• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)

Penelitian sebelumnya merupakan penelitian yang telah dilakukan dan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini, untuk dapat dijadikan sebagai data pendukung. Berikut tabel jurnal yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini:

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State Of The Art)

No Nama

Peneliti Tahun Judul (Journal) Hasil Perbandingan 1 Bowen dan Stacks 2013 Toward the Establishment of Ethical Standardization in Public Relations Research, Measurement and Evaluation (ISSN 1942-4604, © 2013 Public Relations Society of America) , Penelitian ini membahas mengenai penerapan dari etika Public Relations sebagai standarisasi kegiatan kerja dari seorang Public Relations Persamaan antara penelitian yang dijalankan saat ini dengan penelitian sebelumnya terutama mengenai konsep yang digunakan yaitu code of conduct. Perbedaannya adalah mengenai tujuan akhir dari penelitian saat ini dimana fokus utama dalam penelitian saat ini untuk menjaga citra perusahaan 2 Jakopovic, Hrvoje 2013 Public relations ethics in information management (Journal of Education Penelitian ini menjelaskan pentingnya etika dari public relations untuk diterapkan oleh public relations selaku pihak yang

Persamaan antara penelitian yang dijalankan saat ini dengan penelitian sebelumnya terutama dalam konsep mengenai fungsi public

(2)

Culture and Society, University of Zagreb Crotia) akan berinteraksi dengan pihak di luar perusahaan relations ethics karena fungsi dari public relations yang bersangkutan dengan publik. Perbedaannya adalah dalam penelitian sebelumnya fokus diutamakan pada pihak luar yang tidak terfokus pada tenant, sedangkan dalam penelitian saat ini fokus diarahkan pada sejauh mana tenant relations dapat membina hubungan dengan para tenant 3 Versailles, Guy 2012 Ethical Public Relations serve the public interest (Versailles Communication Montréal, Canada) Penelitian ini menjelaskan mengenai etika public relations dalam memenuhi kepentingan-kepentingan dari publik atau pihak eksternal

perusahaan

Persamaan antara penelitian yang dijalankan saat ini dengan penelitian sebelumnya

terutama mengenai teori dan konsep etika public relations. Perbedaannya adalah mengenai fokus penelitian yang dijalankan saat ini untuk membangun dan mengelola citra, sedangkan dalam penelitian sebelumnya fokus diarahkan pada etika dalam memenuhi kepentingan pihak luar

(3)

4 Zuhfri, Syaifuddin 2010 Etika Profesi Public Relations (Penelitian terdahulu, UPN, Jawa Timur) Penelitian ini menjelaskan pentingnya etika public relations dalam profesi sebagai modal sebuah profesi dalam berinteraksi dengan pihak luar

Persamaan antara penelitian yang dijalankan saat ini dengan penelitian sebelumnya terutama mengenai pentingnya penerapan public relations ethics untuk diterapkan oleh sebuah profesi. Perbedaannya adalah mengenai objek penelitian dimana dalam penelitian sebelumnya objek pada pihak luar, sedangkan dalam penelitian yang dijalankan saat ini lebih difokuskan pada tenant 5 Lauwren, Angela 2014 Implementasi Etika Public Relations PT. Antilope Madju Puri Indah Dalam Mengelola Citra Puri Indah Mall (Studi Kasus: Pembangunan The Expansion) (Penelitian terdahulu, Binus University) Penelitian ini menjelaskan mengenai Implementasi etika Public Relations dalam mengelola citra Puri Indah Mall. Sesuai dengan kode etik dan etika bisnis yang dikaitkan dengan code of conduct IPRA meliputi kejujuran, tanggung jawab, dan mengutamakan moral sebagai Persamaan antara penelitian yang dijalankan saat ini dengan penelitian sebelumnya terutama dalam konsep mengenai pengukuran etika public relations dengan code of conduct. Perbedaannya adalah mengenai objek penelitian dimana dalam penelitian sebelumnya pada pengunjung sedangkan

(4)

integritas pribadi praktisi Public Relations

dalam penelitian ini lebih difokuskan pada tenant

2.2 Landasan Konseptual 2.2.1 Komunikasi

Menurut Effendy dalam Hidayat (2012:2), tujuan dari komunikasi adalah untuk membuat persamaan antara sender atau pengirim pesan dan receiver atau penerima pesan. Keberhasilan komunikasi ditandai oleh adanya persamaan persepsi terhadap makna atau membangun makna (construct meaning) secara bersama pula. Berlangsungnya komunikasi juga menyebabkan terjadinya hubungan antara penyampai pesan dengan penerima pesan. Menurut DeVito dalam Kurniawati (2013:1), komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah sebuah tindakan mengirim dan menerima pesan antara dua individu atau lebih atas tujuan tertentu.

2.2.1.1 Proses Komunikasi

Proses berlangsungnya komunikasi menurut Hermawan (Hermawan, 2012, hal: 6) :

1. Komunikator (sender) melakukan komunikasi dengan mengirimkan pesan kepada orang yang menjadi target. Pesan tersebut dapat berupa informasi dalam bentuk kata, simbol, atau atribut-atribut lainnya yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak.

