• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Dan Karakterisasi Karbon Aktif Kayu Bakau Dengan Aktivasi Fisika Sebagai Filter Penjernih Air Sungai Tamiang Melalui Proses Elektrokoagulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Dan Karakterisasi Karbon Aktif Kayu Bakau Dengan Aktivasi Fisika Sebagai Filter Penjernih Air Sungai Tamiang Melalui Proses Elektrokoagulasi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air adalah sumber alam yang sangat penting karena air merupakan sumber kehidupan manusia, hewan serta tumbuh-tumbuhan. Manusia membutuhkan air untuk minum, kebutuhan rumah tangga, perindustrian, pertanian, peternakan dan kebutuhan lainnya. Ketersediaan air di dunia sangat berlimpah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia sangatlah sedikit. Padahal semakin meningkatnya populasi maka semakin besar pula kebutuhan akan air.

Peningkatan penggunaan air ternyata tidak berbanding lurus dengan ketersediaan air yang semakin menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan lebih parah lagi menjelang tahun 2025 nanti, karena 1,8 milyar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara pasti. (Kumalasari F dan Satoto Yogi, 2011).

(2)

Air dapat diperoleh dari sumber-sumber alam dan dari air tanah. Air tanah dapat dibagi menjadi :

a. Air tanah dangkal ; terjadi karena daya proses peresapan air oleh tanah. Pada proses peresapan lumpur akan tertahan, begitu juga dengan sebagian dari bakteri tetapi banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena air dari permukaan tanah meresap melewati lapisan-lapisan tanah yang mengandung unsur-unsur kimia tertentu. Pada keadaan ini lapisan tanah berfungsi sebagai penyaring sehingga air tanah akan menjadi lebih jernih. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15 meter. Kualitas air tanah dangkal ini agak lebih baik, tetapi kuantitasnya kurang mencukupi karena debit airnya cenderung bergantung pada musim.

b. Air tanah dalam ; terdapat setelah lapisan rapat yang pertama. Pengambilan air tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Kualitas air tanah dalam lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri.

c. Mata air ; adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim. Kualitas dan kuantitas airnya sama dengan keadaan air tanah dalam.

d. Air hujan ; terjadi karena penguapan, terutama air permukaan laut yang naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi. Proses penguapan tersebut terus berlangsung, misalnya pada saat butiran hujan jatuh ke permukaan bumi, sebahagian akan menguap sebelum mencapai permukaan bumi. Sebahagian lagi akan tertahan tanaman-tanaman dan diuapkan kembali menuju atmosfer oleh panas matahari. Air hujan yang sampai ke permukaan bumi akan mengisi cekungan, kubangan dan sebahagian mengalir di permukaan bumi. (http://marno.lectur.ub.ac.id)

(3)

a. Air Bersih

Air bersih yaitu air yang sudah terpenuhi syarat fisik dan syarat kimia namun syarat bakteriologi belum terpenuhi. Secara umum penggunaan air bersih antara lain akan diolah menjadi air siap minum, untuk keperluan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Dari segi kualitas, air bersih harus memenuhi syarat, yaitu :

1) Syarat Fisik : air tidak boleh berwarna, tidak boleh berasa, tidak boleh berbau, suhu di bawah suhu udara (sejuk 25oC) dan jernih.

2) Syarat Kimia : tidak mengandung racun dan zat-zat mineral atau zat-zat lain tidak dalam jumlah yang berlebihan. (Sutrisno, 2006).

b. Air Minum

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (Kepmenkes RI, 2010). Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (PP Nomor 16 Tahun 2005).

c. Air Kotor atau Air Limbah

(4)

perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. (Permen LH Nomor 01 Tahun 2010).

2.2 Sungai Tamiang

Sungai Tamiang memiliki dua persimpangan yakni sungai Simpang Kanan dan sungai Simpang Kiri terletak di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. Sungai Tamiang membelah Kota Kualasimpang sekaligus menjadi batas antara Kecamatan Kota Kualasimpang dengan Kecamatan Karang Baru. Selain transportasi darat masyarakat menjadikan sungai Tamiang menjadi sarana transportasi alternatif dengan menggunakan sampan dan boat bermotor sebagai sarana transportasi.

