BUMDes Batang Nadenggan... 49

C. Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Peraturan Menteri Desa PDTT RI No. 14 Tahun 2015 ... 51

BAB V PENUTUP ... 61

A.Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Pada kamus besar bahasa Indonesia, kata implementasi terdapat mengandung arti penerapan atau pelaksanaan. Implementasi termasuk kegiatan yang dilakukan berdasarkan perancangan dan pendesaianan yang dijalankan sepenuhnya. Implementasi termasuk salah satu kegiatan yang dikerjakan berpedoman pada beberapa norma dalam maksud kegiatan tertentu. Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas.

Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapka.1Implementasi adalah suatu tindakan

atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.2 Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,birokrasi yang efektif.3

Pergeseran paradigma pemerintahan melalui perubahan Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah meletakkan pemerintah desa sebagai sebuah identitas pemerintahan yang memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan ini dapat dilihat pada posisi strategis pemerintahan desa

1Syaifuddin, Design Pembelajaran dan Implementasinya, (Ciputat: PT. Quantum

Teaching, 2006), hal. 100

2Nurdin Usman,Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,(Jakarta:Grasindo,2002)hal.70 3 Setiawan,Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan(Jakarta:Balai Pustaka,2000)

(9)

2

sebagai unit pemerintahan yang diakui memiliki otonomi asli. Otonomi asli merupakan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai sesuatu yang sifatnya lahir dan diakui pada awalnya dalam bentuk asal-usul dan adat istiadat yang berlaku dalam sistem pemerintahan nasional dibawah pemerintahan daerah. Hal ini juga mengadung maksud bahwa pemberian kewenangan pada pemerintahan desa secara umum ditujukan dalam rangka mengembalikan hak-hak aslinya melalui pengakuan atas keraguan yang selama ini dipersatukan dengan nomenklatur desa.4

Salah satu misi untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan adalah perwujudan otonomi daerah dalam rangka pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan daerah. Arah kebijakan peningkatan otonomi daerah adalah: (a) mengembangkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab; (b) melakukan pengkajian atau kebijakan tentang berlakunya otonomi daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa, dan (c) mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya; serta (d) memberdayakan Dewan Perwakilan Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.5

Dasar pemikiran tersebut sesuai dengan Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan lahirnya undang-undang tersebut, setiap Desa sudah memiliki landasan kedudukan dan kekuasaan untuk meningkatkan pendapatan guna mensejahterakan rakyatnya. Dalam hal tersebut peran Desa dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan benar. Karena dengan adanya peraturan seperti yang dikemukakan diatas jelaslah ada kewenangan bagi Pemerintahan Desa untuk mengelola dan mengatur aset-aset Sumber Daya Alam sebagai sarana Pendapatan Asli Desa yang kemudian disalurkan untuk kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat, terutama

4 Muhadam Labola,Memahami Ilmu Pemerintahan,(Jakarta:RajaGrafindo Persada,

2008)hal. 146

5Rahardjo Adisasmita,Manajemen Pemerintahan Daerah,(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2011)

(10)

3

terhadap sebagian masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan yang sangat membutuhkan bantuan secara materil.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Batang Nadenggan Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan berdiri pada tanggal 28 november 2016 dan direalisasikan pada tahun 2018 dengan alasan pihak desa masih belum menemukan jenis usaha yang tepat, sedangkan kewajiban mendirikan BUMDES harus ada di tahun 2016. Sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa di dalam Bab II Pendirian BUM Desa Pasal 2, disebutkan bahwa Pendirian BUM Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.

Mekanisme Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berdasarkan Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa sebagaimana terdapat pada Pasal 4 dan 5 yaitu:

Pasal 4

(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa berdasarkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa

(2) Desa dapat mendirikan BUM Desa sebagaimana pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:

a. Inisiatif pemerintahan Desa/atau masyarakat Desa b. Potensi usaha ekonomi Desa

c. Sumber daya alam di Desa

d. Sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan

e. Penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bentuk dari usaha BUM Desa.

Pasal 5

(1) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disepakati melalui musyawarah Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa;

(2) Pokok bahasan yang dibicarakan dalam musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat;

(11)

4 b. Organisasi pengelola BUM Desa; c. Modal usaha BUM Desa;

d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.

(3) Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentan Pendirian BUM Desa.6

Beberapa ketentuan dalam melakukan Rapat lembaga musyawarah desa, diantaranya:

a. Dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan b. Setiap anggota wajib mengisi daftar hadir c. Pimpinan rapat: ketua lembaga muswarah desa d. Dihadiri oleh

1. Seluruh anggota

2. Camat sebagai pengarah

3. Perangkat pemerintah desa, ketua RT, Ketua RW dan Pimpinan organisasi kemasyarakatan lainnya, yang tidak duduk sebagai anggota dapat hadir sebagai peninjau.

e. Rapat dimulai jika 2/3 anggota telah hadir

f. Susunan acara. Dibacakan oleh skretaris lembaga musyawarah g. Selesai rapat sekretaris lmd menyusun risalah rapat.

h. Risalah rapat a. Acara rapat b. Daftar hadir

c. Pokok-pokok yang dibahas d. Pengarahan camat

e. Pembicaraan anggota f. Kesimpulan.7

Di dalam Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Bab III Pengurusan dan Pengelolaan BUM Desa bagian kedua organisasi pengelolaan BUM Desa Pasal 10 ayat (1) susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:

a. Penasihat;

b. Pelaksana Operasional;dan c. Pengawas.

Mengenai ketentuan kewajiban dan wewenang dari Penasihat diatur dalam:

6Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengursan, dan

Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 4 dan 5

7H.AW Widjaja, Pemerintah Desa dan Administrasi Desa Menurut UU Nomor 5 tahun

(12)

5 Pasal 11

(1) penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan;

(2) penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:

a. Memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa;

b. Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban;

c. Memberikan saran dan pendapatan mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan

d. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa. (3) penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. Meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha Desa;dan

b. Melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa.

