• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Serangan Tikus Sawah ( Rattus argentiventer Robb & Kloss) Sebagai Dampak Keberadaan Burung Hantu ( Tyto alba ) di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Serangan Tikus Sawah ( Rattus argentiventer Robb & Kloss) Sebagai Dampak Keberadaan Burung Hantu ( Tyto alba ) di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Padi

Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi :Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Family :Gramineae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L. (Grist, 1960).

Akar-akar serabut pertama muncul pada hari ke lima atau ke enam setelah padi berkecambah. Akar serabut juga mulai berkembang dengan sangat lebat ketika batang bertunas (hari ke-15). Tumbuhnya akar-akar serabut tersebut membuat akar tunggang yang tumbuh di bawah pada awal perkecambahan tidak tampak. Selain akar serabut, tanaman padi juga memiliki akar yang berwujud mirip rambut yang lebih halus. Keduanya mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai organ untuk mengambil nutrisi dalam tanah (Ahira, 2010).

(2)

bawah mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas batang-batang dan upih daun, tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan batang primer. Batang-batang sekunder ini pada gilirannya nanti menghasilkan batang-batang tersier dan seterusnya (Norsalis, 2011).

Satu tangkai malai yang terdiri atas banyak spikelet, secara internal akan terjadi kompetisi dalam menarik fotosintat. Spikelet yang terletak pada ujung malai akan keluar terlebih dahulu dan tumbuh lebih vigour, sehingga cenderung mendominasi dalam menarik fotosintat. Sementara spikelet yang terletak pada pangkal malai akan keluar terakhir dan pertumbuhannya cenderung lemah, sehingga kalah berkompetisi dalam menarik fotosintat. Akibatnya pengisian biji tidak penuh dan spikelet tidak bernas (steril) yang pada akhirnya akan menghasilkan gabah hampa (Sumardi et al, 2007).

(3)

Gambar 1. Fase pertumbuhan padi (sumber: Arafah, 2008)

Syarat Tumbuh

Iklim

Padi memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan curah hujan. Tanaman dapat tumbuh pada daerah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 0LU sampai 45 0LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun (Norsalis, 2011).

Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 23 0C ke atas. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang rendah pada waktu pengisian biji juga dapat menyebabkan rusaknya pollen (Luh, 1991).

Angin akan berpengaruh terhadap proses penyerbukan bunga padi, karena angin akan mempermudah terjadinya penyerbukan, karena itu lokasi sawah harus terbuka dan tidak terhalang sehingga angin dapat bertiup dengan bebas. Air harus tersedia setiap saat mencukupi untuk menggenangi tanah persawahan. Kekurangan dan kelebihan air juga akan mengurangi produksi sehingga diperlukan saluran irigasi ( Rahayu, 2009).

(4)

Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Padi sawah juga menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan sekitar 18-22 cm Padi sawah juga menghendaki ketersediaan air yang cukup banyak (Rahayu, 2009).

Padi sawah menghendaki keasaman tanah antara pH 4,0 -7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus (Norsalis, 2011).

Biologi dan Ekologi Tikus sawah

Klasifikasi tikus sawah menurut Murakami,et al. (1992) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Family : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus argentiventer (Rob & Kloss)

(5)

biasanya lebih pendek dari panjang kepala-badan. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat dengan bercak hitam pada rambut-rambutnya, sehingga memberi kesan seperti berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, abdominal, dan inguinal berwarna putih, dan sisa bagian bawahnya dan sisa bagian bawah lainnya putih keperakan atau putih keabu-abuan. Warna permukaan atas kaki sama dengan warna badan dan banyak yang berwana coklat gelap pada bagian karpal dan tarsal. Ekor berwarna gelap pada bagian atas dan bawah (Aplin et al, 2003).

Rambut pelindung hitam/gelap dan pendek. Rumbai bulu roma di bagian depan telinga berwarna jingga pada yang muda. Ini merupakan karakteristik selama stadia pradewasa dan dewasa muda. Daerah tenggorokan, perut, dan inguinal berwarna putih dan sisa pada bagian bawah berwarna keperakan atau putih keabu-abuan. Di bagian thorax dengan abdomen biasanya berwarna gelap. Warna pada permukaan atas kaki sama dengan warna badan, dan banyak yang mempunyai warna coklat gelap pada bagian karpal dan tarsal. Ekor berwarna bagian atas dan bawah (Deptan, 2008)

Indera penciuman berkembang dengan baik. Tikus sawah dapat mengenal pakan, sesama tikus, dan predator melalui penciumannya dengan menggerakkan kepala naik turun dan mengendus. Ketajaman penciuman ini juga digunakan untuk mengetahui sekresi genitalia betina yang aktif bereproduksi, jejak tikus kelompoknya dan batas teritorialnya (Rohman et al, 2005).

