• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi komparasi metode kritik hadis Sunni dan Syi'ah: telaah pemikiran Muhammad al Ghazali dan Abu Ja’far Muhammad Bin Ya’qub al Kulayni.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi komparasi metode kritik hadis Sunni dan Syi'ah: telaah pemikiran Muhammad al Ghazali dan Abu Ja’far Muhammad Bin Ya’qub al Kulayni."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI METODE KRITIK HADIS SUNNI DAN SYI'AH (Telaah Pemikiran Muh}ammad al-Ghaza>li> dan Abu Ja’far Muh}ammad bin

Ya’qu>b al-Kulayni>)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Hadis

Oleh: BUSAIRI NIM : FO8214101

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Kata Kunci : Kritik hadis, Muhammad al-Ghazali dan al-Kulaini

Diskursus atas hadis sangat penting untuk dilakukan, baik sanad maupun matan, karena hadis sampai kepada ummat Islam melalui transformasi yang cukup panjang. Wajar terjadi keragaman dalam memahaminya, karena banyak metode yang dipakai oleh para ahli hadis secara bervariasi. Oleh karena itu perlu dipelajari metode yang tepat dalam memahaminya. Tulisan ini memaparkan metode kritik hadis dari dua mazhab Islam Sunni-Syi’ah guna menganalisis bagaimana metode kritik hadis yang digunakan oleh

Sunni-Syi’ah, apa perbedaan dan persamaan metode kritik hadis pada keduanya serta implikasinya. Langkah yang diambil adalah metode komparasi dari kedua mazhab tersebut, karena Sunni yang mayoritas di Negara ini sangat relevan dengan menggunakan metode yang ditawarkan oleh Muhammad al-Ghazali begitupula dengan al-Kulaini sebagai salahsatu ulama’ yang masyhur di

kalangan Syi’ah. Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa ada perbedaan dan persamaan metode kritik dari kedua mazhab ini sehingga menyebabkan banyak hadis yang dinilai sahih oleh sunni namun oleh Syi’ah dinilai da’if, begitu pula sebaliknya. Sangat perlu untuk mengetahui serta hati-hati dalam menilai hadis

itu sahih, hasan atau da’if, apalagi ketika dihadapkan dengan perbedaan

(7)

DAFTAR ISI

Sampul Depan ... i

Sampul Dalam ... ii

Pernyataan Keaslian ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Pengesahan Tim Penguji ... v

Kata Pengantar ... vi

Motto ... vii

Daftar Isi ... viii

Pedoman Transliterasi ... xi

Abstrak ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Kegunaan Penelitian ... 14

F. Kerangka Teoritik ... 15

G. Penelitian Terdahulu ... 19

H. Metode Penelitian ... 20

I. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II : BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MUHAMMAD AL-GHAZA>LI> TENTANG KRITIK HADIS A. Biografi Muhammad Al-Ghaza>li> ... 25

B. Aktifitas Sosial dan Intelektual Muhammad Al-Ghaza>li> ... 30

1. Ikhwa>n al-Muslimi>n ... 30

2. Karya-karya Syaikh Muhammad al-Ghaza>li> ... 34

(8)

al-Hadi>th dan Pengaruhnya di Kalangan Umat Islam ... 41

C. Pemikiran Muhammad Al-Ghaza>li> Tentang Metode Kritik Hadis ... 46

1. Pengertian Hadis ... 46

2. Pandangan Muhammad Al-Muh}ammad al-Ghaza>li> Mengenai Hadis Ahad 49 3. Pengertian Metode Kritik Hadis (Manhaj Naqd al-H{adi>th) .... 54

4. Kriteria Kesahihan Sanad Hadis ... 59

5. Kriteria Kesahihan Matan Hadis ... 62

BAB III : BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN ABU> JA’FAR MUH{AMMAD BIN YA’QU>B AL-KULAINI> TENTANG KRITIK HADIS A. Biografi Abu> Ja’far Muh{ammad Bin Ya’qu>b Al-Kulaini> ... 72

B. Aktifitas Sosial dan Intelektual Al-Kulaini> ... 74

1. Pendidikan dan Karya Al-Kulaini> ... 74

2. Latar Belakang Pemikiran al-Kulaini> dalam Bidang Hadis ... 77

3. Kitab Al-Ka>fi> dan Pengaruhnya di Kalangan Umat Islam ... 80

C. Pemikiran Al-Kulaini> tentang Kritik Hadis ... 87

1. Hadis Serta Metode kritik dalam Pandangan Syi’ah ... 89

2. Metode Kritik Sanad Hadis Al-Kulaini> ... 93

3. Metode Kritik Matan Al-Kulaini> ... 120

BAB IV : KOMPARASI PEMIKIRAN KRITIK HADIS MUHAMMAD AL-GHAZA>LI> DAN ABU> JA’FAR MUH}AMMAD BIN YA’QU>B AL -KULAINI> A. Metode Kritik Hadis Sunni dan Syi’ah ... 122

B. Perbandingan Kriteria Kesahihan Sanad Hadis Muhammad Al-Ghaza>li> dan Al-Kulaini> ... 126

1. Aspek Ittis}al al-Sanad (ketersambungan sanad) ... 126

2. Aspek Keadilan dan Ke-d}abit-an ... 129

(9)

Al-Ghaza>li> dengan Al-Kulaini> ... 144

BAB V : PENUTUP

(10)

0

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Hadis sebagai rekaman atas tradisi profetik (sunnah) Nabi1 merupakan

salah satu rujukan utama dalam Islam untuk dijadikan pedoman oleh umat

Islam baik dalam hal aqidah, ibadah, dan muamalah. Seyogyanya apa yang

diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bisa diaplikasikan dalam kehidupan

umat Islam. Namun dalam kenyataan tidak semua hadis yang diriwayatkan

dari Nabi Saw dapat dilaksanakan karena adanya rangkaian nama-nama

periwayat pada tiap t}abaqat yang dijadikan pintu masuk untuk menerima atau

menolak kandungan dari hadis tersebut. Keshahihan sebuah hadis menjadi

syarat utama agar hadis tersebut bisa diterima dan diaplikasikan. Mengetahui

keshahihan sebuah hadis menjadi keniscayaan bagi umat Islam.

Dalam konteks ini Imam Syatibi mengatakan bahwa di dalam istinbat}

hukum, tidak seyogyanya hanya membatasi dengan memakai dalil al-Qur'an

saja, tanpa memperhatikan penjabaran (sharah) dan penjelasan (baya>n), yaitu

al-Hadis. Sebab di dalam al-Qur'an terdapat banyak hal-hal yang masih global

seperti keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya,

sehingga tidak ada jalan lain kecuali menengok keterangan hadis."2

1 Mahmu>d Ahmad Nahlah, Ushu>l al-Nahwi al-‘Arabi> (Da>r al-Ma'rifah al-Ja>mi'iyyah, 2002),

31.

2َAbu Ishak Syatibi, al-Muwa>faqa>t, (Kairo Mesir: Da>r al-Fikr al-Arabi>, cet. 2 1975 M/1395

H), juz III, 369.

(11)

1

Hadis sebagai bentuk sabda, perilaku dan keputusan Rasulullah Saw.

dalam aktifitas kesehariannya tidak menutup kemungkinan dalam

periwayatannya oleh para perawi hadis hingga sampai kepada kita memiliki

potensi dipalsukan oleh oknum-oknum tertentu. Untuk membentengi hal itu,

dikembangkanlah sebuah displin ilmu yang berkonsentrasi pada kajian sanad

dan matan hadis untuk menguji validitas sebuah hadis. Ulama’ pun kemudian

mengembangkan kaidah-kaidah untuk membentengi pemalsuan hadis dengan

menciptakan kaidah-kaidah kesahihan hadis dan kaidah-kaidah untuk

mengetahui hadis-hadis palsu.

Kendati demikian, keberadaan hadis dalam proses kodifikasinya sangat

berbeda dengan al-Qur’an yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus,

baik dari Rasulullah Saw. maupun para sahabat, berkaitan dengan

penulisannya. Bahkan secara resmi kodifikasi itu kemudian dilakukan sejak

masa khalifah Abu Bakar al-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin

Affan yang waktunya relatif dekat dengan masa Rasulullah.

Namun hal itu bukan berarti Rasulullah tidak punya kepedulian

terhadap hadis. Beliau secara khusus telah memberikan anjuran untuk

menghafalkan hadis serta menyampaikannya pada orang lain sebagaimana

sabdanya;

(12)

2

"Semoga Allah memperindah wajah orang yang mendengar perkataan dariku lalu menghafalkannya serta menyampaikannya (pada orang lain)"3

Demikian juga para sahabat selalu punya perhatian besar terhadap

setiap peristiwa yang mereka alami bersama Rasulullah. Peristiwa-peristiwa

tersebut secara otomatis akan terekam dalam ingatan mereka tanpa harus

dicatat. Ini karena para sahabat terlibat dalam berbagai peristiwa tersebut.

Selain itu tradisi menghafal ketika itu merupakan tradisi yang sangat melekat

kuat sehingga banyak kejadian-kejadian terekam dalam bentuk hafalan.

