• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri.

Definisi HHBK seperti dirumuskan oleh pemerintah melalui Departemen Kehutanan (Permenhut: 35/MENHUT-II/2007) adalah hasil hutan baik nabati dan hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu. Pada umumnya HHBK merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.

Menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik et al. (2006) bahwa HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam dan lain-lain,

(2)

3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu, Damar rasak, Kemenyan dan lain-lain,

4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak lawang, Minyak kayu manis,

5. Madu : Apis dorsata, Apis melliafera,

6. Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung, 7. Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dan lain-lain,

8. Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi, 9. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek

hutan, palmae, pakis dan lain-lain.

Pemungutan HHBK umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHBK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis (kopal), atau getah kayu lainnya.

2.1.1. Peranan HHBK terhadap Aspek Ekologis

Dalam ekosistem hutan, HHBK merupakan bagian dari ekosistem hutan. Beberapa hasil HHBK diperoleh dari hasil pohon, misalnya getah-getahan, tanin resin dan minyak atsiri. Sedangkan selebihnya dari palm, hasil satwa ataupun anggrek. Untuk pohon seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), dalam ekosistem memiliki peranan sebagai pohon dominan dengan ketinggian mencapai 30 – 40 m.

(3)

Palm berupa sagu, nipah, dan lain-laian merupakan bagian dari ekosistem yang

berfungsi menjaga abrasi oleh sungai atau laut.

2.1.2. Peranan HHBK terhadap Ekonomi Rumah Tangga

Seperti yang disebutkan diatas bahwa HHBK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi (kekenyalan) terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat. Resiliensi adalah suatu tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap adanya perubahan pasar. Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang. Pada saat terjadi krisis moneter, HHBK memiliki peran yang besar terhadap pendapatan rumah tangga dan devisa negara, karena HHBK tidak menggunakan komponen import dalam memproduksi hasil.

2.1.3. Peranan HHBK terhadap Pembangunan Wilayah

Dalam pembangunan pedesaan maka kontribusi terbesar dalam menggerakkan

pembangunan adalah dari sektor pertanian dan kehutanan. Dari beberapa pola pengelolaan hutan rakyat yang ada maka hasil dari hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan desa dan pembangunan wilayah.

Dengan pengaturan terhadap HHBK baik dari proses produksi, pengolahan dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income (pendapatan) dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHBK seperti getah damar, telah dapat menjadi sektor basis (ICRAF, 2000) bagi

(4)

pengembangan wilayah. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar.

2.2. Teori Produksi

Dalam proses produksi pertanian, seorang petani modern menggunakan faktor

produksi (input) seperti tanah, tenaga kerja, mesin dan pupuk. Input tersebut dipergunakan selama musim tanam, dan pada musim panen petani tersebut mengambil hasil (output) tanamnya. Petani selalu berusaha keras untuk melakukan produksi secara efisien atau dengan biaya yang paling rendah, dengan demikian petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum dengan menggunakan suatu dosis input tertentu, dan menghindarkan pemborosan sekecil mungkin, selanjutnya petani tersebut dianggap berusaha memaksimumkan laba ekonomis.

Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output, dan input produksi ini tidak hanya

human resources, tetapi dapat pula capital resources (modal), natural resources (tanah) dan managerial skill (Joesron dan Fathorrozi, 2003)

John Glasson dalam Sirojuzilam (2005) mengatakan, bahwa pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu endogen dan eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan atau faktor-faktor

(5)

yang terdapat di luar wilayah, atau kombinasi keduanya. Dimana dalam ekonomi makro, disebut bahwa ekonomi penentu intern pertumbuhan wilayah tersebut adalah modal, tenaga kerja, sumber daya alam (tanah), dan sistem sosial politik.

Selanjutnya menurut Ravianto (2000), bahwa dalam suatu proses produksi, untuk menghasilkan out put atau keluaran, maka diperlukan input atau masukan sumber daya. Sumber daya sebagai masukan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam atau bahan baku industri, dimana ketiga kelompok masukan ini dinamakan

physical input.

a. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam (Natural Resources) dapat diartikan sebagai segala sumber daya hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan, bahan baku, dan enerji. Dengan kata lain bahwa sumber daya alam adalah faktor produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (Fauzi, 2004).

Secara umum dapat dikatakan sumber daya alam dapat berupa air, udara, tanah, minyak bumi, hutan, ikan dan lain-lain yang merupakan esensial bagi kehidupan manusia. Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabriknya hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan dari mana hasil produksi itu keluar. Tanah sebagai unsur faktor produksi biasanya terdiri dari barang ekonomi yang diberikan oleh alam yang meliputi permukaan tanah, air dan segala yang terkandung di dalamnya.

