• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katak. Reproduksi Vertebrata. Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Katak. Reproduksi Vertebrata. Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun Oleh :

Ririn Dewi Ariyanti/ 1214140006

Puspa Sari/ 1214140007

Katak

Reproduksi Vertebrata

Jurusan Biologi

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Makassar

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunanyang baru. Dengan maksud untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Bayangkan apabila ada suatu organisme yang tidak melakukan reproduksi,tentu saja akan menganggu keseimbangan alam. Pada rantai makanan, bayangkan jikasalah satu mata rantai tersebut hilang. Tentu akan tidak seimbang proses alam ini. Yangakan menghancurkan sebuah ekosistem,atau bahkan peradaban.

Sistem reproduksi vertebata jantan terdiri atas sepasang testis, saluran rreproduksi jantan, kelenjar seks asesoris (pada mamlia) dan organ kopulatoris (pada hewan-hewan dengan fertilisasi internal). Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium pada beberapa hanya satu) dan saluran reproduksi betina. Pada mamlia yang dilengkapiorgan kelamin luar (vulva) dan kelenjar susu (Duellman dan Trueb, 1994). Reproduksi vertebrata pada umumnya sama, tetapi karena tempat hidup, perkembangan anatomi, dan cara hidup yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan pada proses fertilisasi. Misalnya hewan akuatik pada umumnya melakukan fertilisasi di luar tubuh (fertilisasi eksterna), sedangkan hewan daratmelakukan fertilisasi di dalam tubuh (fertilisasi interna). (Nurisna, 2009). Bagi hewan yang melakukan fertilisasi interna dilengkapi dengan adanya organkopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan sperma dari organisme jantan ke betina.

Aktivitas katak merupakan suatu hal yang menarik untuk diamati terutama interaksi antar individu. Aktivitas ini membentuk perilaku sosial yaitu perilaku perkembangbiakannya. Menurut Duellman dan Trueb (1994), perilaku sosial katak yang menjadi pusat aktivitas yaitu perilaku berbiak. Pola berbiak katak yang tergantung pada kondisi iklim tempat hidup katak.Oleh sebab itu makalah ini dianggap penting agar dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai reproduksi yang terjadi pada katak.

(3)

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yakni:

1. Bagaimana sistem reproduksi pada katak baik pada jantan maupun betina 2. Bagaimana mekanisme reproduksi secara alami pada katak

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni:

1. Untuk mengetahui sistem reproduksi pada katak baik pada jantan maupun betina

2. Untuk mengetahui mekanisme reproduksi secara alami pada kata

D. Manfaat

Diharapkan dapat pembuka wawasan, pengetahuan, dan kepedulian untuk mengenal amfibi lebih mendalam terutama untuk menjaga lingkungan agar keberadaan katak dapat terjaga dan terlindungi.

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran umum

Amfibi umumnya didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di dua alam; yakni di air dan di daratan. salah satu spesies dari kelas Amfibi yakni Katak. Katak sering ditemukan dekat pemukiman dan hutan sekunder. Aktif terutama di malam hari, kodok ini sering terdengar berbunyi keras sejak menjelang magrib. Menurut Duellman dan Trueb (1994), amfibi memiliki perilaku umum yaitu perilaku makan, perilaku berbiak, perilaku bersuara, dan perilaku bersosial. Amfibi memiliki perilaku yang unik dan beranekaragam dalam hal perkembangbiakan. Keberhasilan perkembangbiskn tergantung dari pemilihan pasangan, pemilihan lokasi berbiak, fertilisasi telur, dan perkembangan telur dan individu muda.

Menurut Duellman dan Trueb (1994), amfibi memiliki ciri-ciri umum yakni:

 Tubuh diselubungi kulit yang berlendir

 Merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm)

 Mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik

 Mempunyai dua pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang yang terdapat di antara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang

 Matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membrana niktitans yang sangat berfungsi waktu menyelam

 Pernapasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat pernapasannya berupa paru-paru dan kulit dan hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk ke dalam rongga mulut ketika menyelam  Berkembang biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh

yang jantan di luar tubuh induknya (pembuahan eksternal).