2.Pesan (message) informasi yang disampaikan atau diberikan melalui saluran media baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Fungsi Pengiriman (encoding) merupakan suatu proses mengubah pesan menjadi bentuk yang dioptimasi untuk keperluan dalam penyampaian pesan atau data.

(5)

4. Saluran (channel) adalah suatu alat atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan.

5. Fungsi Penerimaan (decoding) suatu proses menyerap atau memahami pesan berupa kata maupun simbol-simbol yang dilakukan oleh penerima pesan.

6. Komunikan (receiver) menerima pesan yang dikirimkan oleh komunikator dan menerjemahkan isi pesan tersebut ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti oleh dirinya sendiri.

7. Respon (feedback) suatu tanggapan atau umpan balik yang dikirimkan oleh komunikan atas pesan yang diterimanya.

Gambar 2.1 Proses Komunikasi

2.2.2 Teori Informasi Organisasi

Organisasi merujuk pada suatu proses pengorganisasian karena menurut Weick, proses pengorganisasian ini menghasilkan organisasi yang dibentuk dari aktivitas dan proses. Organisasi memiliki struktur, tetapi bagaimana suatu organisasi bertindak dan tampil ditentukan oleh struktur yang ditetapkan oleh pola-pola reguler perilaku yang saling bertautan. Perilaku yang saling bertatutan ini merupakn suatu sistem yang nyata di suatu organisasi, dan ini merupakan kunci bagi berfungsinya organisasi tersebut. Organisasi merupakan suatu sistem yang menyesuaikan dan menopang dirinya dengan mengurangi ketidakpastian yang dihadapi. Dengan kata lain, perilaku dalam organisasi dikatakan saling bertatutan jika perilaku seseorang dalam organisasi tersebut bergantung pada perilaku orang lain. (Pace dan Faules, 2005: 78-79)

(6)

Tugas untuk mengelola informasi dalam jumlah besar adalah sebuah tantangan bagi banyak organisasi. Ketika pilihan untuk saluran-saluran komunikasi meningkat, jumlah pesan yang dikirim dan diterima serta kecepatan untuk mengirim pesan tersebut meningkat pula. Organisasi tidak hanya dihadapkan pada tugas untuk mengartikan pesan yang diterima, tetapi juga menghadapi tantangan untuk menentukan siapa yang harus menerima informasi yang disampaikan oleh organisasi tersebut. Beberapa teoritikus komunikasi organisasi menggunakan perumpamaan mengenai sistem yang hidup untuk mendeskripsikan suatu organisasi dalam mentransmisikan pesan kepada khalayak, termasuk anggota organisasi. Layaknya seperti sistem, organisasi terdiri dari orang dan tim yang saling terhubung satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi. (West dan Turner, 2009: 334)

Karl Weick mengembangkan sebuah pendekatan untuk menjelaskan suatu proses mengenai bagaimana organisasi mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan informasi yang kemudian mentransmisikan kembali informasi tersebut kepada anggota organisasi. Teori Weick menitikberatkan komunikasi sebagai landasan bagi pengorganisasian dan memberikan sebuah pengorganisasian yang berfokus pada aktivitas dan proses. Proses pengorganisasian itulah yang menghasilkan organisasi. Organisasi tentunya memiliki struktur, namun makna dari organisasi tersebut lebih dari sekedar struktur organisasi. Menurut teori ini, organisasi terbentuk melalui proses dan aktivitas komunikasi. Weick memandang struktur sebagai aktivitas yang lebih spesifik lagi, yakni sebagai aktivitas komunikasi. (Pace dan Faules, 2005: 79)

Dengan demikian, fokus utama Karl Weick ini adalah pertukaran informasi (information exchange) yang terjadi dalam organisasi dan bagaimana anggota organisasi mengambil langkah untuk memahami pertukaran informasi tersebut. Weick (dalam West dan Turner, 2009: 335) mengonseptualisasikan bahwa “organisasi berbicara dengan dirinya sendiri”, artinya anggota organisasi tersebut memiliki peranan penting dalam menciptakan dan memelihara makna pesan. Atas dasar inilah, Karl Weick menggagas Teori Informasi Organisasi atau Teori Pengorganisasian. Dalam West dan Turner mengonseptualisasikan Teori Informasi Organisasi karena ia merupakan akademisi Ilmu

(7)

Komunikasi sedangkan dalam Pace dan Faules dikonseptualisasikan Teori Pengorganisasian karena ia merupakan praktisi Komunikasi Organisasi yang mana dapat dilihat dalam kedua buku dari kedua tokoh tersebut.

