• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permen LH 11 th 2012 pedoman penyidik tindak pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Permen LH 11 th 2012 pedoman penyidik tindak pidana"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG

PEDOMAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1) huruf aa

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2009

tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Pemerintah

bertugas

dan

berwenang

melakukan

penegakan hukum lingkungan hidup;

b.

bahwa untuk melaksanakan penyidikan tindak pidana

lingkungan hidup, perlu suatu acuan yang dijadikan

pedoman dan dapat menjamin kepastian hukum bagi

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup;

c.

bahwa

berdasarkan

pertimbangan

sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang

Pedoman

Penyidikan

Tindak

Pidana

Di

Bidang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

2.

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2009

tentang

Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5059);

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983

Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3258);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1983

Tentang

Pelaksanaan

Kitab

Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5145);

(2)

2

5.

Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24

Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas

dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);

6.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16

tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Lingkungan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

TENTANG

PEDOMAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

.

Pasal 1

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan

pedoman kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan

Hidup

dalam

melaksanakan

penyidikan

dan

pengadministrasian penyidikan tindak pidana di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2

Ruang lingkup pedoman penyidikan tindak pidana di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdiri atas:

a.

pendahuluan;

b.

pelaksanaan penyidikan; dan

c.

administrasi penyidikan.

Pasal 3

Pedoman penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

(3)

3

Agar

setiap

orang

mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan

Peraturan

Menteri

ini

dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 3 Agustus 2012

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Agustus 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 789

Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Biro Hukum dan Humas,

(4)

1

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI NEGARA

LINGKUNGAN HIDUP

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG PEDOMAN PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA DI BIDANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP

PEDOMAN PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP

I.

PENDAHULUAN

A.

Umum

1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana merupakan

sub sistem atau bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem

Peradilan Pidana Terpadu. Proses penegakan hukum pidana

merupakan

satu

rangkaian

proses

hukum

mulai

dari

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan.

2.

Proses penyidikan tindak pidana di bidang

perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahap

penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan

penyerahan berkas perkara. Esensi penyelidikan di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan

dengan kegiatan mengumpulkan bahan keterangan.

3.

Melalui fungsi “Koordinasi dan Pengawasan” (Korwas) diharapkan

pelaksanaan tugas pokok penyidikan antara Penyidik Pejabat

Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dengan Penyidik Polri

dapat berjalan selaras dan harmonis.

4.

Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan

pengeloaan lingkungan hidup oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri

Sipil Lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya terkait dengan

aparat penegak hukum lain terutama yang berada di dalam sistem

peradilan kriminal (

criminal justice system

).

(5)

2

B.

Sasaran

Sasaran pedoman ini adalah:

1.

Memberikan pemahaman mengenai kegiatan yang dilaksanakan

oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup

dalam melaksanakan pengumpulan bahan keterangan dan

penyidikan.

2.

Memberikan standar dalam melakukan tindakan dalam rangka

penanganan tindak pidana di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

3.

Memberikan acuan dalam penatausahaan maupun kelengkapan

administrasi penyidikan.

C.

Azas

Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri

Sipil Lingkungan Hidup harus memperhatikan azas-azas yang terdapat

dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak warga negara,

antara lain:

1.

Legalitas

penyidikan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang

berlaku.

2.

Praduga tak bersalah (

Presumption of Innocence

)

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan

atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

3.

Persamaan di muka hukum (

Equality Before the Law

)

Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum

dengan tidak mengadakan perbedaan.

4.

Pemberian bantuan/penasehat hukum (

Legal Aid/Assistance

)

Setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wajib diberi

kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata

diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas

dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan.

Sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka wajib

diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan

haknya untuk mendapat bantuan hukum atau dalam perkaranya

itu wajib didampingi penasehat hukum.

D.

Prinsip

Penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1.

Profesionalisme, yakni penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pejabat

Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang memiliki kemampuan

teknis di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

(6)

3

3.

Efektif dan Efisien, yakni penyidikan dilakukan secara tepat

waktu, biaya ringan serta berpedoman pada keseimbangan wajar

antar sumber daya yang dipergunakan.

E.

Definisi

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:

1.

Penyidik adalah Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan

Hidup dan Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia.

2.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup

selanjutnya disebut Penyidik PPNSLH adalah pejabat pegawai

negeri sipil di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup di instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup diberi wewenang sebagaimana penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan

penyidikan.

3.

Tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup adalah setiap perbuatan yang diancam

hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran sesuai ketentuan

pidana dalam undang-undang di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

4.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mencari

dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

5.

Pengumpulan bahan keterangan yang selanjutnya disebut

Pulbaket adalah serangkaian tindakan Penyidik PPNSLH untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan

penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

6.

Tersangka adalah setiap orang yang karena perbuatannya atau

keadaannya berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana.

7.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

sendiri.

8.

Ahli adalah seorang yang memiliki kemampuan dan keterampilan

khusus tentang hal tertentu.

9.

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang

karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada

pejabat yang berwenang tentang telah, atau sedang, atau diduga

terjadinya peristiwa tindak pidana.

(7)

4

11.

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu

sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah

beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian

diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,

atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang

diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana

itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut

melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

12.

Penindakan adalah setiap tindakan hukum

yang dilakukan

terhadap setiap orang maupun benda yang ada hubungannya

dengan tindak pidana dibidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang terjadi, maupun upaya paksa melalui

kegiatan pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan,

penggeledahan, dan penyitaan.

13.

Tempat kejadian perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah

tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan

tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau korban dan atau

barang bukti, yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut

dapat ditemukan.

14.

Bukti permulaan yang cukup adalah alat bukti yang berupa

keterangan dan data yang terkandung di dalam dua di antara

Laporan Kejadian, Laporan Pulbaket, Berita Acara Pemeriksaan di

TKP, keterangan saksi-saksi termasuk ahli, dan Barang Bukti,

yang menunjukkan telah terjadi tindak pidana dan bahwa orang

yang akan ditangkap adalah pelaku dan/atau penanggung

jawabnya.

15.

Bukti yang cukup adalah bukti permulaan yang cukup ditambah

dengan keterangan dan data yang terkandung dalam satu di

antara Laporan Kejadian, Laporan Pulbaket, Berita Acara

Pemeriksaan di TKP, keterangan saksi, keterangan ahli,

keterangan tersangka, dan barang bukti, dimana setelah

disimpulkan menunjukkan bahwa tersangka adalah pelaku atau

penanggung jawab tindak pidana.

16.

Bantuan penyidikan adalah bantuan yang diberikan oleh Penyidik

Pejabat Kepolisian Republik Indonesia kepada Penyidik PPNSLH

berupa bantuan teknis, taktis dan upaya paksa serta konsultasi

penyidikan.