(5)

Selain dimanfaatkan sebagai objek praktikum dan penelitian. Amfibi juga digunakan sebagai makanan bagi manusia yaitu untuk memperoleh asupan protein (misalnya katak hijau). Amfibi merupakan makanan bagi unvertebrata lain misalnya ular dan burung. Selain itu dalam rantai makanan amfibi berperan untuk mengatur populasi serangga.

Klasifikasi : Kingdom : Animalia Filum : Chordate Subfilum : Vertebrata Class : Amphibian Ordo : Anura Familli : Bufonidae Genus : Bufo

Spesies : Bufo melanostictu

B. Sistem Reproduksi pada katak

Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi.

Menurut Duellman dan Trueb (1994), Sistem reproduksi pada katak terdiri atas beberapa organ yang memiliki fungsi yang bentuk yang berbeda-beda. Berikut ini akan membahas mengenai sistem reproduksi katak baik hewan jantan maupun betina.

1. Sistem reproduksi jantan

Sitem reproduksi pada katak jantan terdiri atas testis, saluran reproduksi/saluran sperma dan kloaka. Testis berjumlah sepasang, berwarna putih kekuningan yang digantungkan oleh mesorsium. Testis berfungsi menghasil sperma atau sel kelamin laki-laki yang bergerak melalui saluran reproduksi atau saluran sperma dan kemudian keluar melalui kloaka.

Saluran reproduksi yaitu, Tubulus ginjal akan menjadi duktus aferen dan membawa spermatozoa dari testis menuju duktus mesonefrus. Di dekat kloaka, duktus mesonefrus pada beberapa spesies akan membesar membentuk vasikula seminalis (penyimpan sperma sementara). Vesikula

(6)

seminalis akan membesar hanya saat musim kawin saja. Vas aferen merupakan saluran-saluran halus yang meninggalkan testis, berjalan ke medial menuju ke bagian kranial ginjal.

Kloaka yang merupakan lubang tempat keluarnya sisa pensernaan dan sebagai tempat keluarnya sperma bagi hewan jantan dan sel telur bagi hewan betina pada saat kawin.

2. Sistem reproduksi betina

Organ reproduksi pada betina, terdiri atas ovarium, saluran reproduksi, uterus dan kloaka. Ovarium berjumlah sepasang, pada sebelah kranialnya dijumpai jaringan lemak berwarna kuning (korpus adiposum) yang digantung oleh mesovarium. Ovarium menghasilkan telur, atau sel kelamin perempuan, yang bergerak melalui saluran telur ke uterus, kemudian melalui kloaka luar tubuh. Awalnya warna ovarium kekuningan dengan bintik-bintik hitam kecil dan pada akhirnya mencapai warna hitam dengan bintik-bintik kuning muda.. Lumen ovarium adalah bagian dari coelom tersebut. ovarium diisi dengan cairan selom. Selama musim kawin dinding ovarium menjadi bertatahkan dengan sejumlah besar folikel ovarium. Setiap folikel ovarium berisi telur berkembang.

Saluran reproduksi berupa oviduk yang merupakan saluran berkelok-kelok. Oviduk dimulai dengan bangunan yang mirip corong (infundibulum) dengan lubangnya yang disebut oskum abdominal. Oviduk di sebelah kaudal mengadakan pelebaran yang disebut dutus mesonefrus, dan akhirnya bermuara di kloaka. Pengeluaran sel telur pada betina disebut dengan pemijahan (Goin, 1978).

Dekat pangkal oviduk pada katak betina dewasa, terdapat kantung yang mengembung yang disebut kantung telur (uterus). Oviduk katak betina terpisah dengan ureter.

(7)

Gambar 1. Sistem reproduksi Katak

C.

Mekanisme

Reproduksi Secara Alami Pada Katak

1. Cara kawin

Menurut Goin et al. (1978) dan Hödl (2000), Perkembangan strategi berbiak tergantung dari pemilihan jodoh dan lokasi berbiak, percumbuan, keberhasilan perjodohan, dan perkembangan telur. Waktu perkembangbiakan amfibi sangat dipengaruhi oleh musim hujan dan suhu udara.

Menurut (Goin dan Goin 1971), perilaku kawin ordo Anura dimulai dengan katak jantan mencari perhatian katak betina dengan menggunakan panggilan suara. Perilaku percumbuan merupakan suatu hal penting dalam aktivitas reproduksi, karena dapat menstimulasi individu lain utuk melakukan aktivitas seksual.