Perhatian utama dari Teori Informasi Organisasi adalah pengorganisasian informasi yang memiliki peranan penting bagi suksesnya sebuah organisasi. Sangat jarang bahwa satu divisi dalam suatu organisasi mempunyai semua informasi penting mengenai perusahaan tersebut. Informasi tersebut berasal dari berbagai macam sumber, yakni dari berbagai divisi yang ada di organisasi tersebut. Bagian tersulit dalam tugas pemrosesan informasi dalam suatu organisasi adalah mengartikan dan mentrasmisikan informasi yang didapatkan tersebut. (Morrisan 2009:33)

Menurut Weick, komunikasi merupakan proses penting karena proses itu menghasilkan struktur. Kegiatan berorganisasi berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian informasi. Dalam perilaku pengorganisasian, Weick memberikan kunci teoritis mengenai interaksi ganda (double interect). Artinya, A berkomunikasi dengan B, B memberi respons kepada A, dan A membuat beberapa penyesuaian atau memberi respons balik pada B. Kegiatan komunikasi ini membentuk dasar pengorganisasian. (Pace dan Faules, 2005: 81)

2.2.2.1 Asumsi Teori Informasi Organisasi

Teori ini berfokus pada proses pengorganisasian anggota organisasi untuk mengelola informasi dari pada berfokus pada struktur organisasi itu sendiri. Terdapat 3 asumsi dalam teori Weick ini, yakni (West dan Turner, 2009: 339-340)

1. Organisasi manusia ada dalam sebuah lingkungan informasi.

Asumsi yang pertama menyatakan bahwa organisasi bergantung pada informasi agar organisasi tersebut dapat berfungsi secara efektif dan mencapai tujuan organisasi. Weick (1979) memandang lingkungan informasi sebagai sesuatu yang berbeda dari lingkungan fisik dimana organisasi berada. Weick mengonseptualisasikan bahwa lingkungan informasi ini diciptakan oleh anggota organisasi itu sendiri. Meskipun

(8)

Weick sedikit menyebutkan mengenai lingkungan informasi termediasi, beberapa ilmuwan memandang lingkungan informasi sebagai suatu lingkungan media yang berhubungan dengan media baru. Secara luas, dapat diartikan bahwa lingkungan informasi dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh teknologi baru yang dipakai.

2. Informasi yang diterima oleh organisasi berbeda dalam hal ketidakjelasannya (equivocality).

Asumsi kedua mengindikasikan adanya ambiguitas dalam informasi. Ketidakjelasan (equivocality) berarti tingkat ketidakpastian yang dihadapi para anggota organisasi. Menurut Weick, adanya pengorganisasian membantu para anggota organisasi untuk mengurangi ketidakpastian informasi yang diperoleh. Ketidakjelasan (equivocality) juga merujuk pada informasi yang rumit, tidak pasti, dan tidak dapat diprediksi. Untuk mengurangi atau mengatasi ketidakpastian ini, anggota organisasi terlibat di dalam suatu proses komunikasi untuk mencapai kepastian informasi.

3. Organisasi manusia terlibat di dalam pemrosesan informasi untuk mengurangi ketidakjelasan informasi.

Asumsi ketiga dalam teori ini menyatakan bahwa organisasi dimulai dalam aktifitas kerjasama untuk membuat informasi yang diterima agar lebih dapat dipahami. Weick (1979) memandang proses untuk mengurangi ketidakpastian informasi (equivocality) ini sebagai sebuah aktifitas bersama diantara anggota organisasi. Tentunya, ini bukan merupakan tanggung jawab dari satu orang dalam organisasi saja untuk mengurangi ketidakjelasan informasi tersebut, namun membutuhkan kerjasama antar anggota organisasi. Hal ini menggambarkan sejauh mana unit-unit dalam organisasi tergantung dan saling berhubungan satu sama lain dalam mengurangi ambiguitas mereka sehingga terjadi sebuah siklus guna mengomunikasikan umpan balik yang berlangsung terus menerus untuk memberi dan menerima informasi.

Teori Informasi Organisasi Weick berisi sejumlah kunci yang sangat penting untuk memahami bagaimana organisasi terlibat dalam pengorganisasian informasi yakni lingkungan informasi, ketidakjelasan informasi, aturan, dan siklus. (Morrisan, 2009: 35-37)

(9)

1. Lingkungan Informasi

Lingkungan informasi merupakan bagian integral dari teori Weick karena lingkungan informasi merupakan inti dalam memahami bagaimana organisasi dibentuk dan memproses informasi. Setiap harinya, organisasi dihadapkan pada beribu rangsangan yang dapat diproses dan diinterpretasikan. Akan tetapi, organisasi atau anggota organisasi tidak dapat memproses semua informasi yang ada sehingga organisasi dihadapkan pada suatu tugas untuk menyeleksi informasi yang berarti dan penting. Pada dasarnya, organisasi memiliki dua tugas utama dalam mengelola sumber informasi yakni (1) Organisasi harus menginterpretasikan informasi eksternal yang ada dalam lingkungan informasi tersebut, dan (2) Organisasi harus mengkoordinasikan informasi untuk membuatnya bermakna bagi anggota-anggota organisasi guna mencapai tujuan organisasi.