(6)

Tinggi rendahnya sewa tanah adalah disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi sewa tanah. Dengan berkembangnya penduduk maka nilai tanah akan terus menerus naik karena tanah adalah satu-satunya faktor produksi yang tidak dapat dibuat oleh manusia (Mubyarto, 2003).

Menurut Hanley dalam Fauzi (2004), sumber daya alam dapat diklasifikasikan menurut jenis penggunaan akhir, yaitu sumber daya alam material dan sumber daya alama energi. Sumber daya alam material merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai bagian dari komoditas, misalnya biji besi diproses menjadi besi yang kemudian dijadikan mobil atau komponen bahan bangunan. Sedangkan sumber daya alam energi merupakan sumber daya yang digunakan untuk kebutuhan menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun transformasi energi lainnya.

b. Modal

Dalam pengertian ekonomi modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Karena modal menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan maka akan menciptakan dorongan dan minat untuk menyisihkan kekayaannya maupun hasil produksi dengan maksud yang produktif dan tidak untuk maksud keperluan yang konsumtif.

Dalam pengertian sehari-hari modal diartikan sebagai tabungan masyarakat yang setiap saat dapat digunakan untuk membeli saham perusahaan atau obligasi pemerintah ataupun untuk untuk dipinjamkan kepada orang lain.

(7)

Modal dinyatakan nilainya dalam bentuk uang yang merupakan sebagai alat pengukur nilai dari modal tersebut.

Menurut Suryana (2000), akumulasi modal merupakan keharusan bagi kegiatan/pembangunan ekonomi suatu negara terlebih bagi negara-negara berkembang, karena pembangunan itu sendiri memerlukan modal. Meskipun demikian dapat disadari bahwa modal bukanlah satu-satunya yang penting dalam menggerakkan pembangunan, karena ada beberapa faktor lainnya seperti skill, enterpreuner, sistem pemerintahan yang efisien, kesanggupan untuk menciptakan dan menggunakan teknologi, dan corak sikap masyarakat.

Modal diharapkan dapat diciptakan untuk menahan diri dalam bentuk konsumsi, dengan tujuan pendapatannya akan dapat lebih besar lagi di masa yang akan datang. Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana bila pembentukan modal berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil akan tetap berusaha meningkatkan modalnya.

c. Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan resources, tepatnya human resources atau sumber daya manusia yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

Menurut Suryana (2000), bahwa penduduk dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi.

(8)

Dengan demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.

Selanjutnya Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Tiap-tiap negara memberikan batasan umur berbeda. Misalnya, India menggunakan batasan umur 14 sampai 60 tahun. Jadi tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun. Sedangkan orang yang berumur dibawah 14 tahun atau diatas 60 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja.

Menurut Sukirno (2000), bahwa golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15-64 tahun, kecuali: (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah atau universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, (iv) pengangguran sukarela-yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.

Selanjutnya Dumairy (2000), mengatakan tenaga kerja dipilah ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga

(9)

kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya.

2.3. Fungsi produksi

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut bertambah. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input (Boediono, 2002).

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input. Setiap produsen dalam teori dianggap mempunyai suatu fungsi produksi, yaitu :

Q = f (X1,X2,X3…Xn)

Q = Tingkat produksi (output) X1,X2,X3,..Xn = Berbagai input yang digunakan

Fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan input yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu, hubungan antara

input dan output tercermin pada fungsi produksinya.Suatu fungsi produksi

menggambarkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat digambarkan dengan

(10)

kurva isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang sama (Joesran dan Fathorrozi, 2003).

Tujuan setiap perusahaan (termasuk petani yang menggarap lahan dengan tenaganya sendiri) adalah mengubah input menjadi output sehingga tercipta produktivitas. Untuk mendapatkan outputnya, perusahaan harus menggunakan berbagai jenis input yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan sebagainya.

Karena input-input ini langka, sehingga mereka harus menggunakan ukuran biaya yang diasosiasikan dengan penggunaan input, seperti petani mengkombinasikan tenaga mereka dengan bibit, tanah, hujan, pupuk dan peralatan mesin untuk memperoleh hasil panen (Nicholson, 2002).

