• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kompetisi olahraga kompetitif (wikipedia: atlet) pada cabang yang dipilihnya. Atlet juga merupakan individu yang memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. kompetisi olahraga kompetitif (wikipedia: atlet) pada cabang yang dipilihnya. Atlet juga merupakan individu yang memiliki"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Deskripsi Teori

1. Hakekat Atlet

Atlet ( sering juga dieja sebagi atlit) dari bahasa yunani yang artinya; athlos yang berarti kontes adalah seseorang yang ikut seta dalam suatu kompetisi olahraga kompetitif (wikipedia: atlet)

Menurut Sukadiyanto (2002: 5) atlet atau olahragawan adalah seseorang yang menggeluti dan aktif melakukan latihan untuk meraih prestasi pada cabang yang dipilihnya. Atlet juga merupakan individu yang memiliki bakat dan pola perilaku pengembanganya dalam suatu cabang olahraga.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berprestasi dalam cabang olahraga, dalam hal ini yaitu cabang olahraga pencak silat. Tujuan seseorang menekuni suatu cabang olahraga yakni berprestasi se tingi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang dikeluarkan secara maksimal. Prestasi yang didapat dari seorang atlet akan membawa dirinya meraih suatu kehidupan yang disiplin, tanggung jawab dan mempunyai daya juang yang tinggi dimasa yang akan datang. Pada dasarnya setiap atllet yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesinya dipastikan berkeinginan untuk bisa berprestasi di tingkat internasional.

(2)

2. Hakekat Pencak Silat

Pencak Silat adalah seni beladiri dan sebagai salah satu alat untuk memperbaiki serta mempertahankan kebudayaan. Pencak Silat merupakan salah satu hasil budaya masyarakat rumpun melayu yang tumbuh dan berkembang dengan pesat dari jaman ke jaman. Ditinjau dari falsafah dan nilai-nilainya, pencak silat merupakan cermin dari rumpun melayu. Pada awalnya Pencak Silat hanya sebagai alat untuk membela diri dari serangan dan berbagai ancaman. Seiring perkembangan jaman kini Pencak Silat tidak hanya sebagai alat untuk membela diri namuna Pencak Silat digunakan sebagai sarana olahraga dan sarana untuk mencurahkan kecintaan pada aspek keindahan (estetika), dan alat pendidikan mental serta rokhani ( Agung Nugroho, 2004: 15). Pencak silat mulai berkembang di Indonesia sejak didirikannya organisasi Ikatan Pencak Silat seluruh Indonesia (IPSI) pada tanggal 18 Mei 1948, dibawah pimpinan Mr. Wongsonegoro. Terbentuknya organisasi IPSI pada awalnya memiliki tujuan guna menggalang semangat masyarakat dalam pembangunan bangsa Indonesia ( Agung Nugroho, 2004: 15) .

Seni Beladiri pencak silat mulai berkembang bukan hanya di wilayah melayu, tetapi sudah berkembang di sebagian negara-negara di dunia. PERSILAT (Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa) merupakan organisasi yang berdiri pada tanggal 11 maret 1980 adalah organisasi yang membawahi olahraga pencak silat di kancah internasional yang diprakarsai

(3)

oleh empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam.

Terbentuknya PERSILAT merupakan wujud bahwa Pencak Silat telah menunjukan eksitensinya dan memberikan harapan besar terhadap perkembangan pencak silat tingkat Internasional. Berbagai cara upaya dilakukan agar pencak silat dapat diterima oleh Negara-negara lain, salah satunya diikutsertakanya cabang olahraga pencak silat pada Sea Games. Pada penyelenggaraan Asian Games di Busan Korea selatan pada tahun 2002, pencak silat di tampilkan sebagai sport Cultural Event hal semacam ini bertujuan mengenalkan pencak silat menuju tingkatan yang lebih tinggi Johansah Lubis (2004: 6).

Melihat penjelasan diatas bahwa pencak silat kini telah diakui dalam organisasi internasional. Dalam olahraga pencak silat dapat di bagi menjadi beberapa katagori yaitu katagori tanding dan tunggal, ganda, regu ( TGR).

Katagori tunggal adalah katagori pencak silat yang menampilkan seorang pesilat memperagakan kemahiran dalam jurus baku tunggal secara benar , tepat, dan mantap penuh penjiwaan dengan tangan kosong dan senjata Johansah Lubis (2004: 41).

Menurut Agung Nugroho (2004 :54) Katagori ganda adalah pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 pesilat dari kubu yang sama memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik jurus bela serang pencak silat yang dimiliki. Gerakan bela serang ditampilkan secara

(4)

berencana, efektif, estetis mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri yang teratur, baik, bertenaga dan cepat maupun dalam gerakan lembut penuh penjiwaan dengan tangan kosong maupun senjata dalam waktu 3 menit. Menurut Munas IPSI XII (2007: 2) katagori regu adalah pertandingan pencak silat yang menampilkan 3 orang pesilat dari kubu yang sama memperagakan kemahiran dalam jurus regu baku secara benar, tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong serta tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk katagori ini.

Menurut Johansah Lubis (2004: 35) Katagori tanding adalah katagori pertandingan pencak silat yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis, mengelak, menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan menggunakan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan jurus dalam mendapatkan nilai terbaik.

Katagori tanding Menurut Agung Nugroho (2004 : 53-54) adalah pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 orang pesilat dari kubu yang berbeda keduanya saling berhadapan menggunakan unsur (menangkis, mengelak, menghindar, menangkap) menyerang pada sasaran menjatuhkan lawan menggunakan teknik pola langkah untuk mendapat nilai sebanyak- banyaknya dalam 3 babak. Katagori TGR merupakan peragaan jurus-jurus yang menojolkan keindahan, kekompakan,

(5)

kebenaran, dan ketepatan waktu dalam peragaanya. Sedangkan katagori tanding merupakan gabungan beberapa unsur menyerang, bertahan menggunakan pola langkah guna mendapatkan nilai sebanyak – banyaknya.

Menurut Munas IPSI XII (2007: 1) katagori tanding adalah katagori pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 dua orang pesilat dari kubu yang berbeda keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkais, mengelak, mengena, menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; menggunakan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus mendapat nilai terbanyak.

Pada kategori tanding, teknik pencak silat dalam upaya mencapai hasil optimal biasa dilakukan dengan pukulan, tendangan, dan juga dengan teknik sambut, guntingan atau jatuhan dengan tangkapan. Pembagian kelas dalam kategori tanding menurut MUNAS IPSI XII (2007: 2), dibagi menjadi empat golongan, yaitu golongan usia dini (9-12 th), golongan pra remaja (12-14 th), remaja (14-17 th), dan golongan dewasa (17-35 th). Untuk lebih jelasnya pembagian kelas dalam kategori pencak silat berdasarkan umur dan berat badan adalah sebagai berikut:

(6)

1) Golongan Usia dini putra/ putri terdiri atas 8 kelas Kelas A diatas 26 s.d 27 kg Kelas B di atas 27 s.d 28 kg Kels C di atas 28 s.d 29 kg Kelas D di atas 29 s.d 30 kg Kelas E di atas 30 s.d 31 kg Kelas F di atas 31 s.d 32 kg Kelas G di atas 32 s.d 33 kg Kelas H di atas 33 s.d 34 kg Demikian seterusnya dengan selisih satu kilogram sebanyak-banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.