2. Ketidakjelasan Informasi

Organisasi menerima informasi dari berbagai sumber sehingga mereka harus mengartikan informasi dan menentukan apakah informasi tersebut dapat dipahami, orang atau divisi dalam organisasi tersebut yang paling mampu untuk mengurus informasi ini, dan apakah berbagai divisi membutuhkan informasi tersebut untuk menyelesaikan tugas mereka. Banyak dari informasi yang diterima organisasi bersifat ambigu sehingga Weick menekankan bahwa tantangan suatu organisasi bukan dari fakta bahwa organisasi tersebut terlalu sedikit memiliki informasi tetapi dari fakta bahwa organisasi tersebut menerima informasi yang sangat besar jumlahnya, sehingga berpotensi memunculkan banyak interpretasi. Richard Daft dan Robert Lengel (1984) mengonseptualisasikan mengenai “kekayaan informasi” untuk memberikan gambaran mengenai banyaknya masukan yang dihadapi oleh organisasi. Kedua tokoh ini menekankan bahwa media telah memberikan peluang bagi organisasi untuk mengakses informasi dalam jumlah besar, tetapi kemudian anggota organisasi dihadapkan pada tugas untuk mengurangi pesan-pesan yang banyak tersebut.

(10)

3. Aturan

Dalam teori informasi organisasi, aturan merujuk pada panduan yang disusun oleh perusahaan untuk menganalisis ketidakjelasan sebuah pesan sekaligus untuk menuntun respons-respons terhadap organisasi. Aturan ini mencakup beberapa hal meliputi durasi, personel, keberhasilan, dan usaha. Durasi merujuk pada suatu pilihan yang dibuat oleh organisasi untuk terlibat dalam komunikasi yang dapat diselesaikan dalam waktu yang paling singkat. Personel merujuk pada orang dalam organisasi yang paling paham akan permasalahan dan menjadi sumber daya kunci untuk mengurangi ketidakjelasan. Keberhasilan merupakan aturan organisasi yang menyatakan bahwa rencana yang sukses di masa lalu akan digunakan untuk mengurangi ketidakjelasan yang dihadapi saat itu. Sedangkan usaha menuntun organisasi dalam memilih strategi informasi yang membutuhkan usaha paling kecil untuk mengurangi ketidakjelasan tersebut.

4. Siklus

Jika informasi yang diterima sangat tidak jelas, organisasi akan terlibat di dalam serangkaian perilaku komunikasi untuk mengurangi tingkat ambiguitas, yang mana Weick mengkategorikan perilaku ini sebagai suatu siklus. Weick menggunakan istilah rangkaian interaksi ganda untuk menjelaskan mengenai siklus yang terjadi dalam proses komunikasi tersebut. Dikarenakan siklus-siklus ini mengharuskan para anggota dalam organisasi untuk melakukan aktivitas dan proses komunikasi satu sama lain untuk mengurangi tingkat ambiguitas, Weick menyatakan bahwa hubungan antar individu-individu dalam organisasi lebih penting bagi proses mengorganisasi informasi dibandingkan talenta atau pengetahuan yang dibawa oleh individu manapun ke dalam tim.

2.2.3 Public Relations

Menurut professor dalam bidang ilmu komunikasi, John Marston dalam (Nova, 2011:42) menyatakan bahwa definisi Public Relations didasarkan pada empat fungsi khusus, yaitu (1) Research, kegiatan penelitian terhadap suatu hal tertentu yang menjadi

(11)

isu masalah, (2) Action, proses perencanaan atau penetapan program dan kegiatan organisasi yang perlu dilakukan guna mengatasi masalah yang dihadapi, (3) Communication, mengkomunikasikan program-program dan kegiatan organisasi yang dilakukan agar memperoleh pemahaman yang sama serta penerimaan dari masyarakat, (4) Evaluation, melakukan evaluasi mengenai dampak yang diterima dari hasil komunikasi, apakah tujuan sudah tercapai atau belum. Evaluasi tersebut dapat dilakukan secara kontinyu, dan hasilnya menjadi dasar kegiatan Public Relations selanjutnya.

Sedangkan menurut J. C. Seidel (Suhandang, 2012, hal: 44), Public Relations adalah proses berkelanjutan dari usaha manajemen untuk memperoleh timbal balik dan pengertian dari para target, karyawan internal, maupun publik.

Scoot M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom menyatakan, Public Relations adalah fungsi manajemen yang bertugas untuk membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan baik bagi perusahaan maupun masyarakat, yang menentukan keberhasilan seorang Public Relations. Proses manajemen Public Relations adalah mendefinisikan masalah hubungan masyarakat, membuat rencana dan program, mengambil tindakan dan berkomunikasi, kemudian terakhir mengevaluasi program. (Soefijanto & Idris, 2012, hal: 108).

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Public Relations adalah fungsi manajemen yang terdiri dari beberapa langkah yang berguna untuk meningkatkan nilai perusahaan di mata publik.