Selanjutnya mengenai ketentuan kewajiban dan wewenang dari pelaksana operasional di dalam pasal 12 ayat (2) pelaksana operasional berkewajiban:

a. Melaksanakan dan mengembangkan BUM Dessa agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan /atau pelayan umum masyarakat Desa;

b. Menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan asli;dan

c. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.

Dan ayat (3) pelaksana operasional berwenang:

a. Membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;

b. Membuat laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan; c. Memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada

masyarakat Desa melalui musyawarah Desa sekurang-kurangnya dua (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.8

Namun pada kenyataannya Pelaksana operasional BUM Desa Batang Nadenggan tidak mampu memenuhi kewajibannya pada pasal 12 ayat (2) yang

8 Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan

(13)

6

menyatakan kewajiban untuk mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan pelayanan umum masyarakat Desa.

Ketentuan mengenai kewajiban dan wewenang pengawas dijelaskan dalam pasal 15 ayat (3) pengawas sebagaimana dimaksud mempunyai kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUM Desa sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Dan yang menjadi wewenangnya dijelaskan dalam ayat (4) pengawas sebagaimana dimaksud berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pengawas untuk:

a. Pemilihan dan pengangkatan pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

b. Penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUM Desa; dan c. Pelaksana pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Pelaksana

operasional.

Pada kenyataannya pengawas BUM Desa Batang Nadenggan masih belum optimal dalam melaksanakan wewenangnya dibagian evaluasi terhadap kinerja Pelaksana Operasional.

Modal awal dari Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) desa Batang Nadenggan sebesar Rp. 246.000.000 yang bersumber dari APB Desa dan jenis BUM Desa adalah alat transportasi yaitu mobil Dumtruck dengan kegiatan usaha penyewaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa bagian keempat klasifikasi jenis usaha BUM Desa Pasal 20 ayat (2) Unit usaha dalam BUM Desa dapat menjalankan kegiatan usaha penyewaan meliputi:

a. Alat transportasi; b. Perkakas pesta; c. Gedung pertemuan; d. Rumah toko;

e. Tanah milik BUM Desa;dan f. Barang sewaan lainnya.

Pemilihan jenis BUM Desa penyewaan dengan bentuk alat transportasi mobil Dumtruck ini dikarenakan potensi dari desa Batang Nadenggan adalah

(14)

7

perkebunan, sehingga kesepakatan Badan Permusyawaratan Desa memutuskan memilih jenis BUM Des ini.

Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Bab II Pendirian BUM Desa Pasal 3 pendirian BUM Desa bertujuan :

a. Meningkatkan perekonomian Desa;

b. Mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa; c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

Desa;

d. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga

e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;

f. Membuka lapangan kerja;

g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa;

h. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan asli Desa.

Sumber pendapatan desa terdiri atas:

1. Pendapatan asli desa (PAD). Pendapatan asli desa meliputi hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain lain pendapatan asli yang sah.

2. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota.

3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota.

4. Bantuan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah bantuan bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota yang disalurkam melalui kas desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.

(15)

8

Sumbangan pihak ketiga dalam ketentuan ini dapat berbetuk hadiah, donasi, wakaf, dan atau lain-lain. Sumbangan serta pemberian dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang.

Belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggara pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakatat desa. Pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan daan belanja desa (APBD).

Pedoman pengelolaan keuangan desa ditetapkan oleh bupati/walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa(BUMD) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Badan usaha milik desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bumd dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undang.9

Secara sosiologis, tersedianya suatu lembaga ekonomi yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat desa sudah sejalan dengan kepentingan bersama masyarakat. Kehadiran lembaga semacam ini searah dengan tujuan peningkatan kemandirian dan kreatifitas masyarakat desa untuk mengusahakan kesejahteraannya. Pendirian dan pengelolaan BUMDes yang kurang baik secara langsung dapat kontraproduktif dengan tujuan pembentukan BUMDes itu sendiri.

Secara yuridis, peraturan di daerah tentang BUMDes berdasar pada UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat (1)“Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”.Gambaran singkat landasan keberadaan BUMDes sebagaimana dijabarkan diatas menjadi pemahaman awal akan latar belakang perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai BUMDes ditingkat daerah.

Pedoman pengelolaan keuangan desa ditetapkan oleh bupati/walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.Desa dapat mendirikan

9HAW, Widjaja,Penyelenggaraan otonomi di Indonesia,(Jakarta:PT Raja Grafindo

(16)

9

badan usaha milik desa(BUMD) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Badan usaha milik desa adlah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. BUMDes dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undang.

Dalam Fiqh Siyasah, ada ruang lingkup dan sumber kajian fiqh siyasah

yaitu siyasah syar’iyah yang diartikan dengan kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat. Khallaf merumuskan siyasah syar’iyah dengan:

ْلْا ِةَل ْو َّدلِل ِةَّم َاعْلا ِن ْوُء ُّشلا ُرْيِبْدَت

ِعْفَد َو ِحِل اَصَمْلا َقْيق ِحْحَت ُلِفْكَي اَمِب ِةَّيِم َلاْس ِء

ِئَءْلا ِل َوْق َءاِب ْقَفَّتُي ْمَل ْنِا َو ِةَيِ لُكْلا اَهِلُصُا َو ِةَعْي ِرَّسلا َدُدُح ى ِ دَعَتَي َل اِ مِم ِر اَضُمْلا

ِةَّم

َنْي ِد ِحَتْجُممْلا

pengelolaan masalah-maslah umum bagi pemerintahan islam yang menjamin

terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemudoratan dari masyarakat islam,dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsipnya yang umum, meskipun tidak sejalan dengan pendapat para ulama”

Abdul Wahab Khallaf menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan masalah ummat islam adalah segala hal yang membutuhkan pengaturan dalam kehidupan mereka, baik di bidang perundang-undangan,keuangandan moneter, peradilan, eksekutif, masalah dalam negeri ataupun hubungan internasional.10

Defenisi ini lebih dipertegas lagi oleh Abdurrahman Taj yang merumuskan

siyasah syar’iyah sebagai hukum hukum yang mengatur kepentingan

negara,mengorganisasi permasalahan ummat sesuai dengan jiwa (semangat) syariat dan dasar-dasarnya yang universal demi terciptanya tujuan-tujuan kemasyarakatan, walaupun pengaturan tersebut tidak di tegaaskan baik oleh Al-Qur’an maupun al-Sunnah.