Di hulu sungai Tamiang berbatasan dan menjadi satu aliran dengan sungai di Kecamatan Pinding Kabupaten Gayo Luwes. Melintasi gugusan Gunung Leuser yang berupa hutan lindung dan sampai ke wilayah Kabupaten Aceh Tamiang menyatu dengan sungai Tenggulun. Sungai Tenggulun menyatu dengan sungai Simpang Kiri. Sungai Simpang Kiri dan sungai Simpang Kanan menjadi satu di pusat Kota Kualasimpang, kemudian menuju daerah Kecamatan Rantau dan membelah dua kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Seruway dan Kecamatan Bendahara, dan terakhir menuju muara ke laut.

(5)

2.2.1 Karakteristik Air Sungai Tamiang

Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Aceh Tamiang pada tanggal 5-8 Mei 2009 di delapan lokasi, ternyata kualitas air sungai Tamiang menunjukkan kekeruhan yang sangat tinggi yaitu sebesar 124-176 Nephelometric Turbility Units (NTU). Bahkan pada bulan Juni 2009 kekeruhan air sungai Tamiang mencapai angka 307-672 NTU. Sementara pada

kondisi hujan kekeruhannya mencapai 450 NTU.

(http://www.serambinews.com/2009/06).

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Provinsi Aceh mengatakan, saat ini Bapedal Provinsi Aceh masih fokus ada pemantauan sungai Tamiang karena melihat tingkat pencemaran lebih besar serta potensi kerusakan di hulu sungai, dimana dengan mudahnya masyarakat membuka perkebunan dan pertanian sehingga penggunaan pestisida yang berbahan kimia mencemari air sungai. Di samping itu sungai Tamiang juga mengalami sendimentasi akibat material yang berasal dari hulu sungai, seperti sungai Tenggulun, sungai di kawasan Pulau Tiga, dan Perlak. (http://www.rakyataceh.com/2011/04). Kekeruhan air sungai Tamiang juga meningkat karena kerusakan hutan di sepanjang DAS yang diduga terjadi akibat penebangan liar dan pembukaan perkebunan sawit. ( http://www.suara-tamiang.com/2011/06). .

2.2.2 Pencemaran Air Sungai Tamiang

(6)

Pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. (Permen LH Nomor 01 Tahun 2010).

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Bapedal Provinsi Aceh pada enam titik mulai dari hulu sungai hingga ke hilir, ternyata diketahui sungai Tamiang di Kabupaten Aceh Tamiang telah tercemar limbah yang berasal dari bahan kimia pertanian seperti insektisida dan pestisida. Berasal dari industri pabrik kelapa sawit dan limbah organik dari aktifitas rumahtangga, aktifitas pertanian dan perkebunan. Disana ada 11 unit pabrik kelapa sawit, walaupun limbahnya terlebih dahulu diolah, karena banyaknya pabrik maka potensi pencemaran tetap tinggi. Saat ini Bapedal Provinsi Aceh masih fokus pada pemantauan sungai Tamiang karena melihat tingkat pencemaran lebih besar serta potensi kerusakan di hulu sungai, dimana dengan mudahnya masyarakat membuka perkebunan dan pertanian sehingga penggunaan pestisida yang berbahan kimia mencemari air sungai. (http://www.rakyataceh.com/2011/04).

2.2.3 Pengolahan Air Sungai Tamiang

Yani M, (2010) dalam Tesis berjudul Studi Karateristik Kimiawi Air Sungai Tamiang dan Pengolahannya dengan Zeolit-Polyaluminium Clorida (PAC) Sebagai Sumber air bersih, menyimpulkan bahwa :

(7)

Tamiang tergolong ke dalam perairan masih layak dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum.

2. Berdasarkan karakteristik kimiawi kualitas air yang dilakukan pada penelitian setelah dilakukan pengolahan menggunakan Zeolit-PAC dengan kadar PAC 0,23 mg/L dan Zeolit 0,4 % diperoleh kondisi yang maksimal. Mengacu pada Kepmenkes No. 907 Tahun 2002 sebagai sumber air minum hasil penelitian pH 7,2, TDS 12mg/L, NH3 0,0094 mg/L, dan Fe 0,0303 mg/L dengan persentase penurunan TDS 88,8 %, NH3 97,36 % dan Fe 94,9 %.

3. Zeolit senyawa alam lebih dominan membentuk senyawa komplek dan membentuk ikatan, sementara PAC lebih dominan bekerja secara fisika dengan membentuk koagulan, sehingga modifikasi Zeolit-PAC merupakan kondisi yang paling ideal digunakan untuk penjernihan air untuk air minum.