2) Golongan Pra Remaja putra dan putri terdiri atas 9 kelas Kelas A diatas 28 s.d 30 kg Kelas B di atas 30 s.d 32 kg Kelas C di atas 32 s.d 34 kg Kelas D di atas 34 s.d 36 kg Kelas E di atas 36 s.d 38 kg Kelas F di atas 38 s.d 40 kg Kelas G di atas 40 s.d 42 kg Kelas H di atas 42 s.d 44 kg Kelas I di atas 44 s.d 46 kg

Demikian seterusnya dengan selisih satu kilogram sebanyak-banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.

3) Golongan Remaja putra dan putri terdiri atas 9 kelas Kelas A diatas 39 s.d 42 kg Kelas B di atas 42 s.d 45 kg Kels C di atas 45 s.d 48 kg Kelas D di atas 48 s.d 51 kg Kelas E di atas 51 s.d 54 kg Kelas F di atas 54 s.d 57 kg Kelas G di atas 57 s.d 60 kg Kelas H di atas 60 s.d 63 kg Kelas I di atas 63 s.d 66 kg

Demikian seterusnya dengan selisih tiga kilogram sebanyak-banyaknya 12 kelas untuk putera dan 8 kelas untuk puteri.

(7)

4) Golongan Dewasa putra dan putri terdiri atas 10 kelas Kelas A di atas 45 s.d 50 kg Kelas B di atas 50 s.d 55 kg Kelas C di atas 55 s.d 60 kg Kelas D di atas 60 s.d 65 kg Kelas E di atas 65 s.d 70 kg Kelas F di atas 70 s.d 75 kg Kelas G di atas 75 s.d 80 kg Kelas H di atas 80 s.d 85 kg Kelas I di atas 85 s.d 90 kg Kelas J di atas 90 s.d 95 kg Kelas Bebas diatas 95 s.d 110 kg Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam olahraga pencak silat terdapat 4 katagori yaitu tanding, tunggal, ganda dan regu atau beregu. Keempat katagori tersebut terdapat perbedaan dan kesamaanya, perbedaan dari keempatnya yaitu masing-masing katagori berbeda dalam cara membawakanya, jumlah orang dan cara kerjanya, namun semuanya mempunyai tujuan yang sama yakni terdapat aspek pembelaan, serangan, bantingan, kuncian dan juga seni dari pencak silat yang menunjukan olahraga pencak silat merupakan warisan seni budaya bangsa.

3. Hakekat Latihan a. Pengertian Latihan

Menurut Bompa (1994: 4) latihan adalah upaya seseorang mempersiapkan dirinya untuk tujuan tertentu. Menurut Nossek (1982: 3) latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi. Menurut

(8)

Sukadiyanto (2005: 1) menerangkan bahwa pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik kemampuan fungsional peralatan tubuh dan kualitas psikis anak latih. Menurut Harsono, (1988: 102) mengatakan bahwa latihan juga bisa dikatakan sebagai sesuatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latihan merupakan suatu proses kegiatan olahraga yang dilakukan secara sadar, sistematis, bertahap dan berulang-ulang, dengan waktu yang relatif lama, untuk mencapai tujuan akhir dari suatu penampilan yaitu peningkatan prestasi yang optimal. Agar latihan mencapai hasil prestasi yang optimal, maka program/bentuk latihan disusun hendaknya mempertimbangkan kemampuan dasar individu, dengan memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip atau azas-azas pelatihan.

b. Prinsip Latihan

Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik, serta efektifitas latihan dapat dicapai maka dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan. Menurut Nossek (1995: 4) prinsip latihan adalah garis pedoman atau latihan terorganisasi dengan baik yang harus di gunakan. Prinsip-prinsip semacam ini menunjukkan pada semua aspek dan kegiatan latihan. Untuk

(9)

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik serta efektifitas latihan dapat dicapai, maka dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan.

Menurut Sukadiyanto (2005: 12-22), menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip-prinsip latihan yang seluruhnya dapat dilaksanakan sebagai pedoman dalam satu kali tatap muka antara lain:

a). Prinsip Kesiapan (readiness) b). Prisip Individual

c). Prinsip Adaptasi

d). Prisip Beban Lebih (Overload) e). Prinsip Progresif (peningkatan) f). Prinsip Spesifikasi (kekhususan) g). Prinsip Variasi

h). Prinsip pemanasan dan pendinginan

i). Prinsip Latihan Jangka Panjang (Long Term Training) j). Prinsip Berkebalikan (Reversibility)

k). Prinsip Tidak Berlebihan (Moderat) l). Prinsip Sistematik

Keberhasilan dalam mencapai prestasi tertinggi bagi seornaga atlet banyak dipengaruhi oleh kesiapan program latihan, kemampuan pelatih serta kemampuan fisik atlet. Untuk mencapai tujuan latihan haruslah menganut prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip latihan merupakan pedoman untuk menyusun program latihan yang terorganisir dengan baik. Menurut Nossek (1995: 4) prinsip-prinsip dalam latihan adalah terdiri dari:

1. Prinsip pembebanan (loading) sepanjang tahun latihan tersebut 2. Prinsip periodisasi dan penataan beban selama peredaran waktu

latihan tersebut

3. Prinsip hubungan antara persiapan yang bersifat umum dan khusus dengan kemajuan spesialisasi

(10)

4. Prinsip pendekatan indivudal dan pembebanan individual

5. Prinsip hubungan terbaik antara kondisi fisik, teknik, taktik dan intelektual (kecerdikan) termasuk kemauan.

Prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Prinsip latihan sepanjang tahun

Karena sifat adaptasi atlet terhadap beban latihan yang diterima adalah labil dan sementara, maka untuk mencapai suatu prestasi maksimal, perlu ada latihan sepanjang tahun dan terus menerus secara teratur, terarah, dan berkesinambungan. Terus menerus dan berkesinambungan bukan berarti tidak ada istirahat sama sekali. Agar dapat diketahui dengan jelas suatu latihan yang sistematis, perlu ada periode-periode latihan.

2) Prinsip beban lebih

Beban latihan yang diberikan pada atlet harus cukup berat dan diberikan berulang-ulang dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga merangsang adaptasi fisik terhadap beban latihan. Kenaikan beban harus bertahap sedikit demi sedikit agar tidak tejadi over training, dan proses adaptasi terhadap beban terjamin keteraturannya.

3) Prinisp perkembangan menyeluruh

Prinsip perkembangan menyeluruh memberikan kebebasan kepada atlet untuk melibatkan diri dalam berbagai aspek kegiatan agar ia memiliki dasar yang kokohguna menunjang

(11)

ketrampilan khususnya kelak. Dengan melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, atlet mengalami perkembangan yang komprehensif terutama dalam hal kondisi fisiknya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan gerak dan sebagainya. 4) Prinsip individual

Setiap orang berbeda-beda baik fisik, mental, potensi, karakteristik belajarnya, ataupun tingkat kemampuannya, karena perbedaan-perbedaan tersebut harus diperhatikan oleh pelatih agar di dalam memberikan beban dan dosis latihan, metode latihan, serta cara berkomunikasi dapat sesuai dengan keadaan dan karakter atlet sehingga tujuan prestasi dapat tercapai.

