• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk, Fungsi, Dan Makna Ornamen Pada Tiga Bangunanvihara Di Kota Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bentuk, Fungsi, Dan Makna Ornamen Pada Tiga Bangunanvihara Di Kota Binjai"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh

wilayahnya. Berbagai suku bangsa ini ada yang dipandang sebagai penduduk asal

Nusantara dan ada pula penduduk pendatang. Keduanya menyatu dalam sebuah

negara bangsa tanpa membeda-bedakan asal-usul dan keturunan. Hal ini tercermin

dalam konsep bhinneka tunggal ika (biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga), yang

didasari oleh filsafat kenegaraan bangsa kita yaitu Pancasila.

Masing–masing suku bangsa memiliki tradisi dan kebudayaan yang

berbeda-beda, salah satunya masyarakat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa adalah masyarakat

yang awalnya berada di dalam wilayah budaya Cina dan migrasi ke Indonesia.

Mereka secara khas disebut dengan masyarakat Tionghoa. Istilah Tionghoa sesuai

hukum dan konstitusional tercantum dengan jelas pada penjelasan pasal 26 UUD

1945 “yang menjadi Warga Negara adalah orang–oramg bangsa Indonesia asli dan

orang–orang bangsa lain yang disahkan dengan undang–undang sebagai Warga

Negara.” Kemudian dalam penjelasan pasal 26 tersebut ditegaskan bahwa “yang

dimaksud orang–orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, Tionghoa,

dan peranakan Arab, yang bertempat tinggal di Indonesia mengakui sebagai tanah

airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi warga

(2)

Para imigran Tionghoa yang tersebar di wilayah Indonesia, khususnya

Sumatera Utara mulai abad ke 16 sampai kira–kira pertengahan abad ke 19, sebagian

besar berasal dari suku bangsa Hokkien. Mereka berasal dari Provinsi Fukien bagian

selatan. Daerah itu merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan

perdagangan masyarakat China. Seiring dengan merantaunya orang China ke

Indonesia maka masuk pula kebudayaan mereka, seperti bahasa, religi, kesenian,

sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, teknologi, dan sistem

mata pencaharian hidup.

Dari segi religi, masyarakat China menganut tiga agama dari negara asal

mereka yang disebut San Jiau/Sam Kauw, di Indonesia ajaran ini dikenal dengan

Tridharma. Tiga agama yang banyak dianut masyarakat Cina yaitu Khong Hu Chu,

Tao, dan Buddha. Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan akan jasmani dan rohani

sangat dibutuhkan oleh manusia. Untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia bisa

melakukan berbagai macam aktivitas seperti berolahraga ataupun bekerja agar tetap

sehat, sedangkan untuk kebutuhan rohani manusia dapat mendekatkan dirinya

kepada sang penciptanya dengan meyakini sebuah kepercayaan dalam bentuk agama.

Pemerintah Indonesia menghormati keberadaan masyarakat Tionghoa dengan tidak

mendiskriminasikan dengan agama-agama lain yang ada di Indonesia, dimana

masyarakat Tionghoa diberi kewenangan untuk mendirikan tempat ibadah yang

sesuai dengan keyakinan yang diyakininya, dan tempat ibadah tersebut dikenal

dengan sebutan klenteng ataupun vihara.

Depdiknas (2000:22) berpendapat bahwa, “Klenteng merupakan istilah dalam

Bahasa Indonesia yang khusus untuk menyebut rumah ibadat masyarakat Tionghoa

(3)

arwah-arwah leluhur yang berkaitan dengan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan

Buddhisme .”

Pendapat lain mengatakan bahwa asal-mula istilah klenteng berasal dari

kemiripan suara lonceng yang dibunyikan di bangunan tersebut untuk memanggil

umat berdoa. Bunyi ”kilnting-klinting” yang sering diperdengarkan dari dalam

bangunan itu, menunjukkan waktu diadakannya upacara sembahyang (Setiawan dkk,

1990:11).