Dengan menganalisis defenisi-defenisi yang dikemukakan para ahli di atas dapat di temukan hakikat siyasah syari’iyah,yaitu:

10 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah:Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,(Jakarta:Kencana:2014) hal. 5

(17)

10

1. Bahwa siyasah syari’iyah berhubungan dengan pengurusan dan pengaturan kehidupan manusia

2. Pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan (ulu al-amr)

3. Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudoratan (jalb al-mashalih wadaf al-mafasid)

4. Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan roh atau semangat syariat Islam universal.11

Salah satu hal penting dalam menerapkan kebijakan pembangunan sesuai prinsip syariah adalah terletak pada instrument-instrumen yang dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan perekonomian Negara. Dalam sejarah, pemerintahan Islam telah menggunakan beragam instrument untuk membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan. Sumber-sumber tersebut antara lain: Zakat, Ghanimah, Fa’i, Jizyah, Kharaj dan Usyur al-Tijarah.

Dalam implementasi program BUM Desa melalui Peraturan Menteri Desa PDTT tidak semudah wacana. Pembentukan BUM Desa di suatu desa tidaklah mudah masih menemukan beberapa kendala, meski di Kabupaten Labuhanbatu selatan kewajiban mendirikan BUM Desa pada tahun 2016 namun nyatanya desa Batang Nadenggan merealisasikannya pada tahun 2018. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan mendeskripsikan hal tersebut dalam sebuah penelitian dengan mengangkat judul : TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DESA PDTT RI NO.4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (STUDI KASUS DI DESA BATANG NADENGGAN KEC. SUNGAI KANAN KAB. LABUHANBATU SELATAN)

B.RUMUSAN MASALAH

Adapun yang jadi masalah dalam penelitian ini adalah:

11

(18)

11

1. Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan?

2. Faktor apa sajakah sebagai penghambat dalam Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan?

3. Bagaimana tinjauan fiqh siyasah terhadap Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa?

C.TUJUAN PENELITIAN

Pada dasarnya bahwa tujuan penelitian adalah jawaban yang ingin dicari dari rumusan masalah. Dalam setiap penelitian yang di lakukan akan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun

2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja sebagai penghambat dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa di Desa Batang Nadenggan.

3. Untuk mengetahui tinjauan fiqh siyasah terhadap Peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

D.MANFAAT PENELITIAN

Di harapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap tataran teoritis dan praktis. Adapun kegunaannya:

1. Secara ilmiah diharapkan agar penelitian dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi siapa saja yang tertarik dengan topik pembahsan bidang ini. 2. Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi bahan

untuk didiskusikan lebih lanjut dikalangan akademisi maupun praktisi.

3. Diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai manfaat dari Badan Usaha Milik Desa.

(19)

12 E.METODE PENELITIAN

Untuk membahas masalah dalam penyusunan skripsi ini, penulis perlu melakukan penelitian guna memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang akan di bahas dan gambaran dari masalah tersebut secara akurat dan jelas. Oleh sebab itu ada beberapa langkah penelitian yang di lakukan penulis yaitu:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat pula disebut dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat. Atau dengan kata lain suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.

2. Pendekatan penelitian.

Pendekatan pada penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan penelitan perundang-undangan (Statute Approach) dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Desa, dan pendekatan penelitian kasus (Case Approach) pendekatan ini dilakukan dengan menelaah pengelolaan BUM Desa di Desa Batang Nadenggan.

3. Lokasi penelitian.

Lokasi penelitian dalam skripsi ini adalah di Desa Batang Nadenggan Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

4. Sumber data.

Ada tiga bentuk sumber data dalam penelitian yang akan penulis jadikan sebagai pusat informasi pendukung data yang di butuhkan dalam penelitian. Sumber data tersebut adalah:

(20)

13

a. Sumber data primer, yaitu data yang di peroleh langsung dari lapangan. Data ini dapat di peroleh melalui pengamatan langsung maupun melalui hasil wawancara kepada sejumlah masyarakat sekitar.

b. Sumber data sekunder, yaitu buku-buku yang bersangkutan dengan pembahasan ini.

c. Sumber Hukum Tersier, yaitu bahan atau data yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder.

5. Pengumpulan data.

Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian, maka yang di jadikan teknik pengumpulan data adalah:

a. Observasi, mengamati secara langsung realita yang ada di lapangan yang di perlukan dalam mendukung penelitian.

b. Wawancara, Metode wawancara adalah metode atau cara pengumpulan data dengan cara bertanya langsung dengan responden.

6. Analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Teknis analisis data yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif dengan membuat gambaran yang di lakukan dengan cara:

a. Penyajian data, yaitu proses penyusunan informasi yang kompleks dalam bentuk sistematis, sehingga menjadi bentuk yang sederhana serta dapat di pahami maknanya.

b. Penarikan kesimpulan, yaitu langkah terakhir yang di lakukan peneliti dalam menganalisis data secara terus-menerus baik pada saat pengumpulan data atau setelah pengumpulan data.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan skripsi ini, akan di susun dalam lima bab. Tiap-tiap bab akan terdiri dari beberapa sub-bab yang sesuai dengan keperluan kajian yang akan penulis lakukan.

Bab pertama: pendahuluan. Bab ini merupakan pengenalan dari rangka untuk keseluruhan kajian yang akan di lakukan oleh penulis, yang terdiri dari latar

(21)

14

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan di akhiri dengan sistematika penulisan.