(6)

sensor peraba pada permukaan benda sehingga tikus dapat menentukan arah dan mengetahui ada tidaknya rintangan. Apabila merasa aman, tikus akan bergerak diantara padi melalui jalan khusus yang selalu diulang (Priyambodo,1995).

Tikus berkembang biak dengan cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti dapat kawin mulai umur 3 bulan, masa bunting tikus betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah anak yang dihasilkan setiap kelahiran berkisar antara 4-12 ekor (rata-rata 6 ekor) tergantung dari jenis dan keadaan makanan di lapangan. Dan setelah 2-3 hari setelah melahirkan tikus-tikus tersebut sudah siap untuk kawin lagi (Sudarmaji et al, 2007).

Tikus betina mempunyai puting susu berjumlah dua belas buah. Ukuran dan berat badan tikus jantan dan betina tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Tikus jantan dewasa lebih mudah dikenali dengan melihat perkembangan testisnya. Tikus dapat menjadi dewasa dan siap kawin setelah mencapai umur 5-9 minggu (Sudarmaji et al, 2007). Tikus betina bunting selama 21 hari, tikus mampu bunting dan menyusui dalam waktu bersamaan dan tikus tersebut kawin lagi dalam waktu 48 jam setelah melahirkan (Sudarmaji, 2004).

(7)

Gambar 2. Siklus hidup tikus sawah (Sumber: Cipto et al., 2009) Perilaku tikus sawah

Tikus sawah tergolong cerdik dalam mengeksplorasi lingkungan karena memiliki otak yang berkembang sempurna (Meehan 1984; Priyambodo 2003). Rochman et al (2005) menambahkan bahwa kemampuan inderawi tikus sawah berfungsi optimal dalam menunjang kehidupannya, terutama sebagai hewan yang aktif pada malam hari (nokturnal). Secara rutin, aktifitas harian dimulai senja hari hingga menjelang fajar. Selama periode tersebut, tikus sawah mengeksplorasi sumber pakan dan air, tempat berlindung, serta mengenali pasangan dan individu dari ke- lompok lain. Siang hari dilalui dengan bersembunyi dalam lubang, semak belukar, atau petakan sawah ketika kanopi tanaman padi telah rimbun. Selama terdapat tanaman padi, ruang gerak (home range) berkisar 30-200 m dan teri- torial 0,25-1,10 ha. Ketika padi telah dipanen (bera pascapanen) yang berakibat ketersediaan pakan mulai terbatas, sebagian besar tikus sawah berangsur pindah ke tempat tersedia pakan hingga 0,7-1,0 km atau lebih, seperti pemukiman, gudang benih, penggilingan. Pada awal musim tanam, tikus sawah yang berhasil ber- tahan hidup kembali ke persawahan (Brown et al. 2003; Nolte et al. 2002).

(8)

(climbing), berenang (swimming), dan menyelam (diving). Mengerat merupakan aktivitas yang harus dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri. Tikus sawah tidak memiliki gigi taring, sehingga antara gigi seri dan geraham terdapat celah yang disebut diastema, yang berfungsi untuk membuang sampah yang terbawa makanan. Aktivitas mengerat mengakibatkan kerusakan pada tanaman padi yang lebih berat dibandingkan aktivitas makannya ( Priyambodo,2003).

Ciri Sarang Tikus Aktif

Sarang yang dibuat biasanya mempunyai lebih dari satu pintu, pintu utama untuk jalan keluar dan masuk setiap hari, pintu darurat yang digunakan pada saat membahayakan, misalnya pada saat dikejar oleh predator ataupun pada saat gropyokan, dan pintu yang menuju ke sumber air sebagai minumnya. Pintu darurat ini disamarkan dengan cara ditutupi dengan daun-daunan. Selain itu sarang tikus juga terdiri dari lorong yang berkelok-kelok, semakin banyak anggota keluarga tikus maka akan semakin panjang lorong yang dibentuk. Sarang tikus juga dilengkapi dengan kamar yang difungsikan untuk beranak dan kamar gudang untuk menyimpan makanan (Sudarmaji dan Herawati, 2004).