Di samping klenteng, terdapat juga istilah untuk tempat ibadah umat Buddha,

yaitu vihara. Vihara adalah pondok, tempat tinggal, tempat penginapan

bhikkhu/bhikkhuni. Giriputra (1994:2) mengatakan, “Vihara merupakan milik umum

(umat Buddha) dan tidak boleh dijadikan miliki perseorangan, biasanya dibentuk

suatu yayasan untuk mengatur kepentingan tersebut.”

Pendapat dari Departemen agama Republik Indonesia adalah sebagai berikut.

Vihara merupakan tempat umum bagi umat Buddha untuk melaksanakan segala

macam bentuk upacara atau kebaktian keagamaan menurut keyakinan dan

kepercayaan agama Buddha (Peraturan Departemen Agama RI nomor H

III/BA.01.1/03/1/1992, Bab II).

Pada umumnya sebahagian besar masyarakat Indonesia tidak mengerti

perbedaan arti antara klenteng d

berbeda dalam

tradisiona

daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi

(4)

Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena

peristiwa Gerakan 30 Septemnber

kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerinta

pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian

mengambil nama dar

vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agam

peribadatan dan kepemilikan. Dari sinilah kemudian masyarakat sulit membedakan

klenteng dengan vihara.

Setelah Orde Baru digantikan ole

kemudian mengganti nama kembali ke nama semula dan lebih berani menyatakan

diri sebagai Klenteng daripada Vihara atau menamakan diri sebagai tempat Ibadah

pluralism baik etnisitas maupun keagamaan.

Dari segi arsitektur, bangunan vihara sangat menarik karena memiliki pola

penataan ruang, struktur konstruksi, dan ornamentasi yang berbeda. Arsitektur yang

menjadi bagian dari suatu bangunan, juga berfungsi sebagai upacara keagamaan.

Klenteng maupun vihara di Indonesia jika diamati dari bentuk bangunan dan

ornamennya cenderung memiliki ciri-ciri interior bangunan dan ornamen seperti

klenteng ataupun vihara ayang ada di Cina. Dari setiap ornamen tersebut memiliki

fungsi dan makna yang berbeda-beda. Ornamen merupakan salah satu bentuk

ekspresi kreatif manusia zaman dulu. Ornamen dipakai untuk mendekorasi badan

(5)

benda bangunan seni lainnya. Jenis maupun peletakan ornamen vihara pada

umumnya sudah ditentukan sesuai dengan maknanya.

Ornamen pada pintu vihara di Indonesia seringkali menggambarkan bunga,

bambu yang dikombinasikan dengan binatang seperti kijang, kilin, dan kelelawar. Di

atas atap vihara selalu ditempatkan sepasang naga yang dibentuk dari pecahan

porselen dalam kedudukan saling berhadapan untuk berebut sebuah mutiara alam

semesta menyala. Ornamen pada tiang penyangga seringkali berupa dewa, panglima

perang, tumbuh-tumbuhan, bunga, gajah, kilin, naga, dan lain-lain. Dimana dari

setiap ornamen-ornamen itu memiliki fungsi dan makna. Biasanya fungsi dari

ornamen itu sebagai estetika (keindahan), religius, dan identitas budaya. Sedangkan

makna dari ornamen itu biasanya sebagai simbolis, lambang rezeki, keberhasilan

hidu, lambing supranatural, dan lain sebagainya.

Binjai adalah salah sat

Binjai adalah ibukota

Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara

sert

Di Kota Binjai terdapat vihara yang menarik. Vihara-vihara tersebut terdapat

di pemukiman yang banyak dihuni oleh masyarakat Tionghoa. Terdapat tiga vihara

yang memiliki ornamen arsitektur bangunan yang menarik dan berbeda, yaitu:

Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin.