Meski para sahabat menerima hadis dari Rasulullah SAW dengan jalan

menghafal, bukan berarti hadis yang diterima tersebut tidak ditulis oleh

mereka. Banyak riwayat yang sampai kepada kita bahwa di antara beberapa

sahabat ada yang memiliki catatan-catatan hadis. Salah satunya adalah

Abdullah ibn 'Amr, yang memiliki al-S}ahi>fah al-S}adi>qah. Shahifah ini

akhirnya berpindah tangan kepada cucunya, yaitu 'Amr ibn Syu'aib. Imam

Ahmad meriwayatkan sebagian besar isi s}ahi>fah ini dalam Musnad-nya.4

Bagi sahabat Abdullah ibn 'Amr, jika sebuah peristiwa yang

berhubungan dengan Rasulullah dirasa perlu dicatat, maka ia akan

mencatatnya. Tentang adanya pencatatan ini Imam Bukhari telah

meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut:

3 Abu> Da>u>d Sulaima>n bin al-Ash}’as al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>u>d, (Bab Keutamaan

Menyebarkan Ilmu), (Bairu>t, Libanon: Da>r al-Kita>b Arabi>, t.th) juz III, 360.

4 Nu>r al-di>n 'Itr. Manhaj al-Naqd fi> 'Ulu>m al-Hadi>th (Da>r al-Fikr, Damaskus, Syiriah 1399

(13)

3

َُْ عَ ًث ِ حَ ثْكأٌَ حأَ مَ س َِْ عَُهاَ َ صَِ ِ اَِ حْصأَْ ِمَ م

ُتْ َ كَُ ِإفَا ْ عَِ ََِْ اَِ ْ عَْ ِمَ كَ مَ َِإَا ِِم

َا َُ

ُ ُتْكأ

.

َ

"Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: tidak ada seorang dari sahabat Nabi yang lebih banyak meriwayatkan hadis dariku selain Abdullah bin Amr bin Ash, karena sesungguhnya dia mencatat hadis sedangkan aku tidak".5

Tentang penulisan hadis oleh Abdullah ibn Amr ini, diriwayatkan

bahwa beliau menulis hadis sepengetahuan Rasulullah SAW, bahkan

Rasulullah memerintahkannya sebagaimana riwayat dari Ibnu Amr berikut:

ْخأَاِس ْخأْاَِ ََِْ اَِ ْ ُعَْ عَا ِع سَُ َْ ْح َ ث ح

َُ ِ ْاَ

َا ْ عَِ ََِْ اَِ ْ عَْ عَا ك مَِ َْ فُس َُْ عَاَِ اَِ ْ عَُ ْ

َُهاَ َ صََِ اَِ ُس َْ ِمَُُع ْسأٍَءْ شََ ُكَُ ُتْكأَُتُْكَ: ق

ك ِإَ:ا ُ قفَاٌشْ ُقَ ِْت فَاُظْفِحَُ ُِأَ مَ س َِْ ع

َ

ََ ُكَُ ُتْ ت

ََِ اَُ ُس َا مَ س َِْ عَُهاَ َ صََِ اَِ ُس َْ ِمَُُع ْس تٍَءْ ش

َُتْ سْمأفَا ضِ ا َِ ض غْاَ ِفَُمَ ت ٌَ ش َ مَ س َِْ عَُهاَ َ ص

َ صََِ اَِ ُس َِ كِ َُتْ ك فَاِ تِ ْاَِ ع

َ

َة مَ س َِْ عَُها

.ٌق حَ َِإَ ِِمَ خَ مَِِ َِ ِسْف َ ِ َا فَْ ُتْكاَ: قف

َ

"Dari Abdullah ibn Amr beliau berkata: "Saya menulis setiap yang saya dengar dari Rasulullah untuk saya hafalkan, maka orang-orang Qurays mencegahku dengan berkata; "Apakah kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah Saw? Sedangkan Rasulullah Saw adalah manusia yang kadang-kadang berbicara dalam keadaan marah dan kadang-kadang dalam keadaan ramah?, maka akupun menghentikan penulisan itu dan mengadukannya pada

5 Abi> Abdillah Muhammad Ibnu Isma>'i>l Ibnu Ibra>hi>m Ibnu Mughi>ra al-Ju'fi> al-Bukha>ri>, S}ahi>h

(14)

4

Rasululah, maka sambil menunjuk mulutnya beliau bersabda, "Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak keluar darinya (maksudnya lisan Rasulullah) kecuali yang hak"6

Setelah Rasulullah wafat, para sahabat kemudian saling meriwayatkan

apa yang pernah didengar dari beliau. Setiap berita yang datang dari seorang

sahabat yang mengaku mendengar atau berasal dari Rasulullah, mereka

langsung menerimanya.

Kondisi seperti ini terus berlangsung hingga terjadi fitnah yang

menyebabkan kematian Khalifah 'Utsman bin 'Affan ra., yang diikuti

terjadinya perpecahan dan perselisihan serta munculnya berbagai firqah.

Masing-masing kelompok kemudian mencari pembenaran terhadap bid'ah

yang dibuatnya dengan mencari nash-nash yang dinisbatkan kepada Nabi

SAW.

Dalam kondisi seperti inilah para sahabat mengambil sikap hati-hati

dalam meriwayatkan sebuah hadis. Mereka tidak menerima selain apa yang

diketahui jalurnya dan merasa yakin dengan ke-thiqah-an (keterpercayaan)

dan keadilan para perawinya, yaitu melalui jalur sanad. Secara bahasa, sanad

atau isnad artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai

kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadis dan

menyampaikannya. Sanad merupakan istilah ahli hadis dari sisi

periwayatannya. Ia adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan

(15)

5

suatu khabar (berita) dari satu perawi kepada perawi berikutnya secara

berantai, hingga sampai pada sumber khabar yang diriwayatkan itu.7 Sanad

dimulai dari ra>wi> yang awal (sebelum pencatat hadis) dan berakhir pada orang

sebelum Rasulullah SAW yakni sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan

satu hadis, maka ia dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan

hadis atau yang mencatat hadis), ra>wi> yang sebelum al-Bukhari dikatakan

awal sanad sedangkan sahabat yang meriwayatkan hadis itu dikatakan akhir

sanad.

Imam Muslim meriwayatkan di dalam mukaddimah shahihnya dari Ibn

Sirin rahimahullah, yang mengatakan bahwa, dulu mereka tidak pernah

mempertanyakan tentang sanad, namun tatkala terjadi fitnah, mereka

mengatakan, tolong sebutkan kepada kami para perawi kalian! Lalu dilihatlah

riwayat ahlu al-hadi>th lantas diterima hadis mereka. Demikian pula, dilihatlah

riwayat ahlu al-bid'ah, lalu ditolak hadis mereka.8

Demikian pula generasi berikutnya, ketika mendengar sebuah hadis,

tidak langsung menerimanya. Mereka terlebih dulu menguji kebenaran hadis

itu dengan melihat dan mempelajari matan (isi) dan sanad-nya sekaligus.

Perhatian kaum Muslimin terhadap kedua hal ini begitu tinggi. Sebab melalui

cara ini kemudian mereka bisa menilai apakah sebuah hadis itu otentik dan

akurat, atau tidak.

7 Faruq Hamadha, al-Manhaj al-Isla>mi> fi> al-Jarh wa al-Tadi>l Dirasah Manjhajia fi> Ulu>m al-Hadi>th, (Ribat: Da>r al-Ma'rifat, 1982 M), 231.

(16)

6

Hadis adalah salah satu sumber tashri>’ penting dalam Islam.

Urgensinya semakin nyata melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai

penjelas dan penafsir al-Qur’an, bahkan juga sebagai penetap hukum yang

independen sebagaimana al-Qur’an sendiri. Itulah sebabnya, di kalangan Ahlu

al-Sunnah, menjadi sangat penting untuk menjaga dan ‚mengawal‛ pewarisan

al-Sunnah ini dari generasi ke generasi. Mereka misalnya, menetapkan

berbagai persyaratan yang ketat agar sebuah hadis dapat diterima (dengan

derajat shahi>h ataupun hasan). Setelah meneliti dan membuktikan keabsahan

sebuah hadis secara sanad, mereka tidak cukup berhenti hingga di situ. Mereka

pun merasa perlu untuk mengkaji matan-nya; apakah ia tidak sha>dh atau

mansu>kh misalnya. Demikianlah seterusnya, sehingga mereka dapat

menyimpulkan dan mendapatkan hadis yang dapat dijadikan sebagai hujjah.

Salah satu kajian krusial dalam bidang hadis adalah permasalahan

mengenai rija>l atau ruwwah} sebagai periwayat yang menjaga laju estafet hadis

hingga sampai kepada para kolektor. Di antara urgensitas kajian mengenai

para periwayat tersebut tidak lain adalah untuk memilah-milah antara hadis

yang dianggap layak memiliki otoritas dan tidak, yang pada akhirnya juga

bertujuan untuk menjaga otentisitas hadis itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri,

Sunni dan Syi’ah yang merupakan dua golongan Islam terbesar sampai saat ini

ternyata memiliki metodologi dan sikap yang berbeda dalam memperlakukan

(17)

7

Namun demikian, meskipun perbedaan antara dua kelompok tersebut

memang benar adanya, beberapa penemuan terakhir telah menunjukkan bahwa

ternyata banyak rija>l Syi’ah yang terdapat di dalam al-Kutub al-Tis'ah,

sebaliknya Syi’ah juga memiliki klasifikasi hadis muwatthaq yang membuka

peluang penerimaan hadis dari rija>l non-Syi’ah, salahsatunya Sunni.