Menurut Duellman dan Treub (1994), suara yang dikeluarkan oleh Anura terbagi atas :

a. Advertisement call: umumnya diketahui sebagai panggilan untuk melakukan perkawinan. Suara yang dikeluarkan oleh individu katak jantan yang memiliki dua fungsi yaitu : untuk menarik perhatian katak betina dan menyatakan keberadaan individu katak jantan lain baik yang sejenis ataupun berbeda jenis.

Ada tiga macam advertisement call, yaitu :

1) Courtship call: dihasilkan oleh katak jantan untuk menarik perhatian katak betina.

(8)

2) Teritorial call: dihasilkan oleh katak jantan penetap sebagai suatu respon terhadap advertisement call katak jantan lainnya pada intensitas yang di ambang batas

3) Encounter call: suara yang ditimbulkan akibat interaksi yang dekat antar individu katak jantan untuk menarik perhatian katak betina

b. Reciprocation call: dihasilkan oleh katak betina sebagai tanggapan terhadap suara (Advertisement call) yang dikeluarkan katak jantan. c. Release call: suara yang merupakan sinyal untuk melakukan atau

menolak amplexus yang dikeluarkan oleh individu katak jantan atau katak betina.

d. Distress call: suara yang sangat pelan yang dikeluarkan oleh individu katak jantan dan katak betina sebagai respon terhadap gangguan.

Pada umumnya katak melakukan perkawinan eksternal dimana fertilisasi berlangsung secara eksternal. Perkawinan pada katak disebut sebagai amplexus dimana katak jantan berada di atas tubuh katak betina (Duellman dan Treub 1994).

Menurut Duellman dan Treub (1994) beberapa tipe amplexus yang umum terjadi pada anura yaitu:

a. Inguinal: kaki depan katak jantan memeluk bagian pinggang dari katak betina. Pada posisi ini kloaka dari pasangan tidak berdekatan. b. Axillary: kaki depan katak jantan memeluk bagian samping kaki

depan katak betina. Posisi kloaka pasangan berdekatan

c. Cephalic: kaki depan katak jantan memeluk bagian kerongkongan katak betina,

d. Straddle: kaki katak jantan menunggangi katak betina tanpa memeluk katak betina

e. Glued: kaki katak jantan berdiri belakang katak betina dan mendekatkan kedua kloaka masing-masing

f. Independent: kedua katak saling membelakangi dan menempelkan kloaka secara bersamaan.

Gambar 2 : Beberapa tipe amplexus. Ket : a) Inguinal b) Axilary c) Cephalic d) Straddle e) Glued f) Independent (Sumber Gambar : Duellman dan Trueb 1994).

(9)

2. Perilaku bersarang

Pembuatan sarang dan peletakan telur berkaitan dengan proses pengeringan, pemangsa, dan cahaya matahari (Hofrichter 2000). Menurut Goin et al. (1978), penggunaan tempat untuk bertelur bagi amfibi sangat beragam. Telur dapat diletakkan di tempat terbuka, berada di atas air, di air yang mengalir, di bawah batu atau kayu lapuk, dan di lubang atau di daun yang di bawahnya terdapat air menggenang.

Menurut Duellman dan Treub (1994) beberapa tipe peletakan telur, yaitu :

a. Aquatic oviposition : telur terlindungi oleh gell yang dapat ditembus oleh sperma, diletakkan di permukaan air, dasar air, serasah di dalam air, tumbuhan air, dan di sela-sela bebatuan.

b. Arboreal oviposition : telur diletakkan pada dedaunan, batang, maupun pada tumbuhan mati dan selanjutnya terbawa oleh air hujan dan terlarutkan pada suatu genangan air.

c. Foam-nest construction : telur diletakkan pada busa yang dibuat dari hasil aktivitas setelah amplexus dengan gerakan kaki katak betina. Peletakan sarang berada di dekat perairan, di atas perairan, maupun lokasi yang sering di aliri air.