Keunikan ketiga vihara tersebut dibandingkan dengan vihara-vihara lain terletak

(6)

perkembangan zaman. Namun ketiga vihara ini juga memiliki perbedaan dan

persamaan bangunan satu sama lainnya. Beberapa perbedaan dapat terlihat dari

ornamen bangunan pada atas atap vihara, ornamen bangunan pintu vihara, dan

ornamen bangunan tiang penyangga vihara.

Arsitektur ornamen bangunan pada atas atap Vihara Setia Dharma hanya

terdapat genteng tanpa ada ornamen naga atau pun ornamen lainnya. Sedangkan pada

atas atap Vihara Sanatha Maitreya terdapat sebuah ornamen yang berbentuk globe di

mana di bawah globe tersebut terdapat tulisan “Dunia Satu Keluarga”, dan pada atas

atap Vihara Thai Siong Li Lau Cin terdapat sepasang naga yang saling berhadapan

pada sebuah mutiara. Ornamen pada pintu Vihara Setia Dharma terdapat gambar

Panglima Ceng Sok Po, sedangkan pada ornamen pintu Vihara Sanatha Maitreya dan

Vihara Thai Siong Li Lau Cin hanya berupa pintu biasa tanpa ada ornamen bangunan

gambar apapun. Tiang penyangga Vihara Setia Dharma hanya berupa tiang

penyanggan panjang tanpa ada ornamen apapun, sedangkan pada Vihara Sanatha

Maitreya berupa balok penyangga panjang yang di bawahnya terdapat pecahan batu.

Tiang pada Vihara Thai Siong Li Lau Cin berupa balok penyangga panjang di mana

terdapat ornamen naga yang melilitkan tubuhnya di tiang tersebut.

Dari segi arsitektur, ketiga Vihara tersebut pun memliki perbedaan, di mana

bangunan Vihara Sanatha Maitreya lebih modern dan hampir meyerupai bangunan

rumah modern sekarang. Sedangkan bangunan Vihara Setia Dharma tetap memiliki

unsur tradisional dibandingkan dengan kedua Vihara lainnya.

Di samping perbedaan, Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan

Vihara Thai Siong Li Lau Cin juga memiliki persamaan yaitu dimana di dalam

(7)

sebagai Tuhan mereka beserta patung-patung dewa-dewi lainnya yang mereka

anggap sebagai nabi mereka. Selain patung dewa-dewi, juga terdapat ornamen

lainnya yang meyerupai gambar binatang.

Berdasarkan uraian di atas, penulis hanya membahas mengenai Bentuk,

Makna, dan Fungsi Ornamen pada Tiga Bangunan Vihara di Kota Binjai. Alasan

penulis menjadikan Kota Binjai sebagai obek penelitian, karena Binjai merupakan

daerah tempat tinggal penulis, sehingga akan mempermudah dalam melakukan

penelitian. Selain itu, penulis mengetahui karakteristik masyarakat Tionghoa di Kota

Binjai sehingga akan mempermudah dalam melakukan sebuah penelitian. Selain itu,

banyak juga masyarakat khususnya masyarakat Tionghoa di Kota Binjai yang tidak

mengetahui fungsi dan makna ornamen vihara.

Alasan menjadikan tiga vihara ini yaitu Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha

Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin sebagai objek penelitian, karena ketiga

vihara ini merupakan vihara yang terkenal di kota Binjai, selain itu ketiga arsitektur

bangunan dan ornamen vihara ini berbeda-beda dibandingkan vihara lain yang ada di

kota Binjai. Selain itu penulis akan mendeskripsikan makna ketiga ornamen tersebut

berdasarkan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif serta

menggunakan teori fungsionalisme dan teori semiotik. untuk menganalisis fungsi

dan makna ornamen bangunan Vihara di kota Binjai.

1.2Batasan Masalah

Menghindari batasan masalah yang terlalu luas dan dapat mengaburkan

penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian ornamen

(8)

Lau Cin. Penulis memfokuskan penelitian pada ornamen bangunan pintu vihara,

ornamen bangunan atas atap vihara, dan ornamen bangunan pada tiang atau balok

penyangga vihara. Alasan mengapa penelitian dilakukan di Vihara Setia Dharma,

Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin, dikarenakan ketiga

vihara merupakan vihara yang memiliki ornamen arsitektur bangunan yang menarik

dan ketiga vihara memiliki perbedaan dan persamaan.