2.2.3.1 Fungsi dan Tugas Public Relations

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh International Public Relations Association (IPRA) pada tahun 1981, menyatakan bahwa terdapat 15 fungsi Public Relations secara umum yang meliputi : (Nova, 2011, hal: 50)

1. Memberikan konseling berdasarkan pemahaman masalah perilaku manusia.

2. Menganalisis kemungkinan “trend” di masa depan dan pengaruhnya terhadap industri.

(12)

3. Melakukan riset mengenai pendapat, sikap, dan harapan masyarakat terhadap suatu institusi, kemudian memberikan saran kepada institusi tersebut mengenai tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya. 4. Menciptakan dan membina komunikasi dua arah berlandaskan kebenaran

dan informasi yang seutuhnya.

5. Mencegah munculnya konflik dan kesalahpahaman antara masyarakat terhadap institusi.

6. Meningkatkan rasa saling menghormati dan rasa tanggung jawab sosial. 7. Melakukan relevansi antara kepentingan institusi dengan kepentingan

umum.

8. Meningkatkan hubungan yang harmonis antara institusi dengan para stakeholders-nya.

9. Memperbaiki hubungan industrial.

10. Menarik tenaga kerja yang baik agar menjadi anggota dan mencegah adanya anggota yang hendak keluar dari organisasi.

11. Menginformasikan produk secara lebih dalam, dan memberikan pelayanan yang baik.

12. Mengusahakan perolehan laba semaksimal mungkin.

13. Menciptakan jati diri institusi yang dapat menjadi ciri khas tersendiri. 14. Memupuk minat mengenai masalah-masalah nasional maupun

internasional.

15. Meningkatkan pengertian mengenai sistem demokrasi.

Scott M. Cutlip, Allen H. Center, dan Glen M, Broom menyatakan bahwa fungsi Public Relations meliputi : (Cutlip, Center, & Broom, 2006, hal: 9)

1. Hubungan Internal.

Praktisi Public Relations membangun dan mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan antara manajer dengan karyawan yang dianggap memiliki andil besar dalam kesuksesan perusahaan.

(13)

2. Publikasi.

Memberikan informasi melalui media mengenai hal-hal yang memiliki nilai berita. Selain itu, Public Relations juga harus mampu menangani pemberitaan-pemberitaan yang bersifat merugikan perusahaan.

3. Advertising.

Iklan berbayar yang ditempatkan di media. Iklan berupa informasi atau pesan yang telah dirancang atau dapat dikontrol penyampaiannya, sehingga dipastikan pesan yang disampaikan diterima oleh khalayak dengan jangkauan lebih luas.

4. Press Agentry.

Menciptakan suatu informasi mengenai berita atau acara-acara yang berkaitan dengan perusahaan guna menarik perhatian media dan publik.

5. Public Affairs.

Fungsi Public Relations untuk membangun dan mempertahankan hubungan dengan pemerintah dan masyarakat lingkungan sekitar, untuk mempengaruhi kebijakan publik terhadap perusahaan.

6. Lobbying.

Praktisi Public Relations membangun dan mempertahankan hubungan dengan pemerintah khususnya untuk tujuan mempengaruhi legislasi dan regulasi.

7. Manajemen Isu.

Manajemen isu adalah proses proaktif untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan merespon isu kebijakan publik yang

(14)

mempengaruhi hubungan organisasi atau perusahaan dengan publik mereka.

8. Hubungan Investor.

Bagian khusus Public Relations perusahaan untuk membangun dan menjaga hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan para pemegang saham, serta pihak-pihak lain dalam komunitas keuangan untuk memaksimalkan nilai pasar.

9. Pembangunan.

Spesialisasi khusus seorang Public Relations dalam perusahaan non-profit untuk membangun dan memelihara hubungan dengan para pendonor dana dan anggota organisasinya guna mengamankan dukungan keuangan dan relawan.

Public Relations adalah sebagai “jalan penengah” antara organisasi dengan publik internal dan publik eksternal. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa fungsi Public Relations adalah memelihara, mengembangkan, mempertahankan adanya komunikasi timbal balik yang diperlukan dalam menangani, mengatasi masalah yang muncul, atau meminimalkan munculnya masalah. Menyampaikan informasi atau pesan penting yang berkaitan dengan perusahaan secara jujur untuk tujuan menanamkan pengertian yang sama, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan opini publik atau citra perusahaan yang bersifat menguntungkan.

2.3 Etika Komunikasi

Menurut Suhardana (dalam Agus dan Ardana, 2009 : 127-128) istilah lain dari etika adalah susila, su artinya baik, sila artinya kebiasaan. Jadi susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Menurut Lawrence, Weber, dan Post (dalam Agus dan Ardana, 2009 : 127-128) etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral atau tidak berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita berpikir

(15)

dan bertindak kepada orang lain dan bagaimana kita inginkan mereka berpikir dan bertindak terhadap kita. Menurut David P. Baron (dalam Agus dan Ardana, 2009 : 127-128) etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintetis, dan reflektif. Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa etika adalah norma atau aturan tidak tertulis yang dapat membatasi perilaku manusia untuk bersikap baik.