Bab kedua: Dalam bab ini penulis akan membahas tentang landasan teoritis antara lain mengenai fiqh siyasah, badan usaha milik desa dan landasan hukum dari badan usaha milik desa.

Bab ketiga: Dalam bab ini penulis akan membahas tentang gambaran umum desa Batang Nadenggan meliputi sejarah desa, keadaan demografi desa, keadaan sosial dan ekonomi serta sarana prasarana desa Batang Nadenggan.

Bab keempat: merupakan bab inti, karena penulis akan membahas secara terperinci tentang penelitian dan penulis akan memaparkan tentang implementasi peraturan Menteri Desa PDTT RI No.4 Tahun 2015 di Desa Batang Nadenggan, faktor apa yang menjadi penghambat dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Batang Nadenggan serta bagaimana tinjauan Fiqh Siyasah terhadap BUMDes Batang Nadenggan.

Bab kelima: penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan uraian-uraian yang telah di bahas dari keseluruhan penelitian. Dalam bab ini juga berisi tentang penutup dan saran-saran.

(22)

15 BAB II

LANDASAN TEORI A. Fiqh Siyasah

1. Pengertian Fiqh Siyasah

Kata fiqh berasal dari kata Faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti mengerti atau paham. Kata fiqh secara etimologis berarti “paham yang mendalam”. Paham dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriah, maka fiqh berarti paham yang menyampaikan ilmu yang lahir kepada ilmu yang batin.12 Asal kata tersebut

juga digunakan dalam Al-Quran dalam surah at-Taubah, 9:122.

ةَّف اَك ا ْو ُرِفْنَيِل َن ْوُنِم ْؤُملْا َناَك اَم َو

َل ْوَلَف

َرَفَن

ِ لُك ْنِم

ط ْمُهْنِ م ٍةَق ْرِف

آ

ِئ

ٌةَف

َو ِنْي ِ دلا ىِف ا ْوُهَّقَفَتَيِ ل

ْمُهَم ْوَق ا ْو ُرِذْنُيِل

اَذِا

ُعَج َر

ْمِهْيَل إ او

ْو ُر َذ ْحَي ْمُهَّلَعَل

َن

ةبوتلا (

/

٩

:

١۲۲

)

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam penegetahua mereka tentang agama dan untuk

(23)

16

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada-nya,

supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”13(Q.S. at-Taubah,9:122).

Pernyataan yang ada dalam ayat tersebut adalah yatafaqqahu fi al-din bermakna agar mereka memahami agama (Islam). Hal ini merupakan suatu suruhan Allah SWT suata diantara orang-orang beriman ada suatu kelompok yang berkenan mempelajari agama.

Secara defenisi, fiqh berarti “ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”.

Penggunaan kata “syar’iyyah” atau “syariah” dalam defenisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’i, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata ini sekaligus menjelaskan bahwa sesuatu yang bersifat ‘aqli. Kata “amaliah” yang terdapat dalam defenisi fiqh tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindakan manusia ynag bersifat lahiriah.

Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau akidah tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam artian ini. Pengertian kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian seperti mengetahui apa-apa yang secara lahir dan jelas dikatakan Allah tidak disebut fiqh. Kata “tafsili” dalam defenisi itu menjelaskan tentang

dalil-dalil yang digunakan seorang fakih atau mujtahid dalam penggalian dan

13 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Garut:CV

(24)

17

penemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh orang awam dari seorang mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk ke dalam pengertian fiqh.14

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fiqh dapat dipahami dari empat sudut pandang. Pertama, fiqh merupakan ilmu tentang

syara’. Kedua, fiqh mengkaji hal-hal yang bersifat ‘amaliyah furu’iyah (praktis dan bersifat cabang). Ketiga, pengetahuan tentang hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafsili yakni Al-Quran dan Sunnah. Keempat, fiqh digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal (penarikan kesimpulan) mujtahid.

Kata “siyasah” yang berasal dari kata sasa, berarti mengatur, mengurus dan memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan. Pengertian kebahasaaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencakup sesuatu.15

Secara terminologis, Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan bahwa siyasah adalah “pengaturan perundangan yang diciptakan untuk memlihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan.” Sementara Louis Ma’luf memberikan batasan siyasah adalah “membuat kemasalahatan manusia dan membimbing mereka ke jalan keselamatan. Adapun Ibn manzhur mendefenisikan siyasah “mengatur atau memimpin sesuatu yang mengantarkan manusia kepada kemaslahatan”.

14 Nurhayati & Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh,cetakan ke-2

(Jakarta:PrenadaMedia Group,2019) hal. 1-2

15 Imam Al-Mawardi, Ahkamus Sulthoniyah:Hukum-hukum Penyelenggara Negara

(25)

18

Tiga defenisi yang dikemukakan para ahli di atas masih bersifat umum dan tidak melihat/mempertimbangkan nilai-nilai syariat, meskipun tujuannya sama-sama ingin mencapai kemasalahatan. Defenisi yang bernuansa religious dikemukakan oleh Ibn Qoyyim al-Jawziyah. Menurutnya, siyasah adalah “suatu perbuatan yang membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kebinasaan, meskipun perbuatan tersebut tidak ditetapkan oleh Rasulullah atau diwahyukan oleh Allah SWT. Defenisi senada juga dirumuskan Ahmad Fathi Bahansi yang menyatakan bahwa siyasah adalah “pengaturan kepentingan kemaslahatanumat manusia sesuai dengan ketentuan syara’.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat ditarik benang merah bahwa fiqh siyasah merupakan salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencaai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Dalam fiqh siyasah ini, ulama mujtahid menggali sumber-sumber hukum Islam, yang terkandung di dalamnya dalam hubungannya dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sebagai hasil penalaran kreatif, pemikiran para mujtahid tersebut tidak kebal terhadap perkembangan zaman dan sangan bersifat debatable (masih bisa diperdebatkan) serta menerima perbedaan pendapat.