Hadis mempunyai sejarah yang unik dan panjang. Ia pernah mengalami

masa transisi dari tradisi oral ke tradisi tulisan. Pengkompilasiannya pun

membutuhkan waktu yang cukup panjang. Persaingan politik antar kelompok

Muslim dalam rangka perebutan kekuasaan juga ikut mewarnainya. Sampai

pada akhir abad ke-9 M, usaha pengkodifikasian tersebut dapat menghasilkan

beberapa koleksi besar (kitab hadis) yang dianggap autentik, di samping

sejumlah besar koleksi hadis lainnya.

Seleksi dan pengeditan koleksi kitab hadis tersebut, menurut

pandangan Mohammed Arkoun,9 menimbulkan kontroversi berkepanjangan di

antara tiga golongan Muslim besar, yakni; Sunni>, Shi’i> (Syi’ah), dan Kha>riji>

(Khawarij). Kelompok Sunni10 menganggap, kompilasi s}ahi>hayn dari Bukhari

(w.870 M) dan Muslim (w. 875 M) sebagai yang paling autentik. Syi’ah11 12

9 Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon Answers terj. Dan

ed. Robert D. Lee (Colorado: Westview Press, Inc., 1994), 45.

10 Sunni adalah (kelompok moderat) antara dua golongan pecahan pendukung ‘Ali> bin Abi>

T{a>lib, yaitu Syi>’ah dan Khawa>rij yang sama-sama ekstrem (Syi>’ah ekstrem kanan dan Khawa>rij ekstrem kiri), maka di antara kedua sekte tersebut adalah Sunni. Sa’dullah Al-Sa’di,

Hadis-Hadis Sekte (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 63.

11Syi>’ah, secara etimologi kata ini berasal dari Sya>’a, yasyi>’u, syi>’ah yang artinya sahabat,

(18)

8

(Isna ‘Ash’ariyah) mengklaim, hasil kompilasi Kulayni> (w. 939 M) sebagai

‚suitable for the science of religion‛ dan dilengkapi juga dengan koleksi Ibn

Babuyah (w. 991 M) dan al-Tusi (w. 1067 M). Sementara, Khawarij memakai

koleksi Ibn Habib (tercatat akhir abad ke-8) yang disebut sebagai sahi>h

al-ra>bi’ (the true one of spring).

Terdapat satu anggapan bahwa perbedaan aqidah dalam aliran-aliran

Islam berdampak atau bahkan merupakan sumber pada perbedaan hadis yang

diakui oleh masing-masing kelompok. Kelompok Sunni misalnya, hanya

berpegang pada riwayat Sunni saja, sementara kelompok Syi’ah hanya

mengakui hadis-hadis riwayat kelompok Syi’ah saja, demikian seterusnya.

Masing-masing kelompok cenderung egois dan hanya mementingkan

kelompoknya. Lebih parah lagi, hadis-hadis yang ada banyak dibuat oleh

kelompok tertentu demi kepentingan kelompoknya, bahkan tidak sedikit yang

mendiskreditkan madhhab yang berseberangan. Dampak terbesar dari

anggapan ini adalah, hadis-hadis yang ada tidak bisa diperanggungjawabkan

otentisitasnya karena dibuat atau dipalsukan oleh madhhab-madhhab tertentu

demi kepentingan mereka. Perbedaan konsepsi secara metodologis tentang

hadis antara Sunni dan Syi’ah bergulir pada wilayah kajian epistimologi; asal,

struktur, metode-metode, kesahihan, dan juga tujuan pengetahuan.

Di antara ulama' yang membahas tentang metode kritik hadis di

kalangan Sunni adalah Muhammad al-Ghaza>li>, beliau mempunyai nama

(19)

9

lengkap Mu ammad al-Ghazālī bin A mad al-Saqā‘. Lahir pada tanggal 22

September 1917 M, bertepatan dengan tanggal 5 Dhulhijjah 1335 H. di

daerah Naklal Inab, al-Buhairah, Mesir. Dari daerah ini pula lahir tokoh-tokoh

Islam terkemuka, seperti Ma mūd Sami al-Barūdi, Syaikh Sālim al-Bisyrī,

Syaikh Ibrāhīm Hamrusī, Syaikh Mu ammad ’Abduh, Syaikh Ma mud

Syalṭūṭ, Syaikh assan al-Banna, Mu ammad al-Bāhi, Syaikh Mu ammad

al-Madanī, Syaikh ’Abd al-Azīz ’Isa, dan Syaikh ’Abdullāh al-Musyid.12

Pada usia 10 tahun Muh}ammad al-Ghaza>li> sudah berhasil

menghatamkan hafalan al-Qur’an 30 juz, pendidikan dasar dan menengahnya,

ia tempuh di sekolah agama. Pada tahun 1973, ia melanjutkan pendidikannya

pada jurusan Dakwah, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Mesir dan

lulus pada tahun 1941 M. Kemudian melanjutkan studi ke Fakultas Bahasa

Arab pada perguruan tinggi yang sama, selesai pada tahun 1943. Muh}ammad

al-Ghaza>li> lebih dikenal sebagai da’i terutama di Timur Tengah. Materi

ceramahnya yang selalu segar, gaya bahasanya, semangat, dan

keterbukaannya, merupakan daya tarik dakwahnya.13 Selain sebagai da’i, ia

juga seorang akademisi yang disegani, baik di almamaternya maupun di

berbagai perguruan tinggi lainnya, seperti Universitas Ummul Qura di

12 Thalib Anis, ‚Syaikh Muhammad al-Ghaza>li>: Da’i yang Menulis‛ dalam Syaikh Muhammad al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan al-Quran, Pesan Kitab Suci Dalam Kehidupan Masa Kini, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, 1999), 5.

(20)

10

Makkah, Universitas Qatar di Qatar, Universitas Amir Abdul Qadir

al-Islamiyah di Aljazair.14

Di kalangan Syi’ah adalah Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al

-Kulayni>>, nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad Ibnu Ya’qub Ibn

Ishaq al-Kulayni>> al-Ra>zi>.15 Tanggal dan tahun kelaharian al-Kulayni>> dalam

berbagai literatur tidak ada yang menyebutkan secara pasti, tetapi ada yang

mengatakan, beliau lahir sekitar tahun 254 H atau 260 H. Beliau lahir di

sebuah dusun yang bernama al-Kulay atau al-Kulin di Ray Iran.16 Meski

kelahirannya masih belum diketahui secara pasti, namun beliau wafat pada

tahun 328 H / 329 H (939/940 M). Beliau dikebumikan di pintu masuk

Kufah.17

Ayah al-Kulayni>> bernama Ya’qu>b Ibn Ishaq atau al-Salsali, seorang

tokoh Syi’ah terkemuka di Iran.18 Di kota inilah ia mulai mengenyam

pendidikan. Al-Kulayni>> punya pribadi yang unggul dan banyak dipuji ulama,

bahkan ulama mazhab Sunni dan Syi’ah sepakat akan kebesaran dan

kemuliaan al-Kulayni>>.

Al-Kulayni>> menyusun kitab al-Ka>fi> selama dua puluh tahun dengan

melakukan perjalanan ilmiah untuk mendapatkan hadis-hadis dari berbagai

14 Bustamin, Salam, M. Isa H.A, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004), 99-100.

15 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya: Pustaka Al-Muna, 2010), 222.

16Al-Kulayni>, Muqaddimah Ushul al-Kafi al-Kulayni>, diedit oleh Ali Akbar al-Ghifari, Juz I

(Teheran: Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, t.th), 13.

17Arifin, Studi Kitab, 223.

(21)

11

daerah, seperti Irak, Damaskus, Ba’albak, dan Talfis. Namun bukan hanya

hadis yang ia cari tetapi juga berbagai sumber dan kodifikasi hadis dari para

ulama sebelumnya. Dari sini tampak adanya usaha yang serius dan

besar-besaran.19 Beliau dikenal sebagai orang yang cerdas, dapat dipercaya, dan

memiliki hafalan yang kuat, karenanya beliau dijuluki dengan thiqqat

al-Isla>m.

Karena itu, penelitian ini diarahkan pada metode kritik hadis yang

akan difokuskan pada salah satu mura>ji' di kalangan Sunni yaitu Muhammad

Ghaza>li> yang mempunyai konsentrasi dalam ilmu hadis dengan karyanya

al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn ahl fiqh wa ahl al-hadi>th, buku ini ditulis oleh

Muhammad Ghaza>li> atas permintaan Lembaga Ma'had 'A>lami> li

al-Fikr al-Islami> di Mesir20 sebuah lembaga yang didirikan untuk mendorong

penelitian dan kajian pada ajaran-ajaran Islam dan salah satu mura>ji' di

kalangan Syi’ah yaitu Abu> Ja’far Muh}ammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dengan

karyanya al-Ka>fi>.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam tulisan ini penulis

hanya akan membahas dan mengkaji metode kritik hadis yang ditawarkan oleh

Muhammad al-Ghaza>li> dalam karyanya al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl

Fiqh wa Ahl al-Hadi>th dan metode kritik hadis yang ditawarkan oleh Abu>

19 M. Alfatih Suryadilaga, Kitab al-Kafi al-Kulayni>, (Yogyakarta: Teras, 2003), 307.

20 Meskipun demikian, Muhammad al-Ghaza>li> sendiri telah menyatakan bahwa ia sendirilah

(22)

12

Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulayni>> dengan karyanya al-Ka>fi>. Fokus

permasalahan dalam penelitian ini adalah perbedaan penilaian antara Sunni

dan Syi’ah yang merupakan dua golongan Islam terbesar yang menimbulkan

kontroversi berkepanjangan di antara keduanya dalam memahami dan

memperlakukan hadis hal ini disebabkan metodologi yang berbeda yang selam

ini mereka pegang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana metode kritik hadis di kalangan Sunni sebagaimana yang

ditawarkan oleh Muhammad Ghaza>li> dalam kitab Sunnah

al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th?