Etika menurut Aw (2011:135) merupakan suatu istilah yang mempunyai pengertian tersendiri, yakni norma, nilai, atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat. Pada dasarnya komunikasi dapat berlangsung secara lisan maupun tertulis. Secara lisan dapat terjadi secara langsung atau tatap muka, maupun dengan menggunakan media seperti telepon, SMS, facebook, e-mail, dan sebagainya. Baik komunikasi secara langsung maupun tidak langsung, norma etika tetap perlu diperhatikan.

Aw menjelaskan cara paling mudah dalam menerapkan etika komunikasi ialah, pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi, bahkan kita semua sebagai anggota masyarakat perlu memerhatikan beberapa hal berikut:

a. Nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya setempat b. Segala aturan, ketentuan, tata-tertib yang sudah disepakati c. Adat-istiadat, kebiasaan yang dijaga kelestariannya d. Tata krama pergaulan yang baik

e. Norma kesusilaan dan budi pekerti

f. Norma sopan-santun dalam segala tindakan

Etika berkomunikasi mencoba untuk mengelaborasi standar etis yang digunakan oleh komunikator dan komunikan. Setidaknya ada tujuh perspektif etika komunikasi yang bisa dilihat dalam perspektif yang bersangkutan sebagai berikut:

1. Perspektif politik

Dalam perspektif ini, etika untuk mengembangkan kebiasaan ilmiah dapat praktek berkomunikasi, menumbuhkan bersikap adil dengan memilih atas dasar kebebasan, pengutamaan motivasi, dan menanamkan penghargaan atas perbedaan.

(16)

2. Perspektif sifat manusia

Sifat manusia yang paling mendasar adalah kemampuan berpikir dan kemampuan menggunakan simbol. Ini berarti bahwa tindakan manusia yang benar-benar manusiawi adalah berasal dari rasionalitas yang sadar atas apa yang dilakukan dan dengan bebas untuk memilih melakukannya.

3. Perspektif dialogis

Komunikasi adalah proses transaksi dialogal dua arah. Sikap dialogal adalah sikap setiap partisipan komunikasi yang ditandai oleh kualitas keutamaan, seperti keterbukaan, kejujuran, kerukunan, intensitas, dan lain-lainnya.

4. Perspektif situasional

Faktor situasional adalah relevansi bagi setiap penilaian moral. Ini berarti bahwa etika memerhatikan peran dan fungsi komunikator, standar khalayak, derajat kesadaran, tingkat urgensi pelaksanaan komunikator, tujuan dan nilai khalayak, standar khalayak untuk komunikasi etis.

5. Perspektif religius

Kitab suci atau habit religius dapat dipakai sebaga standar mengevaluasi etika komunikasi. Pendekatan alkitabiah dalam agama membantu manusia untuk menemukan pedoman yang kurang lebih pasti dalam setiap tindakan manusia.

6. Perspektif utilitarian

Standar utilitarian untuk mengevaluasi cara dan tujuan komunikasi dapat dilihat dari adanya kegunaan, kesenangan, dan kegembiraan.

7. Perspektif legal

Perilaku komunikasi yang legal, sangat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan dianggap sebagai perilaku yang etis.

2.3.1 The Importance Of Ethics at Work

Gray Kreps menyarankan tiga prinsip umum tentang standard etika untuk berkomunikasi dalam dunia profesi, yaitu:

(17)

Sebagai prinsip yang umum, kejujuran adalah kebijakan yang terbaik dalam berkomunikasi.

2. Tidak merugikan sesama.

Tidak dengan sengaja merugikan orang lain, lingkungan, dan organisasi. 3. Melakukan sesama secara adil

Berlaku adil kepada sesama.

2.3.2 Verbal and Nonverbal Communication

Secara garis besar, ada dua bentuk komunikasi yang paling mendasar, yaitu: (Purwanto, 2006)

1. Komunikasi verbal.

Komunikasi verbal berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan secara tertulis maupun lisan. Komunikasi verbal memiliki tujuan agar orang dapat memahami apa yang disampaikan oleh pengirim pesan dengan baik. Bentuk-bentuk komunikasi verbal, yaitu berbicara, menulis, mendengar, dan membaca.

2. Komunikasi nonverbal.

Komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang tidak dilakukan secara tertulis ataupun lisan. Komunikasi nonverbal memiliki tujuan untuk menyampaikan perasaan dan emosi seseorang. Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal, antara lain body language, ekspresi wajah, seragam, dan jarak saat berbicara.

2.3.3 Listening to Complaints

Pentingnya mendengarkan keluhan didalam dunia bisnis dan profesional, dengan cara yaitu:

1. Mendengarkan secara hati-hati. 2. Tetap bersikap netral.

3. Mendengarkan dengan empati.

(18)

5. Menanyakan apa yang selanjutnya diinginkan oleh orang tersebut. 6. Menjelaskan posisi atau jabatan kita.

7. Menindaklajuti keluhan dengan cara yang masuk akal untuk menjamin orang tersebut puas.

2.3.4 Etika Public Relations

Suranto (2011:131) mengungkapkan tentang, ketentuan norma etika secara formal berlaku di suatu organisasi sering dinamakan kode etik. “Kode etik ialah serangkaian ketentuan dan peraturan yang disepakati bersama guna mengatur tingkah laku anggotaa- anggota dalam suatu organisasi. Biasanya kode etik dijadikan pedoman dalam organisasi-organisasi profesi”.

