• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Pada Guru Kelas Autis di Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Pada Guru Kelas Autis di Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres dan Stres Kerja

Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker dan Gregson, 2005).

Menurut Manktelow (2007) yang mengutip pendapat Lazarus, stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa “tuntutan-tuntutan melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerahkan seseorang”.

Tekanan, tuntutan, dan perubahan, ini semua ada dalam lingkungan seseorang dan sering mengakibatkan kondisi yang disebut stres. Namun penting untuk disadari bahwa tidak semua stres adalah berbahaya; pada kenyataannya, orang perlu stres untuk bertahan hidup (Drafke, 2009)

Selanjutnya Wangsa (2010), menyatakan bahwa stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.

(2)

mengatakan bahwa hidup yang tanpa stres bukanlah kehidupan yang baik. Stres bermanfaat bagi perkembangan individu menjadi pribadi yang matang. Saat situasi stres muncul, yang perlu dilakukan adalah menghadapi dan mengelolanya agar membuahkan hasil yang positif (lestari, 2012)

Munandar (2008) menyatakan kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber, atau lebih umum dikenal dengan istilah stressor. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres (stressor), yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stres. Menurut Dr. Hans Selye, guru besar emiritus (purnawirawan) dari Universitas Montreal dan “penemu” stres. Sebagai seorang ahli faal, Ia

mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome, yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Tahap pertama adalah tahap “alarm” (tanda bahaya). Organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannnya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.

2. Tahap kedua, tahap resistance (perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan.

3. Tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga). Hal ini terjadi jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis.

(3)

cepat menyebabkan sakit keras, stres diungkapkan melalui gejala-gejala umum, seperti somnabulisme (tidak dapat tidur), merokok berat, peminum minuman keras, khawatir, mudah tersinggung, gelisah, sulit berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan, dan masa-masa lelah yang panjang. Keadaan ini bagi sebagian orang dapat menurunkan produktivitas kerjanya. Bagi orang lain hanya sampai dapat dirasakan sebagai gangguan bagi orang lain disekitarnya (Munandar, 2008).

Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Wangsa, 2010).

Stres kerja bersumber terutama dari buruknya pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Stres kerja akan semakin meningkat akibat persaingan global yang semakin ketat dan tuntutan efisiensi yang semakin tinggi (Kurniawidjaja, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah dimana para pekerja menerima banyak tekanan dan tuntutan baik itu internal maupun eksternal dan pekerja tidak dapat mengendalikan kondisi tersebut.

(4)

Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja (Munandar, 2008).

Manifestasi gangguan kesehatan akibat stres kerja yang paling sering adalah neurosis dan segala macam gangguan psikosomatik, seperti sakit maag, diare, atau gangguan pencernaan lainnya; pusing, migrain atau sakit kepala; lesu, lemas tanpa gairah; gatal tanpa sebab; sering sakit tenggorokan, CTDs dan gejala CVD; tidak bisa konsentrasi, gangguan tidur dan pelupa. Oleh karena itu, profesional kesehatan kerja beserta profesional dan pemangku kepentingan Keselamatan dan Kesehatan Kerja lainnya dituntut menjunjung tinggi pendekatan holistik dalam penyelesaian masalah kesehatan kerja, salah satunya adalah dengan menghilangkan atau menurunkan risiko kesehatan yaitu stres kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut Aamodth (2007) yang mengutip pendapat Cordes dan Dougherty, stres kerja dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar: karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi.

1. Karakteristik Pekerjaan

(5)

2. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi yang mungkin menyebabkan stres termasuk faktor-faktor seperti aturan dan kebijakan organisasi, hubungan pengawasan, dan perubahan organisasi.

2.2 Jenis, Gejala dan Penyebab Stres Kerja

2.2.1 Jenis Stres Kerja

Menurut Wangsa (2010) yang mengutip pendapat dari para psikolog, membedakan jenis stres menjadi dua, yaitu :

1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,

negatif dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti pengakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.

2.2.2 Gejala Stres Kerja

(6)

peran kita, di rumah dan di tempat kerja, secara efektif dan efisien (Towner, 2002).