17.

Bantuan teknis adalah bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka

pembuktian secara ilmiah (

scientific crime investigation

).

18.

Bantuan taktis adalah bantuan personil Polri dan peralatan Polri

dalam rangka pendukung pelaksanaan penyidikan tindak pidana

oleh Penyidik PPNSLH.

19.

Bantuan upaya paksa adalah bantuan yang diberikan oleh

Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia kepada Penyidik

PPNSLH berupa kegiatan penindakan secara hukum dalam rangka

penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

(8)

5

perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya, dan sesuai

sendi-sendi hubungan fungsional.

21.

Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan,

kejelasan dan identitas tersangka, saksi, dan/atau barang bukti

maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi,

sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang

bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan

dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan.

22.

Berita acara adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik,

dibuat dalam format tertentu oleh Penyidik PPNSLH atas kekuatan

sumpah jabatan, yang memuat keterangan dari orang yang

diperiksa atau keterangan yang berkaitan dengan setiap tindakan

yang dilakukan oleh Penyidik PPNSLH.

II.

PELAKSANAAN

A.

Diketahuinya tindak pidana

1.

Suatu tindak pidana di bidang pelindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dapat diketahui dari:

a.

Adanya laporan dari masyarakat atau petugas secara tertulis

atau lisan.

b.

Tertangkap tangan oleh masyarakat atau petugas.

c.

Diketahui langsung oleh Penyidik PPNSLH.

2.

Laporan yang diajukan secara lisan maupun tertulis dicatat oleh

Penyidik PPNSLH, kemudian dituangkan dalam Laporan Kejadian

yang ditandatangani oleh Penyidik.

Laporan kejadian merupakan data awal terjadinya suatu tindak

pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

dan merupakan dasar bagi Penyidik PPNSLH untuk melakukan

pengumpulan bahan keterangan dan penyidikan.

3.

Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik tanpa surat perintah

dapat:

a.

Melakukan tindakan pertama di TKP;

b.

Segera

melakukan

pemeriksaan

dan

tindakan

yang

diperlukan sesuai dengan kewenangan Penyidik PPNSLH;

c.

Membuat berita acara terhadap setiap tindakan serta

melengkapi administrasi penyidikan (Laporan Kejadian, Surat

Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan, dan

lain-lain) paling lambat dalam waktu satu kali dua puluh empat

jam);

d.

Memberikan surat pemberitahuan kepada keluarga orang

yang ditangkap paling lambat 1 (satu) minggu setelah

dilakukannya penangkapan.

B.

Pengumpulan Bahan dan Keterangan

1.

Persiapan

(9)

6

b.

Menyiapkan kelengkapan administrasi yang meliputi:

1)

surat perintah tugas.

2)

surat permintaan bantuan ahli, petugas

laborato-rium, Penyidik Polri dan/atau staf/petugas dari instansi

yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup sesuai kebutuhan.

3)

laporan kejadian atau data awal lainnya.

c.

Menyiapkan Peralatan

Peralatan yang dibawa disesuaikan dengan dugaan tindak

pidana lingkungan hidup yang terjadi, antara lain:

1)

peralatan

pengambilan

sampel

temasuk

alat

penanganannya (botol sampel, alat pengambil sampel,

pengawet, pendingin);

2)

tali, label dan lak;

3)

alat pembungkus barang bukti/sampel (kertas sampul

warna coklat, kantong plastik berbagai ukuran, amplop

besar, dan lain-lain sesuai keperluan);

4)

alat pengukur (meteran);

5)

peralatan uji portabel (

test kit

);

6)

perlengkapan P3K dan peralatan keselamatan pribadi

(sepatu boot/sepatu keamanan, baju pelindung, kaca

mata atau penutup muka, sarung tangan, dan lain-lain);

7)

kamera;

8)

handycam

;

9)

Global Positioning System

(GPS);

10)

garis PPNSLH;

11)

komputer jinjing (

notebook

);

12)

printer

;

13)

alat tulis;

14)

formulir administrasi penyidikan;

15)

buku catatan;

16)

alat komunikasi.

2.

Penanganan TKP

a.

Pengamanan TKP

Pengamanan TKP dilakukan dengan:

1)

memasang garis PPNSLH;

2)

memerintahkan setiap orang yang diduga terkait dengan

tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup untuk tetap tinggal di tempat;

3)

melakukan penjagaan.

b.

Pemotretan

(10)

7

2)

Hasil pemotretan dilengkapi dengan keterangan yang

memuat hal-hal berikut:

a)

hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan;

b)

merek dan tipe kamera;

c)

kecepatan (

speed)

kamera dan diafragma;

d)

sumber cahaya;

e)

filter

lensa

kamera

yang

digunakan

(jika

menggunakan filter).

f)

jarak kamera terhadap objek (dilengkapi sketsa

kasar TKP yang memuat letak kamera dan objek

yang difoto);

g)

tinggi kamera;

h)

nama, pangkat, jabatan dan NIP petugas yang

melakukan pemotretan.

c.

Pembuatan Sketsa TKP

1)

Sketsa TKP dibuat dengan menggunakan kertas

berukuran (kertas milimeter);

2)

Pada sketsa TKP, dibuat tanda atau arah letak TKP;

3)

Dibuat dengan skala untuk mengukur jarak antara objek

yang satu dengan objek yang lain;

4)

Untuk setiap objek diberi tanda dengan huruf kapital dan

pada keterangan gambar dijelaskan letak objek tersebut;

5)

Untuk keabsahan sketsa TKP, Penyidik PPNSLH harus

mencantumkan informasi sebagai berikut:

a)

nama pembuat;

b)

tanggal pembuatan;

c)

peristiwa yang terjadi di TKP;

d)

Lokasi TKP.

d.

Pengumpulan Barang Bukti

Barang bukti tindak pidana di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup meliputi:

1)

Sampel/contoh uji (limbah dan/atau material lain yang

bersifat sebagai sisa usaha dan/atau kegiatan, serta

materi/unsur

lainnya).

Pelaksanaan

pengambilan

sampel/ contoh uji tersebut perlu memperhatikan:

a)

metode pengambilan dan perlakuan.

Metode pengambilan dan perlakuan sampel/contoh

uji harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia

(SNI).

b)

penyisihan.

Penyisihan dilakukan pada saat pengambilan barang

bukti/sampel/contoh uji. Barang bukti/sampel/

contoh uji dipisahkan dengan keterangan “sebagai

barang bukti” dan “sebagai sampel analisis”.

(11)

8

Pengujian

barang

bukti/sampel/contoh

uji

dilakukan di laboratorium yang terakreditasi dan

teregistrasi.