Sebagai ilmu ketatanegaraan dalam Islam fiqh siyasah antara lain membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan, siapa pelaksana kekuasaan, apa dasar kekuasaan dan bagaiman cara-cara pelaksana kekuasaan menjalankan

(26)

19

kekuasaan yang diberikan kepadanya, dan kepada siapa pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan kekuasaannya.16

2. Ruang Lingkup Fiqh Siyasah

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menentukan ruang lingkup kajian fiqh siyasah. Diantaranya ada yang membagi menjadi lima bidang, ada yang menetapkan empat bidang atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama yang membagi ruang lingkup kajian fiqh siyasah menjadi delapan bidang. Namun perbedaan itu tidaklah terlalu prinsip karena hanya bersifat teknis. Menurut Imam al-Mawardi, ruang lingkup kajian fiqh siyasah mencakup:

a. Kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang-undangan (siyasah dusturiyyah).

b. Ekonomi dan moneter (siyasah Maliyyah).

c. Peradilan (siyasah qadha’iyah). d. Hukum perang (siyasah Harbiyyah).

e. Administrasi negara (siyasah Idariyah).

Sedangkan Ibn Taimiyah meringkasnya menjadi empat bidang kajian, yaitu: a. Peradilan (siyasah qadha’iyah)

b. Administrasi negara (siyasah Idariyah)

c. Ekonomi dan moneter (siyasah Maliyyah)

d. hubungan internasional (siyasah dauliyyah/siyasah kharajiyyah)

Sementara Abd al-Wahab Khallaf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu:

a. Peradilan

b. Hubungan internasional c. Keuangan negara.

16 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah:Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,(Jakarta:Kencana:2014) hal.4

(27)

20

Berbeda dengan tiga pemikiran diatas, T.M Hasbi Ash-Shiddieqy malah membagi ruang lingkup fiqh siyasah menjadi delapan bidang, yaitu:

1. Politik Pembuatan Perundang-undangan (Siyasah dusturiyah Syar’iyyah)

2. Politik Hukum (Siyasah Tasyri’iyyah Syar’iyyah)

3. Politik Hukum Peradilan (Siyasah Qadhaiyyah Syar’iyyah) 4. Politik Ekonomi dan Moneter (Siyasah Maliyah Syari’iyyah) 5. Politik Administrasi Negara (Siyasah Idariyyah Syar’iyyah)

6. Politik Hubungan Internasional (Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah Syar’iyyah)

7. Politik Pelaksana Perundang-undangan (Siyasah Tanfidziyyah Syar’iyyah)

8. Politik Peperangan (Siyasah Harbiyyah Syar’iyyah).17

Berdasarkan pendapat diatas, pembagian fiqh siyasah dapat disederhanakan menjadi tiga pokok.

1. Politik perundang-undangan (siyasah dusturiyyah). Bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum (tasyri’iyyah) oleh lembaga legislative, peradilan (qadha’iyyah) oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintahan (idariyyah) oleh birokrasi atau eksekutif.

2. Politik luar negeri (siyasah dauliyyah/siyasah kharijiyyah). Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga negara yang Muslim dan negara non-Muslim (al-siyasah al-duali al-amm) atau disebut juga dengan hubungan internasional. Hukum perdata internasional menyangkut permasalahan jual beli, perjanjian, perikatan dan utang piutang yang dilakukan warga negara Muslim

17 Mujar Ibnu Syarif, Fiqh Siyasah:Doktrin dan Pemikiran politik Islam,(Jakarta:Erlangga,2008)hal.36

(28)

21

dengan warga negara lain. Adapun hubungan internasional mengatur antara lain politik kebijakan negara Islam dalam masa damai dan perang. Hubungan dalam masa damai menyangkut tentang kebijaksanaan negara menyangkut duta dan konsul, hak-hak istimewa mereka, tugas dan kewajiban-kewajibannya. Sedangkan dalam masa perang (siyasah harbiyyah) menyangkut antara lain tentang dasar-dasar diizinkannya berperang, pengumuman perang, etika berperang, tawanan perang, dan gencatan senjata.

3. Politik keuangan dan moneter (siyasah maliyyah), antara lain membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan.18

3. Sumber Pendanaan Dalam Negara Islam

Salah satu hal penting dalam menerapkan kebijakan pembangunan sesuai prinsip syariah adalah terletak pada instrument-instrumen yang dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan perekonomian Negara. Dalam sejarah, pemerintahan Islam telah menggunakan beragam instrument untuk membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan. Sumber-sumber tersebut antara lain:

a) Zakat

Zakat diambil dari muzakki dan disalurkan kepada mustahik. Ibnu Hazm al-Andalusi, berpendapat bahwa pemerintah berhak menggunakan kekuasaanya untuk memaksa orang kaya, bahkan pemerintah berhak menuntuk hak-hak orang

(29)

22

miskin yang terdapat dalam harta orang kaya. Dalam firman Allah SWT surah At-Taubat, 9: 103.

ْمِهْيِ ك َزُت َو ْمُه ُرِ هَطُت ةَق َدَص ْمِهِل ا َوْمَا ْنِم ْذُخ

..اَهِب

.

)

/ ةبوتلا

٩

:

١٠٣

(

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu

kamu membersihkan dan menyucikan mereka.”19 (Q.S. at-Taubah, 9:103).

Dalam konteks pembiayaan pembangunan, zakat memiliki tiga fungsi yang dapat dimainkan, yaitu:

1) Buffer APBN: sebagai penyangga APBN dimana zakat dapat digunakan

untuk menanggulangi beban deficit APBN, dengan catatan deficit ini adalah yang khusus terkait dengan anggaran belanja pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan, dan bukan pos belanja pemerintah yang lain. 2) Jaring pengaman sosial dan kesejahteraan masyarakat: sebagai pilar utama

dalam menjami upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarkat yang berhak menerima zakat (mustahik) dan instrument untuk menciptakan pemerataan dan keadilan agama.