Keberadaan sarang tikus aktif dapat dilihat dari bentuk maupun keadaan pintu masuk yang terlihat. Pintu masuk sarangakan terlihat bersih (tanpa rumput) yang berarti masih sering dilalui oleh tikus tersebut. Dinding sarang tikus akan tampak bersih dan beraturan, hal ini menunjukkan aktivitas yang masih berlangsung di sekitar sarang tikus (Siahaan et al., 2014).

(9)

diamati pada hari berikutnya. Jika ditemukan lubang yang masih tertutup seperti keadaan sebelumnya, maka lubang tersebut bukanlah sarang tikus aktif (sudah ditinggalkan, tetapi jika lubang tersebut telah terbuka kembali (lumpur yang dibuat telah tergali), maka lubang tersebut adalah sarang tikus aktif yang ditandi dengan galian tikus pada malam harinya (Siahaan et al., 2014 ).

Gambar 3. sarang tikus tidak aktif (a) dan srang tikus aktif (b) (Sumber: Siahaan et al ., 2014)

Gejala Serangan

Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase. Pada fase vegetatif, tikus akan memutuskan batang padi sehingga tampak berserakan, tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk makan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus bersifat khas, yaitu ditengah-tengah petakan sawah tampak gundul, sedangkan bagian tepi biasanya tidak diserang. Tikus sawah juga menyerang bedengan persemaian dengan memakan benih-benih yang disebar atau mencabut tanaman yang tumbuh ( Harahap dan Tjahjono, 2003).

Walaupun demikian tikus paling senang memakan malai atau bulir padi pada stadia generatif. Pada stadia ini tikus akan memotong pangkal batang untuk memakan bagian malai atau bulirnya (Priyambodo, 2003). Padi yang terserang tikus dari jauh terlihat menguning tetapi kuningnya tidak sama dengan kondisi

(10)

padi siap panen. Dari dekat hanya terlihat kulit padi sedangkan isinya sudah habis, selain itu banyak batang padi yang tumbang akibat dikerat (Edy, 2003).

Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus sawah pada tanaman padi terjadi mulai dari persemaian hingga padi menjelang panen. Pada persemaian padi berumur dua hari, satu ekor tikus mampu merusak rata-rata 283 bibit padi dalam satu malam. Pada stadium padi anakan (vegetatif) merusak anakan padi rata-rata 79 batang, dan pada stadium padi bunting 103 batang, serta pada stadium padi bermalai 12 batang per malam (Rochman, 1992). Tikus sawah diketahui lebih suka menyerang tanaman padi yang sedang bunting, sehingga pada umumnya padi stadium bunting akan mengalami kerusakan yang paling besar. Kebutuhan pakan tikus setiap hari hanya seberat kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan daya rusaknya terhadap malai padi lima kali lebih besar dari bobot malai padi yang dikonsumsi (Sudarmaji dan Anggara, 2006).

Tingkat kerusakan tanaman padi oleh tikus meningkat mulai saat primordial sampai dengan keluar malai (Sudarmaji 2004; Singleton et al. 2010). Pada saat primordial kemungkinan tanaman padi mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu, misalnya saja adalah senyawa yang mudah menguap atau berupa gas (volatil) yang menarik bagi tikus yang dikeluarkan oleh tanaman padi saat primordia perlu dikaji (Solikhin dan Purnomo, 2008).

Pengendalian Tikus sawah

(11)

Secara fisik dan mekanis pengendalian tikus sawah menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara (2009) antara lain membunuh tikus dengan bantuan alat seperti senapan angin dan perangkap. Juga melakukan gropyok massal yang rutin dan dilakukan terus menerus.

Pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti kucing, anjing, ular sawah, elang dan burung hantu. Pemanfaatan musuh alami harus diupayakan juga dengan memberikan lingkungan yang nyaman untuk pemangsa tersebut. Namun pada kenyataannya populasi predator di lapangan tidak mencukupi untuk mengendalikan tikus sawah (Deptan, 2006).

Biologi Burung Hantu

Klasifikasi burung hantu adalah : Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata Sub phylum : Craniata Kelas : Aves

Ordo : Strigiformes Family : Tytonidae

Genus :Tyto ;

Spesies : Tyto alba javanica Gmel. (Indriyani dan isnani).

Morfologi Burung hantu Tyto alba javanica Gmel.