2)

Dokumen-dokumen kajian, perizinan, dan surat lainnya

terkait dengan kegiatan/usaha;

3)

Peralatan, benda, dan/atau bahan yang digunakan

untuk melakukan tindak pidana di bidang perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup;

4)

Benda-benda lain yang memiliki hubungan langsung

atau tidak langsung dengan tindak pidana yang terjadi.

e.

Identifikasi Saksi/Tersangka

Identifikasi saksi/tersangka dapat dilakukan dengan cara:

1)

Mengajukan pertanyaan kepada orang atau pihak yang

diduga melihat, mendengar atau mengalami sendiri

tindak pidana yang terjadi;

2)

Mengajukan pertanyaan kepada orang-orang yang

mengetahui dan/atau yang berhubungan dengan TKP.

f.

Pembuatan Berita Acara

Setiap kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan bahan

dan keterangan dibuatkan berita acaranya, antara lain:

1)

Berita acara pemeriksaan TKP;

2)

Berita acara pengambilan barang bukti/sampel/contoh

uji;

3)

Berita acara pembungkusan dan penyegelan barang

bukti/sampel/contoh uji;

4)

Berita acara penyitaan barang bukti/sampel/contoh uji;

5)

Berita acara penyisihan barang bukti/sampel/contoh uji;

6)

Berita acara pengambilan foto/video.

7)

Berita acara penyerahan barang bukti/sampel/contoh uji

ke laboratorium.

8)

Berita acara pengambilan hasil analisis barang bukti/

sampel/contoh uji dari laboratorium.

g.

Pembuatan dan Penyampaian Laporan Pulbaket

Hasil pelaksanaan pulbaket dilaporkan secara lengkap

kepada pejabat pemberi perintah dan/atau koordinator

Penyidik PPNSLH.

C.

Penyidikan

1.

Perencanaan Penyidikan

(12)

9

a.

Penjabaran unsur pasal yang diperkirakan dilanggar

Contoh:

Pasal 102 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

berbunyi “Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah

B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4),

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 3 (tiga) tahun dan paling sedikit

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”, dijabarkan sebagai

berikut:

No. Unsur Pasal Tersangka

(TSK) Barang Bukti Saksi

1. Setiap orang • KTP

• Kartu Keluarga

• Akte kelahiran

• Ketua

• Sampel limbah

B3 dalam Pasal 59 ayat (4)

• Keputusan izin

...

• Administrasi

• Pejabat yg

Dari analisis terhadap unsur-unsur pasal yang akan

dikenakan pada tersangka, dapat diketahui jumlah barang

bukti maupun saksi yang dapat digunakan sebagai acuan

untuk pembagian tugas, perencanaan waktu dan kontrol/

pengendalian pelaksanaan penyidikan.

b.

Penentuan sasaran penyidikan, yang meliputi:

1)

orang yang diduga melakukan tindak pidana;

2)

jenis perbuatan pidana;

3)

unsur-unsur pasal yang telah dilanggar;

4)

alat bukti dan barang bukti.

c.

Cara bertindak, yang meliputi:

1)

teknis pengumpulan bahan keterangan;

(13)

10

3)

teknis pemeriksaan;

4)

penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.

d.

Penentuan target waktu yang akan digunakan untuk

menyelesaikan penyidikan.

e.

Pengelolaan penyidikan berupa penyiapan administrasi

penyidikan, evaluasi, dan laporan.

2.

Pembentukan Tim Penyidikan

Penunjukan personil Penyidik PPNSLH yang dilibatkan dalam tim

penyidikan perlu memperhatikan:

a.

Personil yang ditunjuk mempunyai moral baik, integritas,

dedikasi, dan profesional.

b.

Personil Penyidik PPNSLH yang ditunjuk sebaiknya tidak

memiliki hubungan subjektivitas dengan tersangka.

c.

Jumlah Penyidik PPNSLH yang ditunjuk disesuaikan dengan

kompleksitas kasus yang ditangani.

Contoh:

1)

Penanganan kasus mudah dapat dilaksanakan oleh 2

(dua) orang Penyidik PPNSLH.

2)

Penanganan kasus sedang dapat dilaksanakan oleh 3

(tiga) orang Penyidik PPNSLH.

3)

Penanganan kasus sulit dapat dilaksanakan oleh 4

(empat) orang Penyidik PPNSLH.

4)

Penanganan kasus sangat sulit dilaksanakan oleh tim

yang beranggotakan paling sedikit 5 (lima) orang

Penyidik PPNSLH.

3.

Pembentukan tim supervisi atau asistensi untuk mengawasi dan

mendukung pelaksanaan penyidikan.

4.

Penyediaan dukungan kepada tim penyidikan berupa:

a.

sarana dan pra sarana.

b.

anggaran.

c.

kelengkapan piranti lunak, antara lain petunjuk pelaksanaan

dan petunjuk teknis.

5.

Mekanisme Penyidikan

a.

Dimulainya Penyidikan

1)

Penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan

pengelolaan

lingkungan

hidup

dilakukan

setelah

dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan oleh pejabat

yang berwenang dengan ketentuan sebagai berikut:

a)

Tingkat Pusat dikeluarkan oleh atasan Penyidik

PPNSLH setingkat Eselon II selaku Penyidik PPNSLH.

b)

Tingkat Daerah/Wilayah dikeluarkan oleh atasan

Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik

PPNSLH.

(14)

11

dikeluarkan oleh Koordinator Penyidik PPNSLH yang

diketahui oleh atasan Penyidik PPNSLH.

2)

Penyidik

PPNSLH

memberitahukan

dimulainya

penyidikan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Polri.

b.

Pemanggilan Saksi dan/atau Tersangka

1)

Pemanggilan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP

yang dilakukan dengan surat panggilan yang sah dan

menyebutkan alasan panggilan yang jelas.

2)

Surat panggilan ditandatangani oleh atasan Penyidik

PPNSLH setingkat Eselon II selaku Penyidik PPNSLH.

Dalam hal atasan bukan PPNSLH, surat panggilan

ditandatangani oleh koordinator Penyidik PPNSLH.

3)

Penyampaian surat panggilan dilaksanakan oleh petugas

yang ditunjuk oleh Penyidik PPNSLH yang bersangkutan

dan disertai dengan tanda bukti penerimaan.

4)

Surat panggilan sudah diterima oleh yang bersangkutan

paling lambat 3 hari sebelum tanggal kehadiran yang

ditentukan.

5)

Surat panggilan wajib diberi nomor sesuai ketentuan

registrasi penyidikan di lingkungan instansi Penyidik

PPNSLH.

6)

Dalam hal panggilan pertama tidak dipenuhi tanpa

alasan yang sah, dilakukan pemanggilan kedua disertai

surat perintah membawa, yang administrasinya dibuat

oleh Penyidik PPNSLH.