2. Bagaimana metode kritik hadis di kalangan Syi’ah sebagaimana yang

ditawarkan oleh Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dalam

kitab al-Ka>fi>?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan metode kritik hadis menurut

ulama' Sunni dan Syi’ah?

4. Apa saja implikasi dari persamaan dan perbedaan antara metode kritik

hadis menurut ulama' Sunni dan Syi’ah?

D. Tujuan Penelitian

(23)

13

1. Menjelaskan metode kritik hadis di kalangan Sunni sebagaimana yang

ditawarkan oleh Muhammad Ghaza>li> dalam kitab Sunnah

al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th

2. Menjelaskan metode kritik hadis di kalangan Syi’ah sebagaimana yang

ditawarkan oleh Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dalam

kitab al-Ka>fi>.

3. Menjelaskan persamaan dan perbedaan metode kritik hadis menurut

ulama' Sunni dan Syi’ah.

4. Menjelaskan implikasi dari persamaan dan perbedaan antara metode

kritik hadis menurut ulama' Sunni dan Syi’ah.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Secara teoritis, kegunaan penelitian ini adalah sebagai bentuk aplikasi

disiplin ilmu hadis, khususnya dalam kajian kritik hadis, sehingga dapat

diketahui kualitas hadis yang diteliti.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan

umat Islam, baik yang pro maupun yang kontra. Harapannya,

masing-masing kubu dapat saling menghargai terhadap perbedaan penilaian

tersebut dan dapat mengambil pendapat yang lebih kuat serta sesuai

dengan norma-norma syara’ dan masyarakat.

3. Ikut melengkapi dan memperkaya khazanah perpustakaan Islam,

sehingga dapat membantu masyarakat dalam memperluas wawasan

(24)

14

F. Kerangka Teoritik

Kritik hadis atau naqd al-h}adi>th atau penelitian hadis Nabi merupakan

instrumen yang digunakan untuk mengetahui mana hadis s}ah}i>h} dan mana

hadis tidak s}ah}i>h}. Kata ‚kritik‛ dalam bahasa Arab biasa disebut dengan kata

Naqd. Kata ini disinyalir telah digunakan oleh beberapa pakar hadis masa

awal abad II H. Kata Naqd berarti mengkaji dan mengeluarkan sesuatu yang

baik dari yang buruk. Ali Mustafa Yaqub menyatakan, ‚Ibn Abi H}a>tim al-Ra>zi>

(w. 327 H.) juga telah menyebutkan istilah kritik dan kritikus hadis al-naqd

wa al-nuqqa>d dalam karyanya al-Jarh} wa al-ta‘di>l.‛21 Syuhudi Ismail

menggunakan istilah ‚Penelitian Hadis Nabi‛, menurut Syuhudi latar

belakang pentingnya penelitian hadis Nabi ada 6 yaitu: (1) Hadis Nabi sebagai

salah satu ajaran Islam, (2) Tidaklah seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi,

(3) Telah timbul berbagai pemalsuan hadis, (4) Proses penghimpunan hadis

memakan waktu yang cukup panjang, (5) Banyaknya jumlah kitab hadis

dengan tipologi dan metode penyusunan yang beragam, (6) telah terjadi

periwayatan hadis secara makna.22

Hadis terdiri dua unsur, sanad dan matan, maka objek penelitian hadis

pun meliputi penelitian sanad naqd al-kha>riji>/kritik ekstern/naqd al-sanad. Dan

penelitian matan atau naqd al-matn/kritik intern/naqd al-da>khili>.

Secara lebih spesifik, Muh}ammad T{a>hir al-Jawa>bi> merinci kritik hadis

dalam dua cakupan, yaitu (1) kritik dalam menentukan benar tidaknya matan

21 Ibra>him Ani>s (dkk), al-Mu‘jam al-Wasi>t} (kairo: t.p. 1972), 944. Ali Mustafa Yaqub, Kritik

Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), xiv.

(25)

15

hadis, (2) Kritik matan dalam rangka mendapatkan pemahaman yang benar

mengenai kandungan yang terdapat dalam sebuah matan hadis.23 Tidaklah

mungkin otentisitas hadis dapat diungkap tanpa mengungkap kandungan

matan hadis. Demikian juga sebaliknya, tidaklah mungkin kandungan matan

hadis diungkap tanpa mengungkap otentisitas matan hadis tersebut. dengan

demikian, pemahaman hadis pada dasarnya merupakan bagian dari kritik

matan, dan kritik matan merupkan bagian dari kritik hadis.

Para pakar hadis tidak secara eksplisit menyatakan langkah-langkah

penelitian matan, dan hanya menentukan batasan-batasan pokok sebagai tolok

ukur matan yang s}ah}i>h}. hal ini dapat dipahami karena persoalan yang perlu

diteliti dalam berbagai matan tidak selalu sama. Dengan demikian,

penggunaan butir-butir tolok ukur sebagai instrumen penelitian pun

disesuaikan dengan objek yang diteliti. dalam hal ini tolok ukur yang

dicetuskan para ulama tidak seragam. Al-Khat}i>b al-Baghdadi (w. 463 H./1072

M.), menuturkan syarat hadis maqbu>l harus tidak bertentangan (1) dengan

akal sehat (2) dengan hukum al-Quran yang muh}kam (3) dengan hadis

mutawa>tir (4) dengan amalan ulama salaf (5) dengan dalil yang telah pasti (6)

dengan hadis ah}ad yang kualitas ke-s}ah}i>h}-annya lebih tinggi.24

Al-Amidi> (w. 631 H./1233 M.), menyatakan dengan tegas dalam

al-Ih}ka>m fi> Us}u>l al-Ah}ka>m bahwa kriteria qaul, fi‘l, dan taqri>r Nabi yang dapat

acuan hukum tidak mungkin slaing bertentangan, karena bisa jadi telah

23 Muh}ammad T{a>hir al-Jawa>bi>, Juhu>d al-Muh}addithi>n fi> Naqd Matn al-Hadi>th (t.tp.:

Mu’assasat ‘Abd al-Kari>m, t.th.), 94.

24Abu> bakr b. ‘Ali> Tha>bit al-Khat}i>b al-Baghda>di>, Kita>b al-Kifa>yat fi> ‘Ilm al-Riwa>yah (Mesir:

(26)

16

naskh atau di-takhs}i>s} oleh hadis lain.25 Sedangkan Ibn al-Jauzi> (w. 597

H./1210 M.) berpendapat bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan akal

maupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, maka hadis tersebut

tidak dapat disebut s}ah}i>h}.26 Al-Shatibi> (w. 790 H./316 M.) berpendapat bahwa

setiap hadis yang dijadikan h}ujjah hukum harus dapat dipahami dari segi

bahasa, al-Qur’an, dan hadis.27

Ada lima kriteria hadis yang telah dikembangkan untuk mengkritik

matan hadis, yaitu (1) tidak bertentangan dengan teks al-Quran, (2) tidak

bertentangan dengan sunnah mashhu>r, (3) tidak ghari>b (asing) bila

menyangkut kasus yang sering dan banyak terjadi, (4) tidak ditinggalkan oleh

para sahabat dalam diskusi mereka mengenai masalah yang mereka

perdebatkan, dan (5) tidak bertentangan dengan qiya>s dan aturan umum

syariah, dalam kasus di mana hadis itu dilaporkan oleh perawi yang bukan ahli

fiqih.28

Mus}t}afa> al-Siba>’i> berpendapat, tolok ukur kritik matan hadis

mencakup kriteria: (1) tidak bertentangan dengan prinsip penalaran yang

fundamental, dengan prinsip umum, kebijkasanaan, moralitas, fakta yang

diketahui lewat observasi, dan prinsip dasar pengobatan (2) tidak mengandung

hal-hal yang tidak masuk akal yang bertentangan dengan sumber-sumber yang

25 Saif al-Di>n Abi> al-H{asan ‘Ali> b. Abi> ‘Ali> b. Muh}ammad al-A<midi>, Ih}ka>m fi> Us}u>l al-Ah}ka>m (Kairo: al-H{alabi, 1976 M.).