Beberapa jenis amphibi seperti Gastrotheca walkeri, peletakan telur adalah di tubuh katak betina. Setelah telur dikeluarkan dan dibuahi telur dimasukkan ke dalam kantung yang berada pada tubuh katak betina. Pada jenis Flectonotus goeldii dan Epipedobates tricolor telur diletakkan

(10)

di atas punggung katak betina dan pada jenis Rheobatrachus silus telur katak yang telah dibuahi dimasukan ke dalam mulutnya selama enam sampai tujuh bulan sampai telur dapat berubah menjadi katak muda (Hödl 2000).

3. Waktu kawin

Katak memiliki perilaku yang unik saat kawin. Sang jantan yang lebih mudah dijumpai di alam, mencoba menarik perhatian betina melalui komunikasi akustik. Jantan yang memiliki kantong suara dan berukuran lebih kecil juga menarik perhatian betina melalui komunikasi visual. katak akan memanggil dengan mengeluarkan suaranya setelah hujan ketiga atau keempat pada awal musim hujan (Kadadevaru & Kanamadi 2000).

Kadang-kadang hingga sekitar 10 ekor katak jantan berkumpul dekat kolam, parit atau genangan air lainnya. Katak jantan memanjat semak-semak rendah atau pohon kecil di dekat genangan, hingga ketinggian 1 m atau lebih di atas tanah. Selanjutnya bila betina telah menentukan pilihannya, maka jantan yang terpilih akan naik di punggung betina. Di saat musim kawin ini, beberapa kodok jantan menunjukkan sikap agresif terhadap kehadiran cahaya senter dengan menghampiri dan bertengger dekat cahaya, dan lalu bersuara. Bunyi: pro-ek.. wrok!... krot..krot..krot, mirip orang mempergesekkan giginya. Pada saat-saat seperti itu, dapat ditemukan beberapa pasang sampai puluhan pasang yang kawin bersamaan di satu kolam. Sering pula terjadi persaingan fisik yang berat di antara bangkong jantan untuk memperebutkan betina, terutama jika betinanya jauh lebih sedikit. Kadang-kadang dijumpai pula beberapa yang mati karena luka-luka akibat kompetisi itu; luka di moncong hewan jantan, atau luka di ketiak hewan betina.

4. Metamorfosis

Setelah terjadi vertilisasi eksternal telur-telur itu diletakkan di sebuah sarang busa yang dilekatkan menggantung di atas genangan, pada daun, ranting, tangkai rumput, atau kadang-kadang juga pada dinding saluran air. Gelembung-gelembung busa ini akan melindungi telur dari kekeringan, hingga saatnya menetas. Berudu muncul dari telur beberapa

(11)

hari sampai beberapa minggu setelah dibuahi. Berudu awal yang keluar dari gumpalan telur bernafas dengan insang dan melekat pada tumbuhan air dengan alat hisap, makanannya berupa fitoplankton sehingga berudu tahap awal merupakan herbivore. Berudu ini kemudian tumbuh dan perubahan dalam lingkungan berair melalui proses yang dikenal sebagai metamorfosis (proses perubahan drastis dari satu tahap kehidupan ke berikut dalam pengembangan organisme). Perubahan tubuh berudu dengan urutan sebagai berikut: kaki belakang katak mulai terbentuk, diikuti oleh kaki depan, organ-organ internal mempersiapkan diri untuk kehidupan di darat, paru-paru berkembang, perubahan pencernaan untuk dapat memproses makanan katak, ekor hampir sepenuhnya menghilang. Setelah kecebong telah benar-benar membuat semua perubahan melalui metamorfosis, hewan mulai hidup di darat dan di air sebagai katak dewasa dan siklus dimulai lagi (Aritnoang, 2010).

Gambar 3: Metamorfosis pada katak

(12)

Pada katak betina menghasilkan ovum yang banyak, dapat dibuktikan ketika kita membedah katak betina yang sedang bertelur, kita akan menjumpai bentukan berwarna hitam yang hampir memenuhi rongga perutnya, itu merupakan ovarium yang penuh berisi sel telur, jumlahnya mencapai ribuan (Aritnoang, 2010).