Menurut Wangsa (2010) yang mengutip pendapat Terry Beehr dan John Newman mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu :

1) Gejala Psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung b. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) c. Sensitif dan hyperreactivity

d. Memendam perasaan, penarian diri, dan depresi e. Komunikasi yang tidak efektif

f. Perasaan terkucil dan terasing g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual dan kehingan konsentrasi

i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas j. Menurunnya rasa percaya diri

2) Gejala Fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah :

(7)

b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh : adrenalin dan noradrenalin)

c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada g. Gangguan pada kulit

h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot i. Gangguan tidur

j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

3) Gejala Perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah : a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan b. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas c. Meningkatnya penggunaan minuman kerjas dan obat-obatan d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan

e. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

(8)

g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

h. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas

i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

2.2.3 Penyebab Stres Kerja

Sopiah (2008) menyatakan stresor adalah penyebab stres, yakni kondisi lingkungan tempat tuntutan fisik dan emosional pada seseorang. Ada dua penyebab stres :

1) Stres yang bukan bersumber dari pekerjaan

Ada berbagai stres yang bukan disebabkan oleh pekerjaan, antara lain sebagai berikut :

1. Time based conflict

(9)

2. Strain based conflict

Strain based conflict terjadi ketika stres dari satu sumber meluap melebihi kemampuan yang dimiliki orang tersebut. Kematian suami atau istri, masalah keuangan dan stresor yang bukan pekerjaan lainnya menghasilkan ketegangan dan kelelahan yang mempengaruhi kemampuan pegawai untuk menyelesaikan kewajiban pekerjaannya. 3. Role behavior conflict

Tiap karyawan memiliki peran dalam pekerjaannya. Disamping itu dia juga dituntut lingkungan yang ada kalanya bertentangan dengan tuntutan pekerjaannya. Hal ini seringkali memunculkan stres karena untuk membangun harmoni atas dua atau lebih tuntutan tidaklah mudah.

4. Stres karena adanya perbedaan individu

(10)

2) Stres yang berhubungan dengan pekerjaan

Stresor yang berhubungan dengan pekerjaan terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu :

1. Lingkungan Fisik

Beberapa stresor ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan. Stresor yang bersifat fisik juga kelihatan pada setting kantor, termasuk rancangan ruang kantor yang buruk, ketiadaan privasi, lampu penerangan yang kurang efektif dan kualitas udara yang buruk.

2. Stres karena peran atau tugas

Stresor karena peran/tugas termasuk kondisi dimana para pegawai mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya, peran yang dimainkan dirasakan terlalu berat atau memainkan berbagai peran pada tempat mereka bekerja.

3. Penyebab stres antarpribadi (inter-personal stressors)

Stresor ini akan semakin bertambah ketika karyawan dibagi dalam divisi-divisi dalam suatu departemen yang dikompetisikan untuk memenangkan target sebagai divisi terbaik dengan reward yang menggiurkan. Perbedaan karakter, kepribadian, latar belakang, persepsi, dan lain-lainnya memungkinkan munculnya stres.

4. Organisasi

(11)

tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal. Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan sekolah ataupun instansi yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus menghadapi peningkatan ketidak-amanan dalam bekerja, bimbang dengan tuntutan pekerjaan yang semakin banyak dalam bentuk-bentuk baru dari konflik antarpribadi.

Sementara itu menurut Sucipto (2014), terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial dengan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut.

1. Tidak adanya dukungan social

(12)

dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres, hal ini dikarenakan ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor

Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang guru tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3. Pelecehan seksual

(13)

4. Kondisi lingkungan kerja

Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sikulasi atau arus udara.

5. Manajemen yang tidak sehat

Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya atau atasannya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya menimbulkan stres. 6. Tipe kepribadian seseorang

(14)

diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.

7. Peristiwa/pengalaman pribadi

Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.