26Abu>. Farj’Abd al-Rahma>n b. ‘Ali b. al-Jauzi>, Kita>b al-Mawd}u>‘a>t. J. I (Beirut: Da>r al-Fikr,

1403 H/1983 M.), 108.

27 Abu> Ish}a>q al-Sha>t}ibi>, al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l al-Sha>ri‘ah (Beirut: Da>r al-Ma ‘rifah, 1966). 28 Kriteria ini dikembangkan oleh pakar Ilmu Ushul madzhab Hanafiyyah, sebab itulah

(27)

17

lebih tinggi (al-Qur’an) (3) harus sesuai dengan kondisi sejarah saat Nabi

masih hidup (4) tidak hanya diriwayatkan oleh satu saksi dalam masalah yang

diketahui secara luas (5) tidak mendorong penalaran jahat, kontradiktif,

menjanjikan imbalan besar atau hukuman berat pada tindakan-tindakan yang

tidak berarti.29

S}ala>h al-Di>n al-Adlabi> berpendapat, ada empat instrumens penilitian

matan, yaitu: (1) tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran (2) tidak

bertentangan dengan hadis yang lebih kuat (3) tidak bertentangan dengan akal

sehat, indra dan fakta (4) susunan teksnya mengindikasikan ciri-ciri statmen

Nabi. Mayoritas pakar hadis berpendapat ciri-ciri matan hadis palsu adalah:

(1) susunan bahasanya rancu (2) matannya tidak bertenangan dengan akal

sehat atau bahkan irasional (3) Makna yang terandung dalam matan

bertentangan dengan sunnah Allah (hukum alam), fakta sejarah, petunjuk

al-Quran ataupun hadis mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti,

dan (4) bermakna diluar kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran Islam.30

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan tesis ini adalah (1)

menelaah metode kritik hadis yang ditawarkan oleh Muhammad al-Ghaza>li>

dalam kitab al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th dan

Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dalam kitab al-Ka>fi>, (2)

mengkritisi aplikasi metode kritik hadis Muhammad al-Ghaza>li> dan Abu>

29 Mus}t}afa> al-Siba>’i>, al-Sunnat wa al-Maka>natuha> fi> Tashri>‘ al-Isla>mi> (Beiru>t: Da>r al-Kutub,

t.th.), 271.

30 S}alah} al-Di>n b. Ah}mad al-Adlabi>, Manhaj Naqd al-Matn (Beiru>t: Da>r al-At}a>q al-Jadi>dah,

(28)

18

Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni> dari aspek materi hadis,

karekteristik dan implikasi pemikiran.

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pembacaan penulis, bahwa kajian terhadap kritik hadis

sudah banyak dilakukan oleh para penulis, antara lain adalah:

1. Metode Kritik Hadis (Sebuah upaya pemecahan problematika hadis-hadis

bermasalah), penelitian yang ditulis oleh Idri, Guru Besar UINSA

Surabaya.

2. Thoha Saputro, Kritik Matan Hadis (Studi Komparatif antara Pemikiran

Ibn Qayyim al-Jauziyyah dan Muhammad al-Ghaza>li>), Skripsi Universitas

Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisan membahas tentang kritik matan

hadis dengan mengkomparasikan dari kedua ulama' tersebut.

3. Karya Rabi bin Hadi al-Madkhali>, Kasyf Mawqifa Ghaza>li> min al-Sunnah

wa Ahlihi> wa Naqd ba'da Araih. Tulisan ini mencoba melihat pemikiran

Muhammad al-Ghaza>li tentang hadis, khususnya tentang penolakannya

tentang hadis al-Ahad.

4. Yusuf al-Qardawi, Syekh al-Ghaza>li> kama> 'araftuh: Rihlah nishf Qarnin,

sebuah karya yang mencoba melihat pemikiran Muhammad al-Ghaza>li

secara umum, karenanya karya ini tidak memfokuskan pada satu aspek

tertentu dari pemikiran Muhammad al-Ghaza>li.

5. Tulisan W. Brown, Sunnah and Islamic Revivalism. Buku ini tidak lebih

(29)

19

secara khusus mengkaji pemikiran Muhammad al-Ghaza>li> tentang kritik

hadis.

Sejauh ini dapat dikatakan bahwa penelitian mengenai metode kritik

hadis antara Muhammad al-Ghaza>li dan Abu> Ja’far Muh}ammad bin Ya’qu>b

al-Kulayni>>, belum ditemukan. Dengan demikian, penulis memiliki asumsi bahwa

masih sangat diperlukan kajian mendalam dan detail mengenai metode kritik

hadis, sehingga menjadi jelas posisi kajian ini di antara kajian-kajian yang

pernah dilakukan sebelumnya.

H. Metode Penelitian

1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif untuk

mendapatkan data yang komprehensif tentang konsep Syi’ah dan Sunni

tentang metode kritik hadis, khususnya metode yang ditawarkan oleh

Muhammad al-Ghaza>li dan Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>>.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian literer yang menggunakan

metode library research (penelitian kepustakaan).31 Oleh karena itu,

sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan

tertulis, baik berupa literatur berbahasa Arab, Inggris maupun Indonesia yang

mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.

(30)

20

3. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen

perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber, yakni primer dan sekunder.

Sumber primer adalah rujukan utama yang akan dipakai, yaitu:

a. Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th, karya

Muhammad al-Ghaza>li>.

b. al-Ka>fi>, karya Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> (w. 328

H.).

Sedangkan sumber sekunder yang dijadikan sebagai pelengkap dalam

penelitian ini antara lain:

a. Al-Ja>mi’ Al-Musnad al-S{ahi>h karya Muhammad bin Isma>’il al

-Bukhari.

b. Sahih Muslim karya Muslim bin al-Hajja>j al-Qushairy al-Naisa>bu>ry.

c. Sunan al-Tirmidhi> karya Muh}ammad bin Isa> al-Tirmidhi>.

d. Musnad Ah}mad karya Ah}mad bin H{anbal.

e. Sunan Ibn Majah karya Ibn Ma>jah.

f. Al-Mujtaba> min Sunan atau yang lebih dikenal dengan Sunan

al-Nasa’i karya Abu ‘Abd al-Rahma>n Ahmad bin Shu’aib al-Nasa>’i

g. Man La> Yahduruh al-Faqi>h, karya Abu> Ja'far Muhammad bin Ali> bin

Babawaih al-Sadu>q al-Qummi> (w. 381 H.).

h. Tahyi>b al-Ahka>m fi> Syarh al-Munqi, karya Abu> Ja'far Muhammad bin

(31)

21

i. Al-Istibsa>r fi> Ma> Ikhtalaf Min al-Akhba>r, yang juga merupakan karya

Abu> Ja'far al-Tu>si>.

j. Ikhtila>f al-hadi>th, karya Abu Abd ‘Allah al-Shafi’y.

k. Khula>s} ah al-I<ja>j fi al-Mut’ah karya Al-Mufi>d Muhammad bin

Muhammad bin al-Nu’ma>n al-Ukbari> al-Baghda>di.

l. Taysi>r Must}alah} al-H{adi>th, karya Mah}mu>d al-T{ah}h}a>n.

m. Tahdhi>b al-Kama>l karya al-Mizi>.

4. Metode pengumpulan data

Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi.

Metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal

ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.

5. Metode analisis data

Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder

diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing.

Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek

penelitian dengan menggunakan analisis isi, yaitu suatu teknik sistematik

untuk menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan tujuan menangkap

pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan.32 Di samping itu, data

dianalisis menggunakan metode komparasi dengan cara membandingkan satu

hadis dengan hadis lain baik dalam rangka mendamaikan hadis-haids yang

kontradiktif, mencari sanad atau matan yang lebih unggul, atau untuk

32 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin,1993),

(32)

22

memperbandingkan pendapat para kritikus tentang kualitas periwayat

tertentu.33

I. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memepermudah secara utuh isi tesis ini, maka disusun

konsep sistematika bahasan sebagai berikut:

Bab pertama, sebagai pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, membahas tentang Pemikiran Muhammad Al-Ghaza>li> tentang

Kritik Hadis yang berisi biografi Muhammad Al-Ghaza>li> dan

pemikirannya dalam metode kritik hadis.

Bab ketiga akan membincangkan Abu> Ja’far Muh}ammad Bin Ya’qu>b

Al-Kulayni>> tentang Kritik Hadis tentang biografi, perkembangan intelektual,

karya-karyanya dan pemikirannya dalam metode kritik hadis.

Bab keempat yaitu perbandingan pemikiran Muhammad Al-Ghaza>li> dan

Abu> Ja’far Muh}ammad Bin Ya’qu>b Al-Kulayni>> dalam metode kritik

hadis.

Bab kelima berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam

keseluruhan penulisan penelitian ini. Bahasan ini juga berisi jawaban

terhadap masalah-masalah yang diajukan dalam rumusan masalah.

33 Idri, Epistemologi: Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadis, dan Ilmu Hukum Islam, (Jakarta:

(33)

23

Sehingga sintesis dari beberapa data diharap bisa memberikan kontribusi

(34)

25

BAB II

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MUH}AMMAD AL-GHAZA>LI>

TENTANG KRITIK HADIS

A. Biografi Muh}ammad al-Ghaza>li>

Membongkar dan menelusuri latar belakang kehidupan seorang

intelektual baik dari sisi kehidupan pribadi maupun konteks sosio-politik yang

melingkupinya amat relevan untuk diajukan agar mampu menemukan

gambaran yang tepat berkaitan dengan fungsi-fungsi intelektual yang

disodorkan ke wilayah publik. Pembongkaran dan penelusuran itu dianggap

amat relevan karena segala produk pemikiran yang dilahirkan seorang

intelektual akan menemukan jaringan signifikansinya sebagai hasil relasi

dialogis-dialektis dengan kondisi sosio politik yang ada.