5) Prinsip interval

Prinsip interval sangat penting dalam merencanakan latihan, karena berguna dalam pemulihan fisik dan mental atlet. Dalam prinsip ini latihan-latihan yang dilakukan menggunakan interval berupa waktu istirahat. Istirahat dapat dilakukan dengan istirahat aktif maupun istirahat pasif. Perbandingan waktu kerja atau latihan dengan waktu istirahat dapat pula menjadi beban latihan untuk meningkatkan kemampuan fisik.

6) Prinsip tekanan

Prinsip tekanan atau stress menuntut latihan harus menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh baik kelelahan lokal maupun kelelahan total jasmani dan rohani. Hal ini penting

(12)

untuk meningkatkan prestasi, beban yang berat berguna meningkatkan kemampuan organisme, situasi dan kondisi yang berat untuk menggembleng mental yang diperlukan dalam menghadapi pertandingan-pertandingan, meskipun demikian pemberian tekanan harus disesuaikan dengan kondisi atlet.

7) Prinsip kekhususan

Prinsip specifity menjelaskan bahwa substsnsi latihan harus dipilih sesuai dengan cabang olahraganya, sehingga program latihan harus didisain untuk menyesuaikan volume dan intensitas latihan dengan tuntutan energi pada suatu cabang olahraga. Konsep Prinsip Spesifity diterapkan pada latihan kecepatan secara sederhana diartikan sebagai suatu susunan latihan dengan kualitas yang tinggi (Payne, 1993 : 6).

Tujuan terbaik dalam penampilan akan tercapai apabila bagian-bagian pokok latihan serupa dengan kondisi saat kompetisi. Semakin spesifik latihan tersebut, semakin besar pengaruh yang dicapai dalam penampilan.

Menurut Thomas dan Roger (2000:515) Prinsip terpenting yang menjadi pertimbangan disini adalah prinsip specificity. Yang dikenal juga sebagai Prinsip SAID (S = spesific, A = adaptation, I = Impose, D = demands). Tuntutan program latihan harus cukup untuk kekuatan adaptasi, dan adaptasi akan menjadi spesisifik untuk tipe latihan yang ditampilkan. Jika atlet ingin lebih cepat,

(13)

maka harus bekerja lebih cepat, dimana tubuh akan beradaptasi pada tingkat kerja yang lebih tinggi dan keluaran kekuatan yang lebih tinggiatihan harus mempunyai bentuk dan ciri yang khusus sesuai dengan sifat dan karakter masing-masing cabang olahraga.

4. Hakekat Sistem Energi

Menurut Sukadiyanto (2005: 33) ada dua macam sistem metabolisme energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas gerak manusia yaitu: (1) sistem energi anaerob dan (2) sistem energi aerob. Kedua sistem tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan secara mutlak selama aktivitas kerja otot berlangsung. Karena sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan kebutuhan tenaga secara terus menerus berkesinambungan dan saling silih berganti.

Menurut Bompa, (2000: 22-23) Adapun letak perbedaan diantara kedua sistem energi dapat dilihat sebagai berikut:

Alaktik ATP-PC Anaerobik

Laktik LA + O2 Sistem Energi

Aerobik O2 Gambar 1. Sistem Energi

(14)

a. Sistem Energi Anaerobik

Sistem energi anaerobik adalah serentetan reaksi kimiawi yang tidak memerlukan oksigen (O2). Sistem energi anaerobik ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Sistem energi anaerobik alaktik dan (2) Sistem energi anaerobik laktik. Sistem energi anaerobik alaktik disediakan oleh sistem ATP-PC, sedangkan sistem energi laktik disediakan oleh sistem asam laktat (Bompa, 2000: 22-23). Selama dalam proses pemenuhan kebutuhan energi, sistem energi anaerobik alaktik dan sistem energi laktik tidak memerlukan oksigen (O2).

Pada setiap awal kerja otot kebutuhan energi dipenuhi oleh persediaan ATP yang terdapat didalam sel otot (Fox, dkk, 1988: 14). Artinya, semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP, yang hanya mampu menopang kerja kira-kira 6 detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman, 1991: 29). Jumlah ATP yang disimpan di dalam sel otot sangat sedikit sehingga olahragawan akan kehilangan energi dengan sangat cepat, apabila melakukan latihan fisik dengan beban yang cukup berat dengan demikian sistem energi ATP hanya dapat optimal untuk kerja jangka pendek. Untuk itu diperlukan sistem energi yang lain agar kerja otot mampu lebih lama lagi.

Otot dapat bekerja lebih lama lagi apabila sistem energi ATP ditopang dengan sistem energi yang lain, yaitu pospho creatin (PC)

(15)

yang tersimpan di dalam sel otot. Dengan menggunakan sumber energi pospho creatin dapat memperpanjang kerja otot lebih lama lagi, hingga mencapai kira-kira 10 detik (Nossek, 1982: 71-72). Namun apabila kerja otot harus berlangsung lebih lama lagi maka kebutuhan energi yang diperlukan dipenuhi oleh sistem glikolisis anaerobik atau asam laktat. Sistem glikolisis anaerobik mampu memperpanjang kerja otot kira-kira 10 detik (Mc.Ardle, dkk, 1986: 348).

Proses terjadinya dari pembentukan ATP adalah dengan pemecahan creatin dan posphat. Proses tersebut akan menghasilkan energi yang dipakai untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP, dan selanjutnya akan dirubah lagi menjadi ADP+P yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Perubahan CP ke C+P tidak menghsilkan tenaga yang dapat dipakai langsung untuk kontraksi otot, melainkan dipakai untuk meresintesis ADP +P menjadi ATP.

b. Sistem Energi Aerobik

Sistem energi aerobik merupakan proses pemenuhan energi yang terjadi dalam mitochondria, sehingga memiliki pengaruh lebih lambat dan tidak dapat digunakan secara cepat Menurut Soekarman (1991: 17) reaksi aerobik dapat dibedakan menjadi glikolisis aerobik, siklus kreb, dan sistem transportasi elektron. Bila oksigen (O2) yang digunakan mencukupi, maka 1 mole glycogen dapat dipecah secara

(16)

sempurna menjadi CO2 dan H2O serta mengeluarkan energi yang cukup untuk meresintesa 39 mole ATP. Dengan demikian, selama proses pemenuhan energi aerobik diperlukan oksigen (O2) sebanyak-banyaknya untuk mempercepat terbentuknya energi kembali.

Selama berlangsungnya kerja atau kontraksi otot, asam laktat yang terbentuk dalam sistem glikolisis anaerobik akan menurunkan kadar pH dalam otot maupun darah. Terjadinya perubahan pH dalam otot dan darah menyebabkan terhambatnya kerja enzim-enzirn dalam sel tubuh (terutama dalam otot), sehingga menyebabkan kontraksi otot bertambah lemah dan akhirnya mengalami kelelahan. Bila glikolisis anaerobik terns berlangsung, maka otot tidak akan mampu bekerja lagi. Untuk itu, diperlukan oksigen (O2) untuk membantu proses regenerasi asam laktat menjadi sumber energy kembali.

Sistem energi aerobik digunakan untuk memulihkan ATP dan menghasilkan energi selama kerja otot selanjutnya. Dalam proses pemenuhan energi aerobik diperlukan oksigen (O2) untuk membantu

proses regenerasi asam laktat menjadi sumber energi. Oksigen (02)

yang diperoleh melalui sistem pemapasan digunakan untuk membantu pemecahan senyawa glikogen dan karbohidrat (Fox, dkk, 1988: 22). Adapun ciri-ciri dari sistem energi aerobik adalah: (1) intensitas kerja sedang, (2) lama kerja lebih dari 3 menh, (3) irama kerja lancar dan kontinyu, dan (4) selama aktivitas menghasilkan karbon dioksida dan air (CO2 dan H2O).