Boediono (2002), menggambarkan bahwa bentuk umum fungsi produksi yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antara kapital (K), tenaga kerja (L), Sumber daya (R) dan teknologi (T) adalah sebagai berikut :

Q = f (K, L, R, T) Keterangan :

Q = Output atau keluaran K = Stok Kapital atau modal L = Labor atau tenaga Kerja R= Resource /Sumber daya

T = Tingkat teknologi yang digunakan

Persamaan di atas menunjukkan bahwa stok kapital, tenaga kerja, penggunaan pupuk dan teknologi dapat meningkatkan output. Apabila output

(11)

meningkat pada periode itu, maka sebagian kenaikan output akan diinvestasikan sehingga stok kapital akan bertambah besar sebesar output yang diinvestasikan. Proses pertumbuhan output ini akan terus berulang pada periode berikutnya, sampai pada batas penggunaan sumber daya alam dan sumber daya tenaga kerja mencapai tingkat yang optimal.

Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

Y = f (X1, X2, ..., X3, ...Xn)

Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1...Xn dan X lainnya juga dapat diketahui.

Menurut Pappas (2003) fungsi produksi adalah suatu pernyataan deskriptif yang mengkaitkan masukan dengan keluaran. Fungsi produksi menyatakan jumlah maksimum yang dapat di produksi dengan sejumlah masukan tertentu atau alternatif lain, jumlah maksimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat keluaran tertentu. Fungsi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia yaitu hubungan masukan/keluaran untuk setiap produksi adalah karakteristik teknologi, peralatatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan.

(12)

2.4. Faktor Produksi dan Pendapatan 2.4.1. Faktor Produksi

Faktor produksi disebut juga korbanan produksi, karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Macam faktor produksi atau input ini berikut jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output). (Soekartawi, 2003).

Setiap usaha yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenaga kerjaan dibidang bisnis/perusahaan penggunan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja, Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan membutuhkan tenga kerja yang mempunyai keahlian. Biasanya perusahan kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan skala besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai keahlian. Dalam perusahaan, hal ini sangat penting untuk melihat sebaran pengguna tenaga kerja selama proses produlsi sehingga dengan demikian kelebihan tenaga kerja pada kegiatan tetentu dapat dihindarkan (Soekartawi, 2002).

Faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor variabel produksi (variable input). Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi harus tetap tersedia. Mesin-mesin pabrik adalah salah satu contoh. Sampai tingkat interval produksi tertentu jumlah

(13)

mesin perlu ditambah. Tapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin tidak bisa dikurangi. Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh, buruh harian lepas dipabrik rokok. Jika perusahaan ingin meningkatkan produksi, maka jumlah buruh ditambah. Sebaliknya jika ingin mengurangi produksi, buruh dapat dikurangi. (Prathama et al, 2002).

Cepat atau tidaknya inovasi mengadopsi inovasi oleh petani sangat tergantung dari faktor extern dan intern. Faktor intern itu sendiri terdiri dari faktor sosial dan ekonomi. Faktor sosial itu diantaranya : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan kepemilikan lahan.Sedangkan faktor ekonomi diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan ada tidaknya usaha tani lain yang dimiliki petani. (Soekartawi, 2002).

2.4.2. Pendapatan

Bagi rumah tangga pedesaan hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi pertanian, produk barang dan jasa non pertanian di pedesaan. Pertumbuhan angkatan kerja dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di sektor pertanian, besarnya kesempatan kerja di pengaruhi oleh luas lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam, serta

(14)

teknologi yang di terapkan. Di sektor non pertanian kesempatan kerja ditentukan oleh volume produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi (Kasryno, 2000).

Sukirno (2006) menyatakan pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan.Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain : 1. Pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapata yang diperoleh tanpa

memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara. 2. Pendapatan dispossibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus

dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.

3. Pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun.

Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya

(TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha tani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha tani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka (TC) = FC + VC (Soekartawi., 2002).

(15)

2.5. Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi et

al. (2005a) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas

spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentu-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget et al., 1977 dalam Rustiadi et al., 2005a) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.1,, yaitu:

1. Wilayah homogen (uniform/ homogenous region); 2. Wilayah nodal (nodal region);

3. Wilayah perencanaan (planning region atau programming region).

Sejalan dengan klasifikasi tersebut, berdasarkan fase kemajuan perekonomian,

(16)

Glasson (1977), mengklasifikasikan region/wilayah menjadi :

1. Fase pertama, yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/ homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik.