Perlunya pembongkaran dan penelusuran biografis dan relasi

sosio-politik intelektual juga untuk membuktikan sejauh mana kaum intelektual

menjadi pelayan dari semua aktualitas yang terjadi di masyarakat. Apakah ia

memiliki fungsi intelektual di masyarakat atau ia hanya sekedar pelengkap

dari himpunan anggota masyarakat yang ada.

Kehadiran Muh}ammad al-Ghaza>li> (w. 1996 M.) sebagai seorang dai diَ

tengah masyarakat muslim dunia khususnya Timur Tengah, tidak bisa

dipisahkan dengan fungsi intelektual yang dijalankannya dan juga dari

dialogis-dialektis yang terhubung langsung dengan kondisi lingkungan,

ekonomi, sosial, dan politik yang melingkupi kehidupannya. Atas

(35)

26

dialektis ini pula ia mampu menghadirkan diri sebagai penerjemah atas

berbagai teks keagamaan yang baginya sering disalahartikan masyarakat.

Muh}ammad al-Ghaza>li> merupakan salah seorang tokoh dan pelaku

dakwah Islamiyah kontemporer yang telah banyak menyumbangkan pemikiran

dan pembelaan terhadap Islam dan kaum muslimin.1 Melalui

tulisan-tulisannya, ia banyak melakukan pemberontakan terhadap penguasa maupun

orang-orang yang selalu menzalimi rakyat.

Ia lahir di kota Bahirah pada tahun 1917 M. tepatnya di Nakla al-‘Inab,

sebuah desa terkenal di Mesir yang banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam

terkemuka pada zamannya. Di antaranya adalah Mah}mu>d al-Saami> al-Barudi>

seorang mujahid dan penyair, Syaikh Sali>m al-Bisyiri>, Syaikh Ibrahi>m

Hamurisi>, Syaikh Muh}ammad Abduh, Syaikh Muh}ammad Syaltut, Syaikh

H{asan al-Banna>, Muh}ammad Isa>, dan Syaikh Abdullah al-Musyi>d.2

Ia adalah anak pertama dari enam bersaudara dan putra sulung dari

seorang pedagang yang sangat menyukai tasawuf, menghormati

tokoh-tokohnya sekaligus mengamalkan ajarannya, di samping itu, ia juga telah

menghafal al-Qur’an. Ayahnya merupakan salah seorang pengagum Syaikh

al-Isla>m Abu> H{ami>d al-Ghaza>li>. Konon suatu saat ia mendapat inspirasi dan

isyarat dari hujjah al-Isla>m tersebut agar mencantumkan namanya sebagai

1 Muhammad Yusuf Qard}a>wi>, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal (terj.) Surya

Darma, Lc (Jakarta: Robbani Press, cet. Ke-I, 1999), vii.

2 Muh}ammad al-Ghaza>li>, Berdialog dengan al-Quran (terj.) Masykur Hakim dan Ubaidillah

(36)

27

nama anaknya. Menurut Muh}ammad al-Ghaza>li>, hal inilah yang

menyebabkannya diberi nama Muh}ammadal-Ghaza>li>.3

Al-Ghaza>li> mengawali pendidikan dasarnya di tempat khusus

menghafal al-Qur’an di desanya hingga ia mampu menghafal genap tiga puluh

juz pada usia sepuluh tahun. Pada jenjang-jenjang pendidikan yang lebih

tinggi, tidak ada hal istimewa sampai akhirnya ia lulus dan melanjutkan ke

perguruan tinggi tepatnya di al-Azhar pada tahun 1937 dan masuk di Fakultas

Usuluddin Jurusan Dakwah sampai akhirnya mendapat gelar sarjana pada

tahun 1941. Kecintaan akan ilmu pengetahuan membuatnya memutuskan

melanjutkan pendidikan program pascasarjananya di tempat yang sama pada

Fakultas Adab, meskipun saat itu ia aktif dalam kegiatan dakwah namun ia

berhasil meraih gelar Magister pada tahun 1943 dari Fakultas Bahasa Arab.4

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Muh}ammad al-Ghaza>li> banyak

berkecimpung dalam bidang kemasyarakatan tidak hanya berdakwah tapi juga

menekuni bidang pendidikan dan kebudayaan bahkan pernah dipercayai

menjabat sebagai wakil di Kementrian Wakaf dan Dakwah Mesir.5Selain itu,

selama ia berada di Mesir banyak kegiatan yang digelutinya seperti dipercayai

mengajar di Fakultas Syariah, Us}u>luddi>n, Dira>sah 'Arabiyyah wa

al-Isla>miyyah dan Fakultas Tarbiyah pada Universitas al-Azhar. Ia juga ditunjuk

3 Al-Ghaza>li>, Kumpulan Khutbah Muh}ammad al-Ghaza>li>, (terj.) Mahrus Ali (Surabaya: Duta

Ilmu, jilid 4, 1994), 18.

4 Al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, 30. lihat juga Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif Muh}ammad al-Ghaza>li> dan Yusuf al-Qardawi (Yogyakarta: Teras, cet. Ke-I, 2008), 24.

5 John L. Esposito, Muh}ammad al-Ghaza>li>, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic

(37)

28

sebagai imam dan khatib pada masjid al-Utba al-Khadra Kairo6 dan pada

tahun 1988 ia dianugrahi bintang kehormatan tertinggi oleh pemerintah Mesir

karena jasa-jasanya dalam bidang pengabdian kepada Islam.7

Muh}ammad al-Ghaza>li> (w. 1996 M.) juga aktif menulis di beberapa

majalah yang ada di Mesir, seperti: al-Muslimu>n, al-Nazi>r, al-Maba>hi>s, Liwa

al-Isla>m, dan majalah yang dikelola sendiri oleh al-Azhar.8

Kegigihan Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam berdakwah menyebabkannya

banyak diterima di

َ

berbagai negara Islam. Di Arab Saudi ia diundang untuk

memberikan ceramah melalui media elektronik radio dan televisi, dan menulis

di berbagai majalah semisal majalah al-Dawah, al-Tada>mu>n, al-Isla>m,

Rabit}ah dan di

َ

beberapa surat kabar harian serta mingguan lainnya.9 Di

samping itu, ia juga memberikan kuliah di Universitas Ummu al-Qur’a>n

(Makkah),10 dan bermukim di samping Masjidilharam.11 Atas semua

aktifitasnya ini, pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberikan penghargaan

tertinggi berupa penghargaan Internasional Raja Faishal dalam bidang

Pengabdian Kepada Islam dan Muh}ammad al-Ghaza>li> merupakan orang Mesir

pertama yang mendapatkan penghargaan tersebut.12

6 Fatima Mernisi dan Riffat Hasan, Setara di Hadapan Allah (terj.) Tim LSPPA (Yogyakarta:

LSPPA, 2000), 206. lihat juga Al-Ghaza>li>, Berdialog dengan al-Qur’an (tej.) Drs. Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, cet. Ke-III, 1997), 1-7.

7 Al-Muh}ammad al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan Al-Qur’an….., 5. 8 Ibid., 6.

9 Ibid., 6.

10 ‘Abd al-Halīm ‘Uwais, Al-Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, Mara>hil ‘Azi>mah fi> Hayah Mujahi>d ‘Azi>m (Kairo: Da>r al-Sahwah, 1993), 15.

11 Al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>….., 61-62.

(38)

29

Sementara di Qatar, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> tinggal selama

enam bulan dalam setahun. Di sana ia memiliki peran yang cukup penting

dalam mendirikan fakultas Syariah di Universitas setempat dan diangkat

sebagai guru besar pada fakultas tersebut.13Selain itu ia juga menuangkan

ide-ide pemikirannya pada majalah al-Ummah yang ada di Qatar.14

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> juga pernah berjuang selama delapan

tahun di Aljazair. Jasanya banyak dikenang di Aljazair dalam bidang

pendidikan, Muh}ammad al-Ghaza>li> banyak membantu Universitas setempat

dalam upaya mengembangkan (memperbanyak) fakultas di Universitas

Qurt}aniyah yang dulunya hanya memiliki satu fakultas dan berkembang

menjadi enam fakultas. Atas jasa-jasanya ini, pemerintah al-Jazair

menganugerahkan penghargaan al-As}i>r, yaitu bintang kehormatan tertinggi

dalam bidang dakwah.

Sementara di Kuwait, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> diundang setiap

tahunnya pada bulan Ramadan untuk mengisi kegiatan-kegiatan keagamaan

yang dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi negara. Ia juga menulis untuk

majalah al-Wahyu al-Isla>mi> dan al-Mujtama>’15 Dalam beberapa kesempatan,

ia juga diundang ke berbagai negara Eropa dan Barat khusunya Amerika

sebagai pembicara utama dalam seminar-seminar pemuda dan mahasiswa.

13 Al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan Al-Qur’an, 1-7. lihat juga ‘Abd al-Halīm ‘Uwais, Al-Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, 15. lihat juga Yusuf al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal, 30.