Kode etik praktisi hubungan masyarakat atau Public Relations (Rumanti, 2005, hal: 305) meliputi:

1. Code of conduct adalah etika perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, konsumen, media, publik, serta perilaku terhadap rekan seprofesi.

2. Code of profession adalah etika dalam melaksanakan tugas atau profesi hubungan masyarakat atau yang disebut Public Relations.

3. Code of publication adalah etika dalam kegiatan proses dan teknis publikasi. 4. Code of enterprise adalah etika yang menyangkut aspek peraturan

pemerintah seperti hukum perizinan dan usaha, hak cipta, merek, dan lain-lain.

Code Of Conduct menurut IPRA (International Public Relations Association) meliputi : (Rumanti, 2005, hal 305)

1. Integritas Pribadi dan Professional.

Dapat dipahami bahwa integritas personal merupakan pemeliharan kedua standar moral yang tinggi dan reputasi yang baik. Dan integritas profesional menyangkut ketaatan terhadap aturan konstitusi dan khususnya kode etik yang diadopsi oleh IPRA.

2. Perilaku Terhadap Pelanggan dan Perusahaan.

(19)

b. Anggota harus menjaga kepercayaan publiknya baik publik internal maupun publik eksternal.

c. Anggota tidak boleh menggunakan metode yang cenderung menghina pelanggan atau perusahaan.

d. Dalam melakukan layanan untuk klien atau majikan anggota tidak akan menerima biaya, komisi, atau pertimbangan berharga lainnya sehubungan dengan layanan tersebut dari orang lain selain kliennya atau majikan tanpa izin dari klien atau majikannya.

e. Anggota tidak diperkenankan untuk mengusulkan kepada calon pelanggan atau perusahaan bahwa besarnya biaya atau kompensasi lainnya berdasarkan pencapaian tertentu.

3. Perilaku Terhadap Publik dan Media.

a. Anggota wajib menjalankan kegiatan profesionalnya sehubungan dengan kepentingan umum dan untuk martabat orang lain.

b. Anggota tidak boleh terlibat dalam praktek yang cenderung merusak integritas saluran komunikasi publik.

c. Anggota tidak boleh menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau yang menyesatkan.

d. Memberikan gambar yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani.

e. Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani kepentingan pribadi yang terbuka.

4. Perilaku Terhadap Teman Seprofesi.

a. Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain.

b. Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan kliennya.

c. Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik ini.

(20)

Seorang Public Relations harus menjunjung tinggi etika dalam menjalankan prakteknya, terutama mengenai kejujuran. Terdapat 6 aturan tindakan dalam kode etik dan etika bisnis, yaitu : (Nova, 2011, hal: 30)

1. Kejujuran.

Selalu mengutamakan kejujuran dalam setiap usaha yang dilakukan mengatakan kebenaran secara utuh kepada konsumen, masyarakat, supplier, maupun pada para stakeholder lainnya.

2. Integritas

Mengatakan apa yang dimaksud dengan jelas, menepati apa yang dijanjikan dan menegakkan kebenaran.

3. Hormat

Memperlakukan satu sama lain dengan sikap saling menghormati, bersikap adil, dan menghargai adanya keragaman.

4. Percaya

Membangun dan menjaga kepercayaan melalui kerjasama dan melakukan komunikasi yang terbuka.

5. Bertanggung Jawab

Berani berbicara tanpa rasa takut dalam mengungkapkan kebenaran, dan melakukan klarifikasi jika terdapat keraguan atau kesalahpahaman.

6. Kewarganegaraan

Mematuhi seluruh aturan hukum yang berlaku, dan menjalankan perannya untuk membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Seorang Public Relations harus menguasai etika-etika yang umum dan tidak umum antara lain : (Cutlip, Center, & Broom, 2006, hal:18)

(21)

1. Menjadi komunikator yang baik untuk publik internal maupun eksternal.

2. Tidak terlepas dari faktor kejujuran sebagai landasan utamanya. 3. Memberikan kepada bawahan atau karyawan adanya sense of belonging dan sense of wanted pada perusahaannya (membuat mereka merasa dihargai, diakui, dan dibutuhkan).

4. Etika sehari-hari dalam berkomunikasi dan beriteraksi harus tetap dijaga.

5. Menyampaikan informasi-informasi penting kepada anggota dan kelompok yang berkepentingan.

6. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip rasa hormat terhadap nilai-nilai manusia.

7. Menguasai teknik dan penanggulangan kasus-kasus, sehingga dapat memberikan keputusan dan pertimbangan secara bijaksana.