3) Pilar pengembangan production base perekonomian Negara: dalam perekenomian masyarakat, dimana zakat berfungsi sebagai sumber pendanaan bagi pengembangan usaha mikro mustahik.

b) Ghanimah

Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh umat Islam melalui jalan peperangan.Islam membolehkan umatnya merampas harta musuh yang kalah dalam peperangan. Dalil nash yang menyatakan sumber keuangan Negara bisa diperoleh dari ghanimah adalah firman Allah Swt dalam surah al-Anfal, 8: 41.

(30)

23

ُهُسُمُخ َلله َّن ِاَف ٍءْيَش ْنِم ْمُتْمَنَغ اَمَّنَا ا ْوُمَلْعا َو

َّرلِل َو

َو ِل ْوُس

َيلْا َو ىب ْرُقلْا ىِذِل

ىمت

لله اِب ْمُتْنَما ْمُتْنُك ْنِا ِلْيِبَّسلا ِنْبا َو ِنْيِكسَملْا َو

َو

ْنَا اَم

لَع اَنْل َز

َع ى

ُفلْا َموَي اَن ِدْب

َم ْوَي ِناَق ْر

ُالل َو ِناَعْمَجلْا ىَقَتلْا

ٌرْي ِدِق ٍءْيَش ِ لُك ىَلَع

لافنلا (

/

٨

:

٤١

)

Artinya: “Dan ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu

peroleh sebagai ghanimah ( rampasan perang ), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak yatim dan orang miskin serta Ibnu Sabil, jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami ( Muhammad ) di hari al-Furqan, yaitu hari bertemunya dua pasukan. Allah maha kuasa atas segala sesuatu.”20(Q.S. al-Anfal,8:41).

Karena ghanimah sifatnya adalah berup barang yang ditinggalkan oleh pemilik atau penduduk negeri yang ditundukkan, maka untuk keperluan optimalisasi pemanfaatannya maka Negara tampil dan berperan dalam melakukan pengelolaanya guna menghindari terjadinya kerusakan yang berujung penyia-nyiaan harta.

c) Fa’i

Fa’i merupakan penerimaan dari Negara Islam dan sumber pembiayaan

Negara, sebagaimana dijelaskan dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Hasyr (59): 6-7 yang berbunyi:

ْمُتْفَج ْوَأ اَمَف ْمُهْنِم ِهل ْوُس َر ىَلَع ُالل َءاَفَأ اَم َو

ْيَلَع

ْيَخ ْنِم ِه

َل َو ِب اَك ِر َل َّو ٍل

َّنِك

ْيَس ِ لُك ىَلَع ُالل َو ُءاَشَّي ْنَم ىَلَع ُهَلُسُر ُطِ لَسُي الل

ِدَق ٍء

ٌرْي

.

َأ اَم

ِهِل ْوُس َر َىلَع ُالل َءاَف

َو ٰىب ْرُقلْا ىِذِل َو ِل ْوُس َّرلِل َو ِهَّلِلَف ى ٰرُقلْا ِلْهَأ ْنِم

ٰمٰتَيلْا

ٰسَملْا َو ى

ْيِبَّسلا ِنْبا َو ِنْيِك

َل ْيَك ِل

ْوُد َن ْوُكَي

لا ُمُكىتَا اَم َو ْمُكْنِم ِء اَيِنْغَلْا َنْيَب ةَل

ُل ْوُس َّر

ُه ْوُذُخَف

َف ُهْنَع ْمُكىهَن اَم َو

ا ْوُهَتْن ا

ِب اَقِعلْا ُدْي ِدَس َالل َّنِإ َالل اوُقَّتا َو

/ رشحلا (

۵٩

:

٧

)

20Ibid, hal.182

(31)

24

Artinya: “Dan apa saja harta rampasan (Fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seeokor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa saja harta rampasan (Fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumnya.”21( Al-Hasyr, 59: 6-7)

Dari dua ayat tersebut jelas bahwa penggunaan fa’i diatur ole Rasulullah SAW, sebagai harta Negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum.

d) Jizyah

Jizyah adalah penerimaan Negara yang dibayarkan oleh warga non muslim

khususnya ahli kitab untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, dan bebas dari kewajiban militer. Pada masa Rasulullah besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk orang dewasa kaum laki-laki yang mampu membayarnya.Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang yang menderita sakit dibebaskan dari kewajiban ini.

e) Kharaj

Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutang milik umat. Jika tanah yang diolah kebun buah-buahan yang dimiliki non-muslim jatuh ke tangan orang Islam akibat kalah perang, aset tersebut menjadi bagian kekayaan publik umat.Karena itu siapapun yang ingin

(32)

25

menglah ahan tersebut harus membayar sewa.Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj.

f) Usyur al-Tijarah

Usyur adalah Pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non-muslim yang melakukan transaksi bisnis di Negara Islam. Pajak perdagangan ini tetap diberlakukan dalam dunia perdagangan internasional hingga saat sekarang.Dalam penerapan ketentuan pajak ini, bagi non-Muslim warga Negara asing yang tidak menetap di Negara Islam dikenakan pajak perdagangan sebesar sepersepuluh dari transaksi dagangnya.Sementara bagi non-muslim yang menjadi warga Negara Islam pajak seperdua puluh dari transaksi dagangnya.22

B. Badan Usaha Milik Desa

1. Pengertian Badan Usaha Milik Desa

Badan usaha milik desa adalah bentuk badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan modal langsung ynag berasal dari dari hasil kekayaan dan potensi desa. Lembaga ini di rediksi memjadi kekuatan besar yang akan mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menciptakan produktivitas ekonomi bagi desa dengan berdasar pada keragaman pada potensi yang dimiliki desa.23 BUMDesa juga dapat diartikan sebagai usaha yang bercirikan desa yang didirikan secara bersama-sama oleh pemerintahan bersama dengan masyarakat desa.