2.3 Hutan Bakau (Mangrove)

Daerah penyebaran mangrove di Indonesia umumnya terdapat di pantai timur Sumatera, muara sungai Kalimantan, bagian selatan dan tenggara Sulawesi, pulau-pulau di Maluku, serta pantai utara dan selatan Papua. Dari sekitar 91 spesies tumbuhan yang telah teridentifikasi di ekosistem mangrove, kawasan timur Indonesia mempunyai jumlah spesies terbanyak. Di Provinsi Maluku Utara terdapat 84 spesies. Di bagian barat Indonesia, jumlah spesies terbanyak terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Kepulauan Riau masing-masing terdapat 74 dan 76 spesies. (Kordi K, 2012).

(8)

berpasir atau terumbu karang, mangrove tumbuh kerdil, rendah, dan batangnya seringkali bengkok. Daun-daun berbagai jenis tumbuhan dalam hutan mangrove biasanya mempunyai tekstur yang serupa.

Tanaman di ekosistem mangrove juga memiliki daun sklerofil, yaitu daun berkutikula tebal dan kaku yang juga berguna untuk menahan retak/patah daun yang dapat terjadi kalau jaringan daun berada pada titik layu. Daun semacam ini juga berguna melawan pertukaran gas yang dipaksakan daun-daun terlipat karena tekanan angin keras. (Notohadiprawiro, 1986 dalam Kordi K, 2012).

Pohon-pohon di hutan mangrove beradaptasi secara morfologi maupun fisiologi. Adaptasi tersebut antara lain dapat terlihat pada bentuk sistem perakaran yang khas dan unik pada tumbuhan manggrove. Perakaran ini berfungsi antara lain membantu mangrove bernafas dan tegak berdiri. Kustanti A. (2011), perakaran yang khas yang merupakan adaptasi terhadap kondisi yang kadang-kadang terendam air laut. Pada setiap jenis menunjukkan penampakan perakaran yang berbeda. Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar, berguna untuk memperkokoh pohon dan juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Pada genus Rhizophoraceae mempunyai akar tongkat/penyangga yang mempunyai lentisel, avicenniaceae mempunyai akar bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora, dan lain sebagainya.

(9)

Potensi dan manfaat hutan mangrove berupa, hasil hutan (kayu), hasil hutan (nonkayu), ikan (kakap, beronang, belanak, kuwe, tembang, teri, ikan hias,), kustase (kepiting bakau, udang), moluska (kerang bakau, kerang hijau, kerang alang, kerang darah, popaco), ekinodermata, bahan pangan (nonikan), sumber obat-obatan, kawasan wisata, pengembangan ilmu dan teknologi, akuakultur. (Kordi K, 2012). Sedangkan Kustanti A. (2011), produk nonkayu diantaranya adalah kerupuk jeruju, manisan api-api dan propagul, keripik api-api-api-api, dodol sonneratia, madu lebah, buah/propagul sebagai sumber bibit, daunan sebagai sumber pakan ternak, terasi, udang, bandeng, kerang-kerangan, aneka kerajinan kulit kerang, ikan belanak, dan lain sebagainya.

2.4. Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan material amorf berkarbon yang memiliki luas permukaan yang besar yang dibangun oleh struktur pori internalnya melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar sekitar 500 m2/gram bahkan bisa mencapai 1500 m2/gram. Karbon aktif memiliki densitas yang berbeda - beda. Karbon aktif juga memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda terhadap tekanan atau geseran tertentu. Perberbeda-bedaan densitas dan kekerasan karbon aktif sangat bergantung dari bahan baku dan cara pengaktifannya.

Berdasarkan bentuknya, karbon aktif dapat dibedakan dalam empat golongan yaitu :

a) Karbon aktif serbuk (powdered activated carbon) berbentuk serbuk dengan ukuran partikel kurang dari 0,8 mm

b) Karbon aktif granular (granular activated carbon), memiliki partikel – partikel yang tidak rata dengan ukuran 0,2 – 0,5 mm

(10)

fasa gas karena memiliki kandungan debu yang rendah, tetesan bertekanan rendah tapi memiliki kekuatan mekanis yang tinggi

d) Karbon aktif terlapisi polimer (polimers coated carbon), merupakan pori-pori karbon yang dapat dilapisi dengan biopolimer yang mungkin untuk menghasilkan suatu karbon yang berguna untuk hemoperfusi yaitu suatu teknik treatmen di mana ke dalam darah pasien ditekan dengan senyawa adsorben untuk mengeluarkan senyawa toksik dari dalam darah. (Mifbakhuddin, 2010).