8. Mengenal batas-batas yang berdasarkan pada moralitas dalam profesinya.

9. Penuh dedikasi dalam profesinya. 10. Menaati kode etik humas.

Tujuan dari aturan-aturan di atas adalah untuk meningkatkan kepercayaan publik, menyesuaikan aturan pemerintah untuk mengimbangi perkembangan persaingan bisnis, meningkatkan kegiatan operasional internal demi pelayanan publik yang maksimal, dan untuk merespon pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi. Kesuksesan Public Relations bergantung pada bagaimana ia menjalankan etika profesionalnya, dan bagaimana kredibilitasnya dalam melakukan praktek profesinya.

2.4 Citra Perusahaan

Menurut Frank Jefkins (dalam Nova, 2011 : 299) citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan. Citra perusahaan terbentuk dari banyak aspek,

(22)

bukan hanya sekedar citra atas produk atau pelayanannya saja. Aspek-aspek tersebut dapar berasal dari sejarah perusahaan, kinerja perusahaan dan karyawannya, stabilitas ekonomi perusahaan, serta aspek demografi dan geografis perusahaan. Mark Graham R. Dewney mengatakan bahwa citra perusahaan merupakan keseluruhan impresi mengenai perusahaan yang ada dalam benak konsumen. Sedangkan Lawrence L. Steinmentz mendefinisikan citra perusaah sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan ( Nova, 2011:301).

Menurut Paele (Hendrawan, 2009, hal: 46) pencitraan adalah membentuk gambaran atau persepsi, berdasarkan prinsip bahwa dalam diri manusia ada kecenderungan untuk menjadi persis seperti apa yang dibayangkan atau dicitrakannya. Katz dalam Soemirat dan Ardianto (Nurjaman & Umam, 2012, hal: 125) mengatakan bahwa citra adalah cara pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, organisasi, maupun aktivitas tertentu. Berbagai citra perusahaan dihasilkan dari pandangan pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, karyawan, kompetitor, pemasok, dan pihak-pihak lainnya yang memiliki pandangan terhadap perusahaan berkaitan.

Citra yang baik merupakan perangkat yang kuat bukan hanya untuk menarik konsumen untuk memilih produk atau jasa perusahaan, melainkan juga memperbaiki kepuasan konsumen terhadap perusahaan atau organisasi (Sutojo, 2005, hal: 60). Citra perusahaan yang baik merupakan tujuan utama sekaligus reputasi dan prestasi yang hendak dicapai oleh semua Public Relations. Meskipun citra merupakan sesuatu yang abstrak dan tidak dapat diukur secara sistematis, namun wujud dan dampaknya dapat dirasakan dari hasil penelitian baik atau buruk yang datang dari khalayak atau masyarakat luas.

(23)

2.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Penerapan Etika Public Relaions pada Divisi Tenancy Pondok Indah Office Tower

Citra PT Metropolitan Kentjana, Tbk Tenant Relations – Informasi Organisasi

Etika Bisnis : 1. Kejujuran 2. Integritas 3. Hormat 4. Percaya 5. Bertanggung Jawab 6. Kewarganegaraan

Code of Conduct IPRA :

1. Integritas Pribadi & Profesional

2. Perilaku terhadap pelanggan & perusahaan

3. Perilaku terhadap Publik & Media

4. Perilaku terhadap teman seprofesi

(24)

Penelitian ini dijalankan untuk mengetahui penerapan etika public relations pada divisi tenancy di Pondok Indah Office Tower. Penerapan etika Public Relations dapat dilihat pada fungsi Public Relations yang diperankan Tenant Relations dalam memberikan informasi kepada pihak eksternal, dalam hal ini pihak tenant. Untuk melihat hal-hal yang telah dan belum diterapkan oleh divisi tenancy di Pondok Indah Office Tower, maka dasar untuk merancang wawancara yang nantinya akan dianilisis dengan menggunakan triangulasi sumber adalah teori informasi organisasi, konsep mengenai etika bisnis dan code of conduct (IPRA). Apabila teori dan kedua konsep tersebut diterapkan oleh divisi tenancy Pondok Indah Office Tower, maka akan meningkatkan atau menjaga citra dari PT Metropolitan Kentjana, Tbk

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State Of The Art)
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses utama, komputasi menggunakan metode Template Matching dan Hamming Distance, pola wajah akan dilatih untuk mendapatkan sebuah matriks bobot, yang selanjutnya

Teman-teman penulis yang lainnya, yaitu Caroline, Jessie, Sandra, Pamela, Wimar, Aldi, dan Yongky yang telah memberikan semangat, dukungan, serta masukan dan saran selama

Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa hasil belajar strategi belajar mengajar mahasiswa dengan kepribadian sanguin jika diajar menggunakan

Dalam penelitian ini penulis akan membuat perangkat lunak simulasi perhitungan kebutuhan penerangan ruangan dalam menentukan jumlah titik lampu dan luas penampang kabel untuk

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Peneliti lain yang tertarik dengan masalah yang sama, penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan perbandingan dan menambah wacana pemikiran untuk mengembangkan, memperdalam,

Pada hasil penelitian tentang penerapan tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan

B. Berdasarkan peta kedudukan bahan ajar, mata pelajaran sistem operasi ini mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran sistem komputer dan sistem operasi.Perakitan komputer