2.3Penyakit Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja

Menurut Looker dan Gregson (2005), terdapat beberapa gangguan dan penyakit yang berhubungan dengan stres, yaitu :

1. Sistem pernapasan

a) Penyakit jantung koroner (angina dan serangan jantung) b) Hipertensi (tekanan darah tinggi)

c) Stroke d) Migren

2. Sistem pencernaan

(15)

c) Rasa panas dalam perut (pirosis)

d) Bisul dalam perut dan usus dua belas jari e) Radang usus besar, sindroma usus besar berat f) Diare

g) Sembelit h) Kembung perut 3. Otot dan sendi

a) Pusing b) Kram c) Kejang otot d) Nyeri punggung e) Nyeri leher 4. Lain-lain

a) Diabetes b) Kanker

c) Encok (Rheumatoid arthritis) d) Asma

e) Masuk angin biasa dan flu

f) Gangguan seksual-dorongan seks berkurang, ejakulasi dini, gagal mencapai orgasme, kemandulan

(16)

5. Perilaku

a) Makan terlampau banyak – obesitas b) Hilang selera makan – anoreksia c) Meningkatnya frekuensi merokok d) Meningkatnya konsumsi kafein e) Meningkatnya konsumsi alcohol f) Penyalahgunaan obat-obatan 6. Emosional

a) Kecemasan, termasuk ketakutan, fobia, dan obsesi b) Depresi

Stres kronis yang berlebihan dapat juga menyebabkan kehilangan berat badan, insomnia, hiperaktivitas (kegoyahan dan kegelisahan), dan gangguan-gangguan seksual.

2.4Strategi Manajemen Stres Kerja

Menangani masalah stres di tempat kerja seperti garpu bermata dua. Pertama, memberikan dukungan pada pekerja yang telah mengalami stres dan kedua, mengambil tindakan untuk mengurangi penyebab stres yang telah ada dan yang berpotensi menyebabkan stres ditempat kerja (Towner, 2002).

(17)

sebagai daya dorong agar kita bisa berkreasi dengan lebih baik. Eustres juga berperan pada kesuksesan kita. Stres pasti menyerang setiap orang. Yang membedakan adalah cara setiap orang meresponnya. Respon yang baik dan benar akan menstimulasi kreativitas dan mendorong kesuksesan. Respon yang buruk akan membuat kita kehilangan keseimbangan, dan mengakibatkan kinerja yang buruk. Sementara stres akut yang direspon secara salah, akan menyebabkan kemunculan penyakit-penyakit fatal yang berakibat kematian (Looker dan Gregson, 2005).

Menurut Sopiah (2008), Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam strategi manajemen stres, yaitu

1) Remove the stressor

Ada banyak cara untuk menghilangkan sumber stres ditempat kerja. Salah satu solusi terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga mereka memiliki kontrol yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka.

Sumber stres yang berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan lebih efektif melalui seleksi dan penempatan pegawai sehingga persyaratan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka. Slogan The right man on the right place at the right time cocok diterapkan pada saat seleksi dan penempatan pegawai.

(18)

yang paling lazim dalam family friendly and work/life initiatives antara lain :

a. Penggunaan/pemanfaatan waktu yang fleksibel

Beberapa perusahaan mengajak pegawainya untuk menentukan kapan mulai dan berakhirnya waktu kerja sehingga mereka dapat lebih mudah menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan pekerjaan.

b. Job sharing

Yakni memisahkan posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stres time-based lebih sedikit diantara pekerjaan keluarga.

c. Telecommunicating

Telecommunicating adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan dengan menghubungkan komputer ke kantor sehingga mudah untuk menukar kegiatan pekerjaan dan bukan pekerjaan, dan sebagainya. 2) Withdraw from the stressor

(19)

3) Change stress perception

Tingkat stres yang dialami pegawai dalam situasi yang sama mungkin dapat berbeda antara satu individu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi. Oleh karena itu sebenarnya stres dapat diminimumkan melalui perubahan persepsi atas situasi yang ada, sehingga kita dapat menerima pekerjaan sebagai tantangan bukan ancaman.