Berdasarkan pori-porinya, karbon aktif dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Micro-pores (diameter kurang dari 2 nm), Meso-pores (diameter antara 2-25 nm) dan Macro-pores (diameter di atas 25 nm). Karbon tempurung kelapa umumnya terdiri dari micro-pores dan meso-pores dan karena distribusi pori tersebut, karbon tempurung kelapa banyak digunakan di pembersihan fase gas dan pemurnian air. (Ario Ardianto, 2008).

2.4.1 Pembuatan Karbon Aktif

2.4.1.1Metode Tradisional

Pembuatan karbon aktif dengan metode tradisional sangat sederhana yaitu dengan menggunakan drum atau lubang bawah tanah dengan cara pengolahan sebagai berikut. Bahan yang hendak dibakar dimasukkan ke dalam drum yang terbuat dari pelat besi atau lubang yang yang telah disiapkan, kemudian dinyalakan sehingga terbakar.

(11)

jika masih ada tutup drum ditutup kembali, tidak dibenarkan menggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala karena dapat menurunkan kualitas karbon yang dihasilkan. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Pembuatan karbon aktif dengan metode ini biasanya menghasilkan keaktifan yang rendah bahkan di bawah keaktifan menurut standar industri Indonesia (SII), hal ini disebabkan proses pembentukan karbon aktif tidak memungkinkan terbentuknya pori-pori dengan baik.

2.4.1.2Metode yang diperbaharui

Metode pembuatan karbon aktif yang diperbaharui dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pengarangan (karbonisasi) dan tahap pengaktifan (aktivasi), dalam metode ini bahan baku dipanaskan dengan jumlah udara seminimal mungkin agar rendemen yang dihasilkan cukup besar. Hasil yang diperoleh dengan metode ini berupa karbon yang memberi keaktifan dan rendemen yang cukup besar.

Pada proses pengaktifan terjadi pemecahan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul pada permukaan karbon sehingga pori-pori atau 1uas permukaan menjadi lebih besar. Metode pengaktifan yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif ada dua cara, yaitu pengaktifan secara kimia dan pengaktifan secara fisika. (Sembiring, 2003).

2.4.1.2.1 Proses Kimia

(12)

proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia.

2.4.1.2.2 Proses Fisika

Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada temperatur 900 ºC yang disertai dengan pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktivasi arang antara lain :

a. Proses Briket yaitu bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan ter. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 550 ºC untuk selanjutnya diaktivasi dengan uap.

b. Destilasi kering yaitu merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran methanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan ter. Hasil yang diperoleh seperti methanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi (Sembiring, 2003).

(13)

Sembiring (2003), ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu :

a. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 ºC. Air yang terkandung dalam bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.

b. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200oC-280ºC. Kayu secara perlahan-lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70 %.

c. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 ºC. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan ter. Arang yang

terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80 %. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 ºC.

d. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 ºC, terjadi proses pemurnian arang, dimana pembentukan ter masih terus berlangsung. Kadar karbon akan meningkat mencapai 90 %. Pemanasan di atas 700 ºC, hanya menghasilkan gas hidrogen.

Sembiring (2003) mengemukakan secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1) Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 ºC.

2) Karbonisasi yaitu pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu di atas 170 ºC akan menghasilkan CO, CO 2.

3) Aktivasi yaitu dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO dan asam asetat. Pada suhu 275 ºC, dekomposisi menghasilkan ter, methanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600 ºC sebagai aktivator.

(14)

terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi.

Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :

1) Aktivasi Kimia

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl

2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H

3PO4.

2) Aktivasi Fisika

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO

2. Umumnya arang dipanaskan di dalam tanur pada temperatur 800 ºC - 900 ºC. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan reaksi isotherm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO

2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.

(15)

a. Sifat Adsorben

Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berkaitan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif mengakibatkan semakin luas besar. Dengan demikian kecepatan adsorbsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorbsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan juga harus diperhatikan.

b. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorbsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

c. Temperatur

(16)

d. pH (Derajat Keasaman)

Untuk asam-asam organik, adsorbsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorbsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

e. Waktu Kontak

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama. (Sembiring, 2003).

Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik dan logam dalam air akan turun apabila kontaknya cukup. Waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.