Gambar 4:

Morfologi sel telur

(13)

6. Kelenjar endokrin

Katak memiliki beberapa kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi intern yang di sebut hormone. Fungsinya mengatur dan mengontrol fungsi-fingsi tubuh, merangsang baik yang bersifat mengaktifkan atau mengerem pertumbuhan, mengaktifkan beracam-macam jaringan dan berpengaruh pada tingkah laku mahluk. Pada dasar otak terdapat glandula pituitaria, bagian anterior ini pada larva menghasilkan hormone pertumbuhan. Hormone ini mengontrol pertumbuhan tubuh terutama panjang tulang. Pada katak dewasa bagian anterior glandula pituitariaini menghasilkan hormone yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Bagian tengah akan menghasilkan hormone intermedine yang mempunyai pebufon dalam pengaturan kromotofora dalam kulit. Bagian posterior pituitaria menghasilkan suatu hormone yang mengatur paengambilan air. Glandulae piroydea yang terdapat dibelakang tulang rawan hyoid menghasilkan hormone thyroid yang mengatur metabolisme secara umum. Kelenjar pancreas menghasilkan hormone insulin yang mengatur metabolisme (memacu pengubahan glukosa menjadi glikogen) pada permukaan ginjal terdapat glandula suprarenalis atau glandula adrenalis yang kerjanya berlawanan dengan insulin (mengubah glikogen menjadi glukosa).

(14)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil yakni Perkembangan pada katak tergantung dari pemilihan jodoh dan lokasi berbiak, percumbuan, keberhasilan perjodohan, dan perkembangan telur. Waktu perkembangbiakan amfibi sangat dipengaruhi oleh musim hujan dan suhu udara.

B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga keritik dan saran masih sangat diperlukan oleh para pembaca. Dan semoga tulisan dapat di manfaatkan sebagai mana mestinya.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang SJ. 2010. Peluang Hidup Telur dan Berudu Katak Pohon Jawa (Rhacophorus Margaritifer Schlegel 1837) Di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Provinsi Jawa Barat. Skripsi Sarjana Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Duellman WE, Trueb L. 1994. Biology of Amphibians. London: Johns Hopkins Univ. Pr.

Goin CJ, Goin OB. 1971. Introduction to Herpetology. Second Edition. San Francisco: Freeman.

Goin CJ, Goin OB, Zug GR. 1978. Introduction to Herpetology.W.H Freeman and Company. San Fansisco. 378 hal.

Hödl W. 2000. Amphibian Foam Nests. Di dalam: Hofrichter R, editor. The Encyclopedia of Amphibians. Canada: Keyporter Books Limited. 152-182p.

Kadadevaru GG , Kanamadi RD. 2000. Courtship and Nesting Behavior of the Malabar Gliding Frog, Rhacophorus malabaricus (Jerdon, 1870). Current Science 79 (3): 377-380.

Nurisnawati D. 2009. Mekanisme Pembentukan Sarang Busa (Foam Nest) pada Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 (Anura; Rhacophoridae). Skripsi Sarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Gambar

Gambar 1. Sistem reproduksi Katak C.
Gambar 3: Metamorfosis  pada katak

Referensi

Dokumen terkait

Solusi dari hasil identifikasi yang diperoleh adalah antara lain; (1) Jurusan Biologi dapat digunakan sebagai tempat belajar, sumber pembelajaran, dan sebagai media pembelajaran

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen yang diajar menggunakan pembelajaran TPS dengan strategi konflik kognitif lebih tinggi

Memperkuat hasil analisis statistik deskriptif dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis statistik inferensial untuk menguji hipotesis yang

Tahap selanjutnya yaitu hari ke 6 pada ikan zebra terjadi tahap diferensiasi yang ditandai dengan terjadinya proses angiogenesis yang ditunjukkan dengan terbentuknya

Penelitian tempe substitusi krokot dengan perbandingan kedelai dan krokot yaitu 5:1 dibatasi pada lama fermentasi 0 dan 48 jam dan jenis kandungan asam lemak tak

Skripsi yang berjudul “Inventarisasi Spesies Kelelawar (Chiroptera) Di Kawasan Karst Gua Putri Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan” disusun sebagai salah satu

Upaya melatihkan keterampilan berpikir kritis salah satunya dengan menerapkan pembelajaran berbasis literasi sains, hal ini karena karakteristik pembelajaran tersebut dapat

Dari analisis hasil pembelajaran dan hambatan tersebut diperoleh berbagai macam hal yang tidak sesuai dengan harapan misalnya saja mengenai hasil laporan praktikum dan