(12)

putih kecokelatan, sedangkan jantan sedikit keputihan dengan jumlah bintik hitam yang lebih sedikit dibandingkan dengan burung betina (Setiawan, 2004).

Bulu sayap atas dan punggung burung hantu berwarna abu-abu kekuningan, sayap bawah dan bagian dada/ perut berwarna putih dengan bintik-bintik hitam. Perbedaan antara betina dan jantan terletak pada warna bulu di bagian leher depan. Pada Tyto alba betina berwarna putih dan bintik-bintik hitam, sedangkan jantan berwarna kuning kecoklatan dan berbintik hitam. Ukuran tubuh antara jantan dan betina hampir sama, namun pada umumnya ukuran tubuh betina lebih besar ( Indriyani dan Isnani, 2013).

Mata burung hantu sangat peka sehingga dapat melihat di kegelapan. Bola mata burung hantu diketahui memiliki kedudukan tetap pada tempatnya, menghadap kedepan dan memberikan penglihatan yang bersifat binokuler dan stereoskopik. Kedudukan mata ini menyebabkan burung hantu memiliki kelemahan dalam mendeteksi lingkungan, namun burung hantu memiliki leher yang fleksibel sehingga kepala burung hantu dapat berputar 2700 dalam empat arah. Mata burung hantu memiliki daya adaptasi yang baik pada intensitas cahaya yang rendah. Hal ini ditandai dengan pupil yang sangat besar dan retina yang tersusun dari sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya yang memberikan efek monokromatik. Kemampuan melihat dalam gelap mencapai 3-4 kali kemampuan manusia. Bola mata dilengkapi membran yang dapat dibuka dan ditutup untuk membersihkan bola mata dari kotoran (Indriyani dan Isnani, 2013).

(13)

berfungsi sebagai keping pemantul suara. Kelengkapan pendengaran tersebut menyebabkan pendengaran burung hantu sangat peka dan bersifat mengarah terhadap sumber bunyi, sehingga burung hantu mampu mendeteksi lokasi mangsa secara tepat meskipun dalam gelap (Indriyani dan Isnani, 2013).

Paruh besar, melengkung dengan ujung runcing dan tajam.paruh yag kokoh berfungsi untuk membunuh dan membawa mangsa pada saat terbang, serta merobek-robek tubuh mangsa sebelum ditelan atau disuapkan ke anaknya. Paruh tertutupi bulu sehingga terlihat kecil. Pada saat dibuka untuk menelan mangsa, paruh terlihat sangat besar, cukup untu menelan seekor mamalia secara langsung (Siahaan et al, 2014). Paruh mendominasi wajah, namun dalam keadaan diam nampak seperti tertekuk ke dalam. Sayapnya didominasi warna kelabu, sawo matang dan berwarna putih sebelah dalam. Kaki panjang dan kelihatan sangat kokoh serta mempunyai daya cengkeram yang kuat. Mangsanya dicengkeram dengan jari-jari yang tajam sampai mati. Panjang mulai kepala sampai ekor kira-kira 25-34 cm dengan berat badan berkisar antara 450-600 gr. Bentangan sayapnya mencapai 24-26 cm (Setiawan, 2004).

Ekologi Burung Hantu Tyto alba javanica Gmel.

(14)

burung bersifat menyebar, sifat teritorial berakhir sampai musim berbiak. Apabila jumlah makanan berlimpah atau cukup banyak, maka dapat dijumpai adanya koloni sarang pada area yang sama (Simatupang, 2004).

Rumah burung hantu (rubuha) sering juga disebut dengan pagupon. Jarak antar pagupon tergantung pada topografi hamparan, jenis tanaman serta tingkat serangan hama tikus yang terjadi. Pagupon bisa dipasang pada batang atau rantingpohon. Namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai tertutupi oleh ranting atau daun-daun yang dapat mengganggu burung hantu mengintai mangsanya. Jarak antar pagupon adalah antara 200-500m (Setiawan, 2004). Rubuha dibentuk dari papan kayu yang di desain berteras untuk mempermudah burung hantu mendarat kembali (Haryadi et al., 2014).

Kehidupan burung hantu erat sekali dengan gudang-gudang atau bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan.Dari pengalaman petani, burung hantu menempati gedung sekolahan yang atapnya rusak serta menempati gedung-gedung tinggi yang jarang di tempati seperti di Gereja, karena di atap tersebut banyak dijumpai kotoran bangkai tikus yang tinggal bulu dan tulangnya dan sering ditemukan telur maupun anakan burung hantu (Setiawan, 2004).