(17)

Selama dalam pertandingan pencak silat, sistem energi aerobik tetap diperlukan meskipun relatif kecil dibandingkan dengan sistem energi anaerobik. Sistem energi aerobik merupakan landasan untuk latihan sistem energi anaerobik. Selama aktivitas kerja otot masih berlangsung, sistem energi tidak dapat dipisahkan secara mutlak dikarenakan sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan tenaga secara terus menerus dan saling bergantian. Adapun yang membedakan antara sistem energi anaerobik dan sistem energi aerobik adalah tingkat ketergantungan terhadap oksigen selama proses pemenuhan energi berlangsung.

Pesilat yang memiliki kemampuan aerobik memadai akan mampu menerima beban latihan dengan intensitas tinggi. Kebugaran aerobik diperlukan dalam pencak silat agar pesilat mampu merecovery dengan cepat dan mampu menerima beban latihan lebih lama tanpa adanya kelelahan yang berarti. Selain itu latihan aerobik akan membantu menguatkan ligamenta, tendon, dan serabut-serabut otot sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cidera selama latihan maupun pertandingan. Untuk itu, sistem energi aerobik perlu diberikan pada pesilat sebagai landasan untuk melatih sistem energi anaerobik.

Adapun ciri-ciri dari sistem energi aerobik menurut Sukadiyanto (2005: 37) adalah: (1) intensitas kerja sedang (2) lama kerja lebih dari 3 menit (3) lama kerja lancar dan kontinu (4) selama

(18)

aktivitas menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pesilat yang memiliki kemampuan aerobik memadai akan mampu menerima beban latihan dengan intensitas tinggi. Kebugaran aerobik diperlukan dalam pencak silat agar pesilat mampu merecofery dengan cepat dan mampu menerima beban latihan lebih lama tanpa adanya kelelahan. Untuk itu sistem energi aerobik perlu diberikan pada pesilat sebagai landasan untuk melatih sistem energi anaerobic (Awan Hariono 2006: 31).

c. Sistem Energi Olahraga Pencak Silat

Pencak silat dalam kategori tanding adalah kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang berbeda, keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis/ mengelak/ mengena/ menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; penggunaan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfatkan kekayaan teknik jurus, mendapatkan nilai terbanyak. (Munas IPSI XII 2007: 1).

Menurut Awan Hariono Menurut Awan Hariono (2006: 30), rata-rata waktu kerja pada saat melakukan fight dalam pertandingan pencak silat diperlukan waktu kira-kira selama 3-5 detik. Bila pada serangan terakhir (masing-masing pesilat melakukan 4 jenis serangan) kaki dapat ditangkap oleh lawan dan tidak terjadi jatuhan, maka akumulasi waktu yamg diperlukan selama proses tersebut menjadi 10

(19)

detik. Dengan demikian sistem energi yang diperlukan adalah sistem energi anaerobik alaktik ATP-PC, sebab waktu kerja hanya memerlukan waktu maksimal 10 detik. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri sistem energi anaerobik alaktik yaitu: (1) intensitas kerja maksimal, (2) lama kerja 10 detik (3) irama kerja eksplosif (4) aktivitas menghasilkan adenosin diposphat (ADP+energi). (Sukadiyanto, 2005: 35).

Pertandingan pencak silat dilakukan dalam 3 babak dengan waktu 2 menit bersih dalam setiap babak. Selama dalam pertandingan, kurun waktu terjadinya fight rata-rata 14 kali dalam satu babak. Hal ini menyebabkan kecenderungan adanya sisa pembakaran yang tidak dapat diresintesis menjadi energi kembali untuk itu diperlukan sistem energi anaerobik laktik agar kerja otot dapat berlangsung lebih lama lagi. Dengan adanya bantuan dari sistem glikolisis anaerobik akan dapat memperpanjang kerja otot kira-kira 120 detik. Adapun ciri-ciri dari sistem energi anaerobik laktik menurut Sukadiyanto (2005: 35) adalah sebagai berikut: (1) intensitas kerja maksimal (2) lama kerja selama 10-120 detik (3) irama kerja eksplosif (4) aktivitas menghasilkan asam laktat dan energi (Awan Hariono 2006: 30).

5. Hakekat Kondisi Fisik

Menurut M. Sajoto, (1988 : 57) Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja,

(20)

baik peningkatan maupun pemeliharaanya. Artinya bahwa di dalam usaha peningkatan kondisi fisik, maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan. Kualitas fisik sangat berpengaruh terhadap prestasi seorang olahragawan untuk meraih prestasi sebab taknik, taktik dan mental akan dapat dikembangkan lebih lanjut jika memiliki kualitas fisik yang baik. Sasaran latihan fisik adalah meningkatkan meningkatkan kualitas sistem otot dan kualitas sistem energi yakni melatih unsur gerak atau biomotor, (Djoko Pekik I, 2002: 65).

a. Komponen Kondisi Fisik

Adapun komponen-komponen kondisi fisik dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Ketahanan

Menurut Sukadiyanto (2002: 40) Ketahanan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja untuk waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Latihan daya tahan memiliki pengaruh terhadap kualitas sistem kardiovaskuler, pernafasan, dan sistem peredaran darah sehingga proses pemenuhan energi selama aktivitas dapat berlangsung dengan lancar.

Menurut Sukadiyanto (2002: 40) keuntungan bagi olahragawan yang memiliki ketahanan yang baik, di antaranya:

(21)

a) Menambah kemampuan untuk melakukan aktivitas gerak secara terus-menerus dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama

b) Menambah kemampuan untuk memperpendek waktu pemulihan (recovery)

c) Menambah kemampuan menerima beban latihan yang lebih berat dan bervariasi.

Menurut Cooper, K H.(1983 : 98) Pada dasarnya, ada dua macam ketahanan, yaitu :

a) Ketahanan aerobik adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas jangka panjang (dalam hitungan menit sampai jam) yang bergantung pada sistem O2-ATP untuk memasok persediaan energi yang dibutuhkan selama aktivitas. Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik, memiliki jantung yang efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula, yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan mampu bekerja secara terus-menerus tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan (Sadoso, 2002). Daya tahan jantung paru dapat diukur melalui kadar VO2max yang dicapai, sehingga jika kadar VO2max yang dicapai sesuai target maka dapat memenuhi salah satu syarat kebugaran yang optimal.

Menurut Brian Makenzie (2005: 28) multistage / Bleep test adalah suatu tes yang berfungsi untuk mengetahui perkembangan dan besarnya VO2 Maximum pada seorang atlet. Peserta tes melakukan lari pulang-pergi antara titik (A dan B) yang berjarak 20 meter mengikuti aba-aba yang ada dalam

(22)

rekaman (tape/cd) sampai ia tidak mampu lagi mengikuti aba-aba tersebut. Setelah tidak mampu lagi (berhenti) pada saat level tertentu , VO2 makximum dapat diketahui dengan melihat tabel yang menunjukan level berlari dan VO2 Maximum.