2.4.2 Standar Kualitas Karbon Aktif

(17)

Berbagai versi standar kualitas karbon aktif telah dibuat oleh negara maju seperti Amerika, Inggris, Korea, Jepang dan Jerman. Indonesia telah membuat pula standar mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonesia yaitu SII 0258-79 yang kemudian direvisi menjadi SNI 06-3730-1995. Meskipun demikian,

beberapa industri atau instansi membuat persyaratan sendiri dalam menerima kualitas

karbon aktif yang ditawarkan, misalnya persyaratan kualitas menurut Kementerian

Kesehatan, persyaratan kualitas bagi pengolahan minyak bekas, untuk industri gula,

monosodium glutamat, dan lain-lain. Beberapa persyaratan arang teknis ditunjukkan

pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Standar Kualitas Arang Aktif Teknis SNI Nomor 06-3730-1995

No Uraian Satuan Pesyaratan

Butiran Serbuk

Sumber : Arang Aktif Teknis SNI 06-3730-1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, 1995

2.4.3 Prosedur Analisis Karbon Aktif

Analisis karbon aktif dilakukan terhadap rendemen dan beberapa faktor yang

dapat dijalankan sebagai penentu mutu karbon aktif yang dihasilkan. Metode analisis

(18)

2.4.3.1Kadar air (AOAC, 1971 dan SNI, 1995)

Kadar air bahan ditentukan dengan cara pengeringan di dalam oven, sebanyak

5 gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang dengan teliti dan ditempatkan dalam

cawan aluminium yang telah diketahui massanya, kemudian dikeringkan dalam oven

pada suhu 105 oC selama 3 jam (sampai bobot konstan), selanjutnya sampel

didinginkan dalam eksikator selama 15 menit sebelum ditimbang massanya. Kadar

air dihitung berdasarkan persamaan (2.1).

... (2.1)

dengan, a = Sampel awal (gram)

b = Sampel hasil penyusutan (gram)

2.4.3.2Kadar zat mudah menguap (AOAC, 1971 dan SNI 1995)

Pada prinsipnya metode ini mengandalkan penguapan zat – zat dalam arang

selain dari air. Caranya dengan menimbang sampel sebanyak 20 gram dan dipanaskan

dalam tanur pada suhu 800-900 oC selama 15 menit. Kemudian didinginkan dalam

eksikator dan ditimbang. Kadar zat mudah menguap dihitung berdasarkan persamaan

(2.2).

... (2.2)

dengan :

a = Massa sampel sebelum pemanasan (gram)

(19)

2.4.3.3Kadar abu (AOAC, 1971 dan SNI, 1995)

Sampel kering sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang

telah diketahui massa keringnya. Selanjutnya sampel dipanaskan dalam tanur pada

suhu 750 oC selama 6 jam didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang.

Kadar abu dihitung berdasarkan persamaan (2.3).

...

... (2.3) dengan :

Mt = Massa abu total (gram)

Mc = Massa abu sampel (gram)

2.4.3.4Kadar karbon ( Djatmiko et al, 1985 dan SNI, 1995)

Fraksi karbon dalam arang aktif adalah hasil dari proses pengarangan selain

abu, air dan zat – zat yang mudah menguap. Penentuannya dapat dilakukan dengan

persamaan (4).

– ... (2.4)

dengan : A = Massa bahan awal (gram)

h = Massa arang yang telah diabukan (gram)

c = Massa air yang diuapkan (gram)

(20)

2.4.3.5Daya Serap Air

Pada saat terbentuk sampel, kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral yang terbentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam sampel bervariasi dan menyebar diseluruh butiran. Pori-pori menjadi reservoir air bebas di dalam agregat. Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut daya serap air. Sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut Kadar Air (KA).

Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada. Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian daya serap air (water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel. Lamanya perendaman dalam air adalah 24 jam pada suhu kamar. Massa awal sebelum dan sesudah direndam diukur.

Untuk mendapatkan daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

... (2.5)

dengan : Mb = Massa sampel dalam keadaan basah (gr)

Mk = Massa sampel dalam keadaan kering (gr)

2.4.4 Analisis SEM

Pengamatan struktur mikro dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

dilakukan sebagai berikut, sampel arang kayu bakau dan karbon aktif kayu bakau

(21)

ditempelkan pada alat pemegang sampel (sample holder) dengan perekat dua muka.

Dilanjutkan dengan pelapisan tipis dalam mesin pelapisan tipis (sputter). Pengamatan

struktur mikro dilakukan dengan SEM menggunakan tegangan listrik 20 kV dengan

perbesaran 5.000 x.