7)

Dalam hal membawa saksi dan/atau tersangka, Penyidik

PPNSLH dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polri

yang dalam pelaksanaan dilakukan secara

bersama-sama. Pelaksanaan membawa saksi dan/atau tersangka

ini dituangkan dalam berita acara.

8)

Dalam hal saksi dan/atau tersangka yang dipanggil

berdomisili di luar wilayah kerja Penyidik PPNSLH,

pemanggilan dilakukan dengan bantuan Penyidik Polri.

9)

Untuk memanggil saksi dan/atau tersangka WNI yang

berada di luar negeri, Penyidik PPNSLH dapat meminta

bantuan kepada Penyidik Polri.

c.

Penangkapan

1)

Penangkapan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP;

2)

Penangkapan dapat dilakukan paling lama satu kali dua

puluh empat jam;

3)

Surat perintah penangkapan ditandatangani oleh atasan

PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik PPNSLH.

Apabila atasan Penyidik PPNSLH bukan Penyidik

PPNSLH,

maka

surat

perintah

penangkapan

ditandatangani Koordinator Penyidik PPNSLH;

(15)

12

5)

Satu lembar surat perintah penangkapan diberikan

kepada keluarga orang yang ditangkap segera setelah

dilakukan penangkapan;

6)

Setelah melakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH

segera membuat Berita Acara Penangkapan dalam 7

(tujuh) rangkap dan ditandatangani oleh PPNSLH yang

melakukan penangkapan dan oleh orang yang ditangkap;

7)

Apabila

orang

yang

ditangkap

tidak

mau

menandatangani berita acara penangkapan, maka

Penyidik PPNSLH memberi catatan dalam berita acara

penangkapan disertai alasannya;

8)

Sesudah atau sebelum dilakukan penangkapan, Penyidik

PPNSLH memberitahu Kepala Desa/Ketua Lingkungan

dimana tersangka yang ditangkap itu bertempat tinggal;

9)

Penangkapan yang dilakukan di luar wilayah hukum

Penyidik

PPNSLH

yang

bertugas

melakukan

penangkapan dapat dikoordinasikan dengan Penyidik

PPNSLH setempat atau dimintakan bantuan kepada

Penyidik Polri;

10)

Dalam hal diperlukan penguatan personil untuk

melakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH dapat

meminta bantuan kepada Penyidik Polri secara tertulis.

Permintaan tertulis ini memuat identitas tersangka dan

alasan penangkapan, serta dilampiri dengan laporan

kejadian dan laporan kemajuan penyidikan yang

ditujukan kepada:

a)

Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro

Korwas PPNS;

b)

Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/

Sat. Reskrim.

d.

Penahanan

1)

Penahanan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

KUHAP.

2)

Surat perintah penahanan ditandatangani oleh atasan

Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik

PPNSLH. Dalam hal atasan Penyidik PPNSLH bukan

Penyidik PPNSLH, maka surat perintah penahanan

ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH.

3)

Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik

berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat

diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40

(empat puluh) hari.

4)

Berdasarkan

pemeriksaan

dokter,

tersangka

yang

ditahan dalam keadaan sakit dan perlu dirawat di rumah

sakit, dapat dibantarkan penahanannya oleh Penyidik

PPNSLH. Pelaksanaan pembantaran penahanan adalah

sebagai berikut:

a)

ada surat perintah pembantaran dan dibuat berita

acara pembantaran.

(16)

13

pencabutan pembantaran dan dibuatkan berita

acara pencabutan pembantaran.

c)

dalam hal tersangka dilanjutkan penahanannya,

dikeluarkan surat perintah penahanan lanjutan dan

dibuatkan berita acara penahanan lanjutan.

d)

lamanya waktu pembantaran tidak dihitung sebagai

waktu penahanan.

e.

Penangguhan Penahanan

1)

Penangguhan penahanan dilaksanakan sesuai ketentuan

KUHAP.

2)

Permohonan penangguhan penahanan dapat diajukan

oleh tersangka, keluarga tersangka atau penasehat

hukum kepada Penyidik PPNSLH atau atasan Penyidik

PPNSLH yang melakukan penahanan.

f.

Pengalihan jenis penahanan

1)

Penyidik PPNSLH atau atasan Penyidik PPNSLH dapat

melakukan pengalihan jenis penahanan atas permintaan

tersangka, keluarga tersangka atau penasehat hukum.

2)

Pengalihan jenis penahanan dilaksanakan berdasarkan

surat perintah dari atasan Penyidik PPNSLH setingkat

eselon II selaku Penyidik PPNSLH yang tembusannya

diberikan kepada tersangka dan keluarganya serta

instansi yang berkepentingan.

3)

Penyidik

PPNSLH

dapat

menitipkan

penahanan

tersangka kepada Penyidik Polri dengan mengajukan

permintaan secara tertulis yang memuat identitas secara

lengkap dan dilampiri dengan surat perintah penahanan

dan pemberitahuan kepada keluarga. Permintaan ini

ditujukan kepada:

a)

Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro

Korwas PPNS.

b)

Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/

Sat. Reskrim.

g.

Penggeledahan

1)

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a)

mengajukan permintaan izin penggeledahan terlebih

dahulu dengan membuat surat yang ditujukan

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dengan

tembusan kepada Penyidik Polri.

b)

sebelum surat permintaan izin penggeledahan

dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat,

Penyidik PPNSLH dapat minta pertimbangan kepada

penyidik Polri tentang alasan perlunya dilakukan

penggeledahan.

(17)

14

d)

setelah surat izin penggeledahan dikeluarkan oleh

Ketua Pengadilan Negeri setempat, dikeluarkan surat

perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh

atasan PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik

PPNSLH. Koordinator Penyidik PPNSLH. Dalam hal

atasan bukan Penyidik PPNSLH, surat permintaan

ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH

e)

apabila tersangka atau penghuni menyetujui,

penggeledahan

rumah/tempat

tertutup

lainnya

dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang.

f)

apabila

tersangka

atau

penghuni

menolak,

penggeledahan

rumah/tempat

tertutup

lainnya

dilakukan dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau

Ketua Lingkungan dan 2 (dua) orang saksi

tambahan.

g)

setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH

segera membuat berita acara yang turunannya

diberikan kepada penghuni rumah/tempat tertutup

yang bersangkutan.

h)

pelaksanaan

pengegeledahan

rumah/tempat

tertutup lainnya yang dilakukan di luar daerah

hukum Penyidik PPNSLH dikoordinasikan dengan

Penyidik PPNSLH setempat dimana akan dilakukan

penggeledahan.

2)

Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak sehingga

Penyidik PPNSLH harus segera bertindak, maka:

a)

Penggeledahan dapat dilakukan tanpa surat izin

Ketua Pengadilan Negeri.

b)

Penggeledahan dapat dilakukan:

(1)

pada halaman rumah tersangka bertempat

tinggal, berdiam atau berada dan yang berada

diatasnya.