4) Control stress consequences dan

Kadang-kadang para pegawai tidak dapat mengendalikan stres yang dialaminya. Mereka seringkali membutuhkan bantuan untuk mengatasi stres dengan perilaku disfungsional seperti mengonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang. Program gaya hidup sehat akan membantu pegawai belajar bagaimana gaya hidup yang sehat. Mengendalikan stres dengan baik tentu sangat bermanfaat, walau tidak semua orang mampu melakukannya. Kebanyakan orang memerlukan orang lain untuk membantunya agar dapat mengatasi dengan baik.

5) Receive social support.

Dukungan lingkungan sekitar dapat mengurangi stres yang dialami seseorang. Dalam suatu organisasi, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memberikan dukungan kepada pegawai yang mengalami stres, yaitu :

(20)

sumber stres. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara langsung membantu mengurangi stres.

Berikut disajikan gambar strategi manajemen stres itu.

Gambar 1. Strategi Manajemen Stres

2.5Proses Kerja di Sekolah Luar Biasa

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran (Hamalik, 2007).

Sekolah Luar Biasa adalah suatu lembaga pendidikan untuk anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu

Remove the Stressor

withdraw from the stressor

change stress perception control stres

consequences Receive social

support Stres

Management

(21)

menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam SLB antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, SLB (Sekolah Luar Biasa) memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat (Tarigan, 2015).

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Dalam proses kerja guru terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat diaplikasikan ke siswa. Metode yang dapat digunakan adalah metode demonstrasi, metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan (Sanjaya, 2006).

(22)

pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Aqib dan Rohmanto, 2007). Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 ayat 1 pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Menurut Tarigan (2015) yang mengutip pendapat Petrayuna, setiap profesi memuat tanggung jawab,kewajiban dan tugas yang berbeda-beda. Kewajiban seorang guru dalam kelas adalah :

1. Bersikap terbuka dan transparan, sehingga memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran antara guru dan murid.

2. Bersikap penuh perhatian, sehingga antara guru dan murid dapat saling menghargai.

3. Adanya saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara guru dan murid.

4. Keterpisahan, untuk memungkinkan guru dan murid menumbuhkembangkan keunikan, kreativitas dan individualitas masing-masing.

5. Dapat memenuhi kebutuhan bersama, sehingga tidak ada pinak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain.

(23)

khusus tentang autis. Anak autis dapat menjalani kehidupan secara normal jika ada pendidikan khusus serta penanganan mengajar yang sesuai. Proses kerja guru dalam menghadapi anak autis itu sendiri dilakukan dengan :

1. Rutinitas maksimal (tidak berubah-ubah)

Berbeda dengan orang-orang normal pada umumnya, tentu akan ada rasa jenuh jika dihadapkan dengan cara atau metode yang terus menerus sama. Bagi anak autis variasi berbeda-beda menjadi kejenuhan bagi mereka, mereka lebih suka dengan rutinitas yang sama dengan kebiasaan berulang-ulang. Hal ini disebabkan daya tangkap dan daya ingat yang tidak wajar pada anak autis, sehingga kebiasaan yang berulang-ulang merupakan metode tepat untuk mendidik dan menghadapi mereka.

2. Tidak membuat modifikasi jadwal (perubahan jadwal)

Jika anak autis diberi makan pada pukul 07.00 untuk sarapan pagi dan jadwal bermain pukul 09.00 pagi, maka jangan pernah merubah jadwal tersebut. Jika hal itu dilakukan akan membuat daya ingat anak tidak meningkat sehingga pola pengajaran tidak tercapai pada tujuannya.

3. Pilihlah gaya belajar yang tepat

(24)

autis lebih cenderung kehilangan minat apabila mereka tidak mengerti apa yang harus dipahami dan dikerjakan walau hanya sekadar memakai baju dan celana.

4. Gunakan bahasa sederhana, singkat, tepat dan mudah

Tidak bisa disamakan antara anak yang normal dengan anak autis, anak autis memahami makna ucapan hanya dengan rentetan kalimat terbatas. Maka dari itu gunakan gaya bahasa yang tepat, singkat dan mudah dipahami. Jangan terlalu menggunakan ucapan dengan kalimat panjang yang hanya akan membuat bingung anak autis saat mereka berusaha memahaminya. 5. Tampilkan objek yang menarik perhatian

Anak autis cenderung mempunyai mainan khusus yang mereka sukai, maka dari itulah anda harus cerdas untuk menggunakan media mainan tersebut sebagai objek pembelajaran. Jika mainan anak autis yang disukai berupa robot, mungkin anda dapat bercerita tentang kisah-kisah yang terkait dengan hal itu.