2. Fase kedua, yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan.

3. Fase ketiga, yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Gambar 2.1. Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah (Sumber : Rustiadi et al. 2005a)

(17)

Menurut Rustiadi et al. (2005a), wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktor- faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas penyebab alamiah dan penyebab artifisial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artificial adalah homogenitas yang didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh wilayah homogen artificial adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan). Sedangkan wilayah fungsional menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya, yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Berdasarkan struktur komponen-komponen yang membentuknya, wilayah fungsional dapat dibagi menjadi :

1. Wilayah sistem sederhana (dikotomis) yang bertumpu pada konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen wilayah. 2. Wilayah sistem kompleks (non dikotomis) yang mendeskripsikan wilayah

sebagai suatu sistem yang bagian-bagian di dalamnya bersifat kompleks. Konsep wilayah nodal, kawasan perkotaan- perdesaan dan kawasan budidaya -non budidaya adalah contoh wilayah sederhana. Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat

(18)

pelayanan/permukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang (peripheri/

hinterland), yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan

fungsional. Pusat wilayah berfungsi sebagai : 1) tempat terkonsentrasinya penduduk, 2) pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri, 3) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, 4) lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Sedangkan wilayah hinterland berfungsi sebagai : 1) pemasok/ produsen bahan-bahan mentah dan atau bahan baku, 2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi, 3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur, 4) penjaga fungsi-fungsi keseimbangan ekologis.

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

2.6. Pengembangan Wilayah

Hartshorne dalam Hanafiah (1992), memformulasikan pengertian wilayah sebagai berikut : "'Suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain"'. Unit area ini adalah merupakan objek yang konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada "mosaik" dari tiap tiap bagian yang mempunyai kesamaan.

Wilayah (region) merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu unit kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang, sehingga bukan merupakan

(19)

aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial dan budaya (Wibowo, 2004).

Menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat.

Selanjutnya Miraza (2005), pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan efficiency agar potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.

Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional. Di mana tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas :

a) Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat b) Menyediakan kesempatan kerja yang cukup

c) Pemerataan pendapatan

d) Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah

e) Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994).

Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di mana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh elemen masyarakat Indonesia.

(20)

Menurut Sukirno (2001), bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain :

a) Sebagai proses, berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus. b) Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, dan

c) Kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang. Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (2000), adalah:

a) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan, dan kesehatan serta perlindungan.

b) Meningkatkan taraf hidup termasuk di dalamnya meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya yang manusiawi.

c) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara: merdeka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain tetapi juga merdeka dari sumber kebodohan dan penderitaan.

Dari definisi yang dikemukakan dapat terlihat bahwa pembangunan ekonomi adalah merupakan suatu proses, dimana dengan proses itu akan terlihat adanya perubahan yang besar dalam struktur sosial, sikap mental yang telah terbiasa, pertumbuhan ekonomi serta pemberantasan kemiskinan dan pengangguran, pemberantasan ketimpangan dalam pendapatan perkapita melalui

(21)

perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan dan juga dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap orang lain serta mengangkat kesadaran akan harga diri.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).

Menurut Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989) dalam Adell (1999) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.

(22)

Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik.

Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple

effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan

sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.

Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down

effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak

terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

(23)

2.7. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian (Oka et al, 2005), HHBK merupakan sumberdaya hayati yang paling bernilai dari hutan bqagi masyarakat Dusun Pampli. Selain nilai ekonominya yang jauh lebih besar dari kayu, pemungutan HHBK tidak menyebabkan kerusakan hutan, sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi dan nilai jasa dari hutan.

Kontribusi HHBK terhadap kehidupan masyarakat hutan Dusun Pampli selain sangat berarti secara ekonomi juga lebih merata dibandingkan dengan kayu. Manfaat dari kayu hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, yaitu mereka yang memiliki modal paling kurang satu unit chainsaw.

Karena HHBK dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kapan pun mereka kehendaki, ada kecenderungan bahwa masyarakat Dusun Pampli menjadi manja, tidak berupaya melestarikan HHBK tempatnya bergantung hidup dan tidak merencanakan masa depannya dengan baik, sehingga mereka terbelenggu dalam kemiskinan.

Hasil penelitian Siregar (2004), tentang Pola Budidaya dan Pengusahaan Gambir, Studi Kasus Kabupaten Dairi menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem pola tanam tumpang sari.