22Irfan Syauqi, Laily dwi arsyianti, Ekonomi Pembangunan Syariah, (Jakarta:rajawali

pers, 2016)hal.179

(33)

26

Dimana badan usaha ini memiliki tugas untuk dapat mendayagunakan seluruh potensi ekonomi serta potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

BUMDesa juga menjadi salah satu badan usaha yang didorong menghasilkan Pendapatan Asli Desa. Dalam Undang-undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, keberadaan BUMDesa sudah diakui, yaitu disebut dalam Pasal 213: (1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai kebutuhan dan potensi desa; (2) Badan Usaha milik Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan; (3) badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai dimaksud ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undangan.24

2. Jenis Usaha Badan Usaha Milik Desa

Badan Usaha Milik Desa dimaksudkan sebagai lembaga usaha yang dijadikan sebagai usaha mendorong produktivitas ekonomi masyarakat desa. Memakai modal penyertaan dari desa, BUMDesa memiliki berbagai pilihan untuk dijadikan sebagai usaha-usaha potensial yang memiliki peluang pasar yang menjanjikan. berikut ini klasifikasi jenis usaha BUMDesa yang diatur dalam Peraturan Menteri Desa PDTT RI No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

a. Bisnis sosial (social business) usaha ini adalah usaha sederhana yang bersifat layanan umum (serving) kepada masyarakat dengan

(34)

27

mengharapkan keuntungan finansial. Unit usaha dalam jenis usaha soasial ini meliputi: air minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan dan sumber daya lokal dan teknologi pangan lainnya.

b. Bisnis penyewaan (renting) penyewaan barang yang bersifat melayani kebutuhan masyarakat desa dan dapat ditujukan untuk memperoleh pendapatan desa (PADesa). Bisnis ini salah satu tujuannya untuk memudahkan masyarakat desa untuk mendapatkan berbagai kebutuhan, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Jenis penyewaan yang dapat dijalankan meliputi: alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko, tanah milik BUMDesa, dan barang sewaan lainnya.

a. Bisnis perantara (brokering) BUMDesa dapat menjalankan usaha perantara yang memberikan jasa pelayanan kepada warga. Jenis perantara yang dapat dijalankan meliputi: jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produksi yang dihasilkan masyarakat dan jasa pelayanan lainnya.

b. Bisnis produksi dan/atau dagang (trading) BUMDesa dapat menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas. Jenis perdagangan yang dapat dijalankan meliputi: pabrik es, pabrik asap cair, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, sumur bekas tambang dan kegiatan bisnis produktif lainnya.

(35)

28

c. Bisnis keuangan (Finacial Business) BUMDesa dapat menjalankan bisnis keuangan yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa. Usaha ini dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat desa.

d. Usaha bersama(holding) BUMDesa dapat menjalankan usaha bersama sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dari skala lokal Desa maupun kawasan perdesaan. Unit-unit usaha yang dimaksud dapa berdiri sendiri yng diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUMDesa agar tumbuh menjadi usaha bersama. Unit usaha dalam BUMDesa dapat menjalankan kegiatan usaha bersama meliputi: pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif, desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat dan kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya.25

3. Susunan Organisasi Pengelola Badan Usaha Milik Desa

Menurut Peraturan Menteri Desa PDTT RI no. 4 tahun 2015 susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:

25 Peraturan Menteri Desa PDTT RI No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan

(36)

29 a) Penasihat;

b) Pelaksana operasional;dan c) Pengawas.

Penasihat BUM Desa dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan. Penasihat BUM Desa berkewajiban: a) memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa; b) memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa;dan c) mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.

Penasihat juga berwenang dalam hal: a) meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelola usaha Desa;dan b) melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa.

Pelaksana operasional mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pelaksana operasional berkewajiban: a) melaksanakan dan mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa, b) menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa, c) melakukan kerjasama dengann lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.

Pelaksana Operasional berwenang dalam hal: a) membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan, b) membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan, c) memberikan

(37)

30

laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1(satu) tahun.

Beberapa persyaratan menjadi Pelaksana Operasional meliputi: a) masyarakat Desa ynag mempunyai jiwa wirausaha, b) bedomisili dan menetap di Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, c) berkepribadian baik,jujur, adil, cakap, dan perhatian terhapa usaha ekonomi Desa, dan d) pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/ SMK atau sederajat.

Pelaksana Operasional diberhentikan dengan alasan: a) meninggal dunia, b) telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa, c) mengundurkan diri, d) tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga menghambat perkembangan kinerja BUM Desa, e) Terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pengawas BUM Desa mewakili kepentingan masyarakat. Masa bakti Pengawas diatur didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa. Susunan kepengurusan Pengawas terdiri dari:

a) Ketua

b) Wakil ketua merangkap anggota c) Sekretaris merangkap anggota; d) Anggota.

Pengawas mempunyai kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUM Desa sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Pengawas berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pengawas untuk: a) Pemilihan dan pengangkatan pengurus, b) Penetapan kebijakan pengembangan

(38)

31

kegiatan usaha dari BUM Desa, c) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Pelaksana Operasional.26

4. Tujuan Pendirian Badan Usaha Milik Desa Empat tujuan utama pendirian BUM Desa adalah:

a. Meningkatkan perekonomian desa b. Meningkatkan pendapatan asli desa

c. Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat

d. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan.

Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) adalah merupakan perwujudan dari pengelolaan ekonomi produktif dan yang dilakukan secara kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan suistanable. Oleh karena itu, perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan secara efektif , efisien, professional dan mandiri untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan pemerintah desa.

Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingaat BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dan menggerakkan ekonomi desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (diluar desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan yang berlaku standar di pasaran. Artinya terdapat mekanisme

26Ibid, Pasal 10-Pasal 15

(39)

32

kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan disebabkan usaha yang dijalankan oleh BUMDes.27

BAB III

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah dan Asal Usul Desa

Desa Batang Nadenggan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Desa Batang Nadenggan mulai terbentuk pada tahun 1946 dan pada saat itu Desa Batang Nadenggan dipimpin oleh Bapak Mangaraja Suman Siregar pada saat itu ditunjuk oleh Raja selama 4 (empat) tahun. Pada tahun 1950 terjadilah Pemilihan Kepala Desa secara langsung dengan 3 (tiga) orang calon yaitu:

1. Bapak Baginda Sutan Siregar 2. Bapak Kali Banua

3. Bapak Mazza

Pada pemilihan tersebut dimenangkan oleh Bapak Baginda Sutan Siregar. Baginda Sutan Siregar memimpin selama 4 Tahun yaitu Tahun (1950-1954). Pada

27Departemen Pendidikan Nasional, Buku Panduan Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya,2007.hal.5-6

(40)

33

tahun 1955 kepemimpinan desa Batang Nadenggan di serahkan kepada bapak Mangaraja Parlaungan selama 3 (tiga) tahun yaitu tahun 1966-1969 sebagai Pejabat Kepala Desa. Tahun 1970 Desa Batang Nadenggan kembali dipimpin oleh Baginda Sutan Siregar sampai tahun 1981. Dari Tahun 1982 Kepemimpinan Desa Batang Nadenggan diserahkan kepada Bapak Hakim Siregar sebagai Pejabat selama 2 (dua) Tahun. Tahun 1984 terjadi pemilihan Kepala Desa Batang Nadenggan dengan Calon 2 (dua) orang yaitu:

1. Bapak Hakim Siregar 2. Bapak Toharuddin Harahap.

Pemilihan tersebut dimenangkan oleh Bapak Toharuddin Harahap, kepemimpinan Bapak Toharuddin Harahap selama 8 (delapan) Tahun yaitu (1984-1993). Pada tahun 1993 terjadi pemilihan Kepala Desa Batang Nadenggan dengan Calon sebanyak 3 (tiga) orang yaitu:

1. H. Yahya Harahap 2. H. Bosiapi Rambe 3. H. Asril Siregar

Pemilihan tersebut dimenangkan oleh Bapak H. yahya Harahap, kepemimpinan Bapak H. Yahya Harahap selama 8 (delapan) Tahun yakni Tahun (1993-2001). Tahun 2001 pemilihan kepala desa kembali digelar dengan calon sebanyak 3 (tiga) orang yaitu :

1. H. Asril Siregar 2. Partahian Harahap

(41)

34 3. Pardinandus Siregar

Pemilihan kali ini dimenangkan oleh Bapak H. Asril Siregar, kepemimpinan Bapak H. Asril Siregar sejak Tahun (2001-2007). Tahun 2007 pemilihan kepala desa kembali digelar dengan calon sebanyak 2 (dua) orang yaitu:

1. H. Yahya Harahap 2. H. Bosiapi Rambe

Pemelihan tersebut dimenangkan oleh Bapak H. Yahya Harahap, kepemimpinan Bapak H. Yahya Harahap selama 6 (enam) Tahun yaitu 2007-2013. Pada tahun 2013-2014 Desa Batang Nadenggan dijabat oleh Bapak Kismulia Harahap. Pada tahun 2014 terjadi pemilihan Kepala Desa dengan calon 2 (dua) orang yaitu:

1. Bapak H. Bosiapi Rambe 2. Bapak Ali Amson Siregar

Pemilihan tersebut dimenangkan oleh Bapak H. Bosiapi Rambe dan sampai dengan sekarang.

B. Keadaan Demografi Desa

Pembagian wilayah Desa Batang Nadenggan Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dibagi menjadi 4 (empat) dusun, sesuai dengan Tabel di bawah ini :

(42)

35

1 Tapian Nadenggan 2.680 Ha 2 Sungai Bondar 2.320 Ha 3 Batang Gogar 2.730 Ha 4 Divisi I PTTN 2.270 Ha

Jumlah Luas Wilayah

Desa 10.000 Ha

Desa Batang Nadenggan Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ujung Gading Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Hajoran Kec. Sungai Kanan dan Desa Bolatan Kecamatan Halongonan Kab. Padang Lawas Utara.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Situmbaga, Desa Sihopuk, Desa Rondaman, Desa Mampang dan Desa Ujung Padang Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Parimburan Kecamatan Sungai Kanan.

Penduduk Desa Batang Nadenggan Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan memiliki jumlah penduduk kurang lebih 5.025 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 2.525 jiwa, jumlah penduduk perempuan 2.500 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 1.027 KK. Penduduk Batang Nadenggan

(43)

36

dibedakan berdasarkan umur dari 0-6 Tahun, umur 7 – 12 Tahun, umur 13-18 Tahun sebanyak 480 jiwa, umur 19-22 Tahun, umur 23-59 Tahun, dan 60 tahun.

Penduduk Desa Batang Nadenggan memiliki beberapa macam mata pencaharian diantaranya Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Kesehatan, Buruh/swasta, Pengusaha/pedagang, Petani, Peternak, Tukang dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan penduduk Desa Batang Nadenggan diantaranya penduduk yang tidak tamat SD, penduduk yang tamat SD tamat SMP, tamat SMA dan tamat Diploma dan Sarjana. Mayoritas penduduk Desa Batang Nadenggan menganut agama Islam, namun di Desa Batang Nadenggan ini juga terdapat penduduk yang menganut agama Kristen. Berikut ini perinciannya, yaitu:

Tabel 1

Jumlah Penduduk berdasarkan Dusun

No Dusun Jumlah Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Penduduk Jumlah KK Ket 1 Tapian Nadenggan 905 873 1.778 360 2 Sungai Bondar 630 625 1.255 255 3 Batang Gogar 660 660 1.320 270 4 Divisi I PTTN 330 342 672 142 Jumlah 2.525 2.500 5.025 1.027

Gambar

Tabel 3  Sarana Komunikasi
Tabel 4  Sarana Olah Raga

Referensi

Dokumen terkait