VO2max adalah derajat metabolisme aerob maksimum dalam aktivitas fisik dinamis yang dapat dicapai seseorang. Sedangkan menurut Thoden (dalam Sukarman, 1992), yang dimaksud dengan VO2max adalah: “Daya tangkap aerobik maksimal menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dikonsumsi per satuan waktu oleh seseorang selama latihan atau tes, dengan latihan yang makin lama makin berat sampai kelelahan. Ukurannya disebut VO2max. VO2max adalah ambilan oksigen (oxygen intake) selama upaya maksimal”; dan menurut Costill, ( dalam Maglischo, 1982), bahwa kapasitas kerja fisik dinamis yang dapat dilakukan dalam waktu yang lama dapat diukur dari konsumsi oksigen maksimalnya (VO2max atau maximal oxygen uptake)”. VO2max adalah suatu indikator yang baik dari capaian daya tahan aerobik. Individu yang terlatih dengan VO2max yang lebih tinggi akan cenderung dapat melaksanakan lebih baik di dalam aktivitas daya tahan dibanding dengan orang-orang yang mempunyai VO2max lebih rendah untuk aktivitas daya tahan aerobik. Pengukuran banyaknya udara atau oksigen disebut VO2 max. V berarti

(23)

volume, O2 berarti oksigen, Max berarti maksimum, dengan demikian VO2max berarti volume oksigen tubuh yang dapat digunakan saat bekerja sekeras mungkin. Hal ini memberikan indikasi bagaimana tubuh menggunakan oksigen pada saat melakukan pekerjaan misalnya sewaktu olahraga otot harus menghasilkan energi satu proses dimana oksigen memegang suatu peranan penting. Lebih banyak oksigen digunakan berarti lebih besar kapasitas menghasilkan energi dan kerja yang berarti daya tahan akan lebih besar. Mereka yang mempunyai VO2max yang tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai VO2max yang lebih rendah. (Cooper, K H.1983 : 103).

Wiesseman (dalam Kuntaraf, 1992 : 78 ) akhli Kesehatan Masyarakat dari Universitas Loma Linda menyebutkan lima faktor yang menentukan VO2max seseorang yaitu: jenis kelamin, usia, keturunan, komposisi tubuh, dan latihan

1) Jenis kelamin. Setelah masa pubertas wanita dalam usianya yang sama dengan pria umumnya mempunyai konsumsi oksigen maksimal yang lebih rendah dari pria.

2) Usia. Setelah usia 20-an VO2 max menurun dengan perlahan- lahan. Dalam usia 55 tahun, VO2max lebih kurang 27 % lebih rendah dari usia 25 tahun. Dengan

(24)

sendirinya hal ini berbeda dari satu dengan orang yang lain. Mereka yang mempunyai banyak kegiatan VO2 max akan menurun secara perlahan.

3) Keturunan. Seseorang mungkin saja mempunyai potensi yang lebih besar dari orang lain untuk mengkonsumsi oksigen yang lebih tinggi, dan mempunyai suplai pembuluh darah kapiler yang lebih baik terhadap otot-otot, mempunyai kapasitas paru-paru yang lebih besar, dapat mensuplai haemoglobin dan sel darah merah yang lebih banyak dan jantung yang lebih kuat. Dilaporkan bahwa konsumsi oksigen maksimum bagi mereka yang kembar identik sangat sama.

4) Komposisi tubuh. Walaupun VO2max dinyatakan dalam beberapa milliliter oksigen yang dikonsumsi per kg berat badan, perbedaan komposisi tubuh seseorang menyebabkan konsumsi yang berbeda. Misalnya tubuh mereka yang mempunyai lemak dengan persentasi tinggi mempunyai konsumsi oksigen maksimum yang lebih rendah. Bila tubuh berotot kuat, VO2max akan lebih tinggi. Sebab itu, jika dapat mengurangi lemak dalam tubuh, konsumsi oksigen maksimal dapat bertambah tanpa tambahan latihan.

5) Latihan/olahraga. Kita dapat memperbaiki VO2max dengan olahraga atau latihan. Dengan latihan daya tahan yang

(25)

sistematis, akan memperbaiki konsumsi oksigen maksimal dari 5% sampai 25%. Penelitian menunjukan bahwa laki-laki usia 65-74 tahun dapat meningkatkan VO2max sekitar 18 % setelah berolahraga secara teratur selama 6 bulan.

Menurut Astrand (1986 : 82), faktor fisiologis yang mempengaruhi daya tahan jantung-paru antara lain: faktor genetik, usia, jenis kelamin, dan aktivitas latihan. Dari penelitian didapat kesimpulan bahwa: VO2max 93,4% ditentukan oleh factor genetik, selebihnya adalah oleh latihan. Oleh karena itu VO2max seseorang dapat ditingkatkan; paling tidak daya tahan aerobik dapat meningkat antara 6-20% dengan pelatihan atletik, yaitu dengan melakukan jalan, jogging, ataupun lari. Peningkatan VO2max yang lebih besar pada umumnya adalah terhadap individu yang tidak terlatih. Sedangkan pada orang yang latihannya teratur dan pada atlet yang banyak mempergunakan daya tahan, maka peningkatan VO2max nya kecil.

Dengan demikian daya tahan sangat diperlukan dalam cabang olahraga pencak silat. Oleh karena pesilat yang memiliki kemponen daya tahan yang baik, selain mampu bekerja lebih lama dan tidak mudah mengalami kelelahan juga dapat lebih cepat dalam merecovery dirinya. Dalam hal ini ada dua macam daya tahan yaitu:

(26)

a) Daya Tahan Umum

Daya Tahan umum adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru, dan peredaran darah secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja otot dengan insensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama (M.Sajoto,1995: 8)

b) Daya Tahan Otot

Daya Tahan Otot adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan ototnya berkontraksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu (M. Sajoto,1995: 8)

Menurut Levinsohn dan Simon yang dikutip oleh Awan Hariono (2006: 47) berdasarkan pada predominan sistem energi yang digunakan, ketahanan dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Ketahanan aerobik, yaitu kemampuan jantung dan sistem pernapasan dalam mencukupi oksigen pada otot untuk membakar glycogen agar menjadi sumber energi; dan (2) Ketahanan anaerobik (laktik dan alaktik), yaitu proses pemenuhan kebutuhan tenaga di dalam tubuh untuk membakar glycogen agar menjadi sumber tenaga tanpa adanya bantuan oksigen dari luar.

(27)

2) Kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja (M. Sajoto,1995 : 5). Sedangkan menurut Harsono (1988: 176) kekuatan adalah Kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan.

Menurut Awan Hariono (2006: 54) manfaat dari latihan kekuatan, di antaranya untuk meningkatkan kemampuan otot dan jaringan, mengurangi dan menghindari terjadinya cidera, meningkatkan prestasi, terapi dan rehabilitasi cedera pada otot, dan membantu dalam penguasaan teknik. Menurut Sukadiyanto (2002: 62) tingkat kekuatan di antaranya dipengaruhi oleh keadaan: panjang pendeknya otot, besar kecilnya otot, jauh dekatnya titik beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan, dominasi jenis otot merah atau putih, potensi otot, pemanfaatan potensi otot, dan kemampuan kontraksi otot.

Menurut Harsono (1988:177) kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan, hal ini disebabkan, yaitu :

1) Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. 2) Kekuatan memegang peranan yang penting dalam melindungi

(28)

3) Adanya kekuatan atlet akan dapat lari lebih cepat, melempar atau menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilias sendi-sendi.