Hasil penelitian Tinambunan (2004) mengungkapkan bahwa usahatani gambir, teknik budidaya dan pengolahan pascapanen masih bersifat tradisional yang merupakan salah satu penyebab rendahnya mutu, rendemen dan pendapatan petani. Pendapatan bersih apabila petani menjual output dalam bentuk daun dan ranting muda per hektar per tahun adalah sebesar Rp11.476.200,- sementara

(24)

apabila menjual output dalam bentuk getah basah (bubur) dan getah kering masing-masing adalah sebesar Rp14.073.200,- dan Rp15.129.200,-. Secara statistik, beda rata-rata dari pendapatan bersih adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih menguntungkan bila menjual gambir dalam bentuk getah kering.

Pemasaran yang terjadi baik output getah basah maupun getah kering masih cukup efisien, ditunjukkan marjin harga yang diterima petani cukup tinggi 100% untuk daun dan ranting muda, 75% untuk getah kering dan 90,57% untuk getah basah. Besarnya marjin pemasaran antara lembaga-lembaga pemasaran pada masing-masing output cukup seimbang (6%-19%) dan keuntungan dari lembaga pemasaran pada masing-masing output berkisar antara 5,63% sampai 14%.

2.8. Kerangka Pemikiran

Pengembangan hasil hutan bukan kayu dimaksudkan untuk memberikan arah strategi, program dan kegiatan dalam pengembangan usaha tani budidaya dan pemanfaatan komoditas hasil hutan bukan kayu. Sedangkan tujuannya adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi HHBK, berkembangnya usaha dan pemanfaatan HHBK sehingga HHBK memiliki nilai ekonomi dan daya saing tinggi, serta HHBK Unggulan adalah jenis hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan budidaya maupun pemanfaatannya di Kabupaten Pakpak Bharat sesuai kondisi biofisik setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

(25)

Peranan HHBK terhadap pembangunan wilayah pedesaan memberikan kontribusi terbesar dalam menggerakkan pembangunan adalah dari sektor pertanian dan kehutanan. Dari beberapa pola pengelolaan hutan rakyat yang ada maka hasil dari hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan desa dan pembangunan wilayah. dikaitkan dengan sektor ekonomi lainnya sebagai mekanisme perangsang yang tercipta merupakan akibat dari pengaruh dari berbagai sektor industri lain yang menyediakan bahan baku bagi industri lain untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat yang merupakan interaksi atas pengaruh kebelakang (backward

linkages effect) dan pengaruh kedepan (forward linkages effect). Daerah dituntut

harus dapat mengembangkan kemampuan daerah dalam pengembangan ekonomi lokal dan yang merupakan bagian dari pengembangan wilayah. Dengan meningkatnya perekonomian suatu daerah akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengembangan wilayah.

(26)

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

2.9. Hipotesis Penelitian

Ho1. HHBK yang bukan merupakan komoditas unggulan (basis) di Kabupaten

Pakpak Bharat adalah dengan nilai LQ < 1

Ha1. HHBK yang merupakan komoditas unggulan (basis) di Kabupaten Pakpak

Bharat adalah dengan nilai LQ > 1 Penyerapan tenaga Kerja PDRB Sektor Pertanian PENGEMBANGAN WILAYAH HHBK Komoditas Unggulan Pendapatan Kontribusi terhadap tenaga kerja tersedia

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah (Sumber : Rustiadi et al.

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karakteristik yang berkaitan dengan penggunaan media pembelajaran program power point dan hasil belajar siswa dengan anggota

Sebab umum penyebab konflik politik Kerajaan Demak adalah pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen oleh Sunan Prawoto karena dianggap sebagai penghalang Sultan Trenggono untuk

Sebuah reseptor sensori (indera)/ neuron mempunyai struktur sederhana yang berupa badan sel yaitu bagian sel saraf yang membesar dan mengandung inti, satu atau lebih

Kalau dilihat dari permohonan kepada semua dewa yang terdapat di dalam sapatha bukan tidak mungkin rajalah yang bertindak sebagai dewa, karena konsep dewa raja yang sangat

Pembangunan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang ber­ watak sosial harus semakin dikembangkan dan diperkuat khususnya dalam bidang organisasi dan manajemen dalam

Adapun tugas utama dari peran BAPPEDA Kabupaten Sumenep adalah mengkoordinasikan tim teknis di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah bersama-sama dengan Dinas

Reaksi itu tampil dalam tingkah laku malajusment, seperti, (1)agresif, melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi, dan senang mengganggu, dan (2) melarikan diri

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi pemustaka tentang layanan sirkulasi mandiri dengan tingkat kepuasan pemustaka di Perpustakaan