(15)

Mekanisme Predasi Burung Hantu sebagai Predator Tikus Sawah

Burung hantu adalah predator yang cukup ganas yang dapat mengejutkan mangsanya. Burung hantu mampu mendeteksi mangsa dari jarak jauh, mampu terbang cepat, mempunyai kemampuan untuk menyergap dengan cepat tanpa suara, memiliki pendengaran sangat tajam dan mampu mendengar suara tikus dari jarak 500 meter. Sifatnya yang noctunal membuatnya menjadi predator ideal untuk hama tikus. Kelebihan lain dari burung hantu ini adalah ukuran tubuh yang relatif lebih besar, memiliki kemampuan membunuh dan memangsa tikus cukup baik, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan cepat berkembang biak (Agustini, 2013).

Dengan gerakan yang cepat, tangkas tanpa menimbulkan suara, burung hantu menangkap mangsanya. Burung hantu tidak pernah memangsa tikus berit karena mengeluarkan bau busuk. Dari analisis terhadap kotorannya, diketahui bahwa 99% terdiri atas tikus, sedangkan sisanya adalah serangga. Tikus adalah salah satu makanan spesifik burung hantu. Burung hantu dapat memangsa tikus sebanyak 2-5 ekor tikus setiap harinya (Setiawan, 2004).

(16)

perut tikus ini akan diberikan kepada anak-anaknya. Tahap akhir adalah mencabik-cabik atau memotong-motong daging. Setelah dicerna, seluruh makanan tersebut menjadi gumpalan yang disebut pelet. Lalu, sekitar 6 jam, secara biologis akan terjadi proses pemuntahan kembali sisa makanan yang tidak dicerna. Hasil muntahan ini berbentuk bulat yang direkatkan oleh semacam lem. Bila muntahan (pelet) ini dibuka, maka di dalamnya akan terlihat tulang yang dibalut oleh bulu-bulu tikus. Kotoran seperti ini banyak terdapat di pagupon maupun di sekitarnya terutama pada pagupon yang ditempati untuk menetap dan berkembang biak (Setiawan, 2004).

Burung hantu jantan sering kali membawa hasil buruan untuk betina dan anak-anaknya sehingga aktivitas berburu jantan lebih tinggi dari yang betina. Burung hantu jantan bertanggung jawab untuk memberikan asupan nutrisi pada burung hantu betina dan anak-anaknya. Sebelum burung hantu jantan memberikan hasil buruan kepada burung hantu betina, burung hantu jantan bertengger pada atap sekitar sarang untuk memindah mangsa yang dibawa dengan cakarnya dari tempat buruan ke paruh baru diberikan pada betina (Hadi, 2008).

Gambar

Gambar 2. Siklus hidup tikus sawah (Sumber: Cipto et al., 2009)
Gambar 3. sarang tikus tidak aktif (a) dan srang tikus aktif (b) (Sumber: Siahaan et al ., 2014)
Gambar 4. Rubuha (sangkar burung hantu (Tyto alba))

Referensi

Dokumen terkait

Cara penyampaian dari setiap guru akan berdeda-beda , oleh karena itu setiap guru harus terfokus pada apa diketahui serta apa yang akan dilakukan oleh guru tersebut pada

La mazorca negra puede atacar diferentes partes de la planta de cacao pero, al igual que la moniliasis, su mayor impacto se da en los frutos, que son el órgano de interés

dengan demikian kualitas pelayanan penilaian kualitas pelayanan pembuatan paspor di kantor imigrasi kelas I Kota Bogor sudah baik, akan tetapi berdasarkan wwancara

The objective function of this model is to minimize the number of un-gated flights which then will generate the optimum Gate Assignment Order.. This model could accommodate the

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Virologi dan Patologi serta analisa data kasus yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kemungkinan penyebab keguguran pada babi di

Tujuan penelitian ini membahas bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen pada Holyshoes. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan

Untuk mengetahui pengaruh Pelayanan, Lokasi dan Harga yang paling dominan terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada Usaha Kuliner Rica Xtra Pedas Fadhil di

Konsep pelancongan kesihatan mula diperkenalkan di Malaysia pada 1998 oleh kerajaan sebagai satu strategi bagi menghadapi krisis ekonomi Asia dengan fokus untuk