4) Kecepatan

Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya seperti lari cepat, pukulan dalam tinju, balap sepeda dan lain-lain (Sajoto,1995: 9). Dengan kata lain kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin (Sukadiyanto, 2002: 108).

Kecepatan mengandung unsur adanya jarak tempuh dan waktu tempuh terhadap rangsang yang muncul. Untuk itu kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak secepat mungkin sebagai jawaban terhadap rangsang. Dengan demikian, kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seseorang untuk melakukan gerakan dan bereaksi secara cepat terhadap rangsang.

Perwujudan dari kecepatan dalam olahraga pencak silat adalah pada saat pesilat melakukan serangkaian gerakan teknik, baik pukulan, tendangan, hindaran, elakan, tangkisan maupun

(29)

jatuhan. Oleh karena itu, delapan arah penjuru mata angin dalam berlari memiliki arti yang sama pentingnya dalam pencak silat. Untuk itu dalam mengembangkan kecepatan pada atlet pencak silat, arah dan jarak yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang realistis selama dalam pertandingan (Awan Hariono, 2006: 69).

Pada urnumnya pengelompokan kecepatan terbagi dalam dua jenis, yaitu kecepatan reaksi dan kecepatan gerak. Menurut Sukadiyanto (2002: 109) kecepatan reaksi dibedakan menjadi kecepatan reaksi tunggal dan reaksi majemuk. Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Lebih lanjut kecepatan gerak dapat dibedakan menjadi kecepatan gerak siklus dan kecepatan gerak non siklus. Kecepatan gerak siklus atau sprint adalah kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan serangkaian gerak dalam waktu sesingkat mungkin. Sedangkan kecepatan gerak non siklus adalah kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu sesingkat mungkin.

Dalam pertandingan pencak silat, kedua jenis kecepatan tersebut sangat diperlukan untuk melakukan setiap gerak teknik. Untuk itu, kedua jenis kecepatan gerak tersebut harus dilatihkan meskipun lebih didominasi pada kecepatan gerak non siklus.

(30)

5) Fleksibilitas

Fleksibilitas adalah efektivitas seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktivitas pengeluaran tubuh yang luas. Hal ini akan sangat mudah ditandai untuk memperbaiki kelenturan dan memelihara kelenturan tubuh maka kita harus menggerakan persendian kita pada daerah yang maksimal secara teratur (Sadoso Sumarsono, 1992:21)

Fleksibilitas pada dasarnya mencakup dua hal yang saling berhubungan, yaitu kelentukan dan kelenturan. Kelentukan terkait erat dengan kcadaan tulang dan persendian. Kelenturan terkait erat dengan tingkat elastisitas otot, tendo, dan ligamenta.

Komponen biomotor fleksibilitas merupakan unsur yang penting dalam pembinaan olahraga prestasi, sebab sangat berpengaruh terhadap komponen biomotor yang lain. Untuk itu, fleksibilitas merupakan unsur dasar yang harus ditingkatkan terutama pada atlet usia muda. Pada atlet dewasa, fleksibilitas harus tetap dipelihara agar tetap baik melalui latihan peregangan

Menurut Awan Hariono (2006: 100) beberapa keuntungan pesilat bila memiliki kemampuan fleksibilitas yang baik, di antaranya adalah:

1) Memudahkan pesilat dalam menampilkan berbagai kemampuan gerak dan keterampilan

2) Menghindarkan pesilat dari kemungkinan akan terjadinya (mendapatkan) cedera saat melakukan aktivitas fisik

3) Memungkinkan pesilat untuk dapat melakukan gerak yang ekstrim

4) Memperlancar aliran darah sehingga sampai pada serabut otot.

(31)

Komponen fisik biasanya sering dilupakan dan diabaikan oleh para pelatih, sehingga masih banyak para atlet yang melakukan latihan ini tidak dengan baik karena pelatih tidak mengingatkan atau tidak memberikan bantuan untuk melakukan gerakan kelentukan dan kelenturan. Tugas pelatih adalah memberikan latihan secara komprehensif, seperti latihan fleksibilitas ini. Berikut gambaran tentang pengetahuan fleksibilitas manfaat dan bentuk-bentuk latihanya.

a) Manfaat Latihan Kelentukan :

Latihan kelenturan otot dan kelentukan persendian selain untuk memperluas ruang gerak persendian, kelenturan dan kelentukan bermanfaat untuk mengurangi/menghindari cedera, dan juga membantu gerak koordinasi teknik menjadi lebih baik dengan tenaga yang efesien.

b) Bentuk-bentuk Latihan Kelentukan :

Secara garis besar menurut Stone dan Kroll (1991: 61) ada tiga macam bentuk peregangan (stretching), yaitu (1) balistik, (2) statis, dan (3) dibantu oleh pasangannya (alat). Sedangkan menurut Hinson (1995: 8) ada empat macam peragangan, yaitu: (1) Statis, (2) Dinamis, (3) Propioceptive Neuromuskiilar Facilitation (PNF), dan (4) Balistik.

(32)

a. Peregangan Balistik

Menurut Bowers dan Fox (1992: 245) peregangan balistik memiliki bentuk yang sama dengan senam calisthenics, yaitu bentuk dari peregangan pasif yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif. Adapun ciri dari peregangan balistik adalah gerakan dilakukan secara aktif dengan cara dipantul-pantulkan (Bompa, 2000: 32). Artinya, gerakan untuk otot yang sama dan pada persendian yang sama dilakukan secara berulang-ulang. Sebagai contoh pada gerakan mencium lutut yang dilakufc» berulang-ulang, dengan posisi duduk kedua tungkai lurus ke depan, saat kedua tangan berusaha meraih kedua ujung kaki (mencium lutut tetap lurus menempel di lantai. Gerakan mencium lutut dengan cara dipantul-pantul dari perlahan hingga cepat, dengan luas ruang gerak persendian punggung kira-kira hanya mencapai 80%.

b. Peregangan Statis

Hinson (1995: 8) Peregangan statis adalah gerakan peregangan pada otot-otot yang dilakukan secara perlahan-lahan hingga terjadi ketegangan dan mencapai rasa nyeri atau tidak nyaman (discomfort zone) pada otot tersebut. Untuk selanjutnya posisi pada saat rasa tidak nyaman lersebut dipertahankan untuk beberapa saat. Adapun lama waktu untuk menahan posisi tidak nyaman tersebut seperti

(33)

telah dikemukakan dalam prinsip latihan peregangan. Sasaran pada peregangan statis adalah untuk meningkatkan dan memelihara kelenturan (elastisitas) otot-otot yang diregangkan. Selanjutnya nanti akan disajikan beberapa contoh gambar peregangan yang statis.

c. Peregangan Dinamis

Hinson (1995: 8) Peregangan dinamis adalah gerakan peregangan yang dilakukan dengan melibatkan otot-otot dan persendian. Gerakan peregangan dinamis dilakukan secara perlahan dan terkontrol (terkendali) dengan pangkal gerakannya adalah pada persendian. Oleh karena itu kunci dan penekanan pada peregangan dinamis adalah pada cara gerakannya yang dilakukan secara perlahan dan terkontrol tersebut. Adapun yang dimaksud dengan gerakan perlahan, yaitu dilakukan dengan cara yang halus dan tidak menghentak-hentak. Sedangkan gerakan yang terkontrol, artinya gerakan yang dilakukan hingga mencapai seluas ruang gerak dari persendian yang dikenai latihan

Sasaran dari peregangan dinamis adalah untuk memelihara dan meningkatkan kelentukan persendian, tendo, ligamenta, dan otot. Adapun perbedaan yang terjadi antara peregangan statis dan dinamis, terutama pada cara

(34)

melakukan gerakannya dan sasaran yang dikenai dalam latihan. Gerakan pada peregangan statis setelah mencapai rasa nyeri (tidak nyaman) dipertahankan dalam beberapa waktu. Jadi peregangan yang dilakukan secara statis. Sedangkan pada peregangan dinamis adalah sebaliknya, yaitu diregang-regangkan secara aktif seluas ruang gerak persendian yang dilatihkan.