(2)

pada setiap tempat lain tersangka bertempat

tinggal, berdiam atau berada.

(3)

di tempat tindak pidana dilakukan atau

terdapat bekasnya.

(4)

di tempat penginapan dan tempat umum

lainnya.

(5)

apabila tertangkap tangan.

c)

Setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH

segera membuat berita acara yang turunannya

diberikan kepada penghuni rumah/tempat tertutup

yang bersangkutan.

d)

Setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH

segera melaporkan tentang tindakan tersebut Kepada

Ketua

Pengadilan

Negeri

setempat

untuk

mendapatkan persetujuannya.

e)

Penggeledahan pakaian dan penggeledahan badan

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

(18)

15

adanya dugaan atau alasan yang cukup bahwa

pada orang tersebut terdapat benda yang dapat

disita.

(2)

pada saat tersangka tertangkap tangan dan

dibawa

kepada

Penyidik

PPNSLH,

maka

Penyidik

PPNSLH

segera

melakukan

penggeledahan

pakaian

dan/atau

badan

tersangka.

f)

Berita Acara Penggeledahan ditandatangani oleh

Penyidik PPNSLH yang melakukan penggeledahan dan

tersangka/keluarga tersangka dan/atau kepala desa/

ketua lingkungan, serta 2 (dua) orang saksi.

g)

Dalam pelaksanaan penggeledahan, Penyidik PPNSLH

berwenang memerintahkan setiap orang yang terkait

dengan tindak pidana untuk tidak meninggalkan

tempat selama penggeledahan berlangsung.

h.

Penyitaan

1)

Pelaksanaan

penyitaan

dilakukan

sesuai

dengan

ketentuan KUHAP.

2)

Pelaksanaan penyitaan dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a)

mengajukan permintaan izin penyitaan secara

tertulis terlebih dahulu kepada Ketua Pengadilan

Negeri setempat dengan tembusan kepada Penyidik

Polri.

b)

sebelum surat permintaan izin penyitaan dikirim

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, Penyidik

PPNSLH dapat meminta pertimbangan kepada

penyidik Polri tentang alasan perlunya dilakukan

penyitaan.

c)

surat permintaan izin penyitaan ditanda tangani

oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II

selaku PPNSLH. Dalam hal Atasan bukan Penyidik

PPNSLH, surat permintaan ditandatangani oleh

Koordinator Penyidik PPNSLH;

d)

setelah surat izin penyitaan dikeluarkan oleh Ketua

Pengadilan Negeri setempat, dikeluarkan surat

perintah penyitaan yang ditandatangani oleh atasan

Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik

PPNSLH.

Apabila

atasannya

bukan

Penyidik

PPNSLH, penanda-tanganan dilaksanakan oleh

Koordinator Penyidik PPNSLH.

e)

setelah melakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH

segera membuat berita acara penyitaan yang

ditandatangani

oleh

Penyidik

PPNSLH

yang

melakukan penyitaan dan pemilik/orang yang

menguasai benda yang disita. Salinan berita acara

tersebut diberikan kepada pemilik/orang yang

menguasai benda yang disita

(19)

16

3)

Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak atau

tertangkap tangan, Penyidik PPNSLH dapat melakukan

penyitaan, yang pelaksanaannya:

a)

tanpa surat izin/surat izin khusus dari Ketua

Pengadilan Negeri.

b)

tanpa surat perintah penyitaan.

c)

penyitaan dapat dilakukan terhadap benda dan/

atau alat yang ternyata/diduga telah dipergunakan

untuk melakukan tindak pidana dan/atau benda

lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.

d)

setelah melakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH

wajib segera melaporkan pelaksanaan penyitaan

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna

mendapatkan persetujuan.

e)

Berita Acara Penyitaan ditandatangani oleh Penyidik

PPNSLH yang melakukan penyitaan dan oleh

tersangka/ keluarga tersangka dan/atau kepala

desa/ketua lingkungan dan 2 (dua) orang saksi.

f)

setelah dilakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH

memberikan tanda terima kepada pemilik/orang

yang menguasai benda yang disita.

g)

Penyidik PPNSLH berwenang memerintahkan setiap

orang agar yang terkait dengan tindak pidana untuk

tidak meninggalkan tempat selama proses penyitaan

berlangsung.

h)

pelaksanaan penyitaan yang dilakukan di luar

daerah hukum Penyidik PPNSLH dikoordinasikan

dengan Penyidik PPNSLH setempat dimana akan

dilakukan penyitaan.

i.

Pemeriksaan

1)

Dalam mengumpulkan keterangan, Penyidik PPNSLH

melakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam berita

acara berdasarkan ketentuan KUHAP terhadap:

a)

Saksi;

b)

Ahli;

c)

Tersangka.

2)

Sebelum melaksanakan pemeriksaan, Penyidik PPNSLH

wajib:

a)

menentukan waktu, tempat, dan sarana pemeriksaan.

b)

mempelajari kasus yang terjadi dan unsur-unsur

pidananya.

c)

menyusun dan merumuskan daftar pertanyaan

pemeriksaan untuk mendapatkan jawaban yang

secara garis besar meliputi:

(1)

pertanyaan

awal,

yaitu

pertanyaan

yang

menyangkut identitas atau biodata/riwayat

hidup.

(20)

17

(3)

pertanyaan tambahan, yaitu pertanyaan yang

merupakan hasil pengembangan pertanyaan

pokok

yang

mengandung

hal-hal

yang

meringankan atau memberatkan, serta latar

belakang

dan

faktor

yang

mendorong

dilakukannya tindak pidana.

3)

Dalam memeriksa tersangka, Penyidik PPNSLH wajib:

a)

mengambil gambar/foto tersangka dari jarak dekat

(

close up

), baik dari depan maupun dari samping.

b)

meneliti identitas orang yang diperiksa dengan

mencocokan tanda pengenal orang yang akan

diperiksa seperti KTP, SIM, Paspor, KIMS, dan

sebagainya.

4)

Dalam hal diperlukan bantuan teknis pemeriksaan

psikologi guna mendapatkan keterangan dari saksi

dan/atau tersangka, Penyidik PPNSLH dapat meminta

bantuan secara tertulis kepada penyidik Polri dengan

menguraikan risalah permasalahan.

5)

Dalam

hal

diperlukan

pemeriksaan

laboratorium

forensik, Penyidik PPNSLH dapat meminta bantuan

secara tertulis kepada penyidik Polri yang dilampiri

dengan:

a)

laporan kejadian;

b)

laporan kemajuan;

c)

berita acara penemuan, penyitaan, penyisihan,

pembungkusan, dan penyegelan barang bukti.