2.5 Proses elektrokoagulasi

Proses penjernihan air merupakan proses perubahan sifat fisika, kimia dan biologi dari air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Tujuan dari proses pengolahan air minum adalah : (1) menurunkan kekeruhan (2) mengurangi bau, rasa dan warna (3) menurunkan atau mematikan mikroorganisme (4) mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut di dalam air (5) menurunkan kesadahan (6) memperbaiki derajat keasaman (pH).

Dalam pengolahan air sungai, ada beberapa proses dan metode yang biasanya dipakai, diantaranya adalah : filtrasi (penyaringan), sendimentasi (pengendapan), elektrolisis, koagulasi dan flokulasi, aerasi, sistem gavitasi, desinfeksi, aerasi-filtrasi, koagulasi dengan penambahan bahan koagulan, koagulasi dengan cara elekrolisis.. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada wadah yang dilengkapi dengan plat dari lempeng Aluminium sebagai elektroda. Plat elektroda ditempatkan secara paralel dengan jumlah tertentu dan dihubungkan dengan sumber arus listrik searah. Elektroda Aluminium akan melarutkan ion Al+3 ke dalam air dan akan bereaksi dengan air (hidrolisa) sebelum terjadi presipitat Al(OH)3.

Proses yang terjadi selama berlangsungnya Elektrokoagulasi, adalah : a. Koagulasi ; yaitu pemisahan ion Aluminium dari anoda sebagai koagulan. b. Alkalisasi ; yaitu pembentukan gas hidrogen pada katoda.

(22)

d. Flotasi ; yaitu pembentukan sludge di permukaan air akibat terbentuknya gas hidrogen.

2.5.1 Kelebihan Elektrokoagulasi

Pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi telah banyak memberi manfaat khususnya untuk pengolahan air, baik air bersih untuk minum maupun air limbah. Berikut ini beberapa kelebihan dari elektrokoagulasi : (Mollah, 2001)

a. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.

b. Air yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.

c. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.

d. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved Solid) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengolahan kimiawi.

e. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel-partikel koloid yang berukuran sangat kecil, sebab diaplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat, sehingga proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat.

(23)

g. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa polutan-polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok tersebut dapat dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan (removed).

h. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan bagian-bagian didalamnya.

i. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel matahari yang cukup untuk terjadinya proses pengolahan.

2.5.2 Kelemahan Elektrokoagulasi

Selain memiliki kelebihan, ternyata elektrokoagulasi mempunyai beberapa kelemahan, yaitu : (Mollah, 2001)

a. Elektroda yang digunakan dalam proses pengolahan ini harus diganti secara teratur.

b. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan. c. Penggunaan listrik kadangkala lebih mahal pada beberapa daerah.

d. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah yang diolah.

2.5.3 Mekanisme Elektrokoagulasi

(24)

Gambar 2.1 memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen.

Gambar 2.1 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Susilawati 2010)

Menurut (Molah, 2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama, yaitu:

1. Terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, 2. Destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi, dan 3. Agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.

Sedangkan proses destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi terjadi dalam tahapan sebagai berikut :

1. Kompresi dari lapisan ganda (double layer), difusi yang terjadi disekeliling spesies bermuatan yang disebabkan interaksi dengan ion yang terbentuk dari oksidasi di elektroda.

(25)

berlangsung.

Gambar

Tabel 2.2 Standar Kualitas Arang Aktif Teknis SNI Nomor 06-3730-1995
Gambar 2.1 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Susilawati 2010)

Referensi

Dokumen terkait

dioksida sebagai activating agent diperoleh karbon aktif dengan angka iodine tertinggi terjadi pada proses yang dilakukan dengan menggunakan temperatur karbonisasi

Yield karbon aktif yaitu persentase perolehan karbon aktif yang didapat setelah melalui proses aktivasi dan iradiasi gelombang mikro, sehingga diketahui jumlah

Tempurung kelapa selain dapat digunakan sebagai bahan bakar langsung maupun dalam bentuk arang, dapat juga ditingkatkan kegunaannya di dalam industri yaitu sebagai bahan

6 Pembakaran yang dilakukan terdiri dari proses karbonisasi dan aktivasi fisika, tujuan dari proses karbonisasi yaitu untuk menghilangkan unsur non karbon yang menyebabkan densitas