PERATURAN DAERAH KOTA BATAM
NOMOR 8 TAHUN 2013
TENTANG
RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
SALINAN
OLEH : WALIKOTA BATAM
NOMOR : 8 TAHUN 2013
TANGGAL : 27 JUNI 2013
SUMBER : LD 2013/8, TLD NO. 93
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka daerah berhak melakukan pungutan retribusi guna meningkatkan pendapatan daerah dan sekaligus berkewajiban melakukan penyesuaian terhadap Peraturan Daerah tentang retribusi daerah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3902), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880);
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2010 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 7).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BATAM
Dan
WALIKOTA BATAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Batam.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batam.
3. Walikota adalah Walikota Batam.
berdasarkan tugas dan fungsinya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
5. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
7. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
8. Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat BUMD adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
9. Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur-mengukur secara luas.
10. Metrologi Legal adalah metrologi yang mengelola satuan-satuan ukuran, metoda-metoda pengukuran, dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan berdasarkan perundang-undangan yang bertujuan melindungi kepentingan umum dalam kebenaran pengukuran.
11. Tera adalah hal menandai dengan tanda-tanda tera sah atau tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai.
13. Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dan bahan ukur dengan membandingkan dengan standar ukuran yang mampu tertelusur ke Standar Nasional dan Internasional untuk satuan ukuran.
14. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
15. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
16. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
17. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
18. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
19. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.
20. Kartu Penduduk Sementara atau disebut juga Surat Keterangan Tinggal Sementara adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi pelaksana yang diberikan kepada WNI yang tinggal sementara di daerah.
22. Kartu Identitas Kerja adalah kartu tanda pengenal/bukti diri bagi penduduk komuter di luar wilayah Kota Batam yang mempunyai pekerjaan/kegiatan rutin setiap hari di wilayah Kota Batam.
23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya retribusi yang terutang.
24. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
26. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota.
27. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditetapkan oleh Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah.
28. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus menurut undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB II
RETRIBUSI JASA UMUM
Bagian Kesatu
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 2
kartu identitas penduduk musiman, kartu keluarga dan akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga negara asing dan akta kematian, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil.
Pasal 3
Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah pelayanan:
a. kartu tanda penduduk;
b. kartu keterangan bertempat tinggal; c. kartu identitas kerja;
d. kartu penduduk sementara;
e. kartu identitas penduduk musiman; f. kartu keluarga; dan
g. akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga negara asing dan akta kematian.
Pasal 4
Subjek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah orang pribadi yang mendapatkan/menikmati jasa pelayanan kartu tanda penduduk, kartu keterangan bertempat tinggal, kartu identitas kerja, kartu penduduk sementara, kartu identitas penduduk musiman, kartu keluarga, dan akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga negara asing, dan akta kematian.
Pasal 5
Wajib Retribusi adalah Orang pribadi yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 6
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 7
Tingkat penggunaan jasa pelayanan Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diukur berdasarkan biaya pencetakan dan pengadministrasian menurut jenis pelayanan yang diberikan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 8
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga dan biaya modal.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 9
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terlampir didalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 10
(1) Masa Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil ditetapkan berdasarkan saat pelaksanaan.
Bagian Kedua
Retribusi Pelayanan Pasar
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 11
Setiap orang atau Badan yang mendapatkan pelayanan penyediaan fasilitas pasar, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pelayanan Pasar.
Pasal 12
(1) Objek Retribusi Pelayanan Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 adalah penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana/modern berupa pelataran, los, kios yang disediakan/ dikelola oleh Pemerintah Daerah dan khusus disediakan untuk pedagang.
(2) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan fasilitas pasar yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Pasal 13
Subjek Retribusi Pelayanan Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 adalah orang pribadi atau badan yang mendapatkan/menikmati jasa pelayanan pasar.
Pasal 14
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 15
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 16
Tingkat penggunaan jasa pelayanan penyediaan fasilitas pasar diukur berdasarkan luas, jenis tempat dan/atau kelas pasar yang disediakan/dikelola oleh Pemerintah Daerah yang digunakan/dinikmati oleh subjek retribusi.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 17
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Pelayanan Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 18
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 terlampir di dalam Lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 19
(1) Masa Retribusi untuk retribusi Pelayanan Pasar adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas pasar.
Bagian Ketiga
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 20
Setiap orang atau Badan yang mendapatkan pelayanan Tera/Tera Ulang yang disediakan/ dikelola oleh Pemerintah Daerah, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang.
Pasal 21
(1) Objek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 adalah:
a. pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya; dan
b. pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan tera/tera ulang yang dikecualikan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 22
Subjek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati jasa pelayanan tera/tera ulang yang disediakan/dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 23
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 24
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 25
Tingkat penggunaan jasa pelayanan tera/tera ulang diukur berdasarkan jenis dan kapasitas alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya serta barang dalam keadaan terbungkus.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 26
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 27
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 terlampir dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 28
(1) Masa retribusi untuk Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah jangka waktu berlakunya hasil peneraan, yang ditetapkan berdasarkan jenis alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya dan barang dalam keadaan terbungkus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
BAB III
RETRIBUSI JASA USAHA
Bagian Kesatu
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Alat Laboratorium Kalibrasi
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 29
Setiap orang atau Badan yang mendapatkan pelayanan kalibrasi ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Alat Laboratorium Kalibrasi.
Pasal 30
Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Alat Laboratorium Kalibrasi adalah pelayanan kalibrasi alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang dikelola/disediakan/dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 31
Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati jasa pelayanan kalibrasi alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang dikelola/disediakan/dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 32
Wajib retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 33
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 34
Tingkat penggunaan jasa pelayanan diukur berdasarkan jenis pelayanan kalibrasi alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang diberikan.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 35
(1)Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Alat Laboratorium Kalibrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
(2)Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 36
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Alat Laboratorium Kalibrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terlampir di dalam Lampiran IV dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 37
(1) Masa retribusi untuk Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Alat Laboratorium Kailbrasi ditetapkan pada setiap kali dilakukannya pelayanan kalibrasi alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.
Bagian Kedua
Retribusi Rumah Potong Hewan
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 38
Setiap orang atau Badan yang mendapatkan
pelayanan rumah potong hewan yang
disediakan/dikelola/dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan.
Pasal 39
(1) Objek Retribusi Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dikelola, dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pelayanan penyediaan fasilitas pemotongan hewan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan pemotongan hewan;
b. pemeriksaan hewan sebelum dipotong (antemortum);
c. pemeriksaan kesehatan hewan sesudah dipotong (postmortum);
d. pemeriksaan ulang daging hewan yang masuk ke Kota Batam yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan pemeriksaan dari daerah asal;
e. penitipan Hewan/ternak dikandang Rumah Potong Hewan; dan
f. jasa pengangkutan hewan dan/atau daging hewan dari dan ke Rumah Potong Hewan.
(3) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dikelola, dan/atau dimiliki oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Pasal 40
Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati jasa
pelayanan Rumah Potong Hewan yang
Pasal 41
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 42
Retribusi Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 digolongkan sebagai retribusi jasa usaha.
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 43
Tingkat penggunaan jasa pelayanan rumah potong hewan diukur berdasarkan jenis dan berat hewan yang dipotong dan diperiksa kesehatan hewannya, jumlah sampel daging hewan yang diperiksa, jumlah hari penitipan hewan, dan jarak tempuh pengangkutan daging hewan dari dan ke rumah potong hewan.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 44
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 45
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 46
(1) Masa retribusi untuk Retribusi Rumah Potong Hewan ditetapkan pada setiap kali dilakukan pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak.
(2) Saat retribusi terutang adalah sejak saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IV
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
Bagian Kesatu
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 47
Setiap orang atau Badan yang mendapatkan pelayanan izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
Pasal 48
Objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.
Pasal 49
Subjek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dari Pemerintah Daerah.
Pasal 50
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 51
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 52
(1) Tingkat penggunaan jasa pelayanan Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol diukur berdasarkan penggolongan kadar alkohol.
(2) Penggolongan kadar alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Golongan B adalah minuman yang mengandung kadar alkohol/etanol (C2H5OH) antara 5% (lima perseratus) sampai dengan 20% (dua puluh perseratus);dan
b. Golongan C adalah minuman yang mengandung kadar alkohol/etanol (C2H5OH) antara 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan 55% (lima puluh lima perseratus).
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 53
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 54
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 55
(1) Masa retribusi untuk Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol berdasarkan jangka waktu izin yang diberikan.
(2) Saat retribusi terutang adalah sejak saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Bagian Kedua Retribusi Izin Gangguan
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 56
Setiap orang atau Badan yang mendapatkan pelayanan izin gangguan, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Gangguan.
Pasal 57
(1) Objek Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 adalah pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk objek retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tempat usaha atau kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 58
Pasal 59
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 60
Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 61
Tingkat penggunaan jasa pelayanan izin gangguan diukur/dihitung berdasarkan lokasi usaha atau kegiatan yang efektif digunakan, indeks lingkungan, indeks lokasi dan indeks gangguan.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 62
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 63
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 64
(1) Masa retribusi untuk Retribusi Izin Gangguan ditetapkan berdasarkan jangka waktu izin yang diberikan.
(2) Saat retribusi terutang adalah sejak saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Bagian Ketiga
Retribusi Izin Usaha Perikanan
Paragraf 1
Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 65
(1)Setiap orang atau Badan yang mendapatkan pelayanan izin usaha perikanan, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan.
(2)Usaha perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi usaha sebagai berikut :
b. usaha perikanan tangkap, dengan nama Surat Izin Usaha Perikanan Tangkap (SIUPT);
c. usaha perikanan budidaya, dengan nama Surat Izin Usaha Perikanan Budidaya (SIUPB);
d. usaha kapal penangkapan ikan, dengan nama Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI); dan
e. usaha kapal pengangkutan ikan, dengan nama Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI).
Pasal 66
(1)Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.
Pasal 67
Subjek Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Usaha Perikanan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 68
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
Paragraf 2 Golongan Retribusi
Pasal 69
Retribusi Izin Usaha Perikanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 70
Tingkat penggunaan jasa pelayanan Izin Usaha Perikanan diukur berdasarkan jenis izin usaha perikanan yang diberikan.
Paragraf 4
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 71
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
Paragraf 5
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 72
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 terlampir di dalam Lampiran VIII dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 73
(1) Masa retribusi untuk Retribusi Izin Usaha Perikanan ditetapkan berdasarkan jangka waktu izin yang diberikan.
(2) Saat retribusi terutang adalah sejak saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB V
PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 74
(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 18, Pasal 27, Pasal 36, Pasal 45, Pasal 54, Pasal 63 dan Pasal 72 ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan
perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
BAB VI
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu Wilayah Pemungutan
Pasal 75
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Retribusi
Pasal 76
(1) Pembayaran retribusi daerah dilakukan di kas daerah atau di tempat lain yang ditunjuk Walikota sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon atau kartu langganan.
(3) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke kas daerah paling lambat 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam.
Pasal 77
(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai dan lunas.
(2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberi izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu atau menunda pembayaran retribusi sampai batas waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Tata cara pembayaran p e n g a n g s u r a n d a n p e n u n d a a n retribusi sebagaimana dimaksud p a d a ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 78
(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 diberikan tanda bukti pembayaran.
(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.
(3) Bentuk tanda bukti pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 79
(1) Penagihan retribusi terutang dilaksanakan menggunakan STRD dengan didahului Surat Teguran.
(3) Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/surat peringatan/surat lain yang sejenis diterima oleh wajib retribusi, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(4) Surat teguran /surat peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Walikota.
(5) Tata cara pelaksanaan penagihan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB VII
TATA CARA PENYELESAIAN KEBERATAN
Pasal 80
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan kecuali apabila wajib retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 81
(1) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 82
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua per seratus) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB VIII
TATA CARA PEMBETULAN KETETAPAN RETRIBUSI
Pasal 83
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pembetulan SKRD dan STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan retribusi daerah.
(2) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan secara tertulis oleh wajib retribusi kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SKRD dan STRD dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.
(3) Keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan diterima.
BAB IX
TATA CARA PERHITUNGAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 84
(1) Wajib retribusi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk, untuk perhitungan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi.
(2) Atas dasar permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas kelebihan pembayaran retribusi, Walikota atau pejabat
yang ditunjuk dapat langsung
memperhitungkan terlebih dahulu dengan utang retribusi dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau pembayaran retribusi selanjutnya.
Pasal 85
(1) Dalam hal kelebihan pembayaran retribusi yang masih tersisa setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, diterbitkan SKRDLB paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi.
(2) Kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada wajib retribusi paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB.
(3) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB, Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga 2% (dua per seratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
(4) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 86
(1) Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan retribusi.
BAB X
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 87
(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XI
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 88
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika :
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 89
(2)Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XII
TATA CARA PEMERIKSAAN RETRIBUSI
Pasal 90
(1)Walikota atau pejabat yang ditunjuk, berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah ini.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XIII
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 91
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sebanyak-banyaknya 5% (lima per seratus) dari target pemungutan retribusi atau sesuai kemampuan keuangan daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(4) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XIV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 92
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut
hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 93
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua per seratus) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
Pasal 94
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar retribusi sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang.
(2) Pengenaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban retribusi untuk membayar retribusinya.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 95
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:
1. Seluruh ketentuan retribusi yang terdapat di dalam Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 64);
2. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 12 Tahun 2009 tentang Retribusi Izin Usaha di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 66); dan
3. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 13 Tahun 2009 tentang Retribusi Perizinan dan Pelayanan Pasar di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 13),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 96
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Batam.
Ditetapkan di Batam
pada tanggal 27 Juni 2013
WALIKOTA BATAM
dto
AHMAD DAHLAN
Diundangkan di Batam pada tanggal 27 Juni 2013
SEKRETARIS DAERAH KOTA BATAM,
dto
AGUSSAHIMAN
LEMBARAN DAERAH KOTA BATAM TAHUN 2013 NOMOR 8
Salinan sesuai dengan aslinya, an. Sekretaris Daerah Kota Batam
Asisten Pemerintahan Ub. Kepala Bagian Hukum
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 8 TAHUN 2013
TENTANG
RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
1. UMUM
Mengacu kepada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah berupa Alat Laboratorium Kalibrasi, Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, Retribusi Izin Gangguan dan Retribusi Izin Usaha Perikanan merupakan retribusi yang diberikan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mengenakan pungutan kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraannya.
Diharapkan dengan diterbitkannya Peraturan Daerah tentang RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU ini akan memacu peningkatan pendapatan dan penguatan kemampuan pembiayaan pembangunan Kota Batam kedepan, sehingga pada akhirnya, kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Yang dimaksud kelas pasar adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batan Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 65), yaitu: Kelas Pasar I, II, dan III.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
seperti: alat ukur, takar timbang dan perlengkapannya (UTTP) yang digunakan untuk pengawasan (kontrol) di dalam perusahaan dan alat ukur, takar timbang dan perlengkapannya yang khusus diperuntukkan atau dipakai untuk keperluan rumah tangga.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Pasal 39 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Selain terhadap daging hewan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan pemeriksaan dari daerah asal, kegiatan pemeriksaan ulang daging hewan yang masuk ke kota Batam dapat dilakukan sepanjang atas permintaan pemilik atau karena pemilik/importir tidak dapat menunjukkan dokumen-dokumen mengenai kesehatan atau bahan asal hewan tersebut.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Golongan B dan Golongan C sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Yang dimaksud lokasi usaha atau kegiatan yang efektif digunakan adalah lahan atau kegiatan yang secara langsung digunakan untuk proses usaha atau kegiatan pokok usaha.
Yang tidak termasuk lahan efektif, antara lain: lahan penghijauan, area parkir, drainase dan sarana ibadah.
Pasal 62
Cukup jelas Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Pasal 65 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan pengangkutan ikan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan usaha perikanan budidaya adalah usaha perikanan yang kegiatannya meliputi: memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya dengan alat atau cara
apapun, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan, atau mengawetkannya untuk tujuan komersil.
Huruf c
Yang dimaksud usaha kapal penangkapan ikan adalah usaha perikanan, dimana kegiatannya menggunakan kapal sebagai sarana penangkapan ikan, termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, dan/atau mengawetkan ikan.
Huruf d
Yang dimaksud usaha kapal pengangkutan ikan adalah usaha perikanan yang kegiatannya khusus melakukan pengumpulan dan/atau pengangkutan ikan.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Yang dimaksud dengan secara tunai adalah pembayaran retribusi dilaksanakan dengan menggunakan uang tunai maupun dengan menggunakan jasa perbankan seperti kartu debet.
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 93
Salinan sesuai dengan aslinya, an. Sekretaris Daerah Kota Batam
Asisten Pemerintahan Ub. Kepala Bagian Hukum
LAMPIRAN I
PERATURAN DAERAH KOTA BATAM
NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG
RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
TARIF RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL
1. Retribusi dibidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk adalah : a. Kartu Keluarga Baru :
(1) bagi WNI Rp. 15.000 (lima belas ribu rupiah) (2) bagi WNA Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) b. Kartu Keluarga Penggantian:
(1) bagi WNI Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah)
(2) bagi WNA Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah)
c. Kartu Tanda Penduduk Baru :
(1) bagi WNI Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah)
(2) bagi WNA Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) d. Kartu Tanda Penduduk Perpanjangan :
(1) bagi WNI Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) (2) bagi WNA Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)
e. Kartu Keterangan Bertempat Tinggal/Surat Keterangan Tempat Tinggal dikenakan retribusi sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
f. Kartu penduduk sementara/Surat Keterangan Tinggal Sementara bagi WNI dikenakan retribusi sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah).
g. Perpanjangan Kartu penduduk sementara/ Surat Keterangan Tinggal Sementara bagi WNI dikenakan retribusi sebesar Rp. 5.000 (lima ribu rupiah).
h. Kartu Identitas Kerja dikenakan retribusi sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah). i. Kartu Identitas Penduduk Musiman dikenakan retribusi sebesar Rp. 0,- (nol
rupiah)
2. Atas pemberian pelayanan dibidang Pencatatan Sipil dikenakan retribusi : a. Kutipan Akta Kematian :
1) Bagi WNI yang pelaporannya 0 s/d 30 hari adalah Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah)
2) Bagi WNA yang pelaporannya 0 s/d 30 hari adalah Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah)
d. Akta Perkawinan :
1) Bagi WNI yang pelaporannya 0 s/d 60 hari adalah Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah)
2) Bagi WNA yang pelaporannya 0 s/d 60 hari adalah Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah)
e. Akta Perceraian :
1) Bagi WNI yang pelaporannya 0 s/d 60 hari adalah Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah)
2) Bagi WNA yang pelaporannya 0 s/d 60 hari adalah Rp. 1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu rupiah)
f. Akta Pengesahan dan Pengakuan Anak
1) Bagi WNI yang pelaporannya 0 s/d 30 hari adalah Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah)
2) Bagi WNA yang pelaporannya 0 s/d 30 hari adalah Rp.150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah)
g. Akta Ganti Nama bagi WNA
Bagi WNA yang pelaporannya 0 s/d 30 hari adalah Rp.100.000 (seratus ribu rupiah)
WALIKOTA BATAM
dto
AHMAD DAHLAN Salinan sesuai dengan aslinya,
an. Sekretaris Daerah Kota Batam Asisten Pemerintahan
Ub. Kepala Bagian Hukum
LAMPIRAN II
PERATURAN DAERAH KOTA BATAM
NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG
RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
TARIF RETRIBUSI PELAYANAN PASAR
JENIS RETRIBUSI TARIF (Rp) KET
Tarif Pelayanan Pasar Pemerintah untuk :
1. Pasar Kelas I :
- Kios Lt.1 2.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Kios Lt.2 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Los Lt.1 2500/m2/Hr Dibayar/Bln
- Los Lt.2 1500/m2/Hr Dibayar/Bln
- Lapak 3.000,-/Hr
per
Lapak/Hr
- Cresent 2.500/m2/Hr Dibayar/Bln
- Tenda/Awning 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Gudang 1.500/m2/Hr Dibayar/Bln
- Wc/MCK
- Mandi 1.000 Sekali pakai
- Buang Air Besar 1.000 Sekali pakai
- Buang Air Kecil 500 Sekali pakai
2. Pasar Kelas II :
- Kios 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Los 1.500/m2/Hr Dibayar/Bln
- Lapak 2.500,-/Hr
per
Lapak/Hr
- Cresent 2.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Tenda/Awning/Gerobak 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Gudang 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Wc/MCK
- Mandi 1.000 Sekali pakai
- Buang Air Besar 1.000 Sekali pakai
- Buang Air Kecil 500 Sekali pakai
3. Pasar Kelas III :
- Kios 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Los 1.500/m2/Hr Dibayar/Bln
- Lapak 2.500,-/Hr
per
Lapak/Hr
- Tenda/Awning/Gerobak 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Gudang 1.000/m2/Hr Dibayar/Bln
- Wc/MCK
- Mandi 1.000 Sekali pakai
- Buang Air Besar 1.000 Sekali pakai
- Buang Air Kecil 500 Sekali pakai
4. Tarif Jasa Umum Penyediaan Fasilitas PKL
- Kios/Awning 7.500,- Per hari
- Warung Tenda 5.000,- Per hari
- Gerobak 3.000,- Per hari
WALIKOTA BATAM
dto
AHMAD DAHLAN
Salinan sesuai dengan aslinya, an. Sekretaris Daerah Kota Batam
Asisten Pemerintahan Ub. Kepala Bagian Hukum
LAMPIRAN III
PERATURAN DAERAH KOTA BATAM
NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG
RETRIBUSI JASA UMUM, RETRIBUSI JASA USAHA DAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG
No JENIS UTTP WAJIB TERA / TERA ULANG
TARIF RETRIBUSI (Rp./BUAH)
TERA TERA ULANG
B. Bahan dari logam 1. Sampai dengan 2 m 2. Lebih dari 2 m s/d 10 m
3. Lebih panjang dari 10 m, tariff 10 m ditambah untuk tiap 10 m atau bagiannya dengan
4. Ukuran panjang jenis a. Salib ukur
b.Blok ukur c. Micrometer d.Jangka sorong
e. Alat ukur tinggi orang
2 ALAT UKUR PERMUKAAN CAIRAN (LEVEL
GAUGE)
3 TAKARAN KERING ATAU TAKARAN BASAH
a. Sampai dengan 2 L
a. Kapasitas kurang dari 50 L
b. Kapasitas 50 L sampai dengan 200 L c. Kapasitas lebih dari 200 L sampai
dengan 1000 L
d. Kapasitas lebih dari 1000 L biaya pada huruf d angka ini ditambah tiap 1000 L
20.000,-
a. Bentuk silinder tegak
1. Kapasitas sampai dengan 500 KL 2. Lebih dari 500 KL dihitung sbb :
6
b) Kapasitas selebihnya dari 1000 KL sampai dengan 2000 KL setiap 10 KL
c) Kapasitas selebihnya dari 2000 KL sampai dengan 10000 KL setiap 10 KL
d) Kapasitas selebihnya dari 10000 KL sampai dengan 20000 KL setiap 10 KL
e) Kapasitas selebihnya dari 20000 KL setiap 10 KL bagian dari 10
dihitung 10 KL
b. Bentuk bola dan speroidal
1. Kapasitas sampai dengan 500 KL 2. Lebih dari 500 KL dihitung sbb :
a) Kapasitas selebihnya dari 500 KL sampai dengan 1000 KL setiap 10 KL
b) Kapasitas selebihnya dari 1000 KL setiap 10 KL bagian dari 10 KL dihitung 10 KL
c. Bentuk silinder datar
1. Kapasitas sampai dengan 10 KL 2. Kapasitas lebih dari 10 KL dihitung
sbb :
a) Kapasitas selebihnya dari 10 KL sampai dengan 50 KL setiap KL b) Kapasitas selebihnya dari 50 KL
setiap KL. Bagian dari 10 KL dihitung 10 KL
TANGKI UKUR GERAK
a. Tangki ukur mobil dan tangki ukur wagon
1. Kapasitas sampai dengan 5 KL 2. Kapasitas lebih dari 5 Kl dihitung
sebagai berikut : a) 5 KL pertama
b) Selebihnya dari 5 KL setiap 1 KL. Bagian dari KL dihitung 1 KL
b. Tangki ukur tongkang, tangki ukur pindah dan tangki ukur apung dan kapal 1. Kapasitas sampai dengan 50 KL 2. Kapasitas > dari 50 KL dihitung sbb:
a) 50 KL pertama
b) Selebihnya dari 50 KL sampai dengan 75 KL, setiap KL c) Selebihnya dari 75 KL sampai
dengan 100 Kl setiap KL d) Selebihnya dari 100 KL sampai
dengan 250 KL setiap KL e) Selebihnya dari 250 KL sampai
dengan 500 KL setiap KL f) Selebihnya dari 500 KL sampai
dengan 1000 KL setiap KL g) Selebihnya dari 1000 KL sampai
dengan 5000 KL setiap KL
Bagian dari KL dihitung 1 KL tangki ukur gerak yang ukur gerak yang
mempunyai dua kompartemen atau
7
8
9
ALAT UKUR DARI GELAS
a. Labu ukur, buret, dan pipet
b. Gelas ukur
ANAK TIMBANGAN
a. Ketelitian sedang dan biasa (kelas M2 dan M3)
1) Sampai dengan 1 kg
2) Lebih dari 1 kg sampai dengan 5 kg 3) Lebih dari 5 kg sampai dengan 50 kg
b. Ketelitian halus (F2 dan M1)
1) Sampai dengan 1 kg
2) Lebih dari 1 kg sampai dengan 5 kg 3) Lebih dari 5 kg sampai dengan 50 kg c. Ketelitian khusus (kelas E2 dan F1)
1) Sampai dengan 1 kg
2) Lebih dari 1 kg sampai dengan 5 kg 3) Lebih dari 5 kg sampai dengan 50 kg
TIMBANGAN
a. Sampai dengan 3.000 kg
1. Ketelitian sedang dan biasa (kelas III dan IV)
a) Sampai dengan 25 kg
b) Lebih dari 25 kg sampai dengan 150 kg
c) Lebih dari 150 kg sampai 500 kg d) Lebih dari 500 kg sampai dengan
1.000 kg
e) Lebih dari 1.000 kg sampai dengan 3.000 kg
2. Ketelitian halus (kelas II)
a) Sampai dengan 1 kg
b). Lebih dari 1 kg sampai dengan 25 kg
c) Lebih dari 25 kg sampai 100 kg d) Lebih dari 100 kg sampai dengan
1.000 kg
e) Lebih dari 1.000 kg sampai dengan 3.000 kg
b. Ketelitian khusus (kelas I)
c. Lebih dari 3000 kg
1. Ketelitian sedang dan biasa setiap ton 2. Ketelitian khusus dan halus setiap ton
d. Timbangan ban berjalan
1) Kapasitas sampai dengan 100 ton/h 2) Kapasitas 100 ton/h s/d 500 ton/h 3) Kapasitas lebih dari 500 ton/h
e. Timbangan dengan dua skala (multi range)
11 SPEDOMETER 15.000,- - 7.500,- -
19 ALAT UKUR CAIRAN MINYAK
a. Meter bahan bakar minyak
20 ALAT UKUR GAS
c.Meter gas orifice dan sejenisnya (merupakan satu system/alat ukur)
d. Perlengkapan meter gas orifice (jika diuji tersendiri). Setiap alat perlengkapan
e. Pompa ukur bahan gas (BBG), elpiji untuk setiap badan ukur.
20.000,-
22 METER LISTRIK (Meter kWh)
a. Kelas 0,2 atau kurang 1. 3 (tiga) phasa
23 PEMBATAS ARUS LISTRIK 1.000,- 500,- 1.000,- 500,-
24 STOP WATCH 3.000,- - 2.000,- -
25 METER PARKIR 6.000,- 2.500,- 6.000,- 2.500
26 METER PROVER
a. Kapasitas sampai dengan 2000 L b. Kapasitas 2000 L s/d 10000 L c. Kapasitas lebih dari 10000 L
Meter prover yang mempunyai dua seksi atau lebih, setiap seksi dihitung sebagai satu alat ukur.
100.000,-
/ KOMPENSASI LAINNYA
10.000,- 5.000,- 10.000,- 5.000,-
29 METER ARUS MASSA
Untuk setiap media uji : a. Sampai dengan 10 kg/min
b. Lebih dari 10 kg/min dihitung sbb:
1. 10 kg/min pertama
2. Selebihnya dari 100 kg/min setiap kg/min
3. Selebihnya dari 100 kg/min sampai dengan 1.000 kg/min, setiap kg/min 4. Selebihnya dari 500 kg/min, sampai
dengan 1000 kg/min, setiap kg/min 5. Selebihnya dari 1000 kg/min, setiap
kg/min
Bagian dari kg/min dihitung satu kg/min
50.000,-
30 PENCAP KARTU OTOMATIS (PRINTER
RECORDER)
10.000,- 5.000,- 2.500,- 1.500,-
31 METER KADAR AIR
a. Untuk biji-bijian tidak mengandung minyak, setiap komoditi
b. Untuk biji-bijian mengandung minyak, kapas dan tekstil setiap komoditi c. Untuk kayu dan komoditi lain, setiap
komoditi
32 Selain UTTP tersebut pada angka 1 sampai dengan angka 31 atau benda/barang bukan UTTP, dihitung berdasarkan lamanya pengujian dengan minimum 2 jam. Setiap jam bagian dari jam dihitung 1 jam
2.500,- - 2.500,- -
URAIAN Tarif ( Rp./buah) Keterangan
I BIAYA TAMBAHAN
1. UTTP yang memiliki konstruksi tertentu yaitu :
a. Timbangan milisimal, sentisimal, desimal, bobot ingsut dan timbangan pegas yang kapasitasnya sama dengan atau lebih 25 kg.
b. Timbangan cepat, pengisi (curah) dan timbangan pencampuran untuk semua kapasitas
c. Timbangan elektronik untuk semua kapasitas
2. UTTP yang memerlukan pengujian
tertentu, disamping pengujian yang biasa dilakukan terhadap UTTP tersebut
3. UTTP yang ditanam
5. UTTP yang ditera, tera ulang dan pengujian BDKT ditempat pakai atas permohonan pemilik :
a. Pompa ukur BBM
b. Timbangan mekanik kapasitas :
1. Sampai dengan 25 kg
2. Lebih dari 25 kg sampai dengan 150 kg
3. Lebih dari 150 kg sampai dengan 500 kg
4. Lebih dari 500 kg sampai dengan 1.000 kg
5. Lebih 1000 kg sampai dengan 3000 kg
c. Timbangan elektronik kapasitas : 1. Sampai dengan 25 kg
2. Lebih dari 25 kg sampai dengan 150 kg
3. Lebih dari 150 kg sampai dengan 500 kg
4. Lebih dari 500 kg sampai dengan 1000kg
5. Lebih dari 1000 kg sampai dengan 3000 kg
d. Timbangan jembatan kapasitas : 1. Lebih kecil dari 20000 kg 2. Dari 20000 kg – 50000 kg
3. Lebih dari 50000 kg – 100000 kg
e. Timbangan pengisian kapasitas : 1. 1 kg – 200 kg
2. 201 kg – 500 kg 3. 501 kg – 1000 kg 4. 1001 kg – 5000 kg
f. Tangki ukur mobil kapasitas:
1. Sampai dengan 5000 L
2. 5001 L – 8000 L 3. 8001 L – 16000 L 4. 16001 L – 24000 L 5. 24001 L – 32000 L
g. Meter arus kerja
h. Tangki ukur silinder
1. Tangki ukur silinder datar 2. Tangki ukur silinder tegak
i. Meter kadar air
j. Ukuran arus
1. Meter kWh 1 phasa 2. Meter kWh 3 phasa 3. Meter air rumah tangga 4. Meter air industri
k. Bejana ukur
m. Counter meter
n. Pengujian BDKT : 1. Pengisian otomatis 2. Pengisian manual
6. Biaya Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan (SKHP)
50.000,- 25.000,-
5.000,-
Struktur dan besarnya retribusi pengujian barang dalam keadaan terbungkus (BDKT)
URAIAN SATUAN TARIF (Rp)
1. Pengujian BDKT menggunakan mesin
pengisi / otomatis kemasan 50.000,-
2. Pengujian BDKT tidak menggunakan mesin
/ manual
kemasan 10.000,-
WALIKOTA BATAM
dto
AHMAD DAHLAN
Salinan sesuai dengan aslinya, an. Sekretaris Daerah Kota Batam
Asisten Pemerintahan Ub. Kepala Bagian Hukum