6)

Dalam hal diperlukan pemeriksaan identifikasi, Penyidik

PPNSLH dapat meminta bantuan secara tertulis kepada

penyidik Polri yang dilampiri dengan:

a)

laporan kejadian;

b)

laporan kemajuan;

c)

berita acara pemeriksaan saksi/tersangka;

d)

dalam pemeriksaan sidik jari disertai dengan barang

bukti sidik jari laten dan sidik jari pembanding.

7)

Dalam hal diperlukan keterangan ahli, Penyidik PPNSLH

dapat meminta bantuan secara langsung kepada ahli

yang bersangkutan.

8)

Konfrontasi

(21)

18

9)

Rekonstruksi

Untuk

memberikan

gambaran

serta

meyakinkan

pemeriksa atas kebenaran keterangan tersangka atau

saksi dalam memperjelas suatu rangkaian kegiatan

terjadinya suatu tindak pidana, dapat dilakukan

rekonstruksi dengan memperagakan kembali cara

tersangka melakukan tindak pidana yang dipandu

dengan skenario dari hasil pemeriksaan yang telah

didapat.

10)

Pengambilan Sumpah Saksi dan Ahli:

a)

Apabila berdasarkan hasil pengamatan Penyidik

PPNSLH timbul dugaan bahwa saksi yang diperiksa

tidak akan hadir dalam pemeriksaan di sidang

pengadilan,

maka

dilakukan

pengambilan

sumpah/janji sebelum pemeriksaan di tingkat

penyidikan dimulai.

b)

Apabila dalam proses pemeriksaan saksi yang

diperiksa memberitahukan kepada Penyidik PPNSLH

bahwa dirinya tidak dapat hadir dalam tahap

peradilan, Penyidik PPNSLH menuangkan informasi

tersebut dalam berita acara pemeriksaan dan

melakukan pengambilan sumpah/janji saksi yang

bersangkutan.

(1)

Dalam berita acara pengambilan sumpah/janji

saksi/ahli,

dicantumkan

identitas

masing-masing orang yang menandatangani berita

acara tersebut.

(2)

Inti sumpah/janji adalah pernyataan saksi/ahli,

bahwa ia akan/telah memberi keterangan yang

sebenarnya.

(3)

Penyidik PPNSLH menyediakan minimal 2 (dua)

orang yang dapat diangkat sebagai saksi dalam

pengambilan sumpah/janji saksi/ahli.

(4)

Sebelum

pengambilan

sumpah/janji

agar

ditanyakan terlebih dahulu agama saksi/ahli

dan kesediaannya untuk diambil sumpahnya.

(5)

Tata cara pengambilan sumpah/janji dilakukan

sesuai

dengan

agama

dan

kepercayaan

saksi/ahli. Naskah pengambilan sumpah/janji

dibacakan

oleh

Penyidik

PPNSLH

atau

rohaniwan dan diikuti oleh saksi/ahli yang

diambil sumpahnya.

(6)

Berita

acara

pengambilan

sumpah/janji

saksi/ahli dibuat oleh Penyidik PPNSLH dan

ditandatangani oleh Penyidik PPNSLH yang

mengambil sumpah, orang yang disumpah, dan

para saksi.

(22)

19

(a)

Saksi:

i.

Untuk yang beragama Islam.

“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa

saya

sebagai

saksi

telah/akan)*

memberikan

keterangan

yang

sebenarnya, tidak lain dari yang

sebenarnya.

Apabila

saya

tidak

memberikan

keterangan

yang

sebenarnya,

saya

akan

mendapat

kutukan dari Tuhan.”

ii.

Untuk yang beragama Katolik.

“Demi Allah, Bapak, Putra, dan Roh

Kudus, saya bersumpah, bahwa saya

sebagai

Saksi,

telah/akan)*

menerangkan

dengan

sungguh-sungguh dan sebenarnya, tidak lain

dari yang sebenarnya. Jika saya

berdusta,

saya

akan

mendapat

hukuman dari Tuhan.”

iii.

Untuk yang beragama Protestan.

“Demi Allah saya bersumpah, bahwa

saya

sebagai

Saksi,

telah/akan)*

menerangkan

dengan

sungguh-sungguh dan sebenarnya, tidak lain

dari yang sebenarnya. Jika saya

berdusta,

saya

akan

mendapat

hukuman dari Tuhan. Semoga Allah

menolong saya.”

iv.

Untuk yang beragama Hindu Dharma.

“Demi Ida Sanghyang Widi Wasa, saya

bersumpah, bahwa saya sebagai saksi,

telah/akan)* memberikan keterangan

yang sebenarnya, tidak lain dari yang

sebenarnya.

Apabila

saya

tidak

memberikan

keterangan

yang

sebenarnya,

saya

akan

mendapat

kutukan dari Tuhan.”

v.

Untuk yang beragama Budha.

“Demi Sanghyang Adhi Budha, saya

berjanji, bahwa saya sebagai Saksi,

telah/akan)* memberikan keterangan

yang sebenarnya. Jika saya berdusta

atau menyimpang dari pada yang telah

saya ucapkan ini, maka saya bersedia

menerima karma yang buruk.”

(23)

20

“Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya

berjanji bahwa saya, telah/akan)*

memberikan

keterangan

yang

sebenarnya, tidak lain dari yang

sebenarnya. Dan jika saya, tidak

memberikan

keterangan

yang

sebenarnya semoga Tuhan yang Maha

Esa memberikan kutukan kepada

saya.”

(b)

Ahli:

i.

Untuk yang beragama Islam:

“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa

saya

sebagai

Ahli

telah/akan)*

memberikan

keterangan

menurut

pengetahuan

saya

yang

sebaik-baiknya, tidak lain dari pada yang

sebaik-baiknya. Apabila saya tidak

memberikan

keterangan

yang

sebenarnya,

saya

akan

mendapat

kutukan dari Tuhan.”

ii.

Untuk yang beragama Katolik:

“Demi Allah, Bapak, Putra dan Roh

Kudus, saya bersumpah, bahwa saya

sebagai Ahli, telah/akan)* memberikan

keterangan menurut pengetahuan saya

yang sebaik-baiknya, tidak lain dari

pada yang sebaik-baiknya. Jika saya

berdusta,

saya

akan

mendapat

hukuman dari Tuhan.”

iii.

Untuk yang beragama Protestan:

“Demi Allah saya bersumpah, bahwa

saya

sebagai

Ahli,

telah/akan)*

memberikan

keterangan

menurut

pengetahuan

saya

yang

sebaik-baiknya, tidak lain dari pada yang

sebaik-baiknya. Jika saya berdusta,

saya akan mendapat hukuman dari

Tuhan. Semoga Allah menolong saya.”

iv.

Untuk yang beragama Hindu Dharma:

(24)

21

v.