Sasaran pada peregangan statis adalah kelenturan (elastisitas) otot, sedangkan pada peregangan dinamis adalah kelentukan persendian. Oleh karena itu kedua jenis peregangan tersebut cocok digunakan sebagai metode latihan fleksibilitas. Untuk selanjutnya nanti akan disajikan beberapa contoh gambar peregangan yang dinamis.

d. Peregangan Propioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF).

Pada peregangan cara PNF ini diperlukan adanya bantuan dari orang lain (pasangan) atau menggunakan peralatan lain untuk memudahkan gerakan peregangan agar mencapai target. Bantuan dari orang lain atau peralatan bertujuan untuk membantu meregangkan otot hingga mencapai posisi statis dan dapat mempertahankan posisinya dalam beberapa waktu. Dengan demikian orang yang melakukan peregangan. otot-ototnya akan melawan gaya

(35)

dari pasangan (peralatan yang dipakai) dalam bentuk kontraksi otot secara isometrik. Untuk itu sasaran otot yang diregangkan dengan cara PNF bersifat antagonis (berlawanan). (Hinson , 1995: 9)

6) Power

Power merupakan perpaduan dua unsur komponen kondisi fisik yaitu kekuatan dan kecepatan. Berkaitan dengan power, Sajoto (1988: 17) menyatakan bahwa, “daya ledak otot atau muscular power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum dengan usaha yang dikerjakan dalam waktu yang sependek-pendeknya, sebagai contoh vertical jump, shot put, standing board jump, dan gerakan lainnya.

Menurut Suharno, (1985: 33) mendefinisikan power sebagai “Kemampuan sebuah otot atau segerombolan otot untuk mengatasi tahanan sebagai beban dengan kecepatan tinggi dalam suatu gerakan yang utuh”. Dalam hal ini dinyatakan bahwa daya otot adalah perkalian antara kekuatan dan kecepatan”. Menurut Harsono (1988: 200), power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimum dalam waktu yang sangat cepat.

Unsur fisik power mempunyai fungsi atau kegunaan antara lain untuk mengembangkan taktik bertanding dengan tempo

(36)

cepat dan dan gerak mendadak, memantapkan mental bertanding pesilat. Lebih lanjut Harsono (1988: 200) menyatakan bahwa:

“Power itu penting terutama untuk cabang-cabang olahraga dimana atlet harus mengerahkan tenaga yang eksplosif. Seperti dalam nomor lempar dalam atletik, cabang olahraga yang ada akkselerasi (percepatan) seperti balap sepeda, renang, mendayung. Kecuali itu power juga perlu untuk memukul seperti dalam olahraga tinju, karate, bola voli, dan bulu tangkis”.

Berdasarkan batasan atau definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa power pada dasarnya adalah kemampuan seseorang untuk mengerahkan kekuatan secara maksimal dalam waktu yang sependek-pendeknya atau sesingkat-singkatnya. Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa power sangat penting dalam olahraga pencak silat yakni dalam menggunakan teknik tendangan dan pukulan harus dilakukan dengan cepat dan kuat (eksplosif) sehingga mempersulit lawan dalam melakukan elakan, hindaran, tangkisan, ataupun tangkapan

7) Kelincahan

Kelincahan merupakan perpaduan dari unsure kecepatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Dengan demikian, jika latihan yang

(37)

melibatkan komponen kecepatan dan fleksibilitas tentu telah mencakup kelincahan (Sukadiyanto, 2005: 56).

Oxendine (1968) menyatakan bahwa kelincahan adalah kecepatan dalam mengubah arah dan posisi tubuh. Disimpulkan bahwa atlet yang lincah adalah atlet yang mempunyai kemampuan untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuh (Harsono, 1994: 172).

Joko Subroto (1994: 36) menyatakan bahwa kualitas kelincahan (ketangkasan) tergantung pada faktor kekuatan, kecepatan, tenaga ledak otot, kecepatan reaksi, keseimbangan, serta koordinasi dari faktor-faktor tersebut. Dalam olahraga perorangan seperti pencak silat kelincahan memegang peranan yang sangat penting

Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk mengubah posisi di arena tertentu. Seseorang mampu mengubah satu posisi yng berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik berar ti kelincahan cukup baik (Sajoto,1995:9). Dengan demikian kelincahan dalam pencak silat merupakan kemampuan pesilat untuk bergerak cepat dengan posisi yang tepat (benar) dan memberikan landasan yang kokoh saat melakukan serangan maupun belaan. Oleh karena gerak teknik lawan sulit untuk

(38)

diprediksi sebelumnya, yang kemungkinan melakukan serangan dengan pukulan, tendangan, atau bahkan sapuan bawah.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Fisik 1) Faktor Latihan

Latihan adalah proses yang sistematis dan berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan penambahan beban latihan atau pekerjaan. Untuk penambahan beban latihan harus memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan latihan. Prinsip-prinsip beban latihan dilakukan agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet (Harsono, 1988: 101).

Selain penambahan beban latihan frekuensi latihan juga harus diperhatikan untuk meningkatkan prestasi atlet. Frekuensi latihan yang baik dilakukan empat kali dalam seminggu agar atlet tidak mengalami kelelahan yang kronis. Dalam olahraga prestasi latihan harus mempunyai tujuan yang pasti, mempunyai prinsip latihan serta berpengaruh terhadap cabang olahraga yang diikutinya, bahkan ada pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan latihan adalah peningkatan prestasi yang maksimal, peningkatan kesehatan dan peningkatan kondisi fisik. (Harsono, 1988: 101).

(39)

2) Faktor Istirahat

Tubuh akan merasa lelah setelah melakukan aktivitas, hal ini disebabkan oleh pemakaian tenaga untuk aktivitas yang bersangkutan. Untuk mengembalikan tenaga yang dipakai, diperlukan istirahat. Dengan istirahat tubuh akan menyusun kembali tenaga yang hilang. Istirahat harus diatur sedemikian rupa untuk mengatur antara istirahat dengan aktivitas yang dilakukan. Istirahat yang paling baik adalah tidur, dengan tidur diharapkan kondisi fisik yang lelah akan merasa bugar kembali.

3) Faktor Kebiasaan Hidup Sehat

Kondisi fisik yang baik harus didukung kesegaran jasmani yang baik pula. Dengan kebiasaan hidup yang sehat maka seseorang akan jauh dari segala bibit penyakit yang menyerang. Dalam kehidupan kita sehari-hari harus memperhatikan dan menerapkan cara hidup sehat antara lain:

a) Makanan yang dikonsumsi harus mengandung empat sehat lima sempurna.

b) Menghindari rokok dan minuman keras dan selalu menjaga kebersihan pribadi dan kebersihan Iingkungan.

4) Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang itu tinggal dalam waktu yang lama, dalam hal ini menyangkut lingkungan fisik serta sosial, mulai dari lingkungan perumahan, lingkungan

(40)

pekerjaan daerah tempat tinggal dan sebagainya. Kualitas kesehatan seseorang dapat dilihat dengan keadaan status kesegaran jasmaninya, keadaan lingkungan yang bersih.

5) Faktor Makanan dan Gizi

Untuk memperbaiki makanan seseorang atau atlet sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan selama latihan atau melakukan suatu aktivitas. Untuk seorang atlet membutuhkan 25-35% lemak, 15% protein , 50-60% hidrat arang dan vitamin serta mineral lainnya. Jadi untuk pembinaan kondisi fisik dibutuhkan banyak makanan yang mengandung gizi yang mengadung unsur-unsur: protein, lemak, garam-garam mineral, vitamin dan air.

6. Komponen Fisik Dominan Pencak Silat

Prestasi merupakan gabungan dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan psikis atau mental, sehingga aspek tersebut perlu dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu aspek akan menentukan aspek lainnya.

Fisik merupakan pondasi dan prestasi dari olahragawan, karena teknik, taktik, dan mental akan dapat dikembangkan dengan baik jika memiliki kualitas fisik yang baik. Seoarang atlet yang akan mengembangkan ketrampilannya dari teknik dasar ke teknik yang lebih tinggi perlu bekal fisik lebih yang cukup, contoh atlet pesilat yang akan berlatih teknik tendangan balik ataupun counter sabit

(41)

memerlukan fisik yakni power yang memadai. Seperti yang dikemukakan terdahulu bahwa sasaran latihan fisik adalah meningkatkan kualitas sistem otot dan kualitas sistem energi yakni dengan melatih unsur gerak atau biomotor.

Pencak silat merupakan olahraga body contact yang kemungkinan terjadinya cedera pada saat bertanding sangat besar. Untuk itu pesilat di harapkan memiliki kualitas fisik, teknik, taktik dan psikis yang baik. Kualitas fisik antara lain ditentukan oleh kebugaran otot dan kebugaran energi. Kemampuan biomotor yaitu kekuatan, ketahanan, kecepatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Sedangkan kebugaran energi mencakup sistem energi aerobik dan anaerobik, untuk kualitas psikis antara lain dipengaruhi oleh faktor motifasi, konsentrasi, kecemasan, dan ketegangan.

Biomotor adalah kemampuan gerak manusia yang dipengaruhi oleh kondisi sistem-sistem organ dalam, diantaranya adalah sistem neuromuskuler, pernafasan, pencernaan, peredaran darah, energi, tulang, dan persendian (Sukadiyanto, 2002: 35). Menurut Bompa (1994: 7), komponen dasar biomotor olahragawan meliputi kekuatan, kecepatan, ketahanan, koordinasi, fleksibilitas. Adapun komponen lain yang merupakan gabungan dari beberapa komponen sehingga membentuk satu peristilahan sendiri diantaranya adalah power dan kelincahan. Power merupakan gabungan dari

(42)

kekuatan kali kecepatan, sedangkan kelincahan adalah gabungan dari kecepatan dan koordinasi.

Secara garis besar komponen biomotor dipengaruhi oleh kebugaran energi dan otot. Kebugaran energi adalah komponen sumber energi yang menyebabkan terjadinya gerak, yang terdiri atas kapasitas aerobik dan anaerobik. Sedangkan kebugaran otot adalah keseluruhan dari komponen-komponen biomotor yang meliputi kekuatan, ketahanan, kecepatan, power, kelentukan, keseimbangan dan kelincahan, (Sharkey, 1986 : 74).

Komponen biomotor yang diperlukan dalam pencak silat diantaranya adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, koordinasi, dan fleksibilitas. Namun demikian bukan berarti komponen biomotor yang lain tidak diperlukan dalam pencak silat, misalnya pada biomotor seperti power, stamina, keseimbangan, kelincahan ini merupakan perpaduan dari komponen-komponen dari biomotor. Dengan demikian kemampuan komponen biomotor sangat diperlukan dalam olahraga pencak silat agar pesilat mampu berprestasi secara optimal (Awan Hariono, 2006 : 41).

(43)

B. PENELITIAN RELEVAN

Kajian hasil penelitian yang relevan tentang tingkat kebugaran jasmani dapat disajikan dari :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Nugroho dan Nur Rohmah Muktiani (2003), dengan judul “Standarisasi Status Kondisi Pesilat Nasional”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan pengambilan data menggunakan tes dan pengukuran. Hasil peneltian ini adalah tersusun: (1) skor baku VO2 maks pesilat putera dan puteri; (2) skor baku push up pesilat putera dan puteri; (3) skor baku sit up pesilat putera dan puteri ; (4) skor baku squat jump pesilat putera dan puteri; (5) skor baku shutle run pesilat putera dan puteri; (6) skor baku lari sprint 50 meter pesilat putera dan puteri; (7) skor baku lari sprint 300 meter pesilat putera dan puteri.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Faizun Ashar (2006), dengan judul "Survai Kondisi Fisik Atlet Pencak silat Tapak Suci 13-18 Tahun di Kecamatan Wanadadi Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan pengambilan data dengan cara survai menggunakan tes dan pengukuran. Hasil penelitian serangkaian tes menunjukan kemampuan fisik dapat diperoleh bahwa tes lari 30 meter (baik), tes sit-up (sedang), tes pull-up dan BST (sedang), tes duduk pada tembok (kurang), tes loncat dada (sedang), tes lari bolak-balik 4x5 meter (baik), tes duduk berlunjur dan meraih (baik), dan tes

(44)

lari 15 menit (sedang). Jadi sebagian besar kondisi fisik dalam kategori sedang yaitu 76,93 %.

C. KERANGKA BERFIKIR

Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik, maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan, walaupun disana-sini dilakukan dengan sistem prioritas sesuai keadaan atau status yang dibutuhkan tersebut, maka perlu diketahui selanjutnya adalah bagaimana seorang atlet dapat diketahui status dan keadaan kondisi fisiknya pada suatu saat.

Dalam cabang olahraga pencak silat sangat memerlukan unsur kondisi fisik untuk berkompetensi secara maksimal, selain unsur itu yaitu mental, teknik, taktik, pencak silat hendaknya dibentuk sejak dini khususnya kondisi fisik. Oleh karena itu kondisi fisik yang prima sangat dibutuhkan pada pertandingan untuk mendukung daya tahan (aerobik dan anaerobik), kekuatan otot (lengan, perut, punggung), kecepatan, kelincahan, dan koordinasi.

Mengingat pentingnya kondisi fisik yang dibutuhkan pesilat, maka perlu diteliti tentang Status fisik pesilat masing-masing komponen kondisi fisik pada olahraga pencak silat.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun perpustakaan bermanfaat sebagai salah satu sumber belajar untuk semua mata pelajaran (termasuk pelajaran sejarah), namun dalam kenyataan ada kecenderungan

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

1.5.2 Titin Fermawati (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Usia Menarche Terhadap Usia Menopause pada Wanita di Kelurahan Kutosari Kecamatan Kebumen

Ketiga belas jenis media tersebut adalah: objek/ benda nyata, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media