(39)

30

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> adalah seorang dai dan penulis yang

disegani di dunia Islam khususnya Timur Tengah. Tempat-tempat ceramahnya

seperti masjid selalu dipadati oleh ulama, cendikiawan, pelajar dan segenap

lapisan masyarakat lainnya. Hal ini karena ia juga sebagai seorang sastrawan

yang terkenal yang

َ

berpikiran revolusioner, penjelasannya yang memukau dan

gaya bahasanya yang memikat perhatian orang yang mendengarnya,16

meskipun ia dikenal sebagai seorang yang bersifat tempramen, hal ini

disebabkan keadaan umat Islam yang telah jauh dari nilai-nilai Qurani. Yusuf

al-Qardawi mengatakan: ‚Mungkin anda berbeda pandangan dengan

Muh}ammad al-Ghaza>li>, atau ia berbeda pendapat dengan anda dalam

masalah-masalah kecil atau besar, sedikit atau banyak masalah-masalah, tapi apabila anda

mengenalnya dengan baik, anda pasti mencintai dan menghormatinya. Karena

anda tahu keikhlasan dan ketundukannya pada kebenaran, keistiqamahan

orientasi dan girahnya yang

َ

murni untuk Islam.‛17

B. Aktifitas Sosial dan Intelektual Muh}ammad al-Ghaza>li>

1. Ikhwa>n al-Muslimi>n

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> juga aktif di sebuah organisasi Ikhwa>n

al-Muslimi>n18 sebuah organisasi yang menjadikannya terkenal di kalangan

16 Yusuf al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal, 7.

17 Hendri Mohammad, et. All., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema

Insani Press, 2006), 236.

18 Didirikan pada bulan Maret 1928 oleh Hasan al-Bannā (1906-1949 M.). organisasi ini pada

(40)

31

masyarakat maupun pemerintahan, namun hal ini tidak membuatnya sebelah

tangan

َ

dalam menegakkan kebenaran, meskipun bertentangan dengan tujuan

organisasinya. Ia secara tegas menyatakan:

‚Kepentingan Islam di atas kepentingan lainnya, seandainya

kepentingan Ikhwa>n al-Muslimi>n berlawanan dengan kepentingan Islam, maka kepentingan Islam harus didahulukan dan kepentingan Ikhwa>n al-Muslimi>n harus dibuang jauh-jauh.‛19

Keaktifannya ini bermula ketika ia berkenalan dengan H{asan al-Banna>

(1906-1949 M), semasa ia masih sekolah di tingkat akhir Tsanawiyah di

Iskandariah tepatnya tahun 1935 M. di masjid ‘Abd al-Rahma>n bin Hurmuz

ketika H{asan al-Banna> menyampaikan ceramah. Pertemuan tersebut semakin

intensif ketika Muh}ammad al-Ghaza>li> kuliah di al-Azhar dan direkrut oleh

Hasan al-Bannā untuk menjadi anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n.

Perkenalan tersebut sangat terkesan sehingga H{asan al-Banna> di mata

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> tidak hanya sebatas seorang teman yang peduli

terhadap nasib bangsa dan rakyat namun ia juga adalah seorang guru yang

mampu membimbing jiwa spiritual seseorang menuju kemapanan sikap dan

tindakan yang sesuai dengan ruh Islami. Secara eksplisit, ia mengemukakan:

‚Saya berkenalan denga H{asan al-Banna> saat saya masih pelajar sebuah sekolah di Iskandariah. Saat itu usiaku kurang lebih dua puluh

sekaligus juga sebagai pusat pembaharuan ke-Islam-an dan aktivitas Islami sesudah jatuhnya khilafah yang menyebabkan umat terpecah ke dalam beberapa kelompok. ‘Abd al-Halīm ‘Uwais, Al-Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, 15-16. Di samping itu, Ikhwa>n al-Muslimi>njuga

merupakan induk dan sumber inspirasi utama berbagai organisasi Islam di Mesir dan beberapa negara Arab lainnya. Ia memiliki 300 cabang lebih termasuk juga mendirikan berbagai perusahaan, pabrik, sekolah, dan rumah sakit serta menyusup ke berbagai organisasi termasuk serikat dagang dan angkatan bersenjata. John L. Esposito, Muslim Brotherhood, dalam The Oxford Encyclopedia, jilid III, 183-186. lihat juga Suryadi, Metode Kontemporer Dalam Memahami Hadis Nabi, 27.

(41)

32

tahun. Namun demikian, hubungan kami yang demikian manis masih saja tersimpan baik dalam ingatanku. Saya tidak pernah melupakan cara orang ini memoles jiwa manusia dan menghubungkannya dengan sumber kehidupan dan gerak dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Saya ingin menegaskan bahwa H{asan al-Banna> paham benar bagaimana memindahkan ajaran Islam ke dalam hati-hati yang sadar sehingga siap menantang segala bentuk kesulitan dan terjun langsung dalam kerja nyata demi kejayaan. Sesungguhnya, berkhidmat pada Islam tidak boleh disampaikan serampangan, tetapi harus mengikuti apa yang telah digariskan al-Qur’an.‛20

Sifat kritis yang diperlihatkan oleh anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n

dalam mengeritik kondisi sosial politik masyarakat saat itu menyebabkan

pemerintah berkuasa mengeluarkan pengumuman pembubaran Ikhwa>n

al-Muslimi>n. Kekayaannya dirampas, pengikutnya disiksa dan sebagian besar

dimasukkan ke dalam penjara militer kelas satu di tahta termasuk Syaikh

Muh}ammad al-Ghaza>li>. Kemudian ia dipindahkan ke penjara Haikastib, lalu

dipindahkan ke penjara al-T}u>r di kota Sinai dengan menumpang kapal laut

dari kota Suez. Hal ini dilakukan oleh pemerintah saat itu untuk memecah

belah dan mempersempit ruang pergerakan mereka. Pada akhir bulan Ramadan

1949, pemerintahan saat itu mengalami keruntuhan dan dibebaskannya Syaikh

Muh}ammad al-Ghaza>li> beserta seluruh anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n lainnya.21

Setelah keluar dari penjara Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> kemudian

diangkat oleh pemerintahan Anwar Sadat yang mengambil alih kekuasaan,

sebagai penanggung jawab bidang dakwah serta menjadi khatib di masjid

‘Amr bin ‘As{ dengan tujuan untuk meredam pergerakan yang dilakukan oleh

anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n, namun keleluasaan ini dimanfaatkan oleh

(42)

33

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> mengeritik kondisi yang ada, menyingkap

secara terang-terangan berbagai macam tipu daya dan konspirasi yang

ditujukan kepada Islam dan pengikutnya sehingga ia dimasukkan dalam daftar

hitam pemerintah dan dilarang menyampaikan khutbah di berbagai masjid

Mesir. Merasa ruang geraknya dibatasi, maka Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>

memutuskan untuk pindah dan mencari tempat yang bebas untuk

berdakwah.22

Dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> di

berbagai negara kawasan Timur Tengah, dapat dikategorikan sebagai berikut:

Pertama: Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> menyorot musuh-musuh yang

membenci dan memerangi Islam, yakni Zionisme, kaum Kristen dan

Komunisme.

Kedua: Umat Islam yang tidak mengetahui hakikat Islam, tetapi

mengklaim sebagai seorang yang ahli. Kelompok ini menurutnya lebih

berbahaya karena mereka sering memecah belah umat Islam dengan

membesar-besarkan masalah khila>fiyyah.23

Pada saat sedang menghadiri seminar tentang ‚Islam dan Barat‛, pada

hari Sabtu, 9 Syawal 1416 bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1996,24

mendadak ia mendapatkan serangan jantung kronis dan meninggal dunia di

Riyad} Arab Saudi.25 Meskipun sebelumnya para dokter telah menasihati untuk

22Ibid., 60-62.

23 Suryadi, Metode Kontemporer, 29.

(43)

34

mengurangi aktivitasnya karena kondisi kesehatannya yang tidak

memungkinkannya untuk beraktivitas banyak namun hal ini tidak diindahkan.

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> meninggal pada usia 78 tahun dan

dimakamkan di Madinah di antara pemakaman Imam Malik (pendiri mazhab

Maliki) dengan Imam Nafi>’ (seorang ahli Hadis) dan hanya beberapa meter

dari makam Rasulullah saw.26

2. Karya-karya Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>

Sebagai ulama, Muh}ammad al-Ghaza>li> tidak hanya pandai berdakwah

dengan modal keahlian sebagai seorang orator ulung namun ia juga sangat

produktif dalam menghasilkan karya-karya tulis baik yang berupa artikel,

makalah, maupun buku, di antaranya adalah:

1. Al-Isla>m wa al-Auda>' al-Iqtis}a>diyah

2. Al-Isla>m wa al-Manhij al-Ishtira>kiyah

3. Min Huna> Na'lam

4. Al-Isla>m wa al-Istibda>d al-Siya>si>

5. Aqi>dah al-Muslim.

6. Fiqh al-Si>rah.

7. Z}alamun min al-Gharb

8. Qaza>if al-Haq

9. Has}a>d al-Guru>r.

10.Jaddid Haya>tak.

11.Al-Haqqul Murr

(44)

35

12.Raka>iz al-Ima>n baina al-Aql wa al-Qalb.

13.At-Ta'as}s}ub wa at-Tasa>muh baina al-Masihiyyah wa al-Isla>m.