Untuk yang beragama Budha:

“Demi Sanghyang Adhi Budha, saya

berjanji, bahwa saya sebagai Ahli,

telah/ akan)* memberikan keterangan

menurut

pengetahuan

saya

yang

sebaik-baiknya tidak lain dari pada

yang

sebaik-baiknya.

Jika

saya

berdusta atau menyimpang dari pada

yang telah saya ucapkan ini, maka

saya bersedia menerima karma yang

buruk.”

vi.

Untuk yang memeluk Aliran

Keperca-yaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa:

“Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya

berjanji bahwa saya sebagai Ahli,

telah/akan)* memberikan keterangan

menurut

pengetahuan

saya

yang

sebaik-baiknya, tidak lain dari pada

yang sebaik-baiknya. Dan jika saya,

tidak memberikan keterangan yang

sebenarnya semoga Tuhan yang Maha

Esa memberikan kutukan kepada

saya.”

j.

Pencegahan atau Penangkalan

1)

Untuk kepentingan penyidikan tindak pidana di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dapat

dilakukan pencegahan atau penangkalan terhadap

seseorang yang diduga kuat merupakan pelaku atau

orang yang bertanggungjawab terhadap tindak pidana di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

2)

Permintaan pencegahan dan penangkalan ini diajukan

secara tertulis dengan memuat identitas orang yang

dikenakan pencegahan atau penangkalan yang meliputi

sekurang-kurangnya:

a)

Nama;

b)

Umur;

c)

Pekerjaan;

d)

Alamat

e)

Jenis kelamin;

f)

Kewarganegaraan.

3)

Permintaan ini ditujukan kepada:

a)

Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro

Korwas PPNS.

(25)

22

k.

Penyelesaian Berkas Perkara

1)

penyelesaian berkas perkara merupakan kegiatan akhir

dari proses penyidikan.

2)

ringkasan (resume) kasus yang ditangani, ditulis sesuai

dengan ketentuan sebagai berikut:

a)

Diketik di atas kertas folio warna putih, dengan

jarak 1,5 (satu setengah) spasi;

b)

Di antara spasi tidak boleh dituliskan apapun;

c)

Kata-kata harus ditulis lengkap, tidak diperbolehkan

menggunakan singkatan kecuali singkatan kata

resmi dan dikenal umum;

d)

Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus

diulangi dengan huruf dalam tanda kurung;

e)

Nama orang ditulis dengan huruf besar (huruf

balok);

f)

Tata urut pembuatan resume sebagai berikut:

(1)

Dasar;

(2)

Perkara yang berisi uraian singkat tentang

tindak

pidana

yang

terjadi

dengan

menyebutkan:

(a)

Pasal pidana yang dipersangkakan;

(b)

Pelaku dengan identitas yang lengkap dan

jelas;

(c)

Tempat dan waktu kejadian.

(d)

Dampak/korban terhadap lingkungan/

harta benda/jiwa;

(e)

Taksiran kerugian.

(3)

Fakta-fakta penanganan di tempat kejadian;

(4)

Surat-surat

terkait

penanganan

perkara

antara

lain,

surat

pemanggilan

saksi/

tersangka, perintah membawa, penangkapan,

penahanan,

perpanjangan

penahanan,

pengalihan

penahanan,

penangguhan

penahanan,

pengeluaran

tahanan,

penggeledahan, penyitaan, penyisihan barang

bukti, pelelangan barang bukti, penyitaan

surat lain, memuat nomor dan tanggal surat

beserta:

(a)

Keterangan saksi/ahli;

(b)

Keterangan tersangka;

(c)

Barang Bukti;

(d)

Pembahasan:

(26)

23

yang logis antara keterangan yang satu

dengan keterangan yang lainnya, serta

hubungan yang logis antara barang bukti

yang

ada

dengan

fakta

maupun

keterangan yang diperoleh, yang dikaitkan

dengan unsur hukum dari pasal pidana

yang dipersangkakan;

(e)

Kesimpulan:

Memuat kesimpulan Penyidik PPNSLH

yang dibuat berdasarkan pembahasan

mengenai sangkaan perbuatan pidana

yang

dilakukan

oleh

masing-masing

tersangka dan perbuatannya yang telah

memenuhi unsur-unsur pasal dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang dipersangkakan;

(5)

Resume, berita acara, dan kelengkapan

administrasi

penyidikan

disusun

sebagai

berkas perkara dengan urutan yang telah

ditentukan.

l.

Penyerahan Berkas Perkara

1)

Penyerahan berkas hasil penyidikan oleh Penyidik

PPNSLH kepada penuntut umum pada dasarnya

merupakan pelimpahan tanggung jawab atas suatu

perkara dari penyidik ke penuntut umum;

2)

Pelaksanaan penyerahan Berkas Perkara dilakukan

dengan urutan sebagai berikut:

a)

Tahap pertama, yaitu penyerahan berkas perkara;

b)

Tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka dan

barang bukti setelah berkas perkara dinyatakan

lengkap oleh penuntut umum.

D.

Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan

1.

Atasan Penyidik PPNSLH

Atasan Penyidik PPNSLH memberikan petunjuk atau arahan

tentang kegiatan penyidikan secara rinci dan jelas, untuk

menghindari kesalahan penafsiran oleh Penyidik PPNSLH yang

akan maupun sedang melakukan penyidikan;

2.

Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas PPNS

Pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan oleh Penyidik

Polri dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan penyidikan

kepada atasan Penyidik PPNSLH dan Penyidik PPNSLH dalam

melaksanakan tugas penyidikan. Bantuan tersebut meliputi:

a.

bantuan taktis, baik berupa personil maupun peralatan

penyidikan;

(27)

24

c.

bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka pembuktian secara

ilmiah; dan

d.

bantuan upaya paksa berupa pemanggilan, penangkapan,

penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

E.

Penghentian Penyidikan

1.

Penghentian

penyidikan

merupakan

salah

satu

kegiatan

penyelesaian perkara yang dilakukan apabila:

a.

Tidak terdapat cukup bukti.

b.

Peristiwa yang terjadi bukan merupakan tindak pidana.

c.

Perkara dihentikan demi hukum karena:

1)

Tersangka meninggal dunia.

2)

Masa tindak pidana telah kadaluarsa.

3)

Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim

yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (

nebis in

idem

).

2.

Penghentian penyidikan dilakukan dengan:

a.

Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani

oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku

Penyidik PPNSLH. Apabila atasan Penyidik PPNSLH bukan

Penyidik PPNSLH, surat tersebut ditandatangani oleh

Koordinator Penyidik PPNSLH;

b.

Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang disampaikan

kepada tersangka/keluarganya/penasehat hukumnya, serta

kepada Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik Polri;

c.

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);

d.

Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan kepada Jaksa

Penuntut Umum dan Penyidik Polri.

3.

Dalam hal ditemukan bukti baru atau penghentian penyidikan

yang didasarkan pada putusan pra peradilan ternyata tidak sah,

maka Penyidik wajib melanjutkan penyidikan kembali dengan

menerbitkan:

a.

Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penyidikan yang

ditandatangani oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon

II selaku Penyidik PPNSLH. Apabila atasan Penyidik PPNSLH

bukan Penyidik PPNSLH, surat tersebut ditandatangani oleh

Koordinator Penyidik PPNSLH;

b.

Surat Perintah Penyidikan Lanjutan diberitahukan kepada

Penuntut Umum dan Kepolisian.

F.

Pelimpahan Penyidikan

1.

Pelimpahan penyidikan dari Penyidik PPNSLH kepada Penyidik

Polri dilaksanakan apabila:

a.

peristiwa pidana yang ditangani mencakup lebih dari satu

wilayah hukum Penyidik PPNS;

b.

berdasarkan pertimbangan keamanan dan geografis, Penyidik

PPNSLH tidak dapat melakukan penyidikan; atau

(28)

25

2.

Pelimpahan penyidikan dari Penyidik PPNSLH kepada Penyidik

Polri, dilaksanakan dengan surat pelimpahan.

3.

Pelaksanaan pelimpahan penyidikan dibuatkan berita acaranya.

4.

Setelah dilimpahkan kepada Penyidik Polri, pelaksanaan

penyidikan selanjutnya dapat melibatkan Penyidik PPNS terkait.

III.

ADMINISTRASI PENYIDIKAN

PPNSLH wajib melaksanakan administrasi penyidikan sebagai salah satu

bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan penyidikan.

Administrasi penyidikan PPNSLH terdiri dari:

A.

Kelengkapan Administrasi yang merupakan isi Berkas Perkara.

1.

Penyusunan isi Berkas Perkara

Penyusunan isi berkas perkara merupakan kegiatan penempatan

urutan lembaran kelengkapan administrasi penyidikan yang

merupakan isi berkas perkara yang disusun dalam satu berkas

perkara. Penyusunan isi berkas perkara dilakukan setelah

pembuatan resume.

Adapun kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan

isi berkas perkara adalah:

a.

Sampul berkas perkara (PPNSLH: A.1)

Yang dimaksud dengan sampul berkas perkara adalah kulit

depan dan belakang berkas perkara.

Sampul depan berkas perkara berisi:

1)

Nomor dan tanggal Laporan Kejadian.

2)

Nama, nama kecil, alias tempat tanggal lahir/umur

agama kewarganegaraan tempat tinggal, pekerjaan,

sudah pernah dihukum berapa kali.

3)

Tanggal mulai ditahan.

4)

Tanggal penangguhan penahanan atau pengalihan jenis

penahanan atau pengeluaran dari tahanan.

5)

Sampul diberi nomor, tanggal dan tempat, serta ditanda

tangani oleh PPNSLH yang melakukan penyidikan dan

diketahui oleh pimpinan Penyidik atau pejabat yang

ditunjuk.

6)

Penomoran dilakukan sesuai dengan nomor urut dalam

Buku Registrasi Berkas Perkara.

7)

Dibuat paling sedikit 4 (empat) rangkap sesuai dengan

jumlah berkas perkara.

b.

Daftar isi berkas perkara (PPNSLH: A.2)

1)

Daftar isi berkas perkara menunjukkan urutan dan isi

berkas tersebut.

(29)

26

c.

Resume (PPNSLH: A.3)

1)

Resume merupakan ikhtisar dan kesimpulan dari hasil

pemeriksaan tindak pidana yang terjadi dengan cara

penulisan tertentu.

2)

Pembuatan resume supaya memenuhi persyaratan

formal dan material (

vide

: pembuatan resume).

3)

Dibuat paling sedikit 4 (empat) rangkap sesuai dengan

jumlah berkas perkara.

d.

Laporan Kejadian (PPNSLH: A.4)

Laporan

Kejadian

merupakan

bukti

tertulis

telah

diterimanya:

1)

Laporan/pengaduan, atau diketahui langsung tentang

sesuatu peristiwa yang diduga tindak pidana.

2)

Tertangkap tangan.

3)

Laporan Kejadian dicatat dalam Buku Registrasi

Laporan Kejadian dan diberi nomor berdasarkan nomor

urut yang ada dalam buku registrasi.

e.

Surat Perintah Penyidikan (PPNSLH: A.5)

Surat Perintah Penyidikan dicatat dalam Buku Registrasi

Surat Perintah Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan

nomor urut yang ada dalam buku registrasi tersebut.

f.

Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (PPNSLH: A. 6)

1)

Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dibuat

dalam 6 (enam) rangkap (warna putih) dengan perincian

sebagai berikut:

a)

1 (satu) lembar untuk Jaksa Penuntut Umum;

b)

4 (empat) lembar untuk Berkas Perkara;

c)

1 (satu) lembar untuk arsip.

2)

Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dicatat

dalam

Buku

Registrasi

Surat

Pemberitahuan

Dimulainya/Dihentikannya

Penyidikan

dan

diberi

nomor berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku

registrasi tersebut.

g.

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (PPNSLH: A.7)

Surat Perintah Penghentian Penyidikan dicatat dalam Buku

Registrasi Surat Perintah Penyidikan dan diberi nomor

berdasarkan nomor urut yang ada dalam buku registrasi

tersebut.

h.

Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (PPNSLH: A.8)

Referensi

Dokumen terkait

Bedasarkan tabel 5.18 dapat dilihat bahwa nilai

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Polresta Malang memiliki kendala dalam menertibkan pelaku usaha rental film yang menyewakan film tanpa lulus

Dengan melihat bahwa ada banyak aturan-aturan hukum yang menormakan bahwa sejatinya Negara Indonesia melindungi anak-anak beserta hak-haknya agar tidak dieksploitasi

[r]

Untuk mendukung pengerjaan analisa kondisi eksisting pada simpang tak bersinyal maupun bundaran dengan volume kendaraan periode hari rabu dan sabtu pada jam

7.115.258,58/ha/MT, maka dengan demikian nilai Revenue Cost Ratio(R/C- ratio) Usahatani semangka adalah sebesar 3,31 menunjukan bahwa R/C > 1 artinya adalah

Padahal Rhodamin B merupakan pewarna untuk kertas dan tekstil sehingga pewarna ini berbahaya bagi kesehatan (Salam, 2008). Permasalahan ini mendorong untuk

Dari kosakata didapatkan kalimat sebuah kosakata marjinalisasi di dalam berita Gagal Nikah Setelah Cabuli 2 Anak Bawah Umur yang menunjukkan masih adanya penindasan