2.6Autisme

(25)

Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).

Anak autis bukan “anak ajaib” atau “pembawa hoki” (gifted child), seperti

kepercayaan sebagian orang tua. Jadi, jangan mengharapkan keajaiban muncul darinya. Namun, ia pun bukan bencana. Kehadirannya ditengah keluarga tidak akan merusak keharmonisan keluarga.

Anak autis persis seperti anak-anak lain. Mereka membutuhkan bimbingan dan dukungan lebih dari orang tua dan lingkungannya untuk tumbuh dan berkembang agar dapat hidup mandiri.

Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Untuk mendiagnosis gangguan autisme tidak memerlukan pemeriksaan yang canggih, seperti brain mapping, CT-Scan, dan MRI. Pemeriksaan-pemeriksaan itu hanya dilakukan jika ada indikasi tambahan, misalnya jika anak sering kejang, baru dilakukan brain mapping atau EEG untuk melihat apakah mengidap epilepsi (Danuatmaja, 2003).

2.6.1 Perilaku Autistik

(26)

menggigit, mencakar, memukul, dsb. Perilaku deficit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku social kurang sesuai (naik kepangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue), deficit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun. (Handojo, 2003).

Perilaku autistik berbeda dari perilaku normal. Autistik memiliki perilaku yang berlebihan (excessive) atau perilaku yang berkekurangan (deficient), sampai ke tingkat tidak ada perilaku. Perilaku adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau dikatakan, dapat anda lihat, rasakan, dan dengar dari seseorang atau yang anda lakukan sendiri (Danuatmaja, 2003).

Menurut Handojo (2003), timbulnya suatu perilaku selalu didahului oleh suatu sebab atau antecedent. Kemudian suatu perilaku akan memberikan suatu akibat atau consequence. Disini dikenal dengan suatu rumusan A -> B -> C yang disebut operant conditioning, yaitu :

(27)

2.7Kerangka Pikir

Adapun kerangka pikir yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yang berjudul “Faktor - faktor penyebab stres kerja pada guru kelas autis di Unit

Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

Stres Kerja

Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor

 Tidak dapat memutuskan

persoalan yang menjadi

tanggung jawab dan

kewenangannya.

 Guru tidak dilibatkan dalam

pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

 Gaya kepemimpinan atasan

Change Stress dapat mengurangi stres yang dialami seseorang. Manajemen

Stres Kerja Tidak adanya dukungan sosial

 Dukungan lingkungan

keluarga dan lingkungan

pekerjaan

 Tipe A cenderung berambisi

namun menelantarkan aspek-aspek lain dari kehidupan.

 Tipe B cenderung lebih santai

Referensi

Dokumen terkait

Siswa diajak mengingat satu kegiatan yang dilakukan dihari sebelumnya (apabila kegiatan menulis dilakukan pada hari Senin, maka siswa harus mengingat kegiatan pada hari

Bookstore is in the corner of Diponegoro Street and Kartini Street.. Behind my house is park and beside Mayang's house

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Pembangunan Gedung Siaga dan Shelter Kendaraan Kantor SAR Ambon Nomor : BA.10/PL.004-ULP/VI/SAR AMB-2016 Tanggal 09 Juni 2016,

Demikian Penetapan Pemenang Pembangunan Pagar Pos SAR Tual ini dibuat untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ambon, 10

Peserta yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Pokja ULP dalam waktu yang

[r]

dan menjaga dalam arah yang benar, dan ketika Palapsi dengan motto never give up , penyambutan mahasiswa baru dengan Psikologi Rumah Kita , kearifan yang mereka ciptakan patut

bagaimana kemampuan anak didik dalam pembelajaran yang sudah dilakukan.. Alur pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat digambarkan