1.3 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas permasalahan yang akan di angkat

dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaiman bentuk arsitektur bangunan dan ornament Vihara Setia Dharma,

Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin?

2. Apa fungsi ornamen pintu, atas atap, dan tiang penyangga pada Vihara Setia

Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin?

3. Apa makna ornamen pintu, atas atap, dan tiang penyangga pada Vihara Setia

Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin ?

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk ornamen pintu, atas atap, dan tiang penyangga

pada Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong

(9)

2. Untuk mengetahui fungsi ornamen pintu, atas atap, dan tiang penyangga pada

Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong Li

Lau Cin.

3. Untuk mengetahui makna ornamen pintu, atas atap, dan tiang penyangga

pada Vihara Setia Dharma, Vihara Sanatha Maitreya, dan Vihara Thai Siong

Li Lau Cin.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan

manfaat prkatis. Kedua manfaat ini berlandas kepada dua hal dasar yaitu manfaat

keilmuan dan manfaat sosial budaya. Kedua manfaat ini diuraikan lebih jauh lagi

seperti berikut ini.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian skripsi ini yaitu diharapkan dapat

memperkaya ilmu pengetahuan tentang bentuk, fungsi, dan makna dari setiap

ornamen bangunan vihara serta diharapkan juga dapat menjadi bahan referensi bagi

peneliti lainnya yang akan meneliti ornamen bangunan vihara. Manfaat teoritis ini

dapat menambah khasanah keilmuan khususnya bahasa, sastra, dan budaya Cina di

Indonesia, khususnya di Kota Binjai. Kemungkinan lebih jauh penelitian ini dpaat

mempertkaya keilmuan disiplin terkait seperti antropologi, arsitektur, sejarah, seni,

(10)

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Tionghoa untuk lebih

memahami kesenian khususnya seni rupa yang terdapat pada bangunan vihara.

Bagaimana pun, di era globalisasi seperti sekarang, setiap kelompok manusia, selain

menggunakan budaya global juga sekaligus memperkuat jati diri atau identitas

kebudayaannya agar memiliki kekuatan kultural dari dalam dan luar. Termasuk juga

masyarakat Tionghoa yang ada di Kota Binjai dapat merujuk dan mempertahankan

kebudayaannya di tengah-tengah arus globalisasi, dan juga sebagai bahagian dari

sumbangan kebudayaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai

negara yang menjadi identitas kebangsaannya, dengan tanpa melupakan sejarah

bahwa nenek moyang meraka memang berasal dari Negeri China yang migrasi

ratusan tahun yang lampau ke kawasan ini. Namun mereka juga menjadi bahagian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada praktek pembuatan atau pengolahan kulit singkong menjadi makaran ringan yang sehat, peserta yang hadir bersama dengan tim pengabdi dan mahasiswa melakukan pengolahan limbah

Clark (1996), mengemukakan bahwa dalam mengantisipasi atau meminimalkan perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman pengembangan pulau-pulau kecil, maka sangat diperlukan identifikasi

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17, Nomor 2, Juni 2017 : 301 - 303 303 Nama, Tony Yuri Rahmanto, S.H., M.H., Lahir di Jakarta 9 September 1986; bekerja di

(3) Paduan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan TTW merupakan strategi yang sesuai sebagai salah satu strategi pembelajaran inovatif untuk memberdayakan keterampilan

2010 Ketua Wasit cabang Olahraga Catur dalam Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) SMP tingkat Prov.DIY

Semakin lama penyimpanan susu setelah diperah pada suhu ruang akan menurunkan pH susu, menaikkan berat jenis dan diikuti pula dengan peningkatan jumlah koloni