14.Ma'alla>h

15.Jiha>d al-Da'wah baina 'Ajzid Da>khil wa Kaid al-Kha>rij

16.Al-T}ari>q min Huna>

17.Al-Maha>wir al-Khamsah li al-Qur'a>n al-Kari>m.

18.Al-Da'wah al-Isla>miyyah Tastaqbilu Qarnah al-Kha>mis Asyar

19.Dustu>r al-Wihdati al-Thaqafiyah li> al-Muslimi>n.

20.Al-Jani>b al-Asifi> min al-Isla>m

21.Qadaya al-Mar'ah baina al-Taqli>d al-Rakidah wa al-Wafi>dah.

22.Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayna Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadi>th

23.Musykilatun fi> Sari>q al-Hayah al-Isla>miyah.

24.Sirru Ta'akhur al-‘Arab wa al-Muslimīn.

25.Kifa>h al-Di>n.

26.Ha>dha> Di>nuna>.

27.Al-Isla>m fi> Wajh al-Zahfi al-Ahma>r.

28.'Ilalun wa Adwiyah.

29.S}aihatu Tahzi>rin min Du'a>ti al-Tans}i>r

30.Ma'rakah al-Musaff al-'Alam al-Isla>mi>

31.Humu>mu Da>'iyah

32.Miah Sualin 'an al-Isla>m

33.Khus}ab fi> Shu’u>n al-Din wa al-Hayah (lima jilid)

(45)

36

35.Kaifa Nata'amal ma al-Qur’a>n al-Kari>m

36.Mustaqbal al-Isla>m Kharij Ardihi, Kaifa Nufakkir Fi>hi?

37.Nahwa Tafsi>r Mawd}u>' li> Suwar al-Qur'a>n al-Kari>m.

38.Min Kunu>z al-Sunnah

39.Ta’ammulat fi> al-Din wa al-Hayah

40.Al-Isla>m Al-Muftara 'Alaihi bayna Shuyu'iyyi>n wa

al-Ra'sumaliyyi>n

41.Kaifa Nafham al-Isla>m?

42.Turasuna> al-Fikr fi> Miza>n al-Syar'i> wa al-‘Aql

43.Qis}s}ah Haya>h

44.Waqi>’ al-'Alam al-Isla>mi> fi> Mas}la' al-Qarn al-Khamis 'Asyar -

Fannuz Zikr al-Du’a> 'Inda Khatim al-Anbiya>.

45.Haqi>qah al-Qaumiyyah al-'Arabiyyah wa Ust}urah al-Ba’s al-'Arabi>

46.Difa>’un 'an al-Aqi>dah wa sy-Syari>'ah Diddu Mat}a>'in al-Mustashriqi>n

47.Al-Isla>m wa Al-T{a>qah al-Mu'at}t}alah.

48.Al-Istima>r Ahqadun wa Asma'

49.Huqu>q Insa>n baina Ta'alim Isla>m wa I'la>n Umam

al-Muttahidah

50.Nadaratun fi> al-Qur’a>n

51.Laisa min al-Isla>m

52.Fi> Maukib al-Da’wah

53.Khulu>q al-Muslim dan lain sebagainya.27

(46)

37

Di antara karya-karya ini, ada yang telah diterjemahkan ke dalam

berbagai bahasa di dunia bahkan dalam bahasa Indonesia dan telah menjadi

buku referensi mahasiswa dalam penulisan karya ilmiah.

3. Latar Belakang Pemikiran Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam Bidang

Hadis

Menggali dan menemukan akar pemikiran seseorang dibutuhkan

penelaahan terhadap latar belakang pendidikannya, hal ini terkait dengan

orisinalitas sebuah karya yang dihasilkan seorang intelektual.

Dalam pergulatannya dengan dinamika sosial, Syaikh Muh}ammad

al-Ghaza>li> memiliki misi dan visi yang harus dilaksanakan. Visi ini banyak

dipengaruhi oleh kenyataan masyarakat saat itu yang terlalu

َ

memperhatikan

hal-hal sepele bukan melakukan gerakan yang dapat

َ

membangun kesadaran

beragama melalui pendekatan kritik sistem.

Sebagaimana diketahui bahwa Muh}ammad al-Ghaza>li> banyak bergelut

dalam bidang dakwah, bahkan ketertarikannya terhadap Ikhwa>n al-Muslimi>n

adalah bukan karena penghormatan seorang H{asan al-Banna> terhadap dirinya,

namun lebih karena memiliki misi yang sama dan peluang kebebasan dalam

berdakwah. Bahkan buku pertama yang lahir dari kegelisahan dakwahnya

adalah mengenai persoalan Islam dalam mengatasi masalah ekonomi

(Al-Isla>m wa al-Auda>’ al-Iqtis}a>diyah). Buku ini terbit tahun 1947 ketika ia masih

muda. Menyorot dengan tajam para penguasa yang gemar mengumpulkan

(47)

38

penderitaan.28 Secara umum bahasan buku ini berkisar pada sikap agama

terhadap kondisi ekonomi dengan merujuk pada teks Al-Qur’an dan hadis

Nabawi tanpa melihat teori-teori ekonomi dunia sehingga buku ini mendapat

banyak kritikan dari mahasiswa al-Azhar.29

Sejak awal keterlibatan Muh}ammad al-Ghaza>li> dengan masyarakat

umum, ia banyak memberikan arahan dan petunjuk mengenai pemahaman

yang benar terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan hadis. Tidak sedikit pidato,

artikel, maupun karya-karya bukunya yang merujuk langsung pada

pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dan hadis

َ

Nabawi, hal ini untuk

membangkitkan kembali rasa keimanan yang lama tertanam akibat tekanan

penguasa dan kesalahan dalam memahami teks-teks tersebut.

Masih dalam topik yang sama dengan karya awalnya, kembali

menerbitkan buku dengan judul al-Isla>m wa al-Manha>j al-Ishtira>kiyyah (Islam

dan Konsep Sosialisme). Selain itu tulisan yang berupa artikel pada majalah

Ikhwa>n al-Muslimi>n dikumpulkan menjadi sebuah buku dengan judul Al-Isla>m

al-Muftara> ‘Alai>h baina al-Shuyu>’iyyi>n wa al-Rashumaliyyi>n (Islam yang

Dinodai oleh Kaum Komunis dan Kapitalis). Setelah keluar dari penjara pada

tahun 1949, Muh}ammad al-Ghaza>li> kembali menerbitkan buku Al-Isla>m wa

al-Istibda>b al-Siyasi> (Islam dan Tirani Politik). Merupakan kritikan terhadap

28 Muh}ammad al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan….., 8.

(48)

39

penguasa otoriter yang sekaligus salah satu buku yang melambungkan

namanya.30

Karyanya dalam bidang dakwah ini terus tumbuh, dan yang paling

terkenal adalah Fiqh al-Sirah. Buku ini banyak menyorot serta mengkritik

pemerintahan masa lalu yaitu dinasti-dinasti Islam khususnya Mu’awiyah dan

Abbasiyah yang telah merusak tatanan ajaran Islam sehingga umat Islam

mengalami kemunduran dengan ditandai penyerangan Hulaqu Khan.

Dalam rangka pencerahan terhadap hakikat Islam serta peringatan

terhadap makar-makar musuh Islam, Muh}ammad al-Ghaza>li> kembali

menerbitkan karya-karyanya, seperti: Al-Isti’ma>r: Ahqad wa At}ma>’

(Penjajahan: Kedengkian dan Ambisi), Z}alm min al-Gharb (Kegelapan dari

Barat), Laisa min al-Isla>m (Bukan dari Ajaran Islam), Kaifa Nafham al-Isla>m

(Bagaimana Kita Memahami Ajaran Islam), Ki>fah Al-Di>n (Membela Agama),

Jaddid Haya>takum (Perbaharuilah Hidup Kalian), Ha>dha> Di>nuna> (Inilah

Agama Kita), Al-Isla>m Fi> Wajh az-Zahf al-Ahma>r (Islam di

َ

Hadapan

Gelombang Merah), dan masih banyak lagi karangan Muh}ammad al-Ghaza>li>

yang berkenaa

Referensi

Dokumen terkait

Pejalan kaki 14 tahun atau yang lebih muda tercatat diatas 45% dari orang. orang yang luka, saat sedang di jalan atau sedang bermain- main di

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa Kabupaten Lembata memiliki kekayaan pertambangan emasyang sangat besar namun masyarakat melakukan gerakan sosial

MelibrLkm dm mcng0jak sena l,makolog untuk Dencesah terjddinya pentallhgunran zxt-zat tergolong doping scbagai ibrt dln ketidaktahuan Pembina, pclalih dan

18 Agustus 2011, maka dengan ini diumumkan pemenang pelelangan umum untuk pekerjaan sebagaimana berikut:. Nomor

Buku yang berjudul “Olahraga dan Bencana (Kontribusi Olahraga dalam Pemulihan Pasca Bencana)” ini bertujuan untuk membantu para relawan dan juga berbagai organisasi kemanusian

dengan gelasku ini, semua minuman, madu, nabiz, air dan susu.. (Shahih

Negara ASEAN dengan populasi sekitar 570 juta orang, dimana terdapat enam negara di ASEAN dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina,

Tinggi rendahnya rentabilitas tidak hanya tergantung pada besarnya laba yang diperoleh perusahaan, tetapi juga tergantung pada besarnya produksi